39
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANALISIS HIDROLOGI Analisis hidrologi merupakan suatu hal yang penting dalam perencanaan sistem waduk. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya inflow sistem waduk yang akan dibuat atau dikembangkan berdasarkan batas-batas DAS daerah studi. 2.1.1 CURAH HUJAN BULANAN Untuk mendapatkan curah hujan suatu daerah diperlukan data pengamatan yang biasanya didapat dari stasiun hujan. Setiap stasiun hujan memiliki radius tertentu dimana data hujan yang ada masih berlaku. Ada kalanya untuk suatu daerah yang luas diperlukan data pengamatan dari beberapa stasiun hujan. 2.1.1.1 Uji Konsistensi Data Hujan Pada dasarnya metoda pengujian tersebut merupakan pembandingan data stasiun yang bersangkutan dengan data stasiun lain di sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan asumsi perubahan meteorologi tidak akan menyebabkan perubahan kemiringan garis hubungan antara data stasiun tersebut dengan data stasiun di sekitarnya, karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut terpengaruh kondisi yang sama. Konsistensi data-data hujan bagi masing-masing stasiun dasar (stasiun yang akan digunakan untuk menguji) harus diuji terlebih dahulu dan yang menunjukkan catatan yang tak konsisten harus dibuang sebelum dipergunakan. Konsistensi data hujan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Cara Regresi / Korelasi; Mencari korelasi antara stasiun yang akan diuji konsistensinya dengan data stasiun pembanding. Bila korelasi kedua data mendekati satu maka data tersebut dapat dikatakan konsisten.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANALISIS HIDROLOGI

Analisis hidrologi merupakan suatu hal yang penting dalam perencanaan sistem

waduk. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya inflow sistem

waduk yang akan dibuat atau dikembangkan berdasarkan batas-batas DAS daerah

studi.

2.1.1 CURAH HUJAN BULANAN

Untuk mendapatkan curah hujan suatu daerah diperlukan data pengamatan yang

biasanya didapat dari stasiun hujan. Setiap stasiun hujan memiliki radius tertentu

dimana data hujan yang ada masih berlaku. Ada kalanya untuk suatu daerah yang

luas diperlukan data pengamatan dari beberapa stasiun hujan.

2.1.1.1 Uji Konsistensi Data Hujan

Pada dasarnya metoda pengujian tersebut merupakan pembandingan data stasiun

yang bersangkutan dengan data stasiun lain di sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan

asumsi perubahan meteorologi tidak akan menyebabkan perubahan kemiringan

garis hubungan antara data stasiun tersebut dengan data stasiun di sekitarnya,

karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut terpengaruh kondisi yang sama.

Konsistensi data-data hujan bagi masing-masing stasiun dasar (stasiun yang akan

digunakan untuk menguji) harus diuji terlebih dahulu dan yang menunjukkan catatan

yang tak konsisten harus dibuang sebelum dipergunakan.

Konsistensi data hujan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Cara Regresi / Korelasi; Mencari korelasi antara stasiun yang akan diuji

konsistensinya dengan data stasiun pembanding. Bila korelasi kedua data

mendekati satu maka data tersebut dapat dikatakan konsisten.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-2

b. Cara Masa Ganda; Data hujan pada suatu stasiun akan diuji konsistensinya

dengan meninjau data pos hujan di sekitarnya. Caranya adalah dengan

memplot data hujan kumulatifnya (sebagai absis).

2.1.1.2 Memperkirakan Data Curah Hujan yang Hilang

Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka

perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data tersebut akan dicari dengan

metode perbandingan normal yang memberi rumus sebagai berikut :

n

1 ni

i

xx r .

R

R .

n

1P

dimana :

Px = data hujan yang hilang,

Rx = curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun dimana data yang

hilang dihitung,

ri = curah hujan harian pada stasiun ke-i pada tahun yang hilang,

Ri = curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun ke-i, dan

n = banyaknya stasiun yang datanya tidak hilang pada tahun tersebut.

2.1.1.3 Perhitungan Curah Hujan Wilayah

Untuk mencari curah hujan rata-rata suatu wilayah, ada beberapa metoda yang

umum dipakai, antara lain:

Cara Rata-rata Aljabar

Metode ini adalah yang paling sederhana yaitu dengan merata-ratakan tinggi

curah hujan yang terukur dalam daerah yang ditinjau secara aritmatik.

Keuntungan cara ini adalah lebih obyektif jika dibandingkan dengan cara lain.

Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat

dengan cara lain jika dipakai pada:

- daerah datar

- stasiun-stasiun penakarnya banyak dan tersebar merata, dan jika

- masing-masing data tidak bervariasi banyak dari nilai rata-ratanya

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-3

Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan:

R HH ii

n

= 1

n 1

dimana:

Hi = hujan pada masing-masing stasiun i (1,2,…., n dalam areal

yang

ditinjau).

N = jumlah stasiun,

RH = rata-rata hujan

Cara Poligon Thiessen

Cara ini sering dipakai karena mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur

dengan menyediakan suatu faktor pembobot (weighting factor) bagi masing-

masing stasiun. Cara Poligon Theiessen dapat dipakai pada daerah dataran

atau daerah pegunungan (dataran tinggi) dan stasiun pengamat hujan minimal

ada tiga, sehingga dapat membentuk segitiga.

Koordinat/lokasi stasiun diplot pada peta, kemudian hubungkan tiap titik yang

berdekatan dengan sebuah garis lurus sehingga membentuk segitiga. Garis-

garis bagi tegak lurus dari garis-garis penghubung ini membentuk poligon di

sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan batas luas

efektif yang diasumsikan untuk stasiun tersebut. Luas masing-masing poligon

ditentukan dengan planimetri atau cara lain.

Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan :

R

H L

LH

i ii

n

ii

n = .

1

1

dimana:

Hi = hujan pada masing-masing stasiun 1,2,…., n

Li = luas poligon masing-masing stasiun 1,2,…,n,

n = jumlah stasiun yang ditinjau,

RH = rata-rata hujan.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-4

Kendala terbesar dari metode ini adalah sifat ketidakluwesannya, dimana suatu

diagram poligon Thiessen baru, selalu diperlukan setiap kali terdapat suatu

perubahan dalam jaringan alat ukurnya

Cara Isohyet

Cara ini merupakan cara rasional yang terbaik dalam merata-ratakan hujan

pada suatu daerah, jika garis-garis digambar dengan akurat. Cara ini dapat

dipakai bila stasiun curah hujan cukup banyak dan tersebar merata pada

daerah aliran sungai.

Cara ini agak sulit mengingat proses penggambaran peta isohyet (serupa

dengan garis kontur pada peta topografi) harus mempertimbangkan topografi,

arah angin dan faktor di daerah yang bersangkutan. Lokasi stasiun dan besar

datanya diplot dalam peta, kemudian digambar garis yang menghubungkan

curah hujan yang sama (prosesnya sama dengan penggambaran garis kontur

pada peta topografi) dengan perbedaan interval berkisar antara 10 sampai 20

mm. Luas bagian daerah antara dua garis isohyet berdekatan yang termasuk

bagian-bagian daerah itu kemudian diukur dengan planimetri. Besarnya rerata

curah hujan dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut :

R

H L

LH

i ii

n

ii

n = .

