Upload
phamnga
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
37
BAB 3
OBYEK PENELITIAN
3.1 Struktur Organisasi Perusahaan
3.1.1 Profil Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi Jakarta Barat
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta merupakan unsur pelaksana
Pemerintah Daerah di bidang perhubungan darat, laut dan udara, Dinas
Perhubungan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya Dishub dikoordiansikan oleh Asisten
Pembangunan. Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas
menyelenggarakan pembinaan, pembangunan, pengelolaan, pengendalian dan
pengkoordinasian kegiatan di bidang perhubungan darat, laut dan udara.
DKI Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia, memiliki multifungsi
serta peran yang sangat khusus. Jakarta adalah pusat pemerintahan nasional,
pusat perdagangan dan industri, jasa, pendidikan dan kebudayaan serta memiliki
fasilitas yang terkemuka dalam kegiatan pariwisata dan rekreasi. Jakarta
memiliki prasarana pelayanan perkotaan yang terkait dengan jaringan pelayanan
nasional dan bahkan internasional.
Wilayah DKI Jakarta terbagi atas 1 Kabupaten dan 5 Kota Administrasi,
44 Kecamatan dan 267 Kelurahan, berada di daratan rendah pantai utara bagian
barat Pulau Jawa, sebelah barat Kabupaten/Kota Tangerang, sebelah timur
Kabupaten/Kota Bekasi dan sebelah selatan Kabupaten Bogor dan Kota Depok.
38
Saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengupayakan berbagai solusi
untuk mengatasi berbagai permasalahan transportasi yang menimbulkan dampak
antara lain pada pencemaran udara, kelancaran lalu lintas, terbuangnya waktu di
jalan, serta pemborosan bahan bakar.
Pemprov DKI telah pula menerbitkan peraturan perundang-undangan di
daerah yang diharapkan dapat mengatur transportasi di DKI Jakarta antara lain
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
Raya, Angkutan Kereta Api, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Perda 12
Tahun 2003) serta Surat Keputusan Gubernur Nomor 84 Tahun 2004 tentang
Pola Transportasi Makro (SK Gubernur 84 Tahun 2004). Peraturan-peraturan
tersebut pada intinya menyatakan bahwa manajemen lalu lintas meliputi
kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas dan
angkutan jalan. Sedangkan kegiatan perencanaan lalu lintas, meliputi: a.
inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan; b. penetapan tingkat pelayanan
yang diinginkan; c. penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas; d.
penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya.
39
3.1.2 Visi dan Misi Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi Jakarta
Barat
VISI
Terciptanya sistem transportasi yang terintegrasi dan berkualitas yang
sejajar dengan kota besar negara maju.
MISI
1. Mewujudkan transportasi darat yang aman, tertib, terintegrasi, terjangkau,
berdaya saing dan diterima oleh masyarakat;
2. Mewujudkan transportasi laut dengan standar internasional dengan
memanfaatkan keunggulan teknologi serta untuk pengembangan wilayah;
3. Mewujudkan transportasi udara dengan standar internasional serta untuk
pengembangan wilayah;
TUGAS POKOK
Menyelenggarakan pembinaan, pembangunan, pengelolaan,
pengendalian dan pengkoordinasian kegiatan di bidang perhubungan darat, laut
dan udara.
40
FUNGSI
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang perhubungan darat, laut dan udara;
2. Pengumpulan dan pengolahan data, perencanaan program, evaluasi dan
pengembangan sistem perhubungan darat, laut dan udara;
3. Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan tugas di bidang perhubungan
darat, laut dan udara;
4. Pemberian izin atau rekomendasi di bidang perhubungan darat, laut dan
udara;
5. Pemberian dukungan teknis dan administratif di bidang perhubungan darat,
laut dan udara;
6. Pengkoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka pelaksanaan tugas
operasional di bidang perhubungan darat, laut dan udara;
7. Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana di bidang perhubungan
darat, laut dan udara;
8. Penetapan lokasi perparkiran di badan jalan dan di luar badan jalan;
9. Penyelenggaraan, pembinaan, pengawasan, pengaturan dan penetapan
pedoman pengelolaan SAR Provinsi di bidang perhubungan darat, laut dan
udara;
10. Penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor dan pemeriksaan mutu
karoseri kendaraan bermotor;
11. Penentuan tarif ekonomi untuk angkutan jalan, angkutan penyeberangan,
laut dan udara;
41
12. Penyusunan, penetapan dan perencanaan jaringan angkutan jalan;
13. Pemberian bimbingan dan penyuluhan di bidang perhubungan darat, laut dan
udara;
14. Pemungutan retribusi pelayanan di bidang perhubungan darat, laut dan
udara;
15. Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan Suku Dinas.
