Upload
trankiet
View
230
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku
petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi peraturan tentang perlakuan, pencatatan,
penyusunan dan penyajian laporan keuangan berdasarkan kondisi yang sedang
berlangsung dan telah disepakati. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
disusun dan diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK-IAI).
Dalam perkembangan sejarah, standar akuntansi dimulai pada tahun 1973
menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia. Pada masa itu, IAI menciptakan
standar akuntansi untuk pertama kalinya bernama “Prinsip Akuntansi Indonesia
(PAI)”. Pada tahun 1984, dilakukan revisi secara mendasar pada PAI 1973 sehingga
berganti nama menjadi “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk
menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Berikutnya
pada tahun 1994, dilakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi
dalam buku “Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)” per 1 Oktober 1994. Sejak
tahun 1994, Standar Akuntansi Keuangan terus mengalami pembaharuan berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Pembaharuan terhadap Standar
Akuntansi Keuangan bertujuan untuk menghasilkan standar akuntansi yang dapat
memenuhi kebutuhan dunia usaha dan profesi dalam rangka mengantisipasi
perkembangan internasional.
10
2.1.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 - Aset Tetap
PSAK 16 disusun dan diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia. PSAK 16 (Revisi 2011) ini bertujuan untuk mengatur
perlakuan akuntansi aset tetap. Aset tetap merupakan aset berwujud yang dimiliki
untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan
kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif serta diharapkan untuk digunakan
selama lebih dari satu periode (PSAK 16 paragraf 6). Isu utama dalam akuntansi aset
tetap adalah pengakuan aset, penentuan jumlah tercatat, pembebanan penyusutan,
dan rugi penurunan nilai atas aset tetap.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mendasarkan perlakuan
akuntansinya untuk mengukur aset biolojik menggunakan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 mengenai Aset Tetap. Hal ini disebabkan karena
hingga saat ini Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK-IAI) belum menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
yang mengacu pada International Accounting Standards (IAS) 41.
Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 pada industri
perkebunan kelapa sawit disebabkan karena aset biolojik memiliki kesamaan sifat
dengan aset tetap. Persamaan antara aset biolojik (kelapa sawit) dan aset tetap
diantaranya karena keduanya merupakan aset berwujud yang digunakan untuk
kegiatan produksi serta memiliki manfaat ekonomi yang lebih dari satu periode.
2.1.1.1 Pengakuan Aset Tetap
Suatu entitas harus mengakui aset tetap sebagai aset jika dan hanya jika
(PSAK 16 paragraf 7):
11
1. Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal.
Biaya perolehan (cost) adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan
atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada
saat perolehan atau konstruksi.
Komponen biaya perolehan aset tetap meliputi (PSAK 16 paragraf 16):
1. Harga perolehannya, termasuk bea impor, dan pajak pembelian yang tidak
boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan
lain;
2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset
ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan
keinginan dan maksud manajemen;
3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut
diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode
tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan.
2.1.1.2 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap
Dalam PSAK 16 paragraf 29 dijelaskan bahwa untuk melakukan pengukuran
terhadap aset, suatu entitas memilih model biaya dalam paragraf 30 atau model
revaluasi dalam paragraf 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan
kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
Penjelasan mengenai model pengukuran aset pada PSAK 16 paragraf 30 dan 31
adalah sebagai berikut:
12
a. Model Biaya
Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.
b. Model Revaluasi
Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur
secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada
tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi
penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi.
Definisi nilai wajar dalam PSAK 16 paragraf 6 adalah jumlah yang dipakai
untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan
memiliki pengetahuan yang memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm’s
length transaction).
Penyusutan merupakan alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari
suatu aset selama umur manfaatnya. Sedangkan definisi dari rugi penurunan nilai
(impairment loss) adalah selisih dari jumlah tercatat suatu aset dengan jumlah yang
dapat diperoleh kembali dari aset tersebut.
Berbeda dengan IAS 41, dalam PSAK 16 paragraf 33 menjelaskan bahwa
jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari
aset tetap yang khusus dan jarang diperjualbelikan, entitas mungkin perlu
mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti
yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach).
Nilai aset tetap perlu untuk direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali. Jika
suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama
(memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas) harus
direvaluasi.
13
Terdapat dua kondisi sebagai hasil dari melakukan revaluasi aset tetap yaitu :
a. Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut
diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas
pada bagian surplus revaluasi (bagian kredit). Namun, kenaikan tersebut
harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai
aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi.
b. Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui
dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai tercatat diakui dalam
pendapatan komprehensif lain selama penurunan tersebut tidak melebihi
saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut. Penurunan nilai yang diakui
dalam pendapatan komprehensif lain mengurangi akumulasi dalam ekuitas
pada bagian surplus revaluasi.
2.2 International Accounting Standards (IAS) / International Financial
Reporting Standards (IFRS)
International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan kumpulan
dari standar akuntansi yang dikembangkan untuk menjadi standar global dalam
penyusunan laporan keuangan perusahaan publik yang diadopsi oleh International
Accounting Standards Board (IASB). Pembuatan standar ini bertujuan untuk
memastikan bahwa laporan keuangan mengandung informasi yang berkualitas tinggi
sehingga mampu menghasilkan laporan keuangan yang transparan bagi para
penggunanya serta dapat diperbandingkan sepanjang periode yang disajikan yang
tidak hanya terbatas pada satu negara saja melainkan dapat memungkinkan adanya
keterbandingan laporan keuangan di seluruh negara di dunia.
14
International Financial Reporting Standards (IFRS) terlebih dahulu dikenal
dengan nama International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan oleh
International Accounting Standards Committee (IASC) dari tahun 1973 hingga tahun
2001. Pada tahun 2001, IASB mengambil tanggung jawab dari IASC untuk
menetapkan dan terus melakukan pengembangan terhadap Standar Akuntansi
Internasional. IASB juga melakukan penggantian terhadap beberapa IAS dengan
IFRS.
2.3 International Accounting Standards (IAS) 41 – Agriculture
IAS 41 diterbitkan oleh International Accounting Standards Committee
(IASC) pada bulan Februari 2001. IAS 41 bertujuan untuk menentukan perlakuan
dan penyajian akuntansi yang terkait dengan aktivitas agrikultural. Aktivitas
agrikultur harus memenuhi kriteria seperti tanaman dan hewan harus dalam
keadaan hidup dan berkembang baik secara ukuran, maupun secara jumlah yang
bertambah banyak dari aset biolojik. Selain itu, aktivitas agrikultur harus memiliki
dasar dalam mengukur perkembangan yang terjadi pada tanaman dan hewan (baik
itu secara kualitas maupun kuantitas) seperti kematangan sayur, berat hewan dan
lingkar pohon.
Definisi dari aktivitas agrikultural (agricultural activity) yang tercantum
dalam IAS 41 adalah manajemen transformasi biolojik dan pemanenan dari aset
biolojik oleh entitas untuk dijual maupun untuk dikonversikan menjadi produk
agrikultural maupun menjadi aset biolojik tambahan. Aktivitas ini mencakup
seluruh proses transformasi biolojik yaitu proses pertumbuhan, degenerasi,
produksi, dan prokreasi yang menyebabkan perubahan kualitatif maupun kuantitatif
dari sebuah aset biolojik.
15
Aktivitas agrikultural dapat meliputi berbagai macam aktivitas seperti
peternakan, kehutanan, pertanian, budidaya perkebunan, budidaya bunga, dan
perikanan. Secara umum, aktivitas agrikultural memiliki karakteristik-karakteristik
yang membedakannya dengan aktivitas lain yaitu:
1. Memiliki kemampuan untuk berubah (transformasi tumbuhan dan hewan
biolojik).
2. Pengelolaan (manajemen) perubahan aset biolojik, dimana manajemen
senantiasa memberikan fasilitas terhadap transformasi biolojik dengan
meningkatkan atau setidaknya menstabilkan kondisi yang diperlukan selama
proses berlangsung. Misalnya mencakup tingkat gizi, kelembaban, temperatur,
kesuburan dan cahaya.
3. Pengukuran perubahan aset biolojik, perubahan dalam kualitas atau kuantitas
yang timbul akibat transformasi biolojik harus dipantau dan diukur secara
rutin oleh manajemen.
2.3.1 Ruang Lingkup
International Accounting Standard 41 merupakan suatu standar yang
diaplikasikan pada aktivitas agrikultural yaitu sebagai berikut:
1. Aset Biolojik.
2. Produk agrikultural pada titik panen.
3. Hibah dari pemerintah yang berkaitan dengan aset biolojik.
Perusahaan agrikultur secara umum memiliki dua aset spesifik yaitu aset
biolojik dan produk agrikultural. Aset biolojik (biological asset) adalah hewan atau
tumbuhan yang masih hidup. Secara umum, aset biolojik dapat dibagi menjadi dua
kategori, antara lain (1) aset biolojik yang dapat menghasilkan produk agrikultural
16
(aset biolojik pengusung/bearer biological asset) dan (2) aset biolojik yang nantinya
akan menjadi produk agrikultural (aset biolojik yang dapat dikonsumsi/consumable
biological asset).
Aset biolojik pengusung (bearer biological asset) memiliki contoh seperti
pohon apel yang dapat menghasilkan buah apel. Dalam contoh ini pohon apel
merupakan aset biolojik karena pohon apel dapat menghasilkan produk agrikultural
yaitu buah apel. Sedangkan contoh dari aset biolojik yang dikonsumsi (consumable
biological asset) adalah ayam yang dipotong untuk dijual sebagai ayam potong,
pohon jati yang ditebang untuk dijadikan kayu .
Agar dapat dikategorikan sebagai aset, hewan dan tumbuhan ini harus
memenuhi seluruh kriteria dari aset biolojik (dan produk agrikultural) yaitu:
1. Perusahaan mengendalikan aset sebagai akibat dari kejadian di masa lalu.
2. Memiliki kemungkinan bahwa manfaat ekonomis di masa yang akan datang
yang terkait dengan aset tersebut akan mengalir ke perusahaan.
3. Fair value (nilai wajar) atau biaya dari aset dapat diukur dengan andal.
Produk agrikultural (agricultural produce) merupakan hasil panen dari aset
biolojik yaitu produk yang telah dipisahkan dari aset biolojik atau produk yang
dihasilkan setelah aset biolojiknya dihentikan pertumbuhannya. Misalnya telur, buah
apel, dan pohon kayu yang ditebang.
International Accounting Standard (IAS) 41 ini diterapkan untuk produk
agrikultural, yang merupakan produk dari suatu aset biolojik suatu entitas hanya
sampai pada titik panen. Oleh karena itu, standar ini tidak mengatur pengolahan
produk agrikultural setelah panen. Sehingga, pengolahan produk agrikultural setelah
panen akan merujuk kepada IAS 2 mengenai Inventory (Persediaan) atau standar lain
yang dapat diterapkan.
17
Berikut ini terdapat tabel 2.1 yang menyajikan contoh dari aset biolojik,
produk agrikultural, dan produk agrikultural setelah panen (telah diproses). Dimana
ruang lingkup dari IAS 41 hanya mencakup kolom aset biolojik dan produk
agrikultural. Sedangkan kolom produk agrikultural setelah panen (telah diproses)
dapat diukur berdasarkan IAS 2 mengenai Inventory (Persediaan).
Tabel 2.1
CONTOH ASET BIOLOJIK, PRODUK AGRIKULTURAL DAN PRODU K
AGRIKULTURAL SETELAH PANEN (TELAH DIPROSES)
Sumber : International Accounting Standards (IAS) 41
Aset Biolojik Produk Agrikultural Produk Agrikultural Setelah
Panen (Telah Diproses)
Domba Wol Benang, Karpet, Pakaian
Pepohonan di hutan Pohon yang sudah
ditebang
Kayu gelondongan
Tumbuhan Katun Baju
Kapuk Bantal
Tebu yang dipanen Gula
Sapi perah Susu Keju
Ayam Daging, Telur Sosis, Telur Asin
Tanaman Anggur Buah anggur Wine
18
Dalam ruang lingkup IAS 41 dijelaskan bahwa standar ini tidak diaplikasikan
untuk:
1. Tanah yang berkaitan dengan aktivitas agrikultural (lihat IAS 16 Aset Tetap
dan IAS 40 Investasi Properti).
2. Aset tidak berwujud yang terkait dengan aktivitas agrikultural (lihat IAS 38
Aset Tidak Berwujud).
Berikut ini disajikan gambar 2.1 mengenai skema terhadap ruang lingkup
International Accounting Standard 41 yang bertujuan untuk memudahkan
pemahaman dalam IAS 41.
Gambar 2.1
SKEMA RUANG LINGKUP IAS 41
Sumber : International Accounting Standards (IAS) 41
19
2.3.2 Kriteria Pengakuan
Sebuah entitas harus mengakui aset biolojik atau produk agrikultural pada
saat dan hanya pada saat (IAS 41:10):
1. Entitas mengendalikan aset sebagai hasil dari kejadian masa lalu.
Pengendalian atas suatu aset dapat dibuktikan dengan adanya kepemilikan
legal, sebagai contoh dalam kegiatan ternak, kepemilikan legal dilakukan
dengan pemberian tanda dengan cap atau menandai ternak tersebut pada saat
akuisisi, kelahiran atau penyembelihan. (IAS 41:11)
2. Adanya kemungkinan manfaat ekonomis di masa datang yang akan mengalir
ke entitas terkait dengan aset . Manfaat ekonomis di masa datang biasanya
ditentukan dengan mengukur atribut fisik yang signifikan. (IAS 41:11)
3. Fair Value (nilai wajar) atau biaya dari aset dapat diukur dengan andal.
2.3.3 Kriteria Pengukuran
Dalam IAS 41 paragraf 12, dinyatakan bahwa aset biolojik harus diukur pada
pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan diukur berdasarkan nilai
wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual. Kriteria ini digunakan apabila nilai
wajar dari aset biolojik tersebut bisa diukur dengan andal.
Namun, apabila harga atau nilai yang ditentukan pasar tidak tersedia serta
estimasi alternatif nilai wajar dipastikan tidak andal dari pengakuan awal suatu aset
biolojik, maka aset biolojik harus diukur pada biaya dikurang segala akumulasi
depresiasi dan akumulasi kerugian penurunan nilai (impairment losses).
Terdapat pernyataan lain bahwa nilai wajar untuk segala jenis aset tidak
lancar yang direklasifikasi menjadi dimiliki untuk dijual (held for sale) dalam ruang
20
lingkup IFRS 5 Non-Current Assets Held for Sale and Discontinued Operations
dapat selalu diukur dengan andal nilai wajarnya.
Pengukuran terhadap produk agrikultural yang dipanen dari aset biolojik juga
diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual pada titik panen. Hasil dari
perhitungan pada titik panen itulah yang akan digunakan dalam penerapan IAS 2
Inventory atau IFRS lain yang bisa diaplikasikan.
Penentuan nilai wajar untuk aset biolojik atau produk agrikultural dapat
dilakukan dengan mengelompokkan aset biolojik atau produk agrikultural
berdasarkan atribut yang signifikan seperti umur atau kualitas. Umumnya entitas
memilih atribut yang sesuai dengan atribut yang digunakan di pasar sebagai dasar
untuk penetapan harga (IAS 41:15).
Di samping itu, entitas sering membuat suatu kontrak dalam rangka untuk
menjual aset biolojik maupun produk agrikultural pada suatu tanggal yang disetujui
di masa yang akan datang dengan suatu tingkat harga yang disetujui. Namun,
pembuatan harga kontrak ini tidak sesuai dengan IAS 41 dikarenakan harga kontrak
tidak relevan dalam menentukan nilai wajar sebab nilai wajar harus mencerminkan
harga pasar pada saat ini dimana penjual dan pembeli bersedia untuk melakukan
suatu transaksi. Apabila dalam beberapa kasus, kontrak untuk menjual aset biolojik
maupun produk agrikultural merupakan kontrak memberatkan (onerous contract),
dimana harga eksekusi kontrak yang disetujui lebih rendah dari nilai wajar dikurang
biaya untuk menjual pada saat eksekusi kontrak, maka nilai yang dicatat adalah nilai
dari kontrak yang telah disetujui tersebut.
21
2.3.3.1 Nilai Wajar
Nilai wajar (fair value) menurut IAS 41 paragraf 8 adalah jumlah yang
dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan
memiliki pengetahuan yang memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm’s
length transaction). Umumnya nilai wajar dalam aset didasarkan pada lokasi dan
kondisi saat ini.
Namun, dalam beberapa kondisi dimana harga atau nilai yang ditentukan oleh
pasar tidak tersedia bagi aset biolojik dalam kondisinya yang sekarang. Sehingga
untuk menentukan nilai wajar dari aset biolojik, entitas harus menggunakan nilai
sekarang dari arus kas yang diharapkan (present value of expected net cash flows)
dari suatu aset biolojik yang didiskontokan dengan tarif yang ditentukan pasar pada
saat ini.
Tujuan dilakukan perhitungan seperti yang dijelaskan di atas adalah untuk
menentukan nilai wajar dari aset biolojik pada kondisi dan lokasinya yang sekarang.
Perusahaan harus mempertimbangkan hal ini dalam menentukan tarif diskon yang
sesuai.
Dalam menentukan nilai sekarang dari arus kas bersih yang diharapkan,
perusahaan menyertakan arus kas bersih dimana aset tersebut diharapkan akan
menghasilkan di pasar yang paling relevan, oleh para peserta pasar. Arus kas yang
diharapkan tersebut tidak termasuk pembiayaan aset (financing the assets),
perpajakan (taxation), dan pembangunan kembali (re-establishing) aset biolojik
setelah panen (sebagai contoh, biaya penanaman kembali pohon di ladang hutan
setelah panen).
Dijelaskan dalam IAS 41 paragraf 23 bahwa dalam menentukan arus kas,
perusahaan harus mempertimbangkan variasi-variasi yang juga dapat terjadi pada
22
nilai wajar. Maka dari itu, perusahaan harus menghubungkan ekspetasi mengenai
variasi-variasi yang memungkinkan tersebut, baik dalam arus kas yang diharapkan,
atau dalam tarif diskon yang digunakan , atau bisa menggunakan kombinasi dari
keduanya. Dalam menentukan sebuah tarif diskon, perusahaan harus menggunakan
asumsi yang konsisten dengan yang digunakan dalam perkiraan arus kas yang
diharapkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek dari beberapa asumsi yang
menjadi double-counted atau double-ignored.
Dalam beberapa kondisi, biaya dapat memperkirakan nilai wajar dari suatu
aset biolojik, terutama pada saat:
1. Transformasi biolojik yang terjadi masih belum signifikan sejak biaya awal
terjadi (sebagai contoh, bibit tanaman yang baru ditanam ketika mendekati
akhir dari periode pelaporan).
2. Dampak dari transformasi biolojik terhadap harga tidak diperkirakan menjadi
material (sebagai contoh, pertumbuhan awal dari siklus produksi pohon pinus
selama 30 tahun).
Aset biolojik seringkali terikat secara fisik pada tanah (sebagai contoh,
pepohonan di sebuah hutan). Oleh sebab itu, tidak ada pasar terpisah untuk aset
biolojik yang terikat pada tanah, namun pasar aktif masih ada untuk aset yang
dikombinasikan, yaitu aset biolojik, tanah dan perbaikan atau pengembangan tanah
sebagai satu paket.
Perusahaan boleh menggunakan informasi mengenai aset yang
dikombinasikan untuk menentukan nilai wajar dari aset biolojik. Sehingga nilai wajar
dari tanah dan perbaikan tanah, bisa dikurangkan dari nilai wajar dari suatu aset yang
dikombinasikan, untuk mendapatkan nilai wajar dari aset biolojik.
23
2.3.3.2 Pasar Aktif
Dalam IAS 41 paragraf 8 terdapat istilah pasar aktif (active market) yang
didefinisikan sebagai sebuah pasar yang memenuhi kondisi-kondisi seperti berikut:
1. Barang-barang yang diperdagangkan di pasar bersifat sejenis atau homogen;
2. Penjual dan pembeli bersedia melakukan transaksi yang dapat dipertemukan
kapan saja; dan
3. Harga-harga tersedia bagi publik.
Apabila terdapat pasar aktif untuk aset biolojik atau produk agrikultural yang
sesuai dengan lokasi dan kondisi saat ini, maka harga dalam pasar dapat dijadikan
acuan yang tepat dalam menentukan nilai wajar pada aset. Dan apabila entitas
menemukan pasar aktif yang lain, maka entitas harus menentukan salah satu pasar
yang paling relevan untuk dijadikan acuan.
Namun, apabila pasar aktif tidak dapat ditemukan oleh entitas, sesuai dengan
penjelasan yang terdapat dalam IAS 41 paragraf 18 bahwa terdapat alternatif lain
yang tersedia untuk menentukan nilai wajar aset biolojik atau produk agrikultural
yaitu sebagai berikut :
1. Harga transaksi pasar terkini, yang disyaratkan dengan tidak adanya
perubahan keadaan ekonomi yang signifikan antara tanggal transaksi dan
masa akhir dari periode pelaporan;
2. Harga pasar untuk aset yang mirip, dengan penyesuaian untuk mencerminkan
perbedaan;
3. Benchmark terhadap sektor, seperti nilai dari sebuah kebun buah yang
dinyatakan per hektar, atau seekor sapi yang dinyatakan per kilogram dari
berat.
24
Dijelaskan dalam IAS 41 paragraf 19, bahwa dalam beberapa kasus,
alternatif-alternatif yang dijelaskan di atas dapat menghasilkan suatu kesimpulan
yang berbeda-beda sehingga perusahaan harus mempertimbangkan alasan-alasan
dari setiap perbedaan tersebut, untuk mendapatkan kesimpulan akhir mengenai
estimasi nilai wajar yang paling andal diantara beberapa pilihan dari estimasi yang
layak.
Berikut ini disajikan gambar 2.2 mengenai pengukuran aset biolojik
berdasarkan IAS 41.
Gambar 2.2
PENGUKURAN ASET BIOLOJIK IAS 41
Sumber : International Accounting Standards (IAS) 41
2.3.4 Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan atau kerugian pada saat pengakuan awal dari suatu aset biolojik
(yang diukur pada nilai wajar dikurang biaya untuk menjual dan dari perubahan nilai
25
wajar dikurang biaya untuk menjual aset biolojik) harus dimasukkan dalam laporan
laba rugi pada periode yang bersangkutan (IAS 41 paragraf 26).
Implikasi untuk hasil yang akan dipanen sama juga dengan pengakuan awal
aset biolojik, dimana suatu entitas harus mengakui keuntungan atau kerugian dari
hasil yang akan dipanen pada saat pemanenan, jika nilai wajar hasil yang dipanen
berbeda dengan nilai wajar sebelum saat pemanenan.
2.3.5 Ayat Jurnal
Terdapat tiga kejadian utama dalam melakukan ayat jurnal IAS 41. Kejadian
yang pertama adalah saat pengukuran kembali aset biolojik sebelum panen,
selanjutnya adalah pada saat mencatat persediaan saat panen, dan yang terakhir
adalah pada saat pengukuran kembali aset biolojik saat panen.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan apel yang ingin melakukan panen dari
buah apel. Pohon apel tersebut sudah cukup tua untuk menghasilkan buah apel. Nilai
wajar dari buah apel yang hendak dipanen (setelah dikurangi biaya untuk menjual)
adalah sebesar Rp 500.000. Maka jurnal yang harus dibuat antara lain:
a. Pengukuran kembali aset biolojik sebelum panen
Dr. Biological Asset_Apple trees Rp 500.000 -
Cr.Unrealized Holding Gain or Loss - Rp 500.000
b. Pencatatan persediaan saat panen
Dr. Inventory (apples) Rp 500.000 -
Cr. Gain on harvest of apples - Rp 500.000
c. Pengukuran kembali aset biolojik saat panen
Dr.Unrealized Holding Gain or Loss Rp 500.000 -
Cr. Biological Asset_ Apples trees - Rp500.000
26
2.3.6 Pengungkapan
Beberapa item yang harus diungkapkan oleh entitas dalam IAS 41 paragraf
40-49 yaitu sebagai berikut:
1. Entitas harus mengungkapkan agregat keuntungan atau kerugian yang timbul
saat pengakuan awal aset biolojik dan produk agrikultural serta
mengungkapkan perubahan nilai wajar dikurang biaya untuk menjual dari
aset biolojik.
