Upload
buinguyet
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TIN JAUAN PUSTAKA
2.1. ORCANlSASl SOSIAL DAN STRUKTU R SOSIAL
Organisasi sosial seringkali digunakan sama dengan istilah struktur sosial. Hal ini karena
antara kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan, dan memiliki kaitan yang erat. Dalam
banyak studi, kedua istilah inipun sering dianggap ha1 yang sama. Menurut Raymond Firth,
kedua istilah tersebut merupakan istilah bagi dua ha1 yang berbeda meskipun dalam realita tidak
dapat dipisahkan secara tegas. Organisasi sosial di definisikan sebagai: " ... an organized
network of social interaction" (Bertrand 1972: 3). Atau " ..., the systematic ordering of social
relations by acts of choice and decisions" (Firth 1956: 40). Atau secara lebih luas dan umum " ...
hierarchical positions, roles, procedures and value systems including ethic codes in which
certain state-supervised lembaga can be de$nitely categorized" (Tjondronegoro 1984: 13).
Interaksi antar unsur-unsur didalamnya rnemberikan bentuk. Dengan demikian organisasi sosial
terikat pada struktur sosial karena struktur sosial melengkapi definisi organisasi sosial: "The
relationship between social organization and social structure must be explained in order to
complete the de$nition of social organization" (Bertrand 1972: 3). Lebih jelasnya, organisasi
sosial adalah pengendali perilaku nyata dari masyarakat, sedang struktur sosial menunjuk pada
penjenjangan berdasarkan nilai/budaya yaitu ide, atau hirarki yang mendukung perilaku tersebut
untuk mencapai tujuan. Struktur sosial merupakan pelapisantpenjenjangan hubungan antar warga
masyarakat dalam suatu organisasi sosial yang sama. Organisasi sosial adalah keterikatan yang
mengenal batas-batas wilayahlanggota yang mengenal dan mentaati peraturan-peraturan (tertulis
dan tidak tertulis). Sedang struktur adalah penjenjangan secara sosial, budaya atau politik dalam
batas-batas organisasi tadi. Oleh karenanya struktur sosial penting dalam studi tentang organisasi
sosial.
Perilaku masyarakat mengandung unsur-unsur struktural yang memberikan bentuk, yaitu
melalui perilaku-perilaku umum dan berulang yang merupakan dinamika masyarakat dan yang
menopang kelanjutan kehidupan sosial. Hal ini dinyatakan melalui sistem keluarga, sistem
kekerabatan, hubungan antar kelas sosial, distribusi kerja, dan lain-lain dan berfungsi sebagai
panutan. Interaksi antar unsur didalamnya mengikatnya menjadi kesatuan. "Kenyataan di
masyarakat selalu terdapat konflik atau kontradiksi. Karenanya diperlukan variasi bagi
kelangsungan sistem, yang merupakan kemampuan dari organisasi sosial melalui tindakan,
kesempatan memilih (seleksi) dan pengambilan keputusan sesuai aturan-aturan yang berlaku"
(Firth 1956: 38-40; LCvi-Strauss 1969: 277-28 1; Ponsiiien 1969: 5 1).
Mengacu pada batasan dari Bertrand dan Firth, organisasi sosial dalam ha1 ini adalah
kesatuan dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang berbeda yang terikat kedalam suatu kesatuan
melalui aturan-aturan di dalamnya yang mengatur hubungan antar unsur-unsur tersebut dan
memiliki tujuan bersama. Atau dapat pula dikatakan sebagai " ... organizations are social units
oriented to the realization of specific goals " (Etzioni 196 1 : 79) atau tujuan bersama; dan sebagai
sistem, memiliki prinsip-prinsip utama dilihat dari aktivitasnya (Firth 1956: 75-79) yaitu:
1. Koordinasi diperlukan dalam organisasi sosial bagi kelangsungan organisasi tersebut dalam menghadapi kondisilsituasi yang ada bagi pemenuhan tujuan bersama.
2 . Pandangan kedepan (foresight) adalah suatu kemampuan untuk memperkirakan peristiwa ywg akan terjadi dalam situasi tertentu.
3. Tanggung jawab menyatakan suatu tindakan yang hams dilakukan bagi organisasi. Misalnya seorang kepala suku bertanggung jawab atas berbagai keputusan dalam kehidupan masyarakat. Dalam ha1 ini diperlukan pemahaman terhadap reaksi-reaksi (berdasarkan pengalaman), pendapat dan sikap anggota masyarakatnya.
4. Basic compensation adalah sumbangan tiap unsur terhadap suatu keadaan. Misalnya dalam kegiatan gotong royong atau lainnya dalam masyarakat, anggota yang berpartisipasi mendapat semacam imbalan, misalnya prestise sosial, atau penghormafan. Prinsip ini dapat juga disebut sebagai prinsip resiprositas.
Dalam kaitan ini derajat koordinasi organisasi sosial dapat dinyatakan dalam ukuran dan waktu
dari hubungan masing-masing orang yang terlibat. Sedangkan tanggung jawab dapat dinyatakan
sebagai fungsi dari sejumlah orang, status, dan tipe kelompok yang diwakili.
Interaksi antar unsur-unsur dalam suatu sistem memberi kemampuan atau suatu
mekanisme yang mengatur hubungan dengan unsur dari luar sistem tersebut dan memberi
kemampuan menyesuaikan terhadap perubahan. Karenanya perubahan terhadap salah satu unsur
akan berakibat pada perubahan unsur-unsur lain dan keseluruhan sistem atau organisasi sosial itu
sendiri.
