Upload
armanion-sains
View
240
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Paper Radiologi
Citation preview
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Dua jenis tumor yang paling sering ditemukan pada colorectal adalah
adenoma atau adenomatous polip dan adenocarcinoma. Carcinoma colorectal
merupakan keganasan yang paling sering pada traktus gastrointestinal. Insidensi
carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Di Indonesia, insidensi pada wanita sebanding dengan pria. Sekitar
75% ditemukan di rectosigmoid. Di negara barat, perbandingan insidensi laki-
laki: perempuan adalah 3:1, kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid. Penyakit
ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun.
Deteksi dini dengan penanganan medical dan operatif yang terus berkembang
dapat menurunkan mortalitas carcinoma colorectal.1,2
Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal
dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena
kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari
total jumlah penderita kanker. Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100
per 100.000 penduduk. Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari
perawatan di Rumah Sakit. Program yang dilaksanakan oleh proyek pengawasan
kanker terpadu yang berbasis komunitas di Sidoarjo menunjukkan kenaikan 10-
20% dari kasus kanker yang menerima perawatan dari Rumah Sakit. Dewasa ini,
kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di
Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa
kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering
terdapat pada pria maupun wanita.2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Colorectal
Struktur colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang
90-150 cm, sampai perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon
ascendens, colon transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Caecum
merupakan bagian terlebar (7,5 – 8,5 cm), dan colon sigmoideum merupakan
bagian tersempit (2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal, caecum merupakan
bagian yang paling sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah mucosa,
submucosa, otot sirkular, otot longitudinal yang bergabung dengan taenia coli, dan
serosa. Kekuatan mekanis dari dinding colon berasal dari lapisan submucosa,
yang memiliki kandungan kolagen tertinggi. Colon ascendens dan colon
descendens terfiksasi pada retroperitoneal, sedangkan caecum, colon transversum,
dan colon sigmoideum berada intraperitoneal dan mobil. Omentum menempel
pada colon transversum. Rectum memiliki panjang 12-15 cm, mulai dari
perbatasan sigmoid-rectum sampai perbatasan rectum-anus. Taenia coli berakhir
pada distal colon sigmoideum, dan lapisan otot longitudinal dari rectum terus
berlanjut. Pada bagian atas rectum masih ditutupi dengan peritoneum di bagian
anterior, sedangkan bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi oleh
fascia pelvis.1
2.2 Etiologi & Faktor Risiko
Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, namun diketahui
bahwa proliferasi neoplastik pada mukosa colorectal berhubungan dengan
perubahan kode genetik, pada germ line atau mutasi somatik yang didapat. ·
Faktor herediter Faktor herediter merupakan salah satu faktor risiko. Diperkirakan
bahwa 10-15% carcinoma colorectal merupakan kasus familial, seperti pada
Familial adenomatous Polyposis (FAP) dan sindroma Lynch.
3
- Usia
Usia merupakan faktor risiko dominan untuk carcinoma colorectal.
Insidensi meningkat diatas 50 tahun. Namun individu pada usia berapapun
tetap saja dapat menderita carcinoma colorectal, sehingga bila ditemukan
gejala-gejala keganasan harus tetap dieveluasi.
- Diet dan lingkungan
Penelitian menunjukkan bahwa carcinoma colorectal lebih sering
terjadi pada populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani dan
rendah serat. Diet lemak jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan
risiko carcinoma colorectal, sedangkan diet asam oleat yang tinggi
(minyak ikan, minyak kelapa, minyak zaitun) tidak meningkatkan risiko.
Lemak dapat secara langsung meracuni mukosa colorectal dan
menginduksi perubahan ke arah keganasan. Sebaliknya, diet tinggi serat
dapat menurunkan risiko. Diduga adanya hubungan antara konsumi
alkohol dengan insidensi carcinoma colorectal. Konsumsi calcium,
selenium, vitamin A, C, dan E, carotenoid, fenol tumbuhan dapat
menurunkan risiko carcinoma colorectal. Obesitas dan gaya hidup sedenter
dapat meningkatkan mortalitas pasien carcinoma colorectal. Pengaturan
diet dan gaya hidup yang baik akan mencegah terjadinya carcinoma
colorectal.
