Upload
dinhkhanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Aterosklerosis
1.1.1 Definisi Aterosklerosis
Banyak bukti yang mengatakan bahwa aterosklerosis merupakan suatu
proses inflamasi kronis dan senyawa inflamasi seperti CRP dapat digunakan
sebagai pengukur resiko kardiovaskular secara global (Tarkun, 2004).
Abou-Raya (2004) mengatakan bahwa aterosklerosis merupakan
sebuah proses inflamasi aktif dan diperantarai oleh sistem imun yang dimana
proses inflamasi sistemik dan mekanisme sistem imun ( antibodi yang beredar,
kompleks imun, dan produk yang dihasilkan oleh aktifasi sistem imun)
memainkan peran dalam mempercepat proses patologi (Abou-Raya, 2006)
Lesi aterosklerotik adalah bentukan asimetris penebalan lapisan paling
dalam dari pembuluh darah arteri (gambar 1.1). Yang terdiri dari sel-sel,
elemen jaringan ikat dan debris. Faktor inflamasi yang berasal dari darah dan
sel-sel imun merupakan bagian penting dari pembentukan atheroma, sisanya
merupakan kerja dari sel endothelial vaskuler dan sel otot polos (Hansson,
2005).
Ateroma dimulai dengan pembentukan fatty streak, yaitu akumulasi
sel-sel lemak yang berada dibawah endotelium. Sebagian besar dari sel-sel
yang membentuk fatty streak sebagian besar adalah makrofag dan sel T. Fatty
streaks ada pada orang dengan usia muda, tidak mempunyai gejala dan
mungkin akan berubah menjadi ateroma atau akhirnya menghilang dengan
sendirinya. Di tengah dari ateroma, sel busa dan lemak esktraseluler
2
membentuk wilayah ini yang dikelilingi oleh lapisan yang terbuat dari sel-sel
otot polos dan matriks kaya kolagen (Hansson, 2005).
Sel T, makrofag dan sel mast menginfiltrasi lesi dan terutama banyak
terdapat di percabangan arteri dimana ateroma tumbuh. Banyak tanda-tanda
aktivasi sel-sel imun dan produksi dari sitokin inflamasi (Hansson,2005).
(Hansson, 2005)
(Hansson,2005)
T Cell Mast
cell Macrophage
Proteases,
prothrombotic
factors
Microbes,autoantigens ,
inflammatory molecules
Endothelium Smooth
Muscle cells
Gambar 1.1 Lesi Aterosklerotik Pada arteri manusia
Gambar A menunjukkan potongan menyilang dari arteri pasien yang meninggal akibat infark
miokard massif. Terdapat Thrombus diatas plak aterosklerotik kaya lemak. Tudung fibroma
menutupi inti kaya lemak yang telah pecah ( area diantara 2 panah), mengekspos inti trombogenik
ke darah. Trichrome stain digunakan untuk menggambarkan thrombus luminal dan perdarahan
intraplak merah dan kolagen biru.
Gambar B adalah hasil dari mikrograf pada area di gambar A yang diindikasi oleh tanda bintang
dan menunjukkan isi dari plak ateroma yang telah pecah merembes melalui celah di tudung ke
lumen, yang menunjukkan bahwa plak pecah yang mendahului thrombosis ( bintang menandai
Kristal kolesterol).
Gambar C mengilustrasikan urutan aktifasi sel imun dan berbagai molekul inflamasi yang
mengaktifasi sel T, Makrofag dan sel mast yang mengakibatkan sekresi dari sitokin inflamari(mis.
Interferon dan tumor necrosis factor) yang mereduksi stabilitas dari plak. Aktivasi dari makrofag
dan sel mast juga melepaskan metalloproteinase dan cysteine protease. Yang akan menyerang
langsung kolagen dan komponen lainnya dari matriks jaringan. Sel-sel inijuga memproduksi faktor
prothrombotik dan prokoagulan yang secara langsung mempercepat pembentukan thrombus pada
tempat pecahnya plak.