2.2. TEKNOLOCI, PERUBAHAN SOSIAL BU DAYA, DAN PENOLAKAN
Pada berbagai studi tentang masyarakat dan pembangunan menunjukkan bahwa
teknologi memiliki peran yang besar terhadap perubahan sosial budaya di masyarakat:
"Applications of technologies have cmedprofound changes in ways of life" (ESCAP 1984: 3).
Meskipun demikian, teknologi sendiri tidak dapat merubah masyarakat tanpa peran serta
lembaga-lembaga sosial budaya. Penerimaan teknologi 'baru' menyangkut kesiapan masyarakat,
disamping manfaat teknologi itu sendiri bagi masyarakat.
Teknologi merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk memanfaatkan alam
melalui kegiatan-kegiatan produktif. Dalam ha1 ini teknologi bukanlah tujuan melainkan sekedar
alat untuk mencapai pemenuhan kebutuhan manusia. Teknologi dapat diartikan sebagai suatu
cara atau rancangan alat bagi suatu tindakan yang dapat membantu mengurangi ketidak pastian
dalam hubungan sebab-akibat dalam upaya mencapai suatu hasil. Arti teknologi sendiri dapat
menunjuk pada alat @erangkat keras), juga mengandung arti tehik, cara, informmi @erangkat
lunak), dan "mencakup interaksi antara suatu alat dengan cara penggunaannya " (Rogers 1983:
12; ESCAP 1984: 3).
Dalam kegiatan pembangunan teknologi merupakan suatu sistem yang digunakan dalarn
transformasi sumber-daya menjadi produk yang bernilai-guna. Atau memberikan cara dalam
keberhasilan pembangunan sosial-ekonomi melalui pemanfaatan sumber-daya secara efisien.
Menurut Kottak (1988) dalam pengenalan suatu teknologi atau kegiatan pembangunan di suatu
masyarakat, kesesuaian dengan sosial budaya setempat sangat penting. Bila tidak terdapat
kesesuaian maka kemungkinan besar terjadi penolakan. Untuk itu (Kottak 1988) tujuan dari suatu
kegiatan baru haruslah dipusatkan pada tujuan-tujuan yang berorientasi pada manusia, teknologi
yang dapat disesuaikan secara budaya, dan pelaksanaannya memperhitungkan kemampuan dan
keterbatasan manusia untuk menghadapi masalah-tnasalah yang muncul. Karenanya (Kahar 1991 :
4-5) teknologi bukan sekedar alat melainkan suatu sistem yang kompleks terdiri dari berbagai
unsur yang mewujudkan fungsi transformasi. Teknologi merupakan kombinasi empat komponen
dasar yang saling berinteraksi dan bersama-sama mewujudkan fungsi transformasi. Keempat
komponen tersebut adalah:
1. Peralatan atau mesin yang merupakan perwujudan fisik dari teknologi (Technoware).
2. Keterampilan dan pengetahuan yang merupakan perwujudan yang melekat pada manusia yang terkait dengan teknologi tersebut (Humanware).
3. Informasi dan fakta yang merupakan perwujudan yang melekat pada dokumen yang relevan dengan operasi teknologi (Infoware).
4. Pengorganisasian dan keterkaitan sistem yang memungkinkan pengaturan ketiga komponen sebelumnya secara efektif melaksanakan fungsi transformasi (Orgaware).
Introduksi teknologi pertanian sawah di masyarakat pedesaan Wamena, selain sawah
sebagai wujud fisik teknologi (technoware), penerimaan masyarakat terhadap teknologi sawah
dipengaruhi oleh kesiapan masyarakat. Teknologi sawah diterima karena masyarakat telah
mengetahui tentang sawah dan manfaatnya (sosial dan ekonomi) bagi mereka (humanware).
Keberhasilan suatu introduksi teknologi sawah juga didukung oleh informasi segala sesuatu
tentang sawah, budi-daya, teknologi pendukung yang diperlukan, pasar, dan lain-lain yang
diwujudkan dalam bentuk penyuluhan, bimbingan, temu kelompok tani, dan lain-lain (infoware).
Agar proses introduksi sawah berkesinambungan maka pengaturan dalam proses kerja yang
berkaitan dengan teknologi sawah sebagai sistem diperlukan (orgaware).
Kebudayaan adalah "abstraksi dari perilaku manusia yang dipelajari, berbagi
kepercayaan dan tradisi yang sama dan diwariskan dari generasi ke generasi" (Mead 1955: 12;
Barret 1984: 54). Teknologi sebagai bagian dari kebudayaan, adalah cara manusia
mengendalikan atau merubah lingkungan alam tempat ia tinggal, didalamnya mencakup teknik.
