38
1 BAB 1 PENDAHULUAN Dua jenis tumor yang paling sering ditemukan pada colorectal adalah adenoma atau adenomatous polip dan adenocarcinoma. Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada traktus gastrointestinal. Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Di Indonesia, insidensi pada wanita sebanding dengan pria. Sekitar 75% ditemukan di rectosigmoid. Di negara barat, perbandingan insidensi laki-laki: perempuan adalah 3:1, kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid. Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun. Deteksi dini dengan penanganan medical dan operatif yang terus berkembang dapat menurunkan mortalitas carcinoma colorectal. 1,2 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker. Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Program yang

Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Paper Radiologi

Citation preview

Page 1: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Dua jenis tumor yang paling sering ditemukan pada colorectal adalah

adenoma atau adenomatous polip dan adenocarcinoma. Carcinoma colorectal

merupakan keganasan yang paling sering pada traktus gastrointestinal. Insidensi

carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Di Indonesia, insidensi pada wanita sebanding dengan pria. Sekitar

75% ditemukan di rectosigmoid. Di negara barat, perbandingan insidensi laki-

laki: perempuan adalah 3:1, kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid. Penyakit

ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun.

Deteksi dini dengan penanganan medical dan operatif yang terus berkembang

dapat menurunkan mortalitas carcinoma colorectal.1,2

Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal

dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena

kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari

total jumlah penderita kanker. Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100

per 100.000 penduduk. Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari

perawatan di Rumah Sakit. Program yang dilaksanakan oleh proyek pengawasan

kanker terpadu yang berbasis komunitas di Sidoarjo menunjukkan kenaikan 10-

20% dari kasus kanker yang menerima perawatan dari Rumah Sakit. Dewasa ini,

kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di

Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa

kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering

terdapat pada pria maupun wanita.2

Page 2: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Colorectal

Struktur colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang

90-150 cm, sampai perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon

ascendens, colon transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Caecum

merupakan bagian terlebar (7,5 – 8,5 cm), dan colon sigmoideum merupakan

bagian tersempit (2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal, caecum merupakan

bagian yang paling sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah mucosa,

submucosa, otot sirkular, otot longitudinal yang bergabung dengan taenia coli, dan

serosa. Kekuatan mekanis dari dinding colon berasal dari lapisan submucosa,

yang memiliki kandungan kolagen tertinggi. Colon ascendens dan colon

descendens terfiksasi pada retroperitoneal, sedangkan caecum, colon transversum,

dan colon sigmoideum berada intraperitoneal dan mobil. Omentum menempel

pada colon transversum. Rectum memiliki panjang 12-15 cm, mulai dari

perbatasan sigmoid-rectum sampai perbatasan rectum-anus. Taenia coli berakhir

pada distal colon sigmoideum, dan lapisan otot longitudinal dari rectum terus

berlanjut. Pada bagian atas rectum masih ditutupi dengan peritoneum di bagian

anterior, sedangkan bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi oleh

fascia pelvis.1

2.2 Etiologi & Faktor Risiko

Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, namun diketahui

bahwa proliferasi neoplastik pada mukosa colorectal berhubungan dengan

perubahan kode genetik, pada germ line atau mutasi somatik yang didapat. ·

Faktor herediter Faktor herediter merupakan salah satu faktor risiko. Diperkirakan

bahwa 10-15% carcinoma colorectal merupakan kasus familial, seperti pada

Familial adenomatous Polyposis (FAP) dan sindroma Lynch.

Page 3: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

3

- Usia

Usia merupakan faktor risiko dominan untuk carcinoma colorectal.

Insidensi meningkat diatas 50 tahun. Namun individu pada usia berapapun

tetap saja dapat menderita carcinoma colorectal, sehingga bila ditemukan

gejala-gejala keganasan harus tetap dieveluasi.

- Diet dan lingkungan

Penelitian menunjukkan bahwa carcinoma colorectal lebih sering

terjadi pada populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani dan

rendah serat. Diet lemak jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan

risiko carcinoma colorectal, sedangkan diet asam oleat yang tinggi

(minyak ikan, minyak kelapa, minyak zaitun) tidak meningkatkan risiko.

