84
PROPOSAL PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II DESA PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM KESEHATAN DI DESA GLAGAHWERO KECAMATAN KALISAT KABUPATEN JEMBER Oleh: KELOMPOK VIII FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

bab 3.1 dan 3.2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yghtry

Citation preview

Page 1: bab 3.1 dan 3.2

PROPOSAL

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II DESA

PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM

KESEHATAN DI DESA GLAGAHWERO KECAMATAN KALISAT

KABUPATEN JEMBER

Oleh:

KELOMPOK VIII

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: bab 3.1 dan 3.2

LAPORAN

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II DESA

PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM

KESEHATAN DI DESA GLAGAHWERO KECAMATAN KALISAT

KABUPATEN JEMBER

Oleh:

Kelompok VIII

Ketua : Yudhi Tri Gunawan (NIM 112110101078)

Sekretaris : Dinda Prety Murina (NIM 112110101126)

Anggota : 1. Anindyka Widya Putri (NIM 112110101019)

2. Ahmad Aviv Mahda (NIM 112110101021)

3. Niza Zulnia Putri (NIM 112110101042)

4. Fahimah Ulfa (NIM 112110101089)

5. Desy Dwi Astuti (NIM 112110101090)

6. Ifka Hanning Retno Firdaus (NIM 112110101104)

7. Dewi Amalia Insani (NIM 112110101106)

8. Devi Catur Anung Susanti (NIM 112110101117)

9. Maulita Fath (NIM 112110101132)

10. Hafifah Khoiriyyah Anwar (NIM 112110101146)

11. Dwi Ajeng Aprilya (NIM 112110101150)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 3: bab 3.1 dan 3.2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II DESA

PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM

KESEHATAN DI DESA GLAGAHWERO KECAMATAN KALISAT

KABUPATEN JEMBER

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan

Ririn Zumrotul Aini., Amd, Keb.NIP. 197303141992032004

Pembantu Dekan I FKM UJ

Abu Khoiri, S.KM, M.KesNIP. 197903052005011002

Pembimbing Akademik

Irma Prasetyowati ., S.KM, M. Kes NIP. 198005162003122002

Page 4: bab 3.1 dan 3.2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan proposal Pengalaman Belajar

Lapangan II Desa yang berjudul, Perencanaan, Implementasi Dan Evaluasi Program

Kesehatan Di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember

Tujuan penyusunan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan II ini adalah

untuk merencanakan program- program yang ada di desa Glagahwero tersebut yang

nantinya akan langsung dilaksanakan dan dievaluasi guna membantu menyelesaikan

masalah-masalah kesehatan yang ada di Desa Glagahwero Kecamatan kalisat

Kabupaten Jember.

Dalam penyusunan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II Desa,

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah berkontribusi dalam kegiatan penyusunan proposal

Pengalaman Belajar Lapangan II ini:

1. Drs. Husni Abdul Gani, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Jember.

2. Abu Khoiri S.KM, M.Kes selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kesehatan

Masyarakat

3. Irma Prasetyowati, S.KM., M.Kes. selaku Dosen Pendamping Pengalaman Belajar

Lapang (PBL) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

4. Ibu Ririn Zumrotul Aini.,Amd.Keb selaku Pembimbing Lapangan Pengalaman

Belajar Lapangan (PBL) II Desa di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat

Kabupaten Jember.

5. Ibu Sovia Diana selaku Kepala Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten

Jember.

6. Teman-teman Fakultas Kesehatan Masyarakat semester VII yang telah membantu

dalam pembuatan proposal ini.

Page 5: bab 3.1 dan 3.2

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal Pengalaman

Belajar Lapangan II Desa (PBL II Desa).

Penyusunan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan II Desa telah disusun

seoptimal mungkin, namun apabila masih terdapat kekurangan, kami mengharapkan

saran yang membangun demi kesempurnaan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan

II Desa ini.

Jember, 26 Mei 2014

Penyusun

Page 6: bab 3.1 dan 3.2

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi

serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Menurut

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan

sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan menurut WHO

(2012), kesehatan adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan  sosial yang

merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang

merupakan aspek negatif.

Pembangunan kesehatan yang ada di Indonesia saat ini mengarah pada

pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan dengan pola pikir kebijakan

paradigma sehat, dimana dalam kebijakan tersebut masyarakat Indonesia diberikan

perlindungan secara proaktif agar dapat hidup dengan sehat dan produktif. Paradigma

sehat merupakan upaya pembangunan yang berorientasi kepada peningkatan,

pemeliharaan dan perlindungan penduduk yang sehat dan bukan hanya penyembuhan

pada orang yang sakit. Upaya perlindungan tersebut dilakukan dengan mengantisipasi

kebijakan pembangunan nasional lain dimana memiliki potensi yang dapat

menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, yang penekanannya pada upaya

peningkatan dan pengembangan aspek promotif (promosi) dan preventif

(pencegahan) dengan tidak melupakan aspek penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dimana harus dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan serta dilaksanakan bersama antara pemerintah, swasta

dan masyarakat.

Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pencapaian derajat kesehatan yang

tinggi sebagai pemenuhan kebutuhan fisiologis tersebut maka perlu diupayakan oleh

semua pihak baik secara lintas program maupun lintas sektoral serta perlu

Page 7: bab 3.1 dan 3.2

diwujudkan mulai dari satuan masyarakat yang terkecil yaitu desa. Fenomena yang

terjadi di masyarakat adalah mereka tidak menyadari adanya masalah kesehatan yang

sudah berlangsung dalam jangka waktu lama sehingga perlu adanya motivasi dari

pihak luar untuk membantu mereka dalam menemukan masalah.

Peran aktif masyarakat perlu diarahkan, dibina dan dikembangkan sehingga

dapat melakukan fungsi dan tanggung jawab sosialnya sebagai mitra pemerintah.

Sedangkan peran pemerintah lebih dititikberatkan pada pembinaan, pengaturan dan

pengawasan untuk terciptanya pemerataan pelayanan kesehatan dan tercapainya

kondisi yang serasi dan seimbang antara upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh

pemerintah dan masyarakat termasuk swasta (UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009).

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember sebagai pencetak

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) memegang peranan penting sebagai ujung

tombak terlaksananya pengembangan aspek promotif dan preventif kesehatan di

masyarakat khususnya masyarakat desa. Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

memiliki peranan penting dalam memotivasi masyarakat desa untuk dapat hidup

mandiri dan sehat. Dalam menopang peranannya tersebut, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Jember memiliki visi yaitu menjadi lembaga pendidikan

tinggi kesehatan masyarakat yang berkualitas dan profesional serta berwawasan

lingkungan, dan sasarannya yaitu menghasilkan lulusan Sarjana Kesehatan

Masyarakat yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan lingkungan, promosi

kesehatan, manajemen ksesehatan, epidemiologi, gizi kesehatan masyarakat,

biostatistik dan kependudukan, serta kesehatan dan keselamatan kerja dengan

kualifikasi: 1) Mampu berkomunikasi dan bekerjasama yang baik, 2) Memiliki

kreativitas yang tinggi, 3) Mampu dan mandiri dalam kegiatan pemecahan masalah

kesehatan masyarakat secara terpadu dan multidisipliner, 4) Mempunyai etika profesi

yang positif, dan 5) Berdaya saing tinggi sesuai tuntutan kebutuhan pasar kerja.

Salah satu wujud untuk mencapai visi tersebut adalah adanya kegiatan

Pengalaman Belajar Lapangan II (PBL II) dimana mahasiswa akan tinggal di sebuah

desa dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan

Page 8: bab 3.1 dan 3.2

masyarakat desa tersebut. PBL II dilakukan selama kurang lebih 6 minggu dengan

melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan prioritas masalah yang ditemukan

berdasarkan hasil analisis situasi yang dilakukan sebelumnya dan berdasarkan hasil

Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) yang melibatkan perangkat desa dan

masyarakat langsung sehingga mahasiswa dapat bekerja sama langsung dengan

perangkat desa dan masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis situasi pada PBL I yang dilakukan terhadap

masyarakat Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember terdapat 10

masalah kesehatan yang menjadi diagnosa komunitas yaitu terdapat responden yang

menderita penyakit ISPA sebesar 26%, terdapat responden yang menderita diare

sebesar 35%, Masih ditemukannya penderita DHF sebesar 2%, Responden yang tidak

mengetahui tentang HIV/AIDS sebesar 63%, masih terdapat responden yang menjadi

penderita reumatik sebesar 42% , ada masyarakat yang menderita anemia sebesar

25% , masyarakat masih ada yang belum memberikan kolostrum sebesar 30%,

responden masih banyak yang mengalami KAK khususnya jatuh dan terluka sebesar

41%, Terdapat ibu yang pernah mengalami keguguran sebesar 23%, Tingginya angka

status gizi energi yang masuk ke dalam kategori defisit sebesar 48,35%, dan status

gizi protein yang masuk ke dalam kategori defisit sebesar 37,63%, dan status gizi

karbohidrat yang masuk ke dalam kategori defisit sebesar 51,62%. Dari hasil analisis

masalah diperlukan peran masyarakat untuk membantu memprioritaskan masalah

yaitu melalui hasil Musyawarah Masayarakat Desa yang melibatkan perangkat desa,

kader, pengurus PKK, dan masyarakat desa.

Masalah kesehatan yang telah dikemukakan diatas membutuhkan realisasi

usaha-usaha untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik lagi di Desa

Glagahwero. Untuk itu, peran serta mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Jember dalam PBL II pada umumnya dan masyarakat Desa Glagahwero

Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember pada khususnya sangat dibutuhkan. Peran serta

masyarakat turut dilibatkan selama proses pelaksanaan program kesehatan untuk

pemberdayaan masyarakat sehingga ketika mahasiswa selesai melakukan kegiatan

Page 9: bab 3.1 dan 3.2

PBL II masyarakat masih bisa melanjutkan kegiatan-kegiatan tersbut. Mahasiswa

diharapkan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bervariasi sehingga dapat

mencapai tujuan program berdasarkan priorotas masalah yang telah ditetapkan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum:

Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah yang ada dan membuat

perencanaan dan pelaksaan serta evaluasi mengenai program kesehatan sesuai dengan

permasalahan yang ada di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.

