42
BAB III METODE SEISMIK Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan ‘sumber’ seismik (palu, ledakan, dll). Setelah usikan diberikan, terjadi gerakan gelombang di dalam medium (tanah/batuan) yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan ataupun pembiasan akibat munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian, pada suatu jarak tertentu, gerakan partikel tersebut di rekam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat ‘diperkirakan’ bentuk lapisan/struktur di dalam tanah. Eksperimen seismik aktif pertama kali dilakukan pada tahun 1845 oleh Robert Mallet, yang oleh kebanyakan orang dikenal sebagai bapak seismologi instrumentasi. Mallet mengukur waktu transmisi gelombang seismik, yang dikenal sebagai gelombang permukaan, yang dibangkitkan oleh sebuah ledakan. Mallet meletakkan sebuah wadah kecil berisi merkuri pada beberapa jarak dari sumber ledakan dan mencatat waktu yang diperlukan oleh merkuri untuk be-riak. Pada tahun 1909, Andrija Mohorovicic menggunakan waktu jalar dari sumber

Bab 3 Seismik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Geofisika TA

Citation preview

Page 1: Bab 3 Seismik

BAB III

METODE SEISMIK

Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang

dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan

menggunakan ‘sumber’ seismik (palu, ledakan, dll). Setelah usikan diberikan, terjadi

gerakan gelombang di dalam medium (tanah/batuan) yang memenuhi hukum-hukum

elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan ataupun pembiasan akibat

munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian, pada suatu jarak tertentu, gerakan partikel

tersebut di rekam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat

‘diperkirakan’ bentuk lapisan/struktur di dalam tanah.

Eksperimen seismik aktif pertama kali dilakukan pada tahun 1845 oleh Robert

Mallet, yang oleh kebanyakan orang dikenal sebagai bapak seismologi instrumentasi.

Mallet mengukur waktu transmisi gelombang seismik, yang dikenal sebagai gelombang

permukaan, yang dibangkitkan oleh sebuah ledakan. Mallet meletakkan sebuah wadah

kecil berisi merkuri pada beberapa jarak dari sumber ledakan dan mencatat waktu yang

diperlukan oleh merkuri untuk be-riak. Pada tahun 1909, Andrija Mohorovicic

menggunakan waktu jalar dari sumber gempa bumi untuk eksperimennya dan

menemukan keberadaan bidang batas antara mantel dan kerak bumi yang sekarang

disebut sebagai Moho.

Pemakaian awal observasi seismik untuk eksplorasi minyak dan mineral dimulai

pada tahun 1920an. Teknik seismik refraksi digunakan secara intemsif di Iran untuk

membatasi struktur yang mengandung minyak. Tetapi, sekarang seismik refleksi

merupakan metode terbaik yang digunakan di dalam eksplorasi minyak bumi. Metode ini

pertama kali didemonstrasikan di Oklahoma pada tahun 1921.

Page 2: Bab 3 Seismik

Seismik bias dihitung berdasarkan waktu jalar gelombang pada tanah/batuan dari

posisi sumber ke penerima pada berbagai jarak tertentu. Pada metode ini, gelombang

yang terjadi setelah usikan pertama (first break) diabaikan, sehingga sebenarnya hanya

data first break saja yang dibutuhkan. Parameter jarak (offset) dan waktu jalar

dihubungkan oleh cepat rambat gelombang dalam medium. Kecepatan tersebut dikontrol

oleh sekelompok konstanta fisis yang ada di dalam material dan dikenal sebagai

parameter elastisitas.

Sedangkan dalam seismik pantul, analisis dikonsentrasikan pada energi yang

diterima setelah getaran awal diterapkan. Secara umum, sinyal yang dicari adalah

gelombang-gelombang yang terpantulkan dari semua interface antar lapisan di bawah

permukaan. Analisis yang dipergunakan dapat disamakan dengan ‘echo sounding’ pada

teknologi bawah air, kapal, dan sistem radar. Informasi tentang medium juga dapat

diekstrak dari bentuk dan amplitudo gelombang pantul yang direkam. Struktur bawah

permukaan dapat cukup kompleks, tetapi analisis yang dilakukan masih sama dengan

seismik bias, yaitu analisis berdasar kontras parameter elastisitas medium.

3.1 Gelombang seismik

Gelombang seismik adalah strain dinamik atau strain elastik yang berubah

terhadap waktu yang merambat melalui material elastik seperti batuan sebagai tanggapan

terhadap suatu gangguan dinamik. Gelombang seismik atau gelombang elastik terdiri atas

dua jenis, yaitu gelombang tubuh (body wave) seperti gambar 3.1 dan gelombang

permukaan (surface wave) seperti gambar 3.2.