2. Entitas harus memberikan deskripsi atau penjelasan dari masing-masing
kelompok aset biolojik. Pemberian deskripsi aset biolojik harus membedakan
antara:
a. Aset biolojik yang dapat dikonsumsi (consumable) adalah aset biolojik
dimana hewan atau tumbuhan itu sendiri turut dipanen (menjadi produk
agrikultural), contohnya adalah ternak yang dimiliki untuk dijual, ikan di
peternakan, gandum dan jagung.
b. Aset biolojik pengusung (bearer) adalah hewan atau tumbuhan yang
menghasilkan produk agrikultural, contohnya adalah ternak yang
menghasilkan susu, pohon anggur yang menghasilkan buah anggur,
namun pohon anggurnya tidak menjadi produk agrikultural.
c. Aset biolojik yang sudah dewasa (mature) adalah aset biolojik yang telah
mencapai spesifikasi untuk dipanen (untuk aset biolojik yang dapat
dikonsumsi) atau aset biolojik yang mampu mempertahankan panen
secara rutin (untuk aset biolojik pengusung).
d. Aset biolojik yang belum dewasa (immature)
Perbedaan tersebut dapat memberikan informasi yang mungkin bermanfaat
dalam menilai arus kas masa depan.
27
3. Jika tidak diungkapkan dalam publikasi informasi di laporan keuangan,
entitas harus menjelaskan hal-hal berikut ini:
a. Sifat dari aktivitas perusahaan untuk masing-masing kelompok aset
biolojik; dan
b. Pengukuran atau estimasi non-keuangan dari kuantitas fisik setiap
kelompok dari aset biolojik yang dimiliki perusahaan pada akhir periode
dan keluaran (output) produk agrikultural selama periode tertentu.
4. Entitas harus mengungkapkan metode dan asumsi signifikan yang digunakan
dalam menentukan nilai wajar untuk setiap kelompok dari produk agrikultural
saat panen dan untuk setiap kelompok aset biolojik.
5. Entitas harus mengungkapkan nilai wajar dikurang biaya untuk menjual dari
produk agrikultural yang telah dipanen selama periode tertentu, ditentukan
saat titik panen.
6. Entitas juga harus mengungkapkan:
a. Keterjadian dan nilai perolehan dari aset biolojik yang bersifat terbatas,
dan nilai perolehan dari aset biolojik yang dikaitkan sebagai jaminan
hutang;
b. Nilai komitmen untuk pengembangan atau akuisisi dari aset biolojik;
c. Strategi-strategi manajemen resiko keuangan yang terkait dengan
aktivitas agrikultural.
Pada IAS paragraf 50, juga dinyatakan bahwa perusahaan harus menyajikan
rekonsiliasi dari perubahan nilai perolehan dari aset biolojik awal dan akhir pada
periode sekarang. Rekonsiliasi tersebut termasuk:
1. Keuntungan/kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar dikurang biaya
untuk menjual;
28
2. Peningkatan yang disebabkan oleh pembelian;
3. Penurunan yang berasal dari penjualan dan aset biolojik yang diklasifikasi
sebagai dimiliki untuk dijual (atau dimasukkan ke dalam sebuah kelompok
pelepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai IFRS 5
Non Current Assets Held for Sale and Discontinued Operations;