- Inflammatory bowel disease
Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis
ulceratif kronis, berhubungan dengan meningkatnya risiko carcinoma
colorectal. Hal ini diduga bahwa inflamasi kronis merupakan predisposisi
perubahan mukosa ke arah keaganasan. Risiko tinggi terjadi keganasan
bila onset pada usia muda, mengenai seluruh colon, dan menderita lebih
dari 10 tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan skrining colonoscopy
dengan biopsi mukosa multipel secara acak setiap tahunnya pada pasien
setelah 7-10 tahun menderita pancolitis.
4
- Faktor risiko lainnya
Merokok berhubungan dengan meningkatnya risiko adenoma colon,
khususnya setelah penggunaan lebih dari 35 tahun. Pasien dengan
ureterosigmoidostomy meningkatkan risiko terjadinya adenoma dan carcinoma.
Tingginya kadar growth hormon dan insulin like growth factor-1 akan
meningkatkan risiko. Irradiasi pelvis dapat meningkatkan risiko carcinoma recti.
Identifikasi faktor risiko carcinoma colorectal penting untuk menentukan program
skrining dan surveillance.1
2.3 Patogenesis
Selama lebih dari 2 dekade, penelitian menjelaskan mengenai defek
genetik dan abnormalitas molekular yang berhubungan dengan pembentukan dan
progresifitas adenoma dan carcinoma colorectal. Mutasi dapat menyebabkan
aktivasi onkogen (K-ras) dan atau inaktivasi tumor suppressor genes (APC,DCC
(deleted in colorectal carcinoma), p53). Carcinoma colorectal diduga berasal dari
polip adenoma dengan akumulasi mutasi tersebut. Defek pada gen APC pertama
kali dideskripsikan pada pasien FAP dan ditemukan mutasi gen APC. Hal tersebut
ditemukan pada 80% carcinoma colorectal sporadis. Gen APC merupakan tumor-
suppressor gene. Mutasi pada alel-alel diperlukan untuk memulai pembentukan
polip. Kebanyakan mutasi adalah stop codon yang prematur, yang menghasilkan
protein APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi berkorelasi dengan beratnya
gejala penyakit Akumulasi mutasi-mutasi menyebabkan akumulasi genetik yang
rusak yang menghasilkan keganasan. K-ras merupakan proto-oncogen dan
menyebabkan pembelahan sel yang tak terkontrol. DCC merupakan tumor
supressor gene dan kehilangan kemampuannya dalam mendegenerasi keganasan.
Tumor supressor gene p53 merupakan protein yang penting untuk menginisiasi
apoptosis sel yang mempunyai kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki.1,3
5
2.4 Gejala Klinis
Gejala awal dari karsinoma colorectal biasanya tidak jelas, seperti kehilangan
berat badan dan kelelahan. Gejala lokal pada usus biasanya jarang, dan baru
timbul ketika tumor telah tumbuh menjadi berukuran besar. Biasanya makin dekat
dengan anus, maka gejala lokal pada usus semakin sering muncul.3
Gejala klinik dibagi menjadi gejala lokal, gejala konstitusi, dan gejala metastasis.3
Gejala lokal :1,3,4
Perubahan Pola BAB, dapat berupa konstipasi maupun diare.
Perasaan BAB yang tidak tuntas (tenesmus) dan diameter feces mengecil
sering ditemukan pada karsinoma colorectal.
Feces yang bercampur darah
Feces dengan mucus
Feces berwarna hitam seperti tar (melena) dapat timbul, tetapi biasanya
lebih berhubungan dengan kelainan pada traktus gastrointestinal bagian
atas seperti kelainan pada lambung atau duodenum.