Lemak dapat secara langsung meracuni mukosa colorectal dan

menginduksi perubahan ke arah keganasan. Sebaliknya, diet tinggi serat

dapat menurunkan risiko. Diduga adanya hubungan antara konsumi

alkohol dengan insidensi carcinoma colorectal. Konsumsi calcium,

selenium, vitamin A, C, dan E, carotenoid, fenol tumbuhan dapat

menurunkan risiko carcinoma colorectal. Obesitas dan gaya hidup sedenter

dapat meningkatkan mortalitas pasien carcinoma colorectal. Pengaturan

diet dan gaya hidup yang baik akan mencegah terjadinya carcinoma

colorectal.

- Inflammatory bowel disease

Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis

ulceratif kronis, berhubungan dengan meningkatnya risiko carcinoma

colorectal. Hal ini diduga bahwa inflamasi kronis merupakan predisposisi

perubahan mukosa ke arah keaganasan. Risiko tinggi terjadi keganasan

bila onset pada usia muda, mengenai seluruh colon, dan menderita lebih

dari 10 tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan skrining colonoscopy

dengan biopsi mukosa multipel secara acak setiap tahunnya pada pasien

setelah 7-10 tahun menderita pancolitis.

Page 4: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

4

- Faktor risiko lainnya

Merokok berhubungan dengan meningkatnya risiko adenoma colon,

khususnya setelah penggunaan lebih dari 35 tahun. Pasien dengan

ureterosigmoidostomy meningkatkan risiko terjadinya adenoma dan carcinoma.

Tingginya kadar growth hormon dan insulin like growth factor-1 akan

meningkatkan risiko. Irradiasi pelvis dapat meningkatkan risiko carcinoma recti.

Identifikasi faktor risiko carcinoma colorectal penting untuk menentukan program

skrining dan surveillance.1

2.3 Patogenesis

Selama lebih dari 2 dekade, penelitian menjelaskan mengenai defek

genetik dan abnormalitas molekular yang berhubungan dengan pembentukan dan

progresifitas adenoma dan carcinoma colorectal. Mutasi dapat menyebabkan

aktivasi onkogen (K-ras) dan atau inaktivasi tumor suppressor genes (APC,DCC

(deleted in colorectal carcinoma), p53). Carcinoma colorectal diduga berasal dari

polip adenoma dengan akumulasi mutasi tersebut. Defek pada gen APC pertama

kali dideskripsikan pada pasien FAP dan ditemukan mutasi gen APC. Hal tersebut

ditemukan pada 80% carcinoma colorectal sporadis. Gen APC merupakan tumor-

suppressor gene. Mutasi pada alel-alel diperlukan untuk memulai pembentukan

polip. Kebanyakan mutasi adalah stop codon yang prematur, yang menghasilkan

protein APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi berkorelasi dengan beratnya

gejala penyakit Akumulasi mutasi-mutasi menyebabkan akumulasi genetik yang

rusak yang menghasilkan keganasan. K-ras merupakan proto-oncogen dan

menyebabkan pembelahan sel yang tak terkontrol. DCC merupakan tumor

supressor gene dan kehilangan kemampuannya dalam mendegenerasi keganasan.

Tumor supressor gene p53 merupakan protein yang penting untuk menginisiasi

apoptosis sel yang mempunyai kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki.1,3

Page 5: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

5

2.4 Gejala Klinis

Gejala awal dari karsinoma colorectal biasanya tidak jelas, seperti kehilangan

berat badan dan kelelahan. Gejala lokal pada usus biasanya jarang, dan baru

timbul ketika tumor telah tumbuh menjadi berukuran besar. Biasanya makin dekat

dengan anus, maka gejala lokal pada usus semakin sering muncul.3

Gejala klinik dibagi menjadi gejala lokal, gejala konstitusi, dan gejala metastasis.3

Gejala lokal :1,3,4

Perubahan Pola BAB, dapat berupa konstipasi maupun diare.

Perasaan BAB yang tidak tuntas (tenesmus) dan diameter feces mengecil

sering ditemukan pada karsinoma colorectal.