4. Penurunan disebabkan oleh panen;
5. Peningkatan disebabkan oleh kombinasi bisnis (business combinations);
6. Perbedaan pertukaran bersih (net exchange) yang timbul pada translasi dari
laporan keuangan kepada satuan mata uang presentasi yang berbeda, dan pada
translasi dari operasi luar negeri kepada presentasi satuan mata uang
presentasi dari entitas pelapor;dan
7. Perubahan lainnya.
2.3.6.1 Pengungkapan Tambahan Aset Biolojik Ketika Nilai Wajar Tidak Dapat
Diukur Secara Andal
Jika entitas mengukur aset biolojik pada biaya dikurangi dengan akumulasi
penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai pada akhir periode, maka
entitas harus mengungkapkan aset biolojik seperti ketentuan berikut ini (IAS 41:
54):
1. Deskripsi atau penjelasan dari aset biolojik;
2. Penjelasan mengenai mengapa nilai wajar tidak dapat diukur dengan andal;
3. Jika memungkinkan, kisaran perkiraan dimana nilai wajar sangat mungkin
tidak dapat dipercaya;
4. Metode depresiasi yang digunakan;
5. Masa manfaat atau tarif depresiasi yang digunakan;dan
29
6. Nilai perolehan kotor (the gross carrying amount) dan akumulasi depresiasi
(digabungkan dengan akumulasi kerugian penurunan nilai) pada awal dan
akhir periode.
2.4 Aspek Perpajakan di Indonesia
Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam pasal 4 menyebutkan bahwa selisih
lebih penilaian kembali aktiva (aset tetap) merupakan objek pajak. Penjelasan
mengenai penilaian kembali aktiva tetap ini akan dijabarkan lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK 03/2008.
Dalam PMK Nomor 79/PMK 03/2008 pasal 1 dijelaskan bahwa perusahaan
yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) namun tidak termasuk perusahaan yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat. Perusahaan yang ingin melakukan penilaian kembali
aktiva tetap harus mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Direktur Jendral
Pajak (DJP).
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam PMK Nomor 79/ PMK 03/ 2008
adalah sebagai berikut:
1. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap seluruh aktiva
tetap berwujud termasuk atau tidak termasuk tanah yang berada di Indonesia.
2. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan berdasarkan nilai pasar
atau nilai wajar yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang
ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai. Jika nilai pasar atau
nilai wajar tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) yang menetapkan nilai pasar atau nilai wajar tersebut.
30
3. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak dapat dilakukan kembali
sebelum lewat jangka waktu lima tahun terhitung sejak penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan yang terakhir dilakukan.
4. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%.
2.5 Penelitian Terdahulu
Hasil dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh:
1. Deden Riyadi (Universitas Indonesia, 2010) dengan penelitian berjudul
“Analisis Nilai Wajar Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan International
Accounting Standard 41 Dibandingkan Dengan Berdasarkan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan 16 Aset Tetap: Studi Pada PT Agro Indonesia“.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai wajar tanaman kelapa
sawit berbasis harga pasar dalam IAS 41 berbeda dengan PSAK 16 yang
menggunakan biaya perolehan. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan
bahwa adanya persamaan nilai wajar pada PSAK 16 model revaluasi dengan
IAS 41 apabila menggunakan pendekatan yang sama, namun penerapannya
berbeda pada laporan keuangan.
2. Santana Luwia (Universitas Bina Nusantara, 2011) dengan penelitian
berjudul “ Analisis Pengakuan, Pengukuran dan Penyajian Aset Biolojik Pada
PT Dinamika Cipta Sentosa Menurut IAS 41: Agriculture”. Objek penelitian
bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaan kelapa
sawit. Hasil penelitian yaitu berupa laporan posisi keuangan, laporan laba
rugi komprehensif, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan untuk
akun yang berkaitan dengan aset biolojik saja. Penelitian ini juga
31
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan angka untuk tanaman belum
menghasilkan dan tanaman menghasilkan.
3. Yohanes Handoko Aryanto (2011) dengan penelitian berjudul “Theoretical
Failure of IAS 41: Agriculture”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
aspek teoritis pada IAS 41 mengenai Agriculture. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan IAS 41 perlu dilakukan peninjauan kembali
karena pengadopsian IAS 41 di beberapa negara menunjukkan bahwa
keterbandingan pada karakteristik kualitatif tidak tercapai karena perbedaan
penggunaan model pengukuran yang berbeda di masing-masing negara serta
adanya permasalahan pajak yang menyebabkan penolakan penerapan dalam
IAS 41.