Upload
leque
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi
Menurut O’Brien (2003, p7), sistem informasi adalah kombinasi dari orang,
perangkat keras, piranti lunak, jaringan komunikasi dan sumber data yang diatur
sedemikian rupa untuk mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam
sebuah organisasi.
Menurut Whitten, Jeffery L., Bentley, Lonnie D., Dittman, Kevin C. (2004, p12),
sistem informasi adalah suatu pengaturan dari orang-orang, data, proses, dan teknologi
informasi yang saling berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sebuah kombinasi dari
orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi dan sumber-sumber data
yang saling berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
mendistribusikan informasi dalam sebuah organisasi.
2.1.2 Pengertian Akuntansi
Menurut Horngren, Charles T., Walter T. Harrison, dan Linda S. Bamber (2002,
p5), akuntansi adalah sebuah sistem yang mengukur aktivitas-aktivitas bisnis,
memproses informasi menjadi laporan-laporan, dan mengkomunikasikan hasil-hasil
tersebut kepada para pembuat keputusan.
10
Menurut Wilkinson, J.W., M.J. Cerullo, V. Raval, dan B. Wong-On-Wing (2000,
p5), akuntansi memiliki beberapa sisi. Pertama, akuntansi mencakup pencatatan data
ekonomi (koleksi data), pemeliharaan data yang disimpan (pemeliharaan data), dan
menyajikan informasi kuantitatif dalam istilah-istilah finansial (information
generation). Kedua, akuntansi merupakan “bahasa bisnis” yang mengekspresikan dan
meringkas peristiwa-peristiwa penting pada perusahaan bisnis. Terakhir, akuntansi
dipandang sebagai suatu informasi keuangan yang diperlukan untuk keseluruhan
fungsi dari suatu entitas (seperti perusahaan bisnis). Informasi keuangan tertentu,
misalnya, merefleksikan hasil-hasil operasi selama periode akuntansi serta status dari
aset dan modal pada akhir periode akuntansi. Berbagai jenis pemakai, baik yang
berada di dalam maupun di luar perusahaan, menggunakan informasi ini untuk
berbagai macam tujuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah suatu sistem yang
mengumpulkan dan mencatat data ekonomi dari aktivitas-aktivitas bisnis perusahaan
dan kemudian memprosesnya menjadi sebuah laporan yang berguna dalam pembuatan
keputusan berbagai pihak pemakai, baik dari dalam ataupun luar perusahaan.
2.1.3 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Jones dan Rama (2006, p4), sistem informasi akuntansi adalah sebuah
subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi akuntansi,
keuangan dan informasi lainnya yang diperoleh dalam proses rutin transaksi akuntansi.
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), sistem informasi akuntansi adalah
sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data untuk
menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan.
11
Menurut Gelinas dan Dull (2008, p14), sistem informasi akuntansi adalah
subsistem khusus dari sistem informasi yang berfungsi untuk mengumpulkan,
memproses, dan melaporkan informasi yang berkaitan dengan aspek keuangan dari
sebuah kejadian bisnis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah suatu sistem
informasi yang berfungsi untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses
data yang diperoleh dari transaksi akuntansi rutin perusahaan untuk kemudian
digunakan untuk melakukan pelaporan atas informasi kepada para stakeholders.
2.1.4 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6-7) dapat disimpulkan bahwa, Sistem
Informasi Akuntansi terdiri dari enam komponen, yaitu:
1. People, yang mengoperasikan sistem dan menampilkan berbagai fungsi.
2. Procedures and instructions, baik manual maupun otomatis termasuk dalam
kegiatan pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data tentang kegiatan
organisasi.
3. Data, tentang organisasi dan proses bisnis organisasi.
4. Software, digunakan untuk memproses data organisasi.
5. Information technology infrastructure, termasuk komputer, peripheral devices,
dan peralatan jaringan komunikasi yang digunakan untuk mengumpulkan,
memproses, menyimpan dan mentransformasikan data dan informasi.
6. Internal control and security measures, yang menjaga keamanan data dalam
Sistem Informasi Akuntansi.
12
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p7), keenam komponen tersebut saling
bekerja sama sehingga memungkinkan sistem informasi akuntansi memenuhi tiga
fungsi bisnis yang utama yaitu:
1. Mengumpulkan dan menyimpan mengenai aktivitas organisasi, sumber daya dan
personel.
2. Mengubah data menjadi informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
sehingga manajemen dapat merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan
mengevaluasi aktivitas, sumber daya dan personel.
3. Menyediakan pengendalian yang memadai untuk melindungi aset organisasi,
termasuk data, untuk menjamin bahwa aset dan data tersedia secara akurat dan
dapat diandalkan ketika dibutuhkan.
2.1.5 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Jones dan Rama (2003, p6-7), tujuan dan kegunaan sistem informasi
akuntansi ada lima yaitu:
1. Menghasilkan laporan eksternal
Sistem informasi akuntansi mampu menghasilkan laporan-laporan khusus untuk
memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal
perusahaan. Laporan-laporan tersebut mencakup financial statement, tax returns,
dan laporan lainnya yang dibutuhkan oleh perwakilan pihak-pihak yang terkait.
2. Mendukung aktivitas yang rutin
Mampu mendukung manajer dalam menangani aktivitas-aktivitas operasional
yang bersifat rutin selama siklus operasi perusahaan.
3. Mendukung keputusan
13
Informasi juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan yang bersifat non-rutin
yang terdapat pada organisasi atau perusahaan.
4. Perencanaan dan pengawasan
Sebuah sistem informasi sangat dibutuhkan untuk kegiatan perencanaan dan
pengawasan. Informasi mengenai anggaran dan biaya-biaya standar disimpan
dalam sistem informasi dan laporan digunakan untuk membandingkan antara
anggaran yang ditetapkan dengan jumlah yang sebenarnya.
5. Implementasi pengendalian internal
Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur dan sistem informasi yang
digunakan untuk melindungi asset perusahaan dari kehilangan atau penggelapan
dan untuk menjaga keakuratan data keuangan. Hal tersebut dapat berhasil yaitu
dengan membangun suatu sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi.
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p12), sebuah sistem informasi akuntansi
yang dirancang dengan baik dapat memberikan kegunaan, sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya dari barang dan jasa.
2. Meningkatkan efisiensi
3. Berbagi pengetahuan
4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari supply chainnya
5. Meningkatkan struktur pengendalian internal
6. Meningkatkan kemudahan pembuatan keputusan
2.1.6 Siklus Pada Sistem Informasi Akuntansi
Menurut pendapat Romney dan Steinbart (2006, p30), siklus pemrosesan
transaksi pada sistem adalah suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan perusahaan
14
dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses pembelian, produksi, hingga penjualan
barang atau jasa. Siklus transaksi pada perusahaan dapat dibagi ke dalam lima
subsistem yaitu:
1. Revenue cycle (Siklus Pendapatan), yang terdiri dari transaksi penjualan dan
penerimaan kas.
2. Expenditure Cycle (Siklus Pengeluaran), yang terdiri dari peristiwa pembelian
dan pengeluaran kas.
3. Human Resource/Payroll Cycle (Siklus Sumber Daya Manusia), yang terdiri dari
peristiwa yang berhubungan dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga
kerja.
4. Production Cycle (Siklus Produksi), yang terdiri dari peristiwa yang
berhubungan dengan pengubahan bahan mentah menjadi produk / jasa yang siap
dipasarkan.
5. Financing Cycle (Siklus Keuangan Perusahaan), yang terdiri dari peristiwa yang
berhubungan dengan penerimaan modal dari investor dan kreditor.
Menurut Hall (2001, p50), siklus pemrosesan transaksi yang terdapat pada
kebanyakan aktivitas ekonomis sebuah perusahaan baik profit maupun non-profit
terdiri dari aktivitas:
1. Expenditure cycle , yang terdiri dari peristiwa perolehan bahan baku, aset, dan
tenaga kerja dan sebagai gantinya terjadi pengeluaran kas. Dari sisi sistem,
transaksi ini terdapat dua bagian yaitu: pysical component (perolehan barang)
dan financial component (pengeluaran kas untuk pembayaran ke supplier).
Dalam siklus pengeluaran akan dibahas purchase/acccount payable system, cash
disbursement system, payroll system, fixed asset system.
15
2. Conversion cycle, terdiri dari sistem produksi dan sistem akuntansi biaya.
Sistem produksi meliputi perencanaan, penjadwalan dan pengendalian produk
fisik yang terjadi selama proses manufaktur. Sistem akuntansi biaya meliputi
aliran informasi biaya terkait produksi dan menghasilkan informasi yang
digunakan untuk penilaian persediaan, penganggaran, pengendalian biaya,
laporan kinerja dan pengambilan keputusan manajemen.
3. Revenue cycle, terdiri dari proses penjualan secara tunai, penjualan secara kredit,
dan penerimaan kas akibat penjualan.
2.2 Konsep Pembelian, Persediaan dan Utang Usaha
2.2.1 Konsep Pembelian dan Utang Usaha dalam Siklus Pengeluaran
2.2.1.1 Pengertian Pembelian
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, h266), pembelian adalah kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan dengan membeli barang secara tunai atau kredit atau
membeli aktiva produksi untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan atau membeli
barang dan jasa yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
Menurut Gelinas dan Dull (2008, p420), proses pembelian adalah sebuah
struktur interaksi antara orang-orang, peralatan, metode-metode dan pengendalian
yang didesain untuk mencapai fungsi-fungsi utama berikut:
1. Menangani rutinitas pekerjaan yang berulang-ulang dari departeman pembelian
dan departemen penerimaan.
2. Mendukung kebutuhan pengambilan keputusan dari orang-orang yang
mengatur departemen pembelian dan penerimaan.
