BAB 3 xeros

Embed Size (px)

Citation preview

29

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 XerostomiaXerostomia berasal dari kata xeros (kering) dan stoma (mulut). Xerostomia (dry mouth) atau mulut kering adalah suatu kondisi yang muncul akibat penurunan produksi saliva. Xerostomia merupakan sebuah gejala, bukan sebuah penyakit.Xerostomia ini menimbulkan keluhan berupa rasa tidak nyaman di mulut, kesulitan menelan, rasa terbakar di mulut, bau mulut dan masalah-masalah lain yang timbul akibat peningkatan jumlah mikroorganisme di mulut, misal candida albicans (Guyton, 1997).Adanya rangsangan pada mukosa mulut menyebabkan terciptanya sinyal yang menuju ke otak, sinyal ini menyebabkan otak memberikan respon melalui jaras efferen neuron yang menuju ke glandula salivatorius. Glandula salivatorius memiliki reseptor Muscarinik M3 untuk menerima perintah produksi saliva. Sinyal efferen ini menyebabkan terlepasnya asetilkolin dari saraf efferen perifer menuju ke glandula salivatorius, akibatnya terjadi produksi saliva. Hal-hal lain yang juga bisa menimbulkan timulus untuk produksi saliva yaitu bau-bauan, kecemasan, rasa makanan (Guyton, 1997).Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis dan sementara atau permanen. Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek samping obat-obatan, stress dan juga usia (Guyton, 1997).Macam-Macam dari xerostomia terdiri dari (Guyton, 1997):1) Xerostomi yang irreversibel : pada kasus Sjgrens syndrome, anomali kongenital, HIV/AIDS, radiasi 2) Xerostomi yang reversibel : pada keadaan cemas, akibat obat-obatan, infeksi akut, dehidrasi

63.1.1 Penyebab XerostomiaMulut kering dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress dapat menyebabkan keluhan mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada kelenjar saliva dan lain-lain (Kidd, 1992):1) Radiasi daerah leher dan keoalaTerapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva terjadi penurunan kecepatan sekresi saliva sampai kurang dari 0.1 mL per menit. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran. Selain itu juga terjadi peningkatan kadar protein total yang cukup besar sehingga saliva menjadi kental (Kidd, 1992).

Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus.4 Tingkat perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu: untuk beberapa hari, terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan penyumbatan (Kidd, 1992).Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada saliva, dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi Ig A berkurang (Kidd, 1992). Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan kecepatan sekresi saliva menjadi normal kembali tergantung pada individu dan dosis radiasi yang telah diterima (Kidd, 1992). 2) Gangguan pada kelenjar salivaAda beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus (Kidd, 1992). Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva (Kidd, 1992). Sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang (Kidd, 1992).3) Kesehatan umum yang tergangguPada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama,diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva (Kidd, 1992).Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga perlu intake cairan dibatasi. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental (Kidd, 1992).Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering. Pada infeksi pernafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita bernafas melalui mulut (Kidd, 1992).4) Penggunaan obat-obatanBanyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi sativa. Ada sekitar 400 macam obat yang bisa menyebabkan xerostomia. Yang tersering adalah obat-obatan anti kolinergik, anti parkinson, dan anti neoplastik. Xerostomia yang disebabkan oleh obat-obatan biasanya menghilang bila pemakaian obat dihentikan (Kidd, 1992).

Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar (Kidd, 1992).5) Keadaan fisiologis. Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering. Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva (Kidd, 1992).6) Usia. Peningkatan usia akan menyebabkan terjadinya perubahan atropik pada kelenjar ludah yang akan menurunkan sekresi saliva. Sampai dengan umur 15 tahun volume saliva lebih besar dibandingkan dengan umur yang lebih dewasa. Dengan bertambahnya umur seseorang, akan terjadi penurunan produksi saliva. Perubahan terbesar terjadi pada glandula parotis, karena secara bertahap akan terjadi perubahan jaringan yang menyusunnya. Selain terjadi perubahan pada sel-selnya terjadi juga penurunan sintesis protein. Hal ini akan berakibat pada terjadinya penurunan produksi saliva (Kidd, 1992). Pada umumnya penurunan produksi saliva dianggap merupakan akibat proses penuaan yang tidak dapat dihindari, akan tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa tidak ada penurunan cairan produksi kelenjar parotid pada individu yang beranjak tua namun sehat dan tidak minum obat. Dilain pihak ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan atropik yang terjadi dikelenjar submandibularis sesuai dengan pertambahan usia akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit. Dengan demikian, setiap penurunan produksi saliva dianggap sebagai akibat dari faktor usia, namun hal ini tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan penurunan akibat penyakit dan penggunaan obat-obatan (Kidd, 1992).7) Keadaan-keadaan lain. Agenesis dari kelenjar saliva sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialograf menunjukkan adanya cacat yang besar dari kelenjar saliva (Kidd, 1992).Kelainan syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan mengakibatkan hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim kelenjar dan duktus, atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi saliva. Sebaliknya gangguan sistem saraf juga dapat meningkatkan produksi saliva, seperti pada penyakit Parkinson. Belakangan telah dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami mulut kering (Kidd, 1992).