Kata teknologi dapat juga digunakan untuk menyebut jenis produksi teknologi seperti gerabah,
pakaian, dan lain-lain. Rogers (1 983 : 12) mendefinisikan teknologi sebagai "a design for
instrumental action that reduces the uncertainty in the cause-effect relationships involved in
achieving a desired outcome". Definisi lain adalah alat atau instrumen untuk membantu atau
memudahkan manusia dalam melakukan pekerjaannya: "a means to enhance the physical and
mental capabilities of human beings" (ESCAP 1984: 3). Dalam teknologi selalu berhubungan
dengan lingkungan, dalam ha1 ini kebudayaan dan lingkungan memiliki fungsi dalam seleksi
terhadap teknologi yang dapat digunakan atau bermanfaat bagi kelompok masyarakat yang
bersangkutan seperti yang dinyatakan oleh Steward (1979: 38) "wether or not new technologies
are valuable is, however, a hnction of the society S cultural level as well as of environmental
potentials ". Pengenalan teknologi pertanian di masyarakat pedesaan yang tradisional akan melibatkan
seluruh kehidupan masyarakatnya. Dalam ha1 ini pertanian bukan hanya sekedar mata
pencaharian, melainkan cara hidup masyarakat. Kegiatan pertanian mengandung makna
hubungan antara petani dengan tanahnya, dan dalam hubungan tersebut melibatkan kepercayaan
dan cara hidup petani (Mead 1960: 179). Sebagai mata pencaharian dan cara hidup masyarakat,
maka pertanian memiliki nilai yang lebih besar dari sekedar ekonomi: "When we apply change in
agriculture, then we are usually dealing with pople who have such deep ties with the land itself;
and for whom agriculture is not a way of earning a living but a way of life " (Mead 1960: 181).
Pada masyarakat petani (pedesaan) di Lembah Balim sistem ekonomi yang berlaku bergantung
pada hubungan manusia dengan tanahnya serta leluhur. Masyarakat Dani Balim dicirikan oleh
sistem komunal dan pertukaran yang merupakan ciri ekonomi mereka. Dengan sistem tersebut
dibangun suatu jaringan hubungan yang memberikan kepada para petani suatu rasa aman karena
adanya jaminan sosial. Dalam arti petani memiliki jaminan sosial bagi kelangsungan hidup
mereka melalui jaringan hubungan tersebut. Hubungan saling membantu merupakan bagian yang
pentbg dari sistem komunal di mana unit keluarga atau rumah/sili penting dalam kehidupan
mereka.
Pengenalan teknologi pertanian muncul karena masuknya ekonomi pasars. Ekonomi
tradisional yang berdasarkan pertukaran dihadapkan pada ekonomi pasar yang berdasarkan uang
dan komersialisasi, dilanjutkan dengan masuknya jenis tanaman baru bagi memenuhi permintaan
pasar. Keadaan ini melibatkan beberapa hal: salah satu adalah kepurtusan petani untuk menerima
dan menanam tanaman baru serta menggunakan teknologi yang sesuai. Keputusan tersebut
melibatkan orang-orang tertentu atau kelompok orang yang memiliki pengaruh. Bagi masyarakat
Dani Balim, masuknya jenis tanaman baru yang berorientasi pasar memberi alternatif dalam
memandang perkembangan ekonomi mereka. Peluang untuk memandang kehidupan ekonomi
mereka tidak hanya sampai pada tingkat lokal melainkan juga menjangkau ke luar daerah,
pandangan seperti ini mempengaruhi keputusan yang diambil masyarakat dalam menerima
teknologi baru. Dipandang dari sisi teknologi, beberapa kondisi turut mempengaruhi tingkat
penerimaan masyarakat: "a technology can be assessedfor the extent to which it contributes to
satisfiing basic human needs, for the degree to which it promotes the concepts of self-reliance
through the use of domestic human and natural resources and for its environmental soundness"
(Dierkes 1987: 5 ) .
Cepatnya pengaruh ekonomi pasar pada masyarakat didukung pula oleh kegiatan
pengembangan masyarakat beserta sarana pendukung yang tersedia. Sarana pendukung dalam
kaitan ini mencakup infrastruktur dan kelembagaan yang dapat menampung aspirasi masyarakat
dan perubahan dalam konteks keseimbangan. Perkembangan di bidang pertanian tanpa diikuti
oleh sarana pendukung akan tidak berarti, seperti yang diungkapkan oleh de Janvry: "technical
and institutional change, ..., are highly independent and therefore must be analyzed within a
context of continuing interaction" (Ruttan 1978: 340). Kajian terhadap hubungan teknologi dan
perubahan sosial harus dilakukan dalam hubungan saling ketergantungan.
Beberapa kegiatan pengembangan yang menitik beratkan pada intewensi teknologi
menunjukkan bahwa perubahan dapat terjadi karena teknologi itu sendiri, peran pembawa
teknologi, dan kesiapan masyarakat penerima teknologi. Peran teknologi, menyangkut jenis
teknologi serta manfaat teknologi bagi masyarakat yang bersangkutan atau a new or improved
' Dalam ekonomi pasar. antara produsen dan konsumen (pembeli) tidak saling kenal
technology should be adapted to people's need (Klingshirn 1991: 4) . Atau dalam pengenalan
teknologi diusahakan untuk mencari kompromi antara yang baru dan yang lama sehingga " ... accepted and intergrated into everyday life" (Klingshirn 1991: 8). Beberapa pengalaman
menunjukkan bahwa teknologi yang memberi keuntungan bagi masyarakat serta
mempertimbangkan lingkungan serta dukungan lain (pranata) lebih cepat dapat diterima. Juga
teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat, lebih mudah diterima terutarna
pada kelompok masyarakat yang menghadapi masalah dalam pemenuhan kebutuhan dasar
tersebut.
