Upload
vumien
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Definisi Manajemen
Menurut Hasibuan (2001, p9), Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Robbins dan Coulter (2004, p6), Manajemen adalah proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan
secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Jadi manajemen adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara mengkoordinir kerja
para karyawan untuk menjalankan sebuah tugas yang telah direncanakan agar terselesaikan
secara efisien dan efektif.
2.2 Fungsi Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter (2004, p8), fungsi manajemen dibagi kedalam 4 fungsi
yang saling berkaitan satu sama lainnya. Fungsi manajemen tersebut yaitu:
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Yaitu fungsi manajemen yang mencakup proses mendefinisikan sasaran, menetapkan
strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.
2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu fungsi manajemen yang mencakup proses menentukan tugas apa yang harus
dilakukan, siapa yang harus melakukan, bagaimana cara mengelompokkan tugas tersebut,
siapa harus melapor ke siapa, dan dimana keputusan harus dibuat.
3. Fungsi Kepemimpinan (Leading)
6
Yaitu fungsi manajemen yang mencakup memotivasi bawahan, mempengaruhi
individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki saluran komunikasi yang paling efektif,
dan memecahkan dengan berbagai cara masalah perilaku karyawan.
4. Fungsi Pengendalian (Controlling)
Yaitu fungsi manajemen yang mencakup proses memantau, membandingkan dan
mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang signifikan.
2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen, yang
berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber daya manusia di
dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana yang diharapkan
organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh personil atau pegawai yang dapat
mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang diinginkan organisasi, sebaliknya tidak
sedikit organisasi yang hancur dan gagal karena ketidakmampuannya dalam mengelola
sumber daya manusia.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p3), Manajemen sumber daya manusia adalah
rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan
bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
Menurut Hasibuan (2001, p10), Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan
seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Menurut Samsudin (2006, p22), Manajemen sumber daya manusia adalah
pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu
anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi
sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir,
evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.
7
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah suatu cara untuk mengatur hubungan antar karyawan, penggunaan
bakat serta pengelolaan karir secara efektif dan efisien agar tujuan perusahaan dapat
tercapai dengan baik.
2.3.1 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut pendapat Cushway (2002, pp6-7), tujuan manajemen sumber daya manusia
bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi lain, tergantung pada tingkat
perkembangan organisasi yang mencakup hal-hal berikut:
1. Memberikan sasaran kepada manajemen tentang kebijakan sumber daya manusia guna
memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta
dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan
pekerjaannya.
2. Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang diperlukan untuk
memastikan pencapaian tujuan organisasi.
3. Membantu perkembangan arah dan strategi organisasi secara keseluruhan, terutama
dengan memperhatikan segi-segi SDM.
4. Menyediakan bantuan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam
mencapai tujuan mereka.
5. Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan pegawai untuk memastikan tidak ada
gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi.
6. Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen organisasi.
7. Bertindak sebagai penjamin standar dan nilai organisasi dalam pengelolaan SDM.
8
2.3.2 Proses Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Robbins dan Coulter (2004, p305), ada beberapa komponen penting dari
proses manajemen sumber daya manusia, yang terdiri atas delapan kegiatan untuk mengisi
staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi, yaitu:
1. Tiga kegiatan pertama menjamin bahwa karyawan yang berkompeten dapat
diidentifikasikan dan dipilih.
2. Dua kegiatan berikutnya mencakup memberikan kepada karyawan pengetahuan dan
keahlian yang up-to-date.
3. Tiga kegiatan terakhir mencakup memastikan bahwa organisasi mempertahankan
karyawan yang kompeten dan berkinerja baik yang mampu terus-menerus menghasilkan
kinerja yang tinggi.
2.3.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2001, p14), sumber daya manusia berperan penting dan
dominan dalam manajemen. Ada beberapa masalah yang dihadapi manajemen sumber daya
manusia dalam mengatur dan menetapkan program kepegawaian, yaitu:
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan
kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job requirement, dan
job evaluation.