1.2.2 Tujuan Khusus:

1. Menentukan sasaran kegiatan yang tepat sesuai dengan kegiatan yang ada

2. Penjadwalan kegiatan yang efektif dan efisien sehingga tujuan tercapai

3. Menentukan prosedur pelaksanakan kegiatan

4. Membuat perencanaan kegiatan : melakukan identifikasi masalah,

menentukan hasil Musyawarah Masyarakat Desa (MMD), melakukan

perencanaan program.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa

a. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman, keterampilan yang lebih

luas dan lebih merata tentang kondisi kesehatan masyarakat di suatu daerah

khususnya di daerah Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.

b. Mahasiswa belajar mendiagnosis masalah kesehatan, pengembangan program,

pelaksanaan program masalah kesehatan, serta upaya melaksanakan pemecahan

masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat dan memahami teknik dari

pengambilan keputusan.

Page 10: bab 3.1 dan 3.2

1.3.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Memperoleh informasi mengenai keadaan kesehatan masyarakat dan

kesehatan lingkungan, serta upaya untuk melakukan program masalah kesehatan yang

ada di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.

1.3.3 Bagi Masyarakat Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember

terkait Masyarakat dapat memperoleh peningkatan pengetahuan tentang

kesehatan dan peningkatan derajat kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya

melalui program-program intervensi yang dilakukan di Desa Glagahwero

Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.

1.3.4 Bagi Puskemas dan Instansi Terkait

a. Membantu program peningkatan kesehatan di Desa Glagahwero Kecamatan

Kalisat Kabupaten Jember.

b. Sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan pembangunan Desa

Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember, khususnya bidang

kesehatan.

Page 11: bab 3.1 dan 3.2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Prioritas

2.2.1 Pengertian Prioritas Masalah

Program kesehatan masyarakat memerlukan peran serta aktif kelompok-

kelompok masyarakat yang terorganisasi, dilaksanakan dengan biaya yang relatif

murah, memanfaatkan teknologi tepat guna dan disesuaikan dengan kondisi

lingkungan sosial budaya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program.

Penentuan prioritas merupakan langkah yang sangat penting dan menentukan dalam

rangka proses perencanaan, bahkan sering dikemukakan sebagai jantung kedua

setelah pengambilan keputusan. Penentuan prioritas adalah suatu usaha untuk

mendapatkan susunan beberapa tujuan atau masalah yang diatur berturutan menurut

derajat pengutamaan dan yang dipilih berdasarkan kriteria efisiensi dan kriteria nilai

(Supriyanto dan Damayanti, 2003).

2.2.2 Menentukan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah kesehatan bertujuan untuk menentukan urutan

masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting. Ada beberapa asas

dalam menetapkan urutan masalah, antara lain :

a. Pendekatan logis/rasional dengan melihat adanya kesenjangan antara yang terjadi

dan tujuan program.

b. Masalah sebaiknya dinyatakan secara kuantitatif (dapat diukur dan dihitung).

Kesenjangan dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif berdasarkan dimensi

waktu (Supriyanto, 2003).

Supriyanto (1999) menyebutkan bahwa terdapat beberapa teknik yang dapat

digunakan dalam penetapan prioritas masalah, diantanya yaitu Nominal Group

Technique (NGT)/Delbecq Technique, skoring (Multiple criteria utility assessment),

ranking, Focus Group Discusion (FGD) dan Hanlon.

Page 12: bab 3.1 dan 3.2

Penjelasan dari beberapa teknik penentuan prioritas masalah dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Metode NGT (Nominal Group Technique)

NGT (Nominal Group Technique) adalah sebuah alat atau metode yang membawa

tim yang sedang dalam konflik menuju kesepakatan pada isu, masalah dan

penyelesaian masalah yang penting dengan membuat ranking dari individu menuju

prioritas akhir. Sarana yang dibutuhkan dalam NGT antara lain:

a) Nominal Group Form

b) Kertas flipchart dan papan flipchart

c) Alat tulis kantor (spidol, bolpoint, dll)

d) Kertas ukuran 15x10 cm dan 3x5 cm

e) NGT (Nominal Group Technique) digunakan dengan tujuan :

f) Identifikasi masalah dan penentuan prioritas (need identification and priority

setting).

g) Pemilihan alternatif pemecahan masalah dan penentuan prioritas (action).

h) Melibatkan personel pada semua tingkatan organisasi dalam pengambilan

keputusan final

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a) Persiapan NGT

1) Persiapan alat-alat NGT

Persiapan kertas dan alat tulis lain

2) Penyebaran undangan

Undangan disebar berdasarkan tingkat urgensi, misal kepala desa, ketua RW/

ketua dukuh (dusun), ketua RT, bidan di desa, kader, tokoh agama/ tokoh

masyarakat.

3) Persiapan ruangan

Ruangan yang memadai perlu disiapkan misal kantor kelurahan/desa, balai

RW, biasanya bentuk pengaturan meja adalah huruf U.

b) Pelaksanaan kegiatan secara umum

Page 13: bab 3.1 dan 3.2

Penentuan waktu pelaksanaan dan tempat pelaksanaan.

c) Pelaksanaan NGT

Proses pelaksanaan NGT dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:

1) Pembukaan

Dalam pembukaan harus ada pemandu yaitu moderator dibantu oleh notulen.

Pemandu memperkenalkan diri, mengucapkan selamat datang, mengucapkan

terima kasih, penjelasan maksud dan tujuan, penjelasan aturan main dan

dilanjutkan dengan proses NGT.

2) Proses NGT

Adapun proses NGT yang dilaksanakan sebagai berikut :

(a) Silent Generation of Ideas in Writing

Pada tahapan ini peserta diminta untuk menuliskan masalah-masalah

kesehatan menurut pendapat mereka yang ada di desa atau kelurahan

pada kertas ukuran 10 x 15 cm yang telah disediakan di meja. Peserta

menuliskan masalah kesehatan tanpa saling bicara atau bekerja sama

dengan peserta lain.

(b) Round Robin of Ideas on Flipchart

Setelah diselesaikan setiap peserta diminta untuk menyampaikan ide

yang telah ditulis pada kertas ukuran 10 x 15 cm untuk ditulis pada

flipchart oleh notulen. Setiap peserta hanya menyampaikan satu ide saja

secara bergantian, bagi peserta yang mempunyai ide yang sama dengan

peserta sebelumnya atau yang telah ditulis notulen pada flipchart

menyatakan pas kemudian dilanjutkan dengan peserta selanjutnya.

Setelah semua peserta menyampaikan permasalahan satu per satu,

kemudian diberikan kesempatan kembali kepada peserta untuk

menyampaikan masalah yang belum dituliskan pada flipchart.

(c) Serial Discussion of Ideas

Peserta pada tahap ini diminta untuk memberi penjelasan tentang ide

yang ditulisnya tanpa ada argumentasi, tetapi karena peserta sudah

Page 14: bab 3.1 dan 3.2

mengerti tentang ide yang disampaikan maka tahapan ini tidak

dilakukan.

(d) Voting Priority

Setiap peserta memilih 5 ide yang paling penting dari permasalahan

yang tertulis pada flipchart pada kertas ukuran 3x5 cm berdasarkan

nomor ide yang tercantum pada flipchart. Kemudian setiap peserta

melakukan ranking dari 5 ide yang dipilihnya. Ide yang paling penting

diberi nilai 5 dan ide yang paling tidak penting diberi nilai 1, 3 sisa ide

dipilih yang paling penting diberi nilai 4, yang paling tidak penting

diberi nilai 2 dan sisanya diberi nilai 3. Hasil dari listing dan penentuan

ranking peserta untuk menentukan prioritas masalah ditunjukkan dalam

tabel :

Tabel 2.1 Contoh Hasil Penentuan Voting

Nomor Nilai Total

1

2

3

4 dst…

5+2+2

1+1+1+3+5

4+3

…………..

9

11

7

……………

(e) Discussion of Vote

Dari hasil prioritas yang ada didiskusikan lagi untuk mendapatkan

komentar, masukan, atau pertimbangan dari peserta NGT mengenai

prioritas masalah yang akan diintervensi berdasarkan sumber daya yang

dimiliki oleh masyarakat dan mahasiswa PBL.

(f) Proses Musyawarah

Selanjutnya untuk menentukan pemecahan masalah dari prioritas

masalah riil yang muncul, dilakukan dengan cara musyawarah bersama.

Adapun kegiatan dalam proses musyawarah tersebut adalah sebagai

berikut :

Page 15: bab 3.1 dan 3.2

(1) Peserta diminta menuliskan satu alternatif pemecahan masalah

masing-masing masalah riil pada kertas.

(2) Hasil penulisan alternatif pemecahan masalah masing-masing

peserta dibacakan kemudian ditulis pada flipchart oleh notulen.

(3) Dari hasil penulisan alternatif pemecahan masalah pada flipchart

kemudian dimusyawarahkan bersama untuk mencapai kesepakatan

alternatif mana yang dipilih untuk nantinya dilaksanakan.

2. Metode Skoring

Metode skoring menggunakan beberapa kriteria pengukuran sehingga disebut

sebagai metode Multiple Criteria Utility Assement. Langkah-langkah metode

skoring :

a) Penetapan tujuan

Tujuan dalam metode skoring lebih dipusatkan pada sasaran yang dapat diukur

atau target. Sasaran dapat diukur dalam satuan jumlah dan dalam satuan waktu

tertentu (dalam satu tahun).

b) Penetapan kriteria

Kriteria adalah refleksi atau penjabaran indikator yang digunakan untuk

mengukur adanya masalah. Masalah adalah adanya kesenjangan antara

kenyataan (hasil rencana) dengan tujuan normative (rencana). Kriteria ini

dianjurkan apabila data atau informasi masalah bersifat kualitatif dan

kuantitatif. Apabila data atau informasi sudah kuantitatif maka kriteria tidak

diperlukan dan langsung pada penghitungan menurut besarnya masalah.

Kriteria yang perlu dipertimbangkan didalam penentuan prioritas dengan

metode skoring, antara lain :

1) Prevalensi masalah

Kriteria yang menunjukkan besarnya masalah. Besarnya masalah dikaitkan

dengan tingkat status kesehatan masyarakat yaitu besarnya angka kesakitan

(morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan angka kelumpuhan

Page 16: bab 3.1 dan 3.2

(disabilitas) pada suatu saat tertentu. Prevalensi masalah lebih ditekankan

pada besarnya angka kesakitan di masyarakat.

2) Kegawatan

Kegawatan atau emergency atau tingkat bahaya menunjukkan adanya wabah,

penyakit-penyakit yang serius, penyakit yang menyerang golongan

umur/seks tertentu. Kegawatan diukur atas pengaruhnya terhadap individu

dan lingkungan yang umumnya dikaitkan dengan mati hidupnya seseorang.

