30
.BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi fisiologi otak Susunan saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Otak banyak membutuhkan nutrient terutama glukosa dan oksigen dengan demikian otak membutuhkan aliran darah yang cukup, namun harus dilindungi dari senyawa-senyawa yang membahayakan dalam darah yang dapat mengganggu fungsi otak yang sangat kompleks. Pelindung dan pendukung otak meliputi: a. Tulang tengkorak b. Selaput otak (meningen) Gambar 2.1 Meningen Selaput yang menyelimuti otak berfungsi sebagai proteksi bagi otak saat terjadi benturan. Selaput

BAB 2 PSA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PSA neuro

Citation preview

Page 1: BAB 2 PSA

.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi fisiologi otak

Susunan saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang

merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Otak banyak

membutuhkan nutrient terutama glukosa dan oksigen dengan demikian otak

membutuhkan aliran darah yang cukup, namun harus dilindungi dari senyawa-

senyawa yang membahayakan dalam darah yang dapat mengganggu fungsi otak

yang sangat kompleks. Pelindung dan pendukung otak meliputi:

a. Tulang tengkorak

b. Selaput otak (meningen)

Gambar 2.1 Meningen

Selaput yang menyelimuti otak berfungsi sebagai proteksi bagi otak saat terjadi

benturan. Selaput otak akan menahan dan mencegah kontak antara otak dengan

tulang. Selaput otak adalah selaput yang membatasi antara otak dan tengkorak

yang terdiri dari:

Duramater (paling luar)

Duramater kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur lapisan terluar

dari selaput otak dan terdiri dari dua lapisan fibrosa, yaitu lapisan terluar

(periostal) dan lapisan dalam (meningeal). Kedua lapisan dural yang

melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya

Page 2: BAB 2 PSA

berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus dan di tempat dimana

lapisan dalam membentuk sekat diantara bagian-bagian otak. Duramater

lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk

periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh darah fibrosa ke dalam

tulang itu sendiri. Lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Septa kuat

yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum crania. Diantara

kedua hemisfer terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat

pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke

protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan

tentorium cerebella yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars

superior cavum crania sedemikian rupa sehingga masing-masing hemisfer

aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebella terbentang seperti tenda

yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa crania posterior. Tentorium

melekat di sepanjang sulcus transverses os occipitalis dan pinggir atas os

petrosus dan processus clinoideus. Di sebelahnya ia meninggalkan lobus

besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-

saluran vena besar dan sinus dura mater terbenam dalam dua lamina dura.

Arakhnoid

Membrane arakhnoid melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya

terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia

menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor serebrospinalis,

cavum subarachnoidalis, dan dihubungkan ke piamater oleh trabekular dan

septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem

rongga-rongga yang saling berhubungan. Cavum subarachnoid adalah

Page 3: BAB 2 PSA

rongga diantara arachnoid dan piamater yang secara relatif sempit dan

terletak diatas permukaan hemisfer cerebrum. Namun rongga tersebut

semakin bertambah lebar di daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini

disebut cistern arachnoidea.

Piamater (paling dalam)

Piamater adalah lapisan yang melekat langsung pada permukaan otak.

Piamater berfungsi sebagai lantai untuk mendukung pembuluh darah besar

otak karena bercabang diatas permukaan otak, memberikan aliran darah

untuk memenuhi kebutuhan darah pada daerah superficial korteks. Suplai

darah yang luas sangat penting karena otak membutuhkan pasokan konstan

nutrisi terutama glukosa dan oksigen.

Gambar 2.2 Lapisan meningen

c. Cairan serebrospinal

d. Penghalang darah-otak (blood brain barrier)

2.2 Definisi perdarahan subarachnoid (PSA)

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan yang terjadi didalam ruang

subaraknoid disekeliling permukaan otak, yaitu ruang antara selaput araknoid dan

Page 4: BAB 2 PSA

piameter. Perdarahan subaraknoid merupakan salah satu etiologi dari stroke

hemoragik. Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-

tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau

global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.

