Upload
lenhi
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pemasaran
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Perubahan selera konsumen, lingkungan ekonomi dan persaingan yang
semakin tajam, membuat peranan pemasaran sangat penting untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mendapatkan laba bagi perusahaan.
Peran pemasaran sangat penting untuk mengetahui keinginan konsumen dan
perusahaan berusaha memenuhinya. Perusahaan banyak yang memproduksi barang
yang sejenis, sehingga membuat konsumen lebih selektif dalam memilih produk
mana yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemasaran juga
merupakan salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu
perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan
usahanya. Hal tersebut disebabkan karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan
perusahaan, dimana secara langsung berhubungan dengan konsumen.
Menurut Kotler (2001) mengemukakan definisi pemasaran berarti bekerja
dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa
keberhasilan pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan.
Berikut adalah pengertian pemasaran menurut para ahli:
1) Menurut Djaslim Saladin (2007), definisi pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada
maupun pembeli potensial.
2) Menurut Kotler (2005), pengertian pemasaran adalah suatu proses sosial
dan manajerial di mana masing-masing individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan,
penawaran dan pertukaran produk yang bernilai bagi pihak lain.
Dari definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran
merupakan usaha terpadu untuk menggabungkan rencana-rencana strategis yang
16
diarahkan kepada usaha pemuas kebutuhan dan keinginan konsumen untuk
memperoleh keuntungan yang diharapkan melalui proses pertukaran atau transaksi.
Kegiatan pemasaran perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada
konsumen bila ingin mendapatkan tanggapan yang baik dari konsumen. Perusahaan
harus secara penuh tanggung jawab tentang kepuasan produk yang ditawarkan
tersebut. Dengan demikian, maka segala aktivitas perusahaan, harusnya diarahkan
untuk dapat memuaskan konsumen yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh
laba.
2.1.2 Pengertian Bauran Pemasaran
Pengertian Marketing Mix atau bauran pemasaran merupakan istilah yang
dipakai untuk menjelaskan perpaduan strategi – strategi pembentukan inti sistem
pemasaran sebuah perusahaan untuk mengetahui reaksi pembeli. Marketing Mix ini
terdapat 4 variabel yaitu produk (product), harga (price), tempat (place) dan promosi
(promotion). Peneliti menguraikan Marketing Mix dari beberapa ahli:
1) Menurut Kotler (2000), Marketing Mix adalah “Campuran dari variabel-
variabel pemasaran yang dapat di pergunakan oleh suatu perusahaan untuk
mengejar tingkat penjualan yang diiginkan dalam pasar sasaran”
2) Menurut Kismono (2001), auran pemasaran adalah kombinasi dari variabel
atau kegiatan yang merupakan inti dari pemasaran yang terdiri dari strategi
produk (product), harga (price), promosi (promotion), dan distribusi
(place). Bauran pemasaran yang dipilih harus disesuaikan dengan
karakteristik pasar sasarannya. Jika pasar sasaranya adalah orang yang
berpenghasilan tinggi, mungkin produk yang harus di kembangkan adalah
produk spesial dengan harga tinggi, didistribusikan secara terbatas, dan
dipromosikan melalui media bergengsi tinggi.
3) Menurut Alma (2005), “Marketing mix adalah strategi mengkombinasikan
kegiatan-kegiatan marketing, agar tercipta kombinasi maksimal sehingga
memunculkan hasil paling memuaskan”.
4) Menurut Sumarmi dan Soeprihanto (2010), “Marketing mix adalah
kombinasi dari variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem
pemasaran yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi. Dengan kata lain
17
marketing mix adalah kumpulan dari variabel yang dapat digunakan oleh
perusahaan untuk dapat mempengaruhi tanggapan konsumen”.
2.2 Harga ( Price )
2.2.1 Pengertian Harga
Harga merupakan salah satu komponen pemasaran (price) yang dalam arti
yang paling sempit, harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk
dan jasa. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang ditukar
konsumen atas manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga
selalu berhubungan antara penjual dan pembeli baik produk maupun jasa. Melalui
harga dan pembayaran akan dapat menutupi biaya produksinya dan menentukan
kelangsungan hidup bisnis atau perusahaan.