Obstruksi usus menyebabkan nyeri, kembung, dan muntah yang seperti
feces.
Dapat teraba massa di abdomen.
Gejala yang berhubungan dengan invasi karsinoma ke vesica urinaria
menyebabkan hematuria atau pneumaturia, atau invasi ke vagina menyebabkan
pengeluaran sekret vagina yang berbau. Ini terjadi pada stadium akhir,
menunjukkan tumor yang besar.
Gejala konstitusi (sistemik)1,3,4 :
Kehilangan berat badan mungkin adalah gejala yang paling umum,
disebabkan karena hilangnya nafsu makan.
Anemia, menyebabkan pusing, mual, kelelahan, dan palpitasi. Secara
klinik pasien akan terlihat pucat dan hasil tes darah menunjukkan kadar
haemoglobin yang rendah.
6
Gejala metastasis1,3,4
Metastasis pada hati menyebabkan :
Ikterus
Rasa nyeri di abdomen, lebih sering pada bagian atas dari epigastrium atau
dinding kanan abdomen
Pembesaran hepar
Bekuan darah pada arteri dan vena, sindroma paraneoplastik yang
berhubungan dengan hiperkoagulabilitas dari darah.
2.5 Tumor ganas
2.5.1 Hereditary colorectal carcinoma
a. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
Merupakan polip adenoma yang berproses menuju keganasan mengikuti
runtutan adenoma-carcinoma, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi
perubahan keganasan adalah 100%.
b. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (Lynch’s Syndrome)
Sindroma ini dikrakteristikan oleh autosomal dominan yang diturunkan,
manifestasi keganasan terjadi pada usia muda, lesi predominan pada proximal
colon, dan adanya tendensi lesi synchronous dan metachronous. Pasien sebaiknya
diterapi dengan colectomy subtotal. Carcinoma berkembang dari polip adenoma
melelui progresifitas adenoma-carcinoma yang tipikal. Pada varian dari sindroma
ini terdapat peningkatan insidensi keganasan endometium, gaster, ovarium, dan
traktus urinarius. Kriteria untuk sindroma ini adalah:
- Pada gambaran histopatologis, sejurang-kurangnya didapatkan asdanya 3
hubungan dengan carcinoma colorectal, 2 dari hal tersebut merupakan
derajat pertama.
- Yang terlibat sekurang-kurangnya 2 generasi
- Sekurang-kurangnya 1 pasien didiagnosis dibawah umur 50 tahun. 1,3,4
7
2.5.2 Carcinoma colorectal
Insidensi
Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada
traktus gastrointestinal. Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi,
demikian juga angka kematiannya. Insidensi pria sebanding dengan wanita.
Carcinoma recti lebih sering pada laki-laki, sedangkan carcinoma colon lebih
sering pada wanita. Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering
pada usia diatas 50 tahun.1,2
Predileksi
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid. 2
Tabel 1. Predileksi carcinoma colorectal2
Letak Persentase
Caecum dan colon ascendens 10
Colon transversum 10
Colon descendens 5
Rectosigmoid 75
Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid
atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan
terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di
colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di
bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2
Gejala klinis
8
Gejala dan tanda dini carcinoma colorectal tidak ada. Umumnya gejala
pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan
atau akibat metastasis.
2.5.2.1.Carcinoma colon kanan
Jarang terjadi stenosis dan faeces masih cair sehingga tidak ada faktor
obstruksi. Gambaran klinis tumor caecum dan colon ascendens tidah khas, gejala
umumnya nerupa dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, dan
anemia. Oleh karena itu pasien sering datang dalam keadaan terlambat. Nyeri
pada carcinoma colon kanan bermula di epigastrium.
