Upload
dinhminh
View
230
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
3
BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Data Historis
2.1.1 Sejarah Jakarta
Berita historis paling tua mengenai kota Jakarta terdapat pada
Prasasti Tugu, yang berasal dari aba ke-5. Prasasti Tugu ini merupakan
saksi tertua dari sejarah Jakarta. Hampir 1400 tahun lamanya prasasti ini
tertanam di desa Batu Tumbuh di dekat Tugu, Jakarta Utara.
Sebelum menjadi namanya yang sekarang ini, kota Jakarta telah
mengalami pergantian nama sampai 13 kali dan menjadi satu-satunya kota
di Indonesia yang memiliki status setingkat dengan provinsi walaupun
disebut sebagai ‘kota’. Berikut ini adalah beberapa pergantian nama kota
Jakarta dari awal hingga sekarang :
a. Sunda Kelapa
Pertama dikenal dengan nama Sunda Kelapa karena merupakan salah
satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bertempat di Sungai Ciliwung,
sementara ibukota dari Kerajaan Sunda itu sendiri adalah Dayeuh
Pakuan Pajajaran yang sekarang dikenal dengan nama Bogor.
Sunda Kelapa ini adalah pelabuhan terpenting karena merupakan
pelabuhan terdekat daripada pelabuhan-pelabuhan lainnya yang
dimiliki oleh Kerajaan Sunda. Dan nama Sunda Kelapa ini sudah ada
sejak tahun 397 – 1527.
b. Jayakarta
Pada abad ke-16, ketika untuk pertama kalinya Bangsa Portugis dan
Bangsa Eropa datang ke Jakarta, pada saat itu Raja Sunda meminta
bantuan dari mereka untuk membangun benteng di Sunda Kelapa
untuk menghadapi serangan dari Cirebon yang saat itu memisahkan
diri. Namun sebelum pembangunan benteng tersebut selesai,
pelabuhan Sunda Kelapa telah diserang oleh Cirebon yang dibantu
oleh Demak. Pada hari itulah, Fatahillah mengganti nama Sunda
Kelapa menjadi
4
Jayakarta yang berarti “kota kemenangan” dan sampai sekarang
diperingati sebagai Hari Jadi Jakarta. Nama Jayakarta sendiri dipakai
dari tahun 1527 – 1619.
c. Batavia
Jakarta berubah nama menjadi Batavia dari tahun 1619 – 1942, yaitu
ketika masa kependudukan Belanda di Indonesia. Kemudian, pada saat
itu Batavia menjadi sebuah kota yang besar dan penting. Dan ada yang
mengatakan bahwa sejak saat itu, komunitas suku Betawi terbentuk.
d. Jakarta
Pada tahun 1942, ketika kependudukan Jepang di Indonesia, nama kota
Batavia diganti dengan nama Djakarta, dengan tujuan untuk menarik
simpatik dari para penduduk. Kota Jakarta sendiri ditetapkan menjadi
status ibukota Negara Indonesia yaitu Daerah Khusus Ibukota sejak
tahun 1961. Sejarah nama Jakarta sendiri merupakan kependekan dari
Jayakarta yang berarti “kota kemenangan” dan dalam cakupan yang
lebih luas dapat didefinisikan sebagai “kemenangan yang diraih oleh
suatu perbuatan atau usaha”.
Jakarta memang sarat dengan sejarah kemerdekaan Indonesia.
Jakarta tempo dulu merupakan tempat berlangsungnya proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, walaupun
sudah merdeka di tahun 1945, wilayah Indonesia masih diduduki oleh
Belanda sampai pada tahun 1949.
Awal mula Jakarta tempo dulu adalah Batavia yang memiliki luas
wilayah tidak seluas Jakarta sekarang ini. Wilayahnya berada di sekitar
Menara Syahbana di Pasar Ikan sampai jalan jembatan batu. Batas wilayah
kota dikelilingi oleh tembok (benteng) dan parit. Pembuatan kota Jakarta
tempo dulu ini dirancang oleh Simon Steven untuk memenuhi permintaan
pemerintahan VOC. Kota ini memang direncanakan sebagai ibukota
perdagangan terbesar dan Belanda berniat untuk memonopolinya. Dalam
misinya membangun ibukota perdagangan, JP. Coen, Gubernur Jenderal
Belanda pada saat itu, memerintahkan untuk membangun sarana umum,
diantaranya seperti membangun galangan kapal, rumah sakit, rumah
penginapan, toko, gereja, dan sekolah.