Case Fatality Rate (CFR) adalah indikator untuk emergency.

3) Expanding Scope

Kritreria ini mempertimbangkan adanya meluasnya atau menyebarnya

masalah di masa mendatang baik menurut jumlah maupun tempat.

4) Perhatian masyarakat

Ditujukan pada pengetahuan, sikap dan keterlibatan emosi masyarakat

terhadap masalah dan urgensinya menurut mereka untuk segera dipecahkan.

Partisipasi masyarakat dalam keterlibatan penyelesaian masalah adalah

contoh perhatian masyarakat yang positif.

5) Kelayakan administrasi

Kelayakan administrasi atau feasibilitas atau kemungkinan suatu masalah

layak atau dapat ditanggulangi/dipecahkan ditentukan oleh pertimbangan

beberapa faktor, antara lain:

(a) Adanya cara atau tekhnologi pemecahannya (technical feasibility)

(b) Adanya sumber daya khususnya manusia yang bisa menyelesaikan

masalah (administrative feasibility)

(c) Adanya sumber pembiayaan untuk program (financial feasibility)

(d) Externality adalah adanya manfaat program bagi lingkungan atau

program lain yang lebih besar.

6) Pollitical will

Kriteria ini dikaitkan dengan sikap penguasa setempat terhadap masalah

yang dihadapi. Bila program penangulangan masalah tersebut akan

Page 17: bab 3.1 dan 3.2

mendapat dukunngan dari para pengambil keputusan, maka masalah yang

dibahas akan mendapat prioritas. Pollitical will dalam penentuan prioritas

sangat menentukan dan dominan. Karena itu sebaiknya kriteria ini

dihindarkan saja.

c) Penetapan bobot kriteria atau skor nilai

Bobot menggambarkan derajat kepentingan kriteria. Umumnya masing-masing

kriteria pada metode skoring bobotnya sama. Bila bobot kriteria

dipertimbangkan, maka hasil akhir nilai merupakan perkalian bobot x nilai.

d) Inventarisasi masalah atau alternatif pemecahan.

Inventarisasi masalah adalah daftar masalah yang telah di identifikasi pada

analisis situasi. Untuk menyusun prioritas masalah maka buat matrik antara

masalah dan kriteria yang digunakan.

e) Penetapan skor (skoring)

Setiap masalah dalam kriteria yang ditetapkan harus ditentukan nilai atau

rating. Rating dapat dimulai dari 1 sampai 5. Rating kriteria untuk suatu

masalah :

5 artinya memberikan konstribusi sangat besar pada timbulnya masalah.

4 artinya memberikan konstribusi besar pada timbulnya masalah.

3 artinya memberikan konstribusi cukup pada timbulnya masalah.

2 artinya memberikan konstribusi kurang pada timbulnya masalah.

1 artinya tidak ada konstribusi pada timbulnya masalah.

f) Matriks keputusan

Keputusan didasarkan pada nilai komposit atau pertalian atau penjumlahan nilai

kriteria. Nilai komposit terbesar diberi urutan pertama. Demikian untuk

selanjutnya.

g) Keputusan Final (prioritas)

Keputusan final umumnya mengacu pada prioritas pemecahan masalah, karena

faktor tenaga, dana, tekhnologi merupakan kriteria apakah bisa dilaksanakan

program tersebut atau di bawah kendali pemegang program.

Page 18: bab 3.1 dan 3.2

h) Metode Ranking

Metode Ranking banyak digunakan dalam epidemiologi. Metode ini harus

mempunyai informasi kuantitatif dari masing-masing kriteria. Langkah dalam

metode ranking :

1) Menyusun masalah epidemiologi berdasarkan kriteria prevalensi.

2) Menentukan ranking atas dasar besar prevalensi.

3) Memasukkan Case Fatality Rate pada setiap masalah.

4) Menentukan ranking atas dasar CFR.

5) Membuat tabel atau matrik (kolom ditentukan berdasar jumlah kriteria yang

dipakai.

6) Menentukan urutan prioritas dari hasil perkalian ranking (indeks).

Untuk pemilihan alternatif pemecahan masalah dapat digunakan kriteria seperti

yang digunakan pada metode skoring (Supriyanto dan Damayanti, 2003).

i) Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) adalah sebuah teknik pengumpulan data yang

umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan

makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini

digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan

hasil diskusi yang terpusat pada satu permasalahan tertentu. FGD juga

dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti

terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.

Didalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak yang dipandang dapat

memberi sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan. Namun

karena kapasitas merupakan pertimbangan kualitas diskusi, maka peneliti juga

harus mempertimbangkan siapa saja yang akan menjadi peserta FGD, siapa

pula narasumber. Pertimbangan menentukan siapa saja yang akan dalam FGD

berkaitan dengan beberapa hal; (a) keahlian atau kepakaran seseorang dalam

kasus yang akan didiskusikan; (b) pengalaman praktis dan kepedulian terhadap

fokus masalah; (c) ”pribadi terlibat” dalam fokus masalah; (d) tokoh otoritas

Page 19: bab 3.1 dan 3.2

terhadap kasus yang didiskusikan; (e) masyarakat awam yang tidak tahu

menahu dengan masalah tersebut namun ikut merasakan persoalan sebenarnya.

Pelaksanaan diskusi dipimpin oleh seorang pemimpin diskusi dan juga bisa

dibantu oleh sekretaris yang akan mencatat jalannya diskusi. Namun bisa saja

pimpinan diskusi mencatat sendiri jalannya diskusi. Pada awal diskusi

pimpinan diskusi mengarahkan fokus dan jalannya diskusi serta hal-hal yang

akan dicapai pada akhir diskusi. Peserta benar-benar dihadapkan dengan satu

fokus persoalan yang sedang dihadapi dan dibahas bersama. Sasaran diskusi

dapat dirumuskan sendiri oleh pimpinan diskusi agar peserta melakukan diskusi

secara terfokus. Dan pada saat diskusi berlangsung, pimpinan diskusi selain

menjadi katalisator, ia selalu menjaga dinamika diskusi agar diskusi berjalan

dengan lancar.

Bahan diskusi dicatat dalam transkrip yang lengkap, semua percakapan dicatat

sebagaimana adanya, termasuk komentar peserta kepada peserta lain, dan

kejadian-kejadian khusus saat diskusi. Transkrip FGD dibuat berdasarkan

kronologis pembicaraan agar memudahkan analisis (Bungin, 2005).

2.2 Perencanaan Kesehatan

2.2.1 Pengertian Perencanaan

Perencanaan adalah proses untuk mengantisipasi peristiwa di masa yang akan

datang dan menentukan strategi (cara, tindakan adaptif) untuk mencapai tujuan

organisasi di masa mendatang (Supriyanto dan Damayanti, 2003). Selain itu,

perencanaan adalah proses memobilisasi informasi dan sumberdaya dari sifat

naluriah, spontan, peramalan subyektif menjadi disengaja, sistematik dan obyektif.

Tujuan perencanaan kesehatan dititikberatkan pada upaya meningkatkan hasil kerja

sistem kesehatan (Supriyanto dan Damayanti, 2003).

Sedangkan perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan

masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan

dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan

Page 20: bab 3.1 dan 3.2

menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Muninjaya, 2004). Perencanaan adalah suatu proses menganalisis dan memahami

sistem yang dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai,

memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala kemungkinan

yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalsis

efektifitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun perincian selengkapnya

dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem pengawasan

yang terus-menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara rencana

yang dihasilkan dengan sistem yang dianut (Levey dan Loomba dalam Azwar, 2006).

Penerapan perencanaan memerlukan penerapan secara sistematik metode atau

prosedur dari berbagai disiplin ilmu untuk program dan proyek yang direncanakan

dalam kurun waktu tertentu. Perencanaan bukanlah suatu pelatihan teknis belaka.

Perencanaan lebih merupakan proses belajar, menyesuaikan diri dengan perubahan

dan mendidik secara terus menerus (Supriyanto dan Damayanti, 2003).

2.2.2 Batasan Perencanaan Program Kesehatan

Perencanaan adalah suatu proses menganalisis dan memahami sistem yang

dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai,

memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala kemungkinan

yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis

efektivitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun, perincian selengkapnya

dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem pengawasan

yang terus menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara rencana

yang dihasilkan dengan sistem yang dianut (Levey dan Loomba dalam Azwar, 2006).

Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-

masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan tujuan program

yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan tersebut (Muninjaya, 2004).

Page 21: bab 3.1 dan 3.2

2.2.3 Aspek Perencanaan

Aspek dari perencanaan diantaranya ialah hasil dari pekerjaan perencanaan,

perangkat perencanaan, serta proses perencanaan. Dalam ilmu administrasi kesehatan,

ketiga aspek ini tidak sama. Uraian dari masing-masing aspek ini secara sederhana

adalah sebagai berikut :

a. Hasil dari pekerjaan perencanaan (outcome of planning)

Hasil dari pekerjaan perencanaan disebut dengan nama rencana (plan), yang dapat

berbeda antara satu pekerjaan perencanaan dengan pekerjaan perencanaan lainnya.

Hasil pekerjaan perencanaan yang dilakukan oleh organisasi yang bergerak dalam

bidang kesehatan adalah rencana kesehatan (health plan). Sedangkan hasil

pekerjaan perencanaan yang dilakukan oleh organisasi yang bergerak dalam

bidang pendidikan adalah rencana pendidikan (educational plan) (Azwar, 2006).

b. Perangkat perencanaan (mechanic of planning)

Perangkat perencanaan adalah suatu organisasi yang ditugaskan dan atau yang

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pekerjaan perencanaan. Sama halnya

dengan hasil, perangkat perencanaan juga dapat berbeda antara satu pekerjaan

perencanaan dengan pekerjaan perencanaan lainnya (Azwar, 2006).

c. Proses perencanaan (process of planning)

Proses perencanaan adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan pada

pekerjaan perencanaan. Berbeda halnya dengan hasil dan perangkat, proses

perencanaan ini pada dasarnya adalah sama untuk berbagai pekerjaan perencanaan

(Azwar, 2006).

2.2.4 Macam Perencanaan

Perencanaan banyak macamnya. Untuk dapat mencapai keberhasilan pekerjaan

perencanaan, perlu dipahami beberapa macam perencanaan tersebut. Macam

perencanaan yang dimaksud adalah:

a. Ditinjau dari jangka waktu berlakunya rencana.

1. Perencanaan jangka panjang

Page 22: bab 3.1 dan 3.2

Perencanaan jangka panjang (longe-range planning), adalah perencanaan

dengan masa berlaku rencana antara 12 sampai 20 tahun.