A B
C
Thrombus
Ruptured
Cap Lipid rich core
3
1.1.2 Epidemiologi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh DR. dr Ratna Djuwita Hatma,
MPH dari departemen epidemiologi FKM-UI didapatkan bahwa seseorang
yang tinggal di daerah urban rata-rata kadar kolesterol (212.24 mg/dl) secara
signifikan lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di daerah rural (204.71
mg/dl) (Hatma, 2012).
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 menunjukkan di
antara penduduk Indonesia umur ≥15 tahun, prevalensi sakit jantung
berdasarkan informasi pernah didiagnosis sakit jantung oleh tenaga kesehatan
selama hidupnya sebesar 1,3% dan yang pernah diobati sebesar 0,9%.
Pengalaman sakit jantung (angina pectoris) menurut gejala dilaporkan oleh 1
per 1000 penduduk umur ≥15 tahun di mana 93% di antaranya tidak tercakup
oleh sistem pelayanan kesehatan (Delima, 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Delima et.al didapatkan Tiga
kabupaten dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi terletak di Provinsi
DI Aceh yaitu Aceh Selatan (38,4%), Aceh Tengah (36,9%) dan Bener
Meriah (34,0%). Kabupaten Agam (32,6%) dan Pesisir Selatan (32,2%) di
Provinsi Sumatra Barat menempati urutan ke-4 dan ke-5. Kabupaten dengan
prevalensi penyakit jantung yang terendah terdapat di Provinsi Papua yaitu
Yahukimo (0,5%), 4 kabupaten terendah lainnya adalah di Pulang Pisau
(0,6%), Bengkulu Utara (0,7%), Seruyan (0,8%), dan Ogan Komering Ulu
(1,0%) (Delima, 2009).
4
1.1.3 Faktor resiko aterosklerosis
Beberapa faktor resiko dapat meningkatkan atau memprovokasi
terjadinya aterosklerosis melalui efek yang terjadi low-density lipoprotein
(LDL) dan proses peradangan. Faktor resiko ini yang paling sering meliputi
hipertensi, merokok, diabetes melitus, obesitas dan faktor genetik (Insull,
2009).
Pada pasien dengan resiko rendah dan resiko tinggi akan terjadi
pembentukan fatty streaks pada awalnya, kemudian setelah dimulai
pembentukan, plak fibrous menjadi dominan dan secara progresif meluas
hingga menutupi 20%-40% dari permukaan dinding arteri. Secara
keseluruhan plak-plak ini dapat berkembang menjadi total 20%-60% pada
usia 60 tahun. Dari perbandingan laki-laki yang memiliki resiko rendah dan
resiko tinggi, fatty streaks terjadi pada usia yang sama, dan rasio
pertumbuhan sekitar 0,3% pada permukaan dinding pembuluh darah. Namun
pada grup tinggi resiko plak fibrous cenderung dimulai pada usia yang lebih
muda dibandingkan dengan grup rendah resiko yaitu pada usia 17-23 tahun
(Insull, 2009).
1.1.3.1Hipertensi
Investigasi epidemiologi menunjukkan secara jelas bahwa hipertensi
merupakan faktor resiko kuat penyakit kardiovaskular. Selain diasosiasikan
dengan peningkatan aterosklerosis, peningkatan tekanan darah juga
ditemukan dapat mempredikasi kejadian kardiovaskular yang terkait
aterosklerosis, termasuk penyakit iskemik koroner, stroke dan Peripheral
Arterial Disease (PAD). Pada manusia, ketebalan lapisan intima-media arteri
5
karotis yang diukur dengan B-mode Ultrasound berresolusi tinggi berkorelasi
dengan tinggi tekanan darah dan secara akurat mencerminkan resiko
kardiovaskular (Tedgui, 2006).
Zat zat yang dihasilkan dari proses oksidasi lipoprotein akibat
hiperlipidemia dan angiotensin II pada pasien hipertensi, merupakan salah
satu faktor resiko klasik pada aterosklerosis. Hal ini merupakan stimulus awal
perekrutan sel-sel inflamasi pada lesi yang mungkin ada akibat pengeluaran
sitokin oleh sel dinding vaskular lokal yang juga mengeluarkan molekul adesi
dan molekul chemoattractant (Libby, 2012).
