7
 1 I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi dan peluang yang ada dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan serta pengalaman ( lesson learned ) pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. 1.1.1. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Dari perkembangan pelaksanaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh, misalnya peningkatan cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dan secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi pada penyediaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yaitu: a. Kurang efektif dan efisiennya investasi yang telah dilakukan pada pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Penggunaan terminologi air bersih dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum di satu sisi memberikan dampak positif bagi peningkatan cakupan pelayanan, namun di sisi lain mencerminkan ketidakefisienan investasi karena masyarakat pengguna tidak dapat memanfaatkannya sebagai air minum walaupun desain prasarana dan sarananya telah memenuhi prasyarat air minum. Dari segi kuantitas pelayanan, lingkup pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan masih terbatas. Selain itu cakupan pelayanan juga masih terbatas sehingga tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk. Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100  juta penduduk Indonesia yang belum memiliki kemudahan terhadap pelayanan air minum Berdasar pada pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang dilaksanakan sejak Pelita I (1969-1974) hingga saat ini, maka secara ringkas dapat ditarik beberapa kesimpulan penting (selengkapnya pada Lampiran A) yaitu:  a. Era Tahun 1970 –1980  Pembangunan nasional diprioritaskan pada sektor pertanian dan irigasi untuk mencukupkan kebutuhan pangan, sedangkan pembangunan prasarana dan sarana penunjang lainnya termasuk air minum dan penyehatan lingkungan belum menjadi prioritas sehingga lingkup pembangunannya masih terbatas, cakupan pelayanan juga terbatas sehingga belum mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan  jumlah penduduk. b. Era Tahun 1980 – 1990 Konsep-konsep pemberdayaan dan pendekatan tanggap kebutuhan mulai diperkenalkan. Pembangunan prasarana dan sarana air minum dikaitkan dengan penentuan masyarakat sasaran yang lebih tepat dan pemanfaatan teknologi tepat guna, misal pompa tangan, hidran dan pompa tali. Untuk mendorong keterlibatan pemerintah daerah, khususnya di kawasan perdesaan, diciptakan mekanisme pembiayaan baru yang memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola anggaran yang berasal dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN). c. Era Tahun 1990 – 2000 Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan. Pemerintah pusat berperan sebagai pembina teknis. Pelaksanaan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Tahun 1970-200 0

bab 1 latar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DAftar isi babb 1 latar belakang

Citation preview

7/17/2019 bab 1 latar

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-latar 1/7

 

1

I. Pendahuluan

1.1.  Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan AirMinum dan Penyehatan Lingkungan

Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minumdan penyehatan lingkungan tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi dan peluangyang ada dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan serta pengalaman ( lessonlearned ) pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

1.1.1. 

Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Dari perkembangan pelaksanaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini,terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh, misalnya peningkatan cakupan pelayananair minum dan penyehatan lingkungan dan secara tidak langsung meningkatkan derajatkesehatan. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi pada

penyediaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yaitu:

a. Kurang efektif dan efisiennya investasi yang telah dilakukan pada pembangunanprasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Penggunaan terminologi airbersih dalam pembangunanprasarana dan sarana air minumdi satu sisi memberikan dampakpositif bagi peningkatan cakupanpelayanan, namun di sisi lainmencerminkan ketidakefisienan

investasi karena masyarakatpengguna tidak dapatmemanfaatkannya sebagai airminum walaupun desainprasarana dan sarananya telahmemenuhi prasyarat air minum.

Dari segi kuantitas pelayanan,lingkup pembangunan air minumdan penyehatan lingkunganmasih terbatas. Selain itucakupan pelayanan juga masih

terbatas sehingga tidak mampumengimbangi laju kebutuhanakibat pertambahan jumlahpenduduk. Hingga saat inidiperkirakan masih terdapat 100 juta penduduk Indonesia yangbelum memiliki kemudahanterhadap pelayanan air minum

Berdasar pada pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan yang dilaksanakan sejak Pelita I (1969-1974) hingga saat ini,maka secara ringkas dapat ditarik beberapa kesimpulan penting(selengkapnya pada Lampiran A) yaitu: 

a.  Era Tahun 1970 –1980 

Pembangunan nasional diprioritaskan pada sektor pertanian danirigasi untuk mencukupkan kebutuhan pangan, sedangkan pembangunanprasarana dan sarana penunjang lainnya termasuk air minum danpenyehatan lingkungan belum menjadi prioritas sehingga lingkuppembangunannya masih terbatas, cakupan pelayanan juga terbatassehingga belum mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan

 jumlah penduduk.