Begitu pula dengan pembeli, akan mempertimbangkan harga, sebab berkaitan
dengan jumlah uang yang harus dikorbankan untuk memperoleh atau menikmati
suatu produk atau jasa. (Kotler dan Keller, 2007) mendefinisikan harga adalah “satu
unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan sedangkan yang lainnya
menghasilkan biaya.” Sedangkan menurut (Hasan, 2009) berpendapat bahwa harga
adalah “segala bentuk biaya moneter yang dikorbankan oleh konsumen untuk
memperoleh, memiliki, memanfaatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta
pelayanan dari suatu produk.
Dari beberapa definisi ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga
adalah suatu biaya yang dikeluarkan oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk
dan sering digunakan oleh sebagian besar konsumen untuk mengevaluasi produk.
2.2.2 Dasar dan Tujuan Penetapan Harga
Pada saat yang sama, penetapan harga dan persaingan harga adalah masalah
utama yang dihadapi banyak eksekutif pemasaran. Dasar penetapan harga menurut
Machfoedz (2005) “penetapan harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Keputusan penetapan harga sebuah perusahaan
dipengaruhi baik oleh faktor-faktor internal perusahaan maupun faktor-faktor
eksternal lingkungannya. Berikut adalah gambarannya:
18
Gambar 2.1
Faktor Keputusan Penetapan Harga
(Sumber: Kotller & Armstrong 2001 Principle of Marketing)
Sebelum menetapkan harga, perusahaan seharusnya menentukan strateginya
atas produk tersebut. Jika perusahaan telah memilih pasar sasarannya dan
memposisikannya dengan baik, maka strategi bauran pemasarannya termasuk harga
akan berjalan baik. Jadi, strategi penetapan harga sangat ditentukan oleh keputusan
posisi pasar. Semakin jelas tujuan perusahaan semakin mudah perusahaan tersebut
menetapkan harganya.
Menurut (Kotler, 2005), ada 5 (lima) tujuan utama dalam menetapkan harga
yaitu:
1) Kemampuan Bertahan
Perusahaan mengejar kemampuan bertahan sebagai tujuan utama jika
mengalami kelebihan kapasitas, persaingan ketat atau keinginan konsumen
yang berubah. Selama harga menutup biaya variabel dan beberapa biaya
tetap, perusahaan tetap berada dalam bisnis. Kemampuan bertahan
merupakan tujuan jangka pendek, dalam jangkan panjang perusahaan harus
mempelajari cara menambah nilai atau menghadapi kepunahan.
2) Laba Saat Ini Maksimum
Faktor - faktor Internal Faktor - faktor Eksternal
Tujuan Pemasaran Sifat pasar dan permintaan
Strategi Bauran Pemasaran
Keputusan
penetapan
harga
Persaingan
Biaya
Pertimbangan - pertimbangan
organisasi
Faktor Lingkungan lainnya
(ekonomi, penjual, pemerintah
19
Banyak perusahaan menetapkan harga yang akan memaksimalkan laba saat
ini. Perusahaan memperkirakan permintaan dan biaya yang berasosiasi
dengan harga alternatif dan memilih harga yang menghasilkan laba saat ini,
arus kas atau tingkat pengembalian atas investasi maksimum.Untuk
bertahan dalam pasar yang persaingannya sangat kompetitif dewasa ini,
perusahaan memerlukan tujuan atau sasaran penetapan harga yang khusus,
yang dapat dicapai dan dapat diukur. Tujuan penetapan harga yang realistis
kemudian memerlukan pengawasan secara periodik untuk menetukan
efektivitas dari strategi perusahaan tersebut.
3) Pangsa Pasar Maksimum
Perusahaan percaya bahwa semakin tinggi volume penjualan, biaya unit
akan semakin rendah dan laba jangka panjang semakin tinggi. Perusahaan
menetapkan harga terendah mengasumsikan pasar sensitif terhadap harga.
Strategi penetapan harga penetrasi pasar dapat diterapkan dalam kondisi:
a. Pasar sangat sensitif terhadap harga dan harga yang rendah
merangsang pertumbuhan pasar.
b. Biaya produksi dan distribusi menurun seiring terakumulasinya
pengalaman produksi.
c. Harga rendah mendorong persaingan aktual dan potensial.