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas “the right
man in the right place and the right man in the right job.”
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan
datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan
pada khususnya.
9
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijkasanaan pemberian
balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
2.3.4 Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi operasional dalam manajemen sumber daya manusia merupakan dasar
pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi atau
perusahaan. Fungsi operasional tersebut terbagi atas: (Mangkunegara, 2004, p25)
1. Fungsi Perencanaan
Adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.
2. Fungsi Pengorganisasian
Adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan
pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam
bagan organisasi. Dalam organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara
efektif
3. Fungsi Pengarahan
Adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja
efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar
mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
10
4. Fungsi Pengendalian
Adalah mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan
perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Jika terdapat penyimpangan atau kesalahan,
diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana.
5. Fungsi Pengadaan
Adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan pasar (the right man in the right place).
6. Fungsi Pengembangan
Adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptuan, dan moral
karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan yang diberikan harus
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
7. Fungsi Kompensasi
Adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau
barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang diberikannya kepada perusahaan.
Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan
tersebut.
8. Fungsi Pengintegrasian
Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan
karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Dimana
pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam Manajemen Sumber Daya Manusia,
karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan yang bertolak belakang antara karyawan
dan perusahaan.
9. Fungsi Pemeliharaan
11
Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan
loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik
dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
10. Fungsi Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting
dan kunci terwujudnya tujuan. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati
peraturan perusahaan dan norma sosial.
11. Fungsi Pemberhentian
Adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan yang disebabkan
oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, berakhirnya kontrak kerja, pensiun, dan
sebab-sebab lainnya.
2.4 Kondisi Karyawan
Karyawan yang baik adalah karyawan yang mampu memberikan kontribusi terhadap
perusahaan tempat dia bekerja, tidak hanya terbatas pada tenaga tapi juga pikiran, ide,
improvement agar semua yang mereka kerjakan bisa mendapatkan hasil maksimal baik dari
segi kualitas, kuantitas, dan efisiensi waktu. Karyawan harus berperan aktif dalam
menetapkan rencana, sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai sehingga mampu
memberikan keuntungan terhadap perusahaan. Dalam hal ini, karyawan adalah ujung
tombak dari sebuah perusahaan. Sebaik apapun manajemen dari sebuah perusahaan tapi
kalau tidak ditunjang dengan sumber daya manusia yang baik maka tujuan perusahaan tidak
akan tercapai.
12
2.4.1 Usia
Sebagian orang menganggap semakin tua usia seorang pekerja, semakin kecil
kemungkinan ia mengundurkan diri dari pekerjaannya dan semakin sedikit kesempatan
alternatif pekerjaan bagi mereka.
Suatu tinjauan ulang menyeluruh terhadap riset baru-baru ini menemukan bahwa
usia dan kinerja tidak ada hubungannya. Lagi pula, ini tampaknya benar untuk hampir semua
jenis pekerjaan, profesional, dan tidak profesional. Kesimpulan yang wajar adalah bahwa
tuntutan dari kebanyakan pekerjaan, bahkan untuk pekerjaan dengan persyaratan kerja
tangan yang berat, tidaklah cukup ekstrim untuk kemerosotan ketrampilan fisik apapun yang
disebabkan oleh usia berdampak pada produktivitas, atau jika ada suatu kemerosotan antara
usia, sering diimbangi oleh perolehan karena pengalaman (Robbins, 2003, pp46-47).
Robbins (2003, p47) mengemukakan bahwa kebanyakan studi menunjukkan suatu
hubungan positif antara usia dan kepuasan kerja, sekurangnya sampai usia 60 tahun.
Menurut Hasibuan (2001, p203), Usia Karyawan mempengaruhi kepuasan kerja.
Karyawan yang masih muda, tuntutan kepuasan kerjanya tinggi, sedangkan karyawan tua,
tuntutan kepuasan kerjanya relatif rendah.