Page 3: Bab 3 Seismik

Gambar 3.1 Gelombang body

Page 4: Bab 3 Seismik

Gambar 3.2 Gelombang permukaan

Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

Yang menjadi objek perhatian utama pada rekaman gelombang seismik dalam metode ini

ialah body wave. Gelombang ini merupakan gelombang yang energinya ditransfer

melalui medium di dalam bumi. Sedangkan pada surface wave transfer energinya pada

permukaan bebas, tidak terjadi penetrasi ke dalam medium bumi dan hanya merambat di

permukaan bumi saja.

Body wave dibagi menjadi dua macam, yaitu:

P-wave atau gelombang-P/gelombang primer. Gelombang ini adalah gelombang

longitudinal dimana arah pergerakan partikel akan searah dengan arah rambat

gelombang.

Page 5: Bab 3 Seismik

S-wave atau gelombang-S/gelombang sekunder. Gelombang ini adalah gelombang

transversal dimana arah pergerakan partikel akan tegak lurus dengan arah rambat

gelombang.

Kecepatan gelombang-P lebih besar daripada gelombang-S (jika merambat dalam

medium yang sama seperti pada Gambar 3.3). Gelombang-P merupakan gelombang yang

pertama kali sampai dan terdeteksi oleh receiver (hydrophone atau geophone). Sedangkan

gelombang-S kadang tidak terdeteksi oleh receiver untuk jarak yang dekat dengan

sumber.

Page 6: Bab 3 Seismik

Gambar 3.3 Gelombang Seismik (P dan S)

Pertanyaannya adalah:

“Bagaimana penurunan persamaan kecepatan gelombang-P & gelombang-S ??”

Highly recomended sebelumnya untuk membaca postingan Teori Seismik (Elastisitas

Medium)?)

3.2 Elastisitas medium

Jika sebuah medium/benda padat berada dalam keadaaan setimbang dipengaruhi

gaya-gaya yang berusaha menarik, menggeser, atau menekannya maka bentuk benda

tersebut akan berubah (terdeformasi). Jika benda kembali ke bentuknya semula bila gaya-

gaya dihilangkan maka benda dikatakan elastik. Hubungan antara gaya dan deformasinya

dapat dijelaskan pada Gambar 3.2 dengan menggunakan konsep tegangan (stress),

regangan (strain), hukum Hooke dan konstanta elastiknya.

Gambar 3.4 Konsep tegangan (stress) dan regangan (strain)

a. Tegangan

Tegangan (stress) didefenisikan sebagai gaya persatuan luas. Apabila gaya yang

bekerja tegak lurus terhadap permukaan, maka stress yang demikian dikatakan tegangan

Page 7: Bab 3 Seismik

normal (normal stress). Sedangkan gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan

dikatakan sebagai tegangan geser (shearing stress). Untuk gaya yang bekerja dalam arah

yang tidak sejajar dan tidak tegak lurus pada permukaan, tegangannya dapat diuraikan ke

dalam komponen normal dan komponen geser.

Jika kita meninjau sebuah elemen kecil volume dimana tegangannya berada pada

dua permukaan yang tegak lurus terhadap sumbu x, maka komponen-komponen

tegangannya ditunjukkan seperti pada gambar 3.4A.

Tegangan normal ditunjukkan oleh σxx, sedangkan tegangan geser ditunjukkan

oleh σyx dan σzx. Jika benda berada dalam kesetimbangan statis, gaya-gaya yang bekerja

padanya harus setimbang. Ini berarti bahwa ketiga tegangan yakni: σxx, σyx dan σzx bekerja

pada bidang OABC haruslah sama dan berlawanan dengan hubungan tegangan yang

ditunjukkan pada bidang DEFG. 

  b. Regangan

Gaya-gaya yang dikerjakan pada suatu benda berusaha meregangkan benda

tersebut. Perubahan fraksional suatu benda elastik baik bentuk maupun dimensinya

dinamakan dengan regangan (strain). Analisis kuantitatif dua dimensi (2D)  regangan

dapat diilustrasikan  seperti pada gambar B.

Pada gambar 3-2 tersebut kita dapat melihat perubahan posisi koordinat PQRS

menjadi P’Q’R’S’. Pada saat titik P berubah menjadi P’, PP’ mempunyai komponen u

dan v. Kita misalkan  u=  u(x,y) dan v=  v(x,y), maka:

Page 8: Bab 3 Seismik

Dalam bentuk tiga dimensi, komponen perpindahan titik P (x, y dan z) ditulis

dengan (u, v dan w), sehingga Regangan normal adalah: (a.1), Regangan geser adalah:

(a.2), sedangkan komponen regangan pada benda yang mengalami perpindahan secara

rotasional adalah: (a.3).