2. Perencanaan jangka menengah

Perencanaan jangka menengah (medium-range planning), adalah perencanaan

dengan masa berlaku rencana tersebut antara 5 sampai 7 tahun.

3. Perencanaan jangka pendek

Perencanaan jangka pendek (short-range planning), adalah perencanaan dengan

masa berlakunya rencana tersebut hanya untuk jangka waktu 1 tahun saja.

b. Ditinjau dari frekuensi penggunaan.

1. Digunakan satu kali

Penggunaan 1 kali (single use planning), apabila rencana yang dihasilkan hanya

dapat dipergunakan 1 kali. Perencanaan yang seperti ini dapat secara sengaja

dilakukan, atau karena memang telah tidak dapat digunakan lagi. Antara lain

karena keadaan lingkungan yang telah berubah.

2. Digunakan berulang kali

Penggunaan berulang kali (repeat use planning), apabila rencana yang

dihasilkan hanya dapat dipergunakan lebih dari 1 kali. Menurut Newman,

perencanaan model ini hanya dapat dilakukan apabila situasi dan kondisi

lingkungan normal serta tidak terjadi perubahan yang terlalu mencolok.

Perencanaan berulang kali ini disebut pula dengan nama perencanaan standar

(standard planning).

c. Ditinjau dari tingkatan rencana

1. Perencanaan induk

Perencanaan induk (master planning) adalah perencanaan yang dihasilkan lebih

menitikberatkan pada aspek kebijakan, mempunyai ruang lingkup yang amat

luas serta berlaku untuk jangka waktu yang sangat panjang.

Page 23: bab 3.1 dan 3.2

2. Perencanaan operasional

Perencanaan operasional (operational planning) adalah perencanaan yang

dihasilkan lebih menitikberatkan pada aspek pedoman pelaksanaan yang akan

dicapai sebagai petunjuk pada waktu melaksanakan kegiatan.

3. Perencanaan harian

Perencanaan harian (day to day planning) adalah rencana yang dihasilkan telah

disusun secara rinci. Rencana harian ini biasanya disusun untuk program yang

telah bersifat rutin.

d. Ditinjau dari filosofi perencanaan

1. Perencanaan memuaskan

Perencanaan memuaskan (satisfying planning), apabila filosofi yang dianut

pada waktu melakukan perencanaan tidak terlalu mementingkan keuntungan

golongan, melainkan kepuasan semua pihak yang terlibat.

2. Perencanan optimal

Perencanaan optimal (optimizing planning), apabila filosofi yang dianut pada

waktu melakukan perencanaan sangat mementingkan pencapaian tujuan. Pada

perencanaan ini ukuran-ukuran kuantitas menjadi penting, oleh karena itu

perhatian lebih diutamakan pada bagian-bagian yang produktif.

3. Perencanan adaptasi

Perencanaan adaptasi (adaptivizer planning), apabila filosofi yang dianut pada

waktu melakukan perencanaan cenderung berupaya untuk selalu menyesuaikan

diri dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

e. Ditinjau dari orientasi waktu

1. Perencanaan berorientasi masa lalu-kini

Perencanaan berorientasi masa lalu-kini (past-present planning), apabila

rencana yang dihasilkan semata-mata bertitik tolak dari pengalaman yang

pernah diperoleh pada masa lalu saja. Perencanaan model ini biasanya

dilakukan apabila menghadapi keadaan darurat serta waktu yang dimiliki sangat

Page 24: bab 3.1 dan 3.2

singkat, misalnya dalam keadaan wabah. Perencanaan masa lalu- kini disebut

pula dengan nama ameliorative planning.

2. Perencanaan berorientasi masa depan

Perencanaan berorientasi masa depan (future-oriented planning), apabila

rencana yang dihasilkan memperhitungkan perkiraan-perkiraan yang akan

terjadi pada masa yang akan datang. Perencanaan model ini dibedakan atas tiga

macam yakni :

a) Perencanaan redistributif

Pada perencanaan redistributif (redistributive planning), sekalipun

orientasinya adalah masa depan, tetapi rencana yang disusun tidak atas

kajian masa depan yang terlalu mendalam. Perencanaan model ini dilakukan

karena kebutuhan yang mendesak saja. Pada umumnya perencanaan model

ini merupakan kelanjutan dari perencaan masa lalu-kini (past- present

planning).

b) Perencanaan spekulatif

Pada perencanaan spekulatif (speculative planning), sifat spekulatif sangat

dirasakan. Kajian tentang masa depan, sekalipun mungkin dilakukan dengan

mempergunakan data, tetapi terlalu berani.

c) Perencanaan kebijakan

Perencanaan kebijakan (policy planning) adalah perencanan yang sangat

berorientasi pada masa depan, serta disusun atas kajian yang seksama dan

mendalam terhadap berbagai data yang tersedia.

f. Ditinjau dari ruang lingkup

1. Perencanaan strategik

Perencanaan strategik (strategic planning), apabila rencana yang dihasilkan

menguraikan dengan lengkap kebijakan jangka panjang yang ingin diterapkan,

tujuan jangka panjang yang dicapai, serta rangkaian dan penahapan yang akan

dilakukan. Perencanaan strategi umumnya sulit dirubah.

2. Perencanaan taktis

Page 25: bab 3.1 dan 3.2

Perencanaan taktis (tactical planning), apabila rencana yang dihasilkan hanya

mengandung uraian tentang kebijakan, tujuan serta kegiatan jangka pendek

saja. Perencanaan taktik mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan

situasi dan kondisi.

3. Perencanaan menyeluruh

Perencanaan menyeluruh (comprehensive planning), apabila rencana yang

dihasilkan mengandung uraian yang bersifat menyeluruh. Dalam arti mencakup

seluruh aspek dan ruang lingkup berbagai kegiatan yang akan dilakukan.

4. Perencanaan terpadu

Perencanaan terpadu (integrated planning), apabila rencana yang dihasilkan

jelas menggambarkan keterpaduan antar kegiatan yang akan dilakukan, dan

atau dengan kegiatan lain yang telah ada (Azwar, 2006).

2.2.5 Prinsip-prinsip dalam Perencanaan

Prinsip perencanaan adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan cara untuk merubah keadaan (melalui inovasi)

b. Mempertimbangkan kelayakan

c. Mendukung pelaksanaan program

d. Perencana perlu bekerjasama dengan pelaksana dan penerima program

supaya tujuan tercapai

e. Perencana melakukan monitoring dan evaluasi (data sekunder atau primer-

penelitian). (Supriyanto dan Damayanti, 2003)

2.2.6 Langkah-langkah Perencanaan

Sebagai suatu proses, perencanaan mempunyai beberapa empat langkah. Ada

empat langkah penting yang perlu dilakukan pada setiap menjalankan fungsi

perencanaan yaitu :

Page 26: bab 3.1 dan 3.2

a. Analisis situasi

Langkah ini bertujuan untuk mencari data atau fakta yang setelah diolah dan

dianalisis akan menjadi informasi yang dibutuhkan untuk penyusunan rencana

sebuah program kesehatan.Langkah analisis situasi sebenarnya juga menganalisis

semua potensi dan kendala yang dimiliki dan dihadapi oleh organisasi dalam

rangka pengembangan kegiatan program. Manfaatkan semaksimal mungkin

potensi yang ada dan mewaspadai kendala yang mungkin akan mengganggu

pelaksanaan kegiatan program. Dalam analisis situasi terdapat beberapa langkah

penting yaitu pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, dan analisa data

(identifikasi masalah) (Supriyanto,1999). Langkah-langkah dalam analisis situasi

antara lain :

1. Pengumpulan data

Salah satu kerangka acuan yang dapat digunakan adalah konsep Blum yang

menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu:

faktor keturunan (genetic factors), faktor pelayanan kesehatan (health service

factors), faktor pola hidup/perilaku (behavior factors), dan faktor lingkungan

(environment factors). Sumber data yang dapat digunakan antara lain :

a) Data primer. Data primer adalah hasil pemeriksaan atau wawancara

langsung dengan masyarakat.

b) Data sekunder. Data sekunder dapat diperoleh dari laporan Puskesmas dan

Profil Kelurahan atau Kecamatan.

c) Data tersier adalah hasil publikasi badan-badan resmi seperti kantor Dinas

Statistik, Dinas Kesehatan, dan Kantor Pemerintah Kabupaten.

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara :

a) Studi dokumentasi, dengan menggunakan data dari laporan yang ada seperti

laporan/profil Puskesmas, laporan di desa/kelurahan atau kecamatan.

b) Wawancara (interview), dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner,

pencatatan data (langsung, ingatan, dengan alat recording), pencatatan

dengan field rating dan pencatatan dengan field coding dan secara lisan dari

Page 27: bab 3.1 dan 3.2

responden, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan responden

tersebut.

c) Observasi (pengamatan), dilakukan dengan melihat dan mencatat taraf

aktifitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan

masyarakat. Alat bantu yang dapat digunakan antara lain check list, rating

scale, daftar riwayat kelakuan, dan alat elektronik.

d) Angket, dapat dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang

berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subyek untuk

mendapat tanggapan, informasi dan jawaban.

2. Pengolahan data

a) Menyusun data yang tersedia sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang

dimilikinya.

b) Cara pengolahan data ada 3 yaitu cara manual, cara mekanikal, dan cara

elektrikal.

3. Penyajian data

Cara penyajian data antara lain :

a) Bentuk teks (tekstular)

b) Bentuk tabel (tabular)

c) Bentik grafik (grafikal)

4. Analisis data

Semua data yang diperoleh dari hasil analisis situasi diolah dan dijadikan

informasi. Berbagai jenis informasi yang sudah dihimpun dibahas bersama

dengan program terkait, dikoordinasikan (sharing), diintegrasikan (integrating),

dan ditukar dengan program lainnya (interacting) sehingga semua informasi

yang terkait akan menjadi pengetahuan bersama (knowledge) yang sangat

berharga untuk menyusun perencanaan kesehatan terpadu (Muninjaya, 2004).

b. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan penyebab masalah kesehatan

Terbatasnya sumber daya dan kemampuan organisasi, serta kompleksnya

permasalahan yang dihadapi, mengharuskan para manajer untuk menetapkan

Page 28: bab 3.1 dan 3.2

Provider :Organisasi, manajemen, kepemimpinan

Masyarakat :mortalitas, morbiditas, perilaku

Lingkungan :fisik, biologi, kimia, sosekbud

prioritas masalah yang perlu dipecahkan. Supriyanto (1999) memperkenalkan

enam langkah penting untuk identifikasi masalah kesehatan di masyarakat sebagai

berikut:

1. Apa masalah kesehatan yang sedang dihadapi (what kind of health problem)

2. Apa faktor-faktor penyebabnya (why the problem exist)

3. Kapan masalah tersebut timbul (when the problem is happen)

4. Siapa/kelompok masyarakat yang mana yang paling banyak menderita, dimana

kejadiannya yang terbanyak (who is most affected by the problem and where)

5. Apa kemungkinan dampak (akibat) yang muncul apabila masalah kesehatan

tersebut tidak terpecahkan (what kind of impact will be happen)

6. Apa upaya program untuk mengatasi masalah tersebut (what is the plan of

action should be done).