3. Membantu dalam penyiapan laporan internal dan eksternal.
16
Modul Purchasing terdiri dari program untuk menangani vendor quotations,
permintaan pembelian, purchase orders, dan penerimaan barang. Modul ini
digunakan untuk mencatat dan menelusuri permintaan atas pembelian material dan
penerimaan barang. Modul ini dirancang untuk mendukung otomatisasi pemesanan
yang berulang-ulang dan untuk mendukung manual order entry untuk pembelian
yang tidak rutin. (Purchasing Order (PO) Module,
http://www.ndsapps.com/webhelp/index.htm#oqem.htm).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelian merupakan suatu proses perolehan
barang dan jasa, baik secara tunai maupun kredit yang terjadi secara berulang-ulang.
Prosesnya antara lain meliputi hal seleksi supplier melalui vendor quotation, proses
penanganan permintaan pembelian, proses pembuatan purchase order dan proses
penerimaan barang.
2.2.1.2 Pengertian Utang Usaha
Menurut Horngren et al. (2002, p425), ”accounts payable are amount owed to
suppliers for products or services purchased on open account.”, yang berarti utang
usaha merupakan sejumlah uang yang terhutang kepada pemasok atas produk dan
jasa yang dibeli.
Menurut Schaeffer, Mary S. (2002, p2), utang usaha di dalam laporan
keuangan setiap perusahaan menggambarkan tagihan-tagihan yang belum
dibayarkan oleh perusahaan. Utang usaha adalah sejumlah uang yang terhutang oleh
perusahaan kepada para suppliernya dan kreditornya. Biasanya utang usaha
dikategorikan sebagai utang lancar yaitu utang yang harus dilunasi kurang dari satu
tahun.
17
Modul Accounts Payable (AP) terdiri dari program-program untuk menangani
invoices, voucher, check printing, check maintenance. Modul ini digunakan
memproses tagihan vendor dan pembayaran kepada vendor, mencakup three-way-
match (purchase order, purchase receipt, dan invoice). (Account payable module,
http://www.ndsapps.com/webhelp/index.htm#oqem.htm).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa utang usaha adalah tagihan-tagihan yang belum
dibayar oleh perusahaan kepada pihak supplier yang timbul akibat pembelian barang
dan jasa dan tergolong utang yang harus dilunasi pembayarannya dalam kurun waktu
kurang dari setahun. Prosesnya meliputi hal penanganan invoice, pembuatan voucher
pembayaran dan pengaturan cek dan giro.
2.2.1.3 Hubungan Pembelian dan Utang Usaha di Siklus Pengeluaran
(Expenditure cycle)
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p415-416), siklus pengeluaran
(expenditure cycle) adalah sekumpulan aktivitas-aktivitas bisnis dan pemrosesan
data yang berhubungan dengan pembelian dan pembayaran barang dan jasa.
18
Gambar 2.1 Data Flow Diagram level 0 dalam expenditure cycle (Sumber: Romney dan Steinbart, 2006, p411)
Menurut Hall (2001, p50), Expenditure cycle terdiri dari peristiwa perolehan
bahan baku, aset, dan tenaga kerja dan sebagai gantinya terjadi pengeluaran kas. Dari
sisi sistem, transaksi ini terdapat dua bagian yaitu: pysical component (perolehan
barang) dan financial component (pengeluaran kas untuk pembayaran ke supplier).
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, h266), siklus pengeluaran (expenditure
cycle) meliputi aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan proses perolehan barang
dan jasa yang digunakan perusahaan dalam rangka menjalankan operasi bisnisnya,
perolehan personel, dan perolehan aset dan peralatan. Siklus pengeluaran meliputi
aktivitas seleksi vendor, aktivitas permintaan barang, aktivitas pembelian, aktivitas
penerimaan, utang usaha dan akuntansi penggajian.
Dengan demikian, siklus pengeluaran (expenditure cycle) merupakan siklus
transaksi akuntansi yang melibatkan proses pembelian, proses penerimaan barang,
19
proses pencatatan timbulnya utang usaha, dan proses pengeluaran kas dalam rangka
pembayaran atas utang usaha.
2.2.1.4 Tujuan Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Wilkinson et al (2000, p469), tujuan utama dari siklus pengeluaran
adalah untuk memfasilitasi pertukaran antara kas dengan suplier (vendor) untuk
barang dan jasa yang dibutuhkan. Tujuan dalam lingkup yang lebih luas adalah:
1. Untuk menjamin bahwa semua barang dan jasa yang telah dipesan sesuai
dengan yang dibutuhkan.
2. Menerima semua barang yang dipesan dan menjamin bahwa barang tersebut
berada dalam kondisi yang baik.
3. Untuk mengamankan barang sampai dibutuhkan.
4. Menentukan bahwa invoice yang berkaitan dengan barang dan jasa adalah valid
dan benar.
5. Merecord dan mengklasifikasikan pengeluaran secara benar dan tepat.
6. Memasukkan kewajiban dan pengeluaran kas ke dalam akun supplier yang
tepat dalam account payable ledger.
7. Menjamin bahwa semua pengeluaran kas berhubungan dengan pengeluaran
yang telah diotorisasi.
2.2.1.5 Fungsi-fungsi yang terkait dengan Siklus Pengeluaran (Expenditure
Cycle)
Menurut Wilkinson et al (2000, p470), unit-unit yang terkait dalam siklus
pengeluaran adalah:
20
1. Inventory management/logistics
Manajemen persediaan atau logistic bertanggung jawab untuk mengatur
persediaan yang dimiliki perusahaan. Selain itu, manajemen persediaan juga
mencakup unit pembelian, penerimaan dan penyimpanan. Pembelian terutama
berfokus pada pemilihan pemasok yang dari mana persediaan itu nantinya akan
dibeli. Pemilihan pemasok harus memperhatikan beberapa faktor seperti harga
yang ditawarkan, kualitas dari barang atau jasa yang ditawarkan, jangka waktu
pengiriman yang dijanjikan, dan apakah pemasok itu dapat dipercaya.
Unit Penerimaan bertanggung jawab dalam menerima barang yang
dipesan oleh perusahaan, memeriksa jumlah dan kondisi barang tersebut. dan
memindahkannya ke gudang.
Unit Penyimpanan bertanggung jawab dalam melindungi barang tersebut
dari pencurian, kehilangan, dan menyerahkan tepat waktu ketika ada
permintaan akan kebutuhan barang tersebut.
2. Finance / Accounting
Fungsi dari unit finance/accounting berhubungan dengan perencanaan
dan pengendalian atas sumber daya, data-data dan informasi tentang pembelian
dan hutang ke supplier. Untuk expenditure cycle, financial/accounting
mencakup:
a) Fungsi pengeluaran kas, yaitu bertanggung jawab untuk menyiapkan cek
untuk pengeluaran dan memelihara data-data yang berhubungan dengan
pengeluaran kas.
b) Fungsi pengendalian persediaan, yang bertanggung jawab memelihara
data-data persediaan dan mengajukan permintaan pembelian.
21
c) Fungsi utang usaha, bertanggung jawab memelihara data-data utang
pemasok dan menyetujui faktor pemasok untuk pembayaran.
d) Fungsi jurnal umum, bertanggung jawab untuk memelihara akun-akun
asset, ekuitas, beban dan pendapatan.
2.2.1.6 Prosedur-Prosedur terkait di Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p416), terdapat tiga kegiatan kerja
dalam siklus pengeluaran diantaranya sebagai berikut, yaitu:
1. Ordering goods, supplies, and services (proses pemesanan barang)
2. Receiving and storing goods, supplies, and services
3. Paying for goods, supplies, and services
2.2.1.6.1 Proses Pemesanan Barang
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p.418-423) dapat disimpulkan bahwa,
kegiatan siklus pengeluaran dimulai dari pemesanan barang kepada supplier.
Proses pemesanan barang ke supplier terdiri dari tiga tahap yaitu antara lain:
1. Mengecek ketersediaan persediaan di gudang
Tahap pertama adalah dengan mengecek ketersedian barang di gudang
apakah masih menunjang proses bisnis perusahaan.
2. Menerima permintaan pembelian
Permintaan pembelian muncul ketika bagian pengendali persediaan
atau adanya karyawan departemen tertentu menyadari bahwa persediaan
barang yang dibutuhkannya telah mencapai titik minimum. Kebutuhan akan
adanya pembelian barang ke supplier akan dicatat dalam purchase
requisition. Purchase requisition berisi informasi mengenai pihak yang
22
mengajukan permintaan pembelian, spesifikasi bagian yang membutuhkan
dan tanggal dibutuhkan, identifikasi jumlah kuantitas dan detail barang yang
dibutuhkan, bisa juga merekomendasikan supplier dan informasi harga yang
diinginkan.
3. Pembuatan purchase orders
Tahap ini dimulai dengan proses pemilihan supplier. Dalam proses
pemilihan supplier ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, bukan hanya
harga murah dan kuantitas. Faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain
: harga, kualitas bahan baku, dan konsistensi supplier dalam hal pengiriman
tepat waktu dan jumlah yang tepat.
Setelah itu pesanan pembelian kepada supplier dicatat dalam purchase
order berisi sejumlah informasi mengenai nama supplier dan purchasing
staff, pesanan dan tanggal barang harus dikirimkan, lokasi pengiriman,
metode pengiriman, dan informasi mengenai barang yang dipesan. Blanket
purchase order adalah komitmen untuk membeli barang-barang tertentu pada
tingkat harga yang telah ditentukan dan supplier tertentu dalam jangka waktu
tertentu biasanya setahun. Kegunaan blanket purchase order ini adalah
untuk mengurangi resiko ketidakmampuan supplier menyediakan barang
yang diperlukan dan membantu supplier merencanakan kapasitas barang
yang dimiliki dan pengiriman barangnya.