3.1.2 Etiopatologi XerostomiaSaliva diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibularis , sublingualis serta ratusan kelenjar saliva minor yang terdistribusi di seluruh bagian rongga mulut. Setiap harinya kelenjar-kelenjar saliva ini diperkirakan menghasilan 1 liter/hari, flow rate dapat fluktuatif hingga 50% sesuai ritme diurnal (Guggenheimer, 2003).Sistem syaraf simpatik dan parasimpatik menginervasi kelenjar saliva. Parasimpatis menginervasi lebih banyak pada watery secretion dan saraf simpatik lebih banyak menginervasi viscous saliva. Sensasi mulut kering seperti halnya yang dirasakan pada saat stress yang akut yang disebabkan adanya perubahan komposisi saliva pada saat ini stimulasi saraf simpatis lebih dominan selama periode ini. Selain itu gejala mulut kering ini juga disebabkan oleh dehidrasi mukosa rongga mulut dimana output kelenjar saliva minor dan mayor menurun serta lapisan saliva yang melapisis mukosa oral berkurang (Guggenheimer, 2003).Mekanisme patogenesis antara DM dan perubahan fungsi kelenjar saliva hingga saat ini belum jelas. Dehidrasi sebagai hasil dari hiperglikemia yang lama sebagai konsekwensi dari poliuria merupakan penyebab utama xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva pada pasien DM. Dehidrasi saja tidak dapat menyebabkan perubahan fungsi kelenjar saliva. Infiltrat limfositik yang terlihat pada jaringan kelenjar saliva labial mengindikasikan bahwa jaringan kelenjar saliva merupakan target suatu proses autoimun yang sama dengan pancreas (Vernillo, 2003; Pedersen, 2004; Greenberg, 2003).Degenerasi yang terus menerus pada jaringan kelenjar saliva akan menyebabkan 10-25% terjadinya hipofungsi dan gangguan komposisi saliva. DM tipe I dan II dapat menyebabkan pembesaran bilateral yang asimtomatik pada kelenjar parotis dan kadang-kadang kelenjar submandibularis yang biasa disebut sialosis diabeti (Pedersen, 2004).Terdapat 2 hal yang sering merupakan komplikasi degeneratif DM yaitu otonomik neuropati dan mikroangiopati yang menyebabkan terjadinya gangguan struktural pada jaringan kelenjar saliva dan kemudian terjadi hipofungsi pada kelenjar ini serta dipengaruhi inervasi otonomik dan mikrosirkulasi pada jaringan kelenjar. Pasien dengan neuropati diabetik dilaporkan mengalami peningkatan dan penurunan flow saliva. Tidak ada konsensus pada hubungan antara DM dan disfungsi kelenjar saliva. Xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva sering dilaporkan berhubungan penyakit DM dimana terjadi kontrol metabolik yang buruk (Pedersen, 2004).

3.1.3 Manifestasi Diabetes Melitus di Ronnga Mulut1) Xerostomia (Mulut Kering)Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.Pada penderita diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa kering, sehingga disarankan pada penderita untuk mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat merangsang kelenjar air liur untuk mengeluarkan air liur.1. Gingivitis dan PeriodontitisPeriodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita Diabetes lebih berat. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum (Respati, 2006).Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa (Respati, 2006).Dari seluruh komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes Melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas (Respati, 2006).2) Stomatitis Apthosa (Sariawan)Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes (Respati, 2006).3) Rasa mulut terbakarPenderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah (Respati, 2006). 4) Oral thrushPenderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar. Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes Melites kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga menyebabkant thrush. Dari hasil pengamatan saya selama berpraktik sebagai dokter gigi yang ditandai dengan adanya lapisan putih kekuningan pada lidah, tonsil maupun kerongkongan (Respati, 2006).5) Dental Caries (Karies Gigi)Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi (Respati, 2006).Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat, kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi (Respati, 2006).3.1.4 Tanda dan Gejala XerostomiaBeberapa tanda dan gejala xerostomia di rongga mulut adalah (Respati, 2006):Gejala Umum (Respati, 2006):1) saliva kental dan berbusa2) Bibir kering dan pecah3) Rasa terbakar, yang cenderung menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam menelan (disfagia), kadangkala rasa sakit dalam mulut, dan juga gangguan fungsi pengecapan. 4) Disfagia akan sangat dirasakan bagi penderita yang benar-benar kekurangan saliva5) peningkatan resiko karies gigi dan beberapa iritasi juga infeksi lainnya pada penderitanya. Tanda tanda klinis Saliva berbusa, kental, bibir kering, rasa terbakar, lidah berfisura dan berlobul, pipi yang kering dan pucat, kelenjar saliva bengkak atau nyeri, mukosa berubah menjadi daerah kering dan berfisura (Respati, 2006).