4) Market Skiming Pricing
Perusahaan mengungkapkan teknologi baru yang menetapkan harga tinggi
untuk memaksimalkan memerah pasar dimana pada mulanya harga
ditetapkan tinggi dan secara perlahan turun seiring waktu. Skiming pricing
digunakan dalam kondisi sebagai berikut:
a. Terdapat cukup banyak pembeli yang permintaan saat ini yang tinggi.
b. Biaya satuan memproduksi volume kecil tidak begitu tinggi hingga
menghilangkan keuntungan dari mengenakan harga maksimum yang
mampu diserap pasar.
c. Harga awal tinggi menarik lebih banyak pesaing ke pasar.
d. Harga tinggi mengkomunikasikan citra produk yang unggul.
5) Kepemimpinan kualitas produk
Banyak merek berusaha menjadi “kemewahan terjangkau” produk atau jasa
yang ditentukan karakternya oleh tingkat kualitas anggapan, selera dan
20
status yang tinggi dengan harga yang cukup tinggi agar tidak berada diluar
jangkauan konsumen. Menurut Lamb, Hair dan McDaniel (2001), tujuan
atau penetapan harga dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori yang
berorientasi pada keuntungan, yaitu:
a. Maksimalisasi keuntungan (Profit maximization)
Sasaran penetapan harga ini berorientasi pada keuntungan,
maksimalisasi keuntungan artinya menentukan harga agar total
pendapatan menjadi sebesar mungkin relatif terhadap biaya total.
Bagaimanapun maksimalisasi keuntungan tidak selalu menandakan
harga tinggi yang tanpa alasan yang rasional. Baik harga maupun
keuntungan tergantung pada jenis lingkungan persaingan yang
dihadapi oleh perusahaan.
b. Keuntungan yang memuaskan (Satisfactory profit)
Keuntungan yang memuaskan merupakan suatu tingkat keuntungan
yang masuk akal. Daripada maksimalkan keuntungan, banyak
organisasi berupaya untuk mendapatkan keuntungan yang memuaskan
para pemegang saham dan manajemen. Dalam suatu industri yang
beresiko, keuntungan yang memuaskan mungkin mencapai 35 persen
(tiga puluh lima persen). Dalam industri yang kurang beresiko,
mungkin hanya 7 persen (tujuh persen) saja.
c. Target Pengembalian Investasi (Return on Investment/ROI)
Sasaran keuntungan yang paling umum adalah target pengembalian
atas investasi, kadangkala disebut juga pengembalian atas aktiva total
perusahaan. ROI mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan
dalam menghasilkan keuntungan dengan aktiva yang ada. Semakin
tinggi tingkat pengembalian investasi perusahaan, maka perusahaan
semakin baik.
2.2.3 Metode Penetapan Harga
Dalam menetapkan harga terdapat pertimbangan-pertimbangan, (Kotler dan
Keller, 2007) menjelaskan 3 (tiga) model C dalam penetapan harga seperti di bawah
ini:
a. Jadwal permintaan pelanggan (customer’s demand)
21
b. Fungsi biaya (cost function)
c. Harga Pesaing (competitor’s price)
Dalam memilih metode penetapan harga, perusahaan memilih metode yang
menyertakan 1 (satu) atau lebih di antara pertimbangan ini. Lebih lanjut (Kotler dan
Keller, 2007) menjelaskan jenis-jenis metode penetapan harga, yaitu:
1) Cost Oriented Pricing, adalah penetapan harga yang semata-mata
memperhitungkan biaya-biaya dan tidak berorientasi pada pasar. Penetapan
harga ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:
a. Mark up pricing and cost plus pricing cara penetapan harga yang
sama, yaitu menambahkan biaya per unit dengan laba yang
diharapkan. Mark up pricing digunakan di kalangan pedagang
pengecer sedangkan cost plus pricing digunakan oleh manufaktur.
b. Target pricing, yaitu suatu penetapan harga jual berdasarkan target
rate of return dari biaya total yang dikeluarkan ditambah laba yang
diharapkan pada volume penjualan yang diperkirakan. Ini ditetapkan
dalam jangka panjang.