Menurut Supriyanto (1999) terdapat beberapa metode dan teknik pengenalan

masalah yang dapat digunakan, salah satunya adalah :

a) Pendekatan segitiga pelayanan

Gambar 2.1 Bagan Pendekatan Segitiga Pelayanan

Sumber : Supriyanto (1999)

Page 29: bab 3.1 dan 3.2

Input Proses Output Outcome Impact

Masalah yang ada harus dikelompokkan menjadi masalah yang spesifik

sehingga mudah dikenal. Masalah dengan pendekatan segitiga pelayanan

dibedakan atas aspek penyelenggaraan pelayanan (provider), aspek masyarakat

(perilaku dan status kesehatan) dan lingkungan (fisik, biologi, kimiawi, sosio-

budaya, dan ekonomi).

1) Provider (penyelenggara kegiatan), masalah yang ditemukan pada provider

adalah masalah yang ada kaitannya dengan masalah manajemen, khususnya

masalah pelayanan kesehatan (health service).

2) Masyarakat, masalah di masyarakat dikaitkan dengan kesenjangan terhadap

indikator kesehatan seperti indikator terhadap derajat kesehatan (health

status: mortalitas, morbiditas, disabilitas dan masalah perilaku masyarakat

untuk hidup sehat).

3) Lingkungan, masalah lingkungan umumnya merupakan pengaruh tidak

langsung terhadap terjadinya masalah di provider maupun di masyarakat.

Masalah lingkungan dibedakan atas masalah lingkungan fisik, biologis,

kimiawi, sosial, ekonomi, dan budaya.

b) Pendekatan sistem/unsur organisasi

Gambar 2.2 Bagan Pendekatan Sistem atau Unsur Organisasi

Sumber : Supriyanto (1999)

1) Input

Sumber daya yang dimiliki puskesmas yang meliputi tenaga, sarana, biaya,

obat, waktu, teknologi, sasaran, target, petunjuk pelaksanaan, dan informasi

yang terkait dengan faktor pelayanan.

2) Proses

Kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang meliputi

pengorganisasian tenaga, penggunaan peralatan dan pemakaian bahan-

bahan, pemantauan wilayah setempat (PWS), bimbingan teknis, penyuluhan

Page 30: bab 3.1 dan 3.2

MASALAH

kesehatan, kegiatan imunisasi, pengobatan dan pendistribusian sumber daya

lainnya.

3) Output

Hasil langsung dari proses kegiatan yang telah dilaksanakan, yang

dinyatakan dalam satuan jumlah dan kualitas per satuan waktu (hasil

kegiatan: kunjungan, frekuensi kontak, frekuensi penyuluhan hasil, hasil

cakupan passive dan active case finding).

4) Outcome

Hasil tidak langsung yang ingin dicapai mengenai perubahan sikap maupun

tingkah laku. Efek dibedakan atas primary changes (pengetahuan dan

efektif) dan behavior changes (psikomotor atau perilaku) dan hasil lanjut

atau efek lanjutan dari output.

5) Impact

Hasil akhir yang dicapai dalam tujuan pelayanan puskesmas dan rumah sakit

yaitu meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Indikator dampak adalah

angka kematian (IMR, MMR), menurunnya gangguan atau masalah gizi

(defisiensi vitamin A, anemia zat besi, gondok, dan kurang kalori protein)

dan menurunnya angka kesakitan. Dampak merupakan tujuan jangka

panjang yang dapat ditemukan di masyarakat.

c) Pendekatan tulang ikan (fish bone)

Gambar 2.3 Diagram Pendekatan Tulang Ikan (fish bone)

Sumber : Supriyanto (1999)

Page 31: bab 3.1 dan 3.2

Pendekatan tulang ikan dilakukan dengan menentukan masalah terlebih dahulu

kemudian mengelompokkan penyebab masalah menjadi sebab langsung dan

sebab tidak langsung (sebab dari sebab). Selanjutnya mengelompokkan akibat

menjadi akibat langsung dan akibat tidak langsung (akibat dari akibat)

(Supriyanto, 2003).

c. Menetapkan prioritas masalah kesehatan

Masalah yang telah diidentifikasi perlu ditentukan menurut urutan (prioritas

masalah).

d. Menyusun rencana program

Langkah menyusun rencana program :

1. Menetapkan program

Penetapan program (programming) adalah suatu upaya menetapkan rangkaian

kegiatan yang akan dilaksanakan, yang juga merupakan ciri perencanaan.

Tetapi penetapan program bukan perencanaan karena rangkaian kegiatan yang

disusun dapat dilakukan tidak dari tahap awal (Azwar, 2006).

2. Menetukan tujuan program

Kriteria penentuan sebuah tujuan harus SMART yaitu, Spesific (jelas

sasarannya dan mudah dipahami oleh staf pelaksana), Measurable (dapat diukur

kemajuannya), Appropiate (sesuai dengan strategi nasional, tujuan program dan

visi/misi institusi dan sebagainya), Realistic (dapat dilaksanakan sesuai dengan

kapasitas organisasi yang tersedia), Time bound (sumber daya dapat

dialokasikan dan kegiatan dapat direncanakan untuk mencapai tujuan program

sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan) (Muninjaya, 2004).

3. Menentukan sasaran (target group) program

Lazimnya pada setiap program kesehatan ditemukan adanya kelompok sasaran

(target group) yakni kepada siapa program kesehatan tersebut ditujukan.

Kelompok sasaran tersebut banyak macamnya, jika disederhanakan dapat

dibedakan atas dua macam:

Page 32: bab 3.1 dan 3.2

a) Kelompok sasaran langsung, yaitu anggota masyarakat yang memanfaatkan

langsung program kesehatan.

b) Kelompok sasaran tidak langsung, yaitu kelompok sasaran antara. Dalam

program kesehatan, peranan kelompok sasaran antara banyak ditemukan.

(Azwar, 2006).

4. Menentukan rencana kegiatan program

Sebuah rencana kegiatan program yang baik harus dilengkapi dengan berbagai

informasi yakni 5W (what, who, why, where dan when) dan 1H (how). Yaitu:

a) Why, merupakan alasan utama disusunnya program ini. Latar belakang

penyusunan rencana kegiatan adalah masalah utama yang akan dipecahkan,

dituangkan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai, berisi penjelasan

terhadap pertanyaan mengapa kegiatan program penting dilaksanakan.

b) What, merupakan tujuan program atau hasil yang ingin dicapai. Dalam

program harus jelas ada target yang dipakai. Target ini dapat dipakai oleh

manajer program untuk mengukur keberhasilan program.

c) Who, merupakan penanggung jawab dan staf yang akan melaksanakan

rencana kegiatan tersebut. Pada bagian ini perlu ada penjelasan tentang

jumlah dan jenis kualifikasi staf (jenis ketrampilannya) yang perlu dimiliki

oleh staf pelaksana.

d) Where, merupakan penjelasan tentang tempat kegiatan program

dilaksanakan. Hal ini penting untuk dijelaskan transport, dana, dan jenis

komunikasi yang dibuttuhkan untuk mendukung kegiatan program.

e) When, merupakan penjelasan tentang kapan dimulai dan kapan berakhirnya

kegiatan program. Untuk kegiatan tahunan, fase kegiatannya dibagi dalam

bulan. Kegiatan bulanan dibagi ke dalam fase mingguan atau harian.

f) How, merupakan langkah-langkah praktis yang akan dilakukan untuk

mencapai tujuan program termasuk bagaimana mengatasi berbagai

hambatan dan kendala yang mungkin muncul selama kegiatan berlangsung.

Page 33: bab 3.1 dan 3.2

5. Menyusun rencana pelaksanaan program

Berisi kegiatan/aktivitas, sarana, dana, tenaga yang dibutuhkan, jadwal waktu,

pembagian tugas, tanggung jawab para pelaksana (Muninjaya, 2004).

6. Menetapkan kriteria evaluasi program

Ada 4 kriteria evaluasi yang dapat digunakan, yaitu :

a) Evaluasi masukan (input) yaitu evaluasi yang menyangkut pemanfaatan

berbagai sumber daya baik sumber dana, tenaga dan sumber sarana.

b) Evaluasi proses lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak.

c) Evaluai keluaran (output) adalah evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari

dilaksanakannya suatu program.

d) Evaluasi dampak mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari

dilaksanakannya suatu program (Azwar,2006).

2.3 Pelaksanaan Program

2.3.1 Pengertian Pelaksanaan Program

Setelah perencanaan (planning) dan pengorganisasian (organizing) selesai

dilakukan, maka selanjutnya yang perlu ditempuh dalam pekerjaan administrasi

adalah mewujudkan rencana (plan) tersebut dengan menggunakan organisasi

(organization) yang terbentuk menjadi kenyataan. Ini berarti rencana tersebut

dilaksanakan (implementating) dan atau dilakukan (actuating) (Azwar, 2006).

Pelaksanaan program merupakan kegiatan yang dilakukan guna mewujudkan

perencanaan yang selesai dikerjakan dengan menggerakkan semua sumber daya yang

dimiliki organisasi melalui aktivitas koordinasi dan supervisi. (Sulistyowati dkk,

1999).

Sedangkan pelaksanaan program kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan

setelah tahapan perencanaan selesai dikerjakan. Kegiatan dilaksanakan melalui

pembentukan tim pemantauan kegiatan, pemantauan penggunaan sumber daya,

dengan koordinasi lintas program dan pelaksanaan supervisi serta bimbingan teknis

Page 34: bab 3.1 dan 3.2

sehingga apa yang direncanakan dapat tercapai sesuai dengan tujuan dan tepat waktu

(Sulistyowati, dkk, 1999).