Feces yang bercampur darah

Feces dengan mucus

Feces berwarna hitam seperti tar (melena) dapat timbul, tetapi biasanya

lebih berhubungan dengan kelainan pada traktus gastrointestinal bagian

atas seperti kelainan pada lambung atau duodenum.

Obstruksi usus menyebabkan nyeri, kembung, dan muntah yang seperti

feces.

Dapat teraba massa di abdomen.

Gejala yang berhubungan dengan invasi karsinoma ke vesica urinaria

menyebabkan hematuria atau pneumaturia, atau invasi ke vagina menyebabkan

pengeluaran sekret vagina yang berbau. Ini terjadi pada stadium akhir,

menunjukkan tumor yang besar.

Gejala konstitusi (sistemik)1,3,4 :

Kehilangan berat badan mungkin adalah gejala yang paling umum,

disebabkan karena hilangnya nafsu makan.

Anemia, menyebabkan pusing, mual, kelelahan, dan palpitasi. Secara

klinik pasien akan terlihat pucat dan hasil tes darah menunjukkan kadar

haemoglobin yang rendah.

Page 6: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

6

Gejala metastasis1,3,4

Metastasis pada hati menyebabkan :

Ikterus

Rasa nyeri di abdomen, lebih sering pada bagian atas dari epigastrium atau

dinding kanan abdomen

Pembesaran hepar

Bekuan darah pada arteri dan vena, sindroma paraneoplastik yang

berhubungan dengan hiperkoagulabilitas dari darah.

2.5 Tumor ganas

2.5.1 Hereditary colorectal carcinoma

a. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)

Merupakan polip adenoma yang berproses menuju keganasan mengikuti

runtutan adenoma-carcinoma, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi

perubahan keganasan adalah 100%.

b. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (Lynch’s Syndrome)

Sindroma ini dikrakteristikan oleh autosomal dominan yang diturunkan,

manifestasi keganasan terjadi pada usia muda, lesi predominan pada proximal

colon, dan adanya tendensi lesi synchronous dan metachronous. Pasien sebaiknya

diterapi dengan colectomy subtotal. Carcinoma berkembang dari polip adenoma

melelui progresifitas adenoma-carcinoma yang tipikal. Pada varian dari sindroma

ini terdapat peningkatan insidensi keganasan endometium, gaster, ovarium, dan

traktus urinarius. Kriteria untuk sindroma ini adalah:

- Pada gambaran histopatologis, sejurang-kurangnya didapatkan asdanya 3

hubungan dengan carcinoma colorectal, 2 dari hal tersebut merupakan

derajat pertama.

- Yang terlibat sekurang-kurangnya 2 generasi

- Sekurang-kurangnya 1 pasien didiagnosis dibawah umur 50 tahun. 1,3,4

Page 7: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

7

2.5.2 Carcinoma colorectal

Insidensi

Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada

traktus gastrointestinal. Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi,

demikian juga angka kematiannya. Insidensi pria sebanding dengan wanita.

Carcinoma recti lebih sering pada laki-laki, sedangkan carcinoma colon lebih

sering pada wanita. Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering

pada usia diatas 50 tahun.1,2

Predileksi

Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid. 2

Tabel 1. Predileksi carcinoma colorectal2

Letak Persentase

Caecum dan colon ascendens 10

Colon transversum 10

Colon descendens 5

Rectosigmoid 75

Patologi

Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid

atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan

terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan

penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di

colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di

bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar

carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2

Gejala klinis

Page 8: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

8

Gejala dan tanda dini carcinoma colorectal tidak ada. Umumnya gejala

pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan

atau akibat metastasis.

2.5.2.1.Carcinoma colon kanan

Jarang terjadi stenosis dan faeces masih cair sehingga tidak ada faktor

obstruksi. Gambaran klinis tumor caecum dan colon ascendens tidah khas, gejala

umumnya nerupa dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, dan

anemia. Oleh karena itu pasien sering datang dalam keadaan terlambat. Nyeri

pada carcinoma colon kanan bermula di epigastrium.