2.5.2.2 .Carcinoma colon kiri dan rectum
Sering bersifat skirotik sehingga banyak menimbulkan stenosis dan
obstruksi, terlebih karena faeces sudah padat. Menyebabkan perubahan pola
defekasi, seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmus. Makin ke distal letak
tumor, faeces makin menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai
darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa didapat pada carcinoma
rectum. Nyeri pada colon kiri bermula di bawah umbilicus Pada pemerikasaan
fisik, bila tumor kecil maka tidak teraba pada palpasi abdomen, bila sudah terba
berarti sudah menunjukkan keadaan lanjut. Massa di colon sigmoideum lebih jelas
teraba daripada massa di bagian lain colon. Pemeriksaan colok dubur merupakan
keharusan. 2
Tabel 2. Faktor yang menentukan tanda dan gejala2
9
2.6 Pemeriksaan penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan yang berbeda untuk tujuan ini 3 : ·
- Pemeriksaan rectal secara digital (rectal toucher) : dokter memasukkan
jarinya yang telah memakai sarung tangan dan diberi lubrikasi untuk
meraba daerah yang abnormal. Tindakan ini hanya dapat mendeteksi
tumor yang cukup besar pada bagian distal dari rektum, tetapi berguna
sebagai pemeriksaan skrining awal.3
- Fecal occult blood test (FOBT) : pemeriksaan terhadap darah dalam feces.
Ada 2 tipe pemeriksaan darah pada feces yaitu guaiac based (pemeriksaan
kimiawi) dan immunochemical. Pemeriksaan dengan cara kimiawi tidak
spesifik, sebab 90% pasien dengan FOBT positif tidak menderita
10
karsinima colon. Sensitivitas dari pemeriksaan immunochemical jauh lebih
baik daripada pemeriksaan secara kimiawi.1,3
- Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon
sigmoideum bagian distal.
b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi
Sigmoidoskop dan colonoskopi yang fleksibel dengan video atau
fiberoptik dapat memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu
yang baik. Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk
diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling akurat untuk
menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat
untuk melakukan biopsi. Colonoskop untuk diagnostik memiliki satu
saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter,
dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi. Colonoskop
untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara
simultan untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.
- Double contrast barium enema (DCBE): pertama-tama persiapan untuk
membersihkan colon dilakukan sejak semalam sebelumnya. Barium enema
dimasukkan, diikuti dengan pemasukan udara untuk mengembangkan
colon. Hasilnya adalah lapisan tipis dari barium akan meliputi dinding
sebelah dalam dari colon yang akan terlihat pada hasil pemeriksaan sinar
X. karsinoma atau polip prekarsinoma dapat dideteksi dengan cara ini.
Namun teknik ini dapat gagal mendeteksi polip yang datar (jarang
ditemukan) atau berukuran kurang dari 1 cm.
- Virtual colonoscopy menggantikan film sinar X pada pemeriksaan double
contrast barium enema dengan CT-Scan sehingga hasilnya lebih akurat1,3,7
- Pencitraan
11
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto
polos abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola
gas usus yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna
untuk mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double
contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari
1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih
disukai untuk mengevaluasi massa colon yang non obstruksi.
Gambar 2.1 Synchronous annular carcinomas in the ascending colon
and splenic flexure.
12
Gambar 2.2 Annular carcinoma of the transverse colon is associated
with a 2-cm polyp in the sigmoid colon.
b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma
colorectal, karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
Gambar 2.3 A 62-year-old man with hematuria undergoing excretory
urography; an incidental finding of a colocolic intussusception was
noted, which was due to an adenocarcinoma of the colon as a lead
point.
13
c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3
dimensi untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan
kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian
kontras per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk
melihat carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi
tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan
pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah terjadinya false
positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak, dan
ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.
Gambar 2.4. Axial, coronal, and sagittal CT images highlighting a
lesion following insufflation of carbon dioxide to distend the colon.
The images are sent to 3-dimensional rendering software, which is
able to reformat the images into a 3-dimensional projection.
14
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT
scan dalam mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat
perluasan carcinoma colorectal. Penggunaan endorectal coil akan
menambah sensitivitas.