Menurut Supriyanto,(2003) pelaksanaan program kesehatan meliputi:

a. Implementasi

Pelaksanaan program kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan guna

mewujudkan perencanaan yang selesai dikerjakan dengan menggerakkan semua

sumber daya yang dimiliki organisasi melalui aktivitas koordinasi dan supervisi

(Supriyanto dan Damayanti, 2003).

b. Koordinasi

Merupakan proses komunikasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi kegiatan

pada organisasi dengan mekanisme kerjasama tim (intern organisasi maupun lintas

sektor) agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien (KISS ME)

(Supriyanto dan Damayanti, 2003):

1. Komunikasi

Indikator komunikasi efektif untuk koordinasi adalah informasi yang bermutu

(cepat, jumlah cukup, dan tepat waktu).

2. Integrasi

Penyatuan kegiatan (keterpaduan kegiatan bersama dan tindakan) pada satu

kegiatan atau satu tenaga kesehatan untuk beberapa kegiatan. Adanya Sandart

Operating Procedur (SOP/Protap) adalah salah satu indikator integrasi

kegiatan.

3. Sinkronisasi

Adanya kejelasan pembagian tugas merupakan petunjuk pelaksanaan

sinkronisasi. Sinkronisasi akan menurunkan tugas-tugas yang saling tumpang

tindih (overlaping) sehingga menurunkan duplikasi kegiatan, bahkan

meniadakan kegiatan yang tidak perlu.

Page 35: bab 3.1 dan 3.2

4. Simplifikasi

Program dibuat realistik, sederhana dan dapat dikerjakan. Misal, dari tujuan

umum, disederhanakan menjadi tujuan khusus dengan sasaran lebih jelas atau

tujuan dibuat lebih operasional.

5. Mekanisme

Menurut Sulistyowati, dkk (1999), ada 3 mekanisme untuk mencapai

koordinasi yang efektif, yaitu:

a) Melaksanakan koordinasi dasar, meliputi:

1) Hierarki manajerial, yakni kejelasan rantai perintah, alur informasi,

wewenang formal, hubungan tanggung jawab, dan akuntabilitas.

2) Aturan dan prosedur, yakni keputusan manajerial yang dibuat untuk

menangani kejadian rutin sehingga dapat menjadi alat yang efisien untuk

pengawasan dan koordinasi rutin

3) Rencana dan penetapan tujuan, yakni koordinasi dilakukan dengan

rencana dan tujuan yang telah ditetapkan.

b) Meningkatkan koordinasi yang potensial

Koordinasi yang potensial dilaksanakan apabila koordinasi dasar belum

cukup koordinasi yang potensial dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni:

1) Sistem informasi vertical

2) Hubungan lateral

c) Pengurangan kebutuhan akan koordinasi

Pengurangan kebutuhan akan koordinasi bisa dilakukan dengan cara berikut:

1) Penciptaan sumber daya tambahan

2) Penciptaan tugas-tugas yang dapat berdiri sendiri

c. Supervisi

Supervisi adalah salah satu upaya pengarahan dengan pemberian petunjuk dan

saran setelah menemukan alasan dan keluhan pelaksanaan dalam mengatasi

permasalahan yang dihadapi. Juga merupakan upaya pembinaan dan pengarahan

untuk meningkatkan gairah dan prestasi kerja. Supervisi harus bersifat edukatif

Page 36: bab 3.1 dan 3.2

dan suportif, bukan otoriter. Unsur pokok supervise (Supriyanto dan Damayanti,

2003):

1. Pelaksanaan, yaitu atasan atau pihak yang bertanggungjawab melakukan

supervisi dan yang memiliki kelebihan dalam organisasi.

2. Sasaran pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan serta bawahan yang

melakukan pekerjaan.

3. Frekuensi, dilakukan secara berkala karena supervisi yang dilakukan hanya

sekali, bukan supervisi yang baik.

4. Tujuan, edukatif dan suportif, dengan memberikan bantuan kepada bawahan

secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan memiliki bekal

yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang

baik

5. Teknik, menggunakan teknik problem solving

Adapun manfaat supervisi , yaitu untuk (Supriyanto dan Damayanti, 2003):

1. Meningkatkan efektivitas kerja

Erat kaitannya dengan makin meningkatnya pengetahuan dan keterampilan

bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih

harmonis antara atasan dan bawahan.

2. Meningkatkan efisiensi kerja

Erat hubungannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan oleh

bawahan dan karena itu pemkaian sumber daya yang sia-sia akan dapat dicegah.

Teknik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian

masalah (problem solving). Bedanya hanya pada cara pengumpulan data serta

cara penyelesaian masalah. Pada supervisi cara pengumpulan data ialah dengan

menggunakan teknik pengamatan langsung (direct observation), serta cara

penyelesaian masalah dilakukan secara bersama dan langsung ditempat (on the

spot). Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan supervisi

yang baik diantaranya yaitu (Azwar, 2006):

Page 37: bab 3.1 dan 3.2

a) Pengamatan Langsung

Untuk berhasilnya supervisi, pengamatan langsung yang dilakukan tersebut

harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk ini ada beberapa hal lain

yang harus diperhatikan:

1) Sasaran pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan

kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu

yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, pada

pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan yakni hanya

ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja.

2) Objektifitas pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat mengganggu

objektivitas. Untuk mencegah keaadan yang seperti ini maka pengamatan

langsung perlu dibantu dengan suatu daftar isian (check list) yang telah

dipersiapkan.

3) Pendekatan pengamatan

Pengamatan langsung sering menimbulkan dampak dan kesan negatif,

misalnya rasa takut, tidak senang atau kesan mengganggu kelancaran

pekerjaan. Unttuk mencegah keadaan yang seperti ini, pengamatan

langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak

atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Untuk ini, dianjurkan

pendekatan pengamatan dilakukan secara edukatif dan suportif.

b) Kerjasama

Kerjasama perlu dilakukan antara pelaksana supervisi dengan yang

disupervisi. Kerjasama seperti ini hanya akan terwujud antara lain jika di

satu pihak berlangsung komunikasi yang baik antara pelaksana supervisi

dengan yang di supervisi, dan pihak lain. Agar komunikasi yang baik dan

rasa memiliki dapat muncul, maka dianjurkan kerjasama penyelesaian

Page 38: bab 3.1 dan 3.2

masalah tersebut dapat menerapkan prinsip-prinsip kerjasama kelompok

(teamwork) (Azwar, 2006).

2.3.2 Metode Pelaksanaan Program

a. Penyuluhan

Ada beberapa pengertian dari penyuluhan yang diartikan dengan berbagai

pemahaman, seperti (Notoatmodjo, 2003) :

1. Penyebarluasan (informasi)

2. Penerangan atau penjelasan

3. Pendidikan non-formal (luar sekolah)

4. Perubahan perilaku

5. Rekayasa sosial

6. Pemasaran inovasi (teknis dan sosial)

7. Perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu,

kelembagaan, dll)

8. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)

9. Penguatan komunitas (community strengthening)

b. Pelatihan

Pelatihan pada dasarnya berarti proses memberikan bantuan bagi para pekerja

untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki

kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk

meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja

yang paling efektif pada masa sekarang (Muninjaya, 2004).

Dari analisis pekerjaan telah dimiliki gambaran tentang tugas-tugas yang harus

dilaksanakan oleh para pekerja dalam bidang kerja atau jabatannya, yang harus

dilaksanakan secara efektif, efisien dan bertanggung jawab. Apabila pekerja

tersebut belum memiliki kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) untuk

melaksanakannya sesuai tolok ukur di dalam hasil analisis pekerjaan atau jabatan,

Page 39: bab 3.1 dan 3.2

maka sangat diperlukan untuk melaksanakan kegiatan peralihan (Muninjaya,

2004).

Program pelatihan dapat didesain untuk meningkatkan kemampuan kerja, baik

secara individual, kelompok, maupun sebagai kegiatan organisasi atau perusahaan

secara keseluruhan. Khusus untuk pelatihan individual beberapa cara yang dapat

ditempuh adalah dalam bentuk magang, baik di dalam maupun di luar perusahaan

atau organisasi, mengikuti tugas belajar dengan biaya perusahaan atau organisasi

dan lain-lain (Muninjaya, 2004).

Berikut ini diuraikan mengenai strategi pelatihan yang kompetitif :

1. Strategi kecepatan

Perkataan kecepatan berhubungan dengan waktu. Oleh karena itu inti dari

strategi ini adalah kompetisi/persaingan waktu, bukan persaingan kecepatan

dengan organisasi/perusahaan pesaing lainnya. Bersaing dengan waktu

maksudnya adalah pelatihan harus mampu menanamkan sikap dan motivasi

untuk bertindak cepat dalam melaksanakan fungsi bisnis. Fungsi itu mencakup

kecepatan dalam merancang dan melaksanakan desain suatu produk, proses

produksi, pengembangan produk, dan dalam memberikan reaksi terhadap

umpan balik dari konsumen. Strategi ini berarti juga pelatihan harus mampu

menanamkan sikap dan motivasi untuk tidak menunggu dalam menjaring

informasi, tetapi harus aktif dalam mencari dan menghimpun, menganalisis

informasi, diiringi dengan kecepatan mengambil keputusan bisnis berdasarkan

hasil analisis informasi tersebut, termasuk tentang faktor yang menguntungkan

dan merugikan dalam rangka mengurangi atau menghindari resiko (Muninjaya,

2004).

2. Strategi inovasi

Inovasi pada dasarnya berarti pembaharuan, yang bersumber dari kreativitas

dan inisiatif dalam proses berpikir yang produktif. Pelatihan dalam strategi ini

adalah untuk mewujudkan kemampuan merespon secara tepat, sesuai dengan

hasil analisis informasi, yang memiliki peluang luas untuk melaksanakannya

Page 40: bab 3.1 dan 3.2

secara kreatif. Dengan kata lain strategi ini dipergunakan dalam pelatihan untuk

mewujudkan kemampuan mengembangkan produk dan pelayanan, baik jenis,

cara maupun kualitasnya. Kemampuan itu harus diarahkan pada mencari dan

mengembangkan kekhususan, yang akan membedakan produk dan pelayanan

dari perusahaan lain yang sejenis, sebagai pesaing atau lawan berkompetisi.

Tujuan utama untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang lain, harus

berpegang pada prinsip sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen

(Muninjaya, 2004).