2.2.1 Klasifikasi stroke

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

1) Perdarahan intra serebral

2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri

3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

1) Transient Ischemic Attack (TIA)

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

4) Completed stroke

2.3 Epidemiologi PSA

Kejadian perdarahan subaraknoid berkisar antara 21.000 hingga 33.000

orang per tahun di Amerika Serikat. Studi yang multi nasional yang dilakukan

oleh WHO menunjukkan bahwa insiden perdafahan subaraknoid bervariasi di tiap

Page 5: BAB 2 PSA

negara. Insiden PSA meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kejadian PSA

seringkali terjadi pada rentan usia 40-45 tahun, akan tetapi PSA juga bisa terjadi

pada anak-anak dan lanjut usia. Bila ditinjau dari jenis kelamin PSA 1,6 kali lebih

sering terjadi pada wanita. Berbagai studi menduga bahwa perbedaan jenis

kelamin teekait dengan perbedaan status hormonal. Angka mortalitas PSA 10%

meninggal sebelum mendapatkan perawatan di rumah sakit. Bahkan beberapa

studi menunjukkan bahwa 25% penderita PSA meninggal dalam 24 jam pertama.

2.4 Etiologi PSA

Perdarahan subarachnoid merupakan temuan yang sering pada trauma

kepala akibat dari robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana

terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak atau pada sedikit kasus akibat

rupturnya pembuluh darah serebral major. Pasien yang mampu bertahan dari

perdarahan subarachnoid kadang mengalami adhesi arakhnoid, obstruksi cairan

serebrospinalis, dan hidrosephalus.

Penyebab paling sering perdarahan subaraknoid nontraumatik adalah

aneurisma serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi arteriovenosa

(sekitar 5-10%).

Gambar 2.3 Predileksi aneurisma

Page 6: BAB 2 PSA

Aneurisma sakuler biasanya terbentuk di titik-titik percabangan arteri,

tempat terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Risiko pecahnya aneurisma

tergantung pada lokasi, ukuran, dan ketebalan dinding aneurisma. Aneurisma

dengan diameter kurang dari 7 mm pada sirkulasi serebral anterior mempunyai

risiko pecah terendah; risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi

serebral posterior dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma.

Malformasi arteriovenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari

jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau

lebih fi stula. Daerah tersebut tidak mempunyai tipe kapiler spesifik yang

merupakan celah antara arteriola dan venula, mempunyai dinding lebih tipis

dibandingkan dinding kapiler normal. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu

kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat trombosis sinus,

trauma, atau kraniotomi.

Etiologi perdarahan subaraknoidEtiologi perdarahan subaraknoidTrauma dan cedera iatrogenik selama pembedahanAneurisma serebral dan malformasi arteriovenosaPerdarahan perimesensefalik dan perluasan perdarahan intraserebralVaskulitis Penyebab hematologik (DIC, hemofi lia, purpura, trombotik trombositopenik)Tumor susunan saraf pusat Diseksi arteriaTabel 2.1 Etiologi perdarahan subaraknoid

Page 7: BAB 2 PSA

Gambar 2.4 Aneurisma

2.5 Faktor Risiko PSA

Faktor risiko di Ameika, Jepang, Belanda, Finlandia, dan Portugal adalah

hipertensi, merokok, dan alkohol. Obat-obatan simpatomimetik seperti kokain dan

phenylpropanolamin juga merupakan faktor risiko PSA. Beberapa sindrom

genetik juga ikut berperan sebagai faktor risiko, contohnya autosomal dominan

policystic kidney disease dan sindroma Ehlers Danlos type IV. Adanya riwayat

aneurisma intrakranial sebelumnya, juga berisiko terjadinya aneurisma ulang.