42
3.1.3 Struktur Organisasi Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi
Jakarta Barat
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan
43
(1) Susunan Organisasi Dinas Perhubungan, sebagai berikut:
a. Kepala Dinas;
b. Wakil Kepala Dinas;
c. Sekretariat, terdiri dari:
1. Sub bagian Umum;
2. Sub bagian Kepegawaian;
3. Sub bagian Program dan Anggaran; dan
4. Sub bagian Keuangan.
d. Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, terdiri dari:
1. Seksi Manajemen Lalu Lintas;
2. Seksi Rekayasa Lalu Lintas; dan
3. Seksi Fasilitas Pendukung.
e. Bidang Angkutan Darat terdiri dari:
1. Seksi Angkutan Orang Dalam Trayek;
2. Seksi Angkutan Orang Luar Trayek; dan
3. Seksi Angkutan Barang dan Kereta Api.
f. Bidang Pengendalian Operasional, terdiri dari:
1. Seksi Keselamatan dan Teknik Sarana;
2. Seksi Pembinaan Pengguna Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
dan
3. Seksi Pengendalian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
44
g. Bidang Transportasi Laut dan Udara, terdiri dari:
1. Seksi Kepelabuhan, Penjagaan Laut dan Pantai dan Jasa
Maritim;
2. Seksi Angkutan Perairan dan Keselamatan Pelayaran; dan
3. Seksi Transportasi Udara.
h. Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi;
i. Suku Dinas Perhubungan Kabupaten Administrasi;
j. Unit Pelaksanaan Teknis; dan
k. Kelompok Jabatan Fungsional.
• Deskripsi Tugas dari:
1. Kepala Dinas mempunyai tugas utama, antara lain:
a. Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi dinas,
b. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat, Bidang,
Suku Dinas, Unit Pelaksanaan Teknis, dan Kelompok Jabatan
Fungsional,
c. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan / atau
instansi pemerintah / swasta dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
Dinas Perhubungan; dan
d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan
fungsi Dinas Perhubungan.
45
2. Wakil Kepala Dinas mempunyai tugas penting, antara lain:
a. Membantu Kepala Dinas dalam memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi
Dinas;
b. Menyelenggarakan koordinasi dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan
yang ditetapkan oleh Kepala Dinas;
c. Membantu Kepala Dinas dalam pelaksanaan koordinasi dengan instansi
pemerintah / swasta;
d. Membantu Kepala Dinas dalam pelaksanaan koordinasi Bidang, Suku Dinas
dan Unit Pelaksanaan Teknis;
e. Membantu Kepala Dinas dalam pelaksanaan monitoring dan pengendalian
lalu lintas dan angkutan jalan; dan
f. Mewakili Kepala Dinas apabila Kepala Dinas berhalangan melaksanakan
tugas.
3. Sekretariat mempunyai tugas, antara lain:
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Sekretariat;
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Sekretariat;
c. Pengoordinasian Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA),
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), dan rencana strategis Dinas
Perhubungan;
46
d. Pelaksanaan monitoring, pengendalian, dan evaluasi dokumen pelaksanaan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Perhubungan oleh Unit Kerja
Dinas;
e. Pembinaan dan pengembangan tenaga fungsional dan tenaga teknis
perhubungan;
f. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang Dinas Perhubungan;
g. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan Dinas
Perhubungan;
h. Pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Dinas Perhubungan;
i. Pelaksanaan pengaturan acara Dinas Perhubungan;
j. Pengelolaan sistem informasi manajemen Dinas Perhubungan;
k. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis perhubungan yang berkaitan
dengan tugas dan fungsi Sekretariat;
l. Pengoordinasian penyusunan laporan (keuangan, kinerja, kegiatan,
akuntabilitas) Dinas Perhubungan;
m. Penyiapan bahan laporan Dinas yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan
fungsi sekretariat; dan
n. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Sekretariat.
47
4. Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas mempunyai tugas, antara lain:
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu
Lintas;
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksaan Anggaran (DPA) Bidang Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas;
c. Penyusunan bahan kebijakan teknis manajemen dan rekayasa lalu lintas;
d. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas melalui penetapan rambu
lalu lintas, marka jalan, penggunaan alat pengendali, pengama pemakai jalan
dan penggunaan fasilitas pendukung lalu lintas;
e. Penyiapan bahan laporan Dinas yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
f. Penyusunan laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas.
5. Bidang Angkutan Darat mempunyai tugas, antara lain:
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Angkutan Darat;
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Angkutan
Darat;
c. Penyusunan bahan kebijakan teknis di bidang angkutan darat;
48
d. Pelaksanaan pembinaan angkutan orang dalam trayek, angkutan orang tidak
dalam trayek dan angkutan barang dan kereta api;
e. Penyiapan bahan laporan Dinas yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang
Angkutan Darat; dan
f. Penyusunan laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Bidang Angkutan Darat.