3.1.5 Diagnosa Banding XerostomiaDiagnosa banding dari xerostomia adalah sebagai berikut:1. Chronical administered (antidepressants, parasympatholytics, neuroleptics)2. Sjorgens syndrome3. Sarcoidosis tuberculosis4. HIV or hepatitis C infection5. Uncontrolled diabetes6. Amyloidosis 7. Therapeutic radiation to head and neck8. Graft-vs-host disease

3.2 Penyakit yang dapat Menyebabkan XerostomiBeberapa penyakit yang dapat menyebabkan xerostomia adalah (Dessureault, 1989):1) Sindrom SjogrenSindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva tersebut rusak, karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurangdan menyebabkan xerostomia (mulut kering) (Dessureault, 1989)2) HIVSalah satu penyebab timbulnya Xerostomia adalah karena adanya penyakitHIV/AIDS, dan menyebabkan kelenjar ludah membengkak. Kondisi ini terutama sering terjadi pada anak HIV-positif. Penyakit xerostomia cenderung timbul dalam infeksi akhir HIV, namun terkadang dapat pula menjadi manifestsi pertama penyakit HIV. Pada laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki resiko tinggi. Xerostomia oleh HIV dapat disertai atau tanpapembengkakan parotis. Hal ini sering sebagai efek samping dari obat antivirus atau obat lain yang digunakan untuk pasien dengan infeksi HIV, sepertiangiolytics, antijamur, dll. (Dessureault, 1989). 3) Diabetes MelitusLudah penderita DM seringkali menjadi lebih kental, sehingga mulutnya terasa kering, disebut xerostomia diabetic. Pada penderita diabetes berkurangnya ludah(saliva) dipengaruhi faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penurunan sekresi air ludah dari kelenjar parotis cenderung membuat pH menjadi turun. Disamping itu terjadi kenaikan kadar glukosa cairan mulut yang akan dimetabolisme oleh bakteri mulut menjadi asam (Dessureault, 1989). 4) Rheumatoid ArthitisPenemuan yang paling menjadi perhatian dokter gigi pada pasien rheumatoid arthritis adalah seringnya ditemukan sekitar 50% kondisi xerostomia pada pasien dengan diagnosis rheumatoid arthritis (Guggenheiner, 2003). Xerostomia bisa disebabkan oleh efek samping medikasi yang bersifat xerogenic yang diberikan, namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Russel and Reisine (1998) diketahui bahwa gejala xerostomia yang diindikasikan dengan penurunan curah saliva biasa ditemukan diantara pasien rheumatoid arthritis, bahkan pada mereka yang tidak mendapat medikasi yang bersifat xerogenic. Medikasi yang bersifat xerogenic antara lain tramadol, ibuprofen, amytriptiline, lansoprazole dan piroxicam (Guggenheiner, 2003). 5) Cancer TreatmentXerostomia dapat terjadi akibat efek samping kemoterapi yaitu 78% pasien yang dikemoterapi mendapat efek tersebut. Hal ini terjadi berhubungan dengan agen yang digunakan dalam kemoterapi. Paclitaxel, carboplatin, dan infusional 5-fluorouracil merupakan sebagian agen yang digunakan dalam kemoterapi (Guggenheiner, 2003). 6) Menopouse Perubahan rongga mulut dilaporkan dapat terjadi pada pada wanita menopause (20-90%), termasuk ketidaknyamanan oral (rasa sakit dan Sensasi terbakar), mulut kering (xerostomia) dan persepsi rasa berubah. Etiologi dari ketidaknyamanan oral ini berhubungan dengan perubahan pada kuantitas dan kualitas saliva (Guggenheiner, 2003). Perubahan mukosa mulut karena berkurangnya tingkat estrogen pada epitel berkeratin bersama dengan penurunan sekresi saliva pada wanita menopause dapat terjadi bervariasi dari warna yang menjadi pucat sampai ke kondisi yang dikenal sebagai gingivostomatitis menopause, ditandai dengan gingiva kering, mengkilap dan mudah berdarah pada probing dan saat menyikat gigi, serta berkurangnya laju saliva (Guggenheiner, 2003).