Bisa Dimodifikasi Tidak Bisa DimodifikasiHipertensiPerokok (masih atau riwayat)Konsumsi alkoholTingkat pendidikan rendahBody mass index rendahKonsumsi kokain dan narkoba jenis lainnyaBekerja keras terlalu ekstrim pada 2 jam sebelum onset

Riwayat pernah menderita perdarahan subaraknoid Riwayat keluarga perdarahan subaraknoid atau aneurismaPenderita atau riwayat keluarga menderita polikistik renal atau penyakit jaringan ikat (sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan dan pseudoxanthoma elasticum)

Tabel 2.2 Faktor resiko PSA

Page 8: BAB 2 PSA

2.6 Manifestasi Klinis PSA

a) Ciri khas dari kasus PSA adalah keluhan nyeri kepala mendadak (akut)

yang hebat (tundhercalp) (70-80%), pasien disertai pusing (10%), nyeri

orbita (7%), diplopia (4%), pandangan kabur (4%).

b) Kaku kuduk, fotofobi dengan nyeri pinggang bawah sebagai gejala dari

rangsangan meningeal dan mual, muntah karena peningkatan intrakranial.

c) Paresis nervi kranial, seperti okulomotorius, abdusen.

d) Dalam pemeriksaan funduskopi didapatkan perdarahan subhialoid retina

dan kemungkinan edema papil.

e) Beberapa hari atau minggu sebelum aneurisma pecah, 10-50% penderita

mengalami sentinel hemorrage yang ditandai nyeri kepala berat mendadak

dengan intensitas maksimal dalam hitungan detik dalam beberapa minggu,

keluhan ini menyebabkan penderita tidak dapat melakukan aktivitas

sehari-hari, kondisi ini sering mengalami kesalahan diagnosis dengan

kasus migrain, tension headace, atau nyeri kepala ringan. Sentinel

hemorrage kejadiannya lebih cepat daripada migrain dan berlangsung

lebih lama.

f) Faktor pencetus ditemukan kerja fisik berat, ketegangan emosinal,

mengedan, berhubungan seksual dan trauma, sedangkan 30-40% sisanya

terjadi waktu istirahat.

2.6.1 Parameter klinis

Beberapa parameter kuantitatif untuk memprediksi keluaran (outcome) dapat

dijadikan panduan intervensi maupun untuk menjelaskan prognosis, misalnya

skala Hunt dan Hess, skala ini mudah dan paling banyak digunakan dalam praktek

Page 9: BAB 2 PSA

klinis. Nilai tinggi pada skala Hunt dan Hess merupakan indikasi perburukan

luaran. Skala ini juga mempunyai beberapa keterbatasan, seperti beberapa

gambaran klinis teridentifikasi samar, sehingga sulit menentukan nilai gradasi,

dan tidak mempertimbangkan kondisi komorbiditas pasien.

Tabel 2.3 Skala Hunt and Hess

2.7 Pemeriksaan Penunjang PSA

a) Pencitraan

Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah pilihan utama

karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan

lebih akurat, sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam

pertama setelah serangan,tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah

serangan. Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan

sesegera mungkin. Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging

Skala Gambaran klinis0 UnrupturedI Nyeri kepala minimal atau asimtomatik, kaku

kuduk ringa

II Nyeri kepala sedang/berat, kaku kuduk, tidak ada defi sit neurologis, kecuali parese nervi kraniales

III Mengantuk, bingung, defisit neurologis fokal sedang

IV Stupor, hemiparesis sedang/ berat, mungkin terjadi rigiditas deserebrasi dini

V Koma dalam, rigiditas deserebrasi, munculnya tanda-tandaend state

Page 10: BAB 2 PSA

(MRI), CT scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya lebih

mudah, dan interpretasinya lebih mudah. PSA dapat diidentifikasikan pada

CT scan sebagai jaringan dengan densitas tinggi menggantikan cairan

serebrospinal di hemisfer atau fisura sylvii, sulcus cerebral, atau sisterna

basalis.