2.5.2.2 .Carcinoma colon kiri dan rectum

Sering bersifat skirotik sehingga banyak menimbulkan stenosis dan

obstruksi, terlebih karena faeces sudah padat. Menyebabkan perubahan pola

defekasi, seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmus. Makin ke distal letak

tumor, faeces makin menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai

darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa didapat pada carcinoma

rectum. Nyeri pada colon kiri bermula di bawah umbilicus Pada pemerikasaan

fisik, bila tumor kecil maka tidak teraba pada palpasi abdomen, bila sudah terba

berarti sudah menunjukkan keadaan lanjut. Massa di colon sigmoideum lebih jelas

teraba daripada massa di bagian lain colon. Pemeriksaan colok dubur merupakan

keharusan. 2

Tabel 2. Faktor yang menentukan tanda dan gejala2

Page 9: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

9

2.6 Pemeriksaan penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan yang berbeda untuk tujuan ini 3 : ·

- Pemeriksaan rectal secara digital (rectal toucher) : dokter memasukkan

jarinya yang telah memakai sarung tangan dan diberi lubrikasi untuk

meraba daerah yang abnormal. Tindakan ini hanya dapat mendeteksi

tumor yang cukup besar pada bagian distal dari rektum, tetapi berguna

sebagai pemeriksaan skrining awal.3

- Fecal occult blood test (FOBT) : pemeriksaan terhadap darah dalam feces.

Ada 2 tipe pemeriksaan darah pada feces yaitu guaiac based (pemeriksaan

kimiawi) dan immunochemical. Pemeriksaan dengan cara kimiawi tidak

spesifik, sebab 90% pasien dengan FOBT positif tidak menderita

Page 10: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

10

karsinima colon. Sensitivitas dari pemeriksaan immunochemical jauh lebih

baik daripada pemeriksaan secara kimiawi.1,3

- Endoskopi

a. Rectosigmoidoskopi

Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon

sigmoideum bagian distal.

b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi

Sigmoidoskop dan colonoskopi yang fleksibel dengan video atau

fiberoptik dapat memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu

yang baik. Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk

diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling akurat untuk

menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat

untuk melakukan biopsi. Colonoskop untuk diagnostik memiliki satu

saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter,

dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi. Colonoskop

untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara

simultan untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.

- Double contrast barium enema (DCBE): pertama-tama persiapan untuk

membersihkan colon dilakukan sejak semalam sebelumnya. Barium enema

dimasukkan, diikuti dengan pemasukan udara untuk mengembangkan

colon. Hasilnya adalah lapisan tipis dari barium akan meliputi dinding

sebelah dalam dari colon yang akan terlihat pada hasil pemeriksaan sinar

X. karsinoma atau polip prekarsinoma dapat dideteksi dengan cara ini.

Namun teknik ini dapat gagal mendeteksi polip yang datar (jarang

ditemukan) atau berukuran kurang dari 1 cm.

- Virtual colonoscopy menggantikan film sinar X pada pemeriksaan double

contrast barium enema dengan CT-Scan sehingga hasilnya lebih akurat1,3,7

- Pencitraan

Page 11: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

11

a. X-ray foto polos dan colon in loop

X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam

mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto

polos abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola

gas usus yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna

untuk mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double

contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari

1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih

disukai untuk mengevaluasi massa colon yang non obstruksi.

Gambar 2.1 Synchronous annular carcinomas in the ascending colon

and splenic flexure.

Page 12: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

12

Gambar 2.2 Annular carcinoma of the transverse colon is associated

with a 2-cm polyp in the sigmoid colon.

b. CT scan

Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma

colorectal, karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.

Gambar 2.3 A 62-year-old man with hematuria undergoing excretory

urography; an incidental finding of a colocolic intussusception was

noted, which was due to an adenocarcinoma of the colon as a lead

point.

Page 13: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

13

c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)

Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3

dimensi untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan

kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian

kontras per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk

melihat carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi

tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan

pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah terjadinya false

positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak, dan

ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.

Gambar 2.4. Axial, coronal, and sagittal CT images highlighting a

lesion following insufflation of carbon dioxide to distend the colon.

The images are sent to 3-dimensional rendering software, which is

able to reformat the images into a 3-dimensional projection.

