29
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosis 2.1.1 Definisi Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak (Whiteley, 2014). Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif, berukuran 0,4-3μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intraselular patogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, dan Mycobacterium microti (Chan, 2006). 2.1.2 Epidemiologi Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi pada setiap 300 penderita TB primer yang tidak diobati. Meningitis TB menghasilkan tingkat tertinggi morbiditas dan mortalitas dari semua bentuk tuberkulosis (WHO, 2012). Hal ini menjadi perhatian khusus pada anak-anak, persentasenya hingga 33% dari semua kasus TB (Gwendolyn, 2013). Dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

  • Upload
    vothu

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Meningitis Tuberkulosis

2.1.1 Definisi

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak

(meningen) yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Penyakit

ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit

tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara

limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti

perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak (Whiteley, 2014).

Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik

gram positif, berukuran 0,4-3µ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama

berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15

sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat

intraselular patogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium

tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah

Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, dan Mycobacterium microti

(Chan, 2006).

2.1.2 Epidemiologi

Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas

dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis

TB terjadi pada setiap 300 penderita TB primer yang tidak diobati. Meningitis TB

menghasilkan tingkat tertinggi morbiditas dan mortalitas dari semua bentuk

tuberkulosis (WHO, 2012). Hal ini menjadi perhatian khusus pada anak-anak,

persentasenya hingga 33% dari semua kasus TB (Gwendolyn, 2013). Dari

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

keselamatan kasus meningitis tuberkulosis, 50% mengalami kematian, dan

penderita yang selamat bisa mengalami gejala sisa neurologis substansial

termasuk keterlambatan perkembangan pada anak-anak, kejang, hidrosefalus, dan

kelumpuhan saraf kranial (Ruslami, 2013).

Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita

tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis

berkisar antara 10-20%. Sebagian besar dengan gejala sisa, hanya 18% pasien

yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual (Pusponegoro, 2009).

Di Indonesia, insidensi meningitis tuberkulosis lebih tinggi terutama pada

orang dengan HIV/AIDS. Meningitis tuberculosis merupakan penyakit yang

mengancam jiwa dan memerlukan penanganan tepat karena mortalitas mencapai

30%, sekitar 5:10 dari pasien bebas meningitis TB (Principi, 2012). Di Indonesia,

meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis

pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, termasuk bayi

dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian

tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang

ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada

umur dibawah 3 bulan (Rahajoe, 2005).

Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh

kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi

yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk, apabila meningitis

tuberkulosis tidak diobati, tingkat mortalitas akan meningkat, biasanya dalam

kurun waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya

jumlah pasien tuberkulosis dewasa. Walaupun bukan negara endemis

tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1:100 dari semua kasus tuberkulosis

(Fenichel, 2005).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

2.1.3 Etiologi

Pada laporan kasus meningitis tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis

merupakan faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis.

Pada kasus meningitis secara umum disebabkan oleh mikroorganisme, seperti

virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak

(Kahan, 2005).

Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :

Tabel 2.1. Klasifikasi Penyebab Infeksi

Kategori Agen

Bakteri Pneumococcus Meningococcus Haemophilus influenza Staphylococcus Escherichia coli Salmonella Mycobacterium tuberculosis

Virus Enterovirus

Jamur Cryptococcus neoformans Coccidioides immitris

Sumber : Kahan, 2005

2.1.4 Faktor Risiko

Faktor resiko terjadinya meningitis tuberkulosis adalah (Tai, 2013) :

1. Usia (anak-anak > dewasa )

2. Koinfeksi-HIV

3. Malnutrisi

4. Keganasan

5. Penggunaan agen imunosupresif

2.1.5 Klasifikasi

Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis dapat

diklasifikasikan menjadi tiga stage yang terdiri atas :

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Tabel. 2.2. Klasifikasi Meningitis Tuberkulosis

Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit neurologis. Stage II Pasien confused atau memiliki defisit neurologis seperti kelumpuhan

saraf kranialis atau hemiparesis. Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis yang berat

Sumber : emedicine.medscpae.com

2.1.6 Patofisiologi

Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang

belakang, merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan cairan

serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri dari 3

lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater (Whiteley, 2014).

Gambar 2.1. Anatomi Lapisan Selaput Otak

Sumber : Schuenke, M., et al. 2007. Atlas of Head and

Neuroanatomy.

1st ed. United of States of America : Thieme.

Lapisan Luar (Dura mater)

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Dura mater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat

yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang

membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang

epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan

jaringan lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit,

ruang subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada

medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim

(Drake, 2015).

Lapisan Tengah (Araknoid)

Araknoid mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan

dura mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan

piamater. Rongga diantara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang berisi

cairan serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini

membentuk bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang

subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan

ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng

seperti dura mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit trabekelnya,

maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada beberapa daerah, araknoid

menembus dura mater membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus

venosus dalam dura mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena

disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke

dalam darah dari sinus venosus (Drake, 2015).

Lapisan Dalam (Pia mater)

Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak

pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia tidak

berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara pia mater dan elemen neural

terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada pia mater dan

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang

memisahkan sistem saraf pusat dari cairan serebrospinal. Pia mater menyusuri

seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk

jarak tertentu bersama pembuluh darah. Pia mater di lapisi oleh sel-sel gepeng

yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat

melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler. Pia mater

lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi menjadi kapiler. Dalam susunan

saraf pusat, kapiler darah seluruhnya dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia.

(Drake, 2015).

Plexus Koroid dan Cairan Serebrospinal

Pleksus koroid terdiri atas lipatan-lipatan ke dalam dari pia mater yang

menyusup ke bagian dalam ventrikel. Dapat ditemukan pada atap ventrikel ketiga

dan keempat dan sebagian pada dinding ventrikel lateral. Plexus koroid

merupakan struktur vaskular yang terbuat dari kapiler fenestra yang berdilatasi.

Pleksus koroid terdiri atas jaringan ikat longgar dari pia mater, dibungkus oleh

epitel selapis kuboid atau silindris, yang memiliki karakteristik sitologi dari sel

pengangkut ion. Fungsi utama pleksus koroid adalah membentuk cairan

serebrospinal, yang hanya mengandung sedikit bahan padat dan mengisi penuh

ventrikel, kanal sentral dari medula spinalis, ruang subaraknoid, dan ruang

perivasikular. Hal ini penting untuk metabolisme susunan saraf pusat dan

merupakan alat pelindung, berupa bantalan cairan dalam ruang subaraknoid.

Cairan itu jernih, memiliki densitas rendah (1.004-1.008 gr/ml), dan kandungan

proteinnya sangat rendah. Juga terdapat beberapa sel deskuamasi dan dua sampai

lima limfosit per milliliter. Cairan serebrospinal mengalir melalui ventrikel, dari

sana ia memasuki ruang subaraknoid. Disini vili araknoid merupakan jalur utama

untuk absorbsi Cairan Serebrospinal ke dalam sirkulasi vena. Menurunnya proses

absorsi cairan serebrospinal atau penghambatan aliran keluar cairan dari ventrikel

menimbulkan keadaan yang disebut hidrosefalus, yang mengakibatkan

pembesaran progresif dari kepala dan disertai dengan gangguan mental dan

kelemahan otot (Scanlon, 2007).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Mekanisme Terjadinya Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara

hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosis melalui 2

tahap yaitu mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran

basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen

dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan.

Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus

kaseosa (lesi permukaan di otak) akibat trauma atau proses imunologi, langsung

masuk ke subaraknoid. Meningitis tuberkulosis biasanya terjadi 3-6 bulan setelah

infeksi primer (Schlossberg, 2011) .

Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk

kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid

parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan

dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan

dura dapat disebabkan oleh fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara

epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt,

dan lain-lain. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan

meningitis. Meskipun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen,

kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak,

peyumbatan vena dan menghalang aliran cairan serebospinal yang dapat berakhir

dengan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi (Schlossberg,

2011).

Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (pia mater

dan araknoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung

terkumpul di daerah basal otak (Menkes, 2006).

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis

tuberculosis :

1. Araknoiditis Proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa

fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus

pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomeningen ini ditandai

dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis

otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma

dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan

mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami

kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami

paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI,

kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan

strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum

menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta

bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial

VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya

permanen (Frontera, 2008).

2. Vaskulitis

Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah

kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di

dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang

obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark

terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna,

maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan

terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena,

ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika

adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa

pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang

perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi

subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang

sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-

cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat

mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan

trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya

flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan

infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin (Schwartz, 2005).

3. Hidrosefalus

Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna

basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan

serebrospinalis (Albert, 2011).

2.1.7 Manifestasi Klinis

Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita.

Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya

dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis

TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu (Nofareni, 2003).

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke

tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku dan Kaku kuduk disebabkan oleh

mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu

tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap

hiperekstensi. Kesadaran menurun, tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif. Gejala

pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak

pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa

kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak

beraturan (Cavendish, 2011).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Gejala klinis meningitis tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 (tiga) stadium

(Anderson, 2010) :

1. Stadium I : Prodormal

Selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala

infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut,

sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang,

murung, berat badan menurun, mudah tersinggung, cengeng,

opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan keadaran berupa apatis.

Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,

konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,

halusinasi, dan sangat gelisah.

2. Stadium II : Transisi

Berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat

dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang-

kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-

tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat

menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-

ubun menonjol dan muntah yang lebih hebat.

3. Stadium III : Terminal

Ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma.

Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga

minggu.

2.1.8 Diagnosis

Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara :

2.1.8.1 Anamnesa

Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,

nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang, penurunan kesadaran

adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis. Pada neonatus, gejalanya

mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum,

letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia. Anamnesa dapat

dilakukan pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan

untuk autoanamnesa (Gleadle, 2007).

2.1.8.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya

adalah pemeriksaan rangsang meningeal (Sidharta, 2009).

Yaitu sebagai berikut :

1. Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa

fleksi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan

kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa

nyeri dan spasme otot.

2. Kernig`s sign Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi padas sendi panggul

kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin

tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut

tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan

sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

3. Brudzinski I (Brudzinski leher)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan

dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa

yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah

diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga

dagu menyentuh dada. BrudzinskiI positif (+) bila gerakan fleksi

kepala disusul dengan gerakan fleksi disendi lutut dan panggul kedua

tungkai secara reflektorik.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

4. Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada

sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski

II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter

padasendi panggul dan lutut kontralateral.

5. Brudzinski III (Brudzinski Pipi)

Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari

pemeriksa tepat dibawah os ozygomaticum. Tanda Brudzinski III

positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas superior.

6. Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)

Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari

tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila

terjadi flexi involunter extremitas inferior.

7. Lasegue`s Sign

Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya.

Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam

keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan

sebelum mencapai sudut 70° pada dewasa dan kurang dari 60° pada

lansia.

2.8.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Uji Mantuox/Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis

yang paling bermanfaat. Terdapat beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi

hingga saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan

penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium

tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas

lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian

uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam dan lebih diutamakan pada 72 jam setelah

penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid. Bila pasien tidak

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

kontrol dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang. Tes

Mantoux dinyatakan positif apabila diameter indurasi > 10 mm (Kliegman,

2011).

Tabel 2.3. Hasil Uji Mantoux

1. Pembengkakan (Indurasi) 0-4mm,uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.

2. Pembengkakan (Indurasi) 3-9mm,uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypical atau setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) ≥ 10mm,uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Sumber : Levin, 2009

2.8.1.4 Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar

glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit.

1. Pemeriksaan LED meningkat pada pasien meningitis TB :

a. Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit

polimorfonuklear dengan shift ke kiri.

b. Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.

c. Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap

glukosa pada cairan serebrospinal.

d. Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi

organ dan penyesuaian dosis terapi.

e. Tes serum untuk sifilis jika diduga akibat neurosifilis.

2. Lumbal Pungsi

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Lumbal Pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel

dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan

adanya peningkatan tekanan intrakranial. Lumbal pungsi adalah

tindakan memasukkan jarum lumbal pungsi ke dalam kandung dura

lewat processus spinosus L4-L5 / L5-S1 untuk mengambil cairan

serebrospinal (Haldar, 2009).

Tabel 2.4. Hasil Analisa Cairan Serebrospinal

Sumber : Haldar, 2009

2.1.8.5 Pemeriksaan Radiologis

1. Foto Toraks

Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto toraks, foto

kepala, CT-Scan dan MRI. Foto toraks untuk melihat adanya infeksi

sebelumnya pada paru-paru misalnya pada pneumonia dan

tuberkulosis, sementara foto kepala dilakukan karena kemungkinan

adanya penyakit pada mastoid dan sinus paranasal. Pada penderita

dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran

tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgen toraks, kadang-

kadang disertai dengan penyebaran milier dan kalsifikasi. Gambaran

rontgen toraks yang normal tidak menyingkirkan diagnosa

meningitis tuberkulosis (Kliegman, 2011).

Agent Opening Pressure (mm H2 O)

WBC count (cells/µL)

Glucose (mg/dL)

Protein (mg/dL)

Microbiology

Tuberculous meningitis

180-300 100-500;

Lymphocytes

Reduced, < 40

Elevated, >100

Acid-fast bacillus stain, culture, PCR

Normal values

80-200 0-5; lymphocytes

50-75 15-40 Negative findings on workup

LCM = lymphocytic choriomeningitis; PCR = polymerase chain reaction; PMN = polymorphonuclear leukocyte; WBC = white blood cell.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

2. Computed Tomography Scan / Magnetic Resonance Imaging Scan

Pemeriksaan Computed Tomography Scan (CT- Scan) dan Magnetic

Resonance Imaging Scan (MRI) kepala dapat menentukan adanya

dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya

hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI kepala

pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal

penyakit. Seringnya berkembangnya penyakit, gambaran yang sering

ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus

komunikans yang disertai dengan tanda-tanda dema otak atau

iskemia fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan

tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah korteks serebri atau

talamus (kliegman, 2011).

2.8.1.6 Pemeriksaan Gene Xpert

Gene Xpert adalah tes baru untuk tuberkulosis. Hal ini dapat mengetahui

apakah seseorang terinfeksi TB, dan juga jika bakteri TB dari orang yang

memiliki ketahanan terhadap salah satu obat TB umum, rifampisin. Bertentangan

dengan tes yang ada saat ini, ia bekerja pada tingkat molekuler untuk

mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis. Ini berarti bahwa ia tidak

menggunakan mikroskop tapi semacam tes kimia untuk mencari bakteri TB. Tes

ini juga disebut Xpert MTB / RIF (Mycobacterium tuberculosis dan rifampisin).

Gene Xpert adalah mesin yang dapat mendeteksi Mycobacterium

tuberculosis dalam sampel dahak. Seseorang yang diduga menderita TB perlu

memberikan contoh dahak, dalam tabung kecil. Dari tabung, sampel dimasukkan

ke dalam mesin, dan kemudian reaksi biokimia yang mulai untuk melihat apakah

sampel mengandung bakteri TB. Mesin mencari Deoxyribonucleic acid (DNA)

spesifik untuk bakteri TB. Jika ada bakteri TB dalam sampel, mesin akan

mendeteksi DNA mereka dan secara otomatis kalikan. Teknik ini disebut PCR

(polymerase chain reaction), dan mungkin mesin untuk juga melihat struktur gen.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Hal ini penting untuk mendeteksi jika bakteri TB telah mengembangkan resistensi

terhadap obat. DNA dari bakteri TB adalah, dengan cara, seperti string panjang

warna yang berbeda. Jika salah satu atau lebih dari perubahan warna jika ada

mutasi pada DNA, maka bakteri bisa menjadi resisten terhadap obat TB tertentu.

Gene Xpert dapat menguji resistensi terhadap salah satu obat TB yang paling

umum, rifampisin. Ini berarti bahwa hal itu dapat memberitahu kita dua hal yaitu,

apakah seseorang memiliki TB, dan apakah penderita TB tersebut telah dapat

diobati dengan rifampisin. Tes ini sangat cepat dan hanya membutuhkan waktu

sekitar dua jam dan lebih cepat daripada tes TB lainnya (Farrar, 2014).

2.8.1.7 Sistem Skoring TB Anak

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Tabel 2.5. Skoring TB Anak

GEJALA 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas - Laporan keluarga

BTA (-) /

tidak tahu

BTA (+)

Uji Tuberkulin Negatif - - Positif (≥ 10mm atau ≥ 5mm pada imunokompro-masis)

Berat Badan/

Keadaan Gizi

-

BB/TB<90%

atau

BB/U<80%

Gizi buruk -

Demam yang tidak

diketahui penyebabnya

-

≥ 2 minggu - -

Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -

Pembesaran kelenjar

aksila, inguinal

-

≥ 1 cm, lebih dari 1 KGB,

tidak nyeri

- -

Pembengkakan

tulang / sendi panggul, lutut, falang

-

Bengkak - -

Foto toraks Normal Gambaran Sugestif mendukung TB

- -

Sumber : Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, 2008

Menurut awal skor tb, panas atau demam dan batuk tidak ada respon

pengobatan standard. Foto toraks juga bukan merupakan alat diagnostik yang

utama pada tb anak. Semua kejadian reaksi akselerasi BCG harus dilakukan

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

evaluasi dengan sistem skoring. Tb didiagnosis pada anak jika skornya ≥ 6. Bila

skor 5 dan anakya dibawah 5 tahun harus rujuk ke rumah sakit (Triasih, 2011).

2.1.9 Penatalaksanaan

Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yaitu :

1. Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,

yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.

2. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid dan

rifampisin hingga 12 bulan.

Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis tuberkulosis

berupa :

1. Rifampisin (R)

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat

memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman

yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan

baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam

sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam.

Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB

/ hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu kali

pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis

rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid

10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan

dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Distribusi rifampisin

ke dalam cairan serebrospinal lebih baik pada keadaan selaput otak

yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek

samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat,

sputum, dan air mata menjadi warna oranye kemerahan. Efek samping

lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia.

Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan

450 mg (Heemskerk, 2011).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

2. Isoniazid ( H )

Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman

intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan

cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan asites,

jaringan kaseosa, dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid

diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg

/ kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu

kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet

100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml.

Konsentrasi puncak di darah, sputum, cairan serebrospinal dapat dicapai

dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam.

Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan

dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek

toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya jarang

terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa

dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Bagi

mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan

dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg

isoniazid (Heemskerk, 2011).

3. Pirazinamid ( Z )

Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada

jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Obat ini

bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diabsorbsi

baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari

dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 µg / ml

tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif

karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang

timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek samping

pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan

hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam

bentuk tablet 500mg (Heemskerk, 2011).

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

4. Etambutol ( E )

Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat

bakterisid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten.

Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya

resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg /

kgBB/ hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar

serum puncak 5 µg dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik

oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau

dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga

pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol

adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali

penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam

penglihatannya. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai

pelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan

penggunaannya pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari.

Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan

TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat

digunakan (Heemskerk, 2011).

5. Streptomisin ( S )

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman

ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif

untuk membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang

digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya

penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan

MDR-TB (multi drug resistent-tuberculosis). Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1

gram / hari, dan kadar puncak 45-50 µg / ml dalam waktu 1-2 jam.

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi

tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi

melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat

kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita

tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus

kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan

gejala berupa telinga berdengung (tinitus) dan pusing. Streptomisin

dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam

menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf

pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat. Efek

samping yang mungkin juga terjadi adalah gangguan pendengaran dan

vestibuler (Heemskerk, 2011).

Tabel 2.7. Regimen : RHZE / RHZS

Rifampisin

Isoniazid

10-20mg/kg/BB/hari

7-15mg/kg/BB/hari

Pirazinamid

Etambutol

30-40 mg/kg/BB/hari

15-25mg/kg/BB/hari

Streptomisin 20 mg/kgBB/hari

Sumber : Pengendalian dan penyakit penyehatan lingkungan KKRI, 2013

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan

deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara

araknoid dan otak (Levin, 2009).

Steroid diberikan untuk:

- Menghambat reaksi inflamasi

- Mencegah komplikasi infeksi

- Menurunkan edema serebri

- Mencegah perlekatan

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

- Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

- Kesadaran menurun

- Defisit neurologist fokal

Dosis steroid :

- Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena

selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan (Levin,

2009).

2.1.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis tuberkulosis (Tai, 2013) :

- Hidrosefalus

- Cairan subdural

- Abses otak

- Cedera kepala

- Gangguan pendengaran

- Peningkatan tekanan dalam otak ( tekanan itrakranial )

- Kerusakan otak

- Kejang

- Serangan otak

- Araknoiditis

2.1.11 Pencegahan

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak

langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan

perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis

juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci

tangan dengan bersih sebelum makan dan setelah dari toilet. Meningitis TB dapat

dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi

kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi Bacillus Calmet-Guerin (BCG). Aktifitas

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah

penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan ke

lemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk

melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan

mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang

misalnya tuli atau ketidak mampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi

juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat (Thomas, 2011).

2.1.12 Prognosis

Prognosis meningitis tuberkulosis lebih baik sekiranya didiagnosa dan

diterapi seawal mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal

akan dijumpai gejala sisanya.

Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh

dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung :

- Umur penderita.

- Jenis kuman penyebab

- Berat ringan infeksi

- Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

- Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan

- Adanya dan penanganan penyakit.

Prognosis yang buruk terjadi pada bayi, lanjut usia, pasien malnutrisi,

dan pasien dengan penyakit yang menular atau dengan peningkatan tekanan

intrakranial (Thomas, 2011).

2.2 Imunisasi

2.2.1 Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen

yang serupa, tidak terjadi penyakit. Imunisasi merupakan usaha memberikan

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar

tubuh membuat zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan

(misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin

polio). Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di

berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu

penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi merupakan

suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu penyakit (Saragih, 2011).

.2.2 Tujuan Imunisasi

Adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan

menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat, atau bahkan

menghilangya dari dunia seperti yang kita lihat pada kebersihan imunisasi cacar

variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang

ditukarkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteri dan poliomyelitis.

Tujuan imunisasi di Indonesia, umumnya untuk menurunkan angka

kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi. Terdapat banyak tujuan khusus imunisasi yaitu tercapainya

program imunisasi seperti Universal Child Immunization (UCI), Program

Imunisasi Meningitis Meningokokus, Program Imunisasi Demam Kuning

(Saragih, 2011).

2.2.3 Manfaat Imunisasi

a. Kepada anaknya dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh

penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.

b. Keluarga juga menghindari kecemasan dan psikologi pengobatan bila

anaknya sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua

yakin bahwa anaknya akan mejalani masa kanak-kanak yang nyaman

(Saragih, 2011).

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

2.2.4 Imunisasi Bacillus calmet-Guerin (BCG)

Vaksin BCG atau pemberian imunisasi bcg bertujuan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadapa penyakit Tuberkulosis vaksin BCG mengandung kuman

BCG yang masih hidup. Jenis kuman TB ini telah dilemahkan. Dimana

tuberkulosis merupakan penyakit rakyat yang mudah menular di Indonesia dan di

negara yang sedang berkembang lainnya. Seorang anak menderita TB karena

terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman TB, yang berasal dari orang

dewasa berpenyakit TB. Mungkin juga bayi sudah terjangkit penyakit TB sewaktu

lahir. Ia terinfeksi kuman TB sewaktu masih dalam kandungan, bila ibu mengidap

penyakit TB. Pada anak yang terinfeksi, kuman TB dapat menyerang berbagai alat

tubuh yang diserangnya adalah paru (paling sering), kelenjar getah bening, tulang,

sendi, ginjal, hati, atau selaput otak.

Salah satu upaya dari banyak upaya pemberantasan penyakit TB ialah

imuniasi BCG. Dengan imunisasi BCG diharapkan penyakit TB dapat berkurang

dan kejadian TB yang berat dapat dihindari (Andersen, 2014).

a. Dosis pemberian imunisasi BCG

Dosis 0,05 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa.

Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi

biasanya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada

anak dan orang dewasa jika sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil

negatif (Andersen, 2014).

b. Cara Pemberian Imunisasi BCG

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir,

sampai bayi berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0 – 2 bulan.

Hasil yang memuaskan terlihat apabila diberikan menjelang umur 2

bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan 1 kali saja, pada anak yang

berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji mantoux

sebelum imunisasi BCG, gunanya untuk mengetahui apakah untuk

mengetahui apakah ia telah terjangkit penyait TB. Seandainya hasil uji

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapatkan imunsasi

BCG Tetapi bila imunisasi dilakukan secara masal, maka pemberian

suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji mantoux terlebih

dahulu.

Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa faktor, seperti segi

teknis penyuntikan BCG, keberhasilan program imunisasi, segi

epidemiologis dan lain-lain. Penyuntikan BCG tanpa dilakukan uji

mantoux pada dasarnya tidaklah membahayakan. Bila pemberian

imunisasi BCG itu berhasil, setelah beberapa minggu ditempat suntikan

akan terdapat suatu benjolan. Tempat suntikan itu kemudian berbekas.

Kadang-kadang benjolan tersebut bernanah, tapi akan menyembuh

ssendiri meskipun lambat. Sesuai kesepakatan maka biasanya

penyuntikan BCG dilakukan di lengan kanan atas karena luka suntikan

meninggalkan bekas dan mengingat segi kosmetiknya, pada bayi

perempuan dapat diminta sutikan di paha kanan atas (Andersen, 2014).

c. Reaksi Imunisasi

Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam. Bila

ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan

lain.

Untuk hal ini dianjurkan agar anda berkonsultasi dengan dokter :

1. Tanda Keberhasilan Vaksinasi

Tanda keberhasilan vaksinasi BCG berupa bisul kecil dan bernanah

pada daerah bekas suntikan yang muncul setelah 4-6 minggu.

Benjolan atau bisul setelah vaksinasi BCG memiliki ciri yang sangat

khas dan berbeda dari bisul pada umumnya. Bisul tersebut tidak

menimbulkan rasa nyeri, bahkan bila disentuh pun tidak terasa sakit.

Tak hanya itu, munculnya bisul juga tak diiringi panas. Selanjutnya,

bisul tersebut akan mengempis dan membentuk luka parut (Wang,

2012).

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

2. Bila Ada Reaksi Berlebih

Tingkatkan kewaspadaan bila ternyata muncul reaksi berlebih pasca

vaksinasi BCG. Misal, benjolan atau bisul itu lama tidak sembuh-

sembuh dan menjadi koreng atau, malah ada pembengkakan pada

kelenjar di aksila. Ini dapat merupakan pertanda si anak pernah

terinfeksi TB sehingga menimbulkan reaksi berlebih setelah divaksin

Sebaiknya segera periksakan kembali ke dokter. Penting diketahui,

setiap infeksi selalu diikuti oleh pembesaran kelenjar limfe setempat

sehingga bisa diraba. Jadi infeksi ringan akibat vaksinasi di lengan

atas akan menyebabkan pembesaran kelenjar limfe aksila. Jika

infeksi terjadi pada pangkal paha, akan terjadi pembesaran kelenjar

limfe di lipatan paha. Namun efek samping ini tidak terjadi pada

semua bayi. Yang berisiko apabila bayi tersebut sudah terinfeksi TB

sebelum vaksinasi (Wang, 2012).

3. Bila Tak Timbul Benjolan

Orang tua tak perlu khawatir bila ternyata tidak muncul

bisul/benjolan di daerah suntik. Jangan langsung beranggapan bahwa

vaksinasinya gagal. Bisa saja itu terjadi karena kadar antibodinya

terlalu rendah, dosis terlalu rendah, daya tahan anak sedang menurun

(misalnya anak dengan gizi buruk) atau kualitas vaksinnya kurang

baik akibat cara penyimpanan yang salah. Meski begitu, antibodi

tetap terbentuk tetapi dalam kadar yang rendah di daerah endemis

TB seperti Indonesia, infeksi alamiah akan selalu ada booster-nya

(ulangan vaksinasi) bisa didapat dari alam, asalkan anak pernah

divaksinasi sebelumnya (Wang, 2012).

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

d. Efek Samping

Umumnya pada imunisasi BCG jarang dijumpai akibat samping.

Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang

terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat. Bila

suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar

terdapat di aksila atau leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat

menimbulkan pembengkakan kelenjar di selangkangan. Komplikasi

pembengkakan kelenjar ini biasanya disebabkan karena teknik

penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam.

Setelah bayi diberikan imunisasi BCG akan terjadi pembengkakan kecil

dan merah pada tempat suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu,

pembengkakan akan menjadi abses kecil dan menjadi luka. Luka akan

sembuh dengan sendiri dalam waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka

parut. Apabila dosis yang diberikan timggi maka ulkus yang terbentuk

juga lebih besar dan apabila suntikan terlalu dalam maka luka parut

yang tertarik ke dalam (Eisenhut, 2014).

e. Kontraindikasi

Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak

yang berpenyakit TB atau menunjukkan uji Mantoux positif

(Eisenhut,2014).

1. Pemberian imunisasi BCG biasanya dilakukan sedini mungkin,

dalam waktu beberapa hari setelah bayi lahir.

2. Cara pemberian imunisasi BCG bagi perorangan berlainan dengan

pemberian secara masal.

3. Imunisasi BCG secara masal tanpa didahului uji Mantoux, tidak

membahayakan.

4. Dengan imunisasi BCG anak anda diharapkan akan bebas terjangkit

penyakit TB. Setidak-tidaknya ia terhindar dari penyakit TB yang

berat dan parah.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meningitis Tuberkulosisrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56150/4/Chapter II.pdf · obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

Gambar 2.2. Jadwal Pemberian Imunisasi

Sumber : Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2014