Upload
dinhduong
View
236
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Indonesia
15
BAB 2
GAMBARAN UMUM
MUSEUM TAMAN PRASASTI
2.1. Sejarah Museum Taman Prasasti
Pada awalnya, tahun 1795, Museum Taman Prasasti digunakan sebagai
pemakaman khusus orang asing di Batavia, terutama yang beragama Kristen
(Heuken, 1997:244). Pemakaman yang disebut Kerkhof Laan atau Kebon Jahe
Kober (kober = kuburan), pertama kali digunakan pada tanggal 28 September
1795 (Joga dkk., 2005:6). Berdasarkan publicatie dari kastil Batavia pada tanggal
14 Desember 1798, kawasan pemakaman itu secara resmi ditetapkan menjadi
tempat pemakaman umat kristiani (Suratminto, 2006:124). Publicatie tersebut
dikeluarkan menyusul keputusan Republik Bataaf di Belanda tahun 1795 yang
melarang memakamkan orang yang meninggal di dalam gereja. Peraturan itu
merupakan salah satu pengaruh pencerahan (reformasi gereja) di Eropa pada akhir
abad ke-18 (Suratminto, 2006:124). Mereka menyatakan bahwa memakamkan
orang meninggal di dalam gereja tidak baik bagi kesehatan jemaat gereja
(Suratminto, 2006:124).
Pemakaman Kebon Jahe secara resmi mulai berfungsi setelah
dibongkarnya kawasan pemakaman yang berada di Gereja Belanda Baru (Nieuwe
Hollandsche Kerk) yang saat ini telah menjadi Museum Wayang yang terletak di
Jalan Pintu Besar Utara nomor 27 (DMS DKI Jakarta, 1994:8)7. Pembongkaran
tersebut disebabkan karena tuntutan rencana pengembangan Kota Batavia (DMS
DKI Jakarta, 1994:8). Selain itu, pemerintah berupaya mencari lahan yang lebih
luas untuk menampung orang meninggal yang jumlahnya semakin meningkat
(DMS DKI Jakarta, 1994:8).
Kondisi Kota Batavia yang semakin padat menyebabkan atmosfer yang
tidak sehat, sehingga banyak warga kota yang terserang wabah penyakit malaria,
diare, dan penyakit lainnya, yang menyebabkan kematian (Joga dkk., 2005:6).
Ketika itu proses mortalitas (kematian) berjalan wajar dan mungkin lebih cepat
7 DMS DKI Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
15
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
16
(DMS DKI Jakarta, 1994:8). Akibatnya, halaman gereja tidak mampu lagi
menampung banyaknya makam (Joga dkk., 2006:6). Melihat hal tersebut,
pemerintah Kota Batavia memutuskan mencari lahan pemakaman baru di luar
kota (Joga dkk., 2006:6). Sebagai lahan pengganti, dicari lokasi baru di luar kota
ke arah selatan, yakni di Kebon Jahe yang termasuk daerah Tanah Abang (DMS
DKI Jakarta, 1994:8).
Pemakaman Kebon Jahe terletak di dekat Rijswik (sekarang Harmoni) dan
Tanah Abang Straat (sekarang Jalan Abdul Muis) (Suratminto, 2006:124).
Pemakaman tersebut memiliki area seluas 5,9 hektar dan dibatasi oleh tembok
keliling (Heuken, 1997:243). Salah satu sumber mengatakan bahwa lahan itu
dihibahkan dari keluarga van Rimsdijk yang merupakan tuan tanah yang kaya
raya di Batavia (DMS DKI Jakarta, 1994:8). Jeremias van Rimsdijk pernah
menjabat sebagai Gubernur Jenderal ke-29, yaitu periode 1775-1777 (DMS DKI
Jakarta, 1994:8).
Pemakaman Kebon Jahe terletak jauh dari tembok Kota Batavia, namun
memiliki lokasi yang cukup strategis, yaitu dekat Sungai Krukut. Bila ada warga
Batavia yang meninggal dunia, maka puluhan perahu dan sampan dimanfaatkan
untuk membawa jenazah dari pusat kota menuju Pemakaman Kebon Jahe,
menyusuri Sungai Krukut. Setelah melewati sungai, jenazah dibawa dengan kereta
jenazah menuju lokasi pemakaman yang jaraknya sekitar 500 meter (Joga dkk.,
2005:6).
Ketika VOC dibubarkan pada tahun 1799, keadaan gedung Koepelkerk
sudah parah8. Bagian-bagian yang rusak akan diperbaiki dengan dana yang
terbatas, namun Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan menjual gereja
tersebut supaya dapat dibongkar (1808). Nisan-nisan besar dari keluarga
terkemuka sebagian dijual dan sebagian dipindahkan ke Pemakaman Kebon Jahe.
Batu-batu nisan yang diambil dari ruang tengah gereja berjumlah 48 nisan,
sedangkan 24 nisan lagi berasal dari lorong gereja (Joga dkk., 2005:7).
Sejak saat itu, Pemakaman Kebon Jahe menjadi lokasi pemakaman bagi
pegawai kompeni Belanda dan orang-orang yang disetarakan dengan orang
Belanda. Hal itu terus berlanjut hingga masa pemerintahan VOC berakhir, 8 Oude Koepelkerk (1626) merupakan gereja tertua di Batavia, yang terletak di dalam Kasteel Batavia (Joga dkk., 2005:3).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
17
kemudian masa pemerintahan Perancis (1808-1811), pemerintahan Inggris (1811-
1816), bahkan saat Indonesia kembali ke tangan Belanda dan Jepang sampai tahun
1945 (DMS DKI Jakarta, 1994:8-10).
Pemakaman tersebut berkembang menjadi suatu pemakaman yang
prestisius karena banyaknya orang terkenal yang dimakamkan di sana, baik
pejabat penting, pelaku sejarah, hingga selebritis pada masanya. Beberapa di
antaranya adalah Olivia Mariamne Raffles (istri Gubernur Jenderal Inggris, Sir
Thomas Stamford Raffles), Dr. H.F. Roll (pencetus gagasan dan pendiri Stovia),
dan Dr. J.L.A. Brandes (ahli sejarah purbakala Indonesia) (Joga dkk., 2005:7).
Dalam pembangunannya, Pemakaman Kebon Jahe dibatasi oleh tembok
keliling. Bangunan yang berada di depan merupakan plaza (bangunan induk) yang
dibangun dengan gaya Doria yang memiliki pilar-pilar kokoh (1844). Dinding-
dinding pada bangunan itu ditempeli nisan-nisan pindahan dari pemakaman
sebelumnya, Nieuwe Hollandsche Kerk. Ruang utama bangunan induk merupakan
tempat berlangsungnya upacara ritual keagamaan sebelum pemakaman
berlangsung. Pada bagian belakang terdapat dua ruangan persemayaman jenazah.
Ruangan untuk persemayaman jenazah laki-laki berada di sebelah kiri, sedangkan
perempuan di sebelah kanan (Joga dkk., 2005:7-8).
Setelah Indonesia merdeka, pengelolaan Pemakaman Kebon Jahe
ditangani oleh Yayasan Verberg di bawah Pemerintah Gemente Batavia (1945-
1947). Namun karena situasi pemerintahan masih labil pada awal kemerdekaan,
maka para pengurus Yayasan Verberg kembali ke Belanda. Pengelolaan
Pemakaman Kebon Jahe diserahkan kepada Yayasan Palang Hitam milik keluarga
J. M. Panggabean. Yayasan tersebut mengelola Pemakaman Kebon Jahe dari
tahun 1947 sampai 1967 (DMS DKI Jakarta, 1994:10).
Ketika Pemakaman Kebon Jahe akan direlokasi, Pemerintah DKI Jakarta
melakukan negosiasi dengan Yayasan Palang Hitam yang menghasilkan
keputusan bahwa yayasan tersebut mendapat bagian dari bekas lahan pemakaman
sekitar 4000 m2 yang kemudian digunakan sebagai kantor yayasan. Yayasan
Palang Hitam hingga saat ini masih bergerak dalam usaha sosial pengurusan
kematian, seperti penyediaan mobil jenazah dan peti jenazah (DMS DKI Jakarta,
1994:10).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
18
2.2. Pengelolaan Museum Taman Prasasti
Pada tahun 1967, pengelolaan kompleks Pemakaman Kebon Jahe
dialihkan dari Yayasan Palang Hitam ke Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta
yang dilaksanakan oleh Dinas Pemakaman, salah satu Dinas Teknis Daerah yang
baru dibentuk saat itu (DMS DKI Jakarta, 1994:10). Untuk menjaga dan
memelihara kesinambungan sejarah Kota Jakarta, maka pada tahun 1975 lokasi
tersebut dinyatakan ditutup sebagai kawasan pemakaman (Joga dkk., 2005:8).
Namun nisan dan bangunan makam yang ada tidak boleh dipindahkan (Joga dkk.,
2005:8).
Selanjutnya Pemda DKI Jakarta mengadakan inventarisasi dan penyuluhan
bagi para ahli waris, baik secara langsung maupun melalui perwakilan warga
negara asing. Pada tahun 1976 dimulailah pembongkaran kawasan pemakaman
dan seluruh kerangka yang ada digali dan kemudian dimakamkan kembali.
Terdapat pula kerangka yang kemudian dimakamkan oleh ahli waris di tempat
lain atau bagi yang tidak memiliki ahli waris, maka Pemda DKI Jakarta melalui
Dinas Pemakaman menguburkan kembali kerangka tersebut di Tempat
Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Sebagian kerangka ada
yang dibawa oleh pihak keluarga ke tanah leluhurnya di luar negeri dan ada yang
dimakamkan di Aceh, seperti Jenderal Kohler. Selain itu terdapat beberapa nisan
atau bangunan makam yang tidak boleh dipindahkan (DMS DKI Jakarta,
1994:10).
Nisan yang terpilih saat itu berjumlah sekitar 1200, sedangkan jumlah
makam yang tercatat sebelum pembongkaran sekitar 4600. Selain banyak yang
rusak ketika pembongkaran, banyak juga makam atau nisan yang tidak layak
untuk dijadikan koleksi museum. Nisan-nisan yang berbentuk datar umumnya
ditempelkan pada dinding sisi selatan, utara, dan sebagian sisi timur. Sedangkan
nisan-nisan yang berbentuk tugu atau patung ditempatkan pada area taman yang
terbagi atas sebelas kavling dan diselingi oleh jenis-jenis pohon pelindung yang
hijau dan rindang, serta rerumputan hijau agar suasana taman nampak asri (DMS
DKI Jakarta, 1994:10-11).
Sejak penutupan Kebon Jahe sebagai kawasan pemakaman pada tahun
1975, lahan tersebut dibiarkan terlantar hingga tahun 1977. Pemerintah Daerah
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
19
ketika itu melihat adanya potensi yang bisa dikembangkan pada lahan pemakaman
tersebut, sehingga pemerintah berkesimpulan untuk memugar, menata ulang, dan
mengembangkannya menjadi suatu museum. Penataan dan pemilihan koleksi
dilakukan dengan meninjau nisan makam-makam yang memiliki nilai sejarah
penting. Namun demikian, luas lahan mengalami penyempitan menjadi 1,3 hektar
(Joga dkk., 2005:9).
Dalam proses pembongkaran hingga penataan kembali menjadi museum,
instansi yang terkait di dalamnya adalah Dinas Pemakaman DKI Jakarta, Dinas
Tata Bangunan dan Pemugaran DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan Dinas Tata
Kota. Langkah yang diambil Pemda DKI Jakarta untuk menciptakan Museum
Taman Prasasti merupakan salah satu program penyelamatan dan pelestarian nilai-
nilai sejarah dan budaya. Oleh karena tujuan itu, maka pada tanggal 9 Juli 1977
kawasan Pemakaman Kebon Jahe diresmikan sebagai Museum Taman Prasasti di
bawah naungan Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta (kini Dinas Kebudayaan
dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta). Peresmian dilakukan oleh Ali Sadikin,
yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (DMS DKI Jakarta,
1994:11).
Tujuan pendirian Museum Taman Prasasti adalah untuk menyelamatkan
dan melestarikan benda-benda peninggalan sejarah dan budaya yang bernilai
tinggi, serta pengadaan ruang terbuka hijau sebagai paru-paru kota. Berkenaan
dengan hal tersebut, Pemda DKI Jakarta menetapkan Museum Taman Prasasti
sebagai salah satu bangunan bersejarah yang dilindungi oleh undang-undang
berdasarkan UU No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dengan Surat
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993 tanggal 29 Maret 1993
dengan nomor urut 16 pada lampiran surat keputusan tersebut (DMS DKI Jakarta,
1994:12).
Berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya dan Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 14 tahun 1988 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, Pemda DKI Jakarta melalui
Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 475 tahun 1993 menetapkan
Museum Taman Prasasti sebagai bangunan bersejarah. Bahkan Museum di ruang
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
20
terbuka itu layak dikategorikan sebagai kawasan lansekap cagar budaya yang
harus dilestarikan (Joga dkk., 2005:12).
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan Kepala
Museum Taman Prasasti, dapat diketahui bahwa pada awal pendiriannya museum
tersebut diberi nama Museum Taman Prasasti. Hal itu dikarenakan koleksinya
yang sebagian besar merupakan prasasti nisan Belanda pada masa kolonial. Pada
perkembangannya, penamaan museum sempat berganti menjadi Museum Prasasti.
Kata “taman” dihilangkan dengan alasan menghindari kerancuan di antara
instansi-instansi pemerintah yang terlibat untuk menanganinya, dalam hal ini
adalah Dinas Pertamanan dan Dinas Museum dan Sejarah Pemda DKI Jakarta.
Namun saat ini penamaan museum sudah kembali menjadi Museum Taman
Prasasti. Mengenai instansi, organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis yang
menanganinya telah diatur secara jelas di dalam Keputusan Gubernur Kepala DKI
Jakarta, No. 134, Tahun 2002 (lihat lampiran 3, halaman 121).
Museum Taman Prasasti merupakan museum milik Pemerintah Daerah
(Pemprov DKI Jakarta). Dalam perkembangannya, museum telah mengalami
perubahan struktur organisasi. Pada tahun 1977, ketika Museum Taman Prasasti
pertama kali diresmikan oleh Ali Sadikin, struktur organisasi museum sama
dengan semua museum yang berada di bawah Pemda DKI Jakarta. Berdasarkan
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 653 Tahun 1990 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Museum, Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta membawahi tujuh
museum, yaitu:
1. Museum Sejarah Jakarta
2. Museum Bahari
3. Museum Seni Rupa dan Keramik
4. Museum Wayang
5. Museum Tekstil
6. Museum Joang’45
7. Museum Prasasti
Struktur organisasi tersebut kemudian mengalami perubahan pada tahun
2001. Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001
tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
21
Sekretariat DPRD Propinsi DKI Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
(merupakan gabungan dari Dinas Kebudayaan dengan Dinas Museum dan
Pemugaran) membawahi beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT). Perubahan
struktur dijelaskan secara terperinci dalam Keputusan Gubernur Kepala DKI
Jakarta Nomor 134 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Propinsi DKI Jakarta. Dinas Kebudayaan dan Permuseuman membawahi sepuluh
UPT, yaitu:
1. Unit Pengelola Monumen Nasional
2. Museum Sejarah Jakarta
3. Museum Bahari
4. Museum Tekstil
5. Museum Seni Rupa dan Keramik
6. Museum Wayang
7. Museum Joang ‘45
8. Taman Arkeologi Onrust
9. Balai Konservasi
10. Balai Latihan Kesenian
Pada struktur tersebut, Museum Taman Prasasti digabungkan
pengelolaannya dengan Museum Sejarah Jakarta. Museum Taman Prasasti
bukanlah merupakan satu UPT tersendiri, melainkan hanya seksi yang lingkupnya
berada di bawah Museum Sejarah Jakarta (Seksi Prasasti). Alasan penggabungan
tersebut, menurut Kepala Museum Taman Prasasti (juga Kepala Museum Sejarah
Jakarta), adalah lingkup Museum Taman Prasasti yang bersifat khusus, dan
pengembangan museum yang dirasakan sedikit sulit. Akibatnya, lingkup
pekerjaannya menjadi terbatas. Melihat hal itu, akhirnya disepakati bahwa pejabat
yang menangani pengelolaan museum tersebut cukup pejabat eselon IV (biasanya
Kepala Museum adalah pejabat eselon III). Selain itu tujuan lain dari
penggabungan museum adalah efisiensi yang meliputi efisiensi dana dan tenaga
(SDM). Bila sebelumnya Museum Taman Prasasti memiliki anggaran operasional
sendiri, maka sekarang anggaran tersebut di bawah anggaran operasional Museum
Sejarah Jakarta.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
22
Museum Taman Prasasti dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
bertanggung jawab kepada Kepala Museum Sejarah Jakarta. Kepala Seksi
mempunyai staf yang membantu pekerjaannya. Bersama para staf, ia
melaksanakan pengelolaan museum secara menyeluruh (memiliki tugas kerja
yang merangkap). Pekerjaan tersebut meliputi perencanaan, pengawasan,
pengelolaan tata usaha, penyelenggaraan pameran, serta pelayanan edukasi.
Museum Taman Prasasti merupakan salah satu seksi di bawah UPT
Museum Sejarah Jakarta, yang disebut Seksi Prasasti. Oleh karena itu, visi dan
misi yang dimilikinya sama dengan visi dan misi Museum Sejarah Jakarta.
Adapun visi dan misi museum tersebut adalah sebagai berikut.
Visi
Terwujudnya Museum Sejarah Jakarta (dan Museum Taman
Prasasti) sebagai objek wisata unggulan.
Misi
1. Mengadakan, meneliti, merawat dan melestarikan, menata, serta
memamerkan koleksi sebagai sumber informasi dan daya tarik
wisata.
2. Memberikan pelayanan jasa informasi tentang sejarah Kota
Jakarta.
3. Melaksanakan pengelolaan retribusi masuk museum dan
pemanfaatan aset kekayaan daerah.
Kepala Museum Taman Prasasti menjelaskan bahwa dalam merencanakan
pengembangan program museum yang berkelanjutan, museum tidak berwawasan
statis. Museum memiliki visi yang jauh ke depan. Rencana pengembangan
program ada yang bersifat jangka menengah ataupun berkelanjutan. Mengingat
Museum Taman Prasasti berada di bawah Museum Sejarah Jakarta, maka
pengembangan programnya mengacu pada master Plan Museum Sejarah Jakarta.
Master Plan tersebut dapat ditinjau beberapa tahun sekali, misalnya bila terjadi
perubahan struktur atau pengaruh situasi ekonomi, sosial, dan politik. Namun
demikian, tidak tertutup kemungkinan bagi Museum Taman Prasasti untuk
mengembangkan dirinya secara mandiri.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
23
Pengembangan secara mandiri dapat dilakukan berdasarkan hasil seminar
diskusi mengenai pengembangan Museum Taman Prasasti pada tahun 2005 yang
melibatkan berbagai instansi terkait.9 Adapun kesimpulan yang dihasilkan dalam
seminar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Museum Taman Prasasti, yang merupakan sisa dari Makam Kebon Jahe,
adalah sebuah situs arkeologi yang memiliki nilai kesejarahan yang sangat
penting bagi kota Jakarta. Situs makam kuno yang berada di wilayah
Jakarta Pusat ini relatif masih terjaga dengan baik dan sudah berstatus
sebagai cagar budaya (SK Gubernur no. 475, tahun 1993), namun sangat
membutuhkan penanganan lebih terfokus dan serius untuk
mempertahankan eksistensinya di masa mendatang.
2. Sebagai sebuah situs, Museum Taman Prasasti tidak dapat lepas dari
perkembangan lingkungannya yang kini telah berubah menjadi lahan
hunian penduduk dan perkantoran.
3. Keberadaan Museum Taman Prasasti sebagai cerminan sejarah peradaban
penduduk Kota Jakarta harus dipertahankan agar dapat dihargai oleh
masyarakat.
4. Pengembangan Museum Taman Prasasti perlu dirancang arah
pengembangannya untuk dapat memberikan sumbangan nyata bagi
kebanggaan bangsa, pemahaman sejarah dan identitas kota, serta
kenyamanan dan keindahan lingkungan kota bagi kesejahteraan warga
(Rumusan Hasil Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti,
Museum Sejarah Jakarta, 2005).
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka rekomendasi yang dihasilkan
adalah sebagai berikut:
1. Mengganti nama Museum Taman Prasasti menjadi Museum Kerkhof
Kebon Jahe (Kebon Jahe Memorial Museum), mengingat sebenarnya situs
yang digunakan sebagai museum adalah sebuah makam (kerkhof) Belanda
yang didirikan pada akhir abad ke-18.
9 Seminar “Pengembangan Museum Taman Prasasti” yang diselenggarakan oleh Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 13-14 Juli 2005 di Jakarta.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
24
2. Dalam upaya pengembangan museum tersebut harus tetap
mempertahankan statusnya sebagai situs makam bersejarah, beserta nilai-
nilai yang melekat padanya.
3. Makam yang terdapat pada situs menjadi koleksi museum, termasuk
benda-benda lain yang berhubungan dengan pemakaman kuno di Kebon
Jahe.
4. Upaya pengembangan museum perlu diselaraskan dengan penataan
lingkungan sebagai suatu kesatuan.
5. Upaya pengembangan museum tetap berpegang pada kaidah-kaidah
konservasi internasional.
6. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, rancangan pengembangan museum
harus disayembarakan secara terbuka.
7. Museum perlu dirancang pengembangannya sebagai suatu lembaga
informasi dan konservasi, serta sebagai tempat rekreasi-edukatif.
8. Demi kelangsungan hidup museum di masa depan, perlu dibentuk
lembaga kemitraan dengan masyarakat (Rumusan Hasil Seminar
Pengembangan Museum Taman Prasasti, Museum Sejarah Jakarta, 2005).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Museum Taman Prasasti,
dapat diketahui bentuk penyelenggaraan evaluasi museum. Evaluasi hasil kerja
Museum Taman Prasasti dilakukan bersamaan dengan Museum Sejarah Jakarta.
Karena museum tersebut merupakan museum pemerintah daerah, maka bentuk
evaluasi dilakukan secara dua tahap, salah satunya dilakukan oleh Badan
Pengawasan Daerah (Bawasda). Bawasda melakukan evaluasi secara fungsional,
meliputi pengawasan dan pemeriksaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) yang digunakan untuk kegiatan operasional museum. Evaluasi yang
kedua dilakukan oleh pihak manajemen Museum Sejarah Jakarta. Evaluasi
dilakukan terhadap setiap program, untuk kemudian diperbaiki atau ditingkatkan
di masa mendatang.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
25
2.3. Koleksi Museum Taman Prasasti
Koleksi museum sebagian besar merupakan nisan-nisan makam
masyarakat Belanda di Batavia. Nisan-nisan itu dapat disebut sebagai prasasti
yang berasal dari masa kolonial. Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu
definisi dari prasasti itu sendiri. Prasasti adalah sumber-sumber sejarah dari masa
lampau yang tertulis di atas batu atau logam (Boechari, 1977:2). Namun dalam
perkembangannya, prasasti dapat didefinisikan sebagai suatu perwujudan dari
ungkapan isi hati yang dalam dari para pemesan atau penggunanya di atas suatu
wadah, baik berupa batu, logam, daun lontar, dan lainnya (DMS DKI Jakarta,
1994:13). Pengertian dan jenis prasasti yang menjadi koleksi museum adalah
prasasti yang berasal dari masa kolonial, dalam hal ini berupa nisan makam.
Museum Taman Prasasti merupakan suatu situs yang berasal dari masa
kolonial di Batavia (1795). Oleh karena itu, kawasan museum sendiri merupakan
kawasan bersejarah atau situs arkeologi yang harus dilestarikan.
Bangunan induk pemakaman yang terletak di bagian depan dibangun
kemudian pada tahun 1844. Bangunan tersebut dibangun dengan gaya Doria dan
pada dindingnya ditempelkan nisan-nisan yang dipindahkan dari pemakaman
lama di Gereja Belanda Baru (DMS DKI Jakarta, 1994:8). Pada nisan-nisan
pindahan itu diberi tanda “HK” (Holandsche Kerk) (DMS DKI Jakarta, 1994:8).
Foto 1. Tampak depan Museum Taman Prasasti, terdapat bangunan induk bergaya Doria
(Heuken, 2007:289)
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
26
Pada abad ke-19, ketika gereja-gereja tua yang berada di pusat kota
berserta halamannya dirobohkan, beberapa batu nisan pada tempat tersebut
dibawa ke Pemakaman Kebon Jahe, sedangkan sisanya dijual kepada pembeli-
pembeli Tionghoa. Beberapa batu yang berasal dari Gereja Belanda Baru diberi
kode “HK”, dan saat ini ditempelkan di dinding bangunan induk museum.
Beberapa nisan lain yang berasal dari gereja Portugis yang terbakar, kini
ditempatkan pada dinding dan halaman museum (DMS DKI Jakarta, 1994:22).
Di bagian beranda depan (dinding sayap bangunan induk), pada dinding
sebelah kanan ditempelkan tiga belas batu nisan dan pada dinding sebelah kiri
ditempelkan lima batu nisan. Nisan-nisan yang dipindahkan dari Gereja Belanda
baru tersebut adalah milik orang-orang yang hidup di Batavia pada abad ke-17
dan 18. Tokoh-tokoh di balik nisan dapat menceritakan dan memberikan
gambaran mengenai kehidupan masyarakat Batavia pada ke-17 dan 18 (DMS DKI
Jakarta, 1994:22).
Foto 2 dan 3. Beberapa nisan pada dinding beranda depan sebelah kanan (Atina Winaya, 2008)
Foto 4. Beberapa nisan pada dinding beranda depan sebelah kiri (Atina Winaya, 2008)
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
27
Pada dinding sisi kiri bangunan induk, diletakkan delapan nisan yang
kualitas batunya amat baik. Nisan-nisan tersebut merupakan nisan yang
dipindahkan dari Gereja Belanda Baru. Salah satunya adalah nisan Michiel
Westpalm. Ia adalah direktur jenderal perusahaan di Batavia dan memiliki
hubungan kekeluargaan dengan Gubernur Jenderal Reiner de Klerk (pemilik
rumah yang sekarang dikenal sebagai Gedung Arsip). Sedangkan pada dinding
sisi kanan bangunan induk, terdapat pula delapan batu nisan yang berasal dari
abad ke-17 dan 18. Nisan-nisan itu juga merupakan nisan yang dipindahkan dari
Gereja Belanda baru. Nisan pertama yang berada di sebelah pintu masuk adalah
nisan Jacques de Bollon. Ia membuat beberapa gedung di Jakarta, salah satunya
adalah gudang (pakhuizen) yang saat ini telah menjadi Museum Bahari (DMS
DKI Jakarta, 1994:23).
Foto 5 dan 6. Nisan-nisan pada sisi kanan dan kiri bangunan induk
(Atina Winaya, 2008)
Pada pintu masuk menuju halaman museum, terdapat gerbang kayu yang
indah dan terkesan antik. Di sebelah kiri dan kanan gerbang tersebut terdapat
masing-masing dua batu nisan yang ditempelkan pada dinding (nisan menghadap
ke halaman dalam museum). Di halaman tersebut terdapat nisan-nisan yang
sebagian besar terbaring di atas tanah dan diselingi oleh rumput dan pepohonan
yang rindang (DMS DKI Jakarta, 1994:25).
Halaman dalam Museum Taman Prasasti dibagi menjadi sebelas blok
(kavling). Blok-blok tersebut dibatasi oleh vegetasi, parit, atau jalan setapak.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
28
Foto 7. Gerbang kayu dan nisan-nisan yang menempel pada dinding (Atina Winaya, 2008)
Gambar 1. Keletakan nisan pada dinding beserta pembagian blok (kavling) (DMS DKI Jakarta, 1994:26, telah diolah kembali)
Dinding beranda depan sebelah kanan, terdapat 13 nisan.
Dinding beranda depan sebelah kiri, terdapat 5 nisan.
Dinding samping pintu gerbang menghadap ke halaman museum, masing-masing sisi terdapat 2 nisan.
Bangunan induk, masing-masing sisi terdapat 8 nisan.
Dinding barat museum, terdapat 59 nisan.
Keterangan:
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
29
Museum memiliki gedung serba guna yang dibangun pada tahun 1989.
Koleksi yang terdapat di dalam gedung serba guna adalah koleksi-koleksi
tambahan seperti maket makam 27 propinsi di Indonesia (DMS DKI Jakarta,
1994:26). Selain itu terdapat replika peti mati Bung Karno dan Bung Hatta yang
dipindahkan dari area outdoor museum.
Koleksi nisan yang dimiliki Museum Taman Prasasti mencapai 1242
nisan. Melalui nisan-nisan tersebut, dapat diketahui berbagai macam bentuk nisan
beserta latar belakangnya, selera estetis, dan perasaan yang terungkap dalam
bentuk tulisan, gaya, dan seni ukir (DMS DKI Jakarta, 1994:2). Sebagian besar
koleksi museum merupakan nisan yang berasal dari makam masyarakat Belanda.
Namun pihak museum juga mengadakan penambahan koleksi seperti nisan Cina,
nisan Islam, serta kereta kuda penarik jenazah (DMS DKI Jakarta, 1994:11).
Menurut Buku Inventarisasi Koleksi Museum Prasasti tahun 1999, jumlah
keseluruhan koleksi Museum Taman Prasasti mencapai 1372 koleksi. Koleksi-
koleksi tersebut berupa nisan-nisan kolonial, Cina, Islam Cina, Jepang, maket
makam 27 propinsi, tugu, monumen, kereta jenazah, vas bunga, pot bunga, pot
besi, pot marmer, pilar, piala/trophi, salib, patung bidadari, patung salib, patung
wanita menangis, dan patung lainnya.
Foto 8. Beberapa koleksi nisan kolonial Foto 9. Beberapa koleksi nisan Cina
(Atina Winaya, 2008) (Atina Winaya, 2008)
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
30
Foto 10. Koleksi kereta jenazah Foto 11. Koleksi patung wanita menangis (Atina Winaya, 2008) (Atina Winaya, 2008)
Tidak semua koleksi yang dimiliki Museum Taman Prasasti dipamerkan
dan disajikan kepada pengunjung. Hal tersebut dikarenakan keadaan ruang yang
terbatas. Koleksi-koleksi museum yang tidak dipamerkan, disimpan di gudang.
Pada tahun 2008, dilakukan inventarisasi terhadap koleksi museum yang
berada di ruang pameran. Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut, maka diketahui
bahwa terdapat 940 koleksi yang berada di ruang pameran. Adapun keterangan
mengenai jumlah koleksi dan penempatannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Inventarisasi koleksi museum menurut lokasi/blok tempat koleksi
(Inventarisasi Museum Taman Prasasti, 2008)
Kondisi No Lokasi Baik Rusak Lain-lain Jumlah
1 Blok A 37 7 - 44 2 Blok B 44 18 - 62 3 Blok C 6 8 - 14 4 Blok D 96 48 - 144 5 Blok E 16 16 - 32 6 Blok F 32 59 - 91 7 Blok G 30 32 - 62 8 Blok H 64 12 - 76 9 Blok I 47 14 - 61
10 Blok J 20 0 - 20 11 Blok K dan Gd. Serba Guna 35 1 - 36 12 Pilar 180 0 - 180 13 Dinding Barat 35 24 - 59 14 Dinding Timur 59 0 - 59
JUMLAH 701 239 - 940
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
31
Menurut Nirwono Joga dkk. dalam bukunya yang berjudul Museum
Taman Prasasti: Metamorfosis Kerkhof Laan Menjadi Museum, Museum Taman
Prasasti memiliki 32 makam insitu (Joga dkk., 2005:13). Adapun nisan (prasasti)
yang insitu tersebut adalah sebagai berikut:
No Nama No Nama 1. Anthony Mikken
Hacen van Am Sterdam ceboren Den 17 January 1792 EN………………EEDEN Den Oktober 1809 Oud 47………….AREN 8 MAAN DEN TEN 27 DAGEN No. ………….
2.
Adriaan Osstwalt Directeur generaal van Netherlands India 30 Dec 1734 No. 19
3. Rust Plaats van de familie JRS VAN RIEMSDIJK G: G: OVER N: INDIE OB. AND. DNI. 1777 No. 22
4. Hier Legal Begraven Jan Baptisa de Looft inzyn Leven Baasvan D Comp. Equip E Smits Winkel Geboren tot Damme A:1642 Den 25EN May en Overleden: A: 1697 Den 9EN September Enzyn Huysvrow Johanna De Bjom Geboren tot Inder Heere Ontslapen A:1714 Den 17 Aug No. 38
5. SACRED TO THE MEMORY OF PHILIP SKELTON, ESRF BRITISH MERCHANT WHO DIED AT BATAVIA The 23 April, Anno Dominii 1821
6. Sacred to the Memory of JAMES SHRAPNELL Esquire British Merchant Who died at Batavia On the 20th of January A D 1815
7. RUST PLAATS Van ABRITON ZACARA Armenjsch Koopman Geboren tot spahan Overleden tot Batavia Den 22 November J801 Oudzynde 39 Iaaren No. 24
8. Sacred to the Memory of John Davidson. Es Who died at Batavia The 22 Oktober 1841 In the 50th year of nisage
9. HK No. 28 (tanpa nama)
10. Graf Steed Evan Cornelis van Loon Hier Rust Vrouwe Cornelia Magdalena van Loon Huysvrouwe Van Den Eersten Raad In Directeur General Julius Valentyn Stein Van Gollenesse Geboren Den J8 Aug S J1698 Overleden Den J4 Juny J1752 oud…iaar Maanden End Dagen No. 23
11. Rust Plaats Voor Johannes
12. No. 20 (tanpa nama)
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
32
Loetzrich No. 31
13. Hier Rust Den Edaniel Six VANMDDELBURGHSUNLEVEN OPERCOOPMANEN OUSOPER HOFS OVER DES ESCOMP VOOR TREFFE LICKE NEGOTIS IT KEUSER RUCK VANJAPAN OVER LEDEN DEN 4 NOVEMA ‘J674 OUT SUNDE 5ZAREN SECURUS QUIESCO en Iuevorv Catharina Stadlander Weduwe Van opgem Hsix en Iongst Huysvrovw van D H Daniel Van den Bolck Lid inden Ac te Raad Van Ius thedeses Casteels God Salig Inden Heere ont Slapen Den 20 EN January-Anno 1682 HK. No. 29
14. J. Louise J. A. B. SCHULEIN Geb Callois 1862 – 1911
15. Hier Rust in Vrede Rust Zacht Lieve Zuster Elizabeth Fransisca Krug geb. Hoets Geb. Te SEMARANG 12 Juli 1893 OverL. Te Batavia 1947 Hier Rust in Vrede Rust Zacht Lieve Moeder Johana Hoets tot Wederziens Geb. De Koning Geb. Te Rotterdam 9 April 1859 overL. Te Batavia – C 9 December 1937
16. Hier Rusten Jantje Schrader Geb. En Overl. Te Weltevreden 9 dec 1910 en wiLh. FA Schrader geb. Te Delden 30 Aug 1871 Overl. Te Weltevr 24 Febr 1927 RIP
17. Rustplaats Van Vrouwe Charlotte Geertruida Van Motman Arnold Geb. 3 April 1808 Overl. 18 April 1888
18. Hier Rust ons aller geliefde Broer en weldoener WILLEM JOHAN OTTO WASCH Geboren te Batavia 2 September 1886 Overleden te Batavia 7 Februari 1935 Rust Zacht Beste Wim to wederziens
19. Hier Rust NTUENTES-EXITUM-IMITAMINI- A. Schultheiss de TIDEM – Hebr XIII Geb. Te Bern 1830 Java ansche Overl : 13 Juli 1886 Vrouw RIP Echtgenoot Van H. Lastdrager Overleden Den 11 September 1860
20. Belum bisa dipastikan
21. Belum bisa dipastikan 22. Rustplaats Van Vrouwe E.A. Roseboom Weduwe van der heer Jeremias Schihll Te Bataviageborev Den 18 Oktober 1788
23. Sacred to the Memory of OLIVIA MARIAMNE Wife of The Honble Thomas Stamford Raffles Lieutenant Governor of Java
24. In te domine, speravi KAPITEN JAS + 5 Mei 1768 Afdeling IV, Klas I No. 12 Rust Zacht, Lieve vader
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
33
Tabel 2. Daftar makam insitu (Joga dkk., 2005:79-85)
and its Dependencies Who departed this life at Buitenzorg The 23 day of November 1814
Bid voor ons Carlo, mien, ida, tini, adi Her, Ina Et in meditatione mea exardescit ignis
25. FAMILIE A.J.W. van DELDEN a. Ambrosius Johannes Wilbrordus van Delden Geb. Te goor 19 November 1819 Overl. Te kobe-Japan 8 September 1887 Albier ter Ruste Gelegd 9 Oktober 1887 b. Maria Magdalena Christina Doornink A.J.W. van Delden Geb. Te Buitenzorg 10 Mei 1829 Overl. Te Rotterdam 2 Oktober 1875 En alhier te ruste Gelegd 1 Januarij 1876 c. Geerlof Wassink Geb. 11 December 1873 Overl. 16 Julij 1875 En Ambrosius Wassink Geb. 28 Mei 1875 Overl. 17 Julij 1875 d. Marinus Wassink Geb. 31 Julij 1882 Overl. 11 September 1882 M.EG.D.G. Wassink Geb. Te Soerabaija 27 November 1848 Overl. 21 November 1896
26. Dr. H.F. Roll Oud Directeur van STOVIA 27 Mei 1867 – 20 Sept 1935 Fritz Roll Medisch student 20 Maart 1920 – 15 Jan 1940
27. RIP Bianca Estella Kroet Geb. Batavia 13 – 10 – 1899 Overl. Batavia 13 – 10 – 1901 Johannes Hendricus Kroet Geb. Semarang 1 – 12 – 1851 Overl. Batavia 29 – 7 – 1930 Jeanne Henriette Kroet Geb. Boshouwer Geb. Batavia 29 – 7 – 1864 Overl. Batavia 25 – 7- 1935 Maximiliaan Hendricus Kroet Geb. Batavia 9 – 1 – 1900 Overl. Batavia 29 – 3 – 1950
28. In memoriam Illmi AC Revmi Adami Caroli Claessens Archiepiscopi tit Siracensis Vicar II apci Bataviaensis 10 IULII 1895 – 77 ANNOS NATI RIP
29. AAN ONZEN LIEVELING CAROLUS JAN MATTHIJS MARIA PINXTER 2 JAN – 6 NOV – 1907
30. Hier Rust Mijn geliefde Eghtgenoot Johan Willem van Mansvelt Geb. Te Padang 21 Juni 1870 Overl. Te Batavia 22 Mei 1938 Rust in Vrede
31. Den Generaal majoor J.H.R. KOHLER Ridder Dermilt Willemsorde 4 Ke Bevelhebber Ie Expeditie Tegen Atjeb 3 Juli 1818 14 April 1873
32. a. Gerardus Henricus runsing Geb. 3 VLEI 1812 Overl. 19 April 1867 an zijng Eechtcenoote CABIJVANCK b. Hier Rst Onze Lieveling H.P.I. Simon Geb. Te Brimmen 18 November 1882 Overl. Te Batavia 13 Juni 1885
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
34
Foto 12 dan 13. Beberapa makam insitu (Atina Winaya, 2008)
Foto 14 dan 15. Beberapa makam insitu (Atina Winaya, 2008)
Museum Taman Prasasti menyimpan koleksi berupa nisan makam tokoh-
tokoh terkemuka pada masanya. Nisan-nisan tersebut menjadi salah satu koleksi
utama yang dimiliki museum. Adapun beberapa tokoh yang dimaksud antara lain
adalah:
1. MGR. Adami Caroli Claessens
Claessens adalah seorang pastur agama Katholik. Pada tahun 1874, ia
diangkat sebagai pastur kepala di Batavia. Setelah satu tahun kemudian,
Claessens diangkat menjadi uskup di Batavia sampai tahun 1893. Selama
kepemimpinannya, perkembangan agama Katholik cukup baik, seperti di
Cirebon, Bogor, Magelang, Madiun, dan Malang (DMS DKI Jakarta,
1994:27).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
35
2. MGR. Walteru Jacobus Stall
Stall merupakan uskup Batavia yang menggantikan Claessens pada tahun
1893. Ia meneruskan pembangunan Gereja Katedral bersama pengurus
gereja dan jemaat lainnya. Stall melakukan misi ke berbagai pelosok
nusantara, seperti Bangka, NTT, NTB, Kepulauan Kei, Minahasa, dan
Ambon (DMS DKI Jakarta, 1994:28).
3. J.H.R. Kohler
Kohler adalah panglima tertinggi militer dengan pangkat Mayor Jenderal.
Ia ditugaskan pada ekspedisi ke Aceh dan sebelumnya menjadi komandan
daerah militer di Sumatera Barat (DMS DKI Jakarta, 1994:28).
4. A.V. Michiels
Michiels adalah seorang panglima militer Belanda. Ia telah bertugas ke
berbagai daerah seperti Cirebon, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan
Bali. Untuk mengenang keberanian dan jasa-jasanya, pemerintah Belanda
mendirikan monumen untuk Michiels di Waterloo Plein (sekarang menjadi
Lapangan Banteng) (DMS DKI Jakarta, 1994:38-40).
5. Keluarga van Rimsdijk
Jeremias van Rimsdijk adalah salah satu gubernur pada masa Hindia
Belanda. Anaknya yang bernama Halventius merupakan tuan tanah kaya
raya yang mempunyai bisnis gula. Ia menghibahkan tanahnya di Tanah
Abang untuk dijadikan kawasan pemakaman (sekarang Museum Taman
Prasasti) (DMS DKI Jakarta, 1994:35).
6. Jonathan Michiels
Michiels memiliki reputasi sebagai orang terkaya di Batavia dan dikenal
sebagai mardijker yang terakhir. Semasa hidupnya ia memegang jabatan
penting dalam pekerjaannya di bidang suplai peralatan militer (DMS DKI
Jakarta, 1994:34).
7. MR. Lindor Serrurier
Serrurier pernah menjabat sebagai Direktur Museum Etnologi Kerajaan di
Leiden pada tahun 1881-1892. Pada tahun 1896, ia datang ke Batavia dan
ditugaskan sebagai guru besar di Gymnasium Wielem III sampai akhir
hidupnya, yaitu tahun 1901. Serrurier merupakan ilmuan yang telah
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
36
menulis banyak buku, di antaranya terdapat 32 karangan yang disimpan di
Museum Nasional (DMS DKI Jakarta, 1994:30-31).
8. H.F. Roll
Roll adalah tokoh yang mencetuskan gagasan dan pendirian STOVIA
(Sekolah Tinggi Dokter Indonesia). Sekolah itu kemudian menjadi cikal
bakal berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Roll diangkat
menjadi direktur STOVIA pertama dan di tempat inilah perkumpulan
pergerakan nasional Budi Utomo dibentuk pada tanggal 20 Mei 1908
(DMS DKI Jakarta, 1994:46).
9. Olivia Mariamne Raffles
Olivia merupakan istri pertama Thomas Stamford Raffles, seorang
Gubernur Letnan Jawa pada masa pemerintahan Inggris (DMS DKI
Jakarta, 1994:41).
10. John Casph Leyden
Ia adalah teman dekat Thomas Stamford Raffles dan istrinya, serta
merupakan penasehat Raffles tentang hubungan dengan Melayu (DMS
DKI Jakarta, 1994:40).
11. Kapitan Jas
Nisan Kapiten Jas merupakan legenda. Hingga saat ini masyarakat
berziarah ke makam Kapiten Jas dengan harapan permohonan mereka
akan terkabul. Padahal, sesungguhnya mungkin Kapiten Jas tidak pernah
ada. Terdapat tiga versi cerita yang menjelaskan tentang asal-usul nama
tersebut (DMS DKI Jakarta, 1994:42-43).
12. Pieter Erberveld
Pieter adalah seorang indo keturunan Jerman dan Thailand. Ia memiliki
tekad dan usaha yang kuat dalam menentang pemerintahan Belanda.
Bersama Raden Kartadriya, ia berencana untuk membunuh semua orang
Belanda di Batavia. Namun pada akhirnya rencana tersebut diketahui
pemerintah Belanda dan ia dihukum mati (DMS DKI Jakarta, 1994:44-45).
13. Dr. J.L. Andries Brandes
Brandes adalah salah satu pelopor di bidang ilmu pengetahuan, khususnya
pengetahuan mengenai masa lampau Indonesia. Ia merupakan seorang ahli
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
37
di bidang arkeologi, epigrafi, dan sastra Jawa Kuno (DMS DKI Jakarta,
1994:32-33).
14. Dr. W.F. Stutterheim
Stutterheim merupakan salah satu ahli di bidang kepurbakalaan Indonesia.
Ia pernah bekerja di Dinas Purbakala dan mengadakan inventarisasi
kepurbakalaan di Bali. Selain itu, ia juga melakukan berbagai penelitian
terhadap candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur (DMS DKI Jakarta,
1994:37-38).
15. Soe Hok Gie
Gie adalah seorang mahasiswa yang memiliki rasa kemanusiaan yang
tinggi. Ia senantiasa berada di barisan terdepan dalam menentang
pemerintahan orde lama. Gie meninggal dunia pada usianya yang ke-27
tahun di Gunung Semeru akibat gas beracun (DMS DKI Jakarta, 1994:35-
36).
16. Miss Riboet
Miss Riboet adalah pemain sandiwara yang sangat terkenal di Batavia
pada awal abad ke-20. Ia berasal dari perkumpulan sandiwara Orion yang
berdiri di Batavia pada tahun 1925. Perkumpulan tersebut didirikan oleh
Tio Tek Djien Jr. yang juga merupakan suami Miss Riboet. Selain
kemampuannya berakting, Miss Riboet juga terkenal dengan permainan
pedangnya. Namanya melambung setelah ia memerankan seorang
perampok perempuan dalam lakon Juanita de Vega, karya Antoinette de
Zerna (Hutari, 2008).
2.4. Program-Program Museum Taman Prasasti
Museum Taman Prasasti adalah lembaga yang memperoleh,
mengumpulkan, merawat, menghubungkan, serta memamerkan koleksi-
koleksinya untuk tujuan edukasi dan rekreasi. Berkenaan dengan hal tersebut,
museum mengadakan berbagai program kerja dalam mengelola koleksi yang
dimilikinya.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
38
Menurut penuturan Kepala Museum Taman Prasasti, museum melakukan
empat hal terhadap koleksinya. Pertama adalah pelestarian. Museum Taman
Prasasti mengupayakan agar seluruh koleksi yang dimilikinya dapat bertahan lama
sehingga dapat terus dinikmati oleh masyarakat. Pelestarian berupa konservasi
koleksi dilakukan bekerja sama dengan UPT Balai Konservasi. Kemudian hal
yang kedua adalah meningkatkan performa koleksi agar dapat dinikmati
masyarakat. Museum berusaha menyajikan koleksi semenarik mungkin agar
terhindar dari kesan kuburan yang seram, misalnya dengan membuat suasana
taman yang teduh dan indah. Hal yang ketiga berkaitan dengan aspek ekonomi.
Dalam hal ini, Kota Jakarta harus dapat mengelola salah satu sumber daya alam
(paru-paru kota) yang dimilikinya menjadi aset yang menghasilkan devisa
(retribusi daerah). Lalu hal yang terakhir adalah menjadikan museum sebagai
lembaga ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi berbagai bidang studi.
Beliau juga menjelaskan bahwa Museum Taman Prasasti memiliki
program rutin yang dilaksanakan setiap periode tertentu, seperti program
inventarisasi, konservasi, penyajian (pameran), dan program publik. Konservasi
dan inventarisasi koleksi dilakukan satu kali setiap tahun. Sedangkan kegiatan
diskusi ilmiah dan promosi publik dilaksanakan dua kali dalam setahun. Kegiatan
diskusi ilmiah dapat berupa ceramah atau seminar, dan untuk kegiatan publik
tahun ini (2008), museum mengadakan Wisata Jelajah Malam. Sasaran peserta
untuk kegiatan diskusi ilmiah adalah kalangan akademisi dan instansi-instansi
yang terkait dengan pengelolaan dan pengembangan Museum Taman Prasasti.
Sedangkan untuk kegiatan publik, seperti Wisata Jelajah Malam, yang menjadi
sasaran peserta adalah masyarakat umum.
Museum Taman Prasasti telah mencoba untuk mengembangkan berbagai
program yang inovatif dan kreatif dari tahun ke tahun. Menurut pegawai yang
pernah bekerja di Museum Taman Prasasti selama 10 tahun, museum telah
berupaya mengadakan program-program yang menarik minat masyarakat.
Misalnya pada tahun 1990-an pernah diadakan kegiatan simulasi pembuatan
prasasti dari batuan granit dan marmer. Kemudian pada tahun 1994 pernah
diselenggarakan lomba desain taman tingkat propinsi. Ketika itu yang menjadi
juara pertama adalah Jurusan Arsitektur Lansekap Universitas Trisakti. Hasil
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
39
desain taman tersebut kemudian dijadikan acuan untuk pengembangan penataan
museum.
Program-program Museum Taman Prasasti kemudian menjadi semakin
bervariasi setelah bergabung dengan Museum Sejarah Jakarta. Beberapa program
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. “Prosesi Pemakaman Batavia 1820: Sebuah Rekonstruksi Sejarah”.
Kegiatan diadakan pada tanggal 29 Agustus 2004. Tujuan kegiatan
tersebut adalah untuk memberikan gambaran umum kepada masyarakat
saat ini mengenai kehidupan masyarakat Batavia pada masa kolonial
Belanda, khususnya yang terkait dengan prosesi pemakaman (Museum
Sejarah Jakarta, 2004).
2. “Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti”. Kegiatan diadakan
pada tanggal 13-14 Juli 2005. Tujuan penyelenggaraan seminar adalah
untuk merumuskan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai arahan
pengembangan Museum Taman Prasasti ke depan dengan bantuan
berbagai pendekatan ilmu, khususnya arkeologi, sejarah, dan arsitektur
lansekap. Seminar diadakan dalam bentuk diskusi panel yang
mengikutsertakan kalangan pemerintahan, akademisi, dan praktisi.
Rekomendasi mengenai arahan pengembangan Museum Taman Prasasti
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Visi dan misi Museum Taman Prasasti sebagai museum terbuka
(open air) dan tertutup (indoor).
2. Konsep dan pendekatan penyajian koleksi yang mampu memberi
gambaran kesejarahan Kebon Jahe Kober dan Koleksi Museum
Taman Prasasti.
3. Masukan tentang penentuan materi koleksi Museum Taman
Prasasti dalam pengumpulan, perawatan, dan penyajian/penataan
museum di masa datang (Museum Sejarah Jakarta, 2005).
3. “Pembuatan VCD Museum Sejarah Jakarta dan Museum Taman Prasasti”.
Kegiatan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2005. Tujuannya adalah
untuk memberikan informasi mengenai Museum Sejarah Jakarta dan
Museum Taman Prasasti kepada masyarakat, menumbuhkan minat
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
40
masyarakat untuk berkunjung ke museum tersebut, serta menjadi
cinderamata bagi pejabat dan tamu khusus yang berkunjung ke museum
tersebut (Museum Sejarah Jakarta: 2005).
4. “Pertunjukan Sound and Light di Museum Taman Prasasti”. Kegiatan
diadakan pada tanggal 31 Juli 2004. Pertunjukan tersebut menonjolkan
keindahan batu-batu nisan dan prasasti yang ada dengan menggunakan
sinar lampu yang kontras. Kemudian terdapat narasi yang menceritakan
keadaan di Batavia pada abad ke-18, yang ketika itu merupakan daerah
yang tidak sehat akibat merebaknya berbagai macam penyakit. Tujuan
kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pendidikan dan hiburan bernuansa sejarah kepada
masyarakat.
2. Menjadikan Museum Taman Prasasti sebagai alternatif pusat
kegiatan seni budaya dan sejarah.
3. Mempromosikan Museum Taman Prasasti sebagai salah satu saksi
penting sejarah perjalanan kota Jakarta.
4. Memperlihatkan bentuk keindahan artistik dari batu-batu nisan,
tugu peringatan, monumen, prasasti, patung-patung malaikat, dan
koleksi lainnya di bawah sinar lampu.
5. Mengisahkan sejarah Museum Taman Prasasti sejak bernama
Kebon Jahe Kober hingga diresmikan sebagai museum.
6. Meningkatkan minat dan perhatian masyarakat akan sejarah.
7. Meningkatkan minat dan apresiasi masyarakat terhadap tokoh-
tokoh yang pernah dimakamkan/dipindahkan ke Kebon Jahe
Kober.
8. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap museum, khususnya
Museum Taman Prasasti.
9. Mengenal sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
10. Membangun dan meningkatkan rasa cinta terhadap bangsa dan
negara (Museum Sejarah Jakarta, 2004).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
41
2.5. Rencana Pengembangan Museum Taman Prasasti
Rencana pengembangan Museum Taman Prasasti, salah satunya mengacu
pada hasil lomba desain Museum Taman Prasasti tahun 1994 dan Seminar
Pengembangan Museum Taman Prasasti tahun 2005. Pedoman pengembangan
fisik museum dibuat oleh Jurusan Arsitektur Lansekap, Fakultas Arsitektur
Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti.
Pengembangan museum dapat diarahkan ke pengembangan pendidikan
dan pembelajaran masyarakat menuju pembangunan komunitas museologi,
sehingga pelestarian koleksi museum sebagai warisan budaya ditempatkan dalam
konteks aktivitas dan perubahan sosial (Magetsari, 2005). Dalam wujudnya,
museum dapat didirikan di mana saja, tidak selalu harus berwujud sebuah gedung
(Magetsari, 2005). Dalam hal ini, Museum Taman Prasasti yang notabene
merupakan “museum” taman pemakaman umum memiliki koleksi bentuk
penataan makam insitu dan koleksi prasasti nisan makam yang menjadi sumber
daya sejarah yang sangat berharga (Joga dkk., 2005:45).
Konsep dasar pengembangan Museum Taman Prasasti berlandaskan
pemahaman upaya pelestarian koleksi. Menurut Nirwono Joga dkk., pada
Museum Taman Prasasti terdapat 32 prasasti insitu yang tidak boleh dipindahkan
karena keterkaitan nilai otentik sejarah situs (Joga dkk., 2005:46). Oleh karena itu,
petak situs yang telah terbentuk tidak diubah. Prasasti-prasasti insitu tidak diubah
atau dipindahkan keletakannya. Sedangkan prasasti-prasasti eksitu yang
merupakan pindahan dari tempat lain atau prasasti-prasasti yang merupakan
koleksi baru akan ditata kembali (Joga dkk., 2005:46). Sirkulasi pengunjung dan
penghijauan juga ditata ulang agar ruang pameran dapat membentuk tahapan
ruang yang jelas dan mengalir untuk menunjang kegiatan museum di ruang
terbuka dan menambah keindahan museum (Joga dkk., 2005:46).
Dalam bukunya, Nirwono Joga dkk. membuat tahapan ruang pada
Museum Taman Prasasti sebagai salah satu rencana pengembangannya. Tahapan
ruang tersebut adalah area kedatangan, penerima, penghantar, utama, pendukung,
dan pelayanan. Pengadaan tahapan ruang pada Museum Taman Prasasti bertujuan
untuk memberikan pengalaman ruang yang berbeda-beda dalam petualangan
menjelajahi museum (Joga dkk., 2005:47).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
42
Area kedatangan berada di halaman depan museum. Pada area tersebut
terdapat tiga patung malaikat yang menjadi simbol Museum Taman Prasasti,
papan informasi kegiatan museum, serta tempat parkir bagi pengunjung (Joga
dkk., 2005:47).
Area penerima adalah bangunan (balairung) induk bergaya Doria. Pada
area tersebut terdapat panel-panel yang berisi penjelasan mengenai sejarah
museum dan rencana pengembangan museum di masa datang. Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran sekilas mengenai sejarah Museum Taman Prasasti
bagi pengunjung sebelum mereka memulai petualangan penjelajahan museum di
ruang terbuka. Pada area penerima terdapat pula papan informasi yang memuat
program dan kegiatan museum, denah museum, serta petunjuk lainnya. Selain itu,
juga terdapat pusat informasi, loket, dan kios cinderamata (Joga dkk., 2005:48).
Area penghantar merupakan area penghubung antara area penerima, area
utama, area pelayanan, kantor pengelola, dan gedung serbaguna. Pada area
tersebut terdapat papan informasi (papan petunjuk) yang berisi keterangan arah
tujuan yang diinginkan pengunjung (Joga dkk., 2005:48).
Area utama adalah halaman dalam museum yang memuat koleksi-koleksi
museum. Pada area tersebut terdapat pula plaza kecil (teras) yang disediakan
untuk berbagai kegiatan di ruang terbuka pada waktu tertentu dengan kapasitas
terbatas. Kantor pengelola juga terdapat pada area utama (Joga dkk., 2005:48-49).
Area pendukung ditentukan oleh letak prasasti insitu. Prasasti insitu tidak
mengalami perubahan, sedangkan prasasti eksitu ditata ulang berdasarkan kriteria
tertentu, seperti keterkaitan sejarah, profesi, jenis kelamin, dan tahun pembuatan.
Penataan ulang prasasti eksitu terbagi atas dua macam, yaitu prasasti ditempelkan
pada pilar persegi empat tegak vertikal berdimensi 2,50 x 1 x 1 meter dan prasasti
diletakkan dengan kemiringan 300, tinggi 1 meter, dan lebar 1,50 meter. Pada area
pendukung terdapat tempat-tempat beristirahat (bangku taman) untuk melepas
lelah sambil menikmati keindahan pemandangan museum (Joga dkk., 2005:49-
51).
Area pelayanan meliputi kantor pengelola museum, gedung serbaguna,
gudang, dan toilet. Area tersebut tidak berhubungan langsung dengan area
lainnya, melainkan terdapat pembatas. Hal itu bertujuan untuk memberikan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
43
kenyamanan bagi pegawai dan pengunjung museum. Jalur layanan kebersihan,
pemeliharaan, dan kegiatan lainnya dibuat terpisah dengan jalur pengunjung agar
tidak mengganggu kenyamanan pengunjung (Joga dkk., 2005:51).
Adapun maksud dan tujuan, serta visi dan misi pengembangan
pengelolaan Museum Taman Prasasti menurut Nirwono Joga dkk. adalah sebagai
berikut:
Maksud
1. Sebagai upaya penyelamatan dan pelestarian koleksi prasasti dan lansekap
makam Museum Taman Prasasti sebagai tujuan wisata kota.
2. Menata kembali dengan konsep pengembangan terpadu untuk
meningkatkan kualitas museum dalam jangka pendek, menengah, dan
panjang (Joga dkk., 2005:53).
Tujuan
1. Peran : koleksi prasasti sebagai informasi bukti sejarah Kota Jakarta,
sebagai ruang terbuka hijau kota, tempat rekreasi dan bersosialisasi.
2. Kesan : memberikan pengalaman suasana tersendiri untuk berkunjung
kembali.
3. Pesan : kesinambungan visi dan misi masa silam, kini, dan mendatang
(Joga dkk., 2005:53-54).
Visi
1. Membantu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui informasi bukti
sejarah yang disajikan museum.
2. Menciptakan citra Jakarta sebagai kota wisata melalui pelayanan wisata
kota.
3. Memberikan nilai tambah bagi sektor pariwisata dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Jakarta.
4. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap nilai budaya dan benda cagar
budaya sebagai aset Kota Jakarta dan aset nasional yang menjembatani
masa lalu, kini, dan modal masa depan.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
44
5. Menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa masyarakat
terhadap kota, negara, dan bangsa Indonesia (Joga dkk., 2005:54).
Misi
1. Melestarikan nilai budaya khususnya koleksi artefak prasasti sebagai bukti
sejarah perkembangan Kota Jakarta.
2. Menyebarluaskan informasi sejarah, keprasastian, dan nilai budaya melalui
pameran tetap, temporer, penyuluhan, dan kegiatan publikasi lainnya.
3. Memberikan kenikmatan dan kesenangan melalui atraksi pameran koleksi
yang disajikan dan rekreasi bagi pengunjung (Joga dkk., 2005:54).
Tujuan pengembangan Museum Taman Prasasti adalah untuk
memaksimalkan potensi yang dimiliki museum sehingga mampu menarik minat
masyarakat untuk datang mengunjungi museum. Sasaran pengunjung adalah
masyarakat umum dari berbagai usia dan latar belakang, baik wisatawan dalam
negeri maupun luar negeri. Selain itu, pengembangan museum juga bertujuan
untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya, serta
memutar roda perekonomian (Joga dkk., 2005:64).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
45
BAB 3
KERANGKA TEORI
3.1. Open Air Museum
Open air museum adalah salah satu jenis museum yang mengadakan
pameran di ruang terbuka (outdoor). Berbeda dengan museum pada umumnya
yang menyajikan koleksinya di dalam suatu bangunan, open air museum
menyajikan koleksinya di ruang terbuka. Hal tersebut berkaitan dengan koleksi-
koleksi yang dimilikinya. Biasanya open air museum menjadikan bangunan,
lansekap, atau fitur lainnya sebagai koleksi utama.
Open air museum pertama kali lahir di Benua Eropa (Chappell, 1999:334).
Cikal bakal pendirian museum tersebut diawali oleh gagasan seorang pria
berkebangsaan Swiss, Karl Viktor von Bonstetten, pada tahun 1793 (Laenen,
TT:125)10. Di Kastil Fredensborg, ia mengadakan pameran patung-patung yang
mengenakan berbagai pakaian tradisional dari beberapa wilayah di Denmark
(Laenen, TT:125). Ketika itu, ia juga berkeinginan untuk membangun taman
”Inggris” yang berisi berbagai macam bangunan yang dibuat seperti aslinya,
seperti pondok Lapp (Lapp huts) dan rumah-rumah dari Pulau Faroe dan Pulau
Rasen (Laenen, TT:125). Tujuannya adalah untuk menggambarkan perbedaan
etnografi pada wilayah tersebut (Laenen, TT:125).
Gagasan von Bonstetten tersebut baru mendapat perhatian pada akhir abad
ke-19, ketika isu mengenai folklor mulai berkembang11. Perhatian mengenai
folklor menyebar ke seluruh wilayah Eropa akibat peralihan periode neo klasisme
ke romantisme. Pemikiran romantisme memberikan pengaruh yang besar kepada
emosi individu, salah satunya adalah hubungan manusia dengan alam, kekuatan
supernatural, dan romantisme akan masa lalu. Ketika itu, manusia mencari
identitas kebangsaan dan semangat nasionalisme, seiring dengan perkembangan
masyarakat (Laenen, TT:125).
10 TT: tanpa tahun. 11 Folklor adalah studi mengenai kehidupan tradisional suatu masyarakat, meliputi kepercayaan, adat istiadat, mitos, dan lain sebagainya (Hornby, 1974:333).
45 Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
46
Open air museum yang pertama adalah Skansen Museum yang didirikan di
Stockholm, Swedia, pada tahun 1891. Skansen Museum memamerkan berbagai
jenis koleksi, seperti bangunan tradisional, ladang dan perkebunan, kandang
ternak, gudang, gereja, dan rumah bangsawan. Bangunan-bangunan tersebut
merupakan bangunan yang insitu (masih berada pada konteksnya). Selain
menyajikan koleksi berupa lansekap dan bangunan, Skansen Museum juga
menampilkan berbagai aktivitas yang berlangsung pada kehidupan masyarakat
Skandinavia kuno (Huth, 1940).
Keberadaan Skansen Museum yang juga merupakan folk parks, menjadi
pemicu berdirinya open air museum lainnya di seluruh penjuru Eropa. Dalam
beberapa dekade terakhir, open air museum telah menjadi fenomena internasional.
Jumlahnya berkembang sangat pesat di seluruh dunia, mulai dari Propinsi Anwei
di Cina hingga Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat. Berkembangnya jenis
museum tersebut menyiratkan pendapat bahwa selama ini museum konvensional
memiliki keterbatasan dalam menyajikan materi kebudayaan yang kaya akan
wujud dan informasi (Chappell, 1999:334).
Open air museum yang pada mulanya berkembang di Eropa, memiliki
tipe, isi (koleksi), bentuk, dan pengelolaan yang beragam, sehingga definisi dan
penjelasan mengenai tujuan open air museum seringkali berubah dan telah
mengalami penyesuaian beberapa kali. Tujuan open air museum pertama kali
dirumuskan pada tahun 1956 di Jenewa. Hasil dari konvensi tersebut menyatakan
bahwa open air museum memiliki berbagai cakupan kerja, yaitu memilih,
menyediakan, memindahkan, merekonstruksi, dan merawat situs dengan segala
kelengkapannya yang otentik, baik berupa kelompok atau sebagian karya
arsitektural, yang menggambarkan karakteristik cara hidup, tempat tinggal,
aktivitas perkebunan, kerajinan tangan, dan lain sebagainya dari kebudayaan yang
telah hilang (Laenen, TT:127).
Definisi tersebut kemudian didukung oleh pertemuan ICOM yang
membahas tentang open air museum di Denmark dan Swedia pada tahun 1957.
Pada pertemuan itu, open air museum didefinisikan sebagai kumpulan koleksi
bangunan yang dipamerkan kepada masyarakat, berupa karya arsitektural yang
populer pada periode pra-industri, seperti tempat tinggal petani, penggembala,
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
47
nelayan, pengrajin, pedagang, dan buruh, beserta bangunan di sekitarnya (gudang,
kandang, lumbung). Selain itu, karya arsitektural pra-industri lainnya bisa berupa
bangunan-bangunan tempat aktivitas sehari-hari, seperti tempat pengrajin gerabah,
tempat pandai besi, dan toko, dalam berbagai bentuk dari desa maupun kota.
Bangunan itu dapat berupa bangunan umum ataupun bangunan pribadi, yang
memperlihatkan arsitektur yang indah dan khas (seperti rumah tuan tanah, gereja,
dan bangunan bersejarah) yang tidak memungkinkan untuk dilestarikan secara
insitu dan merupakan contoh gaya arsitektur dari periode industri. Koleksi-koleksi
tersebut dipamerkan sesuai dengan kelengkapannya. Jika memungkinkan,
museum juga dilengkapi dengan fasilititas pendidikan dan kebutuhan pengunjung,
seperti ruangan yang berisi informasi umum mengenai program museum (dengan
display dan perlengkapan audio visual) dan teater terbuka untuk pertunjukkan
kelompok tradisional (Laenen, TT:127-128).
Definisi yang dikeluarkan pada tahun 1957 memegang prinsip pelestarian
insitu yang dipahami pada masa itu. Pelestarian bangunan insitu hanya ditujukan
pada bangunan-bangunan tertentu, seperti bangunan keagamaan dan pemerintahan
yang dianggap penting untuk kepentingan sejarah, sejarah kesenian, dan
arsitektur. Jenis bangunan lainnya, seperti rumah tradisional, tidak menjadi
perhatian untuk dilestarikan secara insitu. Namun, peranan open air museum
sebagai ”penyelamat” situs tidak dapat disangkal. Bangunan dan situs yang
dijadikan open air museum dapat terselamatkan dari ancaman kerusakan (Laenen,
TT:128).
Definisi yang dikeluarkan pada tahun 1956 dan 1957 itu kemudian
ditanggapi oleh A.J. Bernet Kempers dan A. Zippelius dalam tulisan mereka
mengenai open air museum12. Mereka berpendapat bahwa definisi tersebut terlalu
membatasi koleksi-koleksi yang dipamerkan di dalam open air museum, seperti
tipe-tipe bangunan tertentu yang telah dijabarkan satu persatu secara rinci
(Laenen, TT:128).
Pada perkembangannya, definisi open air museum terus mengalami
perubahan. Salah satunya dikeluarkan oleh Association of European Open Air
12 Pernyataan tersebut dikeluarkan A. J. Bernet Kempers dalam makalahnya pada saat pertemuan Golden Jubilee of The Arnhem Open Air Museum dan A. Zippelius dalam bukunya yang berjudul Handbook of European Open Air Museums (Laenen, TT:128).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
48
Museum pada tahun 1972, yang mengemukakan definisi open air museum sebagai
kesatuan atas unit-unit bangunan dan lansekap di ruang terbuka, yang memiliki
nilai-nilai ilmiah, seperti pemukiman beserta kehidupan dan bangunannya.
Kesatuan tersebut kemudian dapat menampilkan dan menggambarkan tradisi dari
masyarakat yang bersangkutan, seperti kepercayaan, adat istiadat, dan aktivitas
sehari-hari (Laenen, TT:130).
Open air museum menekankan pentingnya suatu objek ditempatkan pada
konteks sejarah kebudayaan yang bersangkutan (Laenen, TT:126). Oleh karena
itu, sudah seharusnya open air museum berlokasi di suatu situs arkeologi, yaitu
pada lokasi asli peninggalan bersejarah itu berada. Tujuannya adalah untuk
merekonstruksi peninggalan bersejarah tersebut, baik berupa bangunan atau
lansekap di ruang pameran (Laenen, TT:126). Dengan demikian, otentisitas situs,
fitur, dan artefak menjadi sangat penting.
Dewasa ini, kemajuan zaman serta pembangunan merupakan ancaman
besar bagi warisan budaya, khususnya yang berupa bangunan dan lansekap. Pihak
museum memegang peranan besar dalam upaya penyelamatan dan perekaman
peninggalan arkeologi yang tersisa. Keterlibatan museum di lapangan memiliki
beberapa tujuan. Salah satu tujuan dari pengadaan pameran di ruang terbuka
adalah untuk restorasi dan rekonstruksi situs. Namun, pelaksanaan rekonstruksi
tidak selalu tepat. Seringkali suatu bangunan kuno dirusak dan diambil
materialnya untuk merekayasa bentuk bangunan itu agar terlihat seperti bangunan
yang berasal dari periode tertentu, padahal tidak ada petunjuk sama sekali
mengenai bentuk asli bangunan tersebut. Namun di sisi lain, jika museum dapat
menggunakan proses restorasi tersebut sebagai pengetahuan mengenai keragaman
pengalaman di masa lalu, maka ”keadaan di lapangan” dapat menjadi suatu
kesatuan yang mendidik dan bermanfaat (Chappell, 1999:24-25).
Pelestarian merupakan motivasi utama bagi pengembangan hampir setiap
open air museum. Pelestarian tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah-
kaidah yang ada. Jika suatu bangunan kuno ingin dipreservasi, maka bangunan
tersebut harus ditangani secara baik dan benar, yaitu dengan tetap membiarkan
bentuk bangunan sesuai dengan aslinya. Namun, apabila bangunan tersebut tidak
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
49
menampilkan bentuk asli dan sesuai, maka pelestarian yang dilakukan tidak lah
tepat (Chappell, 1999:336).
Selain fungsi pelestarian, open air museum juga ditujukan untuk
menciptakan suatu gambaran mengenai kehidupan masyarakat masa lalu dengan
cara merekonstruksi kembali lingkungan dan kehidupan mereka. Museum jenis ini
”menghidupkan” kembali kehidupan masyarakat lampau yang telah punah.
(Laenen, TT:129). Dengan demikian, pengunjung dapat merasakan dan
memahami kehidupan masyarakat pada saat itu (Laenen, TT:132).
Open air museum di Eropa menekankan aspek estetis pada setiap
penampilan ”ruang pameran”. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk visual
museum berupa lansekap yang sangat indah. Dengan demikian, pengunjung dapat
merasa puas dan menikmati petualangan mereka di museum, menjelajahi satu
bangunan ke bangunan lainnya sambil membaca buku panduan (Chappell,
1999:337).
Koleksi-koleksi museum yang merupakan material culture, memiliki
banyak kandungan pengetahuan dan informasi. Bagi open air museum di Eropa
Timur, interpretasi terhadap koleksi museum diserahkan sepenuhnya kepada
pengunjung. Pengunjung dibebaskan untuk membangun imajinasi dan memahami
informasi yang ada tanpa bantuan pegawai museum yang ”berkostum” atau
pertunjukkan multimedia (Chappell, 1999:338).
Hampir di setiap negara, open air museum atau disebut juga folk museum,
dibuat untuk menampilkan kerajinan, musik, dan tarian tradisional. Tetapi di
Eropa, kualitas visual dari gaya bangunan dan desain lansekap merupakan sajian
utama. Bentuk dan tipologi bangunan beserta perlengkapannya, kendaraan, dan –
bahkan – kuburan, menjadi materi penting. Open air museum di Eropa
menekankan bahwa objek museumlah yang merupakan pengalaman bagi
pengunjung. Oleh karena itu, museum memberikan perhatian yang lebih untuk
dapat menjelaskan dan menggambarkan keragaman arsitektur agar dapat
menciptakan kepuasan visual bagi pengunjung ketika menikmati lingkungan
(ruang pameran) yang berbeda-beda (Chappell, 1999:338).
Gaya penyajian open air museum di Amerika berbeda dengan di Eropa. Di
Amerika, museum berusaha sedemikian rupa untuk menciptakan kembali keadaan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
50
di masa lampau. Museum diatur agar menjadi ”panggung” yang menawarkan
pengalaman interaktif bagi pengunjung (Chappell, 1999:338). Misalnya saja,
museum dipenuhi oleh ”aktor” yang mengenakan kostum-kostum tertentu.
Seringkali aktor tersebut mengajak pengunjung untuk bercakap-cakap sesuai
dengan suasana periode itu.
Komunikasi antara museum dengan masyarakat merupakan hal yang
sangat penting, apapun bentuknya. Nilai-nilai budaya dalam setiap koleksi
museum yang telah diletakkan ke dalam konteksnya, kemudian disajikan kepada
masyarakat dalam bentuk pameran dan kegiatan interaktif. Open air museum
berfungsi sebagai lembaga yang menyampaikan informasi dan pengetahuan,
mendidik, serta menghibur (Laenen, TT:134).
3.2. Konsep Museum
Museum adalah suatu lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum,
yang memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan, untuk tujuan-
tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan
lingkungannya (ICOM dalam Sutaarga, 1983:19).
Museum merupakan suatu cerminan dari perkembangan sosial yang telah
maju (high level society). Museum modern sudah seharusnya memiliki fungsi-
fungsi yang bersifat khusus, antara lain sebagai lembaga yang informatif,
profesional, sistematis (dalam penanganan koleksi), menyenangkan, dan diakui
masyarakat (Edson dan Dean, 1994:13).
Setiap museum harus memiliki konsep yang melatarbelakangi kinerjanya.
Konsep museum itu lah yang menjadi dasar (jati diri museum) dan pedoman
museum untuk mencapai tujuannya. Museum merupakan lembaga yang
berorientasi pada tujuan (goal oriented) (Kadarsan dan Martodihardjo, 1976:26).
Oleh karena itu, tujuan akan tercapai apabila museum bergerak sesuai dengan
konsep yang melandasinya.
Konsep museum tentunya berkaitan erat dengan tipe museum yang
bersangkutan. Perlu diketahui, bahwa museum terdiri dari berbagai macam tipe.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
51
Klasifikasi tipe-tipe museum di Indonesia telah dituangkan dalam Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No. 079, Tahun 1975, Bagian
XLVI, Pasal 728 (Sutaarga, 1976:36). Surat Keputusan tersebut menyatakan
bahwa Direktorat Museum secara umum membagi museum ke dalam tiga tipe,
yaitu museum umum, museum khusus, museum pendidikan (Sutaarga, 1976:36-
37).
Perlu dicatat, bahwa sebenarnya museum pendidikan termasuk ke dalam
tipe museum khusus (Sutaarga, 1976:37). Namun di Indonesia, dirasakan sangat
perlu untuk memberikan penanganan istimewa terhadap jenis-jenis museum
pendidikan, baik di tingkat universitas (university museum), maupun tingkat
sekolah dasar dan sekolah lanjutan (school museum) (Sutaarga, 1976:37).
Museum pendidikan berada di bawah suatu lembaga pendidikan
(sekolah/universitas) dan khusus menangani hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan (Edson dan Dean, 1994:14).
Museum umum (public museum) adalah tipe museum yang sangat dikenali
di Amerika Serikat. Museum umum mengandung definisi yang meliputi tiga
faktor, yaitu status yuridis, pengunjung, dan koleksi. Pertama, status yuridis
museum umum terdiri dari status pemerintah dan swasta. Kedua, museum umum
menempatkan masyarakat luas sebagai sasarannya (pengunjung museum). Kinerja
museum dititikberatkan kepada pelayanan sosial-edukatif dan sangat
memperhatikan kepentingan peningkatan kecerdasan dan pengetahuan umum bagi
pengunjungnya. Ketiga, koleksi museum disesuaikan dengan kedua faktor
sebelumnya, yang merupakan visualisasi dari semua cabang ilmu pengetahuan,
antara lain ilmu hayat, ilmu dan teknologi, arkeologi dan sejarah, antropologi, dan
seni rupa (Sutaarga, 1976:37).
Museum khusus (specialized museum) adalah jenis museum yang paling
banyak jumlahnya. Museum tersebut banyak ditemui di Eropa, yang merupakan
tempat lahirnya berbagai cabang ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, jenis-jenis
museum khusus ditentukan oleh koleksi yang berkaitan dengan ilmu tertentu
sebagai bahan pembuktian ilmiah (Sutaarga, 1976:37). Jenis-jenis museum khusus
antara lain adalah museum ilmu hayat, museum ilmu dan teknologi, museum
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
52
arkeologi dan sejarah, museum antropologi, dan museum kesenian (Sutaarga,
1976:37).
Perlu diketahui, bahwa tipe museum khusus dapat bersifat lebih khusus
lagi. Misalnya kelompok museum sejarah dapat dipecah menjadi beberapa
subtipe, seperti museum sejarah militer, museum sejarah maritim, dan museum
biografi tokoh bersejarah (Sutaarga, 1976:37).
Konsep museum merupakan dasar bagi penyelenggaraan museum. Konsep
tersebut kemudian dituangkan ke dalam visi dan misi museum. Visi dan misi
merupakan panduan museum dalam mengembangkan strategi kebijakan dan
program, yang tidak lagi harus terpaku pada kebijakan internal, tetapi visi dan
misi harus juga mengacu pada kebutuhan pasar (market-driven) (Arbi, 2007:3).
Selain itu, konsep museum harus dirangkum dan dituangkan secara tertulis
ke dalam pernyataan misi (mission statement). Pernyataan misi yang merupakan
motor penggerak bagi kinerja museum, memberikan gambaran mengenai
eksistensi lembaga tersebut, fungsi, dan ruang lingkup aktivitasnya (Edson dan
Dean, 1994:28). Pernyataan misi yang baik dapat menjawab beberapa pertanyaan
berikut, yaitu:
1. Who is the museum? (apa nama museum tersebut dan siapa
pendukungnya).
2. What it collects? (objek apa saja yang termasuk di dalam koleksi
museum).
3. How was it formed? (apakah museum tersebut merupakan museum milik
pribadi, swasta, atau pemerintah).
4. When it collects? (periode apa atau kisah bersejarah apa yang akan
disajikan dalam koleksi museum).
5. Where it collects? (apakah koleksi museum mencakup wilayah komunitas,
regional, nasional, atau internasional).
6. Why it collects? (apa yang akan dilakukan museum terhadap koleksinya)
(Edson dan Dean, 1994:28).
Pernyataan misi adalah uraian secara tertulis yang memberikan gambaran
umum mengenai museum yang bersangkutan. Pernyataan itu akan memberikan
batasan terhadap koleksi-koleksi yang dikumpulkan museum dan menjelaskan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
53
peranan museum dalam masyarakat. Sebagai contoh, Museo de Oro memiliki
pernyataan misi yang memberikan batasan terhadap cakupan kerjanya, yaitu
mengumpulkan, menempatkan, meneliti, memamerkan, dan menyediakan
program edukatif yang berkaitan dengan koleksi utamanya, yaitu emas, kepada
masyarakat. Pernyataan misi harus ditulis dengan jelas, serta dijabarkan secara
baik dan terperinci. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari perdebatan dan
kesalahpahaman mengenai bentuk penyelenggaraan museum (Edson dan Dean,
1994:28-29). Salah satu contoh penulisan pernyataan misi adalah sebagai berikut:
“The Museo de Oro is a non-profit institution dedicated to the collecting, housing, researching, exhibiting of object of gold produced in the central regions of the Andean Highlands prior to European influence. The Museum shall use its collections and resources to inform and ispire the general public by exhibiting important works of artistic beauty and excellent craftmanship produced by persons working in gold. The Museum recognizes its role as a repository of the cultural heritage of the region and is a (sic) dedicated to serving the people of the area” (Edson dan Dean, 1994: 29).
Pernyataan misi tersebut memuat definisi, ruang lingkup kerja, tujuan,
koleksi, status, dan peranan Museo de Oro bagi masyarakat. Sebaiknya pernyataan
misi dibuat sederhana, namun teruraikan secara jelas dan terperinci. Penulisan
pernyataan misi sangat penting untuk diperhatikan agar tidak memiliki celah yang
dapat menyebabkan masuknya interpretasi yang salah (Edson dan Dean, 1994:29).
Apabila pernyataan misi telah dirumuskan, maka yang selanjutnya harus
dilakukan adalah penyampaian misi tersebut secara meluas, yaitu kepada seluruh
pegawai museum, lembaga pendukung museum, sponsor, pemerintah daerah,
pemerintah propinsi, dan pemerintah pusat (nasional). Penyampaian informasi
tersebut dilakukan guna menyamakan pemahaman bagi semua pihak mengenai
konsep museum yang bersangkutan (Edson dan Dean, 1994:29).
Pernyataan misi tidak dapat berdiri sendiri dalam menjalankan
pelaksanaan museum. Pernyataan misi harus didukung oleh serangkaian dokumen
yang menjelaskan mengenai metode penerapan misi tersebut. Museum
memerlukan berbagai kebijakan dan peraturan permuseuman untuk menerapkan
pernyataan misi dalam kegiatan operasional museum, serta menjelaskan cara
pelaksanaan kebijakan museum. Kebijakan dan peraturan tersebut harus meliputi
beberapa hal, seperti tata cara perolehan koleksi, perawatan dan penggunaan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
54
koleksi, program publik, pameran, keamanan, kerusakan dan bencana alam, serta
fasilitas museum. Adanya tiga hal dalam pelaksanaan museum, yaitu pernyataan
misi, kebijakan, dan peraturan permuseuman, memberikan penjelasan mengenai
tingkatan akuntabilitas yang dimiliki museum dalam menangani koleksinya
(Edson dan Dean, 1994:29-30).
Konsep museum juga memiliki kaitan dengan penamaan museum itu
sendiri. Seringkali pengunjung merasa tidak tertarik untuk mengunjungi museum
karena nama museum tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai isi dan
fungsinya (Sumadio, 1997:27-28). Oleh karena itu, pihak museum harus berusaha
untuk memberikan penjelasan mengenai konsep dan manfaat museum tersebut
kepada masyarakat (Sumadio, 1997:28). Melalui penamaan yang tepat, maka
setidaknya masyarakat dapat menerka jenis koleksi dan pengetahuan yang akan ia
peroleh dari suatu museum. Hal itu tentunya akan mempengaruhi jumlah
pengunjung yang datang. Namun, para pengelola museum harus terlebih dahulu
menghayati hakekat dan konsep dari museum yang bersangkutan, khususnya
hakekat museum dalam perkembangannya di masa modern ini (Sumadio,
1997:28). Jika pengelola museum tidak dapat menghayati hal tersebut, maka
penjelasan museum kepada masyarakat tidak akan dapat terealisasi dengan baik
dan benar (Sumadio, 1997:27-28).
Konsep museum merupakan pedoman bagi museum agar pelaksanaannya
dapat berjalan secara terarah dan tepat sasaran. Agar dapat terlaksana secara
optimal, museum harus didukung oleh struktur organisasi yang tepat dan lengkap
(Kadarsan dan Martodiharjo, 1976:26). Struktur organisasi museum, setidaknya,
harus terdiri dari tiga komponen, yaitu bagian administrasi, bagian kuratorial, dan
bagian operasional (Edson dan Dean, 1994:15). Setiap bagian dapat dijalankan
oleh satu orang atau lebih (Edson dan Dean, 1994:15). Tiap-tiap bagian tersebut
membawahi beberapa staf dan akan digambarkan pada bagan berikut.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
55
Bagan 1. Struktur organisasi museum
(Edson dan Dean, 1994:15-16)
Apabila suatu museum telah memiliki konsep dan manajemen yang baik,
maka tujuan (goal) museum dapat tercapai. Museum dapat mengembangkan
strategi-strategi kebijakan dan pelaksanaan operasional permuseuman, khususnya
yang berhubungan dengan pelayanan museum kepada masyarakat. Bentuk
pelayanan tersebut dapat berupa program-program bimbingan dan penyajian
koleksi yang menarik.
1.3. Bentuk Penyajian dan Tata Pamer Museum
Objek dan lansekap peninggalan masa lampau dapat mengisahkan
berbagai cerita, seperti halnya sejarah yang tertulis (Pearce, 1994:28). Cerita yang
terungkap akan semakin banyak dan bermakna apabila semakin diteliti dan
dipelajari (Pearce, 1994:28). Museum mengemban tugas untuk menyampaikan
cerita di balik objek kepada masyarakat luas. Pesan yang disampaikan dalam
komunikasi tersebut adalah sejumlah informasi yang disusun dengan bentuk
tertentu, baik verbal, visual, atau perpaduan keduanya (Sumadio, 1997:22).
BAGIAN ADMINISTRASI Staf
Akuntan (keuangan) Pelayanan umum
Dana Usaha Humas
BAGIAN KURATORIAL Pendaftaran koleksi Perawatan koleksi
Konservasi Penelitian
BAGIAN OPERASIONAL Pameran
Edukasi Publik Pelayanan teknis
Manajemen fasilitas/keamanan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
56
3.3.1. Bentuk Penyajian Museum
Bentuk penyajian museum adalah cara-cara mengkomunikasikan suatu
gagasan yang berhubungan dengan koleksi museum kepada pengunjung
(Udansyah, 1987:1). Museum sebagai media komunikasi memberi informasi
tentang koleksinya kepada pengunjung museum sebagai penerima informasi
tersebut (Asiarto, 2007:5). Penyajian informasi mengenai koleksi dapat
dilaksanakan dalam berbagai bentuk yang secara garis besar dibagi ke dalam lima
metode atau cara penyampaian, yaitu:
1. Pameran-pameran, baik secara permanen maupun sementara (pameran
khusus).
2. Acara-acara audio visual, seperti pemutaran film atau video.
3. Program-program edukatif.
4. Ceramah dan pengantar pengenalan museum.
5. Publikasi dan penerbitan (Asiarto, 2007:5-6).
Informasi di balik koleksi museum harus disampaikan secara menarik agar
mudah dipahami oleh pengunjung. Informasi tersebut dapat berupa pengetahuan
mengenai benda koleksi yang bersangkutan ataupun gagasan (nilai) yang
terkandung di dalam koleksi. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk
memperoleh sistem dan cara penyajian informasi yang tepat guna antara lain
adalah pengunjung museum, kebijakan dan perencanaan, serta metode penyajian
(Sutaarga, 1983:63).
Sebagai lembaga yang terbuka untuk umum, museum harus
mempersiapkan diri agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat, khususnya kepada pengunjung yang ingin mendapatkan informasi
mengenai koleksi yang dimiliki museum. Pengelola museum harus
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pengunjung, baik
kebutuhan yang bersifat fisik, intelektual, dan emosional. Berdasarkan hasil
penelitian Prof P.H. Poot tentang motivasi pengunjung mendatangi museum,
diketahui bahwa pengunjung datang ke museum dengan tujuan ingin melihat
sesuatu yang indah, bernostalgia, dan menambah pengetahuan (Asiarto, 2007:6-
7). Sedangkan menurut Edson dan Dean (1994), pengunjung pada umumnya
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
57
mengunjungi museum dengan harapan ingin mendapatkan pengalaman baru,
melihat sesuatu, melakukan sesuatu, dan memperoleh pengetahuan.
Seringkali museum beranggapan telah memberikan banyak informasi
tentang koleksinya kepada masyarakat, namun pada kenyataannya, masyarakat
belum menerima informasi atau pesan yang disampaikan museum. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adalah latar belakang budaya,
pendidikan, dan usia dari setiap pengunjung. Oleh karena itu, dalam menyajikan
informasi kepada pengunjung, museum harus memperhatikan faktor-faktor
tersebut (Asiarto, 2007:7).
Pada awalnya, museum-museum di Eropa dan Amerika Serikat hanya
berorientasi terhadap penyajian koleksi yang dimilikinya (object oriented).
Namun pada tahun 1980-an, mereka mengubah orientasinya kepada pengunjung
(public oriented). Bentuk penyajian yang masih tradisional harus diubah sejalan
dengan berkembangnya ilmu dan teknologi. Kegiatan-kegiatan yang berorientasi
kepada publik harus ditingkatkan dengan menyusun program-program menarik
yang dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan pengunjung (Asiarto,
2007:7).
Dengan demikian, museum perlu meninjau kembali dan memikirkan
metode dan teknik penyajian informasi yang dimilikinya, baik dalam bentuk
pameran ataupun bentuk lainnya. Museum harus dapat memberikan kepuasan
edukasi dan rekreasi kepada masyarakat, sehingga mereka akan datang
mengunjungi museum kembali di lain waktu (Asiarto, 2007:7-8).
3.3.2. Tata Pamer Museum
Metode penyajian ditekankan kepada pameran sebagai unsur utama suatu
museum. Menurut Verhaar dan Meeter dalam bukunya yang berjudul Project
Model Exhibition, pameran adalah suatu bentuk komunikasi yang melibatkan
sekelompok besar masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan informasi,
gagasan, dan emosi yang berkaitan dengan benda-benda pembuktian manusia dan
lingkungannya, yang dibantu dengan perlengkapan visual dan metode dimensional
(Edson dan Dean, 1994:149).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
58
Pameran adalah inti dari pengalaman yang ditawarkan museum kepada
masyarakat (McLean, 1993:15). Selain itu, pameran juga merupakan media yang
menyampaikan misi (tujuan) museum melalui koleksi-koleksi yang dimilikinya
(Edson dan Dean, 1994:150). Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan
dan pengalaman yang positif, serta menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat
(Edson dan Dean, 1994:150).
Pengunjung museum terdiri dari berbagai macam latar belakang budaya,
pendidikan, dan usia, baik itu siswa sekolah, ibu rumah tangga, pegawai kantor,
pengusaha, ataupun pedagang roti. Interaksi yang mereka lakukan terhadap
pameran museum tentunya akan berbeda-beda pula. Roger miles mengatakan
bahwa setiap pengunjung museum kurang lebih mempunyai alasan yang sama
ketika datang ke museum, antara lain adalah untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan jati diri, interaksi sosial (bersama keluarga, teman, masyarakat),
dan rekreasi (McLean, 1993:5).
Perusahaan raksasa Walt Disney adalah salah satu contoh institusi yang
sangat baik dalam menangani dan melayani pengunjung. Disney mempunyai nilai-
nilai filosofis di balik pendekatannya terhadap pengunjung museum, yang disebut
Mickey’s Ten Commandments (McLean, 1993:5-6). Adapun nilai filosofis tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Know your audience
Kenali pengunjung yang datang, baik dari latar belakang maupun minat
mereka.
2. Wear your guests’ shoes
Seluruh komponen museum, baik itu perancang pameran, pegawai, dan
jajaran direksi, harus melihat segala sesuatunya dari kaca mata
pengunjung.
3. Organize the flow of people and ideas
Kemas cerita dengan baik dan menarik guna mengatur informasi yang
akan disampaikan kepada pengunjung. Pengunjung senang mendengarkan
cerita, bukan diceramahi.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
59
4. Create a “wienie”13
Merupakan istilah yang diciptakan Walt Disney, yang berarti museum
harus dapat membimbing pengunjung dari satu area (ruang pameran) ke
area berikutnya dengan menciptakan suasana yang menarik secara visual.
5. Communicate with visual literacy
Gunakan cara-cara nonverbal (visual) yang baik dan menarik dalam
menyampaikan informasi kepada pengunjung. Warna, bentuk, dan ukuran
merupakan komponen penting yang dapat digunakan dalam komunikasi
tersebut.
6. Avoid overload. Create turn-ons
Jangan memberikan terlalu banyak informasi kepada pengunjung. Hindari
pula cara penyampaian verbal yang terlalu banyak karena dapat membuat
pengunjung bosan. Pengunjung tidak harus mempelajari semua yang
berkenaan dengan koleksi-koleksi yang ada. Sediakan pemandu bagi
pengunjung yang ingin mengetahui informasi secara mendalam.
7. Tell one story at a time
Apabila museum memiliki banyak informasi yang ingin disampaikan, bagi
informasi tersebut ke dalam beberapa tahap. Setiap tahapan disampaikan
secara satu persatu sehingga pengunjung dapat memahami dan menyerap
satu konsep sebelum beralih ke konsep berikutnya.
8. Avoid contradiction. Maintain identity
Museum harus memiliki identitas kelembagaan yang jelas agar
pengunjung dapat mengetahui dan mengenali, serta dapat membedakannya
dengan lembaga lain.
9. For every ounce of treatment, provide a ton of fun – a ton of treat.
Berikan kesempatan bagi pengunjung untuk dapat bersenang-senang,
memperoleh pengalaman positif, dan menikmati lingkungan museum yang
nyaman dan indah.
13 Wienie adalah istilah yang diciptakan Walt Disney. Artinya adalah museum harus menciptakan suatu daya tarik visual (wienie) pada penyajian pameran yang dapat membimbing pengunjung menjelajahi tiap-tiap ruang pameran secara sistematis (McLean, 1993:6).
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
60
10. Keep it up
Jangan meremehkan pentingnya kebersihan dan perawatan rutin (McLean,
1993:6-7).
Setiap museum mempunyai karakteristiknya masing-masing, dan melalui
pamerannya, museum dapat merefleksikan karakteristik tersebut melalui isi, gaya,
dan cara pengungkapan (McLean, 1993:16). Terlepas dari jenis museum tempat
pameran itu berada atau jenis informasi yang disampaikan di dalamnya, pameran
museum memiliki tiga prinsip yang bersifat universal, yaitu:
1. Fungsi utama dari pameran adalah untuk memamerkan sesuatu.
2. Pameran adalah media untuk berkomunikasi.
3. Pameran merupakan suatu pengalaman, bukan produk (McLean, 1993:16).
Pameran di museum dapat dikatakan sukses apabila telah berhasil
mencapai tujuan yang diemban museum tersebut (McLean, 1993:20). Menurut
Roger Miles, pameran di museum dapat dikatakan berhasil apabila telah
melakukan beberapa hal berikut, yaitu:
1. Menampilkan objek yang tampak nyata dan hidup.
2. Langsung mengena pada sasaran yang dimaksud.
3. Dapat dipahami oleh berbagai kalangan.
4. Dapat dikenang (memorable).
5. Dapat menunjukkan dengan jelas kepada pengunjung tahap dimulainya
pameran hingga tahap berakhirnya (jelas dan sistematis).
6. Menggunakan teknik penyampaian modern yang memudahkan
pemahaman pengunjung.
7. Menggunakan hal-hal yang mudah dikenali pengunjung (familiar) dan
pengalaman tertentu yang dapat membantu memudahkan penjelasan.
8. Menyertakan display yang komprehensif untuk menjelaskan suatu objek
(McLean, 1993:20).
Pengadaan pameran di museum harus didasari oleh tiga faktor, yaitu
koleksi, pengunjung, dan sarana pameran. Koleksi hendaknya dapat ditampilkan
secara utuh agar dapat dinikmati dengan baik oleh pengunjung. Koleksi-koleksi
yang akan dipamerkan, harus diseleksi terlebih dahulu agar jumlahnya tidak
terlalu banyak. Jumlah koleksi yang terlalu banyak dapat menimbulkan kesan
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
61
padat dan penuh. Tata pamer yang sederhana dapat menonjolkan keindahan dari
koleksi-koleksi tersebut. Oleh karena itu, hindari dekorasi yang berlebihan dan
mendominasi ruangan karena dapat mengganggu konsentrasi pengunjung. Di
samping penampilan koleksi, hal lain yang harus diperhatikan adalah faktor
keamanan dan kebersihan koleksi (Udansyah, 1978:9).
Faktor yang kedua adalah pengunjung. Pameran di museum bertujuan
untuk memberikan kepuasan dan kesenangan bagi pengunjung. Pameran diatur
secara sistematis agar dapat dipahami dengan mudah. Pengaturan ruangan harus
diperhatikan pula agar pengunjung dapat bergerak dengan leluasa. Kenyamanan
pengunjung merupakan aspek yang sangat penting. Apabila pengunjung merasa
nyaman dengan suasana pameran, maka mereka dapat menangkap dan memahami
informasi dengan baik. Dalam pengadaan materi pameran, pihak museum harus
memperhatikan keragaman pengunjung yang terdiri dari latar belakang budaya,
pendidikan, dan usia yang berbeda-beda. Penyampaian informasi sebaiknya
bersifat umum dan sederhana sehingga mudah dipahami oleh semua kalangan
(Udansyah, 1978:9-11).
Kemudian faktor yang ketiga adalah faktor sarana. Faktor sarana
merupakan faktor yang melengkapi kedua faktor sebelumnya. Tanpa adanya
sarana yang baik, maka penyelenggaraan pameran tidak dapat berjalan optimal.
Beberapa sarana penunjang pameran antara lain adalah ruangan, vitrine (lemari
pamer), papan display (panel), dan papan informasi (Udansyah, 1978:11).
Ruang pameran terdiri dari dua macam, yaitu ruang tertutup (indoor) dan
ruang terbuka (outdoor) (Udansyah, 1987:34). Hal-hal yang harus diperhatikan
terhadap pengaturan ruang pameran adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan bergerak bagi pengunjung. Ruang pameran tidak boleh terlalu
sempit agar menghindari pengunjung yang berdesak-desakan. Apabila
ruang pameran tidak terlalu luas, maka penataan koleksi dan sarana
lainnya harus disesuaikan agar ruangan tersebut tidak menjadi sempit.
2. Pengaturan lalu lintas pengunjung. Ruang pameran harus diatur secara
sistematis sehingga arus lalu lintas pengunjung berjalan dengan rapi dan
tidak semrawut. Dengan demikian, pengunjung dapat menikmati koleksi-
koleksi yang dipamerkan secara berurutan dan tidak ada yang terlewatkan.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
62
3. Mengantisipasi gangguan terhadap pengunjung. Gangguan tersebut dapat
berupa suara bising, cahaya yang menyilaukan, serta keadaan udara yang
tidak normal. Kenyamanan pengunjung merupakan aspek yang sangat
penting.
4. Keselamatan koleksi. Unsur-unsur yang dapat menyebabkan kerusakan
pada koleksi antara lain adalah manusia, binatang, tumbuhan, gejala alam,
debu, dan kotoran lainnya (Udansyah, 1987:34-36).
Sebelum mengadakan suatu pameran, perlu ditentukan terlebih dahulu
jenis metode penyajian yang akan digunakan. Hal tersebut tentu berkenaan dengan
tema yang akan disajikan di dalam pameran (Udansyah, 1978:12). Terdapat tiga
macam metode penyajian pameran di museum, yaitu:
1. Metode pendekatan estetis, yaitu cara penyajian koleksi dengan
mengutamakan segi keindahan dari koleksi-koleksi yang dipamerkan.
Metode tersebut sangat tepat untuk diterapkan pada benda-benda kesenian.
2. Metode pendekatan romantika, yaitu cara penyajian koleksi yang
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan suasana tertentu
yang berhubungan dengan benda-benda yang dipamerkan.
3. Metode pendekatan intelektual, yaitu cara penyajian koleksi yang
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menyampaikan informasi
mengenai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan benda-benda yang
dipamerkan (Udansyah, 1978:12).