3.3 Anamnesa XerostomiaKebanyakan anamnesis tidak memasukkan pertanyaan spesifik tentang xerostomia, oleh sebab itu xerostomia sering tidak terdeteksi bila pasien tidak memiliki keluhan. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat di ajukan untuk mengidentifikasi penderita xerostomia yang asimptomatis, tetapi beresiko terjadi penurunan sekresi saliva (Nasution, 2007).1) Apakah jumlah saliva mulut anda terlalu sedikit, terlalu banyak atau anda tidak memperhatikannya?2) Apakah anda mengalami kesulitan dalam menelan?3) Apakah mulut anda terasa kering sewaktu menelan?4) Apakah anda mengalami kesulitan dalam memakan makanan kering seperti biskuit, kripik, kraker dan anda minum untuk membantu menelannya?Jawaban ya terhadap saliva yang terlalu sedikit pada pertanyaan pertama merupakan tanda bahwa terjadi penurunan jumlah saliva yang tdak terstimulasi. Jawaban ya pada salah satu dari tiga pertanyaan selanjutnya merupakan tanda bahwa terjadi penurnan jumlah saliva yang terstimulasi (Nasution, 2007).Bagi pasien yang simptomatis yaitu mereka yang datang ke klinik dengan keluhan xerostomia, tindakan penanganan awal ialah mengetahui kapan itu mulai terjadi, frekuensi dan keparah dari xerostomia tersebut. Berikut ini pertanyaan untuk penderita yang simptomatis (Nasution, 2007).1) Apakah anada sering bangun tengah malam untuk minum?2) Apakah anda menderita penyakit seperti diabetes, hipertensi atau penyakit lainya?3) Apakah anda pernah mengalami penyinaran di bagian kepala dan leher?4) Kapan terakhir kalinn anda melakukan pemeriksaan fisik lengkap?5) Obat-obatan apa saja yang sedang anda konsumsi?6) Berapa banyak anda minum dalam satu hari?7) Sudah berapa lama nada merasakan gejala ini?

3.4 Pemeriksaan Penunjang XerostomiaBeberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis xerostomia adalah sebagai berikut (Navazesh, 2003):1) Pemeriksaam sialometriPengumpulan whole saliva lebih mudah dilakukan, dapat dilakukan pada saat istirahat (unstimulated atau resting), dan pada saat pasien melakukan mengunyahan/aktivitas (stimulated). Unstimulated saliva normal adalah 0,1-0,2 ml/menit (gr/menit). Unstimulated saliva dilakukan pada pasien yang telah mengistirahatkan rongga mulutnya minimal 90 menit, duduk tegak lurus dengan kepala sedikit miring ke depan, pada situasi yang hening, mata tetap terbuka, kemudian melakukan gerakan pengunyahan awal, saliva ditampung setiap 5 menit sekali melalui corong ke dalam gelas ukur. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan stimulus asam sitrat. Saat istirahat sekresi saliva berkisar antara 0-0.1 mL/mnt, setelah dirangsang dengan asam sitrat meningkat menjadi 0.4-1.5ml/mnt. Bila sekresi setelah dirangsang di bawah 0.3 mL/mnt dianggap patologis. Sedangkan stimulated saliva adalah 0,7 ml/menit (gr/menit). Stimulated saliva dilakukan pada pasien yang terlebih dahulu mengunyah permen karet selama 45 menit, kemudian pasien menampung salivanya setiap menit selama 5 menit (Navazesh, 2003).2) Biopsi kelenjar saliva minorPerubahan histopatologi pada kelenjar saliva mayor dan minor menggambarkan adanya pengaruh kondisi lokal atau sistemik yang mempengaruhi sekresi kelenjar saliva. Tempat yang paling sering dilakukan biopsi ini adalah pada bibir bawah. Pemeriksaan ini biasanya untuk melihat kluster limfosit (>> 50 limfosit pada 4x4 mm) yang didiagnosa sebagai sjogren syndrome, sehingga dapat dibedakan untuk mendiagnosa xerostomia karena penyebab lain. Biopsi minor glandula saliva bisa digunakan untuk mendignosis Sjogrens syndrom, HIV, sarcoidosis, amiloidosis, dan Graft versus host disease. Biopsi mayor dilakukan jika dicurigai malignansi (Navazesh, 2003)3) SialografiPemeriksaan sialografi merupakan suatu teknik imaging untuk mengidenifikasi batu pada glandula saliva atau massa. Sialografi, merupakan suatu pemeriksaan radiologik dengan menggunakan kontras yang larut dalam air atau minyak yang dimasukan melalui duktus submandibula atau parotis. Setelah dilakukan pemakaian anestesi topikal, lalu dilakukan penekanan lembut pada kelenjar, muara duktus nampak sebagai lubang yang mengeluarkan air liur. Muara tersebut dilebarkan dengan sonde lakrimal, kemudian dimasukan kateter, kemudian masukan kontras 1.5-2 mL secara lembut, sampai penderita merasakan adanya tekanan tapi tidak mengeluh nyeri. Kemudian dilakukan pemotoan (Navazesh, 2003).4) SerologiUji serologis adalah pengujian yang menggunakan serum sebagai sampel. Prinsip utama uji serologis adalah mereaksikan antibodi dengan antigen yang sesuai. Antibodi adalah zat kekebalan yang dilepaskan oleh sel darah putih untuk mengenali serta menetralisir antigen (bibit penyakit baik virus maupun bakteri) yang ada dalam tubuh (Navazesh, 2003).