Perubahan dimensi yang disebabkan oleh strain normal akan mengakibatkan

perubahan volume. Perubahan volume per satuan volume disebut dilatasi (dilatation) dan

diberi simbol Δ, dengan: (a.4)

Page 9: Bab 3 Seismik

c. Hukum Hooke

Page 10: Bab 3 Seismik

Hukum Hooke merumuskan hubungan antara tegangan dan regangan. Hooke

mengemukakan bahwa jika tegangan bekerja pada sebuah benda dan menimbulkan

regangan cukup kecil, maka terdapat hubungan secara linier antara tegangan dan

regangan. Tanpa memperhitungkan komponen arah atas kedua variabel tersebut, pada

medium yang bersifat homogen isotropik –Dalam seismologi, medium elastik yang

bersifat homogen isotropik didefinisikan  sebagai sifat medium dimana tidak terdapat

variasi densitas didalam medium sehingga gelombang menjalar dengan kecepatan yang

sama dalam medium–, Hooke mendefinisikan: (a.5) & (a.6)

λ dan μ disebut konstanta Lame, dengan μ menyatakan hambatan regangan geser.

Pada harga tegangan tetap (σ) regangan akan menjadi besar bila modulus gesernya kecil,

begitu juga sebaliknya.

d. Konstanta elastik

Konstanta elastik adalah tinjauan hubungan antara tegangan-regangan dan

perubahan bentuk benda yang ditimbulkannya. Untuk medium yang homogen isotropik

konstanta elastik meliputi modulus Young, modulus Bulk, modulus Rigiditas dan rasio

Poisson.

Modulus Young (Y)

Didefinisikan sebagai besarnya regangan yang ditunjukkan oleh perubahan panjang

suatu benda. Semua komponen regangan yang tidak searah sumbu panjang adalah

nol. Hal ini disebabkan tegangan hanya terjadi pada arah sumbu panjang tersebut,

pada arah yang lain tegangannya nol. Perumusannya adalah: (a.7)

Modulus Bulk (Κ)

Menyatakan regangan yang dialami oleh suatu benda yang ditunjukkan oleh

perubahan volume benda tersebut. Tegangan pada modulus ini didefinisikan sebagai

tekanan hidrostatik. Jadi modulus Bulk adalah hubungan antara tegangan dan

regangan pada benda yang mengalami tekanan hidrostatik. Bila tekanan hidrostatik

Ph= F/A dan regangan volume Δ= ΔV/V, maka modulus Bulk adalah: (a.8)

Page 11: Bab 3 Seismik

Modulus Rigiditas (μ)

Tekanan terhadap suatu benda dapat menimbulkan regangan berupa pergeseran pada

salah satu permukaan bidangnya. Tekanan yang bekerja pada benda ini disebut

tekanan geser dan regangannya disebut regangan geser. Perubahan bentuk akibat

pergeseran ini tidak disertai perubahan volumenya. Hubungan antara tegangan dan

regangan yang menimbulkan pergeseran sederhana ini disebut modulus Rigiditas.

Perumusan matematisnya adalah: (a.9)

Rasio Poisson (σ)

Rasio Poisson atau poisson’s ratio adalah ukuran besarnya regangan pada suatu

benda berupa kontraksi dalam arah transversal dan peregangan dalam arah

longitudinal akibat terkena tekanan. Apabila pernyataan tersebut diterapkan pada

silinder dimana arah transversalnya dinyatakan dengan diameter silinder (D) dan

arah longitudinal dengan panjang silinder (L), maka rasio Poisson adalah: (a.10)

Hubungan antara konstanta elastik pada medium homogen isotropik saling terkait

membentuk perumusan sebagaiberikut, yaitu: (a.11). Nilai empiris konstanta-konstanta

elastik dalam medium elastik (Muslim, Z., 1996) disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

 Reference:

Ramalis, T.R. (2001). Gelombang dan Optik. Common Textbook pada Jurdik.Fisika FPMIPA UPI.Telford, W.M., Geldart, L.P dan Sheriff, R.E. (1990). Applied Geophysics. Second Edition. Cambridge University Press.Muslim, Z. (1996). Gelombang dan Optika, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

3.3 Penurunan Kecepatan gelombang P (Vp) dan gelombang S (Vs)

Page 12: Bab 3 Seismik

Tidak terlepas dari gambar 3.1 dan persamaan a1 sampai a11, maka kecepatan

gelombang P dapat diturunkan sbb.:

Penurunan persamaan diawali dengan tinjauan terhadap sebuah  benda (medium)

homogen berbentuk kubus yang dikenakan oleh sebuah gaya tertentu. Tekanan yang

mengenai benda tersebut jika ditinjau pada salah satu permukaannya mempunyai

komponen-komponen sebagaiberikut: (b.1).