1.1.3.2 Merokok
Studi epidemiologi mendukung kuat pernyataan bahwa merokok pada
pria dan wanita meningkatkan insiden infark miokard dan penyakit arteri
koroner yang fatal. Bahkan rokok dengan kandungan tar rendah dan rokok
tanpa asap telah menunjukkan peningkatan resiko kejadian kardiovaskular
jika dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Terlebih lagi passive
smoking (Paparan rokok terhadap lingkungan) dengan paparan asap
diasosiasikan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular (PKV)
sebesar 30%, jika dibandingkan dengan active smokers yang memiliki faktor
resiko sebesar 80%. Walaupun bukti yang menghubungkan antara paparan
asap rokok dengan PKV, namun mengenai mekanisme yang bertanggung atas
hal ini belum diketahui secara jelas (Ambrose, 2004).
Pada manusia, paparan asap rokok merusak endothelium dependent
vasodilatation (EDV) sehingga menyebabkan terganggunga fungsi
vasodilatasi pembuluh darah . Asap rokok juga dapat menurunkan kadar NO
6
dalam darah. Selain itu beberapa studi menunjukkan bahwa asap rokok
meningkatkan sekitar 20%-25% kadar leukosit. Dalam penelitian invivo asap
rokokdihubungkan dengan peningkatan kadar beberapa faktor inflamasi
seperti CRP, interleukin-6, dan TNFα (Ambrose, 2004).
1.1.3.3 Obesitas
Obesitas memicu perubahan metabolic tang mendukung suasana
aterogenik. Jaringan adipose merupakan produsen utama dari sitokin
proinflamasi dan hormone sehingga dianggap dapat menginduksi inflamasi
sistemik derajat rendah yang dianggap sebagai salah satu patogenesis
penyakit kardiovaskular (Wee, 2008).
Data terbaru menunjukkan bahwa kadar konsentrasi mediator
inflamasi dalam plasma seperti TNFα dan IL-6 meningkat pada kondisi
obesitas dan diabetes dipe 2. Kelebihan nutrisi kronis (obesitas), mungkin
dapat menyebabkan kondisi proinflamasi dengan stress oksidatif. Peningkatan
kadar TNFα dan IL-6 dapat menggangu aksi insulin dalam mensupresi sinyal
transduksi insulin, yang berakibat terhambatnya efek anti-inflamasi insulin
(Dandona, 2004).
Sel endotelial normalnya menolak adesi leukosit. Stimuli
proinflamatori termasuk diet tinggi lemak tersaturasi, hiperkolesterolemia,
obesitas, hiperglikemia, insulin resistance, hipertensi dan merokok, memicu
ekspresi molekul adesi dari endotelial seperti P-Selectin dan Vascular Cell
Adhesion Molecule-1 (VCAM-1), yang memediasi penempelan monosit dan
limfosit, yang memicu terjadinya aterosklerosis (Packard, 2008).
7
1.1.3.4Diabetes mellitus
Diabetes tipe 1 dan tipe 2 merupakan salah satu faktor resiko
independen utama untuk penyakit arteri koroner, stroke dan peripheral
arterial disease (Basta, 2004).
Jalur yang paling utama yang terlibat dalam pathogenesis yang
mempercepat proses aterogenesis pada penyakit diabetes kemungkinan besar
adalah peningkatan glikasi nonenzimatik dari protein dan lemak, dengan
pembentukan dan pengeluaran dari Advance glycation end products (AGEs)
(Basta, 2004).
AGEs mendukung proses aterogenesis dengan mengoksidasi LDL,
dan menyebabkan perubahan pada kolagen intima. Plasma protein yang
mudah larut, seperti LDL dan immunoglobulin G, juga terperangkap dan
berikatan kovalen dengan AGEs dalam kolagen. Pengikatan AGEs terhadap
reseptor AGE pada endotelial juga menghasilkan pada pengurangan
mekanisme perlindungan antioksidan selular (mis. gluthatione, vitamin C)
dan juga pembentukan ROS. Sebagai akibat atas peningkatan stres oksidatif
seluler, terjadilah pengaktifan NF-κB, yang berujung pada pengeluaran
ekspresi gen yang diatur oleh NF-κB, selain itu faktor prokoagulan, molekul
adesi seperti E-Selectin, ICAM-1, VCAM-1 juga dikeluarkan (Basta, 2004).
Pada suatu studi di satu populasi didapatkan selama periode 7 tahun
insiden Infark Miokard pertama atau kematian pada pasien dengan diabetes
sebesar 20% akan tetapi pada pasien non-diabetes hanya sekitar 3.5%. Pasien
yang memiliki riwayat infark miokard meningkatkan rasio infark miokard
rekuren atau kematian yang diakibatkan penyakit kardiovaskuler pada kedua
8
grup diabetes dan non-diabetes (18,8% pada pasien non-diabetes dan 45%
pada pasien diabetes). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien dengan
diabetes yang tidak memiliki riwayat infark miokard sebelumnya memiliki
level resiko yang sama untuk kejadian koroner akut selanjutnya dengan
pasien non-diabetik yang memiliki riwayat infark miokard (Beckman, 2005).
Pasien dengan diabetes memiliki resiko 2-4 kali lebih besar untuk
terkena PAD, lebih sering mempunyai femoral bruits dan absent pedal pulses
dan memiliki rasio ankle-brachial yang abnormal dengan indeks berkisar dari
11,9% hingga 16% (Beckman, 2005).
1.1.3.5 Keturunan
Dimana beberapa faktor resiko seperti merokok dan kebiasaan makan
merupakan faktor dari luar, faktor resiko lainnya seperti hipertensi arteri dan
hiperkolesterolemia setidaknya sebagian berada di bawah kontrol faktor
genetik. Selain itu pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan infark
miokard atau stroke menambah satu faktor resiko independen, menambah
kerentanan gen untuk aterosklerosis (Moskau, 2005).
1.1.3.6 Hiperhomosisteinemia
Hiperhomosisteinemia telah dianggap sebagai faktor resiko
aterosklerosis dan penyakit vascular yang dapat diubah . Mekanisme
hubungan antara homosistein dalam kerusakan endotelial dan penyakit
vascular masih belum di pahami secara sempurna (Castro, 2006).
Hiper homosistein mengacu pada kondisi peningkatan kadar
Homocysteine(Hcy) dalam sirkulasi darah. Pengukuran total
homocysteine(tHcy) dapat dilakukan dalam kondisi puasa atau setelah
9
methionine loading test (MLT). Pada keadaan puasa interval yang disarankan
untuk individu sehat adalah 2.5th-97.5th (Castro, 2006).
Didapatkan dari meta-analisis terbaru “Homocystein Studies
Collaboration” dari 5073 pasien dengan penyakit arteri koroner dan 1113
dengan stroke di temukan bahwa pengurangan 3 mmol/L plasma Hcy di sertai
dengan pengurangan resiko penyakit arteri koroner sebesar 11% dan stroke
sebesar 19%. Dan hasil dari meta analisis yang lainnya lebih dari 90 studi
genetik dan prospektif menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi Hcy
sebesar 3 mmol/L dari level sebelumnya (Didapatkan dengan meningkatkan
masukkan asam folat) dapat menurunkan resoko penyakit jantung iskemik
sebesar 16%, deep vein thrombosis sebesar 25% dan stroke sebesar 24%
(Antoniades, 2008).
Disfungsi endotelial merupakan kunci yang mengawali manifestasi
aterosklerosis dan penyakit vaskular. Beberapa penelitian in-vivo dari
berbagai macam spesies, monyet, tikus, mencit dan manusia, telah
mengindikasikan bahwa disfungsi endotelial terjadi pada
hiperhomosisteinemia. Sebagai tambahan, hiperhomosisteinemia
meningkatkan proliferasi sel otot polos, peningkatan agregasi platelet, dan
berperan dalam proses koagulasi dan fibrinolysis, sehingga mengubah
endothelium normal menjadi lebih bersifat protrombotik (Castro, 2006).