6. Bidang Pengendalian Operasional mempunyai tugas, antara lain:
a. Penyusunan Rencana Kerja dang Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran(DPA) Bidang Pengendalian Operasional;
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran(DPA) Bidang Pengendalian
Operasional;
c. Penyusunan bahan kebijakan teknis pengendalian operasional;
d. Pelaksanaan upaya keselamatan dan teknik sarana;
e. Pelaksanaan penyuluhan dan pembinaan pengguna lalu lintas dan angkutan
jalan;
f. Pelaksanaan dan pengendalian lalu lintas dan angkutan jalan;
g. Penyiapan bahan laporan Dinas yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang
Pengendalian Operasional; dan
h. Penyusunan laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Bidang Pengendalian Operasional.
49
7. Bidang Transportasi Laut dan Udara mempunyai tugas, antara lain:
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Transportasi Laut dan Udara;
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Transportasi
Laut dan Udara;
c. Penyusunan kebijakan teknis transportasi laut dan udara;
d. Pembinaan dan pengawasan kegiatan operasional angkutan perairan;
e. Pembinaan dan pengawasan kegiatan operasional keselamatan pelayaran;
f. Pembinaan dan pengawasan kegiatan operasional kepelabuhan, penjagaan
laut dan pantai serta jasa maritim;
g. Pembinaan dan pemantauan teknik bandar udara dan angkutan darat;
h. Pembinaan dan pemantauan keselamatan penerbangan;
i. Pelaksanaan proses penerbitan perizinan di bidang transportasi laut dan
transportasi udara;
j. Penyiapan bahan laporan Dinas yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang
Transportasi Laut dan Udara; dan
k. Penyusunan laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Bidang Transportasi Laut dan Udara.
50
8. Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi mempunyai tugas, antara lain:
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas;
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas;
c. Pelaksanaan kegiatan manajemen lalu lintas;
d. Pelaksanaan kegiatan rekayasa lalu lintas;
e. Pelaksanaan kegiatan pembinaan usaha angkutan darat;
f. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian lalu lintas dan angkutan
jalan
g. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan pada
lingkup Kota Administrasi;
h. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang Suku Dinas;
i. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas;
j. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan Suku Dinas;
k. Pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara Suku Dinas;
l. Penyiapan bahan laporan Dinas Perhubungan dan Kota Administrasi yang
terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas; dan
m. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku
Dinas.
51
9. Suku Dinas Perhubungan Kabupaten Administrasi mempunyai tugas, antara
lain:
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas;
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas;
c. Pembinaan dan bimbingan perhubungan darat, laut, udara;
d. Pengendalian pengawasan dan penertiban perhubungan darat, laut, udara;
e. Penyediaan dan pemeliharaan serta perawatan prasarana dan sarana
perhubungan darat, laut, udara;
f. Pemberian rekomendasi izin pembangunan prasarana dan sarana
perhubungan dan izin operasional angkutan laut;
g. Pelaksanaan pemungutan, pencatatan, penyetoran, pelaporan dan
pertanggungjawaban retribusi terhadap penggunaan prasarana dan sarana
perhubungan;
h. Pengoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka pelaksanaan tugas
operasional di bidang darat, laut, udara;
i. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang suku dinas;
j. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan Suku Dinas;
k. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas;
l. Pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara Suku Dinas;
52
m. Penyiapan bahan laporan Dinas dan Kabupaten Administrasi yang terkait
dengan tugas dan fungsi Suku Dinas; dan
n. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku
Dinas.
10. Unit Pelaksanaan Teknis mempunyai fungsi pelayanan langsung kepada
masyarakat atau untuk melaksanakan fungsi pendukung terhadap tugas dan
fungsi Dinas Perhubungan.
11. Kelompok Jabatan Fungsional dan Subkelompok Jabatan Fungsional dipimpin
oleh seorang Ketua Kelompok Jabatan Fungsional dan Ketua Subkelompok
Jabatan Fungsional yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas dan Kepala Suku Dinas atau Kepala Unit Pelaksanaan Teknis.
53
TABEL 3.1 DATA PEGAWAI SUKU DINAS PERHUBUNGAN JAKARTA BARAT
NO. NO. N A M A NIP/NRK JABATAN
URUT
1. 1.