2) Demand Oriented Pricing, penentuan harga dengan mempertimbangkan
keadaan permintaan, keadaan pasar dan keinginan konsumen. Penentuan
harga ini terdiri dari:
a. Perceived value pricing, yaitu beberapa nilai produk dalam
pandangan konsumen terhadap yang dihasilkan perusahaan.
b. Demand differential pricing atau price discrimination, yaitu
penetapan harga jual produk dengan 2 (dua) macam harga atau lebih.
Hal ini dapat didasarkan pada customer basis, product version basis,
place basis, dan time basis.
3) Competitor Oriented Pricing, yaitu penetapan harga jual yang berorientasi
pada pesaing, yang terdiri dari:
a. Going rate pricing, yaitu suatu penetapan harga dimana perusahaan
berusaha menetapkan harga setingkat dengan rata-rata industri.
b. Sealed bid pricing, yaitu suatu penetapan harga didasarkan pada
tawaran yang diajukan oleh pesaing.
Pada akhirnya pelanggan akan memutuskan mana produk dengan harga yang
tepat. Jika pelanggan memiliki persepsi bahwa harga suatu produk lebih tinggi
22
dibandingkan nilai dari produk ini sendiri maka mereka tidak mau membelinya. Jika
perusahaan menetapkan harga produk dibawah biaya tetap maka tidak akan
mendapatkan keuntungan bahkan merugi. Pricing yang benar adalah yang bisa
mengirimkan kedua value yaitu produk yang baik dan harga yang bersahabat kepada
pelanggan dan memberikan keuntungan kepada perusahaan” (Kotler and Armstrong,
2014).
2.2.4 Persepsi Harga (Perceive Price)
Banyak faktor yang mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan untuk
membeli. Harga adalah salah satu diantara yang lainnya yang mempengaruhi
keputusan pembelian dan memiliki struktur yang kompleks. Sebagian besar
pelanggan yang bereaksi secara berbeda – beda terhadap harga. Perceive price,
diketahui sebagai proses dari interpretasi harga dan penilaian dari produk atau jasa
oleh pelanggan, telah menarik perhatian para peniliti selama bertahun – tahun.
Sebagian besar pembelajaran telah menginvestigasi pengaruh harga pada penilaian
produk dan jasa dan mempertimbangkan harga sebagai unidimensional. Meskipun
demikian, beberapa pembelajaran menyatakan bahwa harga memiliki lebih dari satu
peran pada keputusan pembelian (Lichtenstein et al, 1988; Lichtenstein et al, 1990;
Lichtenstein et al, 1993; Jin et al, 2003; Sternquist et al;2004).
Persepsi pelanggan akan harga terjadi selama beberapa waktu. Dengan
demikian, pelanggan mempeoleh informasi harga secara visually atau auditorily,
menginterpretasikan informasi yang didapat dan mengumpulkan beberapa hasil.
Sementara, ketika pelanggan memili catatan spesifik, pelanggan memungkinkan
memiliki beberapa pendekatan atau membangun beberapa pendekatan melalui
pengalaman mereka atau pembelajaran dari pembelian di masa lalu. Dalam konteks
ini, pelanggan mengikuti proses ini bahkan ketika memilih merek yang spesifik
(Okumus, 2003). Menurut Schiffman dan Kanuk (2007) persepsi harga adalah
pandangan atau persepsi mengenai harga bagaimana konsumen memandang harga
tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempengaruhi pengaruh yang kuat terhadap maksud
membeli dan kepuasan membeli.
23
Berdasarkan literatur yang ada, persepsi harga dipertimbangkan oleh dasar
multidimensi. Dimensi – dimensi dari persepsi harga (perceive price) memungkinkan
untuk mengubah dalam hal peran harga bermain dalam perilaku pelanggan dalam
membeli. Jika harga positif mempengaruhi keputusan pembelian maka peran harga
yang disebutkan. Jika peran harga berpengaruh negatif terhadap keputusan
pembelian, maka peran harga yang negatif disebutkan. Untuk memahami secara
eksplisit akan persepsi harga pada pelanggan, penting untuk menguji dimensi –
dimensi dari persepsi harga (perceive price) dan hubungan antara dimensi – dimensi
yang ada. Karena dengan adanya pengujian mungkin akan memberikan implikasi
atau keterlibatan yang signifikan untuk perusahaan melihat sebuah strategi yang bisa
memberikan mereka kesempatan yang besar dalam meraih tujuan – tujuan penetapan
harga.