Selain itu hasil self-oxidation dari Hcy menjadi Homocystine dan
Hcy-thiolactone menghasilkan Reactive Oxygen Species(ROS) dan berperan
lebih lanjut dalam toksisitas vascular oleh homosisteinemia. Selanjutnya
uncoupled endothelial nitric oxide synthase (eNOS) merupakan sumber
10
superoxide radikal utama pada homosisteinemia dibawah kondisi khusus
eNOS dapat menjadi sumber superoxide radikal bukan NO. Mekanisme yang
disebutkan diatas meningkatkan produksi radikal superoxide yang bereaksi
dengan NO untuk membentuk peroxynitrite radicals,menyebabkan rendahnya
bioavaibilitas NO dan disfungsi endotelial (Antoniades, 2008).
Keadaan pro-oxidative pada homosisteinemia menyebabkan
pengaktifan beberapa mediator inflamasi, seperti nuclear factorkappa B (NF-
kB), yang bertanggung jawab pada regulasi transkripsional dari banyak gen
proinflamasi. Hal ini kemudian akan menyebabkan aktifasi sel endotelial dan
menginduksi ekspresi faktor vascular cell adhesion molecule-1, monocyte
chemoattractant protein-1, dan faktor lainnya, yang merupakan faktor yang
diketahui memiliki peran dalam aterogenesis. Terlebih lagi pengeluaran
biokimia yang dipicu oleh aktifasi NF-kB membuat peningkatan kadar sitokin
proinflamasi di peredaran yang juga memainkan peran pada aktifasi proses
inflamasi dalam dinding vascular. Peningkatan bukti yang menunjukkan
bahwa Hcy dapat meningkatkan resiko kardiovaskular sebagai hasil dari efek
yang ditimbulkannya pada fungsi endotelial. Walaupun Hcy telah
dihubungkan dengan kegagalan fungsi dilatasi mikrovaskular pembuluh darah
koroner pada individu sehat, homosisteinemia kronis pada manusia disertai
dengan peningkatan kadar endothelin-1 (ET-1), yang merupakan
vasokonstriktor terkuat pada manusia dan molekul kunci yang terlibat pada
aterogenesis (Antoniades, 2008).
11
1.1.3.7 Infeksi
Bukti menunjukkan bahwa terdapat patogen pada lesi aterosklerotik
pembuluh darah dan studi seroepidemiological menunjukkan hubungan
antara beberapa antibodi spesifik patogen dengan aterosklerosis. Hubungan
tersebut ditemukan pada Cytomegalovirus (CMV), Herpes Simplex Virus
(HSV) Tipe 1 dan 2, Chlamydia pneumonia (Cpn), Helicobacter Pylori dan
virus hepatitis a serta patogen periodontal (Epstein, 2009).
Cytomegalovirus(CMV) anggota dari subfamily keluarga
herperviridae. CMV telah di laporkan berulang kali terdeteksi pada arteri
yang didapatkan dari pasien aterosklerotik. Bukti juga datang dari penelitian
eksperimental. Pada aorta tikus yang terinfeksi CMV terdapat abnormalitas
pada struktur permukaan endotilial yang terlihat sangat mirip dengan yang
terdapat pada tikus yang diberi pakan lemak. CMV menstimulasi akumulasi
lemak dengan meningkatkan ekspresi Reseptor scavenger kelas A (Stessen,
2008).
Studi awal mengindikasikan kemungkinan hubungan antara Cpn dan
aterosklerosis datang dari grup Saikku di Helsinki, Finlandia, yang
menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit jantung koroner lebih
mungkin mempunyai antibodi Cpn (Stessen, 2008).