Komponen2 tekanan di atas disebut gaya tiap unit volume benda pada bidang x yang

berarah pada sumbu x, y, z. Untuk permukaan bidang lainnya, hubungan variabel

gaya tiap satuan volumenya analog dengan bidang x. Total gaya pada sumbu x yang

terjadi pada benda kubus adalah: (b.2)

Sedangkan menurut Newton, gaya adalah perkalian antara massa dan percepatannya,

F = ma. Bila dikaitkan dengan densitas benda ρ= mv, maka: (b.3)

Dengan menggunakan definisi gaya tersebut, maka persamaan (b.2) menjadi: (b.4)

Hubungan ini disebut persamaan gerak yang searah sumbu x. Dengan cara yang

sama, dapat diperoleh persamaan gerak pada arah lainnya.

Selanjutnya perhatikan kembali persamaan (a.1), (a.2), (a.4), (a.5) dan (a.6)  *lihat

postingan sebelumnya*. Menggunakan persamaan-persamaan tersebut persamaan

(b.4) dapat diturunkan menjadi: (b.5)

Dengan cara yang sama, persamaan (b.4) dapat diterapkan pada sumbu y dan z,

yaitu: (b.6) dan (b.7)

Gelombang merambat pada suatu media ke segala arah. Secara tiga dimensi arah

perambatan gelombang dinyatakan dengan sumbu x, y, z. Untuk menentukan

persamaan gelombang ini, diferensiasi persamaan (b.5; b.6 dan b.7) masing-masing

terhadap x, y dan z sehingga untuk persamaan (b.5) diperoleh: (b.8)

Persamaan (b.8) merupakan persamaan gelombang longitudinal. Dari persamaan

gelombang tersebut diperoleh kecepatan gelombang longitudinal atau dikenal dengan

kecepatan gelombang-P yaitut: (b.9)

Page 13: Bab 3 Seismik
Page 14: Bab 3 Seismik

Untuk menurunkan persamaan gelombang transversal, maka persamaan (b.6) diturunkan

terhadap z dan persamaan (b.7) diturunkan terhadap y. Hasil turunan persamaan (b.6)

dikurangi hasil turunan persamaan (b.7) menghasilkan: (b.10)

Dengan menggunakan definisi pada persamaan (a.3), hubungan ini (dalam arah x)

dituliskan menjadi: (b.11)

Untuk arah penjalaran y dan z diturunkan dengan cara yang sama, sehingga diperoleh

hubungan: (b.12) & (b.13)

Persamaan (b.11), (b.12) dan (b.13) menyatakan persamaan gelombang transversal. Dari

persamaan gelombang tersebut diperoleh kecepatan gelombang transversal atau dikenal

dengan kecepatan gelombang-S yaitu: (b,14)

Berdasarkan pola-pola dari persamaan (b.8), (b.11), (b.12) dan (b.13), kita dapat menarik

suatu konklusi bahwa persamaan tersebut berlaku umum. Hubungan ini disebut

persamaan gelombang skalar, secara umum dituliskan dengan: (b.15). Dengan v

menyatakan kecepatan tetap dan ψ menyatakan fungsi gelombang pada posisi x, y, z dan

waktu t tertentu, atau dituliskan ψ(x,y,z,t).

Page 15: Bab 3 Seismik

Catatan : Berdasar kelemahan dan keunggulannya, maka metode seismik sangat baik

digunakan jika dapat diperkirakan bahwa terdapat kontras kecepatan pada target

yang diinginkan. Namun, mengingat bahwa suatu survei geofisika disamping

keunggulan metode juga harus memperhatikan sisi ekonomisnya, maka pemilihan

metode-metode yang cocok dari segi ekonomis dan target menjadi sangat penting.

Page 16: Bab 3 Seismik

Berdasar perbedaan-perbedaan tersebut, teknik refleksi lebih mampu

menghasilkan data pengamatan yang dapat diinterpretasikan (interpretable). Mengingat

survey refleksi membutuhkan biaya lebih besar daripada survey refraksi, maka sebagai

konsekuensinya survey refraksi lebih senang digunakan untuk lingkup sempit/kecil.

Misalnya digunakan dalam mendukung analisis lingkungan atau geologi teknik.

Sedangkan survey refleksi digunakan dalam eksplorasi minyak bumi.