Selanjutnya, beberapa study sebelumnya mengungkapkan bahwa persepsi
harga (perceive price) lebih penting jika produk nya adalah homogeneous dan
pelanggan memilik pengalaman membeli (Bettmean, 1973; Rao Mo& Monroe, 1988;
Okumus, 2003). Menurut Lichtenstein et al (1993), persepsi harga (perceive price)
pada pelanggan memilik 7 (tujuh) dimensi yaitu Price quality association (kualitas
harga), prestige sensitivity (sensitifitas prestise), price consciousness (kesadaran
harga), value consciousness (kesadaran nilai), price mavenism, sale proneness, dan
coupon proneness. Dalam penelitian ini dimensi yang akan diuji hanyalah 3 dimensi
saja berdasarkan dimensi yang cocok untuk diujikan pada AirAsia Indonesia menurut
peneliti. Berikut adalah penjelasan detail mengenai dimensi – dimensi persepsi
harga:
1) Price Quality (Kualitas Harga)
Kualitas harga digambarkan sebagai suatu kepercayaan umum pada
kategori produk yang dipandang mempunyai peran positif karena tingkat
harga berhubung positif dengan tingkat kualitas produk (Lichtenstein et al,
1993). Hubungan antara persepsi harga dan persepsi kualitas memberikan
pelanggan kesempatan untuk menggunakan properti sesuai dengan harga
untuk membuat sebuah penilaian mengenai kualitas produk. Contoh
persepsi pelanggan akan persepsi kualitas harga ini adalah : Harga yang
lebih tinggi akan memberikan layanan yang lebih baik, semakin tinggi
harga semakin baik juga kualitas pelayanan dan produk yang didapat.
24
2) Price Consciousness ( Kesadaran harga)
Bagi beberapa pelanggan, persepsi harga mungkin menjadi penting dan
menonjol dengan kesadaran mereka terhadap harga. Kesadaran harga
adalah menggambarkan sebagai sejauh mana konsumen memfokuskan
secara eksklusif pada membayar harga rendah. Deskripsi ini sesuai dengan
definisi yang dibuat oleh beberapa peneliti (Lichtenstein et al, 1993; Jin and
Sternquist, 2003). Kesadaran harga sering mengambil kendali dalam
lingkungan kompetisi bisnis. Hali ini dinyatakan bahwa perkembangan
harga yang mengacu pada perilaku pembeli selama kondisi resesi ekonomi.
Sebagian besar orang percaya bahwa perilaku akan pencarian harga yang
rendah ada diantara orang – orang selama dalam kondisi yang lebih buruk
daripada kondisi resesi ekonomi (Moore et al, 2003). Sebagai contoh adalah
pelanggan mempercayai bahwa harga rendah merupakan pertimbangan
penting dalam pembelian, pelanggan akan memeriksa harga sebelum
membeli.
3) Sale Proneness (Kecenderungan Potongan Harga)
Hal ini diamati bahwa pengenalan potongan harga pada pelanggan telah
menaikan persepsi akan nilai. Banyak penilaian positif akan harga timbul
akibat potongan harga dalam harga jual dan hal ini terdiri dari situasi
negatif semenjak persepsi pelanggan akan harga akan merefleksikan
kecenderungan potongan harga. Kecenderungan potongan harga secara
sederhana mengindikasi kecenderungan pelanggan terhadap produk dan
jasa pada saat terdapat potongan harga. Konsep ini dihasilkan dengan
konsep kecenderungan atau hasrat akan sebuah promosi yang digunakan
untuk menjelaskan reaksi yang kuat dari pelanggan pada berbagai macam
promosi. Kecenderungan harga berhubungan dengan kecenderungan atau
hasrat terhadap promosi dan juga berhubungan dengan potongan harga
yang ditawarkan. Secara umum, kecenderungan potongan harga
berdasarkan pada kenaikan kecenderungan atau hasrat pelanggan untuk
memberi respon pada penawaran pembelian karena harga diskon , hal ini
menunjukan harga diskon memberikan pengaruh positif pada penilaian
pelanggan. Dengan kata lain, bentuk penjualan memicu pembelian dan
25
selama produk dijual, produk tersebut akan dibeli (Lichtenstein et al, 1990;
Lichtenstein et al, 1993; Moore et al, 2003; Jin and Sternquist, 2003).