Gambar 2.5 PSA

Skala Fisher digunakan untuk mengklasifi kasikan perdarahan

subaraknoid berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT

scala, penilaian ini hanya berdasarkan gambaran radiologik. Pasien dengan

skor Skala Fisher 3 atau 4 mempunyai risiko luaran klinis yang lebih

buruk.Skala ini sangat dipengaruhi oleh variabilitas inter-rater serta

kurang mempertimbangkan keseluruhan kondisi klinis pasien

Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan pemeriksaan CT scankepala

1 Tidak terdeteksi adanya darah2 Deposit darah difus atau lapisan vertikal terdapat

darah ukuran <1 mm, tidak ada jendalan

3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertikalterdapat darah tebal dengan ukuran >1 mm

4 Terdapat jendalan pada intraserebral atauintraventrikuler secara difus atau tidak adadarah

Tabel 2.4 Skor Fisher

Page 11: BAB 2 PSA

b) Pungsi Lumbal

Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostik

selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat

penting untuk menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi

lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan subaraknoid adalah adanya

eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/ atau xantokromia.

Jumlah eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL

akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL.16 Xantokromia adalah

warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit,

terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.

c) Angiografi

Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk

deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan

karena non invasif serta sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi.17

Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena

sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multipel. Foto radiologik yang

negatif harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua

tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat

kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak maupun batang otak.

Gambar 2.6 Angiografi

Page 12: BAB 2 PSA

2.8 Penatalaksanaan PSA

Pada prinsipnya tujuan utama terapi pada stroke adalah :

1. mencegah kerusakanb otak yang bersifat irreversible

2. mencegah komplikasi

3. mencegah kecacatan yang lebih berat

4. mencegah serangan yang lebih berat.

a) Manajemen umum

Tujuan manajemen umum yang pertama adalah identifikasi sumber

pendarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan

atau tindakan intravaskuler lain. Kedua adalah manajemen komplikasi.

Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf

merupakan hal yang sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada

aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di

Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi hemodinamiknya.

Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology Critical Care Unit yang

secara signifi kan akan memperbaiki luaran klinis. Jalan napas harus

dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous pressure

dan pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri,

harus terus dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial,

manipulasi pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat

diberikan analgesik dan pasien harus istirahat total. Setelah itu, tujuan

utama manajemen adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan dan

pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan

neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan,

Page 13: BAB 2 PSA

jika perlu, diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan

nikardipin. Setelah aneurisma dapat diamankan, sebetulnya hipertensi

tidak masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan berapa

nilai amannya. Analgesik sering kali diperlukan; obat-obat narkotika

dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua faktor penting yang

dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia;

karena itu, keduanya harus segera dikoreksi. Profi laksis terhadap

trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera

dengan peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan dapat diberikan

setelah dilakukan penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel

blocker dapat mengurangi risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan

nimodipin oral.

b) Manajemen khusus aneurisma

Terdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma yang

ruptur, yaitu microsurgical clipping dan endovascular coiling;

microsurgical clipping lebih disukai.

Gambar 2.7 Clipping aneurisma

Page 14: BAB 2 PSA

Bukti klinis mendukung bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan

segera, risiko kembalinya perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh

lebih baik daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan

aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi manajemen komplikasi

selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli bedah neurovaskular

menggunakan hipotermia ringan selama microsurgical clipping terhadap

aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat pada pasien

perdarahan subaraknoid derajat rendah.29 International Subarachnoid

Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif mengevaluasi beberapa pasien

aneurisma yang dianggap cocok untuk menjalani endovascular coiling

atau microsurgical clipping. Untuk beberapa kelompok pasien tertentu,

hasil baik (bebas cacat selama 1 tahun) secara signifi kan lebih sering

pada kelompok endovascular coiling daripada surgical placement of

clips. Risiko terjadinya epilepsi lebih rendah pada pasienpasien yang

menjalani endovascular coiling, akan tetapi risiko kembalinya perdarahan

lebih tinggi. Selanjutnya pada pasien yang di-follow-up dengan

pemeriksaan angiografi serebral, tingkat terjadinya oklusi komplit

aneurisma lebih tinggi daripada surgical clipping.