b.  Era Tahun 1980 – 1990

Konsep-konsep pemberdayaan dan pendekatan tanggapkebutuhan mulai diperkenalkan. Pembangunan prasarana dan sarana airminum dikaitkan dengan penentuan masyarakat sasaran yang lebih tepatdan pemanfaatan teknologi tepat guna, misal pompa tangan, hidran danpompa tali. Untuk mendorong keterlibatan pemerintah daerah, khususnya

di kawasan perdesaan, diciptakan mekanisme pembiayaan baru yangmemungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola anggaran yangberasal dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN).

c.  Era Tahun 1990 – 2000

Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintahdaerah untuk melaksanakan penyediaan air minum dan penyehatanlingkungan. Pemerintah pusat berperan sebagai pembina teknis.

Pelaksanaan Pembangunan Air Minum danPenyehatan Lingkungan Tahun 1970-2000

7/17/2019 bab 1 latar

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-latar 2/7

 

2

dan penyehatan lingkungan yang memadai. Sebagian besar masyarakat yang tidakmemiliki kemudahan tersebut adalah masyarakat miskin dan masyarakat yangbertempat di kawasan perdesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiap tahunnya.

Pengalaman masa lalu juga menunjukkan adanya prasarana dan sarana air minum danpenyehatan lingkungan terbangun yang tidak dapat berfungsi secara optimal. Salah satupenyebabnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat sasaran, baik pada perencanaan,konstruksi ataupun pada kegiatan operasi dan pemeliharaan. Selain itu, pilihan teknologiyang terbatas mempersulit masyarakat untuk dapat menentukan prasarana dan saranayang hendak dibangun dan digunakan di daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan,budaya (kultur) setempat, kemampuan masyarakat untuk mengelola prasarana dankondisi fisik daerah tersebut.

Kurangnya keterlibatan masyarakat juga menjadikan pelayanan prasarana dan saranaair minum dan penyehatan lingkungan yang terbangun menjadi tidak berkelanjutan,tidak dapat berfungsi dengan baik, dan tidak adanya perhatian masyarakat untukmenjaga keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana. Hal ini mengakibatkan

prasarana dan sarana tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat penggunasecara berkelanjutan.

Investasi prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan pada saat ituyang berorientasi pada supply driven   juga membawa dampak kepada rendahnyaefektivitas prasarana dan sarana yang dibangun. Tidak sedikit investasi prasarana dansarana yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mereka tidak membutuhkan,sebaliknya banyak masyarakat yang membutuhkan pelayanan prasarana dan sarananamun tidak mendapatkan pelayanan.

b. Air hanya dipandang sebagai benda sosial

Paradigma lalu menyatakan bahwa air merupakan benda sosial yang dapat diperolehsecara gratis oleh masyarakat. Hal ini didasari rendahnya kepedulian dan pengetahuanmasyarakat terhadap ‘nilai kelangkaan’ air. Permasalahan tersebut menyulitkanpengelola air minum untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatanpelayanan prasarana dan sarana air minum bagi masyarakat selalu memerlukantambahan investasi, baik untuk pengadaan air baku, instalasi pengolahan, pengaliran airsampai ke masyarakat pengguna, dan sebagainya. Di lain pihak masyarakat penggunatidak peduli pada kesulitan tersebut. Prinsip user pay (pengguna membayar) tidakdapat diterapkan pada masa itu.

Kondisi tersebut tercermin pada penetapan tarif air minum perpipaan (oleh PerusahaanDaerah Air Minum-PDAM), yang selama ini ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) yang kebanyakan tidak mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya(the real production cost) . Konsekuensinya adalah pendapatan usaha tidak mampumembiayai kegiatan operasional, termasuk untuk investasi pengembangan jaringanpelayanan.

Mulai tahun 1990-an kesadaran terhadap pentingnya air dan proses dalam penyediaanair minum dan penyehatan lingkungan mulai meningkat. Prinsip Dublin-Rio mengenaiair menjadi acuan di dunia. Walaupun demikian, kampanye mengenai pentingnya nilai

7/17/2019 bab 1 latar

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-latar 3/7

 

3

air ini masih perlu disosialisasi dan dilaksanakan kepada masyarakat, pemerintah, danbadan legislatif.

c. Keterbatasan kemampuan pemerintah.