Page 17: Bab 3 Seismik

3.4 Seismik Refraksi

Bila gelombnag elastik yang menjalar dalam medium bumi menemui bidang batas

perlapisan dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi pemantulan

dan pembiasan gelombang tersebut. Bila kasusnya adalah gelombang kompresi

(gelombang P) maka terjadi empat gelombang yang berbeda yaitu, gelombang P-refleksi

(PP1), gelombang S-refleksi (PS1), gelombang P-refraksi (PP2), gelombang S-refraksi

(PS2). Dari hukum Snellius yang diterapkan pada kasus tersebut diperoleh :

V P1

Sin . i=

V P1

Sin . θP=

V S 1

Sin .θS=

V P 2

Sin . rP=

V S 2

Sin .r S.. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . ..(3 . 1)

di mana : VP1 = Kecepatan gelombang-P di medium 1 VP2 = Kecepatan gelombang-P di medium 2 VS1 = Kecepatan gelombang-S di medium 1 VS2 = Kecepatan gelombang-S di medium 2

Medium-1

-------------------------

Medium-2

Page 18: Bab 3 Seismik

Kemudian apabila Gambar 3.5 disederhanakan untuk refraksi maka digambarkan

seperti gambar 3.6 di bawah ini

Gambar 3.6 Hukum Snellius untuk peristiwa pembiasan gelombang

3.2.1 Penjalaran gelombang pada lapisan mendatar

Adanya asumsi bahwa lapisan mendatar (tidak perlu horizontal) dan homogen,

serta kecepatan gelombang V2 > V1 maka untuk sudut refraksi maksimum (ө = 900) pada

titik kritis (C) disebut sudut kritis (өc) atau ic.

Gambar 3.5 Pemantulan dan pembiasan gelombang P dan S dari gelombang datang P pada bidang batas

Page 19: Bab 3 Seismik

 

Oleh karena itu, hokum Snellius, pada titik kritis akan menjadi :

Sin . i1

V 1=

Sin . i2

V 2,tetapi .i2=900 ,maka .. . .Sin . ic=

V 1

V 2. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. .(3 . 2)

Hubungan ini dipakai untuk menjelaskan metode pembiasan dengan sudut datang kritis.

Dan untuk lapisan yang lebih dari 2 lapisan seperti gambar 3.8 di bawah ini.

Gambar 3.8 Refraksi untuk > 2 lapis

Maka persamaan dapat dirumuskan sbb.:

……………………………..…………………….. (3.3)

Gambar 3.7 Titik kritis C untuk refleksi dan refraksi (garis putus-putus)

V1

V2

Page 20: Bab 3 Seismik

Bila dibandingkan waktu tempuh gelombang langsung, bias dan pantul maka pada

jarak relatif dekat TL < TB < TP, dengan TL, TB, dan TP berturut-turut adalah waktu

tempuh gelombang langsung, bias dan pantul. Sedangkan pada jarak yang relatif jauh TB

< TL < TP. Jelas bahwa gelombang pantul akan sampai di titik penerima dalam waktu

yang paling lama.

Gambar 3.9 Hubungan Jarak dan waktu tempuh gelombang langsung(direct), bias (refraksi) dan pantul (refleksi)

Selain itu Gambar 3.10 memperlihatkan gelombang dari sumber S (Source)

menjalar pada medium V1, dibiaskan kritis pada titik C sehingga menjalar pada bidang

batas lapisan. Dengan memakai prinsip Huygens pada bidang batas lapisan, “Titik-titik

yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru”. maka gelombang ini

dibiaskan ke atas setiap titik pada bidang batas itu sehingga sampai ke Receiver P yang

ada di permukaan

Page 21: Bab 3 Seismik

Gambar 3.10 Lintasan penjalaran gelombang bias

Kemudian untuk melihat hasil perekaman gelombang seismic yang terdiri dari

gelombang langsung, bias dan pantul dicatat seperti gambar 3.11 di bawah ini

Untuk pembacaan First break yaitu istilah di dalam seismik bias yang berarti

saat/awal sebuah energi gelombang mencapai penerima. Kondisi ini sangat bergantung

dari wavelet (bentuk dasar) gelombang yang dipancarkan sumber. Dalam seismik dikenal

3 macam wavelet dasar, yaitu minimum phase, maksimum phase dan zero phase.

Minimum phase adalah sebuah wavelet yang peak (puncak) maksimumnya berada di

depan, sedang maksimum phase memiliki peak maksimum di belakang. Zero phase

adalah bentuk gelombang yang ideal, dengan amplitude maksimum berada di tengah.