Pada kegiatan pengenalan teknologi di masyarakat, selain penerimaan juga sering terjadi
penolakan terhadap teknologi yang dikenalkan. Hal ini dapat disebabkan adanya ketidak sesuaian
dengan keadaan sosial budaya setempat dan dari berbagai pengalaman penolakan juga terjadi
karena' ". . . many projects have failed, because they were purely technology oriented" (Klingshirn
1991: 5 ) . Hal ini dapat terjadi karena antara teknologi dengan sebagian atau keseluruhan nilai
kebudayaan kelompok sasaran (Spicer 1967): terdapat kesenjangan nilai atau sistem; timbul
ketakutan bahwa masuknya teknologi baru tersebut akan memasukkan niali-nilai asing yang
tersirat dan dibawa oleh teknologi yang diperkenalkan, memiliki standard nilai yang berbeda dan
tujuan-tujuan yang berbeda. Hal ini dapat dimengerti karena kebudayaan adalah juga cara hidup
suatu masyarakat, Juga karena masyarakat dapat menolak paksaan atau menerima sesuatu yang
barulperubahan.
2.3. DIFUSI, AKULTURASI, ADAPTASI DAN ADOPSI
Sesungguhnya perubahan adalah proses yang terjadi sepanjang masa. Perubahan secara
alami dapat terjadi melalui peminjaman ide dari masyarakat lain dan mengakibatkan perubahan.
Sedang proses peminjaman satu bagian kebudayaan yang kemudian menyebar ke luar daerah
dimana peminjaman tidak selalu melalui kontak langsung disebut dijksi (Hoebel 1958: 606;
Harper 1989: 112). Proses penyebaran tidak terjadi begitu saja. Dalam setiap masyarakat,
masuknya unsur budaya baru selalu melalui semacam uji untuk dapat diterima dalam budaya
rnasyarakat tersebut. "Unsur budaya baru melalui penyesuaian dengan unsur budaya lama
sebelum dapat diterima. Penyesuaian dapat terjadi di beberapa bagian seperti pada bentuk atau
penggunaan atau manfaat, atau fungsi, atau dalam arti" (Hoebel 1958: 597-606).
Proses perubahan melalui peminjaman karena seringnya kontak dengan masyarakat lain
disebut akulturasi: "the influence exercised by one culture on another. or the mutual influence of
two cultures, that result in cultural change " (Harper 1989: 1 12). Dalam ha1 ini dapat pula terjadi
penolakan, yaitu terdapat suatu benturan nilai yang bersifat lintas-budaya. Menurut Apodaca
(1967) penolakan terhadap teknologi barulperubahan karena teknologi yang dikenalkan tidak
memenuhi fungsi tertentu. Mungkin pelaksanaannya (Apodaca 1967; Kottak 1988) telah
memperhatikan berbagai segi seperti hubungan antara teknologi pertanian dengan kondisi
lingkungan, dan hubungan antara cara bertani dengan organisasi sosial yang ada. Tetapi
pengabaian terhadap kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap proses seleksi jenis tanaman
(bibit) dapat menjadi alasan bagi penolakan teknologi yang diperkenalkan. Oleh karenanya dalarn
tiap kegiatan yang menyangkut pengenalan ha1 baru (teknologi) harus diperhatikan konteks
sistem nilai lokasi. Antara unsur-unsur dalam suatu kebudayaan memiliki hubungan
ketergantungan (interaksi).
Perubahan yang terjadi sebagai reaksi atau akibat masuknya teknologi baru merupakan
tuntutan bagi masyarakat agar dapat mempertahankan keberadaan kelompok masyarakat itu
sendiri. Dari pandangan ini perubahan merupakan kegiatan evaluasi dan cara penyesuaian dalarn
upaya mengurangi ketimpangan di masyarakat karena berubahnya salah satu atau beberapa unsur
dalam kesatuan sistem sosial kelompok sasaran, atau "social change m the maintenance of a
'moving', or dynamic, rather than a static equilibrium between the components of the social
system " (Harper 1989: 78). Proses ini disebut sebagai proses adaptasi dan adopsi.
Adaptasi adalah proses penyesuaian terhadap perubahan dengan mengembangkan fungsi-
fungsi baru dalam perubahan tersebut. Perubahan ini dapat terjadi tanpa merubah unsur-unsur inti
dalam sistem seperti nilai-nilai dasar budaya, tujuan, distribusi kekuasaan, keseluruhan organisasi
sosial sebagai sistem, dan Islin-lain. Menurut Harpers (1989: 79) dalam proses adaptasi: "... the
social system becomes more efective in generating and distributing resources and enhancing its
survival". Adopsi adalah proses pengambilan keputusan untuk menggunakan secara optimum
suatu teknologi yang diintroduksi &ngan potensi yang dimiliki (Rogers 1983: 172). Dengan
demikian perubahan sosial dipandang sebagai proses dimana masyarakat mencoba menyesuaikan
diri dengan kondisi yang dihadapinya untuk mencapai keseimbangan antara unsur baru dan unsur
lama. Menurut Barret (1 984: 84) adaptasi terjadi karena terdapat tingkat kesesuaian antara unsur
yang baru dalam suatu masyarakat dengan adat istiadat, sikap dan nilai yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Namun demikian keadaan seimbang ini tidaklah kaku, karena didalamnya
terdapat dinamika masyarakat dan perubahan merupakan gejala tak terpisahkan dari sistem
sosial: "... change in some aspect of the system --- m an attempt to contain or adapt to strain"
(Harper 1989: 79). Perubahan dabm kerangka fungsi dan keseimbangan menunjuk kepada
perubahan yang berada dalam suatu hubungan keteraturan, bukan suatu gerak yang cepat atau
revolusioner.