3.5 Diagnosa XerostomiaDiagnosis xerostomia dapat berdasarkan riwayat pasien, pemeriksaan rongga mulut dan atau sialometri (suatu prosedur sederhana untuk mengukur aliran saliva). Xerostomia harus mulai dipikirkan jika pasien mengeluh mulut terasa kering, terutama saat malam hari, atau sulit makan-makanan kering. Ketika dilakukan pemeriksaan, lidah tampak lengket dengan mukosa buccal. Pada wanita tampak Lipstick Sign dimana lipstik menempel pada gigi anterior, yang bisa menjadi indikator xerostomia (Kidd, 1992).Mukosa oral tampak kering dan lengket atau mungkin dijumpai eritematous disertai pertumbuhan Candida Albicans. Kadang-kadang bisa juga dijumpai Pseudomembran Candidiasis yang nampak sebagai plak putih mudah dilepas di beberapa permukaan mukosa. Sangat sedikit dijumpai saliva di dasar mulut dan lidah nampak kering. Karies dentis bisa dijumpai pada permukaan cervik, incisal dan oklusal (Kidd, 1992).Beberapa pemeriksaan penunjang bisa digunakan untuk mengetahui fungsi dari glandula saliva, misal sialometri, sialografi, biopsi kelenjar, dan lain-lain.1 Sialometri, merupakan suatu pemeriksaan untuk mengukur aliran produksi saliva dari glandula salivatorius dengan menempatkan suatu alat khusus di duktus ekskresi glandula salivatorius. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan stimulus asam sitrat. Saat istirahat sekresi saliva berkisar antara 0-0.1 mL/mnt, setelah dirangsang dengan asam sitrat meningkat menjadi 0.4-1.5ml/mnt. Bila sekresi setelah dirangsang di bawah 0.3 mL/mnt dianggap patologis. Pemeriksaan sialografi merupakan suatu teknik imaging untuk mengidenifikasi batu pada glandula saliva atau massa. Sialografi, merupakan suatu pemeriksaan radiologik dengan menggunakan kontras yang larut dalam air atau minyak yang dimasukan melalui duktus submandibula atau parotis. Setelah dilakukan pemakaian anestesi topikal, lalu dilakukan penekanan lembut pada kelenjar, muara duktus nampak sebagai lubang yang mengeluarkan air liur. Muara tersebut dilebarkan dengan sonde lakrimal, kemudian dimasukan kateter, kemudian masukan kontras 1.5-2 mL secara lembut, sampai penderita merasakan adanya tekanan tapi tidak mengeluh nyeri. Kemudian dilakukan pemotoan.14 Biopsi minor glandula saliva bisa digunakan untuk mendignosis Sjogrens syndrom, HIV, sarcoidosis, amiloidosis, dan Graft versus host disease. Biopsi mayor dilakukan jika dicurigai malignansi (Kidd, 1992).