Gambar 3.11 Hasil perekaman raw-data seismik

Page 22: Bab 3 Seismik

Di dalam pengukuran sebenarnya, hampir semua bentuk gelombang yang

ditimbulkan oleh sebuah spike adalam minimum phase, dengan amplitude maksimum

berada di depan dan semakin lama amplitudonya mengalami peluruhan sebagai fungsi

koefisien serap medium. Di lapangan, sumber seismik bias berupa palu atau weight-drop,

yang dianalogikan dapat menghasilkan sebuah bentuk gelombang spike, sehingga analisis

bentuk gelombang yang diterima adalah minimum wavelet. Jika diandaikan bahwa saat

sebelum trigger diaktifkan (palu belum dipukulkan) tidak ada gelombang yang datang,

maka first break gelombang adalah benar-benar pecahan pertama gelombang.

Gambar 3.12 Gelombang pecah pertama (first break)

Setelah pembacaan waktu first break terhadap jarak antara sumber getaran ke

penerima geophone dicatat kemudian diplot ke dalam kurva T-X, yaitu kurva waktu

terhadap jarak (gambar 3.13).

a b

Page 23: Bab 3 Seismik

T bTi

Gambar 3.13 Penjalaran gelombang bias (a) dan plot first break gelombang langsung dan

bias (b)

Berdasarkan grafik hubungan jarak dengan waktu tiba dapat ditentukan harga V1,

V2, Ti, dan Xc. V1 adalah kecepatan gelombang seismik pada medium 1 sedang V2

adalah kecepatan gelombang seismik pada medium 2, Ti adalah waktu penggal (intercept

time), dan Xc adalah jarak kritis. Untuk menentukan kedalaman di bawah sumber

gelombang h, ditinjau terlebih dahulu tentang lintasan penjalaran gelombang bias pada

Gambar 3.13(a) . Waktu yang diperlukan untuk penjalaran dari lintasan A-C-D-F adalah

T, maka

T=T AC+T CD+T DF

T=1V 1

AC+1V 2

CD+1V 1

DF

T=1V 1 (hCos .ic )+1

V 2( X−2h . tan . ic )+1

V 2 (hCos .ic ) .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .(3 .4 )

Mengingat pers.(3.2) untuk Sin ic, maka bisa dimanipulasi untuk Cos ic dan Tan ic dan

masukkan ke pers. (3.4) maka dapat disederhanakan menjadi :

T= XV 2

+ 2hV 1V 2

√(V 2 )2−(V 1 )

2 .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .(3.5 )

Adapun kedalaman lapisan dapat ditentukan dengan 2 cara, yaitu :

1. Berdasarkan waktu penggal (intercept time) Ti

t2 = Ti

Page 24: Bab 3 Seismik

Dari pers. (3.5) untuk X=0, maka besarnya T = Ti sehingga :

T i=2 h

V 1 V 2√(V 2 )(

2V 1)2 . .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . . . . . . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .(3 .6 )

Dan kedalaman lapisan h diperoleh :

h=T i

2V 1V 2

√(V 2 )2−(V 1 )

2. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .(3 .7 )

2. Berdasarkan jarak kritis Xc

Pada gambar 3.13 grafik T1 dan T2 berpotongan di Critical distance (Xc,Tc)

sehingga berlaku T1 = T2 = Tc dan X = Xc. Dengan demikian kedalaman (h)

didapatkan :

h=Xc

2 √ V 2−V 1

V 2+V 1. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. ..(3 . 8)

atau dalam buku lain kedalaman kritis ditulis (Zc) seperti gambar 3-14. sbb. :

Gambar 3-14. Kurva TX dan perhitungan kedalaman kritis Zc

Kemudian untuk 3 lapisan mendatar masih perlu dibuktikan karena antara satu

penulis dengan penulis lain kedalaman ke-2 (Z2) bisa berbeda, sebagai contoh :

Page 25: Bab 3 Seismik

Susilawati (2004), menulis kedalaman lapisan ke-2 dengan symbol h2 sbb.:

h2=[T i2−2 h1

V 1V 3√(V 2 )

2−(V 1)2 ] V 2V 3

2√(V 3)2+(V 2 )

2. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .(3 .9 )

Akan tetapi di Internet dengan website ; All about seismic ditemukan sbb.:

Gb. 3-15 Kurva Tx 3 lapis

Mungkin kalau definisi Ti2 (pers 3.9) dengan Ti3 (pers 3.10) tidak masalah

karena penandaan di All about seismic (refraction) dimulai dari t=0 untuk ti1.

Akan tetapi bagaimana dengan V3 dalam akar yang berbeda ?