1

1

dimana :

Hi = hujan pada masing-masing stasiun L1,L2,…., Ln

Li = luas bagian-bagian antara garis-garis isohyet

n = jumlah bagian-bagian antara garis-garis isohyet,

RH = rata-rata hujan.

Cara ini akan menjadi lebih sulit jika titik-titik pengamatan hujan itu banyak dan

variasi curah hujan yang cukup besar pada daerah tersebut. Hal ini disebabkan

kemungkinan individual error si penggambar isohyet akan bertambah besar.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-5

2.1.1.4 Analisis Evapotranspirasi

Dalam proses siklus hidrologi, evapotranspirasi merupakan penguapan air total

yang terdiri dari evaporasi dan transpirasi yaitu penguapan air dari : permukaan air

bebas, vegetasi (tumbuh-tumbuhan) dan tanah yang lengas. Penguapan dan

transpirasi merupakan indikasi perubahan-perubahan dalam defisiensi kandungan

air suatu daerah aliran.

Evaporasi adalah konversi air dari keadaan cair menjadi uap. Penguapan ini terjadi

pada tiap keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan

uap. Sementara kecepatan dan jumlah penguapannya tergantung dari :

faktor meteorologi

sifat permukaan benda yang menguap

pengaruh kualitas air (salinitas)

Transpirasi adalah proses dimana tanaman menghisap air dari profil tanah untuk

kemudian melepaskannya ke udara sebagai uap melalui metabolisme tanaman.

Hanya sebagian kecil saja dari air yang diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan

sebagai uap melalui transpirasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi transpirasi adalah sebagai berikut:

ketersediaan air

pengaruh meteorologi

jenis, cara penanaman dan kerapatan tanaman

2.1.2 CURAH HUJAN RENCANA

Dari data hujan harian maximum dilakukan analisa curah hujan rencana maximum.

Data ini selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan debit banjir rencana. Curah

hujan rencana diambil untuk periode ulang 5, 10, 20, 50, 100, 200, 500, 1000 tahun

dan PMP (Probable Maximum Precipitation).

Perhitungan curah hujan maksimum dilakukan dengan menggunakan Metoda

Gumbel, Metoda Log Pearson III, dan Log Normal 2 Parameter untuk masing-

masing stasiun. Cara perhitungan dari ketiga metoda diatas adalah sebagai berikut:

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-6

n

xilog

x

SC

x

v log=

log

)1(

)log(log 2

n

xx i

x

Metoda Distribusi Normal

Secara sederhana fungsi kerapatan peluang distribusi normal adalah sebagai

berikut:

Xt = Xi + KT.Si

Dimana:

Xi = Data ke-i

Si = Standar deviasi

Cs = Koefisien skewness

KT = Faktor sifat distribusi Pearson Type III, yang merupakan fungsi dari

besarnya Cs = 0

Metoda Log Normal 2 Parameter

Persamaan Log Normal 2 Parameter yang digunakan adalah:

log XTR = log + k.Slogx

Slogx =

log =

Dimana:

XTR = besarnya curah hujan dengan periode ulang t

n = jumlah data

log = curah hujan harian maksimum rata-rata dalam harga logaritmik

k = faktor frekuensi dari Log Normal 2 parameter, sebagai fungsi

dari koefisien variasi, Cv dan periode ulang t

Slogx = standard deviasi dari rangkaian data dalam harga

logaritmiknya

Cv = koefisien variasi dari log normal 2 parameter

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-7

XTR kLogXLogX log*

n

LogXLogX

1

2

log n

LogXLogXS X

3

3

.2.1 LogXSnn

LogXLogXnG

Metoda Distribusi Pearson Type III

Secara sederhana fungsi kerapatan peluang distribusi Pearson Type III adalah

sebagai berikut:

Xt = Xi + KT.Si

Dimana:

Xi = Data ke-i

Si = Standar deviasi

Cs = Koefisien skewness

KT = Faktor sifat distribusi Pearson Type III, yang merupakan fungsi dari besarnya Cs yang ditunjukan pada tabel .

Metoda Log Pearson III

Distribusi Log Pearson III, adalah :

dimana:

X = Curah hujan (mm)

X

= Curah hujan rata-rata

TR = Perioda ulang

k = faktor frekuensi tertentu f(G,TR) lihat tabel

G = Koefisien kemencengan

n = Jumlah data

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-8

XTT SKXX .

1

2

n

xiXSX

1lnln5772.0

6

T

TKT

Metoda Gumbell

Persamaan Distribusi Gumbel, adalah:

dimana :

XT = curah hujan maksimum dalam periode ulang T

X

= curah hujan rata-rata

KT = Koefisien dispersi

Sx = Standar Deviasi

T = Periode Ulang

2.1.3 ANALISA LENGKUNG DEBIT ALIRAN SUNGAI

Data aliran debit pada sungai merupakan data dasar yang sangat penting untuk

perancangan pemanfaatan air.

Lengkung debit (Rating Curve) adalah hubungan antara debit Q (m3) dengan tinggi

muka air h (m) pada suatu penampang sungai. Lengkung debit dapat dibuat

berdasarkan data pengukuran debit dengan melakukan pengukuran pada berbagai

ketinggian muka air, dengan menggunakan alat pengukur kecepatan air (current

meter).

Jika tidak dapat dilakukan pengukuran dengan alat tersebut, maka dengan

menggunakan pendekatan rumus hidrolika aliran seragam (uniform flow) dari

Chezy:

V = C. R 21 .S 21

Q = A.V = A.C. . R 21 .S 21

dengan :

V = kecepatan aliran (m/dt)

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-9

Q = debit aliran (m3/dt)

C = koefisien kekasaran chezy

S = slope permukaan air

A = luas penampang melintang air

R = A/O = jari-jari hidrolis (m)

O = keliling basah (m)

Langkah pertama untuk menentukan lengkung debit adalah mengumpulkan data

yang menunjukkan variabel peubah dari yang diamati, yaitu debit Q dan tinggi muka

air h. Langkah selanjutnya membuat diagram pencar (scatter diagram) dari data

hasil pengamatan pada sistem salib sumbu xy. Dari diagram pencar tersebut, dapat

dibayangkan suatu bentuk lengkung yang mendekati data masukan. Lengkung

pendekatan tersebut umumnya disebut regresi, yaitu suatu lengkung berbentuk

persamaan matematik yang dipakai untuk menghitung besarnya nilai Q terhadap

nilai h.

Persamaan yang dapat digunakan untuk pendekatan lengkung debit adalah Regresi

Logaritmik dengan persamaan dasar :

Q = a. hb

Untuk menyelesaikan pers tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :

Log Q = Log a + b log h

Atau :

Q = a (h – h0)b

Log Q = Log a + b Log ( h – h0 )

Sn = standar deviasi

2.1.4 DISTRIBUSI HUJAN

Distribusi hujan jam-jaman dengan interval tertentu perlu diketahui untuk

menghitung hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan.