2.4. PRANATA SOSIAL, PARTISlPASl MASYARAKAT DAN PERUBAHAN SOSIAL
Dalam pengenalan perubahan atau proses pembangunan, pranata sosial baik itu b m
(modern) atau yang bersifat tradisional, merniliki peranan penting. Pranata ini memainkan peran
dalam penyebaran perubahan (ha1 baru) di masyarakat. Pranata, adalah seperangkat norma dan
perilaku yang memenuhi tujuan dan kebutuhan bersama. Pranata sering juga diartikan sebagai
organisasi dan ini sering menirnbulkan kebingungan. Terdapat tiga kategori atau pengertian
pranata dan organisasi (Uphoff 1986: 8):
I . organisasi yang bukan pranata;
2. pranata yang bukan organisasi;
3 . organisasi yang juga pranata atau sebaliknya.
Organisasi memenuhi status khusus dan disahkan (diakui) karena rnemenuhi kebutuhan
masyarakat dan dapat memenuhi harapan-harapan normatif dalam masa tertentu dikatakan bahwa
organisasi tersebut sudah melembaga (Uphoff 1986: 8).
"In general, institutions, whether organizations or not, are complexes of norms and behaviors that persist over time by serving collectively valued purposes. Institutions can be concrete and specijic like a nation's central bank or quite difise and general such m the institution of money. Some kin& of institutions have an organizational form with roles an structures, whreas others exist as pervasive influences on behavior. " (Uphofl1986: 9)
Atau secara sederhana, pranata adalah norma-norma dan pola nilai (Zamroni 1992: 24), dan
organisasi sosial adalah pengaturan dari kegiatan yang berkaitan dengan sistern peran. Sejalan
dengan Bertrand dan Firth, di dalam organisasi sosial terdapat unsur-unsur: peraturan, satuan-
satuan/unit yang berbeda, peran, tujuan, interaksi.
Pranata menunjuk pada tipe hubungan sosial dan interaksi, dengan demikian (dari
batasan Uphoff) pranata bisa berada dalam organisasi sosial, yaitu hubungan interaksi yang
memenuhi norma masyarakat yang bersangkutan dan disahkan, seperti pranata perkawinan,
upacara kematian, dan lain-lain. Pembagian kerja baru yang terjadi di masyarakat Dani Balim
karena teknologi sawah adalah organisasi baru, belum dapat dikategorikan sebagai pranata
karena belum melembaga atau rnendapat pengakuan dari masyarakat secara menyeluruh (hanya
pada sekelompok masyarakat). Suatu saat dapat menjadi pranata bila diakui dan disahkan
masyarakat. Nilai-nilailaturan-aturan yang mendukung pembagian kerja rnerupakan pranata,
sedang sistem pembagian kerja adalah organisasi yang juga pranata. Dalam studi perubahan di
Desa Tulem organisasi sosial yang menjadi bahasan merupakan kategori ke-tiga. Karena peran
pranata dalam kehidupan masyarakat tidak dapat diabaikan dalarn pengenalan teknologi baru (ha1
baru). Karena ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan
(pembangunan). Berbagai studi menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan pranata tradisional
dalam kegiatan pembangunan dapat membantu kelancaran kegiatan pembangunan dengan
berkurangnya kemungkinan adanya konflik (Dyah dkk. 1990 di Wamena; Klingshirn 1991 di
Afrika; Setty 1991 di India; Hubbell 1993 di Mexico). Tetapi karena kegiatan pembangunan
adalah introduksi ha1 baru, maka bila hanya menggunakan pranata tradisional masih terbuka
peluang terjadinya benturan budaya. Hal ini karena dibutuhkan suatu penyesuaian antara yang
lama dan yang baru. Untuk itu diperlukan pula pranata baru (non-tradisional), sedang bila hanya
menggunakan pranata baru akan lebih merupakan suatu paksaan, jadi yang diperlukan adalah
pranata tradisional dan baru.
"Local institutions ... are not sufficient in themselves for promoting development. National institutions are needed for the development and dissemination for improved technologies and for the mobilization and management of resources. Local institutions, however, can signijicanly contribute to these tasks and others" (Uphofl1986: 2).
Dengan kata lain dalam introduksi perubahan yang memanfaatkan keberadaan pranata-
pranata sosial tidak bisa dilakukan hanya dengan memanfaatkan pranata tradisional atau pranata
baru, yang diperlukan adalah pranata lama dan pranata baru. Hal ini karena penggunaan
teknologi 'baru' menuntut teknologi pendukung lainnya dan pranata-pranata yang mendukung
teknologi tersebut. Baik pranata tradisional dalam upaya menyesuaikan dengan nilai tradisional
maupun pranata baru yang'mendukung keberadaan teknologi yang diintroduksi. Sebagai contoh
di Wamena diterimanya teknologi sawah melalui pemanfaatan musyawarah dan kepemimpinan
sebagai pranata tradisional. Sedangkan pranata baru yang mendukung keberadaan teknologi swah
adalah pasar, dan sarana transportasi disamping teknologi lain yang mendukung dari proses
panen hingga siap di jual ke pasar.