3.6 Macam-Macam Obat yang Menyebabkan XerostomiaBanyak sekali obat-obatan yang mempengaruhi sekresi saliva. Obat-bat tersebut diantaranya analgesik, antikonvulsan, antihistamin, antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, diuretik, dekongestan, antipsikotik, benzodiazepin, atropinics, dan -blocker, mempunyai efek samping xerostomia (Rahmadhan, 2010). Obat-obat ini memiliki sifat antikolinergik atau simpatomimetik yang akan menurunkan produksi saliva sehingga kadar asam di dalam mulut meningkat. Dengan jumlah yang sedikit dan konsistensi yang kental, saliva akan kehilangan fungsinya sebagai pembersih alami rongga mulut (Porter dkk, 2004).Banyak obat-obatan yang mempengaruhi sekresi saliva dengan cara mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi dari sistem autonom secara langsung bereaksi pada proses yang diperuntukkan untuk salivasi. Dapat juga secara tidak langsung dengan mengubah cairan dan elektrolit atau dapat juga dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar (Porter dkk, 2004).Pada penelitian Keene, Galasko, dan Land (2003), dari 381 orang pasien yang dirawat dengan antidepresan, hampir 58% pasien berpotensi mengalami xerostomia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa antidepresan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya xerostomia. Xerostomia dapat terjadi 4-12 minggu setelah mengonsumsi antidepresan. Jenis antidepresan yang dapat menyebabkan xerostomia adalah serotonin agonist, nor-adrenalin re-uptake blockers, serotonin re-uptake inhibitors, noradrenalin and serotonin re-uptake blockers, atipical antidepressants, trisiklik, tetrasiklik, monoamin oxidase inhibitors, venlafaxine, buspirone, dan alprazolan (Amelia, 2012).Obat antidepresan bekerja dengan jalan menghambat reuptake serotonin dan noradrenalin di ujung-ujung saraf otak dan dengan demikian memperpanjang masa waktu tersedianya neurotransmiter tersebut.obat antidepresan bekerja menghambat histaminik, kolinergik, dan reseptor -1-adrenergik. Efek samping obat antidepresan salah satunya adalah efek antikolinergik akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan xerostomia. Efek antikolinergik ini berfungsi memblokir sistem parasimpatis dengan menghambat efek asetilkolin pada kelenjar ludah. Pemblokiran saraf parasimpatis dapat mengakibatkan produksi saliva menurun sehingga terjadi xerostomia. Selain efek atikolinergik, antidepresan dapat mempengaruhi aliran saliva serta komposisinya dengan mengganggu fungsi dari sel asini beserta salurannya dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam aliran darah. Berkurangnya aliran saliva dapat diakibatkan oleh berkurangnya aliran darah yang diakibatkan oleh vasokonstriksi dari simpatetik adrenergik (Amelia, 2012).Saliva dihasilkan oleh kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual serta ratusan kelenjar saliva minor yang terdistribusidalam mulut. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis menginervasi kelenjar saliva. Stimulus saraf parasimpatis menyebabkan sekresi yang lebih cair, sedangkan saraf simpatis memproduksi aliran yang lebih sedikit dan kental (Amelia, 2012).Sekresi saliva dapat terjadi atas dua fase yaitu fase yang berhubungan dengan asinus dan fase yang berhubungan dengan saluran pembuangan (duktus striated). Asinus, proses ini terjadi di lumen melalui sel eksositositas dan terjadi akibat stimulus yang diterima. Stimulus yang diterima oleh asinus dapat berupa adrenergik ( dan ) dan kolinergik. Sekresi -adrenergik terjadi akibat rangsangan membran sel, dimana bagian dalam sel membentuk cAMP yang dapat mengaktifkan fosforilasekinase sehingga menyebabkan fosforilase mikrofilamen berkontraksi dan granula sekresi diangkut ke membran plasma luminal. Kemudian membran granula melebur dengan membran plasma . Ludah primer berisi granula akan terus berjalan ke lumen untuk di transport melalui muara pembuangan. Rangsangan -adrenergik menghasilkan sekresi saliva yang pekat, kaya protein dan berbusa. Sedangkan pada rangsangan kolinergik neurotransmiter asetilkolin dapat menghasilkan sekresi air yang banyak dengan kadar protein yang rendah (Amelia, 2012).

3.7 Penatalaksanaan XerostomiaXerostomia merupakan sebuah gejala, bukan sebuah penyakit. Idealnya penatalaksanan xerostomia berdasar pada penyebabnya. Penanggulangan Xerostomia terdiri dari tiga prinsip pokok, yaitu (Guyton, 1997):1) Mencari penyebab dan menghilangkan gejalaMisalnya diabetis melitus, maka perlu pengendalian kadar gula darah, pada kondisi dehirasi atau kehilangan banyak cairan tubuh, maka pasien perlu mengkonsumsi cairan yang cukup, pada kasus xerostomia akibat obat-obatan sebapada kasus xerostomia akibat obat-obatan sebaiknya obat tersebut dihentikan atau bila obat tersebut dilanjutkan maka dibutuhkan penanganan untuk xerostomianya, dan sebagainya (Guyton, 1997).2) Mencegah kerusakan gigi dan jaringan sekitar gigi a. Penggunaan pasta gigi dan obat kumur yang mengandung fluoride dan bebas alkohol.b. Penggunaan sikat gigi yang bulunya softc. Kontrol gigi rutin 3) Meningkatkan produksi saliva atau menggunakan preparat saliva substituti. Zat perangsang produksi saliva (saliva stimulans)Zat ini hanya berfungsi jika masih ada kelenjar liur yang masih aktif/berespon terhadap rangsangan. Berikut merupakan obat-obat yang biasa digunakan (Guyton, 1997): Permen karet atau permen isap asam, akan lebih jika menggunakan permen karet bebas sukrosa (sugar free) agar tidak membahayakan gigi. Pengunyahan permen karet sugar free mampu meningkatkan produksi saliva tujuh kali lebih besar dari pada tanpa stimulasi permen karet. Penggunaan permen karet ini dirasa lebih efektif dari pada pilihan lainya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pasien lebih menyukai mengunyah zat tanpa rasa yaitu lilin parafin (1.0-1.5mg) tiga sampai lima kali sehari. Mouth Lubricant (pH 2.0) dan Lemon Mucilage (pH 2.8). kedua zat ini mengandung asam sitrat. Stimulasi dengan zat asam sitrat mampu merangsang sangat kuat sekresi ludah encer dan memberikan rasa kesegaran di mulut, tetapi zat ini memiliki kerugian berupa mudah terjadi iritasi pada selaput lendir yang peka dan rendahnya pH akan mempermudah demineralisasi gigi. Salivix berbentuk tablet isap (lozenge) yang berisi asam malat, gom arab, kalsium laktat, natrium fosfat, lycasin dan sorbitol. Namun zat ini perlu diteliti lebih lanjut mengenai efeknya terhadap dentin, karena pH nya 4. Pilokarpin Hidroklorid dan asam nikotinat, merupakan obat sistemik yang terbukti dapat merangsang produksi saliva. Akan tetapi Pada penggunaan pilokarpin, perlu dievaluasi tentang pengaruh stimulasi parasimpatis. Ada penelitian yang mengatakan bahwa penggunaan pilokarpin memiliki keefektifan dalam menstimulus produksi saliva, tetapi bila muncul efek samping berupa gejala parasimpatis yang hebat, maka pengobatan harus dihentikan. Anhydrous crystaline maltose (ACM), mampu menstimulasi produksi saliva. Ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan ACM pada pasien Sjogrens sindrom akan meningkatkan produksi saliva secara signifikan dan mampu memperbaiki keluhan pasien. ACM dikemas dalam bentuk tablet isap yang dipakai tiga kali sehari. Berikut ini merupakan contoh-contoh zat saliva stimulans yang juga mengandung 3 macam enzim, yaitu lactoperoxidase, glucose oxidase and lysozyme, yang diformulasikan khusus untuk aktivitas anti bakteri dalam mulut, antara lain (Guyton, 1997): Biotene Dry Mouth Toothpaste Biotene Gentle Mouthwash Biotene Dry Mouth Gum Oralbalance Long-lasting Moisturizing Gelii. Zat pengganti saliva (saliva substitut)Ludah menjaga agar jaringan lunak tetap basah dan melindungi dari agen yang merugikan dan perusakan mekanik dengan suatu lapisan yang tersusun dari protein ludah dan glikoprotein ludah. Lapisan protein basah ini berfungsi sebagai bahan pelicin lidah saat menelan dan berbicara. Lapisan p[rotein ludah pada permukaan gigi, akan melindungi email gigi terhadap keausan dan demineralisasi (Guyton, 1997).Penggunaan saliva substitut hanya pada pasien yang glandula salivatoriusnya tidak bereaksi terhadap rangsangan/stimulus. Dahulu, individu yang menderita xerostomia terpaksa harus selalu membasahi mulutnya dengan air atau cairan seperti gliserin atau parafin. Namun saat ini sudah ada zat pengganti saliva yang lebih nyaman digunakan dan zat ini juga mengandung ion fosfat dan kalsium untuk membantu remineralisasi. Zat ini berbentuk spray, cairan dan tablet isap (Guyton, 1997).Berikut ini merupakan syarat zat pengganti ludah (Guyton, 1997): Osmolaritas fisiologis, diperoleh dengan penambahan NaCl dan Kcl ekstra Pembasahan yang baik, ini diperoleh dengan penambahan musin Larutan agak pekat agar tidak cepat kluar dari rongga mulut, efek ini diperoleh dengan penambahan polimer hidrofil yang mengikat air, seperti karboksi metil selulosa dan musin Penghambatan pertumbuhan bakteri, CNS- dengan laktoperosidase mampu menghambat metabolisme bakteri Meningkatkan remineralisasi dan menghambat demineralisasi, dengan kandungan garam kalsium, fosfat dan fluoride Pengaruh buffer, dengan penambahan fosfat. Dengan menambahkan KH2PO4 dan K2HPO4 dengan perbandingan yang cukup, maka pH akan mendekati normal dan stabil Rasa yang menyenangkan, ditambah mentol, xilitol, sorbitol, minyak sitrun.Cairan1) hypromellose (pH 8.0) merupakan kombinasi antara hidroxipropilmetil selulosa buatan dengan sakharin. 2) V.A. oralube (pH 7.0) merupakan zat untuk merangsang viskositas dan tingkat elektrolit seluruh saliva. Bahan ini didesain untuk menimbulkan remineralisasi email dan dentin. Saat ini ada produk Luborant yang dibuat dengan formulasi yang mirip telah dipasarkan. 3) Obat kumur metylselulose (misal metyl selulosa 10.0 g per liter air), merupakan pengganti saliva yang sangat bermanfaat bila digunakan sebelum makandan efeknya bertahan selama setengah jam.

Tabel 2. Susunan beberapa pengganti ludah yang tersedia (Amerongen, 1991)

Tabel 3. Formulasi V.A. Oral Lubricant (Kidd dan Bekal, 1992)Spray1) Saliva orthana (pH 7.0) mengandung ion kalsium, fosfat, natrium, magnesium dan kalium, juga berisi musin sebagai pengganti karboksimetilselulosa untuk mendapatkan viskositas. Glikoprotein hidrofilik dengan berat molekul yang tinggi terdapat pada musin mampu menurunkan tegangan permukaan, sehingga secara teoritis mampu melindungi gigi ataupun membran epitel.52) Glandosan (pH 5.1) komposisi hampir serupa dengan saliva orthana, namun tanpa kandungan fluor dan hidroksimetil selulosa. pH nya rendah karena mengandung karbondioksida untuk mempermudah penyemprotan.5Tablet isapPolyox adalah tablet isap yang berisi oksida polietilen yangbersifat visikoelastik sama dengan saliva jika dilarutkan dalam mulut. Sekitar satu sampai dua persen larutan ini mampu membantu mencekatkan gigi palsu. Beberapa contoh merk saliva substituts (Guyton, 1997): Carboxymethyl, or hydroxyethylcellulose solutions: Entertainer's Secret (KLI Corp) , spray Glandosane (Kenwood/Bradley) spray Moi-Stir (Kingswood Labs) spray Moi-Stir Oral Swabsticks (Kingswood Labs) swabs Optimoist (Colgate-Palmolive) spray Saliva Substitute (Roxane Labs) liquid Salivart (Gebauer) preservative-free aerosol Salix (Scandinavian Natural Health & Beauty) tablets V. A. Oralube (Oral Dis. Res. Lab) sodium-free; liquid Xero-Lube Artificial Saliva (Scherer) sodium-free; spray Mucopolysaccharide Solutions MouthKote (Parnell) , spray4) Nasihat pemilihan makanan Pentingnya kesadaran pasien akan bahaya yang akan muncul bila keluhan mulut kering tidak dirawat dengan baik. Untuk meringankan keluhan pasien, berikut ini beberapa tips untuk penderita xerostomia dalam memilih makanan (Guyton, 1997): Diet yang tepat dan higiene mulut yang terjaga baik Es batu, yogurt, butter milk, merupakan minuman yang mampu melembabkan mulut secara sederhana. Asupan alkohol dan kafein tidak boleh terlalu berlebih Pasien dengan mulut kering, harus selalu minum saat makan, demikian pula minum diantara waktu makan Makanan yang sulit dikunyah perlu dilumatkan dahulu Bahan makanan yang tidak menimbulkan rasa sakit dan sedikit mengandung gula : contoh ketimun, tomat Makanan lunak atau cair kaya protein lebih dianjurkan dari pada makanan keras