2.4.2 Masa Kerja
Masa kerja merupakan salah satu indikator dari kondisi karyawan, dimana menjadi
hal yang penting dalam menjelaskan keluar masuknya karyawan. Secara konsisten
ditemukan bahwa masa kerja berhubungan negatif dengan keluar masuknya karyawan dan
telah dikemukakan sebagai salah satu peramal tunggal paling baik tentang keluar masuknya
karyawan.
Bukti menunjukkan bahwa masa kerja dan kepuasan saling berkaitan positif. Bila
usia dan masa kerja diperlukan secara terpisah, tampaknya masa kerja akan merupakan
13
peramal yang lebih konsisten dan mantap dari kepuasan kerja daripada usia kronologis
(Robbins, 2003, pp49-50).
2.4.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan merupakan salah satu indikator dari kondisi karyawan, dimana
tingkat pendidikan seseorang, akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
Menurut Bjork et al. (2007), tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja
dimana hasil penelitian Bjork et al menyebutkan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi (bergelar master), jauh lebih puas dengan pekerjaannya dibandingkan
perawat dengan tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi.
2.5 Kepuasan Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2008, p40), kepuasan kerja adalah perasaan positif
tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Seorang
dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang
pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang
negatif tentang pekerjaan. Keyakinan bahwa karyawan yang merasa puas jauh lebih
produktif bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak puas telah menjadi prinsip dasar di
antara para manajer selama bertahun-tahun.
Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap retensi karyawan.
Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi
menarik diri (prewithdrawl cognition), intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa
turnover (Kicnicki, Mckee-Ryan, Scherieshelm and Carson, 2002) dalam Mueller (2003, pp2-
5).
Menurut Umar (2008, p37), kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai
tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.
14
Menurut Wijono (2010, p97), kepuasan kerja adalah suatu perasaan menyenangkan
merupakan hasil dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi
kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja yang penting bagi dirinya.
McCormick dan Ilgen (1985) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja sebagai satu
serangkaian sikap khusus yang dimiliki oleh anggota-anggota organisasi. (Wijono, 2010,
p103).
Menurut Hasibuan (2001, pp202-203) kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan
harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi kecintaan, dan kedisiplinan
karyawan meningkat. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisplinan, dan prestasi
kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam luar
pekerjaan.
a. Kepuasan dalam pekerjaan
Kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil
kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan
yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
b. Kepuasan diluar pekerjaan
Kepuasan kerja karyawan yang dinikmati diluar pekerjaan dengan besarnya balas
jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dia dapat membeli kebutuhan-
kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan diluar pekerjaan lebih
mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya.
c. Kepuasan kombinasi dalam luar pekerjaan
Kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas
jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja
15
kombinasi dalam dan luar pekerjaannya akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya
dirasa adil dan layak.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karyawan dengan kepuasan
kerja akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaan dan tidak berusaha
mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam
pekerjaannya cenderung mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan
lain, dan berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih
memuaskan.
Faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Robbins dan Coulter (2002, p149),
adalah:
1. Kerja yang sesuai dengan keahlian
Pekerjaan yang sesuai dengan keahlian karyawan, akan membuat karyawan mampu
mengerjakan tugas-tugas dengan baik sehingga akan tercipta kepuasan kerja.
2. Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki
menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang
menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan
frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan
akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
3. Imbalan yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila
16
upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan
individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang diinginkan
atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang menghubungkan
upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah
persepsi keadilan. Sama halnya pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik
promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung
jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil kemungkinan akan
merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.
4. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman
dan aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugas
dengan baik.
5. Rekan kerja yang mendukung
Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh
karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah akan membuat
kepuasan kerja meningkat.
2.6 Retensi Karyawan
Upaya untuk mempertahankan karyawan telah menjadi persoalan utama dalam
banyak organisasi karena berbagai alasan. Mudahnya, dengan perputaran yang lebih rendah,
17
setiap individu yang dipelihara berarti berkurangnya satu orang yang harus direkrut, diseleksi,
dan dilatih. Selain itu, kinerja organisasional dan individual ditingkatkan dengan kontinuitas
karyawan yang mengetahui pekerjaan, rekan kerja, layanan, dan produk organisasional
mereka, serta pelanggan perusahaan tersebut.