Prosentase distribusi hujan dihitung dengan rumus Mononobe :

2 /3. /

. ( 1). ( 1)oRT R t T

R T Ri t R t

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-10

dimana :

Rt = rerata hujan dari awal sampai T (mm)

T = waktu mulai hujan hingga ke-T (jam)

R0 = hujan harian rerata

R24 = curah hujan netto dalam 24 jam (mm)

t = waktu konsentrasi (jam)

Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan persamaan-persamaan :

Rumus Kinematik :

Tc = 0.93 Si

nL3.04.0

6.06.0 .

Rumus Barnsby Williams :

Tc = 21.3 2.04.0 .

1

5280 SA

L

2.1.5 KOEFISIEN PENGALIRAN

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah

pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun

karakteristik yang dimaksud adalah :

Keadaan hujan

Luas dan bentuk daerah aliran

Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai

Daya infiltrasi dan perkolasi tanah

Kebasahan tanah

Suhu udara dan angin evaporasi

Tata guna lahan

Dr. Kawakami menyusun sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk sungai-

sungai tertentu koefisien itu tidak tetap tetapi tergantung dari curah hujan.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-11

'1'

1 fRt

Rf

dimana :

f = koefisien pengaliran

f’ = laju kehilangan = Rst

Rt = jumlah curah hujan (mm)

R’ = kehilangan curah hujan

,s = tetapan

tRff

s1'1

2.1.6 HUJAN NETTO (EFEKTIF)

Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct

run-off). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan permukaan (surface run-off)

dan interflow (air yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah

dengan permeabilitas rendah, yang keluar lagi di tempat yang lebih rendah dan

berubah menjadi limpasan permukaan).

Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung

mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat

dinyatakan sebagai berikut :

Rn = C x R

dengan :

Rn = hujan netto

C = koefisien limpasan

R = intensitas curah hujan

2.1.7 ANALISIS HIDROGRAF SATUAN

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpahan langsung yang dihasilkan oleh hujan

lebih (excess rainfall) yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap

dalam satuan waktu. Setiap DAS atau daerah tangkapan hujan memiliki hidrograf

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-12

satuan yang khas sesuai dengan karakteristiknya. Untuk penerapan metode

hidrograf satuan ada beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan :

Presipitasi hanya berasal dari air hujan, bukan dari melelehnya salju.

Pada daerah tangkapan hujan tidak terdapat tampungan-tampungan besar yang

dapat berakibat mengganggu hubungan linier antara tampungan dengan debit.

Bila curah hujannya tidak seragam (non uniform), hidrograf satuan tidak akan

memberikan hasil yang baik.

2.1.7.1 Hidrograf Satuan Nakayasu

Hidrograf satuan Nakayasu memiliki beberapa karakteristik pada daerah alirannya

yaitu:

Perbedaan waktu dari permulaan hujan sampai puncak hujan hidrograf.

Perbedaan waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf.

Perbedaan waktu hidrograf (time base hydrograph).

Luas daerah aliran sungai.

Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel).

Koefisien pengaliran.

Rumus dari hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut:

).3,0(6,3

..

3,0

0

TT

RACQ

pp

dimana :

Qp = debit puncak banjir (m3/det)

Ro = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sam-pai

30% dari debit puncak

A = luas daerah pengaliran sampai outlet

C = koefisien pengaliran

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-13

Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut:

Tp = tg + 0,8 tr

T0,3 = tg

tr = 0,5 tg sampai tg

tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam) dimana

tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut.

Sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg = 0,4 + 0,058 L

Sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7

dimana :

tr = Satuan waktu hujan (jam)

= Parameter hidrograf, untuk

= 2 Pada daerah pengaliran biasa

= 1,5 Pada bagian naik hidrograf lambat dan turun cepat

= 3 Pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat

Pada waktu kurva naik : 0 < t < Tp

pp

t QT

tQ 4,2)(

dimana :

Q(t) = Limpasan sebelum mencari debit puncak (m3)

t = Waktu (jam)

Pada waktu kurva turun

a. Selang nilai: )( 3,0TTt p

3,0

)(

)( 3,0. T

Tt

pt

p

QQ

b. Selang nilai: )5,1()( 3,03,03,0 TTTtTT pp

3.0

3,0

5,1

)5,0(

)( 3,0. T

TTt

pt

p

QQ

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-14

c. Selang nilai: t > (Tp+T0,3 + 1,5 T0,3)

3,0

3,0

2

)5,0(

)( 3,0.T

TTt

pt

p

QQ

Rumus tersebut di atas merupakan rumus empiris, maka penerapannya terhadap

suatu daerah aliran harus didahului dengan suatu pemilihan parameter-parameter

yang sesuai yaitu Tp dan , dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola

hidrograf yang sesuai dengan hidrograf banjir yang diamati.

2.1.8 HIDROGRAF BANJIR RANCANGAN

Hidrograf banjir untuk berbagai kala ulang dapat dihitung berdasarkan hidrograf

satuan yang didapat dari metode di atas (menggunakan metode Nakayasu), dengan

rumus sebagai berikut :

Qx = U1Ri = U2Ri-1 + U3Ri-2 + …+ UnRi-n+1 + Bf

dengan :

Qx = ordinat hidrograf banjir pada jam ke-k

Un = ordinat hidrograf satuan

Ri = hujan netto pada jam ke-i

Bf = aliran dasar (base flow)

Rumus hidrograf tersebut dalam bentuk matriks disajikan pada Tabel 2-1 di bawah.

Tabel 2-1. Formulasi hidrograf banjir rancangan

Hidrograf Satuan R1 R2 Rn Rm Base Flow Debit

(m3/det) (mm) (mm) (mm) (mm) (m3/det) (m3/det)

q1 q1.R1

q2 q2.R1 q1.R2

q3 q3.R1 q2.R2 …… q4 q4.R1 q3.R2 …… q5 q5.R1 q4.R2 ……

……. ….. q5.R2 …… qn qn.R1 ……..

……

qn.R2 ……

……

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-15

)1+(=

N

rP

2.1.9 PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

Untuk mendapatkan tinggi air dan besarnya debit yang melimpah di atas spillway

dan juga rencana tinggi bendungan maka dilakukan penelusuran banjir yang

didasarkan pada hubungan antara elevasi muka air bendungan, luas genangan,

besarnya tampungan serta debit inflow yang masuk ke dalam bendungan. Rumus

yang digunakan sebagai berikut :

1 2 1 21 22 2 2

I I Q Qt S t S t

S1 adalah tampungan waduk pada permulaan periode penelusuran yang diukur dari

dalam datum fasilitas pengeluaran (puncak pelimpah). Q1 adalah debit keluar pada

permulaan periode penelusuran.

Fasilitas pengeluarannya berupa bangunan pelimpah (spillway), maka digunakan

rumus berikut :

Q = C.B.H3/2

Dimana :

C = koefisien debit bangunan pelimpah (m1/2/s)

B = lebar ambang bangunan pelimpah (m)

H = tinggi energi di atas ambang bangunan (m)

2.1.10 ANALISA DEBIT ANDALAN

Setelah sata debit aliran bulanan pada kurun waktu yang cukup panjang tersebut

diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis frekuensi mengenai debit aliran rendah,

yaitu debit aliran pada musim kemarau di tahun kering rata–rata, tahun kering 5

tahunan (Q 80%) dan kering 10 tahunan (Q 95%).