2.3 Brand Image
2.3.1 Pengertian Merek
Rangkuti (2002) dalam bukunya The Power of Brand menjelaskan bahwa
merek merupakan sebuah nama atau simbol (seperti logo, merek dagang, desain
kemasan,dsb) yang dibuat untuk membedakan satu produk dengan produk lainnya.
Merek juga dijadikan ciri untuk membedakan satu produk dari produk pesaing. Dasar
pemikirannya adalah memposisikan suatu produk ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu
dari produk sebagai sekadar komoditi, menjadi produk yang memiliki brand value
yang kuat, sehingga dapat mengurangi ketergantungan produk tersebut pada
pengaruh harga saat pengambilan keputusan.
Menurut Kapferer (1997), apabila suatu konsep merek yang kuat dapat
dikomunikasikan seacara baik kepada pasar sasaran yang tepat, maka merek tersebut
akan menghasilkan brand image yang dapat mencerminkan identitas merek yang
jelas. Pembahasan mengenai merek saat ini dapat dibedakan menjadi dua pendekatan
besar, yaitu:
a. Pembahasan mengenai konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen
b. Pembahasan mengenai konsep brand image yang dikembangkan oleh
pelanggan.
Pembahasan konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen adalah
menyusun visi, misi serta nilai suatu merek. Sedangkan pelanggan adalah
memberikan tanggapan terhadap merek tersebut. Konsep brand equity dan nilai –
nilai yanng terkandung dalam suatu merek (brand value) sangat diperlukan untuk
mengetahui secara jelas keterkaitan antara brand image yang dibentuk dalam pikiran
pelanggan.
2.3.2 Pengertian Brand Image
Menurut Kotler dan Keller (2009) mengartikan brand image adalah sebuah
proses dimana seseorang memilih , mengorganisasikan dan mengartikan masukan
informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti. Sedangkan menurut
26
Tjiptono (2005) pengertian brand image adalah deskripsi tentang asosiasi dan
keyakinan konsumen terhadap merek tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa brand
image merupakan pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan
dimana tidak semata ditentukan oleh bagaimana pemberian nama yang baik pada
sebuah produk tetapi juga dibutuhkan bagaimana cara memperkenalkan produk
tersebut agar dapat menjadi sebuah memori bagi konsumen dalam membentuk suatu
persepsi akan sebuah produk.
Menurut Rangkuti (2002), brand image terdiri dari 3 komponen yaitu :
1) Product Atribute, merupakan hal hal yang berkaitan dengan merek tersebut
sendiri, seperti kemasan, rasa, harga, dan lain – lain.
2) Consumer Benefit, merupakan kegunaan produk dari merek tersebut.
3) Brand Personality, merupakan asosiasi yang mengenai kepribadian sebuah
merek apabila merek tersebut adalah manusia.
Citra suatu merek dapat menentukan titik perbedaan yang mengindikasikan
bagaimana suatu merek superior dibandingkan dengan alternatif merek lain dalam
suatu kategori produk. Titik perbedaan suatu merek dapat diekspresikan melalui
berbagai kelebihan merek, seperti:
1) Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau
keuntungan ekonomi, kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi waktu,
kesehatan, serta harga murah.
2) Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa dengan
menggunakan suatu merek, ia akan menjadi penting, spesial, ataupun
merasa senang. Merek menawarkan kesenangan, membantu atau
meningkakan citra diri dan status.