Pola pembiayaan sampai saat ini masih bertumpu pada anggaran pemerintah,

khususnya anggaran pemerintah pusat. Kemampuan pemerintah pusat di masa yangakan datang untuk menyediakan anggaran semakin berkurang. Untuk itu, diperlukaninovasi pola pembiayaan untuk menggali berbagai sumber pembiayaan yang belumdimanfaatkan (hidden potential ), khususnya sumber pembiayaan yang berasal daripemerintah daerah dan masyarakat pengguna. Untuk mengoptimalkan sumberpembiayaan tersebut diperlukan sistem berkelanjutan (sustainable system) sehinggapotensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

d. Belum tersedianya kebijakan dan peraturan perundangan yang mengaturpemanfaatan potensi tersembunyi (hidden potential) yang ada dalammasyarakat.

Kapasitas masyarakat dalam menyediakan prasarana dan sarana air minum danpenyehatan lingkungan saat ini belum dapat dioptimalkan karena belum adanyakebijakan dan peraturan perundangan untuk menggerakkan potensi tersebut. Sebagaicontoh belum adanya kebijakan dan peraturan perundangan mengenai pemindahan aset(transfer asset)   dari pemerintah kepada masyarakat.

e. Penyehatan lingkungan belum menjadi perhatian dan prioritas.

Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatanlingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnyacakupan pelayanan penyehatan lingkungan.

Kondisi ini antara lain tercermin pada pelayanan air limbah terpusat di beberapa kotabesar yang masih menghadapi kendala dalam pengelolaannya. Hal ini terkait denganrendahnya kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat terhadappelayanan air limbah terpusat dan masih rendahnya kualitas pengelolaan prasarana dansarana air limbah terpusat. Kondisi yang sama juga terjadi pada jamban (sanitasi dasar),khususnya bagi masyarakat perdesaan. Kebutuhan masyarakat terhadap jamban masihrendah.

Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat,yang tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yangbuang air besar di sungai, kebun, sawah bahkan dikantong plastik yang kemudiandibuang di sembarang tempat.

Permasalahan juga dihadapi dalam penanganan persampahan dan drainase.Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi serta meningkatnya kawasan terbangunmembawa dampak kepada meningkatnya jumlah timbunan sampah, semakinterbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah serta belumoptimalnya pendekatan 3 R (reduce, reuse and recycle )1  dalam pengelolaan sampah.

1  Prinsip 3R mencakup reduce yang berarti mengurangi pemakaian, reuse berarti menggunakan kembali,dan recycle berarti mendaur ulang.

7/17/2019 bab 1 latar

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-latar 4/7

 

4

Dampak berikutnya adalah semakin luasnya daerah genangan, berkurangnya lahanresapan dan pemanfaatan saluran drainase sebagai tempat pembuangan sampah.

1.1.2 Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan

a. 

Pengalaman di Indonesia

Beberapa pengalaman yang dapat ditarik dari pelaksanaan program dan proyek airminum dan penyehatan lingkungan yang dibiayai dengan dana luar negeri2 dan APBN,adalah sebagai berikut:

•  Pembangunan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang melibatkanmasyarakat, memiliki efektivitas dan keberlanjutan pelayanan yang lebih baik.

•  Pengelolaan prasarana dan sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakatpengguna dalam pengambilan keputusan dan kelembagaan, menghasilkanpartisipasi masyarakat yang lebih besar pada pelaksanaan operasi danpemeliharaan.

•  Keterlibatan aktif perempuan, masyarakat yang kurang beruntung (miskin, cacat dansebagainya) secara seimbang dalam pengambilan keputusan untuk kegiatanoperasional dan pemeliharaan, menghasilkan efektivitas penggunaan dankeberlanjutan pelayanan yang lebih tinggi.

• 

Semakin mudah penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan (tepat guna), maka semakin tinggi efektivitas penggunaan dankeberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana.

• 

Perlunya kampanye perubahan perilaku hidup bersih dan sehat dalam pelaksanaanprogram penyehatan lingkungan.

• 

Semakin banyak pilihan teknologi yang ditawarkan dan semakin besar kesempatanmasyarakat untuk memilih sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya, makasemakin besar kemungkinan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan semakintinggi efektivitas dan keberlanjutan pemanfaatan prasarana dan sarana.

•  Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan dapat tercapai apabila pilihan pelayanandan konsekuensi biayanya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumahtangga. Kontribusi pembangunan ditentukan berdasarkan jenis pelayanan danpembentukan unit pengelolaan dilakukan secara demokratis.