Page 15: BAB 2 PSA

Gambar 2.8 Coilling aneurisma

c) Manajemen komplikasi

Vasospasme

Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering

pada perdarahan subaraknoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat

berupa perubahan status mental, defisit neorologis fokal; jarang terjadi

sebelum hari 3, puncaknya pada hari ke 6-8, dan jarang setelah hari ke-

17. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan

dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal, biasanya terletak di dekat

aneurisma yang pecah, dan lesi multipel luas yang sering tidak

berhubungan dengan tempat aneurisma yang pecah. Mekanisme

vasospasme pada perdarahan subaraknoid belum diketahui pasti;

diduga oksihemoglobin memberikan kontribusi terhadap terjadinya

vasospasme yang dapat memperlambat perbaikan defi sit neurologis.

Oksihemoglobin terbentuk akibat proses lisis bekuan darah yang

Page 16: BAB 2 PSA

terbentuk di ruang subaraknoid. Mekanisme efek vasospasmenya

belum diketahui pasti, diduga melalui kemampuannya untuk menekan

aktivitas saluran kalium, meningkatkan masuknya kalsium,

meningkatkan aktivitas protein kinase C, dan juga Rho kinase.

Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat diberi profi laksis nimodipin

dalam 12 jam setelah diagnosis ditegakkan, dengan dosis 60 mg setiap

4 jam per oral atau melalui tabung nasogastrik selama 21 hari.

Metaanalisis menunjukkan penurunan signifi kan kejadian vasospasme

yang berhubungan dengan kematian pada pemberiannimodipin profi

laksis. Nimodipin adalah suatu calcium channel blocker yang harus

diberikan secepatnya dalam waktu 4 hari setelah diagnosis ditegakkan.

Pemberian secara intravena dengan dosis awal 5 mL/jam (ekuivalen

dengan 1 mg mimodipin/ jam) selama 2 jam pertama atau kira-kira 15

mg/kg BB/jam. Bila tekanan darah tidakturun dosis dapat dinaikkan

menjadi 10 mL/jam intravena, diteruskan hingga 7-10 hari. Dianjurkan

menggunakan syringe pump agar dosis lebih akurat dan sebaiknya

dibarengi dengan pemberian cairan penyerta secara three way stopcock

dengan perbandingan volume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan.

Karena nimodipin merupakan produk yang sensitif terhadap cahaya,

selang infus harus diganti setiap 24 jam. Pemberian secara infus dapat

dilanjutkan dengan pemberian nimodipin tablet per oral. Penambahan

simvastatin sebelum atau setelah perdarahan subaraknoid juga terbukti

potensial mengurangi vasospasme serebral. Terapi antiplatelet dapat

berperan mengurangi iskemia serebral tertunda, meskipun perlu

Page 17: BAB 2 PSA

penelitian prospektif lebih lanjut untuk menilai keselamatan dan efek

samping.

Perdarahan ulang

Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%; 4% dalam 24 jam

pertama, selanjutnya 1% hingga 2% per hari dalam kurun waktu 4

minggu. Adanya perbaikan aneurisma dan pemberian terapi primer

secara signifikan mengurangi risiko perdarahan ulang. Untuk

mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan

aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati.

Hidrosefalus

Jika pasien perdarahan subaraknoid menderitadeteriorasi mental akut,

harus dilakukan pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari

penyebabnya, dan penyebab yang paling sering adalah hidrosefalus.