Drs. SUYOTO 195710211979021002 /
064214 Kasudin
SUBBAG TATA USAHA
2 1 Dra. Rini Setiarini 196809031998032004 /
124853 Kasubag.TU
3 2 Siti Zubaidah, S.Sos 196601121992022002 /
11606 Staf
4 3 Lina Susanti, SE .198411022010012022 /
178278 Staf
5 4 Lita Lusiana, A.M.TrU .197704012010012012 /
177302 Staf
6 5 Abdul Hakim 196404041996031003 /
119172 Staf
7 6 Dari Sulaiman .197206032007011029 /
166797 Staf
SEKSI MANAJEMEN LALIN
8 1 Christianto. ATD. MT 196912291993011001 /
125367 Kasie MLL
54
9 2 Muhamad Nuh, SE .196011151985011002 /
158146 Staf
10 3 Joni Agustian .196208061991031009 /
127472 Staf
SEKSI REKAYASA LALIN
11 1 Ir. Leo Amstrong M, MT 196906031998031004 /
123948 Kasie
12 2 Kartinah 196108011982032008
/128294 Staf
13 3 Hidayat 196203131987031008
/128936 Staf
14 4 Muhammad Isa 197701171998031003
/123949 Staf
15 5 Nurkholik 197002221997031002
/121429 Staf
16 6 Diar Kunto Jati, ST 198204232010011027 /
178062 Staf
17 7 Setya Yasa 197505312007011010 /
166765 Staf
18 8 Agus Subagio 197203172007011029 /
166796 Staf
SEKSI ANGKUTAN DARAT
19 1 Suharyono Budiyono, ST .195711301979021001 Kasie.A.D
20 2 Yuniar Triyoko, SE .197606242010011016 /
178102 Staf
55
21 3 Slamet Riyadi .197712112007011013 /
166000 Staf
22 4 M.S.Sucipto Staf
SEKSI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
23 1 Umbul Ahmad Gunawan, SH 196809161999021001 /
127936 Kasie PLLA
24 2 Subardi 196003111981031013 /
130515 Staf
25 3 Bangkit Prakoso .196405201998031003 Staf
26 4 M. Nasser .196002131983101001 Staf
27 5 Abdulah 197404101998031006 /
123904 Staf
28 6 Achmad Wahyudin .198201242008011006 /
169108
29 7 P. Sijabat 197001291998000163 /
124121 Staf
30 8 Ahmad Sarkum 195802101992111001 /
127825 Staf
31 9 Linan 195707211975031001 /
055930 Staf
32 10 Anwar 197808182007011019 /
166011 Staf
33 11 Ahmad 197911152007011016 /
166874 Staf
56
34 12 Ahmad Barkah 198012312008011015 /
169093 Staf
35 13 Ahmad Jayadi 197305022007011027 /
165917 Staf
36 14 Bahrudin 197808112007011014 /
165981 Staf
37 15 Bambang Waluyo 197502072007011018 /
166052 Staf
38 16 Bahroni 196407052007011033 /
167146 Staf
39 17 Darwin 197902012008011008 /
169105 Staf
40 18 Danu Irawadi, SH 197210042007011018 /
165962 Staf
41 19 Dedi Irawan 198011192007011008 /
165993 Staf
42 20 Dedi Sumanto 198204102008011017 /
169118 Staf
43 21 Feri Setiawan 197509152007011024 /
166017 Staf
44 22 Hariri 196707212007011022 /
167102 Staf
45 23 Jamil Mu'minin 197801282007011011 /
165986 Staf
46 24 J.Adang Dwi Atmoko 196112312007011242 /
166310 Staf
47 25 Louis Mahodim .195906301998031001 /
124873 Staf
57
48 26 Marzuki 196908122007011051 /
166352 Staf
49 27 Muhammad 197902022007011022 /
166163 Staf
50 28 Muhamad Suki 197904092008011014 /
169139 Staf
51 29 Muhatim 197603202008011011 /
169140 Staf
52 30 Nasman 196909272007011031 /
166353 Staf
53 31 Nana Suhana 197408152007011023 /
166063 Staf
54 32 Rachman 470064027 / 165231 Staf
55 33 Rudi Riansyah 197908072007011017 /
165942 Staf
56 34 Salam 197003032008011016 /
169141 Staf
57 35 Saidina Ali Afandi 196812232007011021 /
167723 Staf
58 36 Sarmedi 196904092007011029 /
167237 Staf
59 37 Sigit Edi Cahyono 197609302007011017 /
165989 Staf
60 38 Subarkah 196902162007011025 /
166212 Staf
61 39 Suherman. T 196307102007011018 /
166215 Staf
62 40 Sulaiman .198107022007011011 Staf
58
63 41 Surahman .19680723007011015 Staf
64 42
Supri Yugi
.197107152007011046 Staf
65 43 Sunaryo 197203142007011022 /
166876 Staf
66 44 Wahyu Budianto 197702122007011024 /
166869 Staf
67 45 Ichwan Budiansyah 197302272008011011 /
173473 Staf
68 46 Ade Kusnandar 198303202007011009 /
165994 Staf
69 47 Moh. Rabudin 197404032007011030 /
165985 Staf
70 48 Suyono 196905152007011061 /
166349 Staf
71 49 Mahfud 197109212007011017 /
166751 Staf
72 50 Agus Hariyanto 198108172008011015 /
169096 Staf
73 51 Fadilah Jamali 196203232008011001 /
169119 Staf
74 52 Edi Solehudin 197102052008011013 /
169138 Staf
75 53 Irfani 197812022008011008 /
169134 Staf
76 54 Nahayar 197308142008011017 /
169097 Staf
77 55 Subandi 198207182008011004 /
Staf
59
169095
78 56 Sugeng Purwanto 198410072008011004 /
169135 Staf
79 57 Nurhasan 198111122008011013 /
169920 Staf
80 58 Rastam 197207122007011045 /
169175 Staf
81 59 Ramdani 197708182008011016 /
169931 Staf
82 60 Sahudi 198005052008011030 /
169945 Staf
83 61 Yusup 198209112008011008 /
169094 Staf
84 62 Ahmad Subur 197807062008011031 /
170579 Staf
85 63 Hendra Saputra 197910282008011013 /
170576 Staf
86 64 Muhammad Nur 198009062008011016 /
170581 Staf
87 65 Dedi Setiadi 198102102008011017 /
173474 Staf
88 66 Sudarwo 470073452 Staf
89 67 Kelik haryanto PTT Staf
90 68 Batjo PTT Staf
60
3.2 Prosedur yang Berlaku
Sistem pengelolaan manajemen angkutan umum, akan dijelaskan secara lebih
rinci, sebagai berikut:
Gambar 3.2 Tipologi Angkutan Umum
Proses evolusi angkutan umum dimulai dari pelayanan tradisional berbasis
paratransit, yang saat ini masih menjadi tulang punggung transportasi perkotaan di kota-
kota menengah dan kecil di Indonesia. Dengan tumbuhnya permintaan perjalanan
menjadi mayoritas bagi pengguna transportasi, terbentuk angkutan massal berbasis jalan
dengan tingkat pelayanan kecepatan rendah dan kenyamanan rendah.