Debit andalan dianalisis dengan menggunakan kurva durasi aliran (flow duration

curve) dengan Plotting position (sumbu X) ditentukan menggunakan rumus Weibull

sebagai berikut:

dimana:

P = peluang

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-16

r = urutan data dari besar ke kecil

N = jumlah data

Tahap awal analisis adalah debit hasil simulasi diurutkan dari besar ke kecil dan

kemudian dihitung peluangnya berdasarkan rumus diatas.

2.2 ANALISA KEBUTUHAN AIR

2.2.1 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi menggunakan standar perhitungan Ditjen

Sumber Daya Air (KP-01) dengan langkah sebagai berikut:

Perhitungan Evapotranspirasi Acuan (Eto), digunakan metode Penmann.

Perkiraan koefisien tanaman (Kc), didapatkan dari tabel.

Perkiraan kebutuhan air untuk pentiapan lahan (LP).

Untuk palawija LP=0.

Kebutuhan air selama penyiapan lahan menggunakan rumus Van de Goor dan

Zijlstra (1968) sebagai berikut:

dimana:

LP = kebutuhan air pada masa penyiapan lahan, mm/hari

M = kebutuhan air sebagai kompensasi kehilangan air akibat evaporasi dan

perkolasi yang sudah dijenuhkan, M=Eo+P, dalam mm/hari

Eo = evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan yang diambil 1,1xEto

mm/hari

P = perkolasi

k = S

TM .

T = jangka waktu penyiapan lahan, dalam hari

1

.k

k

e

eMLP

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-17

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan penggantian lapisan

air 50 mm yakni 200+50 = 250 mm

Perhitungan penggunaan komsumtif : Etc = Kc*Eto

Perkiraan penggantian air (WLR). Untuk palawija WLR=0, WLR ini sudah

dimasukkan dalam perhitungan LP

Perkiraan perkolasi (P)

Perkiraan hujan Efektif (Re)

Perhitungan kebutuhan bersih air di sawah untuk tanaman padi (NFR)

64,8ec RPLPEt

NFR l/dt/ha

Perhitungan kebutuhan air di intake (DR) = irigasieff

NFRl/dt/ha

2.2.2 PREDIKSI SUPLAI AIR BAKU

A. Kebutuhan Air Industri

Kebutuhan air untuk industri diestimasikan berdasarkan jumlah karyawan

perusahaan/industri dikalikan dengan kebutuhan air per karyawan. Kebutuhan air

untuk karyawan industri rata-rata adalah 500 l/hari. Menurut study yang dilakukan

oleh Nippon Koei, Co.Ltd (The Study on Ciujung-Cidurian Intergrated Water

Resources in Indonesia), jumlah karyawan industri dipengaruhi oleh tingkat ekonomi

perkembangan pengelolaan (management) sumber daya air, dan perencanaan

lahan yang terbatas. Berdasarkan pada Pedoman Konstruksi dan Bangunan

Departemen Kimpraswil, kebutuhan air untuk industri dihitung dengan rumus :

Qindustri = 0,51 L/det/ha × Luas area industri

B. Kebutuhan air penduduk

Jumlah penduduk akan menentukan besar kebutuhan air baku. Rumus matematis

yang digunakan untuk proyeksi jumlah penduduk adalah :

Pt = Po (1+r)t

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-18

Dimana:

Pt = jumlah penduduk pada tahun ke-t

Po = jumlah penduduk pada tahun dasar hitungan (tahun ke-0)

r = tingkat pertumbuhan penduduk

t = jumlah tahunan antara tahun proyeksi dengan tahun dasar

hitungan.

Kebutuhan air DMI/RKI diprekirakan dari perkalian antara proyeksi jumlah penduduk

dengan jumlah (tingkat) pemanfaatn air per kapita, sebagaimana dirumuskan

sebagai berikut :

rPrq

uPuq

DMIQ10001000

hari 365)(

Dimana:

Q (DMI) = Kebutuhan air untuk kebutuhan domestic dan non domestik

q(u) = Konsumsi air pada daerah perkotaan (liter/kapita/hari)

q(r) = Konsumsi air pada daerah pedesaan (liter/kapita/hari)

P(u) = Jumlah penduduk Kota

P(r) = Jumlah penduduk Pedesaan

2.3 BENDUNGAN

Bendungan merupakan bangunan utama pada waduk yang memiliki 2 (dua) fungsi

dasar sebagai berikut :

Sebagai bangunan yang menahan air sehingga air akan menggenang dan dapat

ditampung di waduk.

Sebagai bangunan yang meninggikan muka air. Muka air yang tinggi merupakan

sebuah potensi energi yang bisa dimanfaatkan, terutama untuk menghasilkan

atau membangkitkan energi listrik.

Bendungan dapat diklasifikasikan menurut bahan konstruksinya sebagai berikut :

Bendungan timbunan atau urugan (embankment dam).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-19

Bendungan beton (concrete dam).

2.3.1 BENDUNGAN URUGAN (EMBANKMENT DAM)

Bendungan urugan (urugan tanah atau batu) menggunakan bahan alamiah dengan

pengolahan minimum dan dapat dibangun dengan peralatan primitif pada keadaan

bahan-bahan bangunan lain tidak ada atau tidak praktis untuk didatangkan. Maka

tidaklah aneh bila bendungan yang dikenal paling awal ialah bendungan urugan.

Secara umum, ilustrasi dari sebuah bendungan urugan dapat dilihat pada Gambar

2-1 di bawah ini. Adapun unsur-unsur pokok dari sebuah bendungan urugan

meliputi :

Penghalang kedap air (impervious barrier) yang berupa inti (core) atau lapisan

permukaan (facing). Bagian ini berfungsi untuk menghalangi aliran rembesan

air.

Satu atau lebih zona (zones) dari material struktural dan shells yang berfungsi

menunjang dan memberi kestabilan kepada core.

Lapisan transisi atau filter (filter zones) yang berada di antara core dan shells.

Gambar 2-1. Potongan melintang sebuah bendungan urugan

Bendungan urugan dapat dibedakan menurut bahan timbunannya, yaitu bendungan

urugan tanah (earthfill dam) dan bendungan urugan batu (rockfill dam).

Bendungan urugan batu (rockfill dam) adalah bendungan urugan yang sekurang-

kurangnya setengah material urugannya terdiri dari batu. Ada dua jenis bendungan

urugan batu, yaitu :

Bendungan urugan batu dengan inti kedap air (impervious core).

Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di sebelah depan (impervious

facing).

Bendungan urugan batu dengan inti kedap air memiliki bagian-bagian yang terdiri :

Inti kedap air (impervious core)

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-20

Inti kedap air dapat diletakkan secara vertikal atau menyudut (sloping core).