2.3.3 Dimensi Brand Image
Keller (2003), dimensi – dimensi yang dapat mengukur brand image ada 3
(tiga) yaitu:
1) Strenght of Brand Association
Dimensi ini mengacu pada kekuatan dari sebuah merek. Kekuatan dari
asosiasi merek tergantung pada seberapa banyak informasi yang masuk
kedalam memori konsumen dan bagaimana informasi tersebut
27
dipertahankan sebagai bagian dari sebuah merek. Sumber informasi dalam
membentuk citra merek memiliki dua kekuatan yaitu brand attributes dan
bran benefits.
a. Brand attribute merupakan fitur – fitur yang menjadi ciri deskriptif
sebuah produk atau jasa. Fitur – fitur ini bisa meliputi bagaimana
konsumen berfikir tentang produk atau jasa yang terlibat dalam
proses pembelian. Atribut terbagi menjadi dua yaitu product related
berupa (physical composition atau service requirement) dan non –
product related berupa price, packaging atau product appearance
information, user imagery, usage imagery.
b. Brand Benefit merupakan nilai pribadi konsumen yang berkenaan
dengan produk dan jasa layanan, seperti apa yang konsumen fikirkan
tentang kelebihan sebuah produk atau layanan jasa.
2) Favourability of Brand Association
Dimensi ini dapat menunjukan apakah merek tersebut disukai atau tidak
disukai khalayaknya. Terbentuk oleh keyakinan konsumen terhadap
produk yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Dengan demikian, keberhasilan sebuah merek dapat dilihat apabila merek
dapat memenuhi keinginan konsumen (convenient, reliable, effective,
efficient, colorful) yang berhasil dipenuhi dengan program pemasaran
yang dijalankan. Menurut Flouris dan Walker (2005) bentuk tokak ukur
kenyamanan dan reliable dalam sebuah maskapai terkait dengan service,
safety, security dan on time performance.
3) Uniqueness of Brand Association
Dimensi ini mempunyai pengertian keunggulan perusahaan yang
memberikan nilai lebih kepada konsumen agar memiliki suatu ketertarikan
dengan sebuah produk atau layanan jasa. Keunggulan atau keunikan dari
sebuah merek haruslah dimiliki oleh setiap perusahaan, hal ini dikarenakan
keunggulan atau keunikan dapat menimbulkan memori yang kuat dalam
benak pelanggan.
28
2.4 Buying Decision
Keputusan pembelian (buying decision) adalah proses pengintegrasian yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku
alternatif dan memilih salah satu diantaranya (Peter dan Olson, 2000:162). Pada
umumnya, keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling
disukai (Kotler dan Amstrsong, 2008:181).
Berawal dari minat yang menurut Schiffman Kanuk (2009) dalam jurnal nya
mengatakan bahwa minat beli dianggap sebagai pengukuran kemungkinan konsumen
membeli produk tertentu, dimana tingginya minat beli akan berdampak pada
kemungkinan yang cukup besar dalam terjadinya keputusan pembelian. Menurut
Blackwer Miniard Engel (2008) mempertimbangkan apa yang menjadi metode yang
dibutuhkan konsumen dalam memprediksi sebuah perilaku konsumen dimana niat
dianggap sebagai pengukuran paling subjektif tentang cara berperilaku, disini minat
beli ditujukan sebagai konsumen yang cenderung dapat melakukan pembelian.
Buying decision pelanggan adalah serangkaian pilihan yang dibuat oleh
pelanggan sebelum melakukan pembelian setelah mereka memiliki minat untuk
membeli. Pride and Ferrel (2012) menyatakan bahwa untuk mengerti keputusan
pembelian pelanggan, Marketer harus mengerti proses konsumsi dan penggunaan
dari produk yang digunakan dalam persepsi pelanggan. Mereka pun menyatakan
bahwa ketika pelanggan membeli produk, pelanggan melewati beberapa tahap dalam
membuat keputusan pembelian, membeli dan evaluasi setelah membeli. Langkah –
langkah nya yaitu:
1) Problem Recognition, dimana pelanggan berkemampuan untuk
membedakan apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka butuhkan.
Marketer biasanya menggunakan advertising, sales person dan kemasan
untuk menstimulasi informasi akan keinginan atau kebutuhan.