61
Reformasi transportasi dengan sistem transit pada koridor backbone, dengan
tetap dengan dukungan angkutan bus (bus besar, bus sedang dan angkot) sebagai feeder.
Dengan perbaikan yang terus berlanjut, kota-kota akan memiliki Mass Rapid Transit
(MRT) berbasis angkutan bus pada backbone, dengan tetap menerapkan sistem transit
pada beberapa koridor dan dukungan sistem bus.
Gambar 3.3 Perkembangan Angkutan Umum
Proses pemilihan moda angkutan umum dilakukan dengan menempatkan moda
sesuai dengan kapasitas angkut dan kecepatannya. Kota dengan kapasitas kebutuhan
perjalanan 1.000 penumpang/jam/arah dilayani dengan paratransit, dan selanjutnya
seiring dengan perkembangan kebutuhan kapasitas pelayanan akan meningkat menjadi
angkutan bus, sistem transit dan BRT.
62
Pengelolaan angkutan umum masih tersegmentasi karena masih dimiliki oleh
individu dan belum secara terstruktur mencerminkan kualitas pelayanan angkutan
umum yang baik. Penataan jaringan trayek masih sangat lemah, yang ditunjukkan oleh
menumpuknya penumpang dan sebaliknya kosong pada wilayah tertentu, waktu tunggu
masih terlalu lama, dan tidak terhubungkan dengan pusat-pusat kegiatan penting
perkotaan. Perkembangan yang cepat dari kepemilikan sepeda motor dan mobil telah
mengurangi keinginan menggunakan angkutan umum.
Harapan dalam pengembangan angkutan bus ke depan adalah bus menjadi
andalan angkutan umum perkotaan, melalui proses evolusi 3 tahap: reformasi
manajemen angkutan umum, pengembangan sistem transit perkotaan dan
pengembangan BRT. Selanjutnya angkutan umum dapat kembali memiliki modal share
yang tinggi sehingga minimal mencapai 50% dari seluruh kebutuhan perjalanan
penduduk perkotaan di Indonesia. Antar moda angkutan umum dapat dilayani dengan
integrasi pelayanan secara fisik dan ticketing. Angkutan umum ke depan diharapkan
mampu menurunkan biaya perjalanan penduduk perkotaan hingga 50% dari persentase
pengeluaran biaya perjalanan saat ini.
63
Gambar 3.4 Otoritas Kelembagaan Sistem Transportasi
Keterangan :
� Jalur kebijakan (Policy)
� Jalur Pendanaan dan Pendapatan (Funding)
Otoritas dalam sistem transportasi adalah mencakup seluruh pemerintah
kota untuk memadukan sistem transportasi secara keseluruhan, termasuk
pengembangan kebijakan, peningkatan pendanaan dan pendapatan,
pengembangan struktur fisik, sistem operasi, pemeliharaan dan manajemen
transportasi. Adapun hubungan interaksi institutional dapat terlihat pada gambar
di atas.
64
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan metode penelitian
kualitatif yang dikutip dari Ruslan (2010, p. 215) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif bertujuan untuk mendapat pemahaman yang sifatnya umum terhadap
kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan
terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan
sosial yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa
pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut dengan cara
mengumpulkan dan mengolah data dan informasi, sesuai dengan permasalahan yang
dibahas melalui beberapa cara, antara lain :
3.3.1 Penelitian Pustaka
Penelitian dilakukan dengan mendalami beberapa topik yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh peneliti, cara membaca dan
merangkum buku dari berbagai referensi yang berhubungan dengan pokok
bahasan dan dengan masalah yang dianalisis.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Black dan Champion (1999) yang dikutip oleh Ardianto
(2011, p. 345 – p. 347) menjelaskan bahwa alat atau instrumen pengumpulan
data pada teknik survei terdiri dari observasi, wawancara, kuesioner dan
sumber-sumber sekunder.