Gambar 2. Rektum dikelilingi oleh jaringan lemak mesorektal di
dalam fasia mesorektal (panah merah ). P : prostate dan V : vesikula
seminalis
15
Gambar 2. Tumor T1 dan T2.
Tumor T1 dan T2 terbatas pada dinding usus dan mempunyai prognosis
yang baik. Tumor itu dapat diidentifikasi secara akurat dengan MRI,
karena dinding rektum akan mempunyai garis hitam yang utuh
( muskularis eksterna), yang mengelilingi tumor. Tampak pada gambar
masa tumor rektum yang seluruhnya dikelilingi lapisan hitam (muskularis
eksterna).
16
Gambar 2. Tumor T3 MRF-
Tumor T3 tumbuh menembus seluruh lapisan dinding dan meluas sampai
jaringan lemak perirektal. Pada tumor jenis ini, penting untuk menentukan
apakah fasia mesorektal terlibat.
Pada daerah kiri, tumor nampaknya menembus lemak mesorektal (tumor
T3, panah)
Gambar 2. T3 MRF+
17
Gambar 2. T4
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk
pencitraan jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti
pada tumor ganas. PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan
dalam staging carcinoma colorectal dan dapat digunakan untuk
membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman
invasi carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan.
Ultrasound dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan
integritas lapiasan submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor
superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian
ultrasound dalam mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar
antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi pembesaran nodus
limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus limfatikus,
dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat digunakan
untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.
18
- Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang
asimptomatik, pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini
berdeasarkan tes serial karena kebanyakan carcinoma colorectal berdarah
secara intermiten. Tes ini merupakan tes nonspesifik untuk peroxidase
yang terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan traktus gastrointestinal
akan memberikan hasil positif. Beberapa makanan (daging, beberapa buah
dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan false positif, sehingga
pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat
ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan menggunakan
immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan
pemeriksaan colonoskopi.
b. Pemeriksaan DNA feces
Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang
untuk skrining karsinoma colorectal. Adenoma premalignan dan
karsinoma menhasilkan marker DNA yang tidak terdegradasi selama
proses pencernaan dan tetap stabil di dalam feces. Hasil penelitian
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 71-91%
c. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk
pasien carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling
umum digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan.
CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal.
Namun CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan.
CEA tidak spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien dengan
carcinoma selain carcinoma colorectal.
d. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT,
SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
19
- Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat
mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat
pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).
- Biopsi nodus limfatikus sentinel
Teknik ini digunakan pada beberapa keganasan, biasanya pada carcinoma
mammae dan melanoma. Tujuan biopsi ini adalah untuk mengidentifikasi nodus
limfatikus pertama yang sering menjadi tempat pertama metastasis. Pada
colorectal carcinoma, teknik ini bertujuan untuk meningkatkan hasil staging.
Pemeriksaan yang intensif dengan potongan histopatologi yang multipel,
imunohistokimia, dan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR)
dapat mendeteksi mikrometastasis pada pasien yang diketahui N0 pada teknik
konvensional.1,4,6
2.7 Diagnosis
Diagnosis carcinoma colorectal ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kepastian diagnosis ditentukan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.2
2.8. Diagnosis banding
Tabel 4. Diagnosis banding 2
20
2.9. Klasifikasi
American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini
memisahkan dan mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi tumor (T),
status nodus limfatikus regional (N) dan ada tidaknya metastase (M)
a.Sistem TNM
Tabel 5. Klasifikasi carcinoma colorectal berdasarkan sistem TNM 3
- Tumor Primer
TX: Tumor primer tidak bisa ditemukan
T0: Tidak ada bukti tumor primer
Tis: Carcinoma insitu
T1: Tumor menginvasi submukosa
T2: Tumor menginvasi muscularis propria
T3: Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non
peritonealisasi pericolic atau perirectal
T4: Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi ke
organ atau struktur lain.
21
- Nodus limfatikus regional
NX: Nodus limfatikus regional tidak ditemukan
N0: Tidak ada metastase nodus limfatikus regional
N1: Metastase pada 1-3 nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N2: Metastase pada 4 atau lebih nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N3: Metastase pada semua nodus limfatikus sepanjang cabang pembuluh darah
- Metastase jauh
MX: Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai
M1: Tidak ada metastase
M2: Metastase Sistem
- TNM ini dapat dikonversikan ke sistem Duke yang lebih sederhana
Stadium I dari TNM sama dengan Duke A
Stadium II dari TNM sama dengan Duke B
Stadium III dari TNM sama dengan Duke C
Stadium IV dari TNM sama dengan Duke D 3
22
b. Sistem Dukes 2
Tabel 6. Klasifikasi Duke 2
2.10. Penatalaksanaan
A. Pembedahan 3
Pembedahan dapat dikategorikan menjadi curative, palliative, bypass,
fecal diversion,atau open-and-close.
- Curative, tindakan ini dapat dilakukan bila tumor terlokalisir. Karsinoma
yang sangat dini seperti polip biasanya dapat disembuhkan dengan
polypectomy pada saat colonoscopy. Tumor yang lebih lanjut
membutuhkan sebagian colon yang mengandung tumor dibuang hingga
batas tertentu (contohnya colectomy) dan reseksi radikal en-bloc dari
mesenterium dan lymph node untuk mengurangi resiko rekurensi. Jika
mungkin bagian yang tersisa dari colon dilakukan anastomosis, jika tidak
memungkinkan anus buatan (stoma) harus dibuat. Pembedahan terhadap
23
metastase ke hepar yang terisolasi dapat menyembuhkan pada pasien
tertentu. Dengan semakin majunya kemoterapi, maka semakin banyak
pasien yang ditawarkan pembedahan terhadap metastasis ke hepar yang
terisolasi.
- Palliative, dilakukan jika terdapat metastasis yang multipel. Reseksi dari
tumor primer masih dianjurkan untuk menghindari kematian akibat
perdarahan, invasi, ataupun efek katabolik. Dilakukan bila tumor tidak
dapat direseksi untuk mencegah dan mengatasi obstruksi atau
menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita baik. Jika tumor
tidak dapat diangkat maka dapat dilakukan bedah pintas atau anus
pretenaturalis. Pada metastasis ke hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3
nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasi. Pemberian sitostatika
melalui arteri hepatica, yaitu perfusi secara selektif, kadang disertai terapi
embolisasi2
- Jika tumor menginvasi struktur disekitarnya sehingga eksisi sulit
dilakukan, maka ahli bedah lebih menyukai melakukan bypass dari tumor
(ileotransverse bypass) atau melakukan fecal diversion dengan pembuatan
stoma pada tempat yang lebih proximal.
- Pada kasus terburuk dapat dilakukan pembedahan open-and-close. Hal ini
dilakukan jika ahli bedah menemukan tumor tidak dapat direseksi dan usus
kecil sudah terinvasi, dan tindakan lebih lanjut akan lebih membahayakan
pasien. Dengan majunya teknik pencitraan hal ini sudah jarang terjadi.
- Laparoscopic-assisted colectomy adalah teknik yang kurang invasif yang
dapat mengurangi ukuran sayatan dan nyeri pasca operasi.
B. Kemoterapi 3
Kemoterapi berguna untuk mengurangi kemungkinan metastasis,
mengecilkan ukuran tumor, atau memperlambat pertumbuhan tumor. Biasanya
diberikan setelah pembedahan (adjuvant), atau sebelum pembedahan (neo-
adjuvant), atau sebagai terapi primer (palliative). Kemoterapi sesudah
pembedahan biasanya diberikan setelah karsinoma menyebar ke lymph node
24
(stadium III). Beberapa obat yang disetujui oleh US Food and Drug
Administration adalah :
Adjuvant (setelah pembedahan) kemoterapi :
- Kombinasi dengan infusan 5-fluorouracil, leucovorin, dan oxaliplatin
(FOLFOX)
- 5-fluorouracil (5-FU) atau Capecitabine (Xeloda)
- Leucovorin (LV, Folinic Acid)
- Oxaliplatin (Eloxatin)
Kemoterapi untuk yang sudah metastasis3,10 :
- Obat pilihan utamanya adalah kombinasi 5-fluorouracil, leucovorin, dan
oxaliplatin (FOLFOX) dengan bevacizumab atau infusan 5-fluorouracil,
leucovorin, and irinotecan (FOLFIRI) dengan bevacizumab
- 5-fluorouracil (5-FU) atau Capecitabine
- UFT atau Tegafur-uracil
- Leucovorin (LV, Folinic Acid) § Irinotecan (Camptosar)
- Oxaliplatin (Eloxatin)
- Bevacizumab (Avastin)
- Cetuximab (Erbitux)
- Panitumumab (Vectibix)
Sedang dalam percobaan untuk yang karsinoma metastasis yang tidak efektif
dengan kemoterapi di atas :
- Bortezomib (Velcade)
- Oblimersen (Genasense, G3139)
- Gefitinib dan Erlotinib (Tarceva)
- Topotecan (Hycamtin)
25
C. Radioterapi3
Radioterapi tidak digunakan secara rutin pada karsinoma colon, karena
dapat menyebabkan radiation enteritis, dan sulit untuk membidik daerah spesifik
dari colon. Biasanya lebih sering diberikan radioterapi pada karsinoma rectal
karena rectum tidak bergerak sebanyak colon maka lebih mudah untuk dibidik.
Indikasi radioterapi adalah :
- Karsinoma colon
- Menghilangkan nyeri dan palliative, ditargetkan pada deposit tumor jika
menekan struktur vital atau menyebabkan sakit.
- Karsinoma rectal
- Biasanya diberikan sebelom pembedahan (neoadjuvant) pada tumor yang
tumbuh keluar dari rectum atau telah menyebar ke nodus limfatikus,
dengan tujuan menurunkan resiko rekurensi.
- Adjuvant, jika tumor menyebabkan perforasi dari rectum atau karsinoma
sudah menyebar ke nodus limfatikus.
- Palliative, untuk mengurangi ukuran tumor untuk meringankan gejala.
D. Immunoterapi3
Bacillus Calmette-Guérin (BCG) sedang diteliti sebagai campuran
adjuvant untuk terapi colorectal3.
E. Vaksin3,4
Vaksin baru, TroVax bekerja dengan meningkatkan immunitas pasien
untuk melawan penyakit.
26
Tabel 7. Terapi carcinoma colorectal menurut stadium 1
2.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi
penyebaran carcinoma dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai diferensiasi
sel tumor yang buruk, maka prognosisnya sangat buruk.2 Angka harapan hidup
pada stadium awal adalah 5 kali lipat lebih besar dari stadium akhir. CEA juga
secara langsung berhubungan dengan prognosis dari penyakit
27
BAB 3
KESIMPULAN
Kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan
merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon. Kanker kolon ini termasuk
penyakit yang berbahaya di dunia karena dapat menyebabkan kematian apabila
tidak segera di tangani dengan cepat
Mengenali gejala dan melakukan pemeriksaan diagnostik adalah cara
untuk mengetahui apakah terserang kanker kolon atau tidak,dengan demikian
dapat segera melakukan tindakan pengobatan apabila dinyatakan terserang kanker
kolon
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and
anus. In Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-
Hill. P 1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan
anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal
646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s
Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders.
P 1443-65.
4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300
5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org. 7. Mayoclinic.
2006. Colon cancer.
http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/
8.GE.2007. Carcinoma colorectal http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/
9. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for
colorectal cancer. http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp