Upload
lamliem
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
KAJIAN REFERENSI
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art)
Penelitian Analisa Pragmatis Perilaku Humblebrag Sebagai Personal Brand
Pada Media Sosial Instagram ini menggunakan dan mengutip jurnal-jurnal serta
penelitian sebelumnya yan berkaitan dengan fenomena yang dibahas. Berikut adalah
jurnal jurnal referensi yang dijadikan bahan dalam pembuatan penelitian ini.
Tabel 2. 1 Tabel State Of The Art
No. Judul Jurnal / Penelitian Nama Penulis & Keterangan
1. Korelasi Media Sosial
Instagram Dengan Presentasi
Diri Mahasiswa Jurusan Ilmu
Komunikasi Universitas Riau
Peneliti:
Heny Gustina
Tahun: 2015
Metode Penelitian:
Kuantitatif
Jurnal:
Jom FISIP,
Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik,
Universitas Riau.
Volume 2 No.2
Halaman:
1-15
Hasil Dengan perkembangan teknologi masa kini, komunikasi tidak hanya dapat
Penelitian
dan
Kaitan
Dengan
Penelitian
dilakukan dengan bertatap muka tapi juga dengan internet sebagai perantara.
Dengan menggunakan teori CMC atau Computer Mediated Communication
yang berfokus pada media sosial yang juga berkontribusi dalam pelaksanaan
proses komunikasi dan bagaimana sosial media memfasilitasi penggunanya
dalam mempresentasikan diri mereka.
Dengan melakukan pengumpulan data survey yang dibagikan kepada
mahasiswa Ilmu Komunkasi, Universitas Riau dengan total 155 repsonden
untuk menguji korelasi antara variabel, dapat dilihat bahwa adanya
presentasi diri yang dilakukan pengguna sosial media khususnya dalam
media sosial instagram. Mayoritas pengguna Instagram menguggah foto saat
mereka melakukan hal yang lucu atau konyol untuk membangun sosok yang
humoris dengan menggunakan strategi presentasi diri Ingratiation. Strategi
Ingratiation ini dilakukan dengan mengatakan hal-hal positif mengenai
seseorang demi menyatakan keakraban atau melakukan humor untuk
menciptakan kesan yang positif pada dirinya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya korelasi antara media sosial
Instagram dengan presentasi diri mahasiswa jurusan ilmu komunikasi pada
Universitas Riau untuk mengatur kesan yang ingin didapat dari orang lain
melalui tulisan dan foto atau video yang diunggah pada media sosial
instagram.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian yang sedang diteliti adalah
adanya persamaan platform media sosial yang digunakan dan juga
bagaimana mengkaitkannya dengan presentasi diri atau self presentation
yang juga merupakan unsur yang dibahas dalam penelitian ini. Selain itu,
penelitian ini juga dapat menjadi referensi penelitian dengan menggunakan
metode yang berbeda sehingga dapat melengkapi pandangan dari sisi yang
berbeda. Terdapat sedikit perbedaan antara jurnal yang digunakan dan juga
penelitian yang sedang diteliti ini. Perbedaan itu terletak pada objek
penelitian yang menuju pada mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Riau,
dan juga metode yang digunakan dalam pembuatan penelitian merupakan
metode kuantiitatif. Perbedaan yang signifikan antara penelitian ini
merupakan analisa perilaku humblebrag pada post yang telah diunggah ke
media sosial.
2. Personal Branding Laudya
Cynthia Bella Melalui
Instagram (Studi Deskriptif
Kualitatif Pada Akun
Instagram @Bandungmakuta)
Peneliti: Iin Soraya
Tahun: 2017
Metode Penelitian:
Kualitatif
Jurnal:
Jurnal Komunikasi
Volume VIII No. 2,
September 2017,
Program Studi Periklanan /AKOM BSI
Jakarta
Halaman:
30-38
Hasil
Penelitian
dan
Kaitan
Dengan
Masa Kini, para artis di Indonesia mengepakan sayapnya menjadi
enterpreneur dalam usaha kue. Salah satunya yang mencoba dalam ranah
entrepreneur adalah Laudya Cynthia Bella dengan Bandung Makuta. Dalam
menjajalkan brand Bandung Makuta, Bella juga melakukan kegiatan
personal branding melalui media instagram @bandungmakuta. Melalui
Penelitian fitur-fitur yang ada dalam Instagram, Bella melakukan 8 konsep personal
branding.
Bentuk personal branding Bella melalui 8 konsep yaitu secara Spesialisasi:
Bella merupakan asli dari sunda yaitu Bandung. Kepemimpinan: Bella
sebagai pemimpin yang baik dan humble. Kepribadian: Bella memiliki sifat
yang humble dan periang dan sederhana. Perbedan: Bella memiliki
diferensiasi yaitu jiwa sosialisme. Terlihat: Bella selalu berpartisipasi dan
terjun langsung memandu acara. Kesatuan: kepribadian yaitu baik, humble,
humoris dan santai. Keteguhan: Bella tipe yang mengikuti perkembangan
zaman. Nama Baik: citra yang positif dengan tidak membalas komentar
haters.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui personal branding dan
proses pembentuk Laudya Cynthia Bella melalui media sosial instagram.
Hasil penelitannya adalah Bella membentuk personal branding dengam
menggunakan fitur-fitur yang ada dalam Instagram. Bella melalui akun
instagram @bandungmakuta maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Laudya
Cynthia Bella membentuk personal branding melalui media sosial
Instagram dengan menggunakan fitur-fitur yang ada dalam instagram yaitu
Followers (Pengikut), Upload Foto (Mengunggah Foto), Kamera, Efek Foto,
Judul Foto, Arroba (@), Geotagging, Jejaring Sosial, Tanda Suka, serta
Popular (Explore)
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang dijalankan adalah
adanya persamaan dalam analisa hubungan personal branding dan media
sosial Instagram. Sedangkan perbedaanya terdapat dalam spesifikasi
perilaku humblebrag yang ada pada penelitian yang sedang dijalani, selain
itu perbedaan juga terdapat peda subjek penelitian. Penelitian ini terfokus
hanya pada @bandungmakuta, sedangkan penelitian yang sedang
dikembangkan memiliki cakupan subjek yang lebih luas yaitu pengguna
instagram di wilayah DKI Jakarta.
3. A Study of Motives, Usage,
Self-presentation and Number
of Followers on Instagram
Peneliti: Cheung Ting Ting
Tahun: 2014
Metode Penelitian:
Kuantitatif
Jurnal:
Discovery - SS Student E-journal, Volume
3.
Halaman :
1-35
Hasil
Penelitian
dan
Kaitan
Dengan
Penelitian
Instagram merupakan sebuah situs jaringan sosial yang berkembang secara
pesat. Penelitian ini melakukan investigasi terhadap hubungan atas motif,
penggunaan, self-presentation dan jumlah followers pada instagram dengan
pengaplikasian teori uses and gratification dan juga pendekatan impression
management. Dengan 181 pelajar di City University of Hong Kong
memberikan hasil adanya korelasi antara jumlah follower dengan
penggunaan Instagram dan bagaimana seseorang melakukan self-
presentation melalui akun Instagram nya.
Penggunaan Instagram didefinisikan sebagai aktifitas seseorang pengguna
(user) yang ikut serta dalam aktivitas Instagram seperti meninggalkan
komentar pada unggahan teman, memberikan like, mengunggah foto atau
video, tag teman, pemberian tagar pada post, melihan profile teman atau
user lainnya dan masih banyak lagi. Motif dalam penggunaan instagram
bertujuan sebagai penyampaian diri (dalam hobi, kesukaan, ide dan
perasaan) dan bagaimana seseorang dapat kabur dari realita dan kesepian
dan melupakan masalahnya dalam waktu yang temporer.
Pengguna Instagram dapat menunjukan bagaimana mereka ingin
menunjukan diri dalam Instagram dengan mengunggah foto atau video yang
berbeda dan menonjikan karakteristik spesifik dalam menjaga sisi positif
didepan orang-orang. hal ini berkaitan erat dengan self-presentation dan
impression management yang dilakukan pengguna Instagram.
Selain itu, adapula keterkaitan follower pada akun Instagram terhadap
bagaimana self-presentation seseorang pada akun Instagram dengan
melakukan impression management yang bertujuan untuk menarik
pengguna lainnya untuk follow pada akun Instagram. Tidak hanya itu,
banyaknya followers pada sebuah akun juga menunjukan jangkauan jaringan
sosial seseorang.
Persamaan yang ada pada penelitian ini adalah media sosial yang diteliti dan
juga bagaimana keterkaitan dalam konten foto, video atau tulisan yang
dibagikan dengan strategi self-presentation dan impression management
seseorang. Perbedannya adalah penelitian yang sedang diteliti ini
mengabungkan strategi self presentation dan personal branding dan
memiliki spesifikasi perilaku humblebrag. Selain itu, adanya perbedaan
pada subjek yang diteliti.
4. Personal Branding in Online
Platform
Peneliti:
Fahim Shaker, Reaz Hafiz
Tahun: 2014
Metode Penelitian:
Studi Pustaka
Jurnal:
Global Disclosure of Economics and
Business,
Volume 3, No. 3
School of Business Studies, Southeast
University, Dhaka, Bangladesh
Halaman:
7-20
Hasil
Penelitian
dan
Kaitan
Dengan
Penelitian
Personal branding secara online telah menjadi salah satu cara untuk
seseorang dalam membedakan diri dari orang lainnya untuk mencapai tujuan
profesional maupun tidak. Tujuan dari penelitian ini sebagai eksplorasi dari
berbagai literatur dari disiplin ilmu yang berbeda untuk mengembangkan
makalah ini. Dengan personal branding dalam dunia online dengan skema
pembuatan profil atau media sosial yang berkaitan dengan self marketing,
orang-orang mencoba untuk memperlihatkan dan menonjolkan sisi positif
dari diri mereka untuk mendapatkan pengakuan dari orang-orang
sekitarnya.
Dengan menggabungkan personal branding dan online identity, penelitian
ini menunjukan bagaimana seseorang menggunakan online sebagai
pembangunan karakter. Personal branding dapat disalurkan melalui pesan
tulisan dan foto yang diunggah kedalam media sosial. Selain itu penggunaan
pesan tulisan dan foto juga dapat menjadi self presentation dan impression
management tactic dalam pembentukan personal branding dalam media
sosial.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah dalam pembentukan
personal branding secara online, seseorang akan menonjolkan sisi positif
yang mereka miliki untuk mendapatkan pengakuan dan rasa hormat dari
orang-orang disekeliling mereka. Dalam pembentukannya, personal
branding dalam platform online dapat berupa pesan tulisan, foto dan video
yang memberikan informasi detail mengenai karateristik personal yang
ingin ditunjukan.
Hubungan dengan penelitian yang sedang dikembangkan adalah bagaimana
penelitian ini menejadi referensi yang tepat untuk mengabungkan personal
branding dengan platform online. Penelitian ini memberikan gambaran lebih
detail mengenai personal branding pada platform online. Perbedaan yang
terdapat dalam penelitian ini dan penelitian yang sedang diteliti merupakan
metode analisa, spesifikasi media online yang dipilih sebagai objek analisa.
5. Humblebragging : A Distinct
–And Ineffective- Self-
Presentation Strategy
Peneliti: Ovul Sezer, Francesca Gino,
Michael I Norton.
Tahun: 2017
Metode Penelitian:
Jurnal: Journal of Personality and Social
Psychology
Halaman:
52-74
Hasil
Penelitian
dan
Humblebrag – kesombongan yang ditutupi oleh keluhan – adalah sesuatu
yang nyata dari munculnya dan berkembangnya media sosial, melahirkan
formasi dari strategi self-presentationi yang baru. Penelitian ini
Kaitan
Dengan
Penelitian
memperlihatkan walaupun seseorang memilih untuk melakukan humblebrag
dalam membangun sebuah impression yang baik, humblebrag merupakan
sebuah strategi self-promotion yang tdak efektif.
Dalam kehidupan 5 studi yang memberikan korelasi dan bukti kausal,
Humblebrag memiliki 2 akibat, secara global - menurunkan rasa suka
terhadap individu tersebut dan bagaimana seseorang mengartikan ketulusan
– dan secara spesifik adalah sinyal yang tidak efektif dalam
mempromosikan diri. Orang-orang banyak yang mempercayai dengan
memadukan kesombongan diri dan keluhan akan memberikan keuntungan
yang baik dalam strategi self-promotion, tetapi nyatanya tidak.
Motivasi seseorang dalam melakukan humblebrag didorong dengan
keinginan selalu terlihat baik dan positif dimata masyarakat. Selain itu,
dengan berkembangnya media sosial, seseorang akan membangun image
yang baik melalui media sosialnya, humblebrag digunakan dengan tujuan
menunjukan kebolehan atau sisi positif yang dimiliki secara tidak langsung,
dan ditutupi dengan keluhan atau pertanyaan retorik.
Penelitian yang sedang dikembangkan ini merupakan penelitian lanjutan
dari Humblebragging : A Distinct –And Ineffective- Self-Presentation
Strategy. penelitian ini adalah satu-satunya penelitian mengenai hubungan
humblebrag dan self-presentation. Perbedaannya penelitian ini dengan
penelitian yang sedang diteliti berada pada subjek yang diteliti dan juga
adanya spesifikasi dan peranan media sosial yang dipilih.
Sumber : Diolah Peneliti, 2017
Penelitian-penelitian yang sudah disebutkan diatas memiliki keterkaitan yang
beragam sehingga dapat menjadi referensi dan memberikan gambaran lebih menyeluruh
mengenai hubungan personal branding dan media online. selain itu perbedaan dari
penelitian sebelumnya adalah subjek yang diteliti dan juga media yang digunakan.
Dengan mengikuti perkembangan teknologi, penelitian ini akan menyempurnakan
penelitian sebelumnya. Keunikan dari penelitian ini juga terdapat pada bagaimana media
sosial turut berperan terhadap perilaku manusia dan juga bagaimana munculnya
fenomena baru, perilaku humblebrag yang sebelumnya belum pernah diteliti di
Indonesia. Minimnya pengetahuan masyarakat indonesia terhadap humblebrag
memberikan dorongan untuk mengulas dan mengembangkan lebih dalam lagi mengenai
perilaku humblebrag sebagai personal branding pada media sosial Instagram yang
dilakukan oleh remaja di wilayah DKI Jakarta.
2.2 Landasan Konseptual
Ada beberapa teori yang digunakan sebagai landasan teori untuk membangun
pemahaman dan membantu menganalisa fenomena lebih dalam pada penyusunan
penelitian ini.
2.2.1. Self-Concept & Self- Presentation
Menurut Riswandi dalam Widiarti (2017) konsep diri atau self-concept
merupakan pemahaman mengenai diri sendiri yang muncul akibat interaksi
dengan orang lain dan juga merupakan faktor penentu dalam komunikasi
terhadap orang lain. Selain itu self-concept dapat juga diartikan sebagai
bentuk kepercayan, perasaan dan penilaian yang dipercayai oleh seseorang
mengenai dirinya sendiri yang mempengaruhi proses interaksi dengan
lingkungan sekitarnya (Pambudi & Wijayanti, 2012). Self-concept akan
memperlihatkan internal image dari seseorang yang akan mempengaruhi
persepsi orang lain dan akan membentuk sebuah external image, karena itu
self concept mempengaruhi bagaimana seseorang berkomunikasi. (Alberts,
Nakayama, & Martin, 2012)
Self-concept dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu
academic self concept dan juga non academic self concept (Srivastava &
Joshi, 2014). Berikut adalah pengertian academic self concept dan non-
academic self-concept menurut Fin dan Ishak (2014):
1. Academic Self-Concept
Academic self-concept merupakan konsep diri yang terfokus
pada kemampuan seseorang dalam pembelajaran di sekolah.
Academic self-concept dapat mendrong seseorang dalam hal
akademis.
2. Non-Academic Self-Concept
Non-academic self-concept lebih tertuju pada kegiatan non-
akademis seseorang yang dapat berupa sosial ,fisik, moral, dan
etika. Non-academic self-concept ini dapat berfungsi sebagai
pembentukan skill, karakter, cara bersosial, dan juga perilaku
seseorang bahkan dapat mendukung kegiatan akademis
seseorang.
Self memiliki keterkaitan erat dengan self-presentation seseorang.
Menurut Boyer dalam Gustina (2015) Self presentation atau presentasi diri
merupakan sebuah aktifitas atau tindakan menampilkan diri oleh individu
untuk mencapai sebuah citra yang diharapkan. Sedangkan menurut Mulyana
dalam Amalia (2015), self presentation merupakan sebuah upaya individu
untuk menumbuhkan kesan pada orang lain dengan melakukan penataan
perilaku dengan maksud membuat orang lain memaknai identitas dirinya
sesuai dengan keinginan. (Amalia, 2015).
Menurut Goffman dalam Aini (2014) presentasi diri merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memproduksi definisi situasi
dan identitas sosial yang memperngaruhi interaksi. Dalam memproduksi
sebuah identitas melewati perbandingan mengenai simbol dan atribut yang
akan dipakai sehingga mendukung identitas yang akan dibangun, menurut
Goffman, atribut ini dapat berupa pakaian yang dikenakan, tempat tinggal,
cara berjalan, cara menghabiskan waktu dan lainnya. Dengan mengelola
informasi yang diberikan kepada orang lain, seseorang dapat membangun
perspektif dan pandangan orang lain mengenai dirinya (Aini, 2014). Ada
lima strategi dalam pencapaian self-presentation menurut Jones dan Pittman
(1982) kelima strategi tersebut ialah:
1. Self-Promotion – usaha yang dilakukan bertujuan untuk
meyakinkan orang lain atas kompetensi yang dimiliki.
2. Ingratiation – Usaha yang dilakukan agar orang lain menyukai
diri
3. Intimidation – Usaha yang dilakukan untuk membangun
pemikiran bahwa diri kita adalah seseorang yang berbaha dalam
pikiran orang lain
4. Exemplification – Usaha yang dilakukan untuk membangun
pemikiran bahwa diri kita adalah seseorang yang memiliki
moralitas yang tinggi dalam pikiran orang lain.
5. Supplication – Usaha yang dilakukan untuk membangun
pemikiran bahwa diri kita adalah seseorang yang lemah dan
membutuhkan mereka dalam pikiran orang lain
.
2.2.2. Personal Branding
Dewasa kini, orang-orang berusaha untuk memberikan sisi positif atas
dirinya kepada lingkungan dan masyarakat sekitarnya untuk mendapatkan
apresiasi didalam hidupnya (Shaker & Hafiz, 2014). Maka dari itu, pengguna
personal branding sudah mulai digunakan oleh masyrakat. Personal
branding merupakan merek yang dibangun diatas manusia yang memiliki
identitas. Ada pula personal branding adalah kegiatan mengontrol perspektif
dan persepsi orang lain mengenai seseorang atau dirinya sendiri, serta
mengontrol persepsi orang lain mengenai dirinya (Widiastuti, 2017).
Personal branding juga terasosiasi dengan proses dari bagaimana seseorang
membungkus dan meng-edit diri mereka yang melibatkan pembuatan
keputusan dari informasi yang akan disertakan dan yang akan ditinggalkan
(Tussyadiah, 2016)
Konsep personal branding ini pertama kali diusung oleh Tom Peter
pada tahun 1997. Dalam bukunya yang berjudul The Brand Called You, Peter
menyatakan bahwa sebuah identitas terbentuk dari ketrampilan seseorang,
kepribadian, dan fitur lain yang membedakannya dengan orang lain. Peter
juga menjelaskan personal branding atau yang bisa disebut Brand YOU
adalah apa yang dilakukan-atau tidak dilakukan- mengkomunikasikan nilai
dan karakter dari brandnya masing masing individu (Peter, 1997).
Self-presentation dan personal branding memiliki kesamaan yaitu
melibatkan dan mengantisipasi interaksi yang akan terjadi dimasa depan
(Tussyadiah, 2016). Menurut Montoya, personal branding dapat mengatur
persepsi yang dimiliki seseorang terhadap orang lain dengan cara
menceritakan pengalam secara organik dan kebetulan sehingga orang lain
akan membangun persepsi tanpa disadari (Agustinna, Purnama, &
Abdurrahman, 2017). Personal branding merupakan pembuatan identitas
external bagaimana seseorang menjadi sebuah objek bisnis (Montoya, 2002).
Personal branding juga menjadi cara untuk meningkatkan nilai jual
seseorang dengan menunjukan dan memperlihaktan keahlian, karakteristik
dan kepribadian seseorang yang akan dibungkus dan membentuk sebuah
identitas. Identitas ini memberikan kekuatan seseorang untuk dibandingkan
dengan yang lain.
Dalam pembungkusan identitas ini, dalam self-presentation maupun
personal branding, seseorang akan menyaring informasi yang akan
ditampilkan, hal ini menunjukan bahwa impression management turut
berperan dalam aktifitas personal branding. Konsep impression management
pertama kali dicetuskan oleh Goffman. Menurut Goffman, Impression
management didasari dengan interaksi dan bagaimana seseorang memiliki
keterkaitan dalam strategi atau aksi membentuk dan menjaga sebuah image
yang ingin ditampilkan (Shaker & Hafiz, 2014). Impression management
menurut Rosenberg dan Egbert pada Shaker dan Hafiz (2014) dapat
dideskripsikan sebagai usaha secara sadar untuk mengendalikan, mengatur
dan memanipulasi perilaku untuk menerapkan atau menujukan impression
yang ingin ditunjukan kepada target audiens.
Selain itu, Shaker dan hafiz (2014) juga menjelaskan 2 tujuan dari
Impression management. Dua tujuan tersebut ialah:
a.Primary Goals
Dalam primary goals atau dapat disebut sebagai tujuan untuk
mempengaruhi orang lain (influence goals) yang bertujuan untuk
mendemonstrasikan perubahan perilku pada seseorang dengan
menunjukan image yang ingin ditekankan atau ditonjolkan.
b.Secondary Goals
Secondary Goals merupakan lanjutan atau tambahan dari primary
goals dalam impression management yang dapat terbagi menjadi 4
tipe yaitu :
1) Interaction Oriented
Keinginan untuk menjaga atau meningkatkan perhatian, dukungan
emosianal atau keterlibatan dalam perbandingan sosial (Dillard, 1999
dalam Rosenberg et al, 2011, dalam Shaker dan Hafiz 2014).
2) Identitiy goals
Keinginan untuk mempertahankan atau menjaga self-image atau self
concept.
3) Personal resource goals
Keinginan secara materialistik kepemilikan, fisik, atau mental asset.
4) Arousal managemen goals
Keinginan untuk dapat beroprasi dibawah zona nyaman dalam batas
yang ditentukan.
Dengan menggabungkan personal branding dan media online seperti
media sosial, terciptalah sebuah konsep online personal branding. Konsep
online personal branding ini mengkonotasikan cara berkomunikasikan
atribut yang menguntungkan dalam diri individu dalam platform online
(Shaker & Hafiz, 2014). Shepherds dalam Shaker dan Hafiz (2014)
menyatakan bahwa kepentingan dalam memiliki atau menjalankan personal
branding adalah untuk dikenali dikarenakan adanya peningkatan tekanan
globalisasi dan munculnya media sosial. Hal ini didukung dengan pernyataan
Labreccque, Markos dan Milne yang menyatakan bahwa vitrual space
memberikan platform bagi penggunanya untuk melakukan self-brand atau
personal branding dengan bantuan teknologi Web 2.0 (Shaker & Hafiz,
2014).
Impression management yang merupakan bagian dari personal
branding pun dapat terjadi atau terbentuk secara offline maupun online
(Shaker & Hafiz, 2014). Hal ini memicu terjadinya pembentukan sebuah
identitas dalam dunia maya atau online yang disebut online identitiy atau
identitas online. Identitas online (online identity) ini dapat diartikan sebagai
identitas yang dimiliki oleh seseorang dalam dunia maya atau online. Online
identity juga dapat diartikan dengan bagaimana seseorang dapat
mengkonstruksikan ulang identitas yang ia miliki dalam dunia nyata (offline)
menjadi sebuah identitas baru dalam dunia maya (online) melalui media
sosial. Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh Yurchisin (2005) yang mengatakan bahwa individu akan membuat ulang
personal brand identitiy mereka dalam platform online yang didasari oleh
self-presentation pada dunia nyata (offline) (Shaker & Hafiz, 2014).
2.2.3. Humblebrag
Humblebrag merupakan paduan kata ’humble’ yang berarti ramah dan
‘brag’ yang berarti menyombongkan diri. Humblebrag pada awalnya di
populerkan oleh seorang komedian Harris Wittels melalui media sosial
Twitter. Dari Twitter, Wittels membuat akun dengan username @humblebrag
yang sering kali me-retweet tweet yang mengandung humblebrag. Selain
memiliki akun twitter humblebrag, Witels juga mempublikasikan bukunya
yang berjudul Humblebrag: The Art of False Modesty dan akhirnya pada
tahun 2014, kata humblebrag resmi masuk kedalam kamus bahasa inggris
Oxford.
Dalam Oxford Dictionary, humblebrag adalah pernyataan berpura-pura
sederhana atau melakukan self-deprecating dengan maksud dan tujuan
menarik perhatian kepada sesuatu yang dibanggakan (Oxford English
Dictionary, 2014). Seperti yang dijabarkan oleh Sezer, Gino & Norton (2015)
humblebrag merupakan kesombongan yang dibalut dengan keluhan atau
hinaan terhadap diri sendiri. Dalam bukunya, Wittels (2012) menyatakan
bahwa humblebrag merupakan spesifikasi kesombongan yang menutupi
tujuannya dengan kedok palsu. Kerendahan hati yang dikomunikasikan
memungkinkan pelaku humblebrag untuk membanggakan pencapaian tanpa
rasa malu dan bersalah. Secara alami, humblebrag merupakan sifat mencela
diri sendiri (Wittels, 2012).
Tidak hanya cuitan di Twitter, Wittels juga menjabarkan bagaimana
humblebrag telah dipakai oleh tokoh-tokoh terkenal terdahulu seperti
Genghis Khan, Napoleon Bonaparte, Albert Einstein, Adolf Hitler, hingga
Marilyn Monroe. Seperti salah satu kalimat yang dilontarkan Albert Einstein
yang berbunyi “ With fame, I became more and more stupid, which, of
course, is a very common phenomenon” dari perkataan ini dapat
disumpulkan Albert Einstein menunjukan kepopulerannya dan kepintarannya
dan dibalut dengan perasaan menjadi seseorang yang bodoh.
Dalam penelitian Sezer, Gino & Norton (2015), humblebrag memiliki
faktor pendorong seperti keinginan seseorang untuk disukai (desires to be
liked) dan keinginan untuk dihormati (desire to be respected).
a) Desires To Be Liked
Pada dasarnya, seseorang perduli terhadap menjadi disukai.
Strategi yang digunakanpun beragam. Salah satunya adalah dengan
humility, merendahkan atau menghina diri sendiri. Untuk terlihat
rendah hati, seserorang dapat membanggakan pencapaiannya dan
memberikan penghargaan tersebut pada pihak lain atas keberuntungan
atau bantuan dari pihak laiinya. Hal ini meningkatkan kesukaan orang
terhadap individu tersebut dalam berlaku rendah hati.
Selain humility, strategi lain yang dapat dilakukan adalah
complaining atau mengeluh. Keuntungan yang didapat dari mengeluh
merupakan pengumpulan simpati dan mengkomunikasikan image
yang mudah disukai, seperti contoh seseorang dapat mengeluh
mengenai sakit, lelah, atau kebingungan untuk mendapatkan simpati
dan bantuan dari orang lain. Selain itu dengan melakukan keluhan,
seseorang dapat memberikan sinyal kedekatan hubungan dan
hubungan timbal balik yang akan meningkatkan kesukaan.
b) Desires To Be Respected
Selain menjadi disukai, individu juga memperhatikan bagaimana
orang lain melihat dirinya dengan tujuan meningkatkan rasa hormat
terhadap kompetensi atau keahlian dirinya. Strategi yang seringkali
digunakan adalah self-promotion. Dengan menunjukan sisi positif diri
untuk memperlihatkan kebisaan atau pencapaian seseorang. Sebagai
contoh, seseorang akan memperlihatkan kesombongan, kesuksesan,
karakteristik unik, dan akan memperlihatkan talenta, kekuatan dan
kualitas superior seseorang sebagai perhatian orang-orang,
Ada banyak cara untuk seseorang memperlihatkan, menekankan,
dan membesar-besarkan sebuah kesuksesan. Dalam melakukan
bragging atau menyombongkan diri, seseorang mememberikan bukti
lain atas keberhasilan atau mengunakan strategi self presentation
entitlement dengan mengklaim sebuah pencapaian atau keberhasilan.
Dari bukunya, Wittels menyatakan bahwa kata ‘weird’ dan ‘awkward’
menjadi kata yang paling sering dijumpai pada kalimat humblebrag. Wittels
juga memberikan contoh perilaku humblebrag di media sosial Twitter yang
dapat dirangkum dan digolongkan menjadi beberapa golongan topik yaitu:
1. Attractiveness
Memperlihatkan keunggulan dalam bentuk fisik adalah salah satu
yang dapat ditonjolkan dalam perilaku humblebrag. Dalam
menunjukan keunggulan fisik, seseorang dapat memperlihatkan
bagaimana mereka terlihat cantik atau tampan dan memiliki bentuk
badan yang semampai tanpa adanya usaha untuk mempercantik diri.