3.2.2 Penjalaran gelombang pada lapisan miring

Untuk menentukan kedalaman di bawah sumber gelombang pada dua lapisan

miring dengan sudut kemiringan (φ) perlu dilakukan pengukuran bolak balik, yaitu :

pengukuran ke arah perlapisan naik (up-dip) dan pengukuran ke arah perlapisan turun

(down-dip) lihat gambar 3.16 dan keterangannya dari All about seismic (refraction).

Secara ringkas waktu rambat down-dip (td) dan up-dip (tu) dituliskan sbb.:

t d=X

V d+ tid

; dimana

V d=V 1

Sin(θc+ϕ ) dan

t id=[2 hd

V 1 ]Cos . θc

…………………. (3.11)

tu=X

V u+t iu

; dimana

V u=V 1

Sin(θc−ϕ ) dan

t iu=[ 2hu

V 1 ]Cos .θc

………………… (3.12)

..

Page 26: Bab 3 Seismik

Gambar 3.16 Penjalaran gelombang pada lapisan miring dengan perhitungan V dan Өc

Kedalaman lapisan hd dan hu dapat diperoleh dari membaca intercept time tid dan

tiu pada data rekaman dan dihitung melalui persamaan berikut :

a) Pada pengukuran down-dip untuk X=0,

td=t id=[ 2hd

V 1 ]Cos .θc

sehingga

hd=t id

V 1

2.Cos .θc ……………………. (3.13)

b) Pada pengukuran up-dip untuk X=0,

Page 27: Bab 3 Seismik

t u=tiu=[ 2hu

V 1 ]Cos .θc

sehingga

hu=t iu

V 1

2. Cos .θc …………………….. (3.14)

3.2.3 Lapisan yang tidak terdeteksi oleh perekaman seismik

Apabila terdapat 3 lapisan dan lapisan ke-2 kecepatannya lebih rendah dari

lapisan ke-1, maka gelombang refraksi tidak terdeteksi oleh alat perekaman. Lihat

gambar 3-17 ilustrasi perlapisan dengan keterangan kecepatan gelombangnya. Dan

gambar 3-18 adalah kurva T-X, dimana tidak terdeteksi kecepatan lapisan ke-2.

Gambar 3-17 Penjalaran gelombang bias pada 3 lapisan

Page 28: Bab 3 Seismik

Gambar 3-18 Kurva T-X dimana V2 tidak terdeteksi

3.2.4 Contoh data perekaman seismik refraksi

Page 29: Bab 3 Seismik

3.3 Teori Refraksi Hagiwara

Metode Hagiwara merupakan salah satu metode pemrosesan data seismik bias hasil

pengembangan dari konsep metode waktu tunda (delay time). Metode ini mampu

menggambarkan kedalaman lapisan pertama. Metode ini dipakai dengan harapan nantinya

dapat dipergunakan untuk memperlihatkan struktur pelapisan di bawah permukaan di daerah

penelitian. Berbeda dengan pemrosesan data seismik bias sederhana yang hanya mampu

menggambarkan lapisan datar (rata) baik horisontal maupun miring, metode Hagiwara

mampu meenggambarkan lapisan yang tidak datar (rata) karena metode ini akan mengetahui

kedalaman lapisan di bawah tiap geophone yang first break-nya merupakan gelombang bias.

Untuk dapat dilakukan pemrosesan dengan menggunakan metode Hagiwara, dibutuhkan data

seismik hasil pengukuran yang berupa data first break dan metode pengukurannya dilakukan

dengan penembakan arah maju dan arah balik. Asumsi yang berlaku pada metode ini adalah

dengan menganggap undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar (Lihat Gambar 3.21) atau

sudut kemiringan mendekati nol (<20o).

Gambar 19 (di atas)

Contoh plot data seismic refraksi

Gambar 20 (samping kiri)

Kegiatan perekaman data seismic ;

Pemukul plat besi untuk menimbulkan getaran

Alat seismograph yang dapat menerima gelombang P khususnya first break.

Page 30: Bab 3 Seismik

Gambar 3.21 Struktur dua lapisan yang berundulasi menurut Hagiwara

Pada Gambar 3.21, TAP adalah waktu rambat gelombang refraksi dari A ke P, TBP

dari B ke P dan TAB dari A ke B. Kemudian bundar-bundar hitam itu adalah waktu rambat

gelombang yang diterima di P, sedangkan tanda panah waktu rambat gelombang

langsung yang hanya merambat pada lapisan pertama. TAP ,TBP dan TAB dapat diketahui

langsung pada saat pengukuran. Dengan demikian waktu rambat to (Zerro travel time)

dapat dicari dengan persamaan:

to = TAP +TBP - TAB ……………………………………………………….. (3-15)

Nilai T’AP dan T’BP (di gambar garis lurus) disebut juga waktu rambat kecepatan (velocity

travel time) yang diperoleh melalui persamaan :

T’AP = TAP - to/2 = (TAP -TBP + TAB)/2

………………………….. (3-16)

T’BP = TBP - to/2 = (TBP - TAP + TAB)/2

Page 31: Bab 3 Seismik

Secara teoritis kurva ini merupakan garis lurus dan kemiringannya menunjukkan

kecepatan lapisan ke-2 (v2), sedangkan kecepatan lapisan pertama (v1) ditentukan dari

waktu rambat gelombang langsung.