23
2.2.1.6.2 Proses Penerimaan dan Penyimpanan Barang
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p.424-426), dapat disimpulkan bahwa
kegiatan utama kedua dalam siklus pengeluaran adalah proses penerimaan dan
penyimpanan barang.
Pada tahap ini, ketika barang dikirimkan oleh supplier, unit penerimaan
barang akan melakukan pengecekan pada barang yang dikirim oleh supplier,
meliputi: apakah kuantitas barang yang dikirimkan telah benar sesuai dengan
purchase order; apakah ada barang rusak yang diterima; dan apakah barang yang
diterima sesuai kualitas dan spesifikasinya pemesanan. Penerimaan barang yang
tepat akan mempengaruhi ketepatan update atas persediaan dan utang yang harus
dibayar.
Jika telah benar maka akan diterbitkan receiving report, yang berisi informasi
mengenai pengiriman ( tanggal penerimaan, pengirim, supplier, purchase order
number ), informasi barang diterima (kode barang, deskripsi, jumlah barang) , dan
informasi mengenai penerima. Setelah itu barang akan dikirimkan ke gudang dan
diupdate ke catatan persediaan.
Jika barang yang diterima ada yang rusak atau tidak sesuai kualitasnya, maka
akan diterbitkan debit memo setelah supplier setuju untuk retur barang dan
pengurangan utang. Debit memo dibuat dua rangkap dimana rangkap kedua
dikirimkan ke supplier bersama pengiriman barang retur. Kemudian supplier akan
mengeluarkan credit memo yang akan dikirimkan ke perusahaan dan digunakan
sebagai bukti pengurangan utang.
24
2.2.1.6.3 Proses pembayaran utang kepada supplier
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p.426-429) dapat disimpulkan bahwa
aktivitas terakhir dalam siklus pengeluaran berkaitan dengan proses pembayaran
kepada supplier. Proses pembayaran utang ke supplier terdiri dari dua tahap yaitu:
1. Penyetujuan pembayaran atas Supplier Invoice
Kewajiban membayar supplier timbul pada saat barang diterima.Tapi
pada praktiknya, kebanyakan perusahaan mencatat hutang ketika mereka
menerima tagihan/invoice dari supplier. Inti dari tahap ini adalah
mengotorisasi bahwa pembayaran dilakukan hanya untuk barang atau jasa
yang sudah benar-benar dipesan dan diterima dengan cara mencocokkan
purchase order dengan receiving report. Ada dua cara untuk memproses
tagihan pelanggan yaitu:
• Nonvoucher System
Setiap tagihan yang disetujui diposting ke data masing-masing supplier
dalam file utang dan disimpan sebagai open-invoice file dan ketika cek
dikeluarkan untuk pembayaran invoice, maka invoice akan dihapus dari
open-invoice file dengan ditandai sudah bayar dan akan disimpan dalam
paid-invoice file.
• Voucher System
Terdapat sebuah dokumen bernama disbursement voucher, yang
merupakan dokumen bukti pengeluaran kas untuk pelunasan utang
kepada supplier. Isinya mengenai informasi supplier yang akan dibayar,
list outstanding invoices, dan jumlah nominal yang harus dibayar
25
setelah dikurangi diskon dan retur. Keuntungan adanya disbursement
voucher adalah:
a. mereka dapat mengurangi jumlah cek yang harus ditulis karena
beberapa invoice dapat disatukan dalam satu voucher.
b. Karena disbursement voucher adalah dokumen yang digenerate
sehingga dokumennya terurut dan memudahkan penelusuran
semua hutang.
c. Voucher menyediakan catatan bahwa tagihan pelanggan telah
disetujui untuk pembayaran sehingga memungkinkan pemisahan
waktu dari invoice approval sampai dengan waktu invoice
payment. Hal ini memudahkan penjadwalan kedua aktivitas untuk
meningkatkan efektivitas.
2. Pembayaran Supplier Invoice yang sudah disetujui
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam siklus pengeluaran yaitu
pembayaran tagihan yang sudah disetujui, biasanya dilakukan oleh unit kasir
dan dibedakan dari divisi pencatatan (pembelian dan utang) dan unit
penerimaan barang. Pada tahap ini, semua tagihan yang telah dicocokkan dan
disetujui akan dikeluarkan voucher pembayarannya. Inti dari tahap ini adalah
bagaimana menentukan waktu pembayaran agar bisa mengambil keuntungan
dari adanya diskon yang ditawarkan dari pembayaran utang dan penyediaan
kas untuk pembayaran ketika utang jatuh tempo. Jika utang telah dilunasi
maka catatan account payable akan di-upudate.
26
2.2.1.7 Dokumen-Dokumen pada Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Wilkinson et al. (2000, p472), dokumen-dokumen yang terkait kepada
siklus pengeluaran (expenditure cycle) adalah:
1. Purchase Requisition (Permintaan Pembelian)
Yaitu dokumen yang berisi daftar permintaan pembelian barang atau jasa.
dokumen ini akan menjadi dokumen paling dasar, yang memulai siklus
pembelian dalam sistem.
2. Purchase Order (Pemesanan Pembelian)
Yaitu dokumen pesanan pembelian barang atau jasa ynag dibuat berdasarkan
purchase requisition yang telah diotorisasi. Dokumen ini disiapkan untuk
melakukan pemesanan barang kepada pemasok.
3. Receiving order (Penerimaan Pesanan)
Yaitu dokumen yang mencatat penerimaan barang.
4. Supplier’s or Vendor’s Invoice
Yaitu dokumen penagihan dari pemasok atas pembelian barang atau jasa.
5. Disbursement voucher
Yaitu dokumen yang berupa bukti pengeluaran kas untuk pelunasan utang
kepada pemasok.
6. Disbursement check
Yaitu dokumen akhir untuk melakukan pembayaran kepada pemasok.
7. Debit memorandum
Yaitu dokumen yang mengotorisasi pengembalian atau retur pembelian.
8. New Supplier (Vendor) Form
27
Yaitu dokumen yang digunakan dalam pemilihan pemasok baru, yang
menampilkan data mengenai harga, tipe barang atau jasa yang disediakan,
pengalaman, status kredit dan referensi pihak lain.
9. Request for Proposal (or Quotation)
Yaitu dokumen yang digunakan dalam prosedur tawar menawar di antara
pemasok, menampilkan produk yang dibutuhkan, perbandingan harga, jangka
waktu pembayaran, dan lain sebagainya.
2.2.1.8 Laporan yang Terkait dalam Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Wilkinson, et al. (2000, p487-p493), output informasi yang dihasilkan
dari expenditure cycle (siklus pembelian) antara lain adalah :
1. Laporan dan daftar kegiatan operasional
• Invoice atau voucher register : merupakan daftar invoice yang diterima
dari pemasok atau laporan voucher yang disiapkan dari faktur.
• Check register : merupakan daftar semua cek yang telah ditulis.
• Open purchase order report : merupakan laporan yang menampilkan data
pembelian yang mana invoice-nya belum disetujui untuk pembayaran.
• Open invoice report atau open payable report atau cash requirements
report : merupakan laporan semua invoice yang telah disetujui tetapi
belum dibayar.
• Inventory status report : merupakan laporan yang memuat kuantitas
barang yang diterima, kuantitas barang yang sedang dikirimkan dan
kuantitas di tangan.
28
• Overdue deliveries report : merupakan laporan yang memuat transaksi
pembelian yang telah melewati waktu pengiriman barang yang
diinginkan perusahaan dari pemasok.
2. Inquiry display screens : merupakan layar yang menampilkan informasi yang
diminta seperti :
• status dari order pembelian tertentu
• invoice untuk pemasok tertentu
• ringkasan atas open purchase order
3. Laporan manajerial periodik, contohnya :
• Payables aging report : merupakan laporan yang menggambarkan status
invoice atau voucher yang belum dibayar yang dapat disebabkan karena
masalah atau pertanyaan dengan pemasok yang belum terselesaikan.
• Purchase analysis : merupakan laporan yang menggambarkan tingkat
aktivitas pembelian untuk setiap pemasok, setiap item persediaan dan
setiap pihak peminta barang (internal perusahaan).
• Vendor performance report : merupakan laporan yang menggambarkan
kinerja pemasok dalam bentuk pengiriman tepat waktu, kualitas barang,
harga unit barang, tingkat pelayanan dan kondisi barang yang dikirimkan
pemasok.
• Critical factors report : merupakan laporan yang memuat ukuran-ukuran
kinerja seperti jumlah potongan pembelian yang terlewatkan.
29
4. Demand managerial reports : laporan-laporan yang tidak terjadwal yang berisi
informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan dan pengendalian
manajerial.
2.2.1.9 Manajemen Pembelian
Menurut Render dan Heizer (2001, h420), manajemen pembelian
mempertimbangkan berbagai faktor, seperti biaya persediaan dan transportasi,
ketersediaan pasokan, kinerja pengiriman, dan mutu pemasok. Suatu perusahaan
mungkin memiliki kemampuan di semua bidang manajemen pembelian dan
kemampuan luar biasa di bidang-bidang tertentu. Walaupun begitu, fungsi operasi
yang luar biasa memerlukan adanya hubungan pemasok (vendor) yang sempurna.
Hubungan penjual yang efektif mengharuskan pembelian dilakukan dalam proses
tiga tahap, yaitu:
1. Evaluasi penjual
Tahap pertama, evaluasi penjual, mencakup pencarian penjual potensial,
dan penentuan kemungkinan penjual tersebut menjadi pemasok yang baik. Fase
ini menuntut agar dilakukan evaluasi kriteria. Pilihan pemasok yang kompeten
merupakan sesuatu yang sangat penting. Bila yang dipilih bukan pemasok yang
baik, semua usaha pembelian lainnya akan menjadi sia-sia.