Selain itu, dengan memberikan pernyataan bahwa seseorang
menganggapnya cantik, tampan atau menarik juga dapat menjadi cara
untuk menunjukan keunngulan fisik yang dimiliki. Keunggulan ini
diikuti dengan rasa tidak percaya tau pernyataan bahwa mereka tidak
merasa hal tersebut adalah benar. Hal ini dijelaskan oleh Wittels
dalam Bab ‘Being so hot can be annoying’, ‘People keep hitting on
me’ dan ‘I’m Too Skinny’
2. Wealth
Memiliki kekayaan yang berlebih juga dapat menjadi sebuah
keunggulan yang dimiliki seseorang. Topik kekayaan yang diolah
menjadi humblebrag dapat berupa bagaimana seseorang dapat
memerlihatkan seberapa kaya dirinya. Hal ini dapat di tunjukan
dengan memberikan gambaran kehidupannya, kendaraan yang
dimiliki, perusahaan yang dimliki, dan masih banyak lagi. Hal ini
dipaparkan oleh Wittels pada Bab ‘I Hate Having All This Money’
3. Humble
Pada tipe humblebrag kali ini, seseorang dapat tetap memberlihatkan
kesombongannya yang ditutupi dengan menunjukan kebaikan yang
telah dilakukan seperti memberikan donsai kepada yang
membutuhkan atau adanya penyataan bahwa dirinya merupakan
seseorang yang ramah atau humble. Hal ini terlihat dalam tulisa
Wittels pada bab ‘It’s Hard Being So Charitable’ dan ‘I’m So
Humble’.
4. Asking
Dalam topik ini, seseorang dapat mengemukakan dan menunjukan
kelebihannya dan dibungkus dengan permintaan tolong atau
pertanyaan retorik. Hal ini ada pada bab ‘I’m “Genuinely” Asking!’
5.‘Weird’, ‘Awkward’ and ‘Surreal’
Dengan menggunakan kata ‘Weird! ‘Awkward!’ dan ‘Surreal!’
merupakan salah satu strategi humblebrag memberikan kesan
merendahkan diri karena tidak percaya akan sesuatu hal yang telah
terjadi.
6. Successful
Kesuksesan merupakan topik yang paling sering diangkat dalam
melakukan humblebrag. Kesuksesan yang diangkat dapat berupa
kesuksesan dalam karir, edukasi, pencapaian serta menunjkan
bagaimana sulitnya untuk menjadi seseorang yang sukses. Hal ini
diulas dalam Bab ‘I’m So Successful’, ‘I’m A Genius’, ‘It’s Hard To
Be An Author’, ‘It’s Tough To Be A Model’ dan ‘Academy Awards
Speech / Cant Belive Won An Award’.
7. Famous
Menjadi terkenal juga dapat menjadi nilai tambah dan keunggulan
yang dimiliki seseorang. Topik ini dapat digunakan sebagai topik
humblebrag dengan menunjukan kepopuleran atau ketenaran yang
dibalut dengan rasa tidak percaya tau dengan keluhan atas
ketenanrannya tersebut. Hal ini diulas oleh Wittels dalam bab ‘I’m on
TV!’, ‘It’s So Wierd Getting Recognize’ , ‘I Hate people Wanting My
Picture and Autograph All The Time’, ‘I Know Famous People!’,
‘Can You Believe They Include Me On This List?’, ‘How’d I Get
Here? How Is This My Life?’, ‘I Can’t Believe I Was Mentioned Me
In This Thing!’ dan ‘I’m At An Exclusive event’
8. Traveling
Bagaimana seseorang menunjukan bahwa dirinya dapat berpergian
dari satu kota ke kota lainnya atau dari satu negara ke negara lainnya,
atau bagaimana mereka menunjukan bahwa mereka berpergian
dengan di dukung oleh maskapai penerbangan atau pelayaran yang
ekslusif dan bagus. Dengan membalutnya bersama pernyataan
berisikan keluhan atau rasa tidak percaya, hal tersebut akan terdengar
sebagai humblebrag. Wittels menjabarkannya dalam bab ‘I Travel
Too Much’ dan ‘Flying First Class Is So Ugh’
2.2.4. Instagram
Instagram merupakan situs media sosial global yang memberikan
sebuah platform online bagi para penggunanya untuk membagikan konten
foto atau video yang juga dapat digabungkan dengan tulisan dalam bentuk
caption. Instagram telah berdiri sejak 6 Oktober 2010 dan telah diakuisisi
oleh Facebook pada tahun 2012. Dengan lebih dari 800 juta pengguna tiap
bulannya (Instagram, 2017) dan lebih dari 40 biliar foto yang telah dibagikan
di Instagram (Aslam, 2017), membuat situs dan aplikasi Instagram menjadi
salah satu media sosial yang diminati.
Pengguna Instagram didominasi oleh remaja dengan usia 18 hingga 29
tahun dengan persentase 59% dari total pengguna Instagram. data tersebut
menunjukan bahwa pengguna Instagram atau Instagram user didominasi oleh
remaja dan dewasa. Hal ini didukung dengan oleh 17% dari remaja yang
menyatakan bahwa Instagram merupakan media sosial yang sangat penting,
persentase ini mengalami peningkatan 5% sejak 2012 (Aslam, 2017).
Pada awalnya, Instagram merupakan sebuah aplikasi yang tersedia pada
Apple Store ataupun Google Play Store tanpa adanya biaya untuk
pengunduhan. Kini, Instagram juga dapat diakses dalam versi website
melalui ( www.Instagram.com). Instagram juga memberikan kemudahan
penggunanya untuk membagikan foto atau video dalam platform media sosial
lainnya sepe rti facebook, Twitter, Tumblr dan Flickr.
Penggunaan Instagram dapat didefinisikan sebagai aktifitas para
pengguna atau user ikut serta dalam aktivitas dalam Instagram seperti
meninggalkan komentar, memberikan like, mengunggah foto atau video, tag
teman, pemberian tagar pada post, melihan profile teman atau user (Ting,
2014), membagikan video atau foto dalam fitur Stories dan masih banyak
lagi. Tombol like dan comment terdapat tepat dibawah konten yang
dibagikan. Hal ini memberikan keleluasaan bagi para pengguna untuk
menunjukan ekspresi dan opini pada konten yang dibagikan oleh orang lain
(Ting, 2014).
Masa kini, pengguna Instagram tidak hanya akun pribadi tetapi juga
banyak toko online yang menjajalkan daganangannya melalui Instagram.
Tidak hanya berjualan, Instagram juga dapat menjadi sebuah medium untuk
melakukan branding bagi sebuah brand atau seseorang. National
Geographics, GoPro, Asos merupakan salah satu brand besar yang tetap
menjaga eksistensinya dalam Instagram. Brand-brand tersebut masuk
kedalam 7 brand Instagram yang sukses dalam melakukan taktik media sosial
Instagram berdasarkan Forbes Entrepreneur.
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Diolah Peneliti,2017
Kerangka pemikiran merupakan uraian atau pernyataan mengenai konsep
pemecahan masakah yang sudah diketahui dan dirumuskan sebelumnya. Dalam
kerangka penelitian akan menjelaskan bagaimana keterkaitan antara teori-teori yang
sudah dikemukakan sebelumnya. Keterkaitan antara konsep satu dan lainnya akan
dimulai dari self-concept. Self concept merupakan bagaimana seseorang melihat dan
menilai dirinya sendiri. Teori ini akan berfungsi bagaimana seseorang akan menilai dan
memproyeksikan apa yang ia lihat mengenai dirinya sendiri.
Setelah seseorang dapat menilai dan melihat dirinya sendiri, seseorang itu akan
memproyeksikannya kepada khalayak. Konsep yang digunakan adalah self-
presentation. Dalam teori self-presentation ini berkaitan dengan bagaimana ia
memperlihatkan dan memproyeksikan dirinya sesuai dengan keinginan bagaimana
orang lain ingin menilai dirinya. Konsep self-presentation ini memiliki kesamaan dan
kesinambungan dengan konsep personal branding
Personal branding adalah kegiatan mengontrol perspektif dan persepsi orang lain
mengenai seseorang atau dirinya sendiri, serta mengontrol persepsi orang lain mengenai
dirinya serta memberikan sebuah nilai atau pembangunan sebuah merek dalam diri
seseorang dengan menunjukan potensi diri keunikan sifat, karateristik dan skill yang
dimiliki. personal branding juga didorong dengan impression management yang
membantu dalam menonjolkan sifat positif yang dimiliki seseorang dan mengasilkan
sebagian impression atau self-presentation yang baik didepan masyarakat atau target
audiens. Dengan memadukan personal branding dengan media sosial, pembentukan
personal branding pada media sosial melahirkan sebuah identitas baru dalam dunia
maya atau dunia online yang disebut online identity
Online identity adalah bagaimana seseorang mengkonstruksikan identitasnya
dalam lingkungan online maupun offline. Media sosial yang menggunakan sistem
pembuatan profil memberikan keleluasaan untuk mengatur informasi yang ingin
dibagikan. Dari sinilah bagaimana seseorang dapat mengatur persepsi orang-orang
seperti yang diinginkan. Salah satu media sosial pembuatan profile yang banyak
digunakan adalah Instagram. Dengan fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh
Instagram, seseorang dapat melakukan personal branding dalam media sosial dengan
perpaduan teks dan foto atau video yang dapat diunggah ke akun pengguna masing-
masing.
Dalam online personal branding yang terfokus pada persepsi seseorang terhadap
image, seseorang ingin menunjukan sisi positif yang ia miliki sehingga orang-orang
disekita akan memberikan perhatian dan rasa hormat, atau diakui oleh lingkungan
sekitar. Pembentukan ini memungkinkan adanya impression management dalam
pengolahan informasi yang akan dibagikan dan bagaimana seseorang dapat
menonjolkan sisi positif dan keunggulan diri melalui postingan pada akun
Instagramnya.
Dalam menunjukan kualitas dan sisi postitif diri tanpa terlihat menyombongkan
diri berlebihan, seseorang akan merendahkan dirinya atau menutupinya dengan
keluhan. Hal ini menimbulkan sebuah fenomena yang disebut humblebrag.
Humblebrag merupakan cara baru dalam self presentation dan personal branding untuk
menunjukan dan memperlihatkan keahlian, keunggulan dan sifat positif yanga da dalam
diri seseorang dan menutupinya dengan keluhan, pertanyaan retorik atau merendahkan
diri agar tidak terlihat sombong dan terdengar ramah.