Jika ingin menentukan garis yang tegak lurus ke bawah dari titik P ke permukaan lapisan

di bawahnya, maka akan diperoleh hP dengan persamaan:

Dengan mengingat rumus Snellius untuk sudut kritis dan mensubstitusikan persamaan

(3) dan (4), maka akan diperoleh persamaan:

Jika T’AP dan T’BP diteruskan memotong sumbu vertikal A, maka didapat A ‘ dan pada B

didapat B’, dengan demikan hA dan hB dapat dihitung dengan persamaan:

Perhitungan kecepatan lapisan V1 dan V2 serta kedalaman lapisan hA , hB , dan hP

Sudah tersedia dalam program yang penting input datanya benar maka program akan

mengeksekusinya seperti penampang yang dihasilkan.

Pengambilan data

Pengambilan data seismik refraksi dalam bentuk lintasan lurus dengan data bolak-balik,

sehingga dalam satu lintasan meliputi data up-dip dan down-dip. Sumber gelombang

menggunakan palu yang dipukulkan pada plat baja, kemampuan maksimum ± 60 m,

untuk lintasan lebih panjang dibuat overlaping.

hP=V 1(T AP+T BP−T AB)

2Cos θ. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .(3−17 )

hP=V 1(T AP−T AP

¿ )cosθ

, dan . hP=V 1 (T BP−T BP

¿ )cosθ

. .. . .. .(3−18 )

hA=V 1 τ A

¿

cosθ,dan. hB=

V 1 τB¿

cosθ.. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .(3−19)

Page 32: Bab 3 Seismik

Alat yang digunakan untuk pengukuran seismik di Bawean dari tanggal 29 September – 5

Oktober 2001 adalah OYO McSeis model 3 chanel, geophone 3 buah, 2 rol kabel 100 m

dan 30 m, palu dan plat baja, rol meter 100 m, catu daya (battery) dan kertas grafik.

Pemrosesan data

Setelah pengambilan data, maka dilakukan pemrosesan data sbb.:

1. Hasil sementara diplot dalam kertas grafik dan di laporan sementara dibuat grafik

dengan Ms.Exel.

2. Melakukan analisis perhitungan dengan metode Hagiwara-Masuda. Dalam hal ini

digunakan program Hagiwara-Masuda (bahasa pemrograman Matlab), untuk

menentukan kecepatan dan kedalaman tiap lapisan serta menggambarkan relief

lapisan bawah permukaan (lihat Gambar-3.22).

Sebagai data input yaitu jarak (x), waktu yang terekam oleh alat adalah T (up-dip)

dan T (down-dip) seperti pada grafik kurva T-X. Kemudian pemrosesan data dengan

program Hagiwara-Masuda, hasilnya dalam bentuk penampang yang terdiri dari lapisan

1 dan 2 dengan masing-masing kecepatan. Penampang yang ada baru menunjukkan

adanya 2 lapisan yang berbeda. Konfigurasi bawah permukaan dapat diketahui setelah

digabungkan dengan hasil pemetaan geologi permukaan, sehingga menghasilkan model

geologi endapan oniks Bawean.

Interpretasi data

Berdasarkan hasil pengukuran seismik (Gambar-3.22), dapat dibedakan adanya dua

perlapisan batuan, yaitu yang menunjukkan kecepatan rendah (867-1078) m/s dan

kecepatan yang lebih tinggi (2086-2188) m/s. Pada kecepatan rendah ditafsirkan sebagai

endapan oniks, sedangkan yang mempunyai kecepatan lebih tinggi ditafsirkan sebagai

batugamping. Hasil ini memperlihatkan kesesuaian dengan hasil pengamatan di

permukaan, yaitu munculnya perulangan antara oniks dan batugamping dengan batas

kontak yang hampir tegak dan memanjang.

Page 33: Bab 3 Seismik

0 5 10 150

10

20

30

Plot waktu tiba sinyal

ms

0 5 10 15

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

keda

lam

an

1078 m/s

2086 m/s

Rujing Line-I (0 - 30)m

Nomor geophone, spasi = 2 m

Gambar 3.22 Contoh model interpretasi metode Hagiwara