•  Pengguna prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan mempunyaikemampuan (ability ) untuk membayar setiap jenis pelayanan air minum danpenyehatan lingkungan sejauh hal tersebut sesuai dengan kebutuhan. Mereka

sangat peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih asalkan pelayananmemenuhi kebutuhan.

Dengan menyadari pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran pada tahapanpembangunan maka pendekatan yang diterapkan adalah Demand Responsive Approach  

2   Antara lain WSSLIC I (Water Supply and Sanitation for Low Income Communities - I), FLOWS (FloresWater Supply), program air minum dan penyehatan lingkungan yang mendapat bantuan UNICEF

7/17/2019 bab 1 latar

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-latar 5/7

 

5

(DRA) atau Pendekatan Tanggap Kebutuhan (PTK)3. Berdasarkan beberapa pengalamanpenerapan pendekatan tersebut kendala yang dihadapi adalah:

•  Tidak adanya kerangka kebijakan yang disepakati oleh semua pihak yangberkepentingan (stakeholders) , seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah,negara dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjaman, serta Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) dalam menerapkan PTK.

•   Adanya penolakan, baik langsung maupun tidak langsung, dari pemerintah diberbagai tingkatan maupun lintas sektor, negara dan lembaga keuangan pemberibantuan dan pinjaman, maupun masyarakat sendiri dalam menerapkan PTK.

•  Terbatasnya informasi, kemampuan teknis dan keuangan pada setiap stakeholder,khususnya pemerintah maupun LSM.

•  Lambatnya proses birokrasi serta kakunya prosedur pembiayaan dan pengadaantenaga pendukung kegiatan PTK.

•  Membutuhkan waktu yang relatif lama dan dana fasilitasi yang cukup besar.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka beberapa langkah yang perlu dilaksanakandalam penerapan pendekatan tanggap kebutuhan adalah:

•   Aspek Kebijakan:

Melembagakan PTK dalam mekanisme pembangunan daerah dan pembangunanmasyarakat, serta meningkatkan kemampuan pemerintah kabupaten dan kota dalammelaksanakan PTK.

•   Aspek Pendanaan:

Menyiapkan perangkat hukum yang mendorong partisipasi masyarakat dalampembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan, dan mengembangkan sistem pemberdayaan masyarakat untuk

mengelola, mengontrol dan mengarahkan sumber-sumber keuangan yang merekamiliki sendiri.

Pelajaran yang dipetik dari pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan di Indonesia dapat dilihat dalam lampiran B.

b. 

Pengalaman Internasional

Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam penyediaan air minum dan penyehatanlingkungan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di kotamenengah, kota kecil, dan kawasan perdesaan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebutmaka disepakati bahwa pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan

lingkungan harus mengikuti prinsip Dublin-Rio.

3  Demand Responsive Approach diterjemahkan menjadi Pendekatan Tanggap Kebutuhan yang artinya:

suatu pendekatan yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan termasuk di dalamnya pendanaan. Karakteristik utama pendekatan ini adalah (i)tersedianya pilihan yang terinformasikan; (ii) pemerintah berperan sebagai fasilitator; (iii) terbukanya aksesseluas-luasnya bagi partisipasi dari seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders); (iv) aliran informasiyang memadai bagi masyarakat.

7/17/2019 bab 1 latar

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-latar 6/7

 

6

Dalam konteks pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, prinsip-prinsipDublin Rio mengandung arti “jika ingin berhasil dalam pembangunan perlumempertimbangkan berbagai aspek, seperti sosial, teknis, keuangan, kelembagaan, jender, dan lingkungan yang dikelola secara integratif; walaupun masing-masing aspekberbeda karakteristiknya, namun kesemuanya mempunyai tingkat kepentingan yangsama”. Penjabaran dari keempat prinsip Dublin-Rio tersebut adalah:

•   Air merupakan benda langka dan tidak bisa dipandang sebagai benda yang tidakmemiliki nilai. Pelayanan yang berkelanjutan hanya bisa didapatkan jika nilai yangdibayar oleh pengguna sama dengan nilai air yang dimanfaatkan oleh pengguna.

•  Pengambilan keputusan akhir dalam pemanfaatan air harus melibatkan semuaanggota masyarakat pengguna tanpa kecuali. Pendekatan pembangunan pelayananair minum bagi masyarakat sasaran tidak lagi berdasarkan standar normatif daripemerintah (supply driven ) akan tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat (demanddriven ). Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan informasi danteknologi air minum kepada masyarakat agar mereka mempunyai pemahaman(awareness ) terhadap pilihannya.