Lapisan transisi (filter) sebagai pelindung bagian inti

Bagian inti harus dipisahkan dari urugan batu oleh suatu ‘saf’ peralihan yang

tersusun berangsur-angsur dari bahan halus ke bahan yang lebih kasar. Filter

diperlukan di bagian hulu dan bagian hilir dari inti (core). Filter sebelah hilir

melindungi terhadap piping (terbentuknya rongga yang berbentuk pipa), yang

disebabkan oleh rembesan air hujan dan juga oleh erosi akibat perkolasi air

hujan. Lapisan transisi atau filter disusun dengan gradasi ke arah luar yang

berangsur-angsur berubah dari halus menjadi kasar (pasir – kerikil – batu).

Zona shell

Gambar 2-2. Potongan melintang sebuah bendungan urugan dengan impervious core

Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di sebelah depan, pada

bagian depannya (hulu) terdapat impervious upstream facing, yang dapat dibuat

dengan menggunakan aspal atau beton. Suatu lapisan batu yang ditata secara

baik atau yang dipadatkan dengan baik diperlukan untuk mendukung impervious

facing. Lapisan pendukung tersebut berfungsi untuk meneruskan tekanan air

dari waduk secara merata ke timbunan batu. Dengan adanya impervious

upstream facing, gaya-gaya tekanan air akan mengarah ke pondasi sehingga

meningkatkan stabilitas terhadap longsor. Apabila dibangun dengan baik,

bocoran air juga akan minimal.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-21

Gambar 2-3. Potongan melintang sebuah bendungan urugan dengan impervious facing

2.3.2 BENDUNGAN BETON (CONCRETE DAM)

Bahan konstruksi bendungan beton (concrete dam) dapat berupa beton bertulang

(reinforced concrete) atau beton tak bertulang (unreinforced concrete). Concrete

dam secara umum dapat dibedakan sebagai berikut :

• Gravity dam (bendungan gaya berat/gravitasi).

• Arch dam (bendungan pelengkung/busur).

• Buttress dam (bendungan berpenopang).

Bendungan beton gravitasi atau gaya berat (gravity dam) merupakan jenis

bendungan yang bergantung pada berat sendirinya untuk kestabilan bendungan itu.

Denah atau tampak atas gravity dam umumnya lurus, walaupun ada juga yang

didesain sedikit melengkung pada bagian depannya (curved gravity dam).

Jenis bendungan beton gaya berat akan dipilih jika pondasinya merupakan lapisan

batu yang keras dan jika kualitas dan kuantitas (jumlah) dari bahan urugan tidak

memadai serta tidak cukup banyak.

Bagian hulu gravity dam biasanya didesain vertikal atau tegak untuk memusatkan

berat bendungan pada bagian hulu, sedangkan bagian hilirnya memiliki kemiringan

yang lebih landai.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-22

Gambar 2-4. Potongan melintang sebuah gravity dam

Suatu bendungan pelengkung/busur (arch dam) ialah bendungan yang tampak atas

atau denahnya melengkung dan sebagian besar dari dorongan atau beban air yang

bekerja pada bendungan disalurkan ke tumpuan-tumpuannya berdasarkan gaya

busur, sehingga penampang melintang bendungan busur lebih tipis daripada

bendungan gravitasi. Bendungan busur hanya bisa digunakan pada lembah yang

sempit yang dindingnya mampu menahan dorongan yang ditimbulkan oleh gaya

busur tersebut. Gaya dorong yang timbul menuntut kemampuan dinding-dinding

jurang yang bersangkutan untuk menahan gaya busur tersebut.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-23

Gambar 2-5. Konstruksi Bendungan Alder (City of Tacoma, Washington)

yang merupakan tipe arch dam.

Gambar 2-6. Ilutrasi gaya pada sebuah bendungan busur

Terdapat dua jenis utama bendungan busur, yaitu bendungan busur dengan pusat

tetap atau pusat berubah. Ilustrasi dari kedua jenis bendungan busur tersebut dapat

dilihat pada Gambar 2-7.

Bendungan busur dengan pusat tetap (constant-center arch dam), yang dikenal juga

sebagai bendungan busur berjari-jari tetap (constant radius), biasanya memiliki

permukaan bagian hulu yang vertikal atau tegak, walaupun kemiringan tertentu

dapat juga direncanakan di dekat dasar bendungan. Lengkung dalam dari busur

biasanya (tetapi tidak selalu) konsentrik dengan lengkung luarnya.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-24

Bendungan busur dengan pusat berubah (variable-radius arch dam), yang dikenal

juga sebagai bendungan busur bersudut tetap (constant-angle arch dam), adalah

bendungan dengan radius/jari-jari lengkung luar yang mengecil dari atas ke bawah

(variable radius), sehingga sudut di dalamnya hampir tetap (constant angle) untuk

memastikan efisiensi busur yang maksimum pada semua elevasi.

Gambar 2-7. Constant-center arch dam dan constant-angle arch dam.

Constant-angle arch dam (sudut tetap) sangat tepat untuk jurang berbentuk V,

karena kekuatan busur dapat diandalkan pada semua elevasi. Jenis bendungan

busur dengan pusat tetap (constant-center arch dam) dipilih untuk jenis jurang

berbentuk U, karena kekuatan dinding tiang akan memikul sebagian besar beban

pada bagian bawah. Cetakan beton untuk constant-center arch dam jauh lebih

mudah dibentuk, tetapi tambahan efisiensi busur pada constant angle arch dam

akan menghasilkan penghematan jumlah beton yang digunakan. Suatu bendungan

berpenopang (buttress dam) terdiri dari suatu membran miring yang menyalurkan

beban dari air ke rangkaian penopang yang tegak lurus terhadap sumbu

bendungan.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-25

Buttress dam biasanya hanya membutuhkan antara sepertiga hingga separuh dari

jumlah beton yang dibutuhkan untuk membangun bendungan gaya berat yang ting-

ginya sebanding. Namun, hal tersebut tidak berarti konstruksi buttress dam akan

lebih murah, karena lebih banyaknya pekerjaan pembuatan cetakan dan

penulangan yang harus dilakukan. Sebuah buttress dam kurang masif dibandingkan

dengan gravity dam, maka tekanan pondasinya akan lebih kecil, sehingga buttress

dam dapat digunakan pada pondasi yang terlalu lunak untuk memikul gravity dam.

Tinggi suatu buttress dam dapat ditambah dengan memperpanjang penopang

maupun pelat-pelatnya. Oleh karena hal itu, buttress dam sering digunakan bila

direncanakan adanya penambahan kapasitas waduk di kemudian hari.

Terdapat beberapa jenis buttress dam, yang terpenting di antaranya adalah tipe

pelat datar dan busur berganda (multiple arch). Perbedaannya adalah pada jenis

pelat datar, penahan airnya berupa serangkaian pelat beton bertulang datar,

sedangkan pada tipe busur berganda, penahan airnya berupa rangkaian busur yang

memungkinkan jarak yang lebih renggang di antara penopang-penopangnya.

Gambar 2-8. Bendungan Bartlett, Arizona, suatu bendungan tipe buttress multiple-arch dam

2.4 PELIMPAH (SPILLWAY)

Dalam perencanaan suatu bendungan, haruslah dipikirkan cara untuk mengalirkan

air menuju ke hilir. Pelimpah banjir diperlukan untuk mengalirkan air saat banjir.