5
Perkembangan kota Batavia semakin pesat dibawah pemerintahan
Gubernur Jendral Jacques Specx. Program yang dilakukan yaitu mengubah
kali-kali besar yang awalnya berkelok-kelok menjadi sebuah parit lurus
yang dapat menerobos kota. Benteng-benteng yang merupakan tempat
kediaman dan juga sebagai kantor pemerintahan VOC ditempatkan
meriam di keempat sisinya. Tentara juga ditempatkan untuk menjaga para
pejabat tinggi.
(Sumber : Buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, karya A. Heuken).
2.2 Perdagangan di (Sunda) Kalapa Sebelum Abad 16 dan Jalur Perdagangan
Komoditi Lokal
Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa pertama, Pelabuhan (Sunda)
Kalapa telah menjadi pusat perdagangan internasional. Kapal-kapal dari seluruh
nusantara, Cina, Jepang, India Selatan, dan Arab berdatangan ke pelabuhan
untuk melakukan tukar menukar barang dagangan yang mereka bawa, seperti
porselin, kopi, sutera, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, zat warna merah
“foa”, gading, mutiara, dengan komoditi sunda, seperti lada, gading, cula badak,
emas, asam (tamarin), bulu merak, indigo, dan merak.
Lalu lintas perdagangan pada masa Kerajaan Sunda dimulai dari
pedalaman sampai pesisir utara melalui jalur darat dan kemudian dilanjutkan
melalui jalur sungai. Adapun tempat bongkar muat barang dagangan, seperti di
Rumpin dan Ciampea di Sungai Cisadane, Muaraberes di Sungai Ciiwung, dan
Cikao di Sungai Citarum. Hasil bumi yang dibawa diangkut oleh perahu dan
bambu (getek), mereka bawa ke arah pelabuhan Kerajaan Sunda di Pantai Utara,
yaitu Pelabuhan (Sunda) Kalapa. Beberapa hasil bumi dan komoditi yang
diperdagangkan, seperti lada, asam, cula badak, gading gajah, bulu merak,
indigo, beras, daging, sayuran, buah (kelapa dan pinang), tebu, domba, dan babi.
(Sumber : Museum Sejarah Jakarta)
6
2.3 Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
2.3.1 Sejarah VOC
Gambar 2.3.1.1 Logo VOC
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perserikatan
Perusahaan Hindia Timur adalah sebuah perusahaan Belanda yang
memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.VOC berdiri pada
tanggal 20 Maret 1602. Perusahaan ini adalah perusahaan pertama yang
mengeluarkan pembagian saham. Walaupun VOC hanya sebuah badan
dagang, tetapi menjadi istimewa karena VOC didukung oleh Negara dan
diberikan fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa sehingga bisa dikatakan
kalau VOC itu adalah Negara di dalam Negara. VOC terdiri dari 6 bagian
(Kamers) di Amsterdam, Middelburgh (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delf,
Hoorn, dan Rotterdam.
Kedatangan orang Eropa melalui jalur laut dipimpin oleh Vasco Da
Gama, yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa sampai
India melalui Semenanjung Harapan dari ujung selatan Afrika, sehingga
mereka tidak perlu bersaing dengan pedagang-pedagang dari Timur
Tengah untuk mendapatkan akses masuk ke Asia Timur yang selama ini
melalui jalur darat yang sangat berbahaya.
7
Gambar 2.3.1.2 Vasco da Gama (1460-1524)
Gambar 2.3.1.3 Jalur Pelayaran Vasco da Gama
Pada akhir abad 16, Inggris dan Belanda mulai menunjukkan
minatnya untuk berlayar ke wilayah Asia Tenggara, yang dilakukan oleh
James Lancaster tahun 1591, Frederick dan Cornelis de Houtman di tahun
1595 kemudian tahun 1599, dan Jacob van Neck pada tahun 1598.
Gambar 2.3.1.4 Tokoh-tokoh yang memulai pelayaran ke Asia Tenggara
8
VOC memiliki hak atas nama Pemerintah Belanda, yang pada waktu
itu masih berbentuk republik, untuk membuat perjanjian kenegaraan dan
menyatakan perang terhadap suatu Negara. Dan VOC memiliki hak-hak
istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) pada tanggal 20
Maret 1620, yaitu :
1. Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur
Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai
perdagangan untuk kepentingan sendiri.
2. Hak kedaulatan (soevereinteit) sehingga dapat bertindak layaknya
suatu negara untuk :
a. Memelihara angkatan perang.
b. Memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian.
c. Merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Belanda.
d. Memerintah daerah-daerah tersebut.
e. Menetapkan/mengeluarkan mata uang sendiri.
f. Memungut pajak.
VOC mendirikan kantor perwakilan di Banten pada tahun 1603 dan
pada tahun 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC
pertama (1610-1614). Kemudian saat Portugis menguasai Malaka, pada
tahunn 1522, Gubernur Portugis Alfonso d’Albuquerque mengirimkan
utusannya untuk menemui Raja Sangiang Surawisesa.