2. Pengembangan penjual
Pembelian memastikan bahwa penjualnya menghargai kebutuhan akan
mutu dan kebijakan perolehan bahan baku. Pengembangan penjual dapat
mencakup semuanya, mulai dari pelatihan sampai ke bantuan rekayasa dan
produksi, sampai ke format untuk transfer informasi elektronik.
30
3. Negosiasi
Strategi negosiasi terdiri dari tiga jenis klasik yaitu: model harga
berdasarkan biaya (cost-based price model), model harga berdasarkan pasar
(market-based price model) dan perebutan tender (competitive bidding).
2.2.2 Konsep Persediaan
2.2.2.1 Pengertian Persediaan
Menurut Chase, Richard B., F. Roberts Jacobs, dan Nicholas J. Aquilano. (2004,
p545), persediaan adalah stok dari item atau sumber daya apapun yang digunakan
dalam sebuah perusahaan.
Menurut Handoko (2001, p333-334), persediaan adalah suatu istilah umum
yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang
disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.
Menurut PSAK 14 tahun 2007, persediaan adalah asset yang tersedia untuk
dijual dalam kegiatan usaha normal, baik barang dagangan dalam usaha dagang
maupun barang jadi untuk manufacture, berada dalam proses produksi (barang
dalam proses manufacture dan pekerjaan dalam proses untuk kontraktor) dan dalam
bentuk bahan baku atau perlengkapan (bahan pembantu) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan sumber daya-sumber
daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan
di perusahaan. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan
pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang bertujuan untuk
meminimumkan biaya total.
31
2.2.2.2 Metode Pencatatan dan Penilaian Persediaan
Menurut Assauri (2008, p244), cara-cara penentuan jumlah persediaan terbagi
atas dua sistem yang umum dikenal yaitu dengan:
1. Periodic System, yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara
fisik dalam menentukan jumlah persediaan akhir.
2. Perpetual System atau juga disebut Book Inventories, yaitu dalam hal ini dibuat
catatan administrasi persediaan. Setiap mutasi dari persediaan sebagai akibat
dari pembelian ataupun penjualan dicatat atau dilihat dalam kartu administrasi
persediaannya. Bila metode ini yang dipakai, maka perhitungan fisik hanya
dilakukan paling tidak setahun sekali yang biasanya dilakukan untuk keperluan
counterchecking antara jumlah persediaan menurut fisik dengan menuntut
catatan dalam kartu administrasi persediannya.
Menurut Assauri (2008, p244), metode penilaian persediaan terdiri dari
beberapa cara, yaitu:
1. Metode First-in, First Out (FIFO-Method)
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah
terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terlebih dulu masuk.
Dengan demikian persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang
akhir yang masuk.
2. Metode rata-rata ditimbang (Weighted Average Method)
Metode ini didasarkan pada harga rata-rata dimana harga tersebut
dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing harganya.
3. Metode Last-In, First Out (LIFO-Method)
32
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang telah terjual
dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga
persediaan yang masih ada stok, dinilai berdasarkan harga pembelian barang
yang terdahulu.
2.2.2.3 Metode Pengendalian Persediaan
Adapun metodenya antara lain adalah Reorder point (ROP). Menurut Render
dan Heizer (2001, p324), reorder point merupakan titik dimana pemesanan
dilakukan ketika persediaan yang ada telah mencapai suatu titik atau tingkat tertentu.
Hal-hal yang mempengaruhi ROP antara lain adalah lead time, permintaan per hari
dan safety stock. Safety stock itu sendiri adalah unit tambahan di persediaan yang
digunakan sebagai stok pengaman sebelum mencapai tahap reorder point.
Sedangkan lead time menurut Assauri(2008, h264) adalah lamanya waktu antara
mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-
bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan. Perhitungan ROP
menggunakan rumus sebagai berikut:
ROP = (d x L) + safety stock
Dimana:
d = jumlah permintaan (unit), atau daily quantity required
L = lead time atau waktu pengiriman pesanan (dalam hari)
Permintaan perhari (d) dapat dicari dengan membagi permintaan tahunan (D) dengan
jumlah hari kerja per tahun sebagai berikut:
d = D / jumlah hari kerja per tahun
33
2.2.2.4 Dokumen-Dokumen dalam Persediaan
Menurut Assauri (2008, p283), pencatatan dalam pengawasan persediaan
adalah semua pencatatan atau pembukuan mengenai penerimaan, persediaan di
gudang, dan pengeluran bahan baku dan lain-lainnya serta hasil produksi suatu
perusahaan. Pencatatan- pencatatan tersebut diperlukan untuk menjamin bahan-
bahan dipergunakan secara efisien dan perusahaan dapat mengikuti perkembangan
persediaannya dengan baik.
Menurut Assauri (2008, p284), pada dasarnya terdapat lima catatan yang paling
penting atau utama dalam sistem pengawasan persediaan, yaitu :
1. Permintaan pembelian (purchase requisition)
Dokumen ini merupakan permintaan dari bagian persediaan kepada
bagian pembelian untuk membeli bahan-bahan atau barang-barang yang sesuai
dengan jenis dan jumlah tertentu seperti yang dinyatakan dalam surat
permintaan itu. Permintaan itu diadakan untuk menjamin adanya persediaan
yang cukup dari bahan-bahan / barang-barang tersebut atau mengisi kembali
persediaan bila persediaan bahan-bahan tertentu yang ada akan mendekati titik
yang terendah yang telah ditentukan terlebih dahulu. Biasanya daftar atau form
ini dibuat rangkap tiga oleh bagian persediaan. Rangkap aslinya dikirim kepada
bagian pembelian untuk memungkinkan bagian ini memperoleh wewenang
untuk membeli bahan-bahan tersebut, rangkap dua digunakan oleh bagian
pembelian untuk menggambarkan pesanan dan menyelesaikannya, dan rangkap
ketiga dipegang oleh bagian pemesanan (order) sebagai catatan untuk
menggambarkan permintaannya akan bahan-bahan ini.
2. Laporan penerimaan (receiving report)
34
Dokumen ini penting karena satu copy / rangkap dari laporan ini akan
memberikan informasi bahwa penjaga gudang telah menerima bahan-bahan
yang dipesan ini di pabrik. Apabila bahan-bahan perlu digunakan segera maka
bahan-bahan itu dapat dengan segera diinspeksi, walaupun ada ketentuan-
ketentuan yang harus diikuti. Pada waktu penerimaan bahan-bahan di gudang,
copy / rangkap laporan penerimaan yang menyertai bahan-bahan itu terinci dan
akan memberikan rincian bahan-bahan tersebut dan jika telah disetujui (OK)
oleh petugas yang melakukan inspeksi, maka berarti bahan-bahan tersebut telah
sesuai dengan standar dan spesifikasi yang diperlukan. Dengan demikian maka
petugas/penjaga gudang dapat mengisi kembali bahan-bahan tersebut untuk
menggantikan bahan-bahan yang sama yang telah dikeluarkan dari perusahaan.
3. Catatan persediaan (balance of stores record)
Dokumen ini merupakan catatan yang paling penting dalam pengawasan
persediaan. Dokumen/daftar ini merupakan dasar atau titik pangkal dari
pelaksanaan sistem pengawasan persediaan dan memberikan informasi baik
bagi pabrik maupun bagi bagian accounting. Daftar ini seringkali dipergunakan
dengan nama yang berbeda seperti: perpetual inventory card, stock record
card, stock ledger sheet, balance of stores form, stores balance sheet dan
material ledger sheet. Dengan balance of stores card ini manajemen mungkin
dapat mencapai tujuan untuk mempunyai bahan-bahan yang tepat dan tempat
yang tepat, serta investasi yang minimum. Daftar ini juga membantu pimpinan
produksi untuk menentukan delivery schedule barang yang dibutuhkan.
35
Informasi atau keterangan bahan-bahan yang terdapat dalam balace of
stores card berbeda-beda tergantung dari perusahaan yang menggunakannya.
Akan tetapi data minimum yang biasanya terdapat dalam daftar ini adalah :
• Gambaran atau deskripsi lengkap dari bahan-bahan tersebut.
• Jumlah dari bahan-bahan yang tersedia di gudang, yang dipesan dan yang
dialokasikan untuk produksi.
• Jumlah bahan-bahan yang akan atau harus dibeli bila waktunya telah tiba
untuk mengadakan pemesanan baru.
• Harga bahan-bahan itu per unit.
• Jumlah yang dipakai selama suatu periode atau jangka waktu tertentu.
• Nilai dari persediaan yang ada.
4. Daftar permintaan bahan (material requisition form)
Merupakan formulir yang dibuat oleh petugas yang dipergunakan oleh
bagian pembelian dalam mengadakan pesanan. Daftar ini juga penting dalam
pengawasan persediaan karena dapat menunjukkan bahan-bahan yang perlu
segera dibeli untuk pengisian kembali persediaan gudang.
5. Perkiraan pengawasan (control accounting)
Catatan yang digunakan oleh bagian akuntansi untuk mengawasi setiap
pencatatan mutasi persediaan yang dilakukan oleh bagian gudang. Semua
pembelian akan didebit dan semua pemakaian akan dikredit dalam perkiraan
ini. Saldo perkiraan pengawasan harus sama dengan saldo yang terdapat pada
”perpetual inventory card”. Tidak sesuainya saldo diantara keduanya
mengharuskan diadakannya penyelidikan selanjutnya.
36
2.2.2.5 Manajemen Persediaan
Menurut Hall (2001, p21-22), tujuan dari manajemen bahan baku adalah untuk
merencanakan dan mengontrol persediaan bahan baku perusahaan. Sebuah
perusahaan harus memiliki persediaan yang cukup dan harus menghindari tingkat
persediaan yang berlebih. Idealnya, sebuah perusahaan akan mengkoordinasi
persediaan yang datang dari pemasok sedemikian sehingga mereka langsung
dipindahkan ke proses produksi. Namun demikian, semata-mata agar praktis,
kebanyakan organsasi mempertahankan persediaan pengaman untuk menyimpan
persediaan itu selama waktu tunggu, antara waktu pesanan persediaan dengan waktu
datangnya persediaan.
Kita dapat melihat bahwa manajemen persediaan memiliki tiga sub fungsi
yaitu:
1. Pembelian bertanggung jawab untuk memesan persediaan dari para pemasok
ketika tingkat persediaan mencapai titik pemesanan kembali (reorder point).
Hakekatnya tugas ini bervariasi diantara organisasi. Pada sebagian kasus
pembelian tidak lebih dari sekedar mengirimkan pemesanan pembelian ke
pemasok yang ditunjuk. Pada kasus lainnya, tugas ini juga meliputi pengajuan
penawaran harga diantara para pemasok yang berkompetisi.
2. Penerimaan adalah tugas untuk menerima persediaan yang sebelumnya dipesan
oleh bagian pembelian. Aktivitas penerimaan ini meliputi perhitungan dan
pengecekkan kondisi fisik item-item tersebut. Kegiatan ini mungkin
merupakan kesempatan pertama perusahaan, mungkin hanya satu-satunya,
untuk mendeteksi pengiriman yang tidak lengkap dan barang dagang yang
rusak sebelum mereka dipindahkan ke proses produksi.
37
3. Penyimpanan meliputi pengawasan fisik atas persediaan yang diterima dan
mengeluarkan persediaan tersebut ke proses produksi sesuai kebutuhan.
2.3 Sistem Pengendalian Internal
2.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Menurut Gelinas dan Dull (2008, p216) yang terdapat dalam Committee of
Sponsoring Organization (COSO), pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu
proses yang dipengaruhi oleh suatu dewan direksi, manajemen, dan pihak personal
lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau
keyakinan yang layak atau memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dengan
kategori sebagai berikut: efektivitas dan efisiensi operasi, kehandalan laporan
keuangan, dan kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Menurut Moscove, Stephen A., Simkin, Mark G., Bagranoff, Nancy A. (2001,
p210), sebuah pengendalian internal terdiri dari berbagai macam metode dan
rancangan pengukuran serta implementasi ke dalam keseluruhan sistem organisasi
untuk mencapai empat tujuan perlindungan aset, melakukan pengecekan terhadap
ketepatan dan keandalan dari data akuntansi, peningkatan efisiensi operasional dan
mendorong ketaatan terhadap peraturan manajerial yang berlaku.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu sistem
pengendalian yang berupa aturan, kebijakan, prosedur dan sistem informasi yang
dirancang untuk memastikan bahwa aset dapat terlindungi dengan baik, informasi
yang dihasilkan juga akurat dan dapat diandalkan, tingkat efektivitas dan efisiensi
operasional, serta memastikan bahwa segala kebijakan dan peraturan yang ada dapat
dipatuhi sebagaiman mestinya.
38
2.3.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal
Menurut Jones dan Rama (2006, p105), komponen-komponen yang berhubungan
dengan pengendalian internal terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Control environment
Berhubungan dengan beberapa faktor yang disusun oleh organisasi untuk
mengendalikan kesadaran para karyawannya. Faktor tersebut berhubungan
dengan integritas, nilai etika, filosofi manajemen dan gaya operasional.Termasuk
didalamnya cara manajemen menetapkan otoritas dan tanggung jawab, mengatur,
dan mengembangkan sumber daya manusia serta perhatian dan petunjuk dari
board of directors.
2. Risk assesment
Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat
menghambat pencapaian tujuan pengendalian internal.
3. Control activities
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk
menangani resiko-resiko yang mungkin dan telah ada. Control activities
mencakup:
a. Performance reviews, kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap
kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil yang didapat dengan
anggaran, standard perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.
b. Segregation of duties, terdiri dari penetapan tanggung jawab untuk
mengotorisasi transaksi, melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan
menjaga aset yang dilakukan oleh karyawan yang berbeda.
39
c. Application control, berhubungan dengan aplikasi sistem informasi
akuntansi.
d. General control, berhubungan dengan pengawasan yang lebih luas yang
berhubungan dengan berbagai aplikasi.
4. Information and communication
Sistem informasi perusahaan adalah kumpulan dari prosedur (baik otomatis
maupun manual) dan pencatatan dalam memulai, mencatat, memproses dan
melaporkan kejadian atas proses-proses yang terjadi dalam organisasi. Dan
komunikasi berhubungan dengan menyediakan pemahaman atas peraturan dan
tanggung jawab tertentu.
5. Monitoring
Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa
pengendalian internal organisasi berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.
2.3.3 Aktivitas Sistem Pengendalian Internal
Menurut Wilkinson, et al. (2000, p500), aktivitas pengendalian internal meliputi:
1. General Controls, yang terdiri dari :
• Organizational Controls
Dalam organisasi, harus dilakukan pemisahan fungsi antara pihak yang
melakukan operasional dengan bagian yang menangani pencatatan.
• Documentation Controls
Dokumentasi yang ada harus lengkap dan selalu bersifat up-to-date.
• Asset Accountability Controls
40
Buku besar pembantu utang harus direkonsiliasi secara berkala dengan
rekening control utang yang ada di buku besar. Demikian juga dengan
catatan persediaan dan keseimbangan atas saldo bank dan kas di buku
besar.
• Management Practices Controls
Karyawan, termasuk programmer dan akuntan harus diberikan pelatihan;
perkembangan sistem dan perubahannya harus mengikuti prosedur yang
jelas; audit harus dilakukan terhadap kebijakan pembelian dan pengeluaran
kas. Manajer harus melakukan review terhadap analisis periodik dan
laporan-laporan mengenai kegiatan akuntansi dan transaksi yang disahkan
melalui komputer.
• Data Center Operation Controls
Staf TI dan akuntansi harus diawasi, serta kinerja mereka di-review dengan
bantuan laporan kontrol proses komputer dan pencatatan akses.
• Authorization Control
Transaksi penjualan kredit harus diotorisasi oleh manajer yang telah
ditetapkan.
• Access Controls
Menggunakan password, terminal yang khusus untuk fungsi yang
bersangkutan, melakukan log terhadap semua transaksi pembelian dan
pengeluaran kas pada saat di-entry ke dalam sistem, melakukan back-up
terhadap file utang dan persediaan ke dalam media penyimpanan lain.
2. Application Controls
41
Tujuan dari application controls untuk membantu memastikan bahwa
semua transaksi diotorisasi secara sah dan tepat, dicatat, dikelompokkan,
diproses, dan dilaporkan. Application controls terdiri dari:
• Input controls
Transaksi-transaksi harus dicatat secara akurat, lengkap dan tepat.
• Processing Controls
Untuk memastikan bahwa data diproses dengan tepat dan lengkap, tidak
termasuk transaksi yang tidak diotorisasi, hanya file dan program yang
benar dimasukkan, sehingga semua transaksi dapat dengan mudah
ditelusuri.
• Output Controls
Outputs menyediakan sebuah sistem informasi yang lengkap dan dapat
diandalkan serta disampaikan kepada penerima informasi yang tepat.
2.3.4 Pengendalian Internal pada Sistem Pembelian, Persediaan dan Utang Usaha
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p425), prosedur pengendalian yang dapat
diterapkan dalam berbagai ancaman utama dalam expenditure cycle dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ancaman dan prosedur pengendalian dalam kegiatan pembelian Proses/ Aktivitas Ancaman Prosedur pengendalian yang dapat
diterapkan
Pemesanan barang
1 Mencegah kehabisan stok atau persediaan yang berlebihan.
Sistem pengendalian persediaan, catatan persediaan secara perpetual, teknologi barcode, perhitungan periodik atas persediaan.
2 Memesan item yang tidak diperlukan
Catatan persediaan perpetual yang akurat, persetujuan permintaan pembelian.
42
3 Pembelian barang pada saat inflasi
Membuat penawaran bersaing, menggunakan pemasok yang telah disetujui, persetujuan order pembelian, pengendalian anggaran.
4 Pembelian barang dengan kualitas yang rendah
Menggunakan pemasok yang telah disetujui, persetujuan pesanan pembelian, mengawasi kinerja pemasok, pengendalian anggaran.
5 Membeli dari pemasok yang tidak sah
Persetujuan pemesanan pembelian, pembatasan akses ke master file pemasok, pembatasan atas penggunaan kartu procurement.
6 Kickbacks Kebijakan yang menentang penerimaan hadiah dari pemasok, training, penggiliran kerja, menyelenggarakan liburan untuk agen penjualan, mengharuskan pegawai pembelian untuk menyertakan keterkaitan finansial dengan pemasok, audit pemasok.
Penerimaan dan penyimpanan barang
7 Menerima barang yang tidak dipesan
Bagian penerimaan memverifikasi keberadaan pesanan pembelian yang sah
8 Membuat kesalahan perhitungan
Menggunakan teknologi barcode, dokumen kinerja karyawan, insentif untuk perhitungan yang benar.
9 Pencurian persediaan Pengendalian akses fisik, penghitungan periodik atas persediaan dan rekonsiliasi perhitungan fisik ke catatan, mendokumentasikan semua transfer persediaan, pemisahan tanggung jawab.
Menyetujui dan membayar faktur dari pemasok
10 Gagal mendeteksi kesalahan dalam faktur pemasok
Pengecekan dua kali atas keakuratan faktur, pelatihan pada staf utang usaha.
11 Membayar untuk barang yang tidak diterima
Hanya membayar faktur yang didukung oleh laporan penerimaan asli, menggunakan ERS, pengendalian anggaran.
12 Gagal untuk menggunakan diskon pembelian yang tersedia
Pengisian yang benar, anggaran arus kas.
13 Membayar faktur yang sama sebanyak dua kali
Hanya membayar faktur yang didukung paket voucher asli, pembatalan paket voucher selama pembayaran, menggunakan ERS, pengendalian akses ke master file pemasok.
43
14 Pencatatan dan posting kesalahan dalam utang
Pengendalian entry data dan edit data.
15 Menggelapkan kas, cek atau EFTs.
Akses yang terbatas pada cek kosong, mesin penanda cek, terminal transfer EFT, pemisahan tanggung jawab utang dan kasir, rekonsiliasi akun bank oleh seseorang yang independen dari proses pengeluaran kas, pengukuran perlindungan kas, pengukuran perlindungan cek termasuk possitive pay, review regular dari transaksi EFT.
Isu pengendalian umum
16 Kehilangan, penggantian, atau penelusuran yang tidak sah atas data.
Label file, rencana back-up dan pemuihan dari bencana, pengendalian akses fisik dan logis, konfigurasi dari sistem ERP untuk menyelenggarakan pemisahan tanggung jawab yang benar, enkripsi, pengendalian transmisi data.
17 Performa yang buruk. Mengembangkan dan review periodik atas laporan performa yang tepat.
(Sumber : Romney dan Steinbart, 2006, p425)
2.4 Konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Mardiasmo (2003, p.225-242), Pajak Pertambahan Nilai merupakan : (1)
Pajak tidak langsung , (2) Pajak atas konsumsi dalam negeri. Dasar Hukum yang
mengatur Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Tarif
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku saat ini adalah 10%.
Menurut Erly (2002, p.277), Subjek Pajak Pertambahan Nilai adalah Pengusaha
ena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Sedangkan Objek Pajak Pertambahan
Nilai adalah :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
44
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Kegiatan membangun sendiri yang tidak dilakukan dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.
h. Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Mekanisme Kredit Pajak:
Pembeli BKP wajib membayar PPN dan berhak menerima bukti pungutan pajak.
PPN yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli
BKP yang berstatus PKP. Pajak Masukan yang wajib dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak
yang sama. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3(Tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak
Masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dbayar untuk perolehan BKP
dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
45
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh
PKP ke Kas Negara. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan
kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada
Masa Pajak berikutnya.
2.5 Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
2.5.1 Pengertian Metode Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut Mathiassen, L., A. Munk-Madsen, P. A. Nielsen, dan Jan Stage. (2000,
p4), Objek merupakan dasar dalam object oriented analysis and design (OOAD).
Objek adalah ”an entitiy with identity, state dan behaviour”. Setiap objek tidak
digambarkan sendiri-sendiri, melainkan menggunakan istilah kelas untuk
menggambarkan kumpulan objek-objek.
Analisis lebih menekankan pada investigasi dari suatu masalah daripada
mendefinisikan masalah tersebut, sedangkan desain menekankan pada logical solution
dan bagaimana suatu sistem dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Metode analisis dan
perancangan berorientasi objek menekankan bagaimana mengidentifikasi masalah dan
merancang solusi dari masalah tersebut dari perspektif objek untuk memenuhi
kebutuhan user.
Keuntungan yang didapat dari penggunaan metode analisis dan perancangan
berorientasi objek (OOAD) adalah:
1. Menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem
46
2. Ada hubungan yang erat antara object-oriented analysis, object-oriented design,
object-oriented interface, dan object-oriented programming.
3. Dapat digunakan untuk memodel hampir semua phenomena dan dapat
dinyatakan dalam bahasa umum (natural language)
• Noun menjadi object atau class
• Verb menjadi behaviour
• Adjective menjadi attributes
4. Mengurangi biaya maintenance
• Memudahkan untuk mencari hal yang akan diubah
• Membuat perubahan menjadi local, tidak bepengaruh pada modul yang
lainnya
Metode analisis dan perancangan berorientasi objek (OOAD) memiliki 4
aktivitas utama yaitu problem domain analysis, application domain analysis,
architectural design, dan component design yang diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kegiatan utama dan hasilnya dalam OOA&D (Sumber Mathiassen et al., 2000, p.15)
47
2.5.2 Rich Picture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p25), rich picture adalah sebuah gambaran
informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman
mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung. Rich picture digunakan
untuk memfasilitasi komunikasi yang baik antara pengguna dengan sistem. Rich
picture fokus pada aspek-aspek penting dari sistem dengan mengunjungi perusahaan
untuk melihat bagaimana perusahaan tersebut beroperasi, berbicara dengan banyak
orang untuk mengetahui apa yang harus terjadi atau seharusnya terjadi dan mungkin
melakukan beberapa wawancara formal.
2.5.3 System Definition
Menurut Mathiassen et al. (2000, p37), system definition adalah deskripsi
ringkas dari sistem terkomputerisasi yang diekspresikan dalam bahasa natural. Tujuan
system definition adalah untuk memilih sistem aktual yang akan dikembangkan yang
dilakukan dengan mengklarifikasikan interpretasi, kemungkinan dan konsekuensi dari
beberapa solusi alternative secara sistematis.
2.5.4 FACTOR Criterion
Menurut Mathiassen et al. (2000, p39), FACTOR Criterion terdiri dari enam
elemen:
1. Functionalit, yaitu fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application
domain.
2. Application Domain, yaitu bagian organisasi yang mengadministrasi, memonitor,
dan mengontrol problem domain.
48
3. Condition, yaitu kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
4. Technology, mencakup teknologi yang akan digunakan untuk mengembangkan
sistem dan teknologi dimana sistem akan dijalankan.
5. Objects, yaitu objek utama dari problem domain.
6. Responbility, yaitu tanggung jawab keseluruhan dari sistem dalam hubungannya
dengan konteks.
2.5.5 Problem Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), problem domain adalah bagian dari
konteks yang diatur, dimonitor atau dikendalikan oleh sistem. Analisis problem
domain memfokuskan pada informasi yang harus ditangani oleh sistem (system
definition) dan menghasilkan sebuah model yang merupakan gambaran dari class,
object, struktur dan perilaku (behaviour) yang ada dalam problem domain. Tiga
aktivitas utama dalam analisis problem domain dapat terlihat di tabel 2.2.
Tabel 2.2 Aktivitas – aktivitas dalam problem domain analysis
Kegiatan Isi Konsep
Class Object dan event mana yang merupakan bagian problem domain
Class, object, event
Structure Bagaimana class dan object saling terkait satu sama lain secara konseptual
Generalisasi, agregasi, asosiasi, dan cluster
Behaviour Properti dinamik mana yang dimiliki object Event trace, behavioural pattern, dan atribut
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p48)
2.5.5.1 Class
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah sekumpulan objek yang
memiliki kesamaan structure, behavioral pattern, dan atribut yang sama. Kegiatan
class merupakan kegiatan yang pertama dilakukan didalam analisis problem domain.
49
Ada beberapa tugas utama dalam kegiatan ini yaitu: abstraksi fenomena dari problem
domain dalam objek dan event; klasifikasi objek dan event; seleksi class dan event
yang akan dipelihara informasinya oleh sistem.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p51), object adalah sebuah entitas yang
memiliki identitas, status, dan perilaku(behaviour), sedangkan event adalah kejadian
yang terjadi seketika melibatkan satu atau lebih object. Pemilihan class bertujuan
untuk mendefinisikan dan membatasi problem domain, sedangkan pemilihan
kumpulan event yang dilakukan oleh satu atau lebih object bertujuan untuk
membedakan tiap-tiap kelas dalam problem domain. Kegiatan class akan
menghasilkan sebuah event table yang terlihat seperti di tabel 2.3.
Tabel 2.3 Contoh Event Table
Event Class
Customer Assistant Apprentice Appointment Plan Reserved √ √ √ √ Cancelled √ √ √ Treated √ √ Employed √ √ Resigned √ √ Graduated √ Agreed √ √ √
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p50)
2.5.5.2 Structure
Menurut Mathiassen et al. (2000, p69), pembuatan structure bertujuan untuk
mencari hubungan struktural yang abstrak dan umum antara class-class serta
mencari hubungan yang konkrit dan spesifik antara objek-objek dalam problem
domain. Object oriented structure dapat dibagi menjadi dua yaitu :
50
1. Class Structures yang mengekspresikan hubungan konseptual yang status antar
class. Hubungan yang statis ini tidak akan berubah sampai kita merubah
deskripsinya. Class structures terdiri dari:
a. Generalization adalah hubungan antara dua atau lebih class yang lebih
spesialisasi (sub class) dengan class yang lebih umum (superclass). Super
class akan mendeskripsikan properti umum dari sub class. Hubungan
spesialisasi tersebut dapat dinyatakan dengan rumus ”is a”.
Gambar 2.3 Struktur Generalization (Sumber Mathiassen et al., 2000, p73)
b. Cluster adalah kumpulan class yang saling berhubungan. Cluster
digambarkan dengan notasi file folder yang mencakup class-class di
dalamnya. Class dalam cluster yang sama dihubungkan dengan
generalization ataupun aggregation sedangkan class yang berada pada
cluster yang berbeda dihubungkan edengan association.
Gambar 2.4 Contoh Cluster Structure (Sumber Mathiassen et al., p75)
Passenger Car
Private Car Taxi
51
2. Object Structures yang mengekspresikan hubungan yang dinamis dan konkrit
antar object. Hubungan ini dapat berubah secara dinamis tanpa mempengaruhi
perubahan pada class description. Object Structures terdiri dari:
a. Aggregation adalah objek superior (keseluruhan) yang terdiri dari
sejumlah objek inferior (bagian). Hubungan ini dapat dinyatakan dengan
rumus ”has a” atau ”is part of”.