3. Strategi peningkatan kualitas

Strategi ini bertolak dari kenyataan bahwa keinginan dan kebutuhan

masyarakat, khususnya konsumen setiap organisasi/perusahaan selalu berubah

kearah kepuasan yang semakin meningkat/tinggi tuntutannya terhadap produk

(barang atau jasa) dan pelayanan. Tujuan utama strategi ini dalam kegiatan

pelatihan, adalah untuk mewujudkan para pekerja yang tidak saja mempunyai

komitmen, tetapi juga memiliki kemampuan dalam meningkatkan kualitas

produk (Muninjaya, 2004).

4. Strategi mereduksi pembiayaan (cost)

Strategi ini berhubungan langsung dengan kemampuan menghindari dan

memperkecil resiko, karena terarah pada usaha meningkatkan keuntungan

kompetitif organisasi/perusahaan. Strategi ini harus dilaksanakan dengan

meningkatkan kemampuan para pekerja lini, dalam mengusahakan mengurangi

atau menekan serendah-rendahnya biaya (cost) produksi dan pemberian

pelayanan, tanpa berakibat mempersempit atau mengurangi pasar (Muninjaya,

2004).

Dari keempat strategi tersebut dapat dibedakan titik berat aplikasinya masing-

masing dalam program pelatihan. Strategi kecepatan ditekankan pada

meningkatkan kemampuan manajerial dalam memotivasi pekerja agar bekerja

untuk memproduksi sesuatu selalu tepat waktu, atau dapat dilaksanakan secara

cepat. Strategi inovasi menekankan pada kemampuan menggali dan mendorong

Page 41: bab 3.1 dan 3.2

agar para pekerja memiliki kesediaan dan berani menyampaikan gagasan,

inisiatif dan kreativitasnya, dalam mewujudkan kekhususan produk yang

berbeda dan lebih unggul dari produk organisasi/perusahaan pesaing. Berikut

strategi peningkatan kualitas ditekankan pada kemampuan bekerja secara cerdas

dan bijaksana dalam usaha memenuhi keinginan, kebutuhan dan kepuasan

konsumen. Sedang strategi mereduksi pembiayaan ditekankan pada

pengembangan kesediaan bekerja keras dengan disiplin kerja dan kecermatan

yang tinggi (Muninjaya, 2004).

Untuk memutuskan pendekatan yang akan digunakan, organisasi perlu

mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan.

Penilaian kebutuhan mendiagnosa masalah-masalah dan tantangan-tantangan

lingkungan yang dihadapi organisasi sekarang. Kemudian, manajemen

mengidentifikasikan berbagai masalah dan tantangan yang dapat diatasi melalui

latihan atau pengembangan jangka panjang.

c. Diskusi

Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih atau

kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka atau kelompok tersebut berupa

salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa

pemahaman yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa apa saja yang awalnya

disebut topik. Dari topik inilah diskusi berkembang dan diperbincangkan yang

pada akhirnya akan menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut

(Supriyanto, 2003).

Macam-macam diskusi antara lain sebagai berikut:

1. Seminar

Pertemuan para pakar yang berusaha mendapatkan kata sepakat mengenai suatu

hal.

2. Sarasehan atau simposium

Pertemuan yang diselenggarakan untuk mendengarkan pendapat prasaran para

ahli mengenai suatu hal/masalah dalam bidang tertentu.

Page 42: bab 3.1 dan 3.2

3. Lokakarya atau sanggar kerja

Pertemuan yang membahas suatu karya.

4. Santiaji

Pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan pengarahan singkat

menjalang pelaksanaan kegiatan.

5. Muktamar

Pertemuan para wakil organisasi mengambil keputusan mengenai suatu masalah

yang dihadapi bersama.

6. Konferensi

Pertemuan untuk berdiskusi mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama.

7. Diskusi panel

Diskusi yang dilangsungkan oleh panelis dan disaksikan/dihadiri oleh beberapa

pendengar, serta diatur oleh seorang moderator.

8. Diskusi kelompok

Penyelesaian masalah dengan melibat kan kelompok-kelompok kecil.

(Supriyanto, 2003).

d. Observasi

Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan

pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau

mengamati individu atau kelompok secara langsung (Supriyanto, 2003). Cara-cara

atau metode tersebut dapat juga dikatakan dengan menggunakan teknik dan alat-

alat khusus seperti blangko-blangko, checklist, atau daftar isian yang telah

dipersiapkan sebelumnya. Dengan demikian, secara garis besar teknik observasi

dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Observasi yang direncanakan, terkontrol menggunakan blangko-blangko

daftar isian yang tersusun, dan didalamnya telah tercantum aspek-aspek ataupun

gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu

dilakukan.

Page 43: bab 3.1 dan 3.2

2. Observasi informasi atai tidak terencanakan pengamat belum atau tidak

mengetahui sebelumnya apa yang sebenarnya harus dicatat dalam pengamatan

itu. Aspek-aspek atau peristiwanya tidak terduga sebelumnya (Supriyanto,

2003).

2.4 Evaluasi Program Kesehatan

2.4.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi atau kegiatan penilaian adalah merupakan bagian integral dari fungsi

manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan

karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau

kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi

dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang relevan guna pengambilan

keputusan (Supriyanto, 2003).

Menurut definisi atau pandangan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli

terdapat beberapa pokok pikiran yang dapat disimpulkan, antara lain :

a. Evaluasi merupakan prosedur atau cara membandingkan informasi tentang

kegiatan pelaksanaan program atau hasil kerja dengan suatu kriteria atau tujuan

yang telah ditetapkan

b. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk memperbaiki, mempertahankan ataupun

mengakhiri program

c. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, evaluasi merupakan sumber

informasi yang digunakan untuk memperbaiki kegiatan program yang sedang

dilaksanakan atau untuk perencanaan yang lebih baik di masa yang akan datang

d. Evaluasi bidang kesehatan (WHO) termasuk kegiatan analisa berbagai macam

aspek perkembangan dan pelaksanaan program dengan mempelajari relevansi,

adekuasi, progres, efektivitas, afektivitas, efisiensi, dan dampak dari program.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah prosedur penilaian

pelaksanaan kerja dan hasil kerja secara menyeluruh dengan cara sistematik dengan

Page 44: bab 3.1 dan 3.2

membandingkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan guna pengambilan

keputusan (Supriyanto dan Damayanti, 2003).

Menurut Sulistyowati, dkk (1999), jenis evaluasi program dibagi menjadi:

a. Penilaian pada tahap awal program

Penilaian pada awal tahap program dilakukan saat merencanakan suatu program

(formative evaluation). Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang

akan disusun benar–benar telah sesuai dengan yang ditemukan, dalam arti dapat

menyelesaikan masalah tersebut (need assessment)

b. Penilaian pada tahap pelaksanaan program

Penilaian pada tahap pelaksanaan program dilakukan pada saat program sedang

dilaksanakan (promotive evaluation). Tujuannya adalah untuk mengukur apakah

program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai rencana atau tidak, atau

apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan program

tersebut. Terdiri dari pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala (periodic

evaluation).

c. Penilaian pada tahap akhir program

Penilaian pada tahap akhir program dilakukan pada saat program telah selesai

dilaksanakan (sumative evaluation). Tujuannya adalah untuk mengukur (out put)

serta dampak (impact ) yang dihasilkan.

2.4.2 Macam Evaluasi

Dalam kaitannya dengan proses perencanaan, evaluasi sering dibedakan sebagai

kegiatan terpisah atau sebagai bagian kegiatan integral dari proses perencanaan yaitu

(Supriyanto,2003):

a. Evaluasi tradisional

Pengontrolan terhadap kegiatan pencapaian tujuan, evaluasi merupakan kegiatan

terpisah dengan perencanaan.

1. Planning deals with future.

2. Evaluation deals with assessing in the past.

Page 45: bab 3.1 dan 3.2

b. Evaluasi Modern

Integral dengan proses perencanaan. Secara umum, evaluasi dapat dibedakan atas

dua jenis, yaitu evaluasi formative dan evaluasi summative.

1. Evaluasi formative

Evaluasi formative merupakan evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan

program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki program. Evaluasi

ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan

atas kegiatan sehari–hari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu relatif

pendek. Manfaat evaluasi formatif terutama untuk memberikan umpan balik

kepada manajer program tentang kemajuan hasil yang dicapai beserta

hambatan–hambatan yang dihadapi. Evaluasi formatif sering disebut sebagai

evaluasi proses atau monitoring (Supriyanto,2003).

2. Evaluasi summative

Evaluasi summative adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil

keseluruhan dari suatu program yang telah selesai dilaksanakan. Evaluasi ini

dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program,

guna menilai keberhasilan program. Hasil evaluasi dapat memberikan jawaban

atas pertanyaan, apakah tujuan program dapat dicapai atau tidak dan alasan –

alasan mengapa demikian. Karena itu output program berupa outcome dan

dampak sangat diperlukan (Supriyanto,2003).

2.4.3 Ruang Lingkup Evaluasi

Gambaran ruang lingkup evaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut (Supriyanto,

2003):

a. Macam evaluasi

Macam evaluasi yang dipilih akan menentukan kapan evaluasi tersebut bisa atau

dapat dilaksanakan. Terdiri dari evaluasi formative dan evaluasi summative.

b. Program yang perlu dievaluasi

Page 46: bab 3.1 dan 3.2

Tidak semua program di bidang kesehatan perlu dievaluasi. Program-program

prioritas yang perlu dievaluasi adalah :

1. Program-program yang potensial memberikan dampak (keuntungan) kepada

masyarakat luas.

2. Program-program yang potensial memberikan efek sampingan yang kurang

menguntungkan pada masyarakat

3. Proyek panduan, karena diharapkan dapat digunakan pada tempat lain

c. Tanggung jawab evaluasi

Pada dasarnya tanggung jawab ini terletak pada orang atau kelompok yang

bertanggung jawab terhadap penerapan dan pengembangan dari proses manajerial

pada berbagai tingkat kebijaksanaan dan operasional. Tanggung jawab suatu

evaluasi antara lain sebagai berikut:

1. Tingkat lokal (desa)

Kader atau orang kelompok yang berkaitan dengan program PKMD.

2. Tingkat propinsi dan kabupaten

Orang-orang langsung atau tidak langsung berkaitan dan mempunyai minat

terhadap program kesehatan.

3. Tingkat pusat

a) Orang yang diberi tugas untuk hal tersebut

b) Kelompok evaluator independent

d. Tingkat pengambilan keputusan

Tingkat pengambilan keputusan ditentukan oleh tingkat organisasi kesehatan yang

memerlukan atau memanfaatkan hasil evaluasi.

2.4.4 Tujuan Evaluasi

Pada dasarnya evaluasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Supriyanto,

2003) :

a. Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan

perencanaan program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan

Page 47: bab 3.1 dan 3.2

pengalaman mengenai hambatan atau pelaksanaan program yang lalu selanjutnya

dapat dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan program

yang akan datang.

b. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen

(resources) saat ini dan masa-masa mendatang. Tanpa adanya evaluasi akan terjadi

pemborosan penggunaan sumber dana dan daya yang sebenarnya dapat diadakan

penghematan serta penggunaan untuk program-program lain.

c. Memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan kembali suatu program. Sehubungan

dengan hal ini perlu adanya kegiatan – kegiatan yang dilakukan antara lain;

mengecek relevansi dari program dalam hal perubahan – perubahan kecil yang

terus – menerus, mengukur keajuan terhadap target yang direncanakan,

menentukan sebab dan faktor di dalam maupun diluar yang mempengaruhi

pelaksanaan program.

2.4.5 Langkah – Langkah Evaluasi

Dalam Notoadmodjo (2003), langkah-langkah kegiatan evaluasi mencakup hal-

hal sebagai berikut :

a. Menetapkan atau menformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang

dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.

b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan

program yang akan dievaluasi.

c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang digunakan.

d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan

evaluasi tersebut.

e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah

ditetapkan tersebut, serta memberikan penjelasan-penjelasannya.

f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan leih lanjut terahdap program

berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.

Page 48: bab 3.1 dan 3.2

2.4.6 Kriteria Evaluasi

Menurut Supriyanto (2003), berdasarkan WHO ada beberapa kriteria evaluasi

yaitu:

a. Relevansi

Rasionalisasi kesesuaian program dengan kebijakan umum yang dikaitkan dengan

kebijaksanaan sosial dan ekonomi serta kesesuaian kebutuhan atau prioritas

kebijaksanaan kesehatan untuk masyarakat. Relevansi merupakan tingkat

keterkaitan tujuan hasil/keluaran program layanan dengan kebutuhan masyarakat

di lingkungannya, baik lokal maupun global.

b. Kecukupan (adequacy)

Kecukupan (adequacy) menunjukan seberapa besar perhatian yang diberikan

dalam program kegiatan untuk mengatasi masalah. Kecukupan juga berhubungan

dengan sampai seberapa besar masalah yang dapat diatasi melalui program

kegiatan yang telah dilaksanakan. Kecukupan menunjukan tingkat ketercapain

persyaratan ambang yang diperlukan untuk penyelenggaraan suatu program untuk

mengatasi masalah yang sebenarnya di masyarakat.

c. Progress

Progress atau pengamatan kemajuan adalah perbandingan antara rencana dan

kenyataan yang ada, perlu dilakukan analisis usaha yang telah dilakukan dan

sumber – sumber yang digunakan dalam pelaksanaan dibandingkan dengan

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuannya adalah pengawasan

jalannya usaha kegiatan, atau melihat kemajuan yang telah dicapai.

d. Keadilan (Equity)

Keadilan (Equity) adalah kemampuan akses dari organisasi bisnis dalam

memberikan layanan baik dari aspek distribusi layanan (geografi), aspek sosial

ekonnomi masyarakat maupun aspek epidemiologi penyakit (berat ringan dan jenis

penyakit). Equity banyak digunakan pada layanan sosial seperti kesehatan

masyarakat karena merupakan indikator kunci (tolok ukur) keberhasilan layanan

kesehatan.

Page 49: bab 3.1 dan 3.2

e. Efisiensi

Efisiensi menggambarkan hubungan antara hasil yang dicapai suatu program

kesehatan dengan usaha-usaha yang diperkirakan dalam pengertian tenaga

manusia (sumber-sumber lain, keuangan, proses-proses di bidang kesehatan,

teknologi dan waktu). Efisiensi merujuk pada tingkat pemanfaatan masukan

(sumber daya) yang digunakan dalam proses layanan.

Dibedakan efisiensi teknis dan efisiensi biaya. Efisiensi teknis, bila hasil suatu unit

pelayanan dikaitkan dengan waktu, metode, sumber daya, dan sumber lain.

Efisiensi biaya, bila hasil suatu unit pelayanan misalnya kunjungan, vaksinasi dan

lain-lain dikaitkan dengan uang.

Efisiensi= Hasil KegiatanJumlahSumber Daya yangTerpakai

f. Efektifitas

Efektifitas menggambarkan akibat atau efek yang diinginkan dari suatu program,

kegiatan institusi dalam usaha mengurangi masalah kesehatan. Efektifitas juga

dipergunakan untuk mengukur derajat keberhasilan dari suatu usaha tersebut

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Efektifitas= Hasil KegiatanTarget

g. Kualitas

Kualitas dapat meliputi kualitas komponen masukan, proses dan hasil layanan

masing – masing dari sistem layanan. Kriteria komponen masukan antara lain

mutu sumber daya (bukti fisik), akreditasi. Komponen prosees meliputi kriteria

keterhandalan (reliability), jaminan (assurance), bukti fisik (tangible), empati,

ketanggapan (responsiveness). Komponen luaran dapat meliputi kriteria kepuasan,

manfaat yang dirasakan, sembuh, dan loyalitas.

h. Kelayakan atau loyalitas

Loyalitas adalah tingkat partisipasi dan ketergantungan pelanggan untuk

menggunakan kembali bila membutuhkan dan/atau partisipasi pelanggan untuk

Page 50: bab 3.1 dan 3.2

menjadi advokator, pemasar bisnis layanan yang tanpa dibayar. Loyalitas terjadi

bila kepuasan sudah terjadi.

i. Transformasi

Transformasi adalah kriteria yang menunjukkan tingkat perubahan yang sesuai

dengan tujuan individu menggunakan layanan.

j. Dampak (impact)

Menggambarkan akibat keseluruhan dari program, kegiatan institusi dalam

pengembangan sosio-ekonomi. Penilaian dampak di bidang kesehatan, terutama

ditujukan untuk menentukan perubahan akibat pelaksaan program agar dapat

memberikan keuntungan kepada derajat kesehatan (Health Status). Angka

kematian, angka kesakitan dan angka kecacatan adalah komponen yang ada pada

status kesehatan.

Page 51: bab 3.1 dan 3.2

PBL 1: Data primer dan Sekunder

Identifikasi masalah

PBL II

Diagnosis Komunitas (Penentuan masalah kesehatan

dan penyebab masalah)

Prioritas Masalah kesehatan dan Alternatif Penyelesaian

Masalah

Perencanaan program

Pelaksanaan/Intervensi program

Evaluasi program

Pendekatan Tulang Ikan (Fish Bone)

Nominal Group Technique Modifikasi (NGT Modifikasi)

BAB 3. METODE KEGIATAN

3.1 Alur Kegiatan

Dalam pelaksanaan kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan II (PBL II) ini

prosedur kerja yang dilakukan meliputi:

Bagan 3.1 Alur Kegiatan PBL II

Page 52: bab 3.1 dan 3.2

Keterangan :

: dilakukan jika diperlukan : dilakukan berurutan

3.1.1 Analisis Kesehatan Masyarakat

a. Pengumpulan Data

Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan II (PBL II) perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi program kesehatan masyarakat Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat

Kabupaten Jember diawali dengan proses pengumpulan data pada kegiatan

Pengalaman Belajar Lapangan I (PBL I). Data yang diperoleh adalah berupa data

primer dan sekunder. Data primer yakni dari hasil wawancara dan observasi

sedangkan data sekunder berupa laporan Puskesmas, Profil Desa Glagahwero 2014

dan studi dokumentasi.

b. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari sumber data primer maupun sekunder kemudian

diolah berdasarkan aspek kependudukan, aspek kesehatan masyarakat, aspek

pelayanan kesehatan, aspek kesehatan lingkungan, dan aspek perilaku kesehatan.

c. Penyajian Data

Data hasil olahan disajikan dalam bentuk grafik kemudian hasil yang diperoleh

disajikan berdasarkan lima aspek kesehatan menurut konsep H. L. Bloom, yakni

aspek status kesehatan, aspek pelayanan kesehatan, aspek kesehatan lingkungan,

aspek kependudukan dan aspek perilaku.

3.1.2 Identifikasi Masalah Kesehatan

Setelah data disajikan dalam bentuk persentase, kemudian dilakukan

identifikasi masalah. Dari berbagai masalah yang telah diidentifikasi, kemudian

ditentukan beberapa rancangan masalah kesehatan di Desa Glagahwero Kecamatan

Kalisat Kabupaten Jember.

Page 53: bab 3.1 dan 3.2

3.2 Metode Penetuan Masalah dan Penyebab

Kegiatan selanjutnya adalah penentuan masalah dan penyebab. Dari

rancangan masalah kesehatan yang ditemukan dari hasil identifikasi masalah,

kemudian ditentukan beberapa masalah kesehatan yang menjadi masalah utama di

Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember yakni berupa masalah

kesehatan utama dan kemudian mengidentifikasi penyebab timbulnya masalah

tersebut.

Dalam menentukan masalah di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat

Kabupaten Jember digunakan metode pendekatan fishbone (tulang ikan) dan

pendekatan sistem. Diagram fishbone ini dikenal dengan cause and effect diagram.

Rangka analisis diagram fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada

bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya

digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.

Apabila masalah dan penyebab sudah diketahui secara pasti, maka tindakan

dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya

menjadi lebih jelas dan memungkinkan untuk dapat melihat semua kemungkinan

“penyebab” dan mencari “akar” permasalahan sebenarnya.

Selain menggunakan diagram fishbone, dalam menentukan masalah dan

penyebab juga digunakan metode pendekatan sistem. Penggunaan metode-metode ini

disesuaikan dengan penyebab masalah yang telah ditemukan.

3.3 Metode Penentuan Prioritas Masalah dan Alternatif Pemecahan

Masalah

3.4 Metode Pelaksanaan Program

3.5 Metode Evaluasi Program

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 2006. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara

Page 54: bab 3.1 dan 3.2

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada

Muninjaya, Gde A. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sulistyowati, dkk. 1999. Modul III Pelaksanaan Penggerakan dan Pengawasan

Pengendalian di Puskesmas. Surabaya: Kantor Wilayah Departemen Kesehatan

Provinsi Jawa Timur.

Supriyanto, S dan Damayanti, Nyoman Anita. 2003. Perencanaan dan Evaluasi.

Surabaya: Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Airlangga.

Supriyanto, S dkk.1999. Modul II Perencanaan Tingkat Puskesmas. Surabaya :

Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi Jawa Timur.