2.6.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan
Baik para pemberi kerja maupun para karyawan telah mengetahui bahwa beberapa
bidang umum mempengaruhi retensi karyawan. Apabila komponen organisasional tertentu
diberikan, faktor-faktor yang lain mungkin mempengaruhi retensi karyawan yang paling
penting. Terakhir, rancangan tugas atau faktor kerja serta hubungan karyawan yang adil dan
suportif dengan orang lain dalam organisasi tersebut memberi kontribusi untuk retensi
karyawan.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, pp128-135), ada beberapa faktor penentu
retensi karyawan, yaitu:
1. Komponen organisasional
Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan
apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya
dan nilai yang positif dan berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah.
2. Peluang karir organisasional
Survey terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan bahwa
usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi karyawan
secara signifikan.
3. Penghargaan dan retensi karyawan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja datang dalam bentuk
gaji, insentif, dan tunjangan. Menurut banyak survey dan pengalaman satu hal yang penting
terhadap retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi kompetitif.
18
4. Rancangan tugas dan pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan
pekerjaan yang dilakukan. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran
karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering kali dihubungkan
dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai. Analisis selanjutnya ditemukan
bahwa banyak karyawan yang dipekerjakan tidak memiliki PKK-PKK yang sesuai untuk
pekerjaan tersebut, akhirnya karyawan tersebut keluar. Setelah individu ditempatkan ke
dalam pekerjaan, beberapa faktor pekerjaan mempengaruhi retensi karyawan.
5. Hubungan karyawan
Pola hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi menjadi faktor yang
diketahui dapat mempengaruhi retensi karyawan.
2.6.2 Proses Manajemen Retensi Karyawan
Selain menyebutkan faktor penentu retensi karyawan, adalah penting bahwa para
profesional SDM dan organisasi mereka mempunyai proses yang digunakan untuk mengatur
retensi para karyawan. Apabila kurang diperhatikan, retensi karyawan kemungkinan besar
tidak berhasil.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, pp136-143), proses manajemen retensi
karyawan terdiri dari:
1. Pengukuran dan penilaian retensi karyawan
Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi
karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan data dan
analisis daripada kesan subjektif dari situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap
hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempunyai
beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda.
Data yang dapat diukur dan diniliai, terdiri dari:
19
● Analisis pengukuran perputaran
Angka perputaran untuk sebuah organisasi dapat dihitung dengan cara yang berbeda.
● Biaya perputaran
Menentukan biaya perputaran bisa relatif sederhana atau sangat rumit, tergantung
pada sifat usaha dan data yang digunakan.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memperkirakan biaya
perputaran, yaitu:
- Biaya perekrutan
- Biaya pelatihan
- Biaya produktivitas
- Biaya pemberhentian
● Survey karyawan
● Wawancara keluar kerja
2. Intervensi Retensi Karyawan
Berbagai intervensi SDM dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan.
Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu:
• Proses perekrutan dan seleksi
• Orientasi dan pelatihan
• Kompensasi dan tunjangan
• Perencanaan dan pengembangan karier
• Hubungan karyawan
3. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah usaha intervening dilakukan, selanjutnya evaluasi atas usaha serta tindak
lanjut dan penyesuaian yang tepat penting untuk dilakukan. Evaluasi dan tindak lanjut dapat
dilakukan dengan cara:
• Menelaah data perputaran secara tetap
20
• Memeriksa hasil intervensi
• Menyesuaikan usaha intervensi
2.7 Analisis Jalur
Analisis jalur yang dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama pada tahun
1920-an oleh seorang ahli genetika yaitu Sewall Wright. Model path analysis digunakan untuk
menganalisis pola hubungan antar variable dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel
terikat (endogen) (Riduwan dan Kuncoro, 2008, p1).