Banyak penelitian eksperimental mennujukkan bahwa Cpn dapat
menginfeksi semua komponen seluler dari dinding pembuluh darah dan
menginduksi perubahan proaterogenic dengan banyak variasi termasuk
pembentukan sel busa, ekspresi sel endotelial atas adesi molekul, kemokin,
stimulasi dari migrasi trans-endotelial leukosit, proliferasi sel otot polos dan
12
inhibitor aktivator plasminogen dan produksi makrofag akan matrix
metalloproteinase (Stessen, 2008).
Terlebih lagi infeksi Cpn juga mungkin memainkan peran dalam
pembentukan plak aterosklerosis yang tidak stabil yang menyebabkan
kejadian akut kardio dan/atau serebrovaskular (Stessen, 2008).
H. pylori merupakan bakteri gram negative spiral bacillus. Masih
belum ada bukti yang kuat mengenai hubungan antara H. pylori dengan
aterosklerosis seperti yang ditunjukkan oleh Cpn. Tingkat sisioekonomi
diketahui memiliki hubungan dengan infeksi H. pylori (Kaplan, 2004).
Dalam rangka untuk mempertimbangkan penyakit periodontal sebagai
salah satu faktor resiko untuk aterosklerosis. Keberadaan patogen yang
diasosiasikan dengan penyakit periodontal harus ditemukan pada serum atau
plak ateromatous. Sebagai tambahan, patogen-patogen ini harus mengindusi
pelepasan sitokin proinflamatori (chun, 2005).
Diantara patogen-patogen periodontal P. Gingivalis telah di diakui
sebagai patogen utama dan faktor resiko untuk penyakit periodontal. Derajat
patogenositasnya telah dikaitkan dengan berbagai faktor virulensi.
Kemampuan yang paling signifikan adalah kemampuan untuk menyerang sel
epithelial, jaringan ikat, dan sel endotelial. Serangan P. Gingivalis
diperantarai melalui up-regilation dari molekul adesi seperti intercellular
adhesion molecule 1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM-1),
P- and E-selectins, hanya jika ada keberadaan fimbriae. Pengkatifan molekul
adesi juga dibutuhkan untuk mengikat leukosit ke endothelium., yang
kemudian akam memulai proses trasnmigrasi dan aterogenesi (Chun, 2005).
13
1.1.4 Macam-Macam Lesi Aterosklerosis
Terdapat berbagai macam lesi aterosklerosis yaitu nonatherosclerotic
intimal lesion(intimal thickening,intimal xanthoma or fatty streaks) , dan
progressive atherosclerotic lesions(pathologic intimal thickening, pathologic
intimal thickening with erosion, fibrous cap atheroma, fibrous cap atheroma
with erosion, TCFA, calcified nodule, fibrocalcific plaque (Insull, 2009).
Nama Lesi Lesi Berdasarkan Histopatologi Thrombosis
Lesi Intimal Non Aterosklerotic
1. Penebalan Intima Akumulasi normal sel otot
polos pada intima tanpa disertai
oleh lipid atau makrofag sel
busa
Trombus(-)
2. Intimal Xanthoma atau
Fatty Streaks
Akumulasi subendoteliat dari
sel busa di intima tanpa inti
nekrosis atau Fibrous Cap
Trombus(-)
Lesi Aterosklerotic Progressif
1a. Penebalan Intima patologis Terdapat sel otot polos dalam
matrix kaya akan proteoglikan
dengan akumulasi area dari
lipid ekstraseluler tanpa
nekrosis
Trombus(-)
1b. Penebalan intima patologis
dengan erosi
Thrombosis luminal, plak sama
dengan diatas
Trombus lebih
sering mural
dan jarang
oklusif
2a. Fibrous Cap Atheroma Inti nekrosis sudah terbentuk
sempurna dengan tudung
fibroma yang mendasari
Trombus(-)
2b. Fibrous Cap Atheroma dengan
erosi
Thrombosis luminal, plak sama
dengan di atas, tidak ada
jaringan thrombus dengan inti