Gambar 2.5 Contoh Aggregation Structure (Sumber Mathiassen et al., p76)
Terdapat 3 struktur agregasi yaitu:
• Whole-part, dimana objek superior merupakan penjumlahan
container untuk objek inferior. Jika objek inferior tersebut
ditambah atau dihilangkan untuk mengubah total objek superior.
• Container-content, dimana objek superior adalah container untuk
objek inferior. Objek superior tidak akan berubah jika terjadi
penambahan atau penghapusan objek inferior.
• Union-member, dimana objek superior merupakan kesatuan dari
anggota-anggota (objek inferior). Objek superior tidak akan
52
berubah jika terjadi penambahan atau penghapusan objek inferior,
namun tetap memiliki batasan.
b. Association adalah hubungan antara sejumlah objek yang memiliki artian
dimana objek-objek yang saling berhubungan tersebut bukan merupakan
bagian dari objek yang lainnya.
Gambar 2.6 Contoh Association Structure (Sumber Mathiassen et al., 2000, p77)
Hasil akhir dari kegiatan structure adalah class diagram, yakni ringkasan
model problem domain yang jelas dengan menggambarkan semua struktur hubungan
statik antar class dan objek yang ada dalam model dari sistem yang berubah-rubah.
2.5.5.3 Behaviour
Menurut Mathiassen et al. (2000, p89), kegiatan behaviour bertujuan untuk
memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dalam problem domain sistem
sepanjang waktu. Tugas utama dari kegiatan ini adalah menggambarkan pola
perilaku (behavioural pattern) dan atribut dari setiap class. Hasil akhir dari kegiatan
ini adalah statechart diagram.
Gambar 2.7 Contoh Statechart Diagram (Sumber Mathiassen et al., 2000, p90)
Car Person 0..*
1..*
53
Perilaku dari suatu objek ditentukan oleh urutan event-event (event trace) yang
harus dilewati oleh objek tertentu tersebut sepanjang waktu. Contohnya kelas
pelanggan diatas harus selalu melalui event trace: ”account opened – account
deposited – account withdrawn –account closed”. Tiga jenis notasi untuk
behavioural pattern yaitu:
• Sequence, dimana event terjadi stu perstu secara berurutan, dilambangkan
dengan notasinya ”+”.
• Selection, dimana satu event dipilih dari sekumpulan event yang ada,
dilambangkan dengan notasi ”|”
• Iteration, dimana sebuah event muncul sebanyak nol atau beberapa kali,
dilambangkan dengan notasi ”*”.
Contoh behavioural pattern dari kelas pelanggan: ”account opened +( account
deposited| account withdrawn )*+ account closed”.
2.5.6 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.115), application domain adalah organisasi
yang mengatur, memonitor, atau mengendalikan problem domain. Application domain
analysis memfokuskan pada bagaimana target sistem akan digunakan dengan
menentukan requirement atas usage, function dan interface. Aktivitas dalam
application domain analysis dapat terlihat di tabel 2.4.
Tabel 2.4 Aktivitas – aktivitas dalam application domain analysis
Kegiatan Isi Konsep Usage Bagaimana sistem berinteraksi dengan
orang lain dan sistem lain dalam konteks
Use case dan actor
54
Function Bagaimana kemampuan sistem dalam memproses informasi
Function
Interface Kebutuhan antarmuka dari sistem target
Interface, user interface, dan interface system
(Sumber : Mathiassen et al., p117)
2.5.6.1 Usage
Menurut Mathiassen et al. (2000, p119), kegiatan usage bertujuan untuk
menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna atau sistem lain
berinteraksi dengan sistem yang dituju. Interaksi antara aktor dengan sistem tersebut
dinyatakan dalam use case. Hasil dari analisis kegiatan usage ini adalah deskripsi
lengkap dari semua use case dan aktor yang ada digambarkan dalam actor table dan
use case diagram.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.126), actor specification memiliki 3 bagian
yaitu: tujuan, karakteristik, dan contoh dari aktor tersebut. Tujuan merupakan peran
dari aktor dalam sistem target, sedangkan karakteristik menggambarkan aspek-aspek
yang penting dari aktor. Actor harus didefinisikan dengan jelas dalam use case,
karena actor akan mengaktifkan function dalam system.
Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi use case,
berdasarkan Mathiassen et al. (2000, p128), dimana use case dijelaskan secara
singkat namun jelas dan dapat disertai dengan keterangan objek sistem yang terlibat
dan function dari use case tersebut atau dengan diagram statechart karena use case
adalah sebuah fenomena yang dinamik.
55
Gambar 2.8 Contoh Usecase Diagram (Sumber Mathiassen et al., 2000, p122)
2.5.6.1.1 Sequence Diagram
Menurut Bennet S., McRobb S., Farmer R. (2006, p252-253), sequence
diagram ekuivalen secara semantic dengan diagram komunikasi untuk interaksi
yang sederhana. Sebuah sequence diagram menunjukkan interaksi antara objek
yang disusun dalam satu sequence.
Sequence diagram dapat digambar pada tingkat detail mana saja untuk
mencapai berbagai tujuan pada beberapa tahapan pada siklus hidup
pengembangan. Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk
merepresentasikaan interaksi objek secara detail untuk satu use case atau satu
operation. Ketika sequence diagram digunakan untuk menggambarkan model
behaviour use case yang dinamis, sequence diagram dapat dilhat sebagai
spesifikasi detail dari use case.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), sequence diagram menjelaskan
tentang interaksi di antara beberapa objek dalam jangka waktu tertentu. Sequence
56
diagram melengkapi class diagram, yang menjelaskan situasi yang umum dan
statis. Sebuah sequence diagram dapat mengumpulkan rincian situasi yang
kompleks dan dinamis melibatkan beberapa dari kebanyakan object yang
digeneralisasikan dari class pada class diagram.
2.5.6.2 Function
Menurut Mathiassen et al. (2000, p137), kegiatan function berfokus pada
bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan pekerjaan
mereka. Tujuan dari function adalah untuk menentukan kemampuan sistem
memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah daftar function-function yang
hanya merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap,
karena menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan aktor dan harus konsisten
dengan use case.
Function memiliki empat tipe yang berbeda yaitu:
1. Update, function ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan dalam state model tersebut.
2. Signal, function ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model
yang dapat menghasilkan reaksi pada konteks. Reaksi ini dapat berupa
tampilan bagi aktor dalam application domain, atau intervensi langsung dalam
problem domain.
3. Read, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor
dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan
informasi dalam model.
57
4. Compute, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan
aktor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan oleh
aktor atau model, hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi.
Cara untuk mengidentifikasikan function adalah dengan melihat deskripsi
problem domain yang ditampilkan oleh class dan event, dan melihat deskripsi
application domain yang ditampilkan dalam use case. Class dapat menyebabkan
munculnya function read dan update. Event memungkinkan munculnya kebutuhan
terhadap function update. Sementara use case dapat menyebabkan munculnya semua
jenis function.
2.5.6.3 Interface
Menurut Mathiassen et al. (2000, p151), interface digunakan oleh aktor untuk
berinteraksi dengan sistem. Tiga konsep interface yaitu:
1. Interface, yaitu fasilitas yang membuat model sistem dan fungsi dapat
digunakan oleh aktor.
2. User Interface, yaitu interface yang menghubungkan user dengan sistem.
3. System Interface, yaitu interface yang menghubungkan sistem satu dengan
sistem lain.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan pekerjaan dan
pemahaman user terhadap sistem. Kualitas user interface ditentukan oleh kegunaan
atau usability interface tersebut bagi pengguna. Usability bergantung pada siapa
yang enggunakan dansituasi pada saat sistem tersebut digunakan. Oleh sebab itu,
usability bukan sebuah ukuran yang asti dan objektif.
58
Menurut Mathiassen et al. (2000, p154), terdapat empat jenis pola dialog yang
penting dalam menentukan user interface yaitu:
1. Menu-selection yang menampilkan pilihan-pilihan menu dalam user interface.
2. Form fill-in yang merupakan pola klasik untuk entri data.
3. Command-language dimana user memasukkan dan mengaktifkan format
perintah sendiri.
4. Direct manipulation dimana user memilih objek dan melaksanakan function
atas objek dan melihat hasil dari interaksi mereka tersebut.
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada hasil dari kegiatan
analisis lainnya yaitu model problem domain, kebutuhan functional dan use case.
Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah deskripsi elemen-elemen user interface dan
system interface yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukkan pemenuhan
kebutuhan pengguna. Hasil dari kegiatan user interface berupa form presentasi dan
dialogue style, diagram window terpilih dan diagram navigasi. Sedangkan hasil dari
system interface berupa class diagram untuk peralatan dan protocol eksternal untuk
berinteraksi dengan sistem yang lain.
2.5.7 Architecture Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p173), keberhasilan suatu sistem ditentukan
oleh kekuatan arsitekturalnya. Arsitektur membentuk sistem sesuai dengan fungsi
sistem tersebut dan dengan memenuhi kriteria desain tertentu. Arsitektur juga
berfungsi sebagai kerangka untuk kegiatan pengembangan yang selanjutnya. Desain
arsitektur terdiri dari tiga aktivitas yang dapat terlihat pada tabel 2.5.