65
1. Observasi. Dalam arti luas, observasi berarti peneliti secara terus
menerus melakukan pengamatan atas opini, sikap dan perilaku
seseorang. Caranya apakah dengan membagi-bagikan angket (kuesioner)
dan mengamati orang mengisi angket dan mendengarkan ucapan-ucapan
mengenai berbagai ragam soal, mencatat ekspresi-ekspresi tertentu
responden dalam suatu wawancara atau mengamati dengan cermat opini,
sikap dan perilaku individu yang digunakan sebagai subjek perangkat
(setting) eksperimental, peneliti bukan sebagai penguat (intensif) bagi
berbagai ragam cara perilaku orang-orang dalam situasi (setting) riset
yang mana mereka menemukannya sendiri.
Dalam arti sempit, pengertian observasi adalah mengamati
(watching) dan mendengar (listening) perilaku seseorang selama
beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta
mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat yang
digunakan ke dalam tingkat penafsiran analisis.
Observasi baru dapat dikatakan tepat pelaksanaannya bila memenuhi
ciri-ciri sebagai berikut: (a) Dapat menangkap keadaan (konteks) sosial
alamiah tempat terjadinya perilaku, (b) dapat menangkap peristiwa yang
berarti atau kejadian-kejadian yang mempengaruhi relasi sosial dan
partisipan, (c) mampu menentukan realitas serta peraturan yang berasal
dari falsafah atau pandangan masyarakat yang diamati, (d) mampu
mengidentifikasikan keteraturan dna gejala-gejala yang berulang dalam
66
kehidupan sosial dengan membandingkan dan melihat perbedaan dari
data yang diperoleh dalam suatu studi dengan data studi dari keadaan
(setting) lingkungan lainnya.
2. Wawancara adalah alat penelitian yang paling sosiologis dari semua
teknik-teknik penelitian sosial karena bentuknya berasal dari interaksi
verbal antara peneliti dan responden. Banyak yang mengatakan bahwa
cara yang paling baik untuk menentukan mengapa seseorang bertingkah
laku adalah dengan bertanya secara langsung.
Wawancara adalah suatu kegiatan komunikasi verbal dengan tujuan
mendapatkan informasi. Di samping akan mendapatkan gambaran yang
menyeluruh, juga akan mendapatkan informasi yang penting.
Menurut Bungin yang dikutip oleh Prastowo (2011, p. 212) yang
menjelaskan bahwa wawancara mendalam (in-depth interview) adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara, yaitu pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama.
3. Kuesioner atau angket. Barangkali tidak ada alat pengumpul data yang
lebih sering digunakan dalam penelitian sosial selain kuesioner. Banyak
alat pengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari
67
berbagai sasaran penyelidikan sosial, yaitu kelompok-kelompok sosial.
Akan tetapi, kuesioner, baik digunakan sendirian maupun bersama
dengan beberapa alat pengumpul data lain, mesti dianggap populer.
Tipe kuesioner sekurang-kurangnya menampilkan dua fungsi: (a)
deskripsi, dan (b) pengukuran. Informasi yang didapatkan melalui
penyebaran kuesioner bisa memberikan gambaran (deskripsi) tentang
beberapa ciri individu atau kelompok. Pengukuran adalah ukuran dari
beberapa variabel individu atau kelompok, terutama sikap-sikap individu
atau kelompok. Kuesioner bias mengandung soal tunggal atau majemuk
(misalnya, pertanyaan-pertanyaan tentang sejumlah hal atau pernyataan)
yang dirancang untuk mengukur berbagai fenomena sikap, seperti jarak
sosial, persepsi tentang keterpaduan kelompok, derajat prasangka ras,
kebebasan seksual, keberagaman, kecemasan, kejelasan peran, dan
keterasingan.
4. Sumber-sumber sekunder. Tidak selalu atau bahkan sebaliknya ilmuwan
sosial tidak menghasilkan data asli yang diperlukan untuk
mengembangkan pengetahuan. Sering kali, informasi telah dikumpulkan
orang lain yang bisa digunakan untuk kegiatan ilmiah oleh peneliti. Data
sekunder merupakan sumber data yang tidak dibatasi ruang dan waktu.
Definisi data sekunder adalah informasi yang pada mulanya
dikumpulkan untuk suatu tujuan lain bukan sebagai pengetahuan ilmiah.
68
3.3.3 Metode Analisis Data
Menurut Miles and Huberman (1994) dalam Punch (1998, p. 202 - p.
204) yang dikutip oleh Pawito (2008, p. 104 - p. 106) menawarkan suatu teknik
analisis yang lazim disebut dengan interactive model. Teknik analisis ini pada
dasarnya terdiri dari tiga komponen: reduksi data (data reduction), penyajian
data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and
verifying conclusion). Reduksi data (data reduction) bukan asal membuang data
yang tidak di perlukan, melainkan merupakan upaya yang dilakukan oleh
peneliti selama analisis data dilakukan dan merupakan langkah yang tak
terpisahkan dari analisis data.
Langkah reduksi data melibatkan beberapa tahap. Tahap pertama,
melibatkan langkah-langkah editing, pengelompokan, dan meringkas data. Pada
tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo)
mengenai berbagai hal,termasuk yang berkenaan dengan aktifitas serta proses-
proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompok-kelompok, dan
pola-pola data. Catatan yang dimaksudkan di sini tidak lain adalah gagasan-
gagasan atau ungkapan yang mengarah pada teorisasi berkenaan dengan data
yang ditemui. Catatan mengenai data atau gejala tertentu dapat dibuat sepanjang
satu kalimat, satu paragraph, atau mungkin beberapa paragraph. Kemudian pada
tahap terakhir dari reduksi data, peneliti menyusun rancangan konsep-konsep
(mengupayakan konseptualisasi) serta penjelasan-penjelasan berkenaan dengan
tema, pola, atau kelompok-kelompok data bersangkutan. Dalam komponen
69
reduksi data ini kelihatan bahwa peneliti akan mendapatkan data yang sangat
sulit untuk di identifikasi pola serta temanya, atau mungkin kurang relevan
untuk tujuan penelitian sehingga data-data bersangkutan terpaksa harus
disimpan (diredusir) dan tidak termasuk yang akan di analisis.
Gambar 3.5 Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman
(1994:12)
Komponen kedua analisis interaktif dari Miles dan Huberman, yakni
penyajian data (data display) melibatkan langkah-langkah mengorganisasikan
data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang
lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu
kesatuan karena dalam penelitian kualitatif data biasanya beraneka ragam
perspektif dan terasa bertumpuk maka penyajian data (data display) pada
umumnya diyakini sangat membantu proses analisis. Dalam hubungan ini, data
yang tersaji berupa kelompok-kelompok atau gugusan-gugusan yang kemudian
saling dikaitkan sesuai dengan kerangka teori yang digunakan. Penting diingat di
70
sini bahwa kegagalan dalam mengupayakan display data secara memadai akan
menyulitkan peneliti dalam membuat analisis-analisis. Gambar-gambar dan
diagram yang menunjukkan keterkaitan antara gejala satu dengan yang gejala
lainnya sangat diperlukan untuk kepentingan analisis data.
Pada komponen terakhir, yakni penarikan dan pengujian kesimpulan (
drawing and verifying conclusions), peneliti pada dasarnya
mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola
data yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat. Ada
kalanya kesimpulan telah tergambar sejak awal, namun kesimpulan final tidak
pernah dapat dirumuskan secara memadai tanpa peneliti menyelesaikan analisis
seluruh data yang ada. Peneliti dalam kaitan ini masih harus mengkonfirmasi,
mempertajam, atau mungkin merevisi kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat
untuk sampai pada kesimpulan final berupa proposisi-proposisi ilmiah mengenai
gejala atau realitas yang diteliti.
3.4 Permasalahan Yang Ada
1. Kemacetan yang semakin parah di beberapa wilayah Jakarta Barat.
Pertumbuhan ekonomi kota Jakarta menjadi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat yang berasal dari luar Jakarta. Bagi mereka, Jakarta adalah kota
untuk bekerja dan mengadu nasib. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
kendaraan umum di Jakarta jumlahnya hanya mencapai 89 ribu. Jumlah yang
71
sangat sedikit ini (1,2% dari jumlah kendaraan di Jakarta) harus melayani 56%
perjalanan atau sekitar 8,6 juta orang. Bandingkan dengan 7,25 juta kendaraan
pribadi (98,8% dari jumlah kendaraan di Jakarta) yang hanya melayani 6,73 juta
orang (44%). Persentase perbandingan antara jumlah kendaraan umum dan
kendaraan pribadi (1,2% : 98,8%) yang tidak seimbang ini membuat kendaraan
umum sebagai tulang punggung transportasi belum optimal.
Terbatasnya unit kendaraan dan ketidakpastian jadwal menjadi alasan
bagi sebagian besar warga yang beraktivitas di Jakarta untuk tidak menggunakan
kendaraan umum. Belum lagi kondisi jalan yang tidak terintegrasi
mendatangkan kesulitan saat harus berganti kendaraan.
Semakin semrawutnya keadaan lalu lintas di ibukota Jakarta, khususnya
dari masalah kemacetan kendaraan yang melintas sehari-harinya belum lagi
ditambah para awak angkutan yang sekarang mudah saja untuk mengeluarkan
trayek tanpa dikaji ulang, sedangkan urusan kemacetan petugas dari kepolisian
serta petugas dari dinas perhubungan DKI Jakarta maupun suku dinas
perhubungan masing-masing wilayah.