Fungsi utama bangunan pelimpah (spillway) pada sebuah waduk adalah untuk

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-26

melepaskan kelebihan air atau air banjir yang tidak dapat lagi ditampung oleh

waduk. Suatu spillway haruslah memiliki kapasitas untuk mengalirkan banjir besar

tanpa merusak bendungan ataupun bangunan-bangunan pelengkap lainnya.

Spillway juga harus menjaga muka air waduk tetap di bawah tinggi maksimum yang

ditetapkan. Kapasitas debit yang dapat ditanggung oleh spillway tergantung pada

desain banjir rencana pelimpah itu, kapasitas pengaliran dari bangunan pelepasan,

dan simpanan yang tersedia. Penetapan nilai desain debit banjir rencana berkaitan

dengan tingkat pengamanan yang harus dipenuhi oleh waduk, yang pada akhirnya

tergantung pada jenis bendungan, letaknya, serta akibat-akibat yang terjadi apabila

bendungan itu jebol. Suatu bendungan tinggi yang menampung air dalam jumlah

yang besar dan terletak di hulu suatu daerah pemukiman haruslah mempunyai

tingkat pengamanan yang jauh lebih tinggi daripada suatu bendungan yang

menampung air sedikit dan daerah hilirnya tidak berpenduduk.

Komponen-komponen dari sebuah spillway meliputi:

Entrance channel, merupakan bagian tempat masuknya air dari waduk. Air itu

selanjutnya akan disalurkan menuju control structure.

Control structure, merupakan bagian yang mengontrol aliran air yang keluar dari

waduk.

Discharge channel, merupakan saluran yang membawa aliran air (setelah

melewati control structure) menuju saluran pembuang yang berada di hilir atau

bawah bendungan.

Terminal structure, merupakan komponen yang berguna meredam energi dari

aliran air yang deras untuk mencegah terjadinya erosi dan scouring di saluran

pembuang atau saluran hilir.

Outlet channel, merupakan saluran yang membawa aliran air keluar menuju

sungai.

Spillway dapat diklasifikasikan sebagai pelimpah yang dapat terkendali

(controlled spillway) dan tidak terkendali (uncontrolled spillway); spillway yang

terkendali dilengkapi dengan pintu air mercu atau sarana-sarana lainnya,

sehingga laju atau kecepatan aliran air keluarnya dapat diatur.

Macam-macam spillway yang dikenal antara lain sebagai berikut :

Overflow dan free-overfall (straight drop) spillway.

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-27

Ogee (overflow) spillway.

Chute spillway.

Side channel spillway.

Drop inlet (Shaft atau Morning Glory) spillway.

Tunnel spillway.

Overflow dan free-overfall (straight drop) spillway

Suatu bangunan pelimpah jenis peluap (overflow spillway) ialah suatu bagian

bendungan yang dirancang untuk dapat melewatkan air di atas mercunya. Pelimpah

jenis ini banyak digunakan pada bendungan gaya berat, bendungan busur, dan

bendungan berpenopang. Beberapa bendungan urugan mempunyai suatu bagian

yang berupa beton dengan sifat gaya berat yang berfungsi sebagai pelimpah banjir.

Tipe overflow spillway yang cukup umum adalah yang memiliki mercu bendung

berbentuk lengkung (ogee shaped). Tipe ini disebut ogee (overflow) spillway.

Gambar 2-9. Pelimpah banjir dengan puncak yang berbentuk lengkung.

Pada pelimpah jenis overflow spillway ini, aliran air yang melalui spillway akan jatuh

bebas secara langsung melewati puncak/mercu pelimpah, sehingga pelimpah ini

sering juga diberi istilah free-overfall (straight drop) spillway. Karakteristik dari

spillway tipe ini meliputi:

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-28

Cocok pada bendung pelengkung yang tipis atau bendung dengan puncak yang

memiliki bagian hilir yang nyaris vertikal.

Aliran yang melalui pelimpah akan jatuh bebas.

Sebuah kolam olakan perlu dibangun di dasar ketinggian jatuh bebas.

Loncatan hidrolik dapat terbentuk pada bagian datar jika tailwater memiliki

kedalaman yang cukup.

Permasalahan hidrolik utama yang sering muncul dalam desain pelimpah tipe

ini adalah karakteristik dari pengaturan dan peredaman energi aliran di hilir.

Aliran di bagian hilir perlu diredam energinya. Cara meredam energi tersebut

antara lain dapat ditempuh dengan jalan membentuk loncatan hidrolik, membuat

kolam olakan, atau membuat bendung tambahan.

Chute spillway

Chute spillway atau pelimpah banjir tipe peluncur memungkinkan aliran yang

melimpah di atas mercu pelimpah untuk mengalir pada suatu saluran terbuka yang

curam yang disebut peluncur atau terusan. Saluran terbuka tersebut biasanya

dibuat dari pelat-pelat beton bertulang.

Bangunan semacam ini relatif ringan dan cocok untuk bendungan urugan dengan

kondisi topografi yang mendukung untuk dibangunnya chute spillway tersebut. Bila

kemiringan peluncur dapat disesuaikan terhadap keadaan topografi daerahnya,

maka jumlah urugan dapat dikurangi. Peluncur kadang-kadang mempunyai lebar

yang seragam, tetapi ada juga yang lebarnya dipersempit untuk penghematan dan

kemudian diperlebar di dekat ujungnya untuk mengurangi kecepatan aliran. Dinding-

dinding di samping peluncur juga harus cukup tinggi.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-29

Gambar 2-10. Chute spillway di Bendungan Anderson Ranch, Idaho, Amerika Serikat

Side channel spillway

Gambar 2-11. Gambar sebuah side channel spillway yang dilengkapi dengan peluncur (chute)

Ilustrasi pelimpah banjir jenis luapan samping atau side channel spillway dapat

dilihat pada Gambar 2-12 dan Error! Reference source not found.. Seperti terlihat

pada kedua gambar itu, side channel spillway adalah pelimpah yang alirannya,

setelah lewat di atas mercu, disalurkan di dalam suatu alur yang arahnya sejajar

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-30

dengan mercu. Setelah melalui alur samping tersebut air biasanya dialirkan melalui

suatu peluncur (chute) atau terowongan (tunnel).

Gambar 2-12. Aliran pada sebuah side channel spillway.

Mercu pelimpah tipe ini biasanya berupa bagian gaya berat yang dibuat dari beton,

tetapi dapat juga berupa lantai perkerasan yang terletak di atas timbunan tanah atau

permukaan tanah asli.

Drop inlet (Shaft atau Morning Glory Spillway)

Drop inlet spillway memiliki karakteristik sebagai spillway yang alirannya masuk

melalui sebuah bibir/celah horisontal, lalu akan jatuh melalui suatu lubang atau

cerobong (shaft) vertikal, dan selanjutnya aliran tersebut akan dibawa melalui

saluran atau terowongan mendatar. Pada proyek-proyek yang besar sering

digunakan suatu bangunan pemasukan yang melebar yang biasa disebut morning

glory.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-31

Gambar 2-13. Ilustrasi sebuah drop inlet spillway

Tunnel spillway

Tunnel spillway identik dengan chute spillway, keduanya memiliki peluncur.