59
Tabel 2.5 Aktivitas – aktivitas dalam architecure design Kegiatan Isi Konsep
Criteria Kondisi dan kriteria untuk mendesain Criterion Components Bagaimana sistem dibentuk menjadi
komponen-komponen Component architecture dan component
Processes Bagaimana proses sistem didistribusikan dan dikoordinasikan
Process architecture dan process
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p176)
2.5.7.1 Criteria
Menurut Mathiassen et al. (2000, p177), untuk menciptakan sebuah desain
yang baik diperlukan pertimbangan mengenai kondisi-kondisi dari setiap proyek
yang dapat mempengaruhi kegiatan desain yaitu:
• Technical, yang terdiri dari pertimbangan: penggunaan hardware, software dan
sistem lain yang telah dimiliki dan dikembangkan; pengaruh kemungkinan
penggabungan pola-pola umum da komponen yang telah ada terhadap
arsitektur dan kemungkinan pembelian komponen standar.
• Conceptual, yang terdiri dari pertimbangan: perjanjian kontrak, rencana untuk
pengembangan lanjutan, pembagian kerja antara pengembang.
• Human, yang terdiri dari pertimbangan: keahlian dan pengalaman orang yang
terlibat dalam kegiatan pengembangan dengan sisitem yang serupa dan dengan
platform teknis yang akan didesain.
Karena tidak ada cara-cara tertentu atau mudah untuk menghasilkansuatu
desain yang baik, banyak perusahaan menciptakan suatu standard dan prosedur
untuk memberikan jaminan terhadap kualitas sistem. Disinilah kegiatan kriteria
dapat membantu dengan menetapkan prioritas desain untuk setiap proyek tertentu.
60
Menurut Mathiassen et al. (2000, p186), sebuah desain yang baik memiliki 3
ciri-ciri yaitu:
• Tidak memiliki kelemahan
Sebuah system yang baik harus bisa menghilangkan semua keraguan yang
penting. Syarat ini menekankan pada evaluasi dan kualitas system berdasarkan
review dan eksperimen dan membantu dalam menentukan prioritas dari criteria
yang akan menentukan aktivitas desain. Kriteria umum dalam kegiatan desain
antara lain terlihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kriteria umum kualitas software
Criterion Dasar Pengukuran
Usable Kemampuan system untuk menyesuaikan diri dengan konteks organisasi, pekerjaan yang terkait, dan konteks teknis.
Secure Ukuran keamanan system dalam menghadapi akses yang tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas.
Efficient Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis Correct Pemenuhan dari kebutuhan Reliable Pemenuhan ketepatan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan fungsi Maintainable Biaya untuk menemukan dan memperbaiki kerusakan
sistem Testable Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibentuk
dapat melaksanakan fungsi yang diinginkan Flexible Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman
terhadap sistem Reusable Kemungkinan untuk menggunakan bagian sistem pada
yang lain yang berhubungan Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang
berbeda Interoperable Biaya untuk mmenggabungkan sistem ke sistem yang lain
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p178, terjemahan penulis)
• Menyeimbangkan beberapa kriteria
61
Dalam menentukan kriteria sering terjadi konflik. Oleh karena itu, untuk
menentukan kriteria mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara untuk
menyeimbangkannya dengan kriteria-kriteria lain bergantung pada situasi
tertentu.
• Usable, flexible, dan comprehensible
Kriteria ini memiliki validasi umum sehingga dapat diterapkan pada hampir
semua proyek pengembangan sistem.
2.5.7.2 Component Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p190), component architecture adalah
sebuah struktur system yang tediri dari komponen-komponen yang saling
berhubungan. Component architecture membuat system lebih mudah untuk
dimengerti, menyederhanakan desain, dan mencerminkan kestabilan system. Hal ini
karena komponen merupakan subsistem dari sebuah sistem.
Beberapa pola umum dalam desain komponen arsitektur:
1. Layerd-architecture pattern
Sebuah layerd-architecture terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk
menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada diatas bergantung kepada
lapisan yang ada dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada satu lapisan akan
mempengaruhi lapisan diatasnya.
62
Gambar 2.9 Layerd Architecture Pattern (Sumber Mathiassen et al., 2000, p193)
2. Generic-architecture pattern
Pola ini digunakan unuk merinci sistem dasar yang terdiri dari komponen
interface, function, dan model dimana kompnen model terletak pada lapisan
yang paling bawah kemudian dilanjutkan dengan function layer dan paling
atasnya komponen interface.
Gambar 2.10 Generic-architecture Pattern (Sumber Mathiassen et al., 2000, p196)
63
3. Client-server architecture pattern
Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah sistem yang
terdistribusi di antara beberapa prosesor yang tersebar secara geografis.
Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client.
Tanggung jawab daripada server adalah untuk menyediakan database dan
resource yang dapat disebarkan kepada client melalui jaringan. Sementara
client memiliki tanggung jawab untuk menyediakan interface local untuk
setiap user-nya. Identifikasi komponen, di dalam perancangan sistem atau
subsistem, pada umumnya dimulai dengan layer architecture dan client server
architecture di mana keduanya merupakan dua layer yang berbeda, tetapi
saling melengkapi.
Gambar 2.11 Client-server architecture Pattern (Sumber Mathiassen et al., 2000, p197)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p200), beberapa jenis distribusi dalam
arsitektur client-server dapat terlihat pada table 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Jenis Arsitektur client-server
Client Server Architecture
U U+F+M Distributed Presentation
U F+M Local Presentation
64
U+F F+M Distributed Functionality
U+F M Centralized Data
U+F+M M Distributed Data
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p200)
2.5.7.3 Process Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), process architecture adalah struktur
dari eksekusis sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling bergantung.
Hasilnya berupa sebuah deployment diagram. Menurut Mathiassen et al. (2000,
p.215), terdapat tiga jenis pola distribusi yaitu:
1. Centralized Pattern
Pola ini menyimpan semua data pada server pusat dan user interface saja.
Keuntungannya adalah dapat diimplementasikan pada client secara murah,
semua data konsisten karena hanya berada di satu tempat, strukturnya mudah
dimengerti dan diimplemntasikan, dan kemacetan jaringannya jarang terjadi.
Gambar 2.12 Centralized Pattern (Sumber Mathiassen et al., 2000, p216)
65
2. Distributed Pattern
Pada pola ini semua data terdistribusi ke user atau client dan server hanya
menyebarkan model yang telah diupdate diantara client. Keuntungannya
adalah waktu akses yang rendah, kinerja lebih maksimal, dan banyak backup
data. Kerugiannya adalah redudansi data seingga konsistensi data terancam,
kemacetan jaringan tinggi, arsitektur sulit dipahami dan diimplementasikan.
Gambar 2.13 Distributed Pattern (Sumber Mathiassen et al., 2000, p217)
3. Decentralized Pattern
Pola ini berada di antara kedua pola di atas. Di sini client memiliki data
tersendiri sehingga data umum hanya berada pada server. Server menyimpan
data umum dan fungsi atas data-data tersebut, sedangkan client menyimpan
data milik application domain client. Keuntungannya adalah konsistensi data,
tidak ada duplikasi data, lalu lintas jaringan jarang karena jaringan hanya
digunakan data umum di server diupdate. Kekurangannya adalah semua
66
prosesor harus mampu melakukan fungsi yang kompleks dan memelihara
model dalam jumlah besar sehingga meningkatkan biaya hardware.
Gambar 2.14 Decentralized Pattern (Sumber Mathiassen et al., 2000, p219)
2.5.8 Component Design
Tujuan component design adalah untuk menentukan implementasi kebutuhan
dalam kerangka arsitektural. Langkah awal untuk component design adalah spesifikasi
arsitektural dan kebutuhan sistem. Hasil dari aktivitas ini adalah spesifikasi dari
komponen yang saling berhubungan. Aktivitas dalam component design adalah seperti
yang terlihat pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Aktivitas-aktivitas dalam component design
Kegiatan Isi Konsep
Model Component
Bagaimana suatu model digambarkan sebagai kelas dalam sebuah sistem
Model componenet dan attribute
Function Component
Bagaimana suatu function diimplementasikaan
Function component dan operation
Connecting Component
Bagaimana komponen-komponen dihubungkan
Component dan connection
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p232)
67
2.5.8.1 Model Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p236), model component adalah bagian dari
sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Hasil dari aktivitas
model componenti adalah revisi cloass diagram dari aktivitas analaisis yang terdiri
dari penambahan class baru, atribut, dan struktur yang mewakili event.
Revised class dapat terjadi pada:
• Generalization, jika terdapat dua class dengan atribut yang sama, maka dapat
dibentuk class baru (revised class).
• Association, jika terdapat hubungan many to many
• Embeded iterations, merupakan embedded di dalam statechart diagram.
Misalnya jika sebuah class terdapat statechart diagram yang mempunyai tiga
iterated events, maka kita dapat membentuk tiga class di dalam perancangan
model.
2.5.8.2 Function Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p252), function component adalah bagian
dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari function
component adalah untuk memberikan akses bagi user interface dan komponen
sistem lainnya ke model sehingga menunjukkan pengimplementasian dari function.
Hasil dari aktivitas ini adalah class diagram dengan operation dan
specification dari operation yang kompleks. Sub aktivitas dari function component
menghasilkan kumpulan operasi yang dapat mengimplementasikan fungsi sistem
seperti ditentukan dalam analysis problem domain dan function list.
68
Berikut ini sub aktivitas dalam function component:
• Merancang function sebagai operation
• Menelusuri pola yang dpat membantu dalam implementasi function sebagai
operation.
• Spesifikasikan operation yang kompleks.
2.5.8.3 Connecting Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p271-p281), connecting component
digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen sistem. Pada connecting
component ada dua konsep, yaitu:
• Coupling, adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan bagaimana
dekatnya hubungan antara dua class atau component.
• Cohesion, adalah ukuran seberapa kuatnya keterkaitan dari suatu class atau
component.
Sub aktivitas yang terdapat dalam connecting component adalah:
• Menghubungkan kelas-kelas
• Eksplorasi pola
• Evaluasi terhadap hubungan-hubungan yang ada.