Menurut Riduwan dan Kuncoro (2008, p115), teknik analisis jalur akan digunakan
dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada
setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variable X1, X2 terhadap Y.
Analisis jalur merupakan model perluasan regresi yang digunakan untuk menguji
keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang di
bandingkan oleh David Garson (2003) dalam Sarwono (2007, pp1-2). Dari definisi-definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya analisis jalur merupakan kepanjangan dari
analisis regresi berganda (Sarwono, 2007, pp1-2).
Berdasarkan Mueller dalam Sugiarto (2006, p93), Path Analysis (Analisis Jalur)
dikembangkan sebagai metode untuk mempelajari pengaruh (efek) secara langsung dan
tidak langsung dari variabel bebas terhadap variabel tergantung. Analisis ini merupakan
sejumlah variabel di dalam model. Analisis ini merupakan metode yang baik untuk
menerangkan apabila terdapat seperangkat data yang besar untuk dianalisis dan mencari
hubungan kausal.
Menurut Sugiarto (2006, p93), Analisis jalur digunakan untuk menelaah hubungan
antara model kausal yang telah dirumuskan peneliti atas dasar pertimbangan teoritis dan
pengetahuan tertentu. Hubungan kausal selain didasarkan pada data, juga didasarkan pada
21
pengetahuan, perumusan hipotesis dan analisis logis, sehingga dapat dikatakan analisis jalur
dapat digunakan untuk menguji seperangkat hipotesis kausal serta menafsirkan hubungan
tersebut.
2.8 SPSS
Menurut Priyatno (2008, p13), SPSS adalah program atau software yang digunakan
untuk olah data statistik. Dari berbagai program olah data statistik lainnya, SPSS merupakan
yang paling banyak digunakan. Dahulu SPSS digunakan untuk olah data statistik pada ilmu
sosial sehingga saat itu kepanjangan SPSS adalah Statistical Package for the Social Sciences,
tapi seiring berjalannya waktu SPSS mengalami perkembangan dan penggunaanya semakin
kompleks untuk berbagai ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, psikologi, pertanian, teknologi,
industri, dan lain-lain sehingga kepanjangan SPSS adalah Statistical Product and Service
Solutions. SPSS diciptakan oleh Norman Nie, seorang lulusan Fakultas Ilmu politik dari
Stanford University.
2.9 LISREL (Linear Structural Relationship)
Menurut Sugiarto (2006, p3), LISREL merupakan salah satu program komputer yang
dapat mempermudah analisis untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dapat
diselesaikan oleh alat analisis yang konvensional.
LISREL diperkenalkan oleh Kark Joreskog pada tahun 1970 dan sejauh ini telah
dikembangkan serta digunakan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan sosial. Dalam versi
yang lebih maju, penggunaan LISREL menjadi lebih interaktif, lebih mudah, banyak fitur
statistik baru yang terkait dengan penanganan missing data, imputation data serta multilevel
data analysis. Terapannya pada persoalan ilmu social dan ilmu perilaku dapat kita temui
secara luas dan sangat berguna sebagai acuan pengambilan keputusan dalam kondisi yang
makin rumit (Sugiarto, 2006, pp3-4).
22
Menurut Sugiarto (2006, p4), secara umum analisis dalam LISREL dapat dipilah
dalam dua bagian: pertama yang terkait dengan model pengukuran (measurement model)
dan kedua yang terkait dengan model structural (structural equation model). Dengan
menggunakan LISREL, kita dapat menganalisis struktur covariance yang rumit, variabel
latent, saling ketergantungan antar variabel, dan sebab akibat yang timbal balik dapat
ditangani dengan mudah dengan menggunakan model pengukuran dan persamaan
terstruktur.
2.10 Hubungan antar variabel
Hubungan yang ada antar variable yang diteliti dapat dijabarkan seperti berikut ini:
Menurut Wijono (2010, p103), Kepuasan kerja bertambah sesuai dengan
bertambahnya usia dimana kepuasan kerja yang paling rendah ditemukan pada karyawan
yang paling muda. Hal ini didukung juga oleh penelitian Herzberg et al. (1957) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan di antara usia dan kepuasan kerja.