Koleksi-koleksi yang dipamerkan di museum merupakan benda hasil
kebudayaan manusia. Setiap benda kebudayaan manusia tentunya mempunyai
konteks yang dapat menjelaskan asal-usulnya, keadaan sosial dan budaya yang
melatarbelakanginya, proses pembuatan serta peranannya dalam masyarakat
pendukungnya. Oleh karena itu, dalam tata pamer modern, dikenal juga metode
pendekatan kontekstual. Pendekatan tersebut menyajikan koleksi yang ditunjang
aspek kontekstualnya, yang dapat berupa replika, gambar, foto, dan media
lainnya. Dengan demikian, koleksi tersebut dapat ”bercerita” tentang dirinya
secara jelas kepada pengunjung (Udansyah, 1978:12).
Perancang pameran (exhibit designer) tidak boleh hanya terfokus pada
penampilan fisik suatu objek saja, tetapi harus pula melihat konteks dari objek
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
63
tersebut (McLean, 1993:22). Penyajian konteks dapat berupa penempatan koleksi
pada situasi tertentu (berkaitan dengan konteksnya) serta penyampaian makna
yang tersirat dari penempatan tersebut (McLean, 1993:22). Salah satunya adalah
dengan mengatur suasana atau lingkungan ruang pameran.
Pengaturan lingkungan pada ruang pameran merupakan salah satu cara
interpretasi yang tepat apabila tujuan pameran tersebut adalah untuk
menempatkan objek pada konteks sosial, budaya, alam, atau sejarah pada satu
periode tertentu (McLean, 1993:23). Contoh bentuk yang kompleks dari
penyajian konteks adalah teknik pendekatan ”you are there”, yang sering
digunakan oleh Museum Sejarah Alam (Natural History Museum) di Amerika
Serikat (McLean, 1993:23). Pengunjung akan merasakan suasana tertentu yang
berkaitan erat dengan objek-objek yang ditampilkan. Misalnya pada ruangan
binatang dan habitatnya, ruang pameran akan diatur sedemikian rupa layaknya
hutan rimba yang merupakan tempat tinggal berbagai jenis binatang. Tujuannya
adalah untuk memberikan pengalaman positif dan menyampaikan informasi
secara menarik agar dapat dengan mudah dipahami pengunjung.
Berdasarkan waktunya, secara garis besar pameran di museum dibagi
menjadi tiga macam, yaitu pameran tetap, pameran temporal, dan pameran
berjalan (McLean, 1993:30). Karena dalam pembahasan ini yang menjadi
perhatian utama adalah pameran tetap, maka penjelasan selanjutnya adalah
mengenai pameran tetap saja.
Pameran tetap (permanent exhibitions) merupakan inti dari pengalaman
yang diberikan museum kepada pengunjung. Pameran tetap pada setiap museum
memiliki bentuk yang berbeda-beda, dimulai dari penyajian benda-benda
etnografi hingga benda-benda teknologi. Tentunya penyajian kedua koleksi
tersebut menggunakan teknik dan metode yang berbeda (McLean, 1993:31).
Hampir semua pameran tetap berharap dapat bertahan dalam jangka waktu
yang lama, paling tidak sepuluh tahun atau lebih, sebelum akhirnya direnovasi.
Dalam mengembangkan suatu pameran tetap, terdapat dua hal penting yang harus
diperhatikan. Pertama, karena pameran tetap diadakan untuk jangka waktu yang
panjang, maka pameran tersebut harus diisi oleh berbagai macam koleksi menarik
yang dapat terus menciptakan pengalaman-pengalaman baru bagi pengunjung.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
64
Museum harus dapat memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk menjelajahi
”sesuatu yang baru” dalam setiap kunjungan mereka. Sedangkan yang kedua
adalah tema pameran tetap harus bersifat relevan sepanjang waktu (McLean,
1993:31).
Pameran tetap tidak harus bertahan untuk selamanya, melainkan dapat
diganti atau diperbaharui karena alasan tertentu. Desain yang sudah ketinggalan
zaman dan material yang rusak bukan merupakan satu-satunya alasan bagi
museum untuk merenovasi pameran tetap. Konsep, koleksi, dan pegawai museum
silih berganti sepanjang waktu. Hal tersebut merupakan pemicu bagi perubahan
cara pandang museum terhadap pameran tetap. Selain itu, semakin dalam
pengetahuan museum mengenai tata pamer dan bentuk interaksi pengunjung yang
baik, maka semakin besar keinginan museum untuk berkomunikasi secara lebih
efektif. Hal itulah yang merupakan alasan terkuat bagi museum untuk
mengadakan suatu perubahan (McLean, 1993:31).
Penyelenggaraan pameran tetap tidak semudah yang dibayangkan.
Seorang profesional museum sekali pun membutuhkan waktu yang lama dalam
merencanakan proses pembuatan pameran yang sempurna (McLean, 1993:48).
Pembuatan pameran tetap harus melalui beberapa tahapan kerja yang bertingkat-
tingkat. Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gagasan
Setiap penyelenggaran pameran harus diawali dengan suatu gagasan (ide).
Gagasan tersebut dapat datang dari mana saja, baik dari tim perencanaan
museum, staf kuratorial, direktur museum, konsultan, atau bahkan
masyarakat awam. Gagasan dapat diperoleh dari kotak saran atau proposal
yang dipersiapkan secara khusus untuk pembuatan pameran. Merumuskan
gagasan pameran yang baik seringkali dirasakan amat sulit, sehingga pihak
museum membutuhkan banyak waktu dalam brainstorming dan
pengembangan gagasan.
2. Penentuan gagasan pameran
Penentuan gagasan pameran didasari oleh berbagai macam kriteria, antara
lain adalah harus mendukung konsep dan tujuan museum, relevan, tepat,
dapat diteliti, multi-visual, menghibur, didukung oleh pihak museum,
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
65
mendukung koleksi-koleksi yang ada, mandiri, berhubungan dengan
program museum dan program institusi lain, serta anggaran yang
memadai.
3. Pernyataan tujuan (purpose statement)
Pernyataan tujuan merupakan penjelasan secara mendetail mengenai
fungsi, administrasi, tujuan edukasi, sasaran pengunjung, dan ruang
lingkup pameran.
4. Pengumpulan ”para pemain”
Pada beberapa museum, rapat perencanaan yang melibatkan seluruh pihak
museum (baik itu staf pengembangan, humas, keamanan, desainer grafis,
dan lain sebagainya) dapat melahirkan suatu proses perencanaan pameran.
Namun sebaliknya, terdapat museum yang menyerahkan proses
perencanaan pameran kepada satu orang saja, sebelum dirundingkan
secara bersama-sama.
5. Communication goals
Pada pameran khusus (topikal dan tematis), communication goals
merupakan usaha penyampaian gagasan (kesatuan tema) pameran melalui
bentuk komunikasi museum kepada pengunjung. Dalam penyampaian
tersebut, museum menciptakan take-home messages yang bebas ditentukan
oleh pengunjung. Take home messages merupakan kesan dan pesan yang
diperoleh pengunjung dan kemudian dirangkai secara sederhana
menggunakan ”bahasa” pengunjung. Take home messages berbeda dengan
pernyataan tujuan.
6. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan parameter tema dan
informasi yang harus disampaikan, memilih objek dan media yang akan
digunakan, serta menggabungkan informasi yang tepat untuk
mengembangkan pameran. Selain itu, penelitian juga dilakukan untuk
mengkaji koleksi museum dan melakukan survei terhadap pengunjung.
7. Alur cerita (Storyline)
Alur cerita atau disebut juga skrip, skenario, pedoman pameran,
merupakan suatu kerangka cerita yang disampaikan museum kepada
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
66
pengunjung. Alur cerita dapat membagi suatu tema besar ke dalam
beberapa subtema. Tiap-tiap subtema ditampilkan dalam ruang pameran
yang berbeda. Pada umumnya, penyajian alur cerita diawali dengan
informasi pendahuluan atau pengantar sebelum memasuki pameran.
Kemudian bagian berikutnya adalah penyajian informasi yang bersifat
khusus.
8. Desain Konseptual
Desain Konseptual merupakan perencanaan awal mengenai bentuk desain
pameran (secara fisik). Desain tersebut masih berupa abstrak yang
menyatukan berbagai macam gagasan dan pemikiran. Desain yang bersifat
abstrak itu kemudian diubah ke dalam bentuk tiga dimensi dan diterapkan
pada penempatan ruang.
9. Evaluasi bentuk
Evaluasi atau pengujian bentuk pameran bertujuan untuk membantu
museum menentukan bentuk rancangan yang tepat serta memeriksa
kembali efektivitas pameran dalam mengkomunikasikan konsep yang
dimilikinya. Peran serta pengunjung juga dilibatkan dalam evaluasi
tersebut.
10. Desain akhir
Proses perencanaan bentuk pameran berawal dari desain konseptual dan
diakhiri dengan desain akhir. Desain akhir merupakan bentuk visualisasi
dari perencanaan bentuk pameran.
11. Naskah akhir
Naskah akhir menggabungkan semua informasi menjadi satu dan
merupakan penjelasan mengenai semua objek dan artefak, media dua
dimensi, media interaktif, dan material pendukung (termasuk label dan
program audio visual). Naskah akhir dapat digunakan sebagai master plan,
pedoman pameran, dan panduan untuk mengembangkan anggaran
pameran.
12. Anggaran dana dan revisi desain
Anggaran dana baru dapat ditentukan apabila pembuatan naskah akhir dan
penggambaran desain pameran telah selesai. Seringkali perencanaan awal
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
67
pameran membutuhkan biaya yang terlalu mahal sehingga terjadi over
budget. Oleh karena itu, perencanaan pameran perlu dimodifikasi dan
disesuaikan dengan anggaran dana yang tersedia.
13. Konstruksi dan dokumen khusus
Apabila desain akhir pameran telah disetujui, maka proses pembuatan
pameran harus diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat dipahami oleh
pihak kontraktor yang akan membuat pameran (melalui suatu dokumen
khusus). Keterangan khusus mengenai material yang ingin digunakan
harus dicantumkan, misalnya “gunakan material yang ramah lingkungan
atau gunakan material yang berkualitas”.
14. Pembuatan dan pemasangan
Pada umumnya, bagian tersebut merupakan bagian yang paling mahal di
antara bagian lainnya. Tim pembuat pameran harus berperan aktif dalam
mengawasi proses pembuatan dan pemasangan materi pameran. Mereka
juga harus memastikan bahwa materi pameran dibuat sebagaimana bentuk
rancangannya. Dinding, panel, perabotan, serta seluruh materi pameran
ditempatkan dan diatur. Semua objek dan artefak ditempatkan, serta
diberikan pencahayaan yang tepat.
15. Acara pembukaan
Apabila pameran telah siap dibuka untuk pengunjung, maka perlu ditandai
dengan satu atau serangkaian acara pembukaan. Acara pembukaan
merupakan unsur penting dalam proses pembuatan pameran. Selain itu,
acara pembukaan memiliki beberapa tujuan, antara lain adalah untuk
menarik perhatian masyarakat mengenai pameran yang diselenggarakan
museum, mempublikasikan eksistensi museum, mempromosikan program-
program museum, serta menggalang dana bagi kebutuhan museum.
16. Perawatan
Perawatan rutin terhadap seluruh materi pameran bertujuan untuk menjaga
performa materi tersebut. Perawatan dapat dilakukan secara sederhana,
namun berkelanjutan, seperti pembersihan, perawatan audio visual, serta
pemeriksaan terhadap bagian-bagian yang berpotensi rusak dan
memberikan perhatian khusus terhadapnya.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
68
17. Evaluasi sumatif
Selama proses pembuatan hingga pembukaan pameran untuk umum, tim
pembuat pameran telah menerapkan serangkaian teori, asumsi, dan konsep
mengenai bentuk interaksi pengunjung terhadap suatu pameran. Pada
proses pembuatan, dilakukan evaluasi bentuk yang bertujuan untuk
menguji asumsi. Namun pada saat pameran telah dibuka untuk umum,
diperlukan suatu metode untuk menentukan apakah asumsi yang selama
ini digunakan adalah benar atau salah. Selain itu, metode tersebut juga
dipakai untuk mengevaluasi reaksi dan pengalaman pengunjung pada saat
menikmati pameran yang telah rampung. Proses evaluasi tersebut
dinamakan evaluasi sumatif. Dengan dilakukannya evaluasi sumatif, maka
dapat diketahui apakah teori penataan dan komunikasi yang digunakan
dalam pameran sudah tepat, sehingga dapat digunakan lagi pada pameran
berikutnya di masa mendatang.
18. Perancangan kembali dan penyesuaian
Berdasarkan hasil evaluasi sumatif, pameran mungkin harus melakukan
penyesuaian dan perancangan kembali apabila terdapat komponen
pameran yang memiliki kesalahan konsep dan fungsi.
19. Proses perancangan kembali dan penyesuaian
Tahap tersebut merupakan proses penerapan perancangan kembali dan
penyesuaian yang telah direncanakan secara matang (McLean, 1993:53-
66).
Hal yang tidak boleh dilupakan dalam penyelenggaraan pameran di
museum adalah peran serta manusia, baik pengunjung ataupun pegawai museum.
Adanya interaksi sosial yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat dapat
mengubah keadaan ruang pameran yang statis menjadi ruang publik yang dinamis
(McLean, 1993:21).
Konsep museum dan bentuk penyajian museum adalah satu
kesinambungan yang tidak bisa dilepaskan. Konsep museum merupakan pedoman
dan acuan bagi bentuk penyajian museum, sedangkan bentuk penyajian museum
merupakan realisasi konsep museum di lapangan. Kedua hal itu tentunya harus
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008
Universitas Indonesia
69
sesuai dengan jenis museum yang bersangkutan. Dalam pembahasan ini, jenis
museum yang bersangkutan adalah open air museum.
Penyelenggaraan open air museum secara garis besar memiliki prinsip-
prinsip yang sama dengan penyelenggaraan museum pada umumnya, baik dalam
hal merumuskan konsep museum maupun mengadakan pameran. Namun
demikian, terdapat beberapa hal yang membedakan open air museum dengan
museum lainnya. Open air museum menekankan pada keotentikan situs beserta
pelestariannya. Pelestarian merupakan motivasi utama museum, sehingga
pemanfaatan di dalam museum harus didasari oleh hal tersebut. Prinsip-prinsip
yang terkandung di dalam open air museum tentunya akan memberikan pengaruh
terhadap konsep dan bentuk penyajian museum yang bersangkutan.
Museum taman..., Atina Winaya, FIB UI, 2008