Volume darah pada pemeriksaan CT scan dapat sebagai prediktor

terjadinya hidrosefalus. Kurang lebih sepertiga pasien yang didiagnosis

perdarahan subaraknoid karena aneurisma memerlukan drainase

ventrikuler eksternal sementara atau dengan ventricular shunt

permanen. Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan dapat

meningkatkan risiko perdarahan ulang dan vasospasme serebral.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko shunt-dependent

hydrocephalus adalah usia lanjut, perempuan, skor Hunt dan Hess

rendah, volume perdarahan subaraknoid cukup banyak berdasarkan CT

scan saat pasien masuk, adanya perdarahanm intraventrikuler,

pemeriksaan radiologic mendapatkan hidrosefalus saat pasien masuk,

Page 18: BAB 2 PSA

lokasi pecahnya aneurisma di sirkulasi posterior distal, vasospasme

klinis, dan terapi endovaskuler.

Hiponatremia

Kejadian hiponatremia pada pasien perdarahan subaraknoid berkisar

antara 30% hingga 35%. Hal ini berhubungan dengan terbuangnya

garam di otak dan tindakan pemberian cairan pengganti serta sering

didapatkan pada vasospasme serebral. Suatu penelitian melaporkan

bahwa kejadian hiponatremia terutama disebabkan oleh syndrome of

inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) yang

didapatkan pada 69% kasus atau hiponatremia hipovolemik pada 21%

kasus.

Hiperglikemia

Hiperglikemia sering dijumpai pada pasien perdarahan subaraknoid,

boleh jadi berhubungan dengan respons stres. Insulin diberikan untuk

mempertahankan kadar glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90-

126 mg/dL.45 Terapi insulin intensif dapat mengurangi morbiditas dan

mortalitas. Pemantauan kadar glukosa darah intensif pada pasien

dengan terapi insulin juga harus dilakukan.

Epilepsi

Kejadian epilepsi ditemukan pada sekitar 7% hingga 35% pasien

perdarahan subaraknoid. Bangkitan pada fase awal perdarahan

subaraknoid dapat menyebabkan perdarahan ulang, walaupun belum

terbukti menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. The American

Heart Association merekomendasikan pemberian rutin profi laksis

Page 19: BAB 2 PSA

bangkitan untuk semua pasien perdarahan subaraknoid. Namun, ada

laporan bahwa fenitoin profi laksis berhubungan dengan perburukan

luaran neurologis dan kognitif. Dengan demikian, pemberian obat

antiepilepsi harus hati-hati dan lebih tepat diberikan pada pasien yang

mendapat serangan di rumah sakit atau pada pasien yang mengalami

serangan onset lambat epilepsi setelah pulang dari rumah sakit.

Komplikasi lain

Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah pneumonia, sepsis,

aritmia kardial dan peningkatan kadar enzim-enzim jantung. Kepala

pasien harus dipertahankan pada posisi 30 derajat di tempat tidur, dan

segera diberi terapi antibiotik adekuat jika dijumpai pneumonia

bakterial. Profilaksis dengan kompresi pneumatik harus dilakukan

untuk mengurangi risiko Deep Vein Thrombosis (DVT) dan emboli

pulmonum. Antikoagulan merupakan kontraindikasi pada fase akut

pendarahan.

2.9 Prognosis PSA

Sistem Ogilvy dan Carter menggabungkan data klinis, demografi dan

radiologik, serta mudah digunakan dan komprehensif untuk menentukan

prognosis pasien yang mendapatkan intervensi bedah.

Skor Keterangan1 Nilai Hunt dan Hess > III1 Skala skor Fisher > 21 Ukuran aneurisma > 10 mm1 Usia pasien > 50 tahun1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran

besar ≥ 25 mmTabel 2.3 Sistem Ogilvy dan Carter

Page 20: BAB 2 PSA

Sistem evaluasi terkini adalah dengan menggabungkan Skala Hunt dan

Hess dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini mempunyai rentang nilai lebih

luas sehingga bisa memengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan 1 mempunyai prognosis

baik atau sangat baik pada kurang lebih 95% pasien. Sementara itu, jika nilainya

lebih dari 1, secara signifikan mempunyai prognosis buruk; kematian kurang lebih

10% pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan

nilai 5 tidak dapat dioperasi.