Robbins (2003, p47) mengemukakan bahwa kebanyakan studi menunjukkan suatu
hubungan positif antara usia dan kepuasan kerja, sekurangnya sampai usia 60 tahun.
Pohan (2010, p15) mengemukakan bahwa dua faktor utama yang menjadi penyebab
employee retention, yaitu kepuasan kerja (Job Satisfaction) dan pilihan kerja (Job
Alternatives). Karyawan yang puas dengan pekerjaannya cenderung akan tinggal dan
menetap di perusahaan yang sama selama bertahun-tahun, begitu pula sebaliknya.
Robbins (2003, pp49-50) membuktikan bahwa masa kerja dan kepuasan kerja saling
berkaitan positif. Secara konsisten ditemukan bahwa masa kerja berhubungan negatif
dengan keluar masuknya karyawan.
Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi
menarik diri (prewithdrawl cognition), intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa
23
turnover (Kicnicki, Mckee-Ryan, Scherieshelm and Carson, 2002) dalam Mueller (2003, pp2-
5).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Seniati (2006), menyebutkan bahwa ditemukan
pengaruh yang bermakna dari usia dan lama kerja seseorang terhadap komitmen di dalam
organisasi yang disebabkan oleh adanya kepuasan yang tinggi. Hal ini didukung juga oleh
penelitian Spector (1997) yang menyatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam
suatu organisasi maka semakin tinggi pula kepuasannya terhadap pekerjaan.
Pendiri dan konsultan pada I-SYS Consulting Cristian Siboro sepakat bahwa dalam
isu retensi, hukum dasarnya adalah kepuasan. (www.portalHR.com)
Hasibuan (2001, p203) mengemukakan bahwa usia Karyawan mempengaruhi
kepuasan kerja. Karyawan yang masih muda, tuntutan kepuasan kerjanya tinggi, sedangkan
karyawan tua, tuntutan kepuasan kerjanya relatif rendah.
Siagian (2002, p297) mengemukakan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya
keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan pada pekerjaan sekarang.
Okpara (2004) menemukan bahwa karyawan yang lebih tua dengan masa kerja yang
lebih lama memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan muda
yang memiliki masa kerja singkat.
Hasil penelitian Castle, Engberg, Anderson & Men (2007) menunjukkan hasil bahwa
kepuasan kerja yang tinggi berkaitan erat dengan rendahnya keinginan untuk pindah,
keinginan untuk mencari pekerjaan, mencari pekerjaan, dan pindah kerja.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bjork et al. (2007) ditemukan bahwa tingkat
pendidikan, masa kerja dan usia berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dimana hasil
penelitian Bjork et al menyebutkan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi (bergelar master), usia yang lebih tua dan masa kerja yang lebih lama, jauh lebih puas
dengan pekerjaannya dibandingkan perawat dengan tingkat pendidikan yang tidak terlalu
tinggi, usia yang muda dan masa kerja yang singkat.
24
2.11 Literatur Review
Tabel 2.1
Literatur Review
Nama Jurnal Judul Tahun Nama Peneliti Hasil penelitian
X-Y European Journal
of Social Sciences
Volume 19,
number 4
The Role of
Individual
Differences in Job
Satisfaction Among
Indonesians and
Malaysians
2009 Alia Azalea, Fatimah
Omar & Khairul
Anwar Mastor
Variabel X
Berpengaruh
secara signifikan
terhadap Variabel
Y sebesar 0,25
X-Y Journal of Applied
Psychologi, 65,
364-367
The impact of age
on the job
satisfaction of
Turkish
academicians
2002 Turker Bas & Kadir
Ardic
Variabel X
berpengaruh
secara signifikan
terhadap variable
Y sebesar 0,287
X-Y Journal by
Department of
Economics and
Graduate Program
in Human
Resources and
Labour Relations,
University of
Wisconsin-
Milwaukee
Job Satisfaction of
the Highly
Educated:The role
of Gender,
Academic Tenure,
and Comparison
Income
2005 Keith A.Bender &
John S Heywood
Variabel X
berpengaruh
secara signifikan
terhadap variable
Y sebesar 0,741
X-Z World Journal of
Sport Sciences 2
(3):154-159
Job Retention
Factors Among
Physical Educators
2009 R. Ramzaninezha,
M.A.