Perbedaannya ialah jika chute spillway memiliki peluncur berupa saluran terbuka,

peluncur tunnel spillway berupa saluran tertutup, yaitu terowongan (tunnel).

Gambar 2-14. Potongan melintang sebuah tunnel spillway (Waduk Cirata, Jawa Barat, Indonesia)

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-32

2.5 KESETIMBANGAN AIR DI WADUK

2.5.1 KESETIMBANGAN AIR WADUK TUNGGAL

Kesetimbangan air pada sebuah sistem waduk pada prinsipnya adalah penerapan

dari teori mass balance atau hukum kekekalan massa. Penerapan hukum kekekalan

massa untuk kesetimbangan air di waduk tunggal menyatakan bahwa simpanan air

waduk pada bulan ke-t+1 (Vt+1) ialah sama dengan simpanan air waduk pada bulan

ke-t (Vt) ditambah dengan jumlah air yang masuk ke waduk selama bulan ke-t (Int)

dikurangi dengan jumlah air yang dilepaskan/dikeluarkan dari waduk selama bulan

ke-t (Rt), dan dikurangi juga dengan rerugi atau kehilangan air yang terjadi di wa-

duk selama bulan ke-t. Besaran rerugi atau kehilangan air yang terjadi di waduk

selama bulan ke-t terdiri dari kehilangan air di waduk akibat evaporasi/penguapan

selama bulan ke-t (Evt) dan kehilangan air di waduk akibat rembesan/seepage sela-

ma bulan ke-t (Set). Ilustrasi dari teori kesetimbangan air di waduk tunggal tersebut

dapat dilihat pada Gambar 2-15.

Gambar 2-15. Kesetimbangan air pada sebuah waduk tunggal.

Teori kesetimbangan air di waduk tunggal tersebut dapat ditulis dalam bentuk

Persamaan (2-1) di bawah ini.

1t t t t t tV V I R Ev Se

(2-1)

Berdasarkan Persamaan (2-2) di atas, maka perubahan volume simpanan waduk

(delta storage) yang terjadi pada bulan ke-t ( Vt) ialah seperti dituliskan pada Per-

samaan (2-3) di bawah ini.

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-33

1t t t

t t t t

V V V

I R Ev Se

t t t t tV I R Ev Se

(2-2)

Air keluar (Rt) waduk (yang dilepaskan oleh waduk) terdiri dari volume air yang

dikeluarkan melalui intake (Ot) dan volume air yang melimpas waduk dan dilepas-

kan melalui spillway (Spt).

t t tR O Sp

(2-3)

Dengan mensubtitusikan Persamaan (2-2) ke dalam Persamaan (2-1) dan

Persamaan (2-3) maka dapat ditulis:

1t t t t t t tV V In O Sp Ev Se , (2-4)

t t t t t tV In O Sp Ev Se . (2-5)

Jumlah air yang dikeluarkan waduk melalui intake (Ot) dapat dihitung dengan me-

ngalikan nilai debit rata-rata outflow yang melalui intake pada bulan ke-t (Qt) dan

selang waktu selama bulan ke-t ( tt).

t t tO Q t

(2-6)

Kehilangan air yang terjadi akibat evaporasi/penguapan dapat diperkirakan dengan

menggunakan nilai indeks/tinggi evaporasi (et) pada waduk tersebut. Jumlah kehi-

langan air pada waduk selama bulan ke-t yang terjadi akibat evaporasi (Evt) diper-

kirakan dengan mengalikan nilai indeks evaporasi (et) dengan luas rata-rata dari

genangan waduk selama bulan ke-t ( tA ).

t t tEv e A

(2-7)

Kehilangan air yang terjadi akibat rembesan/seepage (Set) sering diabaikan karena

jumlahnya yang relatif kecil dan sulit diperkirakan. Maka persamaan kesetimbang-

an air waduk tunggal dengan mengabaikan rembesan (Set

0) dapat ditulis dalam

Persamaan (2-8) dan Persamaan (2-9) di bawah ini.

1t t t t t tV V In O Sp Ev

(2-8)

t t t t tV In O Sp Ev

(2-9)

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-34

2.5.2 KURVA PENGOPERASIAN WADUK (RULE CURVE)

Rule curve (kurva pengoperasian) suatu waduk ialah kurva aturan/pegangan/acuan

pengoperasian (operating rule) yang menggambarkan rencana tinggi muka air wa-

duk yang ideal dalam suatu jangka waktu periode pengoperasian waduk tersebut.

Rule curve tersebut digambarkan dalam suatu kurva tinggi muka air terhadap wak-

tu (umumnya disusun untuk periode satu tahun).

Banyak sekali faktor dan pertimbangan yang sangat penting dalam pengoperasian

waduk apapun, baik waduk persediaan dan suplai air, waduk pembangkit listrik,

ataupun waduk yang dibangun untuk tujuan lainnya. Waduk tunggal dan sistem

multi-waduk memiliki karakteristik tersendiri dalam pengoperasiannya.

Secara umum, pengoperasian waduk akan sangat tergantung terhadap perubahan

musim yang berpengaruh terhadap besarnya aliran inflow yang masuk ke waduk.

Perubahan musim ini juga akan sangat berpengaruh terhadap lamanya masa keke-

ringan yang bakal terjadi. Terhadap perubahan musim tersebut, waduk harus dapat

menampung air saat musim basah dan mengeluarkannya saat musim kering.

Perencanaan pengoperasian waduk juga harus berdasarkan pada fungsi waduk itu.

Pengoperasian suatu waduk yang berfungsi memenuhi kebutuhan air rumah tangga

dan industri didasarkan pada kebutuhan minimum air yang harus dipenuhi (daerah

hilir waduk), sehingga waduk tersebut harus dapat melepaskan airnya paling tidak

sesuai dengan nilai kebutuhan air minimum tersebut. Waduk yang berfungsi me-

menuhi kebutuhan air irigasi, pengoperasiannya tidak hanya ditujukan untuk men-

capai nilai kebutuhan minimum air di hilirnya, tapi juga ditujukan agar dapat men-

capai kondisi pengoperasian yang ideal/optimum sehingga daerah irigasi itu dapat

meraih keuntungan ekonomi (dari hasil panen) sebesar-besarnya.

2.5.3 PENGOPERASIAN WADUK MULTI-FUNGSI

Pengoperasian waduk multi-fungsi (multiple-purpose reservoir) melibatkan sejum-

lah interaksi/hubungan di antara fungsi-fungsi atau tujuan-tujuan yang ada pada

waduk tersebut. Tujuan-tujuan yang ada pada sebuah waduk multi-fungsi kadang-

kadang akan saling mendukung/melengkapi, namun kadang-kadang juga akan da-

pat menimbulkan konflik. Pengoperasian suatu waduk mungkin akan dihadapkan

pada tujuan yang saling bertentangan, misalnya memaksimalkan jumlah air tam-

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-35

pungan untuk tujuan konservasinya dan memaksimalkan bagian kosong pada tam-

pungan agar tersedia daerah tampungan untuk menampung air bila banjir datang.