Padahal banyak rambu-rambu lalu lintas yang terpasang oleh Dinas
perhubungan maupun suku dinas perhubungan Jakarta Barat di setiap pinggir
jalan, tidak digubris oleh pengemudi awak angkutan yang mangkal atau ngetem
di sembarang tempat atau di sisi trotoar di sepanjang jalan yang sudah dipasangi
rambu-rambu agar bisa mengurangi kemacetan, ternyata rambu-rambu tersebut
72
sudah dianggap seperti hiasan saja oleh pengemudi angkutan, baik bus kota,
Metromini, Kopaja, serta angkutan KWK yang seenaknya saja berhenti sehingga
menimbulkan kemacetan yang tidak karuan dan dapat merugikan pengguna jalan
yang lainnya seperti kendaraan pribadi roda empat dan juga kendaraan roda dua.
Kemacetan lalu lintas adalah masalah besar hampir di seluruh wilayah
DKI Jakarta, dengan para ahli memprediksi jumlah kendaraan di kota akan
melebihi ruang jalan yang tersedia pada tahun 2014. Total panjang jalan di
Jakarta adalah 27.000 kilometer. Jalan di kota ini bertambah panjang sebesar 2
persen di tahun rata-rata setiap. Berbeda dengan angka-angka, saat ini ada 5,5
juta kendaraan terdaftar di Jakarta. Selama lima tahun terakhir, jumlah mobil di
jalan-jalan Jakarta telah meningkat sebesar 95% setiap tahun. Saat ini, kota
Jakarta telah dilanda kemacetan lalu lintas luas yang disebabkan oleh
pembangunan beberapa koridor busway baru.
2. Tindakan kriminalitas yang seringkali terjadi di angkutan umum.
Adanya peningkatan pada kasus pemerkosaan yang dilakukan dalam
angkutan umum dibandingkan dengan kejadian pada tahun sebelumnya.
Masalah kejahatan di angkutan umum, khususnya angkot bukan hal yang baru,
mengingat modus yang mirip. Rangkaian kejadian kejahatan di angkot tersebut
semakin menunjukkan fakta bahwa ancaman dan resiko bagi para penumpang
perempuan dari berbagai tindak kekerasan, kriminalitas, pelecehan seksual
73
hingga pemerkosaan ketika menggunakan moda transportasi publik di Jakarta
bersifat nyata dan semakin meningkat.
Hal ini didukung oleh kondisi sarana transportasi publik yang sangat
terbatas kapasitasnya, dan belum memberikan keamanan bagi penumpang
perempuan. Langkah antisipatif seperti razia sudah dilakukan oleh pihak suku
dinas perhubungan Jakarta Barat untuk menekan tindak kriminalitas di atas
angkutan kota. Meskipun pihak berwenang juga terus menelusuri kemungkinan
apa dan siapa pelaku utama perampasan sekaligus pemerkosaan di atas angkot.
3.5 Alternatif Pemecahan Masalah
1. Mengatasi masalah kemacetan dengan menambah jumlah jalan dengan
melakukan pembangunan infratruktur jalan yang ada agar mampu
menampung kapasitas kendaraan yang melintasi jalanan utama yang padat.
Mengubah rute jalan menjadi satu jalur, sehingga dapat mengurangi
kemacetan lalu lintas terutama pada saat jam-jam berangkat dan pulang kerja
masyarakat kota Jakarta Barat. Harapan dalam pengembangan angkot
kedepan adalah menjadi angkutan bus terorganisir sehingga menjadi andalan
angkutan umum perkotaan, melalui proses penataan dengan konsep
perbaikan kebijakan yang lebih terarah, penataan struktur industri yang
responsif terhadap permintaan (demand), perencanaan dan peraturan sesuai
74
kebijakan serta peningkatan sumber daya manusia. Selanjutnya angkot dapat
terus dikembangkan menjadi sistem transit yang selanjutnya menjadi BRT.
2. Meningkatkan keamanan penumpang dengan penggantian kaca bening,
operasi razia pada sopir angkutan liar dan pemberian identitas resmi pada
sopir angkutan. Pihak Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi Jakarta
Barat telah berupaya membuat antisipasi agar tidak ada lagi tindakan
kejahatan di atas angkutan umum misalnya: dengan membuka kaca film dan
mengganti dengan kaca bening agar terang dan masyarakat dapat melihat
dari luar apa yang terjadi di dalam angkutan umum. Pihak berwenang pun
terus menelusuri kemungkinan apa dan siapa pelaku utama perampasan
sekaligus perkosaan di atas angkot. Antisipasi sopir tembak telah dilakukan
dengan menetapkan menggunakan seragam dan kartu pengenal pengemudi
(KPP).