Dengan memanfaatkan pranata yang terdapat di suatu masyarakat, diharapkan dapat
menarik partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sebagai contoh kegiatan pengembangan
masyarakat di Wamena, dalam menawarkan suatu program kegiatan yang baru selalu melalui
negosiasi atau musyawarah dengan para petani Wamena dimana musyawarah merupakan pranata
penting dalam proses pengambilan keputusan dalam kebudayaan orang Dani. Partisipasi dalam
ha1 ini adalah melibatkan masyarakat sasaran dalam perencanaan, pengambilan keputusan dalam
menerima teknologi, menyangkut kemungkinan keuntungan atau kerugiannya bagi masyarakat,
serta bagaimana cara menerapkan teknologi tersebut. Dari strategi pengembangan masyarakat
melqlui program pengembangan dan penerapan teknologi baru di pedesaan, Agnes Klingshirn
( 1 99 1 : 5) menyatakan bahwa "a participatory approach is essential for the development and
dissemination of a new/improved technologv. To conciously include decision-makers at all
levels ". Pada seluruh tingkatan dalam arti mulai dari masyarakat sebagai sasaran pembangunan
hingga kelompok-kelompok masyarakat yang berhubungan dengan administrasi (aparat desa)
atau pemerintah lokal. Karena inti dari partisipasi terletak pada " ... the proper coordination of
individual and social eflort, in filly utilising the potential of the local institutions, the higher
level statuary body, ... and other associate organisations ..., and in proper harmonization of
individual needs with group nee& ... " (Setty 1985: 82). Sehingga masyarakat merasakan bahwa
kegiatan tersebut adalah sesuatu yang cocok atau dapat masuk ke dalam gaya hidup mereka dan
sesuai dengan kebutuhan mereka (Barret 1984: 84; Setty 1985: 75; Klingshirn 1991: 4). Dengan
demikian partisipasi melalui organisasi sosial yang ada di suatu kelompok masyarakat tidak
hanya memberikan suatu kesempatan kepada kelompok masyarakat yang bersangkutan untuk
mengembangkan suatu kebutuhan akan perubahan (teknologi tersebut), tetapi juga memberikan
kemampuan untuk bekerja atau mencari jalan sendiri dalam upaya menyesuaikan antara teknologi
baru dengan tradisi mereka. Dalam ha1 ini perasaan keterlibatan masyarakat dalarn proses
perubahan akan memberi rasa memiliki atau tanggung jawab terhadap teknologi yang mulai
digunakan dengan hasil perubahan yang terjadi. Dengan rasa memiliki ini, bila ada kesulitan
menyangkut teknologi baru tersebut, masyarakat tidak meninggalkan atau kembali pada teknologi
lama (tradisional) melainkan berupaya mencari jawaban dari pennasalahan yang muncul. Dengan
demikian teknologi baru tersebut menjadi bagian dari kehidupan masyarakat tersebut.
2.5. FUNCSIONALISME DAN PERUBAHAN SOSIAL
Teori fungsi tentang perubahan dimulai dengan realita bahwa, integrasi dan
keseimbangan dalam suatu kelompok masyarakat tidak selalu dapat dipenuhi. Dalam suatu
masyarakat selalu terjadi kontradiksi, konflik, ketidak seimbangan, atau selalu terdapat tekanan-
tekanan yang dapat mengakibatkan ketidak teraturan. Teori fungsi memahami perubahan dalam
suatu masyarakat sebagai upaya mempertahankan dinamika diantara unsur-unsur dalam sistem
sosial (Merton 1976: 101 -1 04; Harper 1989: 78-8 1).
Dengan asumsi bahwa setiap unsur budaya memenuhi suatu fungsi dalam masyarakat,
maka dalam mengkaji perubahan sosial dengan masuknya teknologi baru, perlu difahami fungsi
dan kaitan atau hubungan antar unsur-unsur sosial budaya yang dapat memberi penjelasan
tentang proses perubahan itu sendiri. Interaksi antara unsur-unsur tersebut amat penting karena
merupakan satu kesatuan. Perubahan salah satu unsur akan mempengaruhi unsur lain, karena
perubahan tersebut menuntut hubungan baru dengan unsur-unsur lainnya (Harper 1989: 76-78).
Fungsi dalam ha1 ini menunjuk pada hubungan antara proses sosial dan struktur sosial (Radcliffe-
Brown 1965: 12). Hal ini menyangkut kelangsungan dari bentuk kehidupan sosial dan proses
perubahan yang terjadi. Konsep fungsi dalam ha1 ini melibatkan " ... the notion of a structure
consisting of a set relations amongst unit entities, the continuity of the structure being
maintained by a life-process made up of the activities of the constituent units " (Radcliffe-Brown
1965 : '1 80).
Dengan tidak mengabaikan kritik, fungsi dari perubahan sosial yang terjadi akibat
masuknya teknologi baru dalam studi ini merupakan upaya penyesuaian dari masyarakat. Karena
kebudayaan dalarn suatu masyarakat adalah dinamis, dan selalu berubah untuk menyesuaikan
dengan lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Perubahan dibutuhkan bagi
keberadaan kelompok masyarakat tersebut karena kebudayaan dalam suatu masyarakat memiliki
"... jknctions or, alternatively, that they are part of a society's adaptation to its environmental
circumstances" (Barret 1984: 77). Bila dibandingkan dengan studi pada masyarakat lain, maka
perubahan yang terjadi menunjuk pada kesadaran masyarakat tentang perlunya suatu perubahan.
Karena lingkungan dimana suatu kelompok masyarakat tinggal tidak selalu dalm keadaan stabil,
selalu berubah, teknologi bdru muncul, populasi meningkat, atau arus migrasi yang masuk atau
yang keluar dari suatu daerah menghadapi nilai-nilai yang belum dikenal. Sehingga disadari
bahwa " ... their acquired culture is neverjdly appropriate in the altered circumstances" (Barret
1984: 80). Karenanya perubahan tidak dapat dihindari untuk itu diperlukan (Hubell 1993: 1 1-1 2):
1. penyesuaian nilai-nilai tradisional terhadap nilai baru;
2 . mengurangi konflik atau menghindari nilai-nilai yang bertentangan;
3 . interpenetrasi kembali terhadap nilai-nilai tradisional;
4 . kesadaran akan perlu dilakukan perubahan terhadap nilai-nilai tradisional.