Interaksi di antara tujuan pengendalian banjir dan tujuan konservasi pada sebuah

waduk multi-fungsi dilakukan dengan mengalokasikan suatu bagian dari kapasitas

tampungan waduk sebagai tampungan pengendalian banjir. Pada rule curve, dae-

rah yang merupakan simpanan konservasi waduk dibatasi dengan sebuah garis

batas atas (seperti terlihat pada Gambar 9). Garis batas ini sering disebut seba-gai

upper rule curve.

Interaksi di antara tujuan pengendalian banjir dan tujuan konservasi juga terjadi

pada saat mengatur jumlah air yang dikeluarkan atau dilepaskan oleh waduk terse-

but. Sebagai contohnya, air yang dikeluarkan waduk untuk pengendalian banjir bi-sa

dilepaskan melalui turbin (pada power house), akan tetapi besar alirannya akan

dibatasi nilai debit maksimum yang diperbolehkan melalui turbin ataupun intake

untuk dapat tetap menghasilkan energi listrik (biasanya nilai ini tergantung dari

kapasitas maksimum intake ataupun penstock, dan juga dengan memperhatikan si-

si maintenance komponen-komponen pembangkit listrik yang ada di waduk itu).

Sehingga, apabila terjadi inflow yang besar (banjir), waduk mungkin perlu mem-

buang/mengeluarkan air tidak hanya dari intake saja, melainkan juga melalui sa-

luran-saluran atau bangunan-bangunan lain yang ada di waduk, seperti: spillway,

bottom outlet, ataupun bangunan-bangunan pengeluaran lainnya.

Interaksi di antara tujuan-tujuan sebuah waduk multi-fungsi dapat juga saling men-

dukung atau melengkapi. Air yang disimpan pada sebuah waduk untuk cadangan

air menghadirkan kesempatan/peluang waduk tersebut untuk dikembangkan men-

jadi daerah perikanan ataupun irigasi (di daerah hilir waduk). Aliran air yang dike-

luarkan oleh waduk untuk menghasilkan energi listrik dapat juga digunakan untuk

memenuhi kebutuhan air baku daerah hilirnya.

Pengoperasian waduk perlu juga didesain dengan ketentuan agar volume air wa-

duk tidak menjadi sangat kurang atau cenderung kosong. Untuk menjaga hal terse-

but, tinggi muka air waduk perlu dijaga lebih tinggi dari suatu nilai minimum ter-

tentu. Nilai minimum tersebut biasa disebut lower rule curve. Pada sebuah waduk

PLTA, nilai ini biasanya tergantung dari elevasi bangunan intake atau nilai elevasi

tertentu yang memungkinkan turbin untuk dapat beroperasi. Nilai lower rule curve

biasanya merupakan nilai konstan sepanjang periode pengoperasian waduk.

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-36

Dengan adanya nilai lower rule curve dan upper rule curve, bagian-bagian sebuah

kurva pengoperasian waduk dapat dibedakan layaknya pembagian daerah-daerah

tampungan pada sebuah waduk, yaitu:

Dead storage (simpanan mati atau inactive), yaitu bagian volume tampungan waduk yang tidak dapat untuk dilepaskan atau digunakan.

Conservation storage (simpanan konservasi), yaitu bagian volume tampungan waduk yang digunakan untuk pengoperasian waduk.

Flood control storage (tampungan untuk pengendalian banjir).

Surcharge storage (tampungan tambahan).

Daerah-daerah simpanan/tampungan di sebuah waduk pada sebuah rule curve di-

ilustrasikan seperti pada Gambar 16.

Gambar 16. Rule curve sebuah waduk dengan bagian-bagiannya.

Dengan banyaknya fungsi-fungsi atau tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh se-

buah waduk multi-fungsi, maka perlu dibuat skala prioritas dari fungsi-fungsi itu.

Artinya, dalam kondisi tertentu, perlu ditentukan kebutuhan yang harus diutama-kan

untuk dipenuhi terlebih dahulu dari kebutuhan lainnya. Umumnya, urutan pri-oritas

pemenuhan kebutuhan tersebut, berturut-turut (dari yang paling utama) disu-sun

sebagai berikut:

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-37

1. Kebutuhan air minum dan rumah tangga (municipal water supply). 2. Kebutuhan irigasi pertanian dan perkebunan (irrigation requirement). 3. Kebutuhan industri (water requirement for industry). 4. Kebutuhan penggelontoran kota (flushing). 5. Kebutuhan pembangkit tenaga listrik (power generation).

2.6 KONSEP KEANDALAN (RELIABILITY) SUPPLY DAN DEMAND

Pengoperasian waduk perlu dievaluasi. Indikator evaluasinya dapat berupa penca-

paian/pemenuhan kebutuhan air di hilir ataupun energi listrik yang diperlukan. Ke-

andalan suatu pola pengoperasian waduk dapat dinilai berdasarkan indikator ini.

Sebuah model pengoperasian waduk dapat disusun berdasarkan kondisi yang ada

dan asumsi-asumsi tertentu. Keluaran atau output model tersebut perlu juga dinilai

keandalannya (reliability). Keandalan dari output model tersebut yang berupa sua-tu

rencana pola pengoperasian waduk dapat diukur dengan membandingkan nilai

yang bisa disediakan (supply) dan nilai yang mesti dipenuhi (demand). Keandalan

atau reliability dapat diukur berdasarkan dua hal, yaitu keandalan berdasarkan vo-

lume (volume reliability) dan berdasarkan periode (period reliability).

2.6.1 KEANDALAN BERDASARKAN VOLUME (VOLUME RELIABILITY)

Volume reliability (RV) atau keandalan berdasarkan volume dapat diukur dengan

membandingkan volume atau jumlah yang mampu disediakan (vs) dengan volume

atau jumlah yang seharusnya dibutuhkan (Vd).

100%sV

d

vR

V

(2-10)

2.6.2 KEANDALAN BERDASARKAN PERIODE (PERIOD RELIABILITY)

Period reliability (RP) atau keandalan berdasarkan periode/jangka waktu dapat di-

ukur dengan membandingkan lamanya waktu saat kebutuhan dapat dipenuhi (nts)

dengan waktu total yang harus dipenuhi (Ntd).

100%sP

d

ntR

Nt

(2-11)

Jika diamati, nilai period reliability (RP) atau keandalan berdasarkan periode me-

miliki nilai maksimal sama dengan satu, yaitu jika nts = Ntd (saat kebutuhan dapat

dipenuhi sepanjang periode). Selain nilai period reliability, dikenal juga nilai resi-ko

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

“Perencanaan Bendungan Cibanten Untuk Peyediaan Air Baku Dan Irigasi di Kabupaten Serang”

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA 2-38

kegagalan berdasarkan periode, yang disebut sebagai period risk of failure (FP).

Nilai ini merupakan perbandingan lamanya waktu saat kebutuhan tidak dapat dipe-

nuhi (nts) dengan waktu total yang harus dipenuhi (Ntd). Period risk of failure atau

biasa disebut juga risk of failure adalah komplemen untuk nilai period reliability.

100%sP

d

ftF

Nt

(2-12)

1P PF R

(2-13)

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.id · Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.