Gambar 2.3.1.5 Alfonso d’Albuquerque
9
Pada tahun 1611, VOC mendapatkan ijin untuk membangun sebuah
rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta yang digunakan untuk kantor
dagang. Dan pada saat dibawah pimpinan Gubernur Jenderal Jan
Pieterszoon Coen (1618-1623), ia mendirikan bangunan serupa Nassau
Huis bernama Mauritius Huis dan membangun tembok batu tinggi serta
ditempatkan beberapa meriam di depannya.
Gambar 2.3.1.6 Jan Pieterszoon Coen (1618-1623)
2.3.2 Legalisasi Perbudakan pada Masa VOC
Perbudakan memang telah ada sebelum orang-orang Eropa datang ke
Asia Tenggara. Dan pada masa VOC, perbudakan diresmikan dengan
adanya undang-undang perbudakan pada tahun 1642, berdasarkan
Bataviase Statuten (Undang-undang Batavia). Saat kekuasaan VOC
pindah
kepada Pemerintah India-Belanda, perdagangan budak tetap berlangsung
terus menerus dan hanya terhenti pada saat Inggris menguasai India-
Belanda selama beberapa tahun.
- Tahun 1789 : 36.942 budak di Batavia dan sekitarnya.
- Tahun 1815 : 23.239 budak (ketika dibawah kekuasaan Inggris).
- Tahun 1828 : 6.170 budak.
- Tahun 1844 : 1.365 budak di Batavia.
Pada tanggal 7 Mei 1859, dibentuklah undang-undang untuk
menghapus budak. Undang-undang tersebut baru diberlakukan pada
tanggal 1 Januari 1860.
10
2.3.3 Keruntuhan VOC
Pada tahun 1780-an, terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil
penjualan yang menyebabkan kerugian pada perusahaan dagang. Hal ini
bisa terjadi karena adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan
oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, mulai dari pejabat rendah
hingga pejabat tinggi, termasuk para presiden.
Kontrak VOC yang harusnya jatuh tempo pada 31 Desember 1979,
akhirnya tidak diperpanjang lagi dan VOC secara resmi dibubarkan pada
tahun 1799. Setelah VOC bubar, daerah-daerah kekuasaan VOC diambil
alih oleh Pemerintah Belanda, termasuk hutang VOC sebesar 134 juta
guden. Dan sejak saat itu pula, politik colonial resmi ditangani sendiri oleh
Pemerintah Belanda. Kemudian, Gubernur Jenderal VOC yang terakhir,
Pieter Gerardus van Overstraten (1797-1799) diangkat menjadi Gubernur
Jenderal Pemerintah Hindia-Belanda yang pertama (1800-1801).
Gambar 2.3.3.1 Pieter Gerardus van Overstraten (1797-1799)
(Sumber : Buku Sejarah Kelas IV)
2.4 Data Beberapa Tempat dan Gedung Tua yang Menyimpan Sejarah Jakarta
2.4.1 Museum Sejarah Jakarta
Museum ini pada mulanya digunakan sebagai gedung balaikota
(Stadhuis) dan merupakan balaikota kedua yang dibangun pada masa
pemerintahan VOC di Batavia. Museum ini memiliki perjalanan sejarah
11
yang cukup panjang. Pada tahun 1919, dalam rangka 300 tahun berdirinya
kota Batavia, warga kota Batavia khususnya Belanda mulai tertarik dengan
sejarah kota Batavia. Maka pada tahun 1930, didirikan sebuah yayasan
yang bernama Old Batavia (Batavia Lama) yang bertujuan untuk
mengumpulkan segala hal tentang sejarah kota Batavia. Dan pada tahun
1936, Museum Old Batavia diresmikan oleh Gubernur Jendral Tjarda van
Starkenborgh Stachouer (1936-1942), kemudian museum ini dibuka untuk
umum pada tahun 1939.
Gambar 2.4.1.1 Museum Sejarah Jakarta (1900-1940)
2.4.2 Pelabuhan Sunda Kepala
Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan bersejarah di
Indonesia. Pelabuhan Sunda Kelapa ini sempat meraih kejayaan pada masa
Fatahillah. Tidak jauh dari pelabuhan ini, terdapat Museum Bahari yang
menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan
sejarah colonial Belanda masa lalu. Disebelah selatan pelabuhan ini juga
terdapat galangan kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah
direnovasi.