• 

Berkaitan dengan pembangunan pelayanan air minum maka keikutsertaanperempuan dalam pengambilan keputusan memperbesar jaminan tercapainyakeberlanjutan. Perempuan adalah pemeran utama di rumahtangga yangbertanggung jawab terhadap penyediaan air minum bagi keluarga, baik kebutuhanyang terkait dengan kebersihan maupun kebutuhan yang terkait dengan kesehatan.

Pada dasarnya sumberdaya selaluterbatas, demikian juga sumberdayakeuangan yang dimiliki pemerintah. Dilain pihak, kebutuhan merupakansesuatu yang tidak terbatas. Dengandemikian anggaran pemerintah tidak

akan pernah cukup untukmenyediakan pelayanan air minumdan penyehatan lingkungan bagisemua orang. Oleh sebab itu ada tigaisu penting yang perlu dikenali:

  Kerangka kelembagaan danhukum dari sektor air minum danpenyehatan lingkungan harusmendukung prinsip-prinsip Dublin-Rio. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan danpenyempurnaan terhadap sistem kelembagaan dan hukum yang ada mengikutiprinsip Dublin–Rio.

  Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai pembangunan, operasi,pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkunganharus dapat dipenuhi oleh masyarakat pengguna. Untuk mengatasi keterbatasansumber dana maka keterlibatan dunia swasta dan masyarakat pengguna perluditingkatkan.

  Pemberdayaan kemampuan semua stakeholders  pada semua tingkatan.

Prinsip Dublin Rio

•  Pembangunan dan pengelolaan air harus

berdasarkan pendekatan partisipatif,menyertakan pengguna, perencana, danpembuat kebijakan pada semua tingkatan

• 

 Air adalah sumber terbatas dan rentan, pentinguntuk menyokong kehidupan, pembangunan,dan lingkungan.

• 

Perempuan memainkan bagian penting dalampenyediaan, pengelolaan, dan perlindungan air

•   Air memiliki nilai ekonomi dalam seluruh

penggunaannya, dan harus dianggap sebagaibenda ekonomi

7/17/2019 bab 1 latar

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-latar 7/7

 

7

Berdasarkan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana air minum danpenyehatan lingkungan selama ini terlihat beberapa potensi di masyarakat yang dapatdikembangkan, seperti di masa lalu terdapat sejumlah mitos yang menghambatkeberhasilan pendekatan partisipatif dalam pengembangan air minum dan penyehatanlingkungan. Namun mitos-mitos tersebut telah diyakini tidak benar. Beberapa penemuanterakhir membuktikan bahwa:

•  Penghargaan masyarakat terhadap pelayanan air minum telah meningkat, hal iniditunjukkan melalui:

Masyarakat miskin membayar pelayanan air minum sering kali dengan hargalebih mahal dari masyarakat yang lebih mampu;

Bila tingkat pelayanan air minum tidak memenuhi harapan masyarakat, makamasyarakat tidak akan menggunakan prasarana dan sarana yang disediakan dantidak akan membayar biaya pelayanan yang diminta.

•  Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan. Beberapa pelajaran yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat

adalah:- 

Standarisasi dan generalisasi prosedur pelaksanaan mengarah kepada kegagalanprogram.

Partisipasi masyarakat merupakan potensi internal masyarakat yang tidak dapatdiintervansi oleh orang lain, namun dapat dibangkitkan. Proses partisipatif adalahmenyerahkan kendali proses pengambilan keputusan kepada masyarakat.

Kegiatan yang berdasarkan kepada kebutuhan masyarakat akan mendapatdukungan masyarakat secara langsung melalui pembentukan institusimasyarakat setempat sesuai dengan tujuannya.

Pendekatan partisipatif merupakan pendekatan yang berakar kepada perilaku

dasar masyarakat dalam pengambilan keputusan yang dapat direplikasi sesuaidengan kebutuhan.

1.1.3. Perlunya Pembaruan Kebijakan.

Dari uraian sebelumnya tercermin bahwa pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala. Namun demikian, adabeberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kendala tersebut. Untukdapat menggerakkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki serta untuk mengatasikendala yang dihadapi diperlukan beberapa perubahan, khususnya yang terkait denganmengenai kebijakan, kelembagaan dan mekanismenya.

Dokumen ini merupakan paradigma baru dalam kebijakan nasional pembangunan airminum dan penyehatan lingkungan, yang berbasis pada dinamika kelompok masyarakatyang bertumpu pada kemandirian, desentralisasi, otonomi serta demokrasi.