Upaya tersebut dilakukan karena nilai tradisional tidak lagi dapat menghadapi kondisi
lingkungan alam dan sosial yang mereka hadapi sekarang. Untuk itu perubahan sosial dibutuhkan
untuk memenuhi fungsi-fungsi baru dalam sistem sosial yang berubah (adaptasi), ha1 ini terjadi
karena "there is a perpetual need, ... , as individuals are forced to mod& the acquired culture to
cope with changing circumstances. ..., is commonly referred to as the adaptive dimension of
humpn culture" (Barret 1984: 80).
Dalam studi perubahan sosial di Wamena, khususnya desa Tulem, para petani
(masyarakat Dani) berupaya untuk menghadapi perubahan yang terjadi dengan adaptasi terhadap
perubahan tersebut. Perubahan yang dimulai dari masuknya missi dan kemudian pemerintah
Indonesia serta arus pendatang yang terus meningkat menuntut orang Dani untuk berubah agar
tidak tertinggal. Sebagai contoh perubahan di bidang pertanian dari subsisten menjadi komersial,
meskipun belum sepenuhnya tetapi petani Dani berusaha untuk menyerap nilai-nilai baru tanpa
membuang nilai yang lama. Tanaman tradisional masih tetap pada fungsinya meskipun dalam
jumlah yang sedikit sudah diperjual belikan. Dilakukan pembagian tanaman pangan, yaitu
tanaman tradisional untuk konsumsi sendiri dan tanaman baru sebagai komoditi dagang. Sedang
interpenetrasi kembali terhadap nilai-nilai tradisional menunjuk pada upaya adaptasi terhadap
perubahan dengan tetap mempertahankan nilai tradisional. Perubahan di bidang pertanian
merupakan interpenetrasi terhadap nilai-nilai tradisional dimana nilai baru (pertanian untuk
tujuan komersial) diadopsi kedalamnya.
2.6. PERANG BAG1 ORANG DAN1 BALlM
Perang suku yang dikenal di masyarakat Dani, sesungguhnya merupakan konflik antara
kelompok masyarakat, antar konfederasi (kelompok ikatan wilayah, ekonomi dan perkawinan)
atau antar aliansi (kelompok ikatan politik). Perang merupakan pranata penting dalam kehidupan
orang Dani, menjadi bagian dari sistem kepercayaan masyarakat (Gardner & Heider 1968;
Mansoben & Walker 1990: 20). Pranata perang didukung oleh kebudayaan konflik atau
kompetisi yang merupakan tema kebudayaan orang Dani (Suparlan 1994b: 77-93).
Perang memiliki fungsi sebagai menjaga dan memberikan kesejahteraan bagi
masyarakatnya. Disimbolkan dengan darah yang tertumpah ke tanah akan memberikan
kesuburan. Ini bersumber pada legenda asal-usul manusia di lembah Balim atau Mo (matahari).
Tumbuhan, hewan, dan manusia dijadikan oleh Mo (matahari) dalam sebuah goa. Pada waktu itu
Mo hidup diantara manusia dan memberi jalan serta petunjuk dalam menata kehidupan. Tetapi
kemudian manusia bentrok diantara mereka menyebabkan Mo menjauh dari manusia. Matahari
dipandang sebagai wanita, bulan sebagai laki-laki, matahari dipandang sebagai nenek orang Dani.
Terakhir kali Mo menurunkan seorang bisu yang didalam tubuhnya terkandung segala macam
bentuk hidup. Orang ini menyuruh masyarakat untuk memotong dan membelah tubuhnya dengan
mengeluarkan segala kekayaan yang ada didalam dirinya, termasuk hipere dan wam. Setelah hipere
daq warn dikeluarkan tubuhnya dijahit. Barang-barang dibawa orang tersebut ketempat yang tidak
diketahui. Dia berjanji untuk kembali, sebelum ia datang orang Dani hams makan dan hidup.
Karenanya mereka hams berperang agar darah tetap membasahi bumi hingga bumi dapat memberi
kesuburan untuk hipere (Mampioper 1980: 13).
Perang bukan unsur yang menghancurkan dalam budaya orang Dani, melainkan sebagai
unsur yang membangun dalam kehidupan sosial berdasarkan pada kepercayaan adanya komunikasi
dengan arwah para leluhur (Van de Pavert, J 1986: 20). Perang bukan hanya sebagai peristiwa
konflik, melainkan memiliki fbngsi pada tingkat individu maupun masyarakat. Perang berawal dari
konflik-konflik pribadi yang meningkat menjadi konflik kelompok, menurut Koch "wars result
porn a failure to settle conflicts ... , peacejidly " ( 1 974: 164). Tetapi dalam kenyataan tidak semua
konflik berlanjut pada perang. Pada tingkat masyarakat, perang dapat mempersatukan kelompok-
kelompok, memperkuat solidaritas kelompok atau kerabat. Menurut Simmel hnj ik merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat (Coser 1956: 20). Dalam masyarakat juga terdapat mekanisme
yang befingsi meredakan dan mencegah suatu konflik menjadi perang. Karena menurut Simrnel
dalam masyarakat selalu ada konflik dan perdamaian, dengan adanya safety valve atau pranata
penyaluran rasa permusuhan sehingga dapat mengurangi atau meredakan rasa permusuhan (Coser
1956: 39-48). Pada masyarakat Dani pranata ini berujud pada sanksi melalui penetapan denda
kepada yang dianggap melakukan pelanggaran dan mengakibatkan permusuhan tersebut.
Jumlahnya ditetapkan dengan kesepakatan. Dalam ha1 ini biasanya dilakukan secara
kekeluargaan atau melalui campur tangan pihak ke-tiga yang dipercaya oleh pihak-pihak yang
bermusuhan.
Pada tingkatan individu perang memberikan peluang pada seseorang untuk menyatakan
dirinya dan sebagai sarana melatih kemampuan seseorang. Menurut Simmel "conjict is a form of
socialization" (Coser 1956: 31), juga sebagai alat untuk menunjukkan identitas
peribadilseseorang (Coser 1956: 33). Pada masyarakat Dani di lokasi penelitian, perang
merupakan alat bagi pertunjukkan kemampuan seseorang dalam memimpin perang dan
memenangkannya. Menjadi sarana untuk meningkatkan prestise seseorang dalam kelompoknya
dan terhadap kelompok lain. Pada masa perang masih menjadi bagian penting orang Dani, orang-
orang yang menunjukkan kemampuan dalam peperangan menjadi pemimpin atau kain.
Kepemimpinan yang berdasarkan kemampuan ini, menjadikan perang penting bagi laki-laki
Dani, karena dari perang dapat memperoleh penghargaan dan penghormatan dari masyarakat
(Koch 1974: 63).
SOSIALISASI:
TINGKAT INDlVlDU
TlNGKAT MASYARAKAT
STRUKTUR SOSIAL: ORGANlSASl POLITIK:
WAKUNNO
Gbr. 2.1. Fungsi Perang
Tipe kepemimpinan orang Dani adalah tipe big man-war yang menilai seorang pemimpin
dalam kemampuan berperang. Tetapi tidak hanya kemampuan perang saja yang dinilai, terdapat
kriteria lain bagi seorang pemimpin: " ... 'big man ' war leader must demonstrate barvery and
have a number of killings to his credit. As well, he must have oratory skills and organizational
ability, ... capacity in manipulating the exchange system, so accumulating wealth and influence
over a wide territorial area" (Mansoben & Walker 1990: 20). Kemampuan memanipulasi sistem
pertukaran seperti dalam penyediaan mas kawin bagi saudara laki-laki: " ..., a man gains renown
as 'big-man' in this restricted sense through his competence in creating debt relatinships with
consanguineal relatives and non-kin members of his men 's house group " (Koch 1 974: 63). Juga
dalam penyediaan babi bagi keperluan upacara adat yang melibatkan kelompok-kelompok
aliansinya, seperti upacara inisiasi, perkawinan, atau upacara adat lainnya. Sumbangan babi yang
diberikan memiliki konsekuensi politis dalam jangka panjang. Karena kelompok yang tidak puas
terhadap babi yang disumbangkan dapat saja menolak memberikan atau menahan bantuan yang
diperlukan bila terjadi peperangan (Koch 1974: 64). Dengan demikian perang juga memiliki
fungsi ekonomi, yang diwujudkan dalam bentuk pertukaran (pemberian babi), pada upacara
perang atau secara simbolis dalam kepercayaan pada darah sebaga simbol kemakrnuran.
Dalam kegiatan perang bukan hanya menyangkut konflik tetapi menunjukkan pada
kemampuan organisasi seperti hubungan politik, pranata pengendaii konflik (conflict
management) dan perdamaian, kepemimpinan. Sosialisasi dan juga meningkatkan sentimen
kelompok. Perang juga menyangkut pemilikan tanah (komunal). Dalam arti penegasan wilayah
dan pertahanan wilayah yang merupakan upaya mempertahankan keberadaan kelompok. Perang
pada masyarakat Dani umumnya bersumber dari konflik pribadi mengenai babi, wanita atau
tanah. Konflik yang bersumber pada masalah tanah bukan berarti perebutan hak atas sebidang
tanah. Dari inforrnasi yang diperoleh, pembagian lahan yang ada di lembah balim sudah sejak
nenek moyang mereka dengan batas-batas yang telah diketahui kelompok-kelompok masyarakat
yang tinggal di lembah Balim. Dari studi Koch di masyarakat Yali juga menunjukkan bahwa
perebutan tanah bukanlah sumber perang: " ... most Highland societies do not wage war to
conquer resources, and that temporary or permanent exploitation of garden land belonging to
defeated enemies occurs as a consequences of warfare precipitated by unsolved conflicts,
including quarrels over boundaries " (1 974: 165).
Kemampuan berorganisasi dari perang menyangkut kemampuan dalam mengatur dan
menggerakkan anggota kelompoknya dalam kegiatan perang. Juga dalam menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan adat yang berhubungan dengan perang. Seperti pesta babi yang merupakan
acara adat bagi kelompok konfederasi dan aliansi, bertujuan menguatkan hubungan yang sudah
terjalin. Juga dalam mencari hubungan dengan kelompok-kelompok sebagai aliannya. Karena
peristiwa, frekuensi dan hasilnya tergantung pada hubungan politis antara kelompok-kelompok
masyarakat yang bertetangga (Koch 1974: 165).