Gambar 2.4.2.1 Pelabuhan Sunda Kelapa, Batavia
12
2.4.3 Monumen Nasional
Untuk mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia
yang dikenal dengan revolusi kemerdekaan rakyat Indonesia serta untuk
membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme bagi generasi sekarang
dan akan datang, maka dibangunlah sebuah tugu peringatan yang dikenal
dengan nama Monumen Nasional (Monas). Pembangunan Monas ini baru
terwujud ketika Republik Indonesia genap berusia 2 windu atas dasar
gagasan Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, dan
pemancangan tiang pertama sebagai awal pembangunan tugu monument
nasional dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1961.
Gambar 2.4.3.1 Monumen Nasional
2.4.4 Museum Mandiri
Bangunan museum pada awalnya merupakan kantor Nederlandsch
Handei-Maatschappij (NHM) atau Netherlands Trading Corporation
alias maskapai dagang Belanda. Kantor pusat NHM berada di Amsterdam
sedangkan di Jakarta adalah kantor cabangnya. NHM Batavia dikenal
dengan sebutan Factorij (Factory dalam bahasa inggris) yang berarti agen
dagang di Negara asing. Setelah Indonesia merdeka, NHM dinasionaliskan
(1960), kemudian berkembang menjadi Bank Exim dengan kantor pusat di
Factorij. Bank Exim bergabung ke dalam Museum Mandiri (1999) dan
sejak tahun 2005 Gedung Factorij difungsikan sebagai Museum Mandiri.
13
Gambar 2.4.4.1 Museum Bank Mandiri
2.4.5 Museum Perumusan Naskah Proklamasi
Gedung ini didirikan pada tahun 1920 dengan arsitektur Eropa (art
deco). Selama pendudukan Jepang, gedung ini menjadi tempat kediaman
Laksamana Muda Tadashi Maeda, kepala kantor penguhubung angkatan
laut dan darat. Setelah Indonesia merdeka, tempat ini masih menjadi
tempat kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda sampai Sekutu datang
ke Indonesia, September 1945. Gedung ini menjadi tempat yang sangat
penting bagi Jakarta, terutama Indonesia, karena pada tanggal 16-17
Agustus 1945 terjadi peristiwa sejarah, yaitu perumusan naskah
proklamasi bangsa Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1984, menteri
pendidikan dan kebudayaan, Prof. Nugroho Notosusanto,
menginstruksikan kepada direktorat permuseuman agar merealisasikan
gedung bersejarah ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Gambar 2.4.5.1 Museum Perumusan Naskah Proklamasi
(Sumber : www.museumindonesia.com “Museum di Indonesia” - Jumat,
22 Februari 2013 – 12.00).
14
2.5 Data Umum
2.5.1 Animasi
Sejarah animasi dimulai pada awal abad 19. Animasi merupakan
sebuah film yang berupa pengolahan gambar tangan sehingga menjadi
gambar yang bergerak. Contoh animasi yang tertua adalah wayang kulit,
karena wayang memenuhi semua elemen animasi, seperti layar, gambar
bergerak, dialog, dan ilustrasi musik.
Kemudian, setelah teknologi komputer berkembang, mulai
bermunculan animasi yang dibuat dengan teknologi komputer. Animasi
komputer adalah seni yang menghasilkan gambar bergerak oleh
pengguna komputer dan merupakan sebagian bidang komputer grafik dan
animasi. Animasi semakin banyak dihasilkan melalui grafik komputer
3D, walaupun masih ada banyak grafik komputer 2D. Untuk
menghasilkan gambar pergerakan, image dipaparkan pada screen
komputer dan diganti dengan image baru yang selaras gambar
sebelumnya dengan pantas. Teknik ini serupa dengan bagaimana gambar
bergerak dihasilkan melalui televisi dan film. Animasi komputer 3D pada
dasarnya merupakan pengganti digit bagi seni animasi gerak (stop
motion); patung animasi dibina pada screen komputer dan dipasang
dengan rangka cyber. Kemudian anggota badan, mata, mulut, pakaian,
dan lain-lain bagi patung 3D digerakkan oleh juru animasi. Jenis animasi
yang banyak dikenal adalah animasi 2D dan 3D. Perbedaan dari animasi
2D dan 3D adalah dilihat dari sudut pandangnya. Animasi 2D
menggunakan koordinat x dan y, sedangkan animasi 3D menggunakan
koordinat x, y dan z yang memungkinkan kita dapat melihat sudut
pandang objek secara lebih nyata.
(Sumber : Buku “The Animator’s Survival Kid”, karya Richard William).
2.5.1.1 Animasi Dua Dimensi (2D)
Animasi 2D merupakan animasi yang paling sering kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari, yang disebut dengan film kartun.
Kartun itu sendiri berasal dari kata Cartoon yang berarti gambar
yang lucu dan terbukti memang film kartun itu film yang lucu.
Contoh dari film kartun 2D misalnya Scooby Doo, Doraemon,
15
Looney Tunes, Brother Bear, Tom and Jerry, Mulan, Lion King,
dan masih banyak lagi. Walaupun kebanyakan film kartun 2D
tersebut adalah film Disney, tetapi Walt Disney bukanlah sebagai
bapak kartun animasi.
Salah satu pencipta kartun animasi yang tak ketinggalan
adalah Otto Messmer, yang menciptakan film kartun animasi
Felix The Cat, si kucing hitam, pada tahun 1919. Namun sangat
disayangkan karena distribusi yang kurang baik sehingga
membuat kita sukar untuk menemukan film-film karya Beliau.
Lain halnya dengan film ciptaan Walt Disney yang masih ada
sampai sekarang, seperti Snow White and The Seven Dwarfs
(1937) dan Pinocchio (1940).
2.5.1.2 Animasi Tiga Dimensi (3D)
Animasi 3D adalah pengembangan dari animasi 2D. Seiring
dengan berkembangnya teknologi dan komputer ini, maka teknik
membuat animasi 3D pun menjadi semakin maju secara pesat.
Dengan animasi 3D, karakter yang diperlihatkan semakin hidup
dan nyata, hampir menyerupai wujud manusia aslinya. Setelah
keluarnya film animasi 3D “Toy Story” ciptaan Disney (Pixar
Studio), maka mulai berlombalah studio-studio film animasi di
dunia untuk memproduksi film sejenis itu, yang kemudian
muncullah Bug’s Life, Antz, Dinosaurs, Toy Story 2, Monster Inc.,
Finding Nemo, The Incredible, Valian, Cars, dan lain-lain. Film-
film itu biasa disebut dengan animasi 3D atau CGI (Computer
Generated Imagery).
Tokoh yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan film
animasi adalah Walt Disney. Walt Disney banyak menghasilkan karya
yang fenomenal, seperti Mickey Mouse, Donald Duck, Pinocchio, Snow
White, dan lain-lain. Film Mickey Mouse merupakan film animasi
bersuara yang dibuat oleh Beliau dan diputar perdana di Steamboat
Willie di Colony Theater, New York, pada tanggal 18 November 1928.
Walt Disney juga menciptakan film animasi berwarna yang pertama
16
dengan judul “Flower and Trees” yang diproduksi oleh Silly Symphonies
pada tahun 1932.
Film animasi merambah pula ke negara-negara Asia. Jepang
misalnya juga telah mengambangkan film animasi sejak tahun 1913 di
mana pada waktu itu dilakukan First Experiments in Animation oleh
Shimokawa Bokoten, Koichi Junichi, dan Kitayama Seitaro pada tahun
1913. Selanjutnya, animasi di Jepang mengikuti pula perkembangan
animasi di Amerika Serikat seperti dalam hal penambahan suara dan
warna. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua negara ini banyak
bersaing dalam pembuatan animasi. Amerika dikenal dengan animasinya
yang menggunakan teknologi yang canggih dan kadang simpel.
Sedangkan animasi Jepang mempunyai jalan cerita yang menarik.
2.5.2 Film Dokumenter
Film dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita)
merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari kejadian yang
nyata atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi “dokumenter” sendiri selalu
berubah sejalan dengan perkembangan film dokumenter dari masa ke
masa. Sejak awalnya film dokumenter hanya mengacu pada produksi
yang menggunakan format film (seluloid) namun selanjutnya
berkembang hingga saat ini film dokumenter menggunakan format video
(digital). Berikut adalah ulasan singkat mengenai perkembangan sejarah
film dokumenter dari masa ke masa :
a. Film Era Bisu
Sejak awal ditemukannya sinema, para pembuat film di
Amerika dan Perancis telah mencoba mendokumentasikan apa saja
yang ada di sekeliling mereka dengan alat hasil temuan mereka.
Seperti Lumiere Bersaudara, mereka merekam peristiwa sehari-hari
yang terjadi di sekitar mereka. Bentuknya masih sangat sederhana
(hanya satu shot) dan durasinya pun hanya beberapa detik saja. Film-
film ini lebih sering diistilahkan “actuality films”. Beberapa dekade
kemudian, sejalan dengan penyempurnaan teknologi kamera
berkembang menjadi film dokumentasi perjalanan atau ekspedisi,
17
seperti South (1919) yang mengisahkan kegagalan sebuah ekspedisi
ke Antartika.
Tonggak awal munculnya film dokumenter secara resmi yang
banyak diakui oleh sejarawan adalah film Nanook of the North
(1922) karya Robert Flaherty. Filmnya menggambarkan kehidupan
seorang Eskimo bernama Nanook di wilayah Kutub Utara. Flaherty
menghabiskan waktu hingga enam belas bulan lamanya untuk
merekam aktifitas keseharian Nanook beserta istri dan putranya,
seperti berburu, makan, tidur, dan sebagainya. Sukses komersil
Nanook membawa Flaherty melakukan ekspedisi ke wilayah Samoa
untuk memproduksi film dokumenter sejenis berjudul Moana
(1926). Walau tidak sesukses Nanook namun melalui film inilah
pertama kalinya dikenal istilah “documentary”, melalui ulasan John
Grierson di surat kabar New York Sun. Oleh karena peran
pentingnya bagi awal perkembangan film dokumenter, para
sejarawan sering kali menobatkan Flaherty sebagai “Bapak Film
Dokumenter”.
Gambar 2.5.2.1 Film Nanook of The North
b. Era Menjelang dan Masa Perang Dunia
Film dokumenter berkembang semakin kompleks di era 30-an.
Munculnya teknologi suara juga semakin memantapkan bentuk film
dokumenter dengan teknik narasi dan iringan ilustrasi musik.
18
Pemerintah, institusi, serta perusahaan besar mulai mendukung
produksi film-film dokumenter untuk kepentingan yang beragam.
Salah satu film yang paling berpengaruh adalah Triump of the Will
(1934) karya sineas wanita Leni Riefenstahl, yang digunakan
sebagai alat propaganda Nazi. Untuk kepentingan yang sama,
Riefenstahl juga memproduksi film dokumenter penting lainnya,
yakni Olympia (1936) yang berisi dokumentasi even Olimpiade di
Berlin. Melalui teknik editing dan kamera yang brilyan, atlit-atlit
Jerman sebagai simbol bangsa Aria diperlihatkan lebih superior
ketimbang atlit-atlit negara lain.
Gambar 2.5.2.2 Film Olympia (1936)
Di Amerika, era depresi besar memicu pemerintah mendukung
para sineas dokumenter untuk memberikan informasi seputar latar-
belakang penyebab depresi. Salah satu sineas yang menonjol adalah
Pare Lorentz. Ia mengawali dengan The Plow that Broke the Plains
(1936), dan sukses film ini membuat Lorentz kembali dipercaya
memproduksi film dokumenter berpengaruh lainnya, The River
(1937). Kesuksesan film-film tersebut membuat pemerintah Amerika
serta berbagai institusi makin serius mendukung proyek film-film
dokumenter. Dukungan ini kelak semakin intensif pada dekade
mendatang setelah perang dunia berkecamuk.
19
Gambar 2.5.2.3 Film Why We Fight (1942-1945)
Perang Dunia Kedua mengubah status film dokumenter ke
tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah Amerika bahkan meminta
bantuan industri film Hollywood untuk memproduksi film-film
(propaganda) yang mendukung perang. Film-film dokumenter
menjadi semakin populer di masyarakat. Sebelum televisi muncul,
publik dapat menyaksikan kejadian dan peristiwa di medan perang
melalui film dokumenter serta cuplikan berita pendek yang diputar
secara reguler di teater-teater. Beberapa sineas papan atas
Hollywood, seperti Frank Capra, John Ford, William Wyler, dan
John Huston diminta oleh pihak militer untuk memproduksi film-
film dokumenter Perang. Capra misalnya, memproduksi tujuh seri
film dokumenter panjang bertajuk, Why We Fight (1942-1945) yang
dianggap sebagai seri film dokumenter propaganda terbaik yang
pernah ada. Capra bahkan bekerja sama dengan studio Disney untuk
membuat beberapa sekuen animasinya. Sementara John Ford melalui
The Battle of Midway (1942) dan William Wyler melalui Memphis
Belle (1944) keduanya juga sukses meraih piala Oscar untuk film
dokumenter terbaik.
c. Era Pasca Perang Dunia
Pada era setelah pasca Perang Dunia Kedua, perkembangan
film dokumenter mengalami perubahan yang cukup signifikan. Film
dokumenter makin jarang diputar di teater-teater dan pihak studio
20
pun mulai menghentikan produksinya. Semakin populernya televisi
menjadikan pasar baru bagi film dokumenter. Para sineas
dokumenter senior, seperti Flaherty, Vertov, serta Grierson sudah
tidak lagi produktif seperti pada masanya dulu. Sineas-sineas baru
mulai bermunculan dan didukung oleh kondisi dunia yang kini aman
dan damai makin memudahkan film-film mereka dikenal dunia
internasional. Satu tendensi yang terlihat adalah film-film
dokumenter makin personal dan dengan teknologi kamera yang
semakin canggih membantu mereka melakukan berbagai inovasi
teknik.
Tema dokumenter pun makin meluas dan lebih khusus, seperti
observasi sosial, ekspedisi dan eksplorasi, liputan even penting,
etnografi, seni dan budaya, dan lain sebagainya.
d. Direct Cinema
Pada akhir 50-an hingga pertengahan 60-an perkembangan
film dokumenter mengalami perubahan besar. Dalam produksinya,
sineas mulai menggunakan kamera yang lebih ringan dan mobil,
jumlah kru yang sedikit, serta penolakan terhadap konsep naskah dan
struktur tradisional. Mereka lebih spontan dalam merekam gambar
(tanpa diatur), minim penggunaan narasi dengan membiarkan
obyeknya berbicara untuk mereka sendiri (interview). Pendekatan ini
dikenal dengan banyak istilah, seperti “candid” cinema,
“uncontrolled” cinema, hingga cinéma vérité (di Perancis), namun
secara umum dikenal dengan istilah Direct Cinema. Beberapa faktor
yang mempengaruhi munculnya tren ini, yakni gerakan Neorealisme
Italia yang menyajikan keseharian yang realistik, inovasi teknologi
kamera 16mm yang lebih kecil dan ringan, inovasi perekam suara
portable, serta pengisi acara televisi yang popularitasnya semakin
tinggi. Pendekatan Direct Cinema terutama banyak digunakan sineas
asal Amerika, Kanada, dan Perancis.
21
Gambar 2.5.2.4 Film Primary (1960)
Sejak pertengahan 60-an, pengembangan teknologi kamera
16mm dan 35 mm yang semakin canggih serta ringan makin
menambah fleksibilitas para pengusung Direct Cinema. Sejak awal
60-an, hampir semua sineas dokumenter telah menggunakan teknik
kamera handheld untuk merekam segala peristiwa. Direct Cinema
juga berpengaruh pada perkembangan film fiksi secara estetik
melalui gerakan new wave, seperti di Perancis. Para sineas new wave
seringkali menggunakan kamera handheld, pencahayaan yang
tersedia, kru yang minim, serta shot on location. Bahkan film-film
(fiksi) mainstream pun seringkali mengadopsi teknik Direct Cinema
untuk menambah unsur realisme sebuah adegan. Pendekatan Direct
Cinema secara umum berpengaruh perkembangan seni film di dunia
terutama pada era 60-an dan 70-an.
e. Warisan Direct Cinema dan Perkembangannya Hingga Kini
Dalam perkembangannya, Direct Cinema terbukti sebagai
kekuatan yang berpengaruh sepanjang sejarah film dokumenter.
Berbagai pengembangan serta inovasi teknik serta tema
bermunculan dengan motif yang makin bervariasi. Salah satu bentuk
variasi dari Direct Cinema yang paling populer adalah
“rockumentaries” (dokumentasi musik rock). Rockumentaries
memiliki bentuk serta jenis yang beragam. Let it Be (1970)
22
memperlihatkan grup musik legendaris The Beatles yang tengah
mempersiapkan album mereka. Woodstock: Three Days of Peace &
Music (1970) garapan Michael Wadleigh merupakan dokumentasi
dari festival musik tiga hari di sebuah lahan pertanian yang
menampilkan beberapa musisi rock papan atas. Woodstock sering
dianggap sebagai film dokumenter musik terbaik sepanjang masa
dan menjadi dasar berpijak bagi film-film dokumentasi sejenis
berikutnya. Pada dekade mendatang, This is Spinal Tap (1984)
merupakan sebuah parodi rockumentary yang terbukti paling sukses
komersil pada masanya.
Tradisi Direct Cinema juga tampak pada film-film
kontroversial karya Fredrick Wiseman. Film-filmnya banyak
bersinggungan dengan kontrol sosial, berkait erat dengan birokrasi
dan bagaimana masyarakat dibuat frustasi olehnya. Dalam film
debutnya, High School (1968) memperlihatkan bagaimana para
siswa berontak melawan birokrasi di sekolah mereka. Maysles
Bersaudara memproduksi film “Direct Cinema” Amerika
berpengaruh, Salesman (1966) yang menggambarkan seorang
salesman yang gagal. Sejak era 70-an, format film dokumenter mulai
berubah melalui kombinasi pendekatan Direct Cinema, kompilasi
footage, narasi, serta iringan musik. Salah satu sineas yang
mempelopori format kombinasi ini adalah Emile De Antonio melalui
film anti perangnya, Vietnam: In the Year’s of the Pig (1969). Dalam
perkembangannya format ini mendominasi gaya film dokumenter
selama beberapa dekade ke depan. Munculnya format digital juga
semakin memudahkan siapa pun untuk memproduksi film
dokumenter. Kritik sosial dan politik, lingkungan hidup, serta
keberpihakan kaum minoritas masih menjadi menu utama tema film
dokumenter beberapa dekade ke depan.
(Sumber : http://montase.blogspot.com/2008/05/sejarah-film-
dokumenter.html - Jumat, 22 Februari 2013 – 11.15).
23
2.5.3 Sejarah
Menurut buku “Sumber-sumber Sejarah Jakarta” karya Adolf
Heuken SJ, sejarah merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi
pada masa lampau. Bersejarah atau historical dapat diartikan sebagai
suatu kejadian yang luar biasa dan jarang terjadi dalam sejarah sehingga
menonjol, atau suatu peristiwa yang berakibat besar di kemudian hari,
atau hal yang nyata karena benar-benar dalam masa yang silam. Asal
usul dan arti asli dari ‘sejarah’ yang dalam bahasa inggris ‘history’
berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘penyelidikan, pengetahuan,
berita tentang sesuatu, cerita tentang kejadian’.
Sumber sejarah bisa beraneka ragam, misalnya benda-benda pra-
sejarah, peninggalan-peninggalan jaman dahulu seperti mata uang, peta,
catatan pajak atau akte notaris, notulen rapat, laporan, surat-surat, dan
lain-lain. Mencari dan mengerti sumber sejarah tidaklah selalu mudah.
Huruf asing atau yang tidak lazim lagi, tulisan tangan jelek, huruf yang
sudah rusak mempersulit membaca sumber-sumber sejarah yang
bersangkutan.
Kebenaran sejarah tentang kejadian masa lalu dan persepsi yang
tepat tidak tergantung dari pandangan umum dalam masyarakat,
keputusan pemerintah, resminya suatu buku sejarah, lamanya suatu
tafsiran sudah berlaku, atau dari seorang ‘penanggungjawab sejarah’.
Pengetahuan kita tentang masa lalu bergantung pada sumber-sumber dan
yang paling utama adalah kejujuran serta pengetahuan penulisnya dan
pemilahan sumber-sumber itu oleh sejarahwan.
(Sumber : Buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, karya A. Heuken).
2.6 Data Pembanding
Saat ini mulai bermunculan film-film dokumenter yang berupa animasi,
baik secara 2D maupun 3D. Penulis menemukan beberapa film dokumenter
yang diantaranya penggunaan animasi 2D dengan judul “H2oil Animated
Sequence” dan animasi 2D digabungkan dengan 3D yang berjudul “ Ericsson
CES 2012 Keynote Film - Onesize Motion Direction Design”.
24
Gambar 2.6.1 H2oil Animated Sequence
Gambar 2.6.2 Ericsson CES 2012 Keynote Film - Onesize Motion
Direction Design
2.7 Target
2.7.1 Geografis
Umur : 10 tahun ke atas.
Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan.
Status sosial : Bawah, Menengah ke atas.
2.7.2 Psikografis
Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan.
Hobi : Membaca, menonton TV, jalan-jalan.
2.7.3 Demografis
Wilayah : Indonesia, khususnya Jakarta.
25
2.8 Analisa SWOT
2.8.1 Strength
- Membantu melestarikan budaya dan sejarah Indonesia.
- Animasi saat ini mulai diminati oleh masyarakat sehingga penyajian
informasi mengenai sejarah Jakarta ini dalam media animasi dapat
menjadi sebuah daya tarik tersendiri di mata masyarakat, terutama
generasi muda.
- Melalui media animasi ini, pesan dan informasi dapat dengan mudah
diterima dan dimengerti oleh masyarakat.
- Masih jarang terdapat sebuah film dokumenter animasi yang
menceritakan tentang sejarah Jakarta.
2.8.2 Weakness
- Kurangnya minat dari generasi muda untuk menonton film tentang
sejarah dikarenakan banyaknya film-film yang lebih menarik untuk
ditonton, seperti sinetron dan film dari luar negeri.
- Minat generasi muda untuk mengetahui tentang sejarah hanya
berdasarkan pengetahuan yang didapat di sekolah saja.
- Keterbatasan waktu penyajian yang sempit sehingga informasi tidak
dapat disampaikan secara lengkap.
2.8.3 Opportunity
- Animasi di Indonesia masih dalam tahap berkembang sehingga ada
peluang besar untuk berhasil menyita perhatian masyarakat, yang
terutama generasi muda.
- Penyajian film dokumenter dengan media animasi gabungan antara
animasi 2D dan 3D masih dibilang cukup sedikit.
2.8.4 Threat
- Pengetahuan yang diberikan tidak dapat terlalu kompleks.
- Masih kalahnya persaingan dengan animasi luar negeri yang
cenderung lebih menyita perhatian masyarakat karena kualitasnya
yang lebih baik.