Hemmatinezhad,A.
Nejadsajadi,M.
Hoseini Keshtan
Variabel X
berpengaruh
secara signifikan
terhadap variable
Z sebesar 0,03
Y-Z Journal of
Agricultural
Education Volume
Job satisfaction
and Retention of
Secondary
2004 Weston D. Walker,
Bryan L.Garton &
Tracy J.Kitchel
Variabel Y
berpengaruh
secara signifikan
25
45, Number 2 Agriculture
Teachers
terhadap variable
Z sebesar 0,796
Sumber: Penulis, 2010
26
2.12 Kerangka Pemikiran
STUDI PENDAHULUAN Kaji Pustaka
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Latar Belakang Masalah 2. Perumusan Masalah
• Seberapa besar pengaruh kondisi karyawan terhadap kepuasan kerja PT Pabrik Kaos Aseli 777 berdasarkan perbandingan pendekatan SPSS dan LISREL?
• Seberapa besar pengaruh kepuasan kerja terhadap retensi karyawan PT Pabrik Kaos Aseli 777 berdasarkan perbandingan pendekatan SPSS dan LISREL?
● Seberapa besar pengaruh kondisi karyawan terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap retensi karyawan PT Pabrik Kaos Aseli 777 berdasarkan Perbandingan pendekatan SPSS dan LISREL?
TUJUAN PENELITIAN Menjawab ke-tiga rumusan permasalahan diatas
LANDASAN TEORI 1. Kondisi Karyawan 2. Kepuasan Kerja 3. Retensi Karyawan 4. Analisis Jalur 5. SPSS 6. LISREL
PENGUMPULAN DATA Wawancara Kuisioner
DATA KONDISI KARYAWAN, TINGKAT KEPUASAN KERJA DAN TINGKAT RETENSI KARYAWAN
27
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis, 2010
PENGOLAHAN DATA 1. Uji Normalitas 2. Uji Validitas 3. Uji Reliabilitas 4. Transformasi data ordinal ke data
Interval 5. Uji Korelasi
ANALISIS JALUR 1. Merumuskan hipotesis dan persamaan struktural 2. Menghitung koefisien jalur
KONDISI KARYAWAN (X) • Usia • Masa kerja • Tingkat pendidikan Robbins (2003, p46)
Kepuasan Kerja (Y)
• Kerja sesuai keahlian • Kerja Secara mental
menantang • Imbalan yang pantas • Rekan kerja
mendukung • Kondisi kerja
mendukung Robbins dan Coulter (2002, p149)
Retensi Karyawan (Z)
• Komponen Organisasional
• Peluang Karier • Penghargaan • Hubungan
Karyawan • Rancangan tugas
dan pekerjaan Mathis dan Jackson (2006, p129)
OUTPUT
SIMPULAN DAN SARAN
28
2.13 Hipotesis
Menurut Sekaran (2006, p135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang
diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk
pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan
asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian.
Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi
dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Kondisi karyawan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kondisi karyawan terhadap
kepuasan kerja.
Ha = ada pengaruh yang signifikan antara kondisi karyawan terhadap
kepuasan kerja.
2. Kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap retensi karyawan
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap
retensi karyawan.
Ha = ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap retensi
karyawan.
3. Kondisi karyawan dan kepuasan kerja berpengaruh secara simultan dan signifikan
terhadap retensi karyawan
Ho = Kondisi karyawan dan kepuasan kerja tidak berpengaruh secara
simultan dan signifikan terhadap retensi karyawan.
Ha = Kondisi karyawan dan kepuasan kerja berpengaruh secara simultan
dan signifikan terhadap retensi karyawan.