Page 14: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

14

d. MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT

scan dalam mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat

perluasan carcinoma colorectal. Penggunaan endorectal coil akan

menambah sensitivitas.

Gambar 2. Rektum dikelilingi oleh jaringan lemak mesorektal di

dalam fasia mesorektal (panah merah ). P : prostate dan V : vesikula

seminalis

Page 15: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

15

Gambar 2. Tumor T1 dan T2.

Tumor T1 dan T2 terbatas pada dinding usus dan mempunyai prognosis

yang baik. Tumor itu dapat diidentifikasi secara akurat dengan MRI,

karena dinding rektum akan mempunyai garis hitam yang utuh

( muskularis eksterna), yang mengelilingi tumor. Tampak pada gambar

masa tumor rektum yang seluruhnya dikelilingi lapisan hitam (muskularis

eksterna).

Page 16: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

16

Gambar 2. Tumor T3 MRF-

Tumor T3 tumbuh menembus seluruh lapisan dinding dan meluas sampai

jaringan lemak perirektal. Pada tumor jenis ini, penting untuk menentukan

apakah fasia mesorektal terlibat.

Pada daerah kiri, tumor nampaknya menembus lemak mesorektal (tumor

T3, panah)

Gambar 2. T3 MRF+

Page 17: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

17

Gambar 2. T4

e. PET

Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk

pencitraan jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti

pada tumor ganas. PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan

dalam staging carcinoma colorectal dan dapat digunakan untuk

membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.

f. Endorectal ultrasound

Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman

invasi carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan.

Ultrasound dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan

integritas lapiasan submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor

superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian

ultrasound dalam mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar

antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi pembesaran nodus

limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus limfatikus,

dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat digunakan

untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.

Page 18: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

18

- Laboratorium

a. Pemeriksaan darah samar pada faeces

Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang

asimptomatik, pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini

berdeasarkan tes serial karena kebanyakan carcinoma colorectal berdarah

secara intermiten. Tes ini merupakan tes nonspesifik untuk peroxidase

yang terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan traktus gastrointestinal

akan memberikan hasil positif. Beberapa makanan (daging, beberapa buah

dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan false positif, sehingga

pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat

ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan menggunakan

immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan

pemeriksaan colonoskopi.

b. Pemeriksaan DNA feces

Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang

untuk skrining karsinoma colorectal. Adenoma premalignan dan

karsinoma menhasilkan marker DNA yang tidak terdegradasi selama

proses pencernaan dan tetap stabil di dalam feces. Hasil penelitian

pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 71-91%

c. Tumor marker

Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk

pasien carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling

umum digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan.

CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal.

Namun CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan.

CEA tidak spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien dengan

carcinoma selain carcinoma colorectal.

d. Tes serum

Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT,

SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.

Page 19: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

19

- Biopsi

Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat

mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat

pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).

- Biopsi nodus limfatikus sentinel

Teknik ini digunakan pada beberapa keganasan, biasanya pada carcinoma

mammae dan melanoma. Tujuan biopsi ini adalah untuk mengidentifikasi nodus

limfatikus pertama yang sering menjadi tempat pertama metastasis. Pada

colorectal carcinoma, teknik ini bertujuan untuk meningkatkan hasil staging.

Pemeriksaan yang intensif dengan potongan histopatologi yang multipel,

imunohistokimia, dan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR)

dapat mendeteksi mikrometastasis pada pasien yang diketahui N0 pada teknik

konvensional.1,4,6

2.7 Diagnosis

Diagnosis carcinoma colorectal ditegakan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kepastian diagnosis ditentukan

berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.2

2.8. Diagnosis banding

Tabel 4. Diagnosis banding 2

Page 20: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

20

2.9. Klasifikasi

American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini

memisahkan dan mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi tumor (T),

status nodus limfatikus regional (N) dan ada tidaknya metastase (M)

a.Sistem TNM

Tabel 5. Klasifikasi carcinoma colorectal berdasarkan sistem TNM 3

- Tumor Primer

TX: Tumor primer tidak bisa ditemukan

T0: Tidak ada bukti tumor primer

Tis: Carcinoma insitu

T1: Tumor menginvasi submukosa

T2: Tumor menginvasi muscularis propria

T3: Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non

peritonealisasi pericolic atau perirectal

T4: Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi ke

organ atau struktur lain.