nekrotik
Trombus
sering
berbentuk
Mural dan
jarang oklusif
3. TCFA Lapisan tipis tudung fibroma di
infiltrasi oleh makrofag,
limfosit dan sel otot galus dan
inti nekrosis yang mendasari
Trombus(-),
dengan
intraplak
hemorrhage/fib
rin
a. TCFA dengan rupture Fibroateroma dengan gangguan
pada tudung, thrombus luminal
berhubungan dengan inti
nekrotik yang mendasari
Trombus
biasanya
oklusif
4. Kalsifikasi nodul Kalsifikasi nodular eruptif dengan fibrokalsifik plak yang
Thrombus biasanya tidak
Tabel 1.1 Tipe Lesi Utama Pada Aterosklerosis
14
mendasari oklusif
5. Fibrokalsifik plak Plak kaya kolagen yang
biasanya berhubungan
signifikan dengan stenosis,
terdapat area kalsifikasi yang
luas dengan sedikir sel-sel
inflamatori, inti nekrotik
mungkin ada
Thrombus(-)
1.1.5 Komplikasi
Stenosis yang terjadi akibat lesi aterosklerotik dapat berpotensi
mengakibatkan iskemia atau dapat memicu oklusi thrombosis pada arteri
utama yang terdapat di jantung, otak, kaki dan organ-organ yang lainnya. Lesi
aterosklerosis dimulai dari lapisan dalam arteri (lapisan intima) dan bergerak
progresif mempengaruhi seluruh lapisan dinding pembuluh darah, termasuk
lapisan media dan adventitia (Insull, 2009).
1.2 Macam-macam diet aterosklerosis Pada Tikus
Tikus telah menjadi salah satu spesies unggul untuk digunakan dalam
eksperimen aterosklerosis. Tikus di lingkungan liar umumnya mengkonsumsi
diet rendah lemak dan hal ini menjadi basis dari pembentukan pakan standar
tikus yang terdiri dari 4%-6% lemak (berat lemak/berat diet) dan kandungan
kolesterol 0.02% (berat lemak/berat diet) (Getz, 2006).
Aterosklerosis tidak berkembang pada tikus laboratorium dalam
kondisi normal. Namun penghapusan dari gen untuk apolipoprotein E
cenderung mengarah pada hiperkolesterolemia berat dan aterosklerosis yang
spontan. Aterosklerosis juga akan berkembang pada tikus yang memliki Low
Density Lipoprotein Receptor (LDLR) yang sedikit, terutama ketika tikus
diberi pakan diet berlemak (Hassonn, 2005).
(Insull, 2009)
15
Hampir seluruh manipulasi genetik pada tikus yang digunakan dalam
penelitian aterosklerosis bergantung pada gangguan dari regulasi normal pada
lipoprotein dan metabolism. Tikus umumnya hewan yang memiliki High
Density Lipoprotein (HDL) tinggi, dan memiliki konsentrasi Very Low
Density Lipoprotein (VLDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) yang
rendah dan stabil. Seluruh pakan dan perubahan genetik yang membuat
aterosklerosis melibatkan perubahan keseimbangan dengan membuat
lipoprotein yang mengandung apoprotein B (apoB) lebih dominan (Getz,
2006).
Sebagian besar tikus umumnya resisten dengan pembentukan
aterosklerosis bahkan dengan perubahan pada profil lipoprotein. Dalam strain
tikus, tikus C57BL/6 merupakan strain yang paling sensitif untuk percobaan
aterosklerosis sehingga strain ini paling sering digunakan (Getz,2006).
Percobaan aterogenesis yang pertama pada tikus liar dengan
manipulasi pakan pertama dideskripsikan oleh Robert Wissler dan rekan di
tahun 1950. Grup ini menggunakan asam empedu atau garam empedu sebagai
stimulan untuk menginduksi pembentukan lesi pada tikus. Thomas dan
Hartrof juga menggunakan diet tinggi lemak yang tersusun dari 30% mentega
cokelat, 5% kolesterol dan 2% sodium cholate untuk menginduksi infark
miokard pada tikus (Getz,2006).
Beverly Paigen dan rekan mencampur diet ini dengan pakan
pembiakan yang mengandung sedikitnya 11% lemak dengan rasio 1:3 bagian
untuk menghasilkan yang sekarang dikenal dengan Paigen Diet. Komposisi
akhir dari paigen diet adalah 15% lemak, 1.25% kolesterol dan 0.5% sodium
16
cholate. Lemak pada diet ini utamanya tersusun dari asam lemak tersaturasi
turunan baik dari mentega cokelat atau lemak mentega. Karena lebih banyak
dalam bentuk tersaturasi, 1% minyak jagung sering di tambahkan untuk
menghindari defisiensi asam lemak polyunsaturated. Penambahan kolat
menonjolkan induksi hiperkolesterolemia oleh kolesterol dan kandungan
tinggi lemak yang terdapat dalam diet dengan memfasilitasi absorpsi lemak
dan kolesterol dan mungkin dengan menginhibisi cholesterol 7_hydroxylase
(Getz, 2006).
Diet Komposisi Model Komentar
Diet Paigen
1.25% kolesterol, 0.5%
asam kolat, 15%
mentega cokelat, 1%
minyak jagung
C57BL/6 dan
C3H
Evaluasi isi lemak, kolestrol
dan kolat dalam lemak
dalam plasma dan
aterosklerosis
Diet Paigen tanpa kolat 15,8% lemak, 1.25%
kolesterol, tanpa kolat
LDLRB-/-
dan berbagai
macam strain
Mengandung Mentega
cokelat atau lemak susu
anhidrasi sebagai bahan
asam lemak tersaturasi
Diet tinggi lemak
semisintetik (AIN-76a)
17,4% mentega
cokelat, 2.8% minyak
kedelai, 0-1.25%
kolesterol, 0-0.5%
kolat
LDLR -/-
Diet kontras dengan kadar
kolesterol rendah/tinggi
dengan ada atau tidaknya
kolat
Diet rendah lemak
semisintetik
1.9% mentega cokelat,
2.4% minyak kedelai,
0%-0.5% kolesterol
LDLR-/-
Kontras tikus LDLR -/-
dengan 2 latar belakang
genetij yang berbeda untuk
respon pada pakan
kolesterol
Diet tipe western
21% lemak susu, 0.2%
kolesterol (0.15%
ditambahkan, 0.05%
dari lemak susu)
LDLR -/- dan
apoE -/- (juga
model yang
lain)
Diet yang paling sering
digunakan. Komersial diet
berbeda dalam asal
karbohidrat dan keberadaan
1% minyak jagung
Modifikasi diet tipe
western
18% lemak susu, 2.5%
kolesterol LDLR -/-
Dibandingkan tipe western
dan modifikasi diet tipe
western
Modifikasi diet western
tanpa kolesterol
16% lemak susu, 5%
lemak babi, 0%
tambahan kolesterol
LDLR -/-
Peningkatan resistensi
insulin dan aterosklerosis
dibandingkan dengan diet
fruktosa/lemak babi
Semisintetik diet
dengan lemak alternatif
18.5% lemak dari
berbagai macam
sumber tanaman, 0.2%
kolesterol
LDLR -/-
Aterosklerosis pada tikus
LDLR -/- tapi tidak pada
tikus apoE -/- dipengaruhi
oleh tipe diet ini
Semisintetik diet
dengan rendah
lemak/kolesterol dan
4% lemak dari
berbagai macam
sumber, 0.005%
LDLR -/-,
apoB100 tg
Kontras cis/trans asam
lemak monosaturasi dengan
asm lemak polisaturasi
Tabel 1.2 Contoh diet yang digunakan pada model aterosklerosis
17
lemak alternatif kolesterol
Semisintetik diet
dengan sumber protein
alternatif
10% minyak zaitun,
0%-1% kolesterol,
20% kasein atau
protein kedelai, 0%-
0.25% kolat
apoE -/- dan
LDLR-/-
Dibandingkan efek sumber
protein dan isoflavon pada
protein kedelai dalam
aterosklerosis
Diet palm oil 10% palm oil, 0.1%
kolesterol
LDLR -/-,
apoA-I -/-
Jumlah yang sama dari
asam lemak tersaturasi dan
monosaturasi
(Getz,2006)