2) Information Search, ketika pelanggan menelusuri memori mereka untuk
mencari tau mengenai produk , mencari informasi dari sumber luar seperti
teman, laporan pemerintah, publikasi, penjual, website, label kemasan, dan
display.
3) Evaluation, pelanggan akan mengevaluasi segala alternatif – alternatif
dimana pelanggan akan memutuskan kriteria yang berisi karakteristik yang
penting untuk mereka.
29
Proses pembelian pelanggan dapat dipengaruhi oleh circumstance, waktu dan
lokasi. Selain itu faktor situasi yang dapat mempengaruhi proses keputusan
pembelian terdiri dari 5 (lima) kategori. Yang pertama adalah physical surrounding
seperti lokasi, suasana toko, atau cuaca. Yang kedua yaitu social surrounding seperti
karakteristik dan interaksi dengan orang lain. Yang ketiga adalah dimensi, waktu
memainkan peran yang sangat penting sebagai pertimbangan pelanggan mengenai
ketahanan dari produk atau berapa kali produk bisa digunakan. Keempat adalah
alasan mengapa pelanggan ingin membeli produk tersebut. Yang terakhir adalah
kondisi pelanggan atau perasaan yang dapat berpengaruh pada proses keputusan
pembelian.
Keputusan pembelian konsumen sebenarnya merupakan kumpulan dari
sejumlah keputusan pembelian. Setiap keputusan pembelian tersebut memiliki strutur
komponen yang berbeda, diantaranya (Oentoro, 2012)
1) Keputusan tentang jenis produk. Konsumen dapat memutuskan untuk
membeli jenis produk tertentu seperti produk makanan atau produk
elektronik.
2) Keputusan tentang bentuk produk. Keputusan pembelian ini berupa
pemilihan bentuk produk menyangkut, ukuran , kualitas, desain produk
dan sebagainya.
3) Keputusan tentang merek. Setiap merek memiliki perbedaan dan
keunggulan tersendiri. Konsumen akan memutuskan membeli merek mana
yang paling sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
4) Keputusan tentang penjual. Dalam mengambil keputusan pembelian
konsumen akan menentukan dimana atau dari siapa dia akan membeli
produk tersebut.
5) Keputusan tentang jumlah produk. Konsumen dapat mengambil keputusan
tentang berapa banyak produk yang akan dibelinya.
6) Keputusan tentang waktu pembelian. Konsumen dapat mengambil
keputusan tentang kapan mereka akan membeli suatu produk.
7) Keputusan tentang cara pembayaran. Ketika memutuskan untuk membeli
suatu produk konsumen akan menentukan cara pembayaran produk yang
dibeli, apakah secara tunai atau cicilan
30
2.5 Kerangka Pikir
Berikut ini akan dikemukakan skema kerangka pikir dapat dilihat
melalui gambar di bawah ini:
Gambar 2.2
Kerangka Pikir
(Sumber : Data Olahan Peneliti, 2015)
2.6 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, peneliti
merumuskan hipotesis sebagai berikut:
- H0. Diduga bahwa perceive price (X1) tidak berpengaruh secara
significant terhadap buying decision (Y) pada maskapai penerbangan PT.
Indonesia AirAsia.
- H1. Diduga bahwa perceive price (X1) berpengaruh secara significant
terhadap buying decision (Y) pada maskapai penerbangan PT. Indonesia
AirAsia.
- H0. Diduga bahwa brand image (X2) tidak berpengaruh secara
significant terhadap buying decision (Y) pada maskapai penerbangan PT.
Indonesia AirAsia.
- H2. Diduga bahwa brand image (X2) berpengaruh secara significant
terhadap buying decision (Y) pada maskapai penerbangan PT. Indonesia
AirAsia.
31
- H0. Diduga bahwa perceive price (X1) dan brand image (X2) tidak
berpengaruh secara significant terhadap buying decision (Y) pada
maskapai penerbangan PT. Indonesia AirAsia.
- H3. Diduga bahwa perceive price (X1) dan brand image (X2)
berpengaruh secara significant terhadap buying decision (Y) tiket pesawat
pada maskapai penerbangan PT. Indonesia AirAsia.