Page 21: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

21

- Nodus limfatikus regional

NX: Nodus limfatikus regional tidak ditemukan

N0: Tidak ada metastase nodus limfatikus regional

N1: Metastase pada 1-3 nodus limfatikus pericolica atau perirectal

N2: Metastase pada 4 atau lebih nodus limfatikus pericolica atau perirectal

N3: Metastase pada semua nodus limfatikus sepanjang cabang pembuluh darah

- Metastase jauh

MX: Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai

M1: Tidak ada metastase

M2: Metastase Sistem

- TNM ini dapat dikonversikan ke sistem Duke yang lebih sederhana

Stadium I dari TNM sama dengan Duke A

Stadium II dari TNM sama dengan Duke B

Stadium III dari TNM sama dengan Duke C

Stadium IV dari TNM sama dengan Duke D 3

Page 22: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

22

b. Sistem Dukes 2

Tabel 6. Klasifikasi Duke 2

2.10. Penatalaksanaan

A. Pembedahan 3

Pembedahan dapat dikategorikan menjadi curative, palliative, bypass,

fecal diversion,atau open-and-close.

- Curative, tindakan ini dapat dilakukan bila tumor terlokalisir. Karsinoma

yang sangat dini seperti polip biasanya dapat disembuhkan dengan

polypectomy pada saat colonoscopy. Tumor yang lebih lanjut

membutuhkan sebagian colon yang mengandung tumor dibuang hingga

batas tertentu (contohnya colectomy) dan reseksi radikal en-bloc dari

mesenterium dan lymph node untuk mengurangi resiko rekurensi. Jika

mungkin bagian yang tersisa dari colon dilakukan anastomosis, jika tidak

memungkinkan anus buatan (stoma) harus dibuat. Pembedahan terhadap

Page 23: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

23

metastase ke hepar yang terisolasi dapat menyembuhkan pada pasien

tertentu. Dengan semakin majunya kemoterapi, maka semakin banyak

pasien yang ditawarkan pembedahan terhadap metastasis ke hepar yang

terisolasi.

- Palliative, dilakukan jika terdapat metastasis yang multipel. Reseksi dari

tumor primer masih dianjurkan untuk menghindari kematian akibat

perdarahan, invasi, ataupun efek katabolik. Dilakukan bila tumor tidak

dapat direseksi untuk mencegah dan mengatasi obstruksi atau

menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita baik. Jika tumor

tidak dapat diangkat maka dapat dilakukan bedah pintas atau anus

pretenaturalis. Pada metastasis ke hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3

nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasi. Pemberian sitostatika

melalui arteri hepatica, yaitu perfusi secara selektif, kadang disertai terapi

embolisasi2

- Jika tumor menginvasi struktur disekitarnya sehingga eksisi sulit

dilakukan, maka ahli bedah lebih menyukai melakukan bypass dari tumor

(ileotransverse bypass) atau melakukan fecal diversion dengan pembuatan

stoma pada tempat yang lebih proximal.

- Pada kasus terburuk dapat dilakukan pembedahan open-and-close. Hal ini

dilakukan jika ahli bedah menemukan tumor tidak dapat direseksi dan usus

kecil sudah terinvasi, dan tindakan lebih lanjut akan lebih membahayakan

pasien. Dengan majunya teknik pencitraan hal ini sudah jarang terjadi.

- Laparoscopic-assisted colectomy adalah teknik yang kurang invasif yang

dapat mengurangi ukuran sayatan dan nyeri pasca operasi.

B. Kemoterapi 3

Kemoterapi berguna untuk mengurangi kemungkinan metastasis,

mengecilkan ukuran tumor, atau memperlambat pertumbuhan tumor. Biasanya

diberikan setelah pembedahan (adjuvant), atau sebelum pembedahan (neo-

adjuvant), atau sebagai terapi primer (palliative). Kemoterapi sesudah

pembedahan biasanya diberikan setelah karsinoma menyebar ke lymph node

Page 24: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

24

(stadium III). Beberapa obat yang disetujui oleh US Food and Drug

Administration adalah :

Adjuvant (setelah pembedahan) kemoterapi :

- Kombinasi dengan infusan 5-fluorouracil, leucovorin, dan oxaliplatin

(FOLFOX)

- 5-fluorouracil (5-FU) atau Capecitabine (Xeloda)

- Leucovorin (LV, Folinic Acid)

- Oxaliplatin (Eloxatin)

Kemoterapi untuk yang sudah metastasis3,10 :

- Obat pilihan utamanya adalah kombinasi 5-fluorouracil, leucovorin, dan

oxaliplatin (FOLFOX) dengan bevacizumab atau infusan 5-fluorouracil,

leucovorin, and irinotecan (FOLFIRI) dengan bevacizumab

- 5-fluorouracil (5-FU) atau Capecitabine

- UFT atau Tegafur-uracil

- Leucovorin (LV, Folinic Acid) § Irinotecan (Camptosar)

- Oxaliplatin (Eloxatin)

- Bevacizumab (Avastin)

- Cetuximab (Erbitux)

- Panitumumab (Vectibix)

Sedang dalam percobaan untuk yang karsinoma metastasis yang tidak efektif

dengan kemoterapi di atas :

- Bortezomib (Velcade)

- Oblimersen (Genasense, G3139)

- Gefitinib dan Erlotinib (Tarceva)

- Topotecan (Hycamtin)

Page 25: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

25

C. Radioterapi3

Radioterapi tidak digunakan secara rutin pada karsinoma colon, karena

dapat menyebabkan radiation enteritis, dan sulit untuk membidik daerah spesifik

dari colon. Biasanya lebih sering diberikan radioterapi pada karsinoma rectal

karena rectum tidak bergerak sebanyak colon maka lebih mudah untuk dibidik.

Indikasi radioterapi adalah :

- Karsinoma colon

- Menghilangkan nyeri dan palliative, ditargetkan pada deposit tumor jika

menekan struktur vital atau menyebabkan sakit.

- Karsinoma rectal

- Biasanya diberikan sebelom pembedahan (neoadjuvant) pada tumor yang

tumbuh keluar dari rectum atau telah menyebar ke nodus limfatikus,

dengan tujuan menurunkan resiko rekurensi.

- Adjuvant, jika tumor menyebabkan perforasi dari rectum atau karsinoma

sudah menyebar ke nodus limfatikus.

- Palliative, untuk mengurangi ukuran tumor untuk meringankan gejala.

D. Immunoterapi3

Bacillus Calmette-Guérin (BCG) sedang diteliti sebagai campuran

adjuvant untuk terapi colorectal3.

E. Vaksin3,4

Vaksin baru, TroVax bekerja dengan meningkatkan immunitas pasien

untuk melawan penyakit.

Page 26: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

26

Tabel 7. Terapi carcinoma colorectal menurut stadium 1

2.11 Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi

penyebaran carcinoma dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai diferensiasi

sel tumor yang buruk, maka prognosisnya sangat buruk.2 Angka harapan hidup

pada stadium awal adalah 5 kali lipat lebih besar dari stadium akhir. CEA juga

secara langsung berhubungan dengan prognosis dari penyakit

Page 27: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

27

BAB 3

KESIMPULAN

Kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan

merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon. Kanker kolon ini termasuk

penyakit yang berbahaya di dunia karena dapat menyebabkan kematian apabila

tidak segera di tangani dengan cepat

Mengenali gejala dan melakukan pemeriksaan diagnostik adalah cara

untuk mengetahui apakah terserang kanker kolon atau tidak,dengan demikian

dapat segera melakukan tindakan pengobatan apabila dinyatakan terserang kanker

kolon

Page 28: Bab 1,2,3 Dapus Paper Radiologi

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and

anus. In Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-

Hill. P 1057-70.

2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan

anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal

646-53.

3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s

Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders.

P 1443-65.

4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal

operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300

5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal

operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99

6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org. 7. Mayoclinic.

2006. Colon cancer.

http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/

8.GE.2007. Carcinoma colorectal http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/

9. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for

colorectal cancer. http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp