221
101 BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARAT Sasakala tempat di Jawa Barat dikelompokkan ke dalam enam wilayah sebagai berikut. 1. Wilayah Bandung Raya mencakup Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Sumedang. 2. Wilayah Priangan Timur mencakup Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Garut. 3. Wilayah Purwasuka mencakup Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang. 4. Wilayah Sukaci meliputi Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Cianjur. 5. Wilayah Bodebek meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi.

BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

101

BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARAT

Sasakala tempat di Jawa Barat dikelompokkan

ke dalam enam wilayah sebagai berikut.

1. Wilayah Bandung Raya mencakup Kabupaten

Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi,

Kabupaten Bandung Barat, dan Sumedang.

2. Wilayah Priangan Timur mencakup Kota Banjar,

Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya,

Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Garut.

3. Wilayah Purwasuka mencakup Kabupaten

Purwakarta, Kabupaten Subang, dan Kabupaten

Karawang.

4. Wilayah Sukaci meliputi Kabupaten Sukabumi,

Kota Sukabumi, dan Cianjur.

5. Wilayah Bodebek meliputi Kabupaten Bogor,

Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan

Kota Bekasi.

Page 2: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

102

6. Wilayah Pantura meliputi Kota Cirebon,

Kabupaten Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan

Kabupaten Majalengka.

A. SASAKALA WILAYAH BANDUNG RAYA

1. SASAKALA GUNUNG TANGKUBAN PARAHU

Pada jaman dahulu, di tanah Priangan terdapat

sebuah kerajaan yang sangat subur dan makmur, yang

bernama Kerajaan Galuga. Kerajaan tersebut dipimpin

oleh seorang raja yang adil palamarta bernama Prabu

Sungging Perbangkara. Kesenangannya berburu ke

hutan mencari hewan-hewan yang dagingnya akan

dibagikan ke seluruh rakyat yang tertimpa kelaparan.

Pada suatu hari, maka berangkatlah rombongan

raja ke hutan untuk berburu. Tiba di hutan, Prabu

Sungging Perbangkara membuang air seni yang

tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah

raja pergi, kemudian ada seekor babi hutan betina

bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin

Page 3: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

103

menjadi manusia. Babi hutan itupun kemudian

meminum air seni raja itu.

Beberapa bulan kemudian, Wayungyang pun

hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik

itu lalu diserahkan ke keraton, dan oleh Prabu

Sungging Perbangkara diberi nama Dayang Sumbi

Rarasati.

Banyak para raja yang meminangnya, tetapi

seorang pun tidak ada yang diterima. Akhirnya para

raja saling berperang di antara sesamanya. Dengan

gelagat itu, Dayang Sumbi pun atas permitaannya

sendiri mengasingkan diri di sebuah ranggon di hutan

belantara dengan ditemani seekor anjing jantan

bernama Si Tumang. Pekerjaanya di ranggon tersebut

ialah menenun membuat kain. Kain hasil tenunannya

kemudian diserahkan pada ayahnya di keraton.

Pada suatu hari, Dayang Sumbi sedang asyik

menenun. Namun totopong (torak) yang tengah

digunakannya untuk bertenun, terjatuh ke bawah

ranggon. Cukup tinggi ranggon yang ditempatinya

Page 4: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

104

tersebut, sehingga Dayang Sumbi merasa malas untuk

mengambilnya. Ia pun bergumam lirih:

“Duh, malasnya hari ini. Bagi siapa saja yang

mengambilkan totopong itu, apabila ia perempuan,

akan kujadikan saudara. Apabila laki-laki, akan

kujadikan suami.”

Sesaat setelah bergumam, tiba-tiba Si Tumang

mengambilkan totopong tersebut, lalu diberikanlah

kepada Dayang Sumbi. Tentu saja Dayang Sumbi

kaget, apalagi ketika mengetahui bahwa Si Tumang

berkelamin jantan.

Dalam keadaan bingung itu, tiba-tiba terdengar

suara gaib:

“Jangan khawatir, Si Tumang adalah jelmaan

seorang Pangeran tampan yang sedang mencari ilmu

kesaktian. Menikahlah dengannya.”

Sembilan sejak mendengar suara gaib itu,

akhirnya Dayang Sumbi pun melahirkan bayi laki-laki

dan diberi nama Sangkuriang. Semakin hari,

Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang cekatan dan

Page 5: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

105

tangkas. Hobinya sama dengan kakeknya, yakni

berburu. Di usia yang masih kecil, Sangkuriang sudah

pandai menggunakan tombak dan panah untuk

memburu hewan buruannya.

Seperti hari itu. Sangkuriang disuruh oleh

Dayang Sumbi berburu hewan di hutan. Dayang Sumbi

berpesan agar dibawakan hati seekor mencek (kijang).

Hari sudah sore, namun Sangkuring belum juga

mendapatkan seekor mencek. Namun ketika akan

pulang, di perjalanan ia mendapati seekor babi hutan,

yang ternyata Wayungyang. Pikirnya, “Mungkin ibuku

akan suka meskipun hati seekor babi hutan.”

Sangkuriang pun menyuruh Si Tumang

mengejar babi hutan tersebut. Namun Si Tumang

malah diam, ia mengatahui bahwa babi hutan tersebut

hanyalah jelamaan seorang perempuan sakti bernama

Wayungyang yang telah melahirkan Dayang Sumbi,

istrinya sendiri dan ibunya Sangkuriang.

Karena si Tumang tidak menurut, sedangkan

hari sudah sore, akhirnya Sangkuriang pun kesal. Lalu

Page 6: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

106

dibunuhnya Si Tumang oleh Sangkuring, yang

sebenanrnya jelmaan ayahnya sendiri. Hati Si Tumang

oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu

dimasak dan dimakannya.

Keesokan harinya, Dayang Sumbi merasa heran

karena Si Tumang menghilang. Lalu ditanyakanlah

kepada Sangkuriang. Pada mulanya Sangkuriang tidak

mengaku telah membunuh Si Tumang, namun setelah

didesak oleh Dayang Sumbi, akhirnya ia pun mengaku.

Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang

dimakannya adalah hati Si Tumang, suaminya

sekaligus ayahnya Sangkuriang, kemarahannya pun

memuncak. Serta merta kepala Sangkuriang dipukul

dengan sinuk (sinduk) yang terbuat dari tempurung

kelapa sehingga kepala Sangkuriang terluka.

“Pergi kau dari sini, dasar anak tidak tahu balas

budi...!” hardik Dayang Sumbi.

Sangkuriang pun pergi mengembara mengelilingi

tatar Parahyangan. Selama pengembaraannya,

Page 7: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

107

Sangkuriang banyak berguru ilmu kesaktian. Bahkan

bangsa siluman dan jin pun takluk kepadanya.

Lama Sangkuriang mengembara, sebelum

akhirnya tiba kembali di ranggon Dayang Sumbi.

Karena Sangkuriang sudah lama tidak bertemu sejak

kecil, ia pun tidak mengenali bahwa putri cantik yang

ditemukannya adalah Dayang Sumbi, ibunya sendiri.

Begitupun Dayang Sumbi, tidak mengetahui bahwa

laki-laki tampan yang ditemuinya adalah Sangkuriang

anaknya sendiri. Yang ada hanyalah gejolak perasaan

bahwa laki-laki tersebut tampan dan bisa menjadi

pelindungnya. Maka terjalinlah kisah kasih di antara

kedua insan tersebut.

Pada suatu sore yang indah, seperti halnya

sepasang dua kekasih, Sangkuriang pun bermesraan

dengan Dayang Sumbi. Ketika itu, Sangkuriang tiduran

di atas lahunan (pangkuan) Dayang Sumbi. Lalu

Dayang Sumbi pun mengelus-elus kepala Sangkuriang.

Tanpa sengaja, Dayang Sumbi kaget ketika di kepala

Sangkuriang terdapat luka bekas pukulan sinduk.

Page 8: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

108

Mengetahui hal itu, segera Dayang Sumbi

menyampaikannya pada Sangkuriang, bahwa ia adalah

putranya yang telah lama pergi. Namun Sangkuriang

tidak percaya, karena dihadapannya sosok perempuan

muda, bukan tua seperti bayangan terhadap ibunya

selama ini. Demikian karena Dayang Sumbi

mempunyai ilmu kajayaan (awet muda).

Karena tidak percaya, Sangkuriang tetap

memaksa Dayang Sumbi agar mau dinikahinya. Melihat

gelagat yang kurang baik tersebut, kemudian Dayang

Sumbi mencari akal agar maksud Sangkuriang tidak

kesampaian. Maka diajukanlah syarat kepada

Sangkuriang.

“Sangkuriang, apabila mau menikahiku, engkau

harus penuhi syaratnya,” pinta Dayang Sumbi.

“Apa syaratnya, Sumbi?”

“Buatkanlah aku sebuah danau dan perahu

untuk berlayar di atasnya.”

“Ha...ha...ha...gampang sekali syaratmu itu,

Sumbi.”

Page 9: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

109

“Ingat Sangkuriang, danau dan perahu tersebut

harus selesai dalam waktu satu malam suntuk.”

“Tidak masalah, aku akan selesaikan

permintaanmu itu,” jawab Sangkuriang dengan

entengnya.

Maka segera saja Sangkuriang membuat danau

dengan cara membendung sebuah sungai besar yang

mengaliri hutan belantara di mana Dayang Sumbi

tinggal. Di tepi sungai tersebut banyak ditumbuhi pohon

tarum, sehingga kelak penduduk sekitar menyebut

sungai tersebut dengan nama Citarum.

Dalam pengerjaannya, Sangkuriang dibantu oleh

siluman dan jin taklukannya. Dibantu pula oleh gajah

dan harimau dalam memindahkan pohon yang akan

dipakai untuk membendung Citarum.

Menjelang tengah malam Citarum pun sudah

terbendung. Terbentuklah danau yang sangat luas.

Sekitar pukul 1 pagi, Sangkuriang segera menebang

pohon untuk membuat perahu. Maka mulailah

Sangkuriang membuat perahu.

Page 10: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

110

Sementara di ranggonnya, Dayang Sumbi

segera khawatir melihat danau sudah terbentuk, dan

menurut perkiraannya, perahu pun akan segera selesai.

Artinya dalam semalam suntuk, Sangkuriang dapat

mengabulkan syarat yang diajukannya yakni membuat

danau dan perahu.

Dengan kenyataan itu, segera Dayang Sumbi

mencari akal agar rencana Sangkuriang dapat

digagalkan. Lalu ia pun mengeluarkan boeh rarang

(kain berwarna putih yang dapat mengeluarkan

cahaya). Setelah dikibaskan, maka dari kain tersebut

keluar cahaya seperti kilatan emas.

Kontan saja hewan-hewan yang berada di hutan

kaget dan menyangka waktu sudah pagi. Berkokoklah

ayam, melenguhlah banteng, dan berkicaulah burung-

burung. Disangkanya fajar mulai merekah di ufuk timur.

“Sangkuriang, lihatlah sekelilingmu. Nampaknya

waktu sudah pagi, artinya engkau gagal memenuhi

syaratku,” kata Dayang Sumbi.

Page 11: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

111

Dilihatlah lingkungan sekitar oleh Sangkuriang.

Ia pun tersentak kaget. Segera ia sadar bahwa dirinya

telah gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi. Mulailah

keluar rasa kesal dan marah. Ditendanglah parahu

„perahu‟ yang hampir selesai itu oleh Sangkuriang dan

nangkub „telungkup‟ di sebelah utara danau.

Berubahlan perahu tersebut menjadi sebuah gunung

yang kini disebut Gunung Tangkuban Parahu, yang

artinya parahu nangkub (perahu terbalik).

Adapun tunggul atau pangkal pohon yang

batangnya dibuat perahu, berubah menjadi Gunung

Bukit Tunggul, sedangkan rangrang (ranting) dari

pohon tersebut terkumpul di sebelah barat dan berubah

menjadi Gunung Burangrang.

Kemudian Sangkuriang pun mengejar Dayang

Sumbi yang melarikan diri. Namun, ketika sedang

dikejar, Dayang Sumbi sebagai seorang putri

mendadak menghilang di suatu tempat yang sekarang

dikenal dengan nama Gunung Putri.

Page 12: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

112

Meskipun dibantu bangsa siluman dan jin, tetap

saja Sangkuriang tidak menemukan Dayang Sumbi.

Seolah Dayang Sumbi hilang ditelan bumi. Akhirnya

Sangkuriang putus asa. Kemudian ia pun melanjutkan

kembali pengembaraannya, hingga sampailah di suatu

tempat.

Di tempat itu, kemudian Sangkuriang ngahyang

(menghilang ke alam gaib). Tempat itu sekarang

disebut Ujungberung, yang berarti ujungna (tempat

berakhirnya) perasaan Sangkuriang yang ngaberung

(mengikuti) hawa nasfu untuk menikahi ibunya sendiri.

Sebelumnya, Sangkuriang pun menjebol sungai

Citarum dengan cara melemparkan sumbat bendungan

yang terbuat dari pepohonan dan batu-batu besar.

Sumbat bendungan itu melayang ke sebelah timur,

sampai akhirnya berubah menjadi Gunung

Manglayang. Bekas bendungan sungai Citarum itu kini

berada di Padalarang yang dikenal dengan nama

Sanghyang Tikoro.

Page 13: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

113

Seiring waktu, air danau pun mulai surut

kembali, lalu banyak ditempati pendatang dari berbagai

daerah karena tanahnya subur. Daerah itu kemudian

disebut Bendung, yang berasal dari kata dibendung-nya

Citarum oleh Sangkuriang. Kemudian berubah menjadi

Bandeng, berasal dari kata ngabandeng yang berarti

genangan air danau yang luas. Ini untuk menyebut

danau yang dibuat Sangkuring pada waktu itu.

Seiring perkembangan waktu, kata Bandeng pun

berubah menjadi Bandung seperti dikenal hingga

sekarang. ***

*) Legenda ini terkadang diberi judul Sangkuriang Kabeurangan (Kesiangan) atau Sasakala Bandung Purba. Dalam hal penulisan nama Sangkuriang: ada yang disatukan, ada pula yang dipisahkan (Sang Kuriang).

Page 14: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

114

2. SASAKALA CIGONDEWAH

Dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan bernama

Sindangsari. Adapun rajanya bernama Baginda Raja

Singa Mandala. Ia terkenal sebagai raja yang adil dan

bijaksana. Ia pun memiliki seorang putri yang sangat

cantik jelita bernama Putri Mayang Sawitri.

Kecantikan Putri Mayang Sawitri pun tersiar ke

mana-mana. Banyak raja dan kstaria dari kerajaan lain

berniat melamarnya. Namun semuanya ditolak oleh

Putri Mayang Sawitri dengan bermacam-macam

alasan. Tentu saja Baginda Raja Singa Mandala

merasa bingung. Ia merasa khawatir para raja dan

ksatria yang ditolak lamarannya akan merasa sakit hati

dan kemudian akan mengerahkan pasukannya untuk

menyerang kerajaan Sindangsari.

Pada suatu hari, datanglah rombongan pelamar

dari kerajaan Margaasih. Rombongan tersebut dipimpin

langsung oleh Raja Jayadilaga.

Page 15: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

115

“Ada apakah gerangan Raja Jayadilga

menemuiku?” kata Raja Singa Mandala di ruang

keraton.

“Maksud kami untuk melamar putrimu yang

cantik jelita itu. Sebagai tanda lamaran, kami membawa

berbagai perhiasan dan hasil bumi dari kerajaan

Margaasih,” jawab Raja Jayadilaga dengan tegas dan

penuh harap.

“Kalau begitu niat paduka, aku hanya bisa

menyerahkan keputusan lamaran ini pada putriku

langsung,” kata Raja Singa Mandala sambil melirik

pada putrinya, Putri Mayang Sawitri: “Bagaimana,

anakku?”

Putri Mayang Sawitri lama menundukkan kepala.

Karena kesal, akhirnya Raja Jayadilaga

mengulang pertanyaan Raja Singa Mandala.

“Bagaimana tuan putri, bersediakah dipersunting

hamba?”

“Euh, sebelumnya aku mohon maaf, paduka

raja.”

Page 16: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

116

“Tidak usah minta maaf, karena tuan putri tidak

punya salah apa-apa padaku,” kata Raja Jayadilaga

dengan penuh kesabaran.

“Eum, untuk saat ini aku tidak bisa menerima

lamaran paduka raja.”

“Apa…?!!” Raja Jayadilaga tersentak kaget.

Seketika ia berdiri dan pergi tanpa permisi

keluar dari ruangan keraton diikuti oleh rombongan

lainnya. Kemudian Ia bertitah: “Tunggu kedatangan

pasukanku!”

Melihat kejadian tersebut, Raja Singa Mandala

hanya duduk terpaku kaku di singgasana. Ia tidak dapat

berkata apa-apa. Bahkan hatinya semakin diliputi rasa

cemas. Ketakutannya yang utama ialah kerajaan

Margaasih akan segera menyerang kerajaan

Sindangsari.

Sesuai dengan prediksi, keesokan harinya Raja

Jayadilaga mengerahkan seluruh pasukannya dari

kerajan Margaasih. Sebagai raja yang ingin

mempertahankan kedaulatan, tentu saja Raja Singa

Page 17: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

117

Mandala pun menyiapkan pasukannya. Seluruh

pasukan Sindangsari segera ditempatkan di daerah

perbatasan.

Pagi itu cuaca sangat cerah. Pasukan Margaasih

semakin mendekati perbatasan. Seluruh pasukan

Sindangsari pun sudah siap menghalau. Sangkakala

perang sudah ditiup, tanda peperangan akan segera

dimulai. Peperangan pun terjadi. Namun nampaknya

pasukan kerajaan Margaasih lebih kuat ketimbang

kerajaan Sindangsari. Hal ini dikarenakan jumlah

pasukan dari kerajaan Margaasih lebih banyak

jumlahnya dan senjatanya pun lebih lengkap. Senjata

mereka terdiri dari bedog (golok), pedang, dan

gondewa atau jamparing (panah).

Pertempuan kedua kerajaan pun berlangsung

sengit. Namun setelah dua hari berperang, akhirnya

pasukan kerajaan Sindangsari terdesak. Banyak prajurit

yang gugur di medan perang. Darah berceceran di

mana-mana. Ksatria-ksatria pilih tanding kerajaan

Sindangsari tidak mampu menahan gempuran pasukan

Page 18: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

118

Margaasih. Bahkan Raja Singa Mandala pun akhirnya

terbunuh dalam peperangan tersebut.

Melihat ayahnya telah tewas, Putri Mayang

Sawitri langsung mencabut keris dengan niat untuk

labuh geni (bunuh diri).

“Aku lebih baik mati ketimbang dipersunting oleh

raja yang telah membunuh ayahku,” gumamnya dengan

yakin.

Sesaat setelah berucap dan menancapkan keris

ke perutnya, Putri Mayang Sawitri pun meninggal oleh

kerisnya sendiri.

Berbeda dengan rakyat Sindangsari yang

berduka, sebaliknya Raja Jayadilaga merasa senang

atas kejadian tersebut. Ia merasa telah berhasil

membalas kepedihan hatinya yang ditolak oleh Putri

Mayang Sawitri. Selain itu, ia pun berhasil memperluas

kekuasannya dengan cara menyatukan wilayah

kerajaan Margaasih dengan Sindangsari.

Selanjutnya Raja Jayadilaga merubah nama

Sindangsari menjadi Cigondewa.

Page 19: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

119

“Aku ubah nama Sindangsari menjadi

Cigondewa. Wilayah ini pun sekarang menjadi

taklukanku,” ujar Raja Jayadilaga di depan seluruh

penduduk Sindangsari.

Alasan diubahnya nama Sindangsari menjadi

Cigondewa, karena setelah peperangan terjadi, Raja

Jayadilaga melihat banyak darah berceceran bagaikan

cai (air). Darah tersebut berasal dari tubuh prajurit

Sindangsari yang terbunuh oleh panah dan gondewa

pasukan Margaasih.

Semakin lama, kerajaan Margaasih pun

semakin berkembang pesat. Setiap tahun mereka

menyerahkan upeti kepada Prabu Siliwangi karena

berada di wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran. Nama

Cigondewa pun kemudian berubah menjadi

Cigondewah, mengikuti pengucapan penduduk

setempat. ***

Page 20: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

120

3. SASAKALA KAMPUNG MARONGGE

Hiduplah empat orang putri yang cantik jelita

serta memiliki kesaktian tinggi di sebuah kampung

bernama Babakan. Putri yang sulung bernama Embah

Gabug, yang kedua bernama Embah Setayu, yang

ketiga bernama Embah Naibah, dan yang bungsu

bernama Embah Naidah.

Berkat kecantikannya itulah, banyak raja dan

ksatria tertarik untuk melamar dan mempersuntingnya.

Salah satunya ialah Raja Subangkala dari kerajaan

Subang. Ia berniat melamar Embah Gabug. Maka

segera, Raja Subangkala memerintahkan patihnya

untuk melamar ke kampung Babakan.

“Apabila menolak, culik dengan cara paksa!”,

begitulah titahnya.

Keesokan harinya, berangkatlah rombongan dari

kerajaan Subang menuju ke kampung Babakan.

Rombongan tersebut dipimpin langsung oleh Ki Patih

kerajaan Subangkala. Sementara rombongan sedang di

Page 21: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

121

perjalanan, di kampung Babakan Embah Gabug

sedang bersemedi. Di dalam semedinya, ia diberitahu

oleh Hyang Widi, bahwa akan ada rombongan yang

sedang berada dalam perjalanan dengan maksud dan

tujuan jahat.

Setelah mengetahui hal itu, Embah Gabug pun

segera memakai kesaktiannya untuk memperdaya

rombongan dari kerajaan Subang tersebut. Benar saja,

seluruh rombongan mendadak kelelahan dan tertidur

pulas di batas menuju Kampung Babakan.

Sesaat kemudian, setelah semua rombongan

tertidur, lalu dihampiri oleh Embah Gabug.

Dibangunkanlah seluruh rombongan tersebut.

“Bangunlah kalian semua! Dari mana dan apa

keperluan kalian datang ke Kampung Babakan?”

Ki Patih pun segera menjawab dengan nada

sinis.

“Aku Ki Patih dari Kerajaan Subang. Diutus oleh

Gusti Raja Subangkala untuk melamar seorang puteri

yang tinggal di Kampung Babakan. Ia adalah puteri

Page 22: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

122

Embah Gabug. Menurut titahnya, apabila lamarannya

ditolak, putri tersebut harus dipaksa dan diculik ke

Subang.”

Mendengar jawaban dari Ki Patih, Embah Gabug

pun menjawab dengan tenang dan tegas.

“Akulah puteri Embah Gabug yang dimaksud itu.

Kalian tadi tertidur terkena ilmuku. Kalian semua telah

memiliki niat jahat. Sekarang pulanglah dan sampaikan

pada raja kalian, bahwa aku mau menerima

lamarannya dengan satu syarat.”

“Apa syaratnya, puteri. Apakah puteri

menginginkan banyak intan permata?”

“Aku tidak menginginkan haliyah dunya

(kekayaan). Aku hanya menginginkan raja kalian dapat

mengembalikan kukuk*) yang akan dilempar ke sungai

Cilutung. Apabila raja kalian dapat memenuhi syarat

tersebut, aku akan menerima lamarannya.”

Beberapa hari kemudian, datanglah Raja

Subangkala ke kampung Babakan. Ia pun langsung

diterima oleh putri Embah Gabug di muara sungai

Page 23: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

123

Cilutung dan Cideres, yang kemudian tempat tersebut

dikenal dengan nama Panyaweuyan. Setelah

semuanya siap, maka dilemparkanlah sebuah kukuk

oleh Embah Gabug ke tengah-tengah derasnya air

sungai Cilutung.

“Kanjeng Raja, kukuk ini akan kulemparkan agar

terbawa arus ke hilir. Kembalikanlah kukuk tersebut ke

hadapanku,” kata Embah Gabug.

Segera saja Raja Subangkala mengeluarkan aji

kesaktiannya untuk mengembalikan kukuk yang telah

terbawa arus sungai. Namun air sungai semakin deras,

Raja Subangkala pun tidak sanggup menahan lajunya

kukuk, apalagi mengembalikan ke hadapan Embah

Gabug. Kukuk pun terbawa arus air menuju ke hilir

sungai.

Melihat kenyataan demikian, Raja Subangkala

pun merasa malu. Kesaktiannya telah berhasil

dikalahkan oleh seorang perempuan. Oleh karena itu,

lalu ia menantang Embah Gabug untuk mengembalikan

Page 24: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

124

kukuk yang telah terbawa arus sungai tersebut ke

hadapannya.

“Hai putri, kalau engkau sakti, coba kembalikan

kukuk yang terbawa arus itu ke hadapanku!”

Embah Gabug pun menuruti perintah Raja

Subangkala. Dengan karembong sakti cinde wulung, ia

pun mengembalikan kukuk. Kukuk melesat dari hilir,

membelah arus sungai. Bahkan akhirnya terpental pada

sebongkah cadas (sejenis tanah liat) yang teksturnya

datar menyerupai mejatulis di sebelah Raja Subangkala

berdiri. Tempat inilah yang sekarang disebut Cadas

Meja, berada di kampung Prunggawul, Desa Bonang,

Kacamatan Kadipaten Majalengka. Semenjak itu pula,

mulai dikenal istilah pelet (ilmu asihan) si kukuk mudik

dari kampung Marongge. Malahan terkenal dengan

sebutan Pelet Marongge.

Beberapa hari setelah kejadian itu, mulailah

tersiar kabar ke mana-mana bahwa Raja Subangkala

dikalahkan oleh Embah Gabug. Adalah Raja Bugang

Geureung dari kerajaan Pasiripis yang penasaran atas

Page 25: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

125

kabar tersebut dan berniat menjajal kesaktian Embah

Gabug. Raja Bugang Geureung pun kemudian

mengajukan tawaran pada Embah Gabug. Oleh Embah

Gabug, tawaran Raja Bugang Geureung tersebut

diterima dengan syarat akan diwakilkan pada adiknya

Embah Setayu.

Pelaksanaan melempar kukuk pun dimulai. Kini

kukuk dilempar oleh Embah Setayu. Namun seperti

halnya Raja Subangkala, Raja Bugang Geureung pun

tidak mampu mengembalikan kukuk ke hadapan

Embah Setayu.

Itulah syarat yang diajukan oleh Embah Gabug

untuk siapa saja yang ingin mempersuntingnya. Namun

pada akhirnya, tidak ada seorang pun yang sanggup

memenuhi persyaratan tersebut. Dengan kenyataan

demikian, akhirnya Embah Gabug memutuskan untuk

pergi dari kampung Babakan. Ia lalu mencari tempat

yang baik untuk bersemedi. Kepergiannya tersebut

tanpa sepengetahuan penduduk kampung Babakan.

Bahkan saudara-saudaranya pun tidak diberitahu.

Page 26: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

126

Tentu saja membuat sedih Embah Setayu, Naibah, dan

Naidah. Hingga suatu ketika, mereka bertiga berniat

untuk mencari kakaknya yang pergi tanpa pamit.

Berangkatlah mereka bertiga berkelana. Hingga

pada suatu malam, mereka bertiga sampai ke sebuah

bukit yang bernama Gunung Hade. Di puncak bukit

itulah, mereka bertiga menemukan seorang perempuan

terkapar karena sakit. Perempuan tersebut ternyata

Embah Gabug, kakaknya sendiri. Maka dipeluklah

tubuh Embah Gabug oleh adik-adiknya.

Sesaat kemudian, terdengar suara gaib:

“Hai, Setayu, Naibah, dan Naidah! Kakakmu

akan sembuh apabila memakan buah laja yang tumbuh

di bukit ini!”

Maka dicarilah buah laja oleh Embah Setayu.

Setelah memakan buah laja, berkat kekuasaan Hyang

Widi, Embah Gabug pun sembuh kembali.

“Kenapa kita ada di sini? Siapa yang telah

berhasil menyembuhkanku?” kata Embah Gabug.

Page 27: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

127

Diceritakanlah seluruh kejadian yang telah

menimpa oleh Embah Setayu. Setelah itu tiba-tiba

terdengar kembali suara gaib:

“Kalian jangan kaget, aku adalah Haji Putih

Jagariksa yang menguasai bukit ini. Suatu saat nanti,

kalian juga akan menetap di bukit ini. Sekarang,

pergilah!”

Setelah mendengar suara gaib, Embah Gabug

dan ketiga adiknya pun kembali ke kampung Babakan.

Sudah barang tentu seluruh penduduk menyambutnya

dengan suka cita.

Beberapa bulan kemudian, pada malam Jumat

Kliwon, keempat putri bersaudara itu pergi berjiarah ke

gunung Hade. Sesampainya di sana, mereka membuat

lubang tepat di atas tempat terkaparnya Embah Gabug

dulu. Kemudian Embah Gabug masuk ke lubang

tersebut. Oleh adik-adiknya lubang tersebut ditutupi

oleh rengge (sejenis ranting bambu haur) yang tumbuh

di sekitar bukit. Setelah itu, Embah Gabug pun ditinggal

pergi oleh adik-adiknya.

Page 28: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

128

Sekian lama Embah Gabug terkubur dalam

lubang di puncak gunung Hade. Adik-adiknya pun

merasa sedih, karena terlalu lama ditinggal sang kakak.

Hingga pada suatu malam, berangkatlah mereka

bertiga ke gunung Hade dengan maksud untuk melihat

sang kakak. Sesampainya di puncak, mereka kaget

karena dari lubang yang ditutupi rengge waktu itu,

keluar cahaya yang merong (bersinar) kekuning-

kuningan seperti kilatan emas. Lalu diperiksalan lubang

yang mengeluarkan cahaya merong tersebut. Ternyata

lubang tersebut kosong. Embah Gabug yang pernah

masuk ke lubang itu pun didapati oleh ketiga adiknya

telah menghilang.

Semenjak itulah, tempat tersebut dikenal oleh

masyarakat setempat dengan nama Merongge. Seiring

perjalanan waktu, kemudian berubah menjadi

Marongge, yang berasal dari kata merong dan kata

rengge.

Kini kampung Marongge menjadi tempat jiarah.

Kebanyakan pengunjung berjiarah dengan maksud

Page 29: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

129

agar cepat mendapat jodoh atau bertapa untuk memiliki

ilmu pelet si kukuk mudik. Menurut kepercayaan

masyarakat setempat, konon sampai akhir hayatnya

keempat gadis tersebut tidak pernah menikah. ***

(Sumedang)

*) kukuk, nama tumbuhan sejenis labu. Bunganya berwarna

putih dan buahnya berbentuk kendi. Buahnya yang sudah tua, oleh orang tua biasa dipakai untuk wadah cai (tempat

mengambil air) dengan cara dilubangi dekat lehernya (karena bentuknya yang berleher sepert kendi).

Page 30: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

130

4. SASAKALA SUMEDANG

Dahulu kala, datanglah rombongan pengelana

dan paninggaran (pemburu) ke sebuah tempat di

tengah hutan belantara di tepi sungai Cimanuk.

Kemudian datang pula golongan resi yang

menyebarkan agama. Salah seorang yang ikut dalam

rombongan resi itu ada yang bernama Sanghiyang Resi

Agung dari kerajaan Galuh.

Resi Agung lalu membuat padepokan di tepi

sungai Cimanuk tersebut. Kemudian datanglah seorang

pengelana yang beragama Islam bernama Guru Aji

Putih, yang kini bernama Leuwihideung. Semua

penduduk yang ada di sana kemudian mengikuti ajaran

Guru Aji Putih tersebut. Termasuk resi yang awalnya

memeluk agama karuhun. Mereka semua masuk

agama Islam. Semenjak itulah kemudian Guru Aji Putih

diangkat menjadi raja di perkampungan tersebut dan

kerajaanya diberi nama Tembong Agung.

Page 31: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

131

Guru Aji Putih disebut pula Guru Haji Putih.

Bergelar haji karena ia pernah berangkat ke Mekah. Ia

pun kelak akan disebut Haji Darmaraja. Guru Haji

memiliki seorang putra bernama Tajimalela. Putranya

inilah yang kemudian meneruskannya menjadi raja di

Tembong Agung.

Dalam menjalankan pemerintahan, Prabu

Tajimalela terkenal adil palamarta. Prabu Tajimalela

pun terkenal memiliki kesaktian yang tinggi, sehingga

musuh-musuhnya selalu kalah dalam berperang. Ia pun

kemudian diberi gelar Batara Tuntang Buana atau Resi

Cakrabuana.

Semakin lama, kerajaan Tembong Agung

semakin berkembang pesat. Seluruh rakyat hidup

damai dan sejahtera. Namun ada yang mengganjal

dalam hati Prabu Tajimalela, ia bingung harus membagi

tahta kerajaan. Ini karena Prabu Tajimalela memiliki

tiga orang putra, yakni Prabu Lembu Agung, Prabu

Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun.

Page 32: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

132

Pada mulanya Prabu Tajimalela berniat

menyerahkan tahta kepada anaknya yang tertua Lembu

Agung. Namun ia tidak mau menjadi raja dan malah

menyerahkan kepada adiknya Gajah Agung. Akan

tetapi Gajah Agung pun menolak karena tidak mau

menjadi raja. Adapun Sunan Geusan Ulun ketika itu

masih burey (kecil).

Dalam kebingungan itu, pada suatu malam,

Prabu Tajimalela mendapat wangsit. Dalam wangsitnya

Prabu Tajimalela harus menyerahkan tahta kerajaan

kepada salah satu putranya dengan terlebih dulu

mengadakan ujian atau pasanggiri (sayembara) di

puncak gunung Sangkan Jaya.

Dengan hati gundah, akhirnya Prabu Tajimalela

menyuruh kedua putranya itu menuju puncak Gunung

Sangkan Jaya. Sesampainya di sana, Prabu Tajimalela

menyuruh kedua anaknya untuk menunggui sebilah

bedog dan dawegan (kelapa muda).

“Jaga bedog dan dawegan ini. Nanti kita lihat

apa yang terjadi,” kata Prabu Tajimalela.

Page 33: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

133

Dijagalah bedog dan dawegan itu oleh Lembu

Agung dan Gajag Agung. Karena cuaca sangat terik,

akhirnya Lembu Agung merasa gerah dan tidak kuat

oleh cahaya matahari. Ia pun berniat untuk mandi dulu

ke sungai yang berada di lembah gunung.

“Adikku, aku akan mandi dulu. Kamu tetap jaga

bedog dan dawegan ini,” kata Lembu Agung pada

adiknya, Gajah Agung.

“Ya, Kakang.”

Lembu Agung pun segera pergi meninggalkan

adiknya. Ia menuju sungai yang berada di lembah

gunung untuk mandi sekedar menghilangkan gerah.

Sementara Gajah Agung, lama kelamaan

merasakan pula kegerahan dan rasa dahaga. Hari itu,

memang sinar matahari sungguh terik menyengat

tubuhnya. Maka dengan yakin, Gajah Agung pun

kemudian membelah dawegan yang ada di

hadapannya dengan bedog yang ada di hadapannya

pula. Ditenggaklah air dawegan tersebut sampai habis.

Page 34: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

134

Sesaat setelah menenggak air dawegan,

kemudian Lembu Agung datang. Lalu ia pun bertanya

pada adiknya.

“Bagaimana, adikku. Kenapa dawegan ini

terbelah? Ada kejadian apa?”

“Tidak ada kejadian apa-apa, Kakang. Aku

hanya tidak kuat saja menahan dahaga. Akhirnya

dawegan ini pun ku belah, dan airnya telah ku minum.”

“Ya, sudahlah. Nanti kita ceritakan kejadian ini

pada rama Prabu.”

Sesaat kemudian datanglah Prabu Tajimalela.

Lalu Lembu Agung dan Gajah Agung menceritakan

kejadian yang mereka alami masing-masing. Maka

dengan yakin, akhirnya Prabu Tajimalela menyerahkan

tahta kerajaan pada anaknya yang kedua, Gajah

Agung. Dengan syarat, Gajah Agung harus mencari

ibukota sendiri. Sedangkan kerajaan Tembong Agung

akan tetap diserahkan pada anaknya yang pertama,

Lembu Agung.

Page 35: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

135

Atas keputusan ayahnya itu, akhirnya Prabu

Gajah Agung dinobatkan menjadi raja. Selanjutnya ia

membangun ibukota kerajaan di Leuwihideung,

Ciguling, Pasanggrahan, sekarang Sumedang selatan.

Karena itu, ia disebut juga Prabu Pagulingan. Ia pun

dikenal memiliki keris yang sangat ampuh dengan

nama Ki Dukun. Pusaka Keris ini, sampai sekarang

masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun.

Sementara itu, Prabu Lembu Agung meneruskan

menjadi raja di Tembong Agung. Adapun Sunan

Geusan Ulun, kelak ia pun akan menjadi raja dan resi.

Pada saat diserahi kekuasaan di Tembong

Agung itu, Lembu Agung pun berucap.

“Aku hanyalah darma ngarajaan saja.”

Kata darma ngarajaan adalah ungkapan bahasa

Sunda yang berarti siap bertugas menjadi raja.

Ungkapan inilah yang kelak menjadi salah satu nama

daerah yang disebut Darmaraja.

Setelah menyerahi tahta kerajaan pada anaknya,

kemudian Prabu Tajimalela pun melakukan semedi

Page 36: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

136

sebagai tanda syukur kepada Sang Pencipta. Ia

bersemedi selama tiga hari tiga malam.

Pada malam ketiga, Prabu Tajimalela melihat

keajaiban alam di sekitar kerajaan Tembong Agung. Ia

melihat langit menjadi terang benderang oleh cahaya

yang melengkung menyerupai selendang (malela). Saat

itulah, Tajimalela bersabda kepada seluruh rakyatnya:

“Insun medal, insun madangan,” sabdanya.

Sabda Prabu Tajimalela tersebut artinya ialah

“aku lahir untuk memberi penerangan.” Semenjak itu

pula, kemudian Prabu Tajimalela mulai mengajarkan

kepada seluruh rakyatnya ilmu kasumedangan.

Nama kerajaan Tembong Agung pun berubah

namanya menjadi Sumedanglarang, yang artinya tanah

bagus, luas, dan tiada bandingannya. Ibukotanya pun

dipindahkan ke Kutamaya, sebelah selatan alun-alun

Sumedang sekarang. Nama Sumedanglarang pun oleh

penduduk setempat disebut awalnya saja, yakni

Sumedang. Nama inilah yang kemudian dikenal hingga

sekarang. ***

Page 37: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

137

B. SASAKALA WILAYAH PRIANGAN TIMUR

1. SASAKALA BANJAR PATROMAN

Tersebutlah seorang pemuda pengelana yang

berasal dari Mataram bernama Adananya. Singkat

cerita, dalam perjalanan pengelanaannya, ia terpikat

oleh seorang gadis cantik di sebuah kampung bernama

Pataruman. Adananya pun melamar gadis tersebut

pada ibunya, namun ibunya tidak mengijinkan karena ia

mengetahui bahwa Adannya seorang Raja dari

Mataram. Ia merasa sungkan karena hanyalah rakyat

biasa. Gadis cantik tersebut pun akhirnya melarikan diri

dari rumah ibunya ke arah barat.

Dalam pelariannya, gadis tersebut terjerat areuy

di hutan belantara, sehingga kakinya berdarah.

Adananya pun terus mengejarnya, dengan mengikuti

jejak bercak darah gadis yang menempel pada areuy.

Pada saat itulah Adananya menamai daerah tersebut

dengan nama Cibeureum, karena melihat banyaknya

Page 38: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

138

bercak darah pada areuy layaknya air yang berwarna

merah.

Pada saat Adananya mengejar sang gadis,

datanglah seorang pemuda tampan berniat menolong.

Pemuda tampan itu pun kemudian mencegat Adananya

di sebuah bukit, yang kini dinamakan Tepung Kanjut,

yang berarti tempat bertemunya dua orang lelaki.

Bertemu dalam bahasa Sunda disebut tepung dan

kelamin lelaki disebut kanjut. Di tempat itu, kemudian

Adannya dan pemuda penolong tersebut bertarung adu

kesaktian.

Dalam pertarungan itu, kemudian Adananya

mengetahui bahwa pemuda penolong tersebut

bernama Dalem Tambakbaya atau Raden

Singaperbangsa yang bergelar Adipati Kertabumi III. Ia

adalah Raja Galuh Kertabumi yang beribukota di Liung

Gunung, yang kini menjadi nama sebuah kampung di

kecamatan Manonjaya. Adapun Adananya adalah

seorang ulama penyebar agama Islam dari Mataram

yang sebenarnya bernama Kanduruan Pandusaka

Page 39: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

139

Sarikusumah yang kelak dipusarakan di situs

Pandusaka Batulawang.

Kembali pada kisah pertarungan Adananya dan

Tambakbaya. Di dalam pertarungan itu, kesaktian

keduanya seimbang. Akhirnya, keduanya pun kembali

mengejar sang gadis. Sementara, gadis cantik tersebut

berlari secepat kilat ke arah tenggara. Kemudian dikejar

oleh Adannya dan Tambakbaya.

Selama pengejaran, Adananya dan Tambakbaya

adu kecepatan berlari dengan kesaktiannya masing-

masing. Hingga di suatu tempat. Ketika Adananya

sedang berdiri (bahasa Sunda: ngadeg), terkejar oleh

Tambakbaya. Sejak itulah tempat tersebut sampai

sekarang disebut Pangadegan. Mungkin juga berasal

dari kata pangudagan, yang berarti tempat untuk

mengejar.

Adapun gadis yang sedang dikejar mereka,

sedang beristirahat karena kelelahan. Namun, ketika

Adananya akan menangkapnya, Tambakbaya dengan

gerak cepat segera menghalaunya. Kedua pemuda

Page 40: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

140

itupun kemudian bertarung kembali. Adannya

mengeluarkan ilmu pamungkasnya, yakni pukulan

saketi. Tapi, Tambakbaya dapat menghindar dengan

cara menghilang memakai ajian halimunan. Sehingga

kelihatannya ngan sajorélat atau hanya sekejap mata.

Tempat menghilangnya sosok Tambakbaya itulah, yang

sekarang dinamakan kampung Jélat. Berasal dari kata

sajorélat, yang artinya menghilang sekejap mata atau

secepat kilat.

Sementara itu, gadis yang dikejar oleh Adananya

dan Tambakbaya terus berlari. Kini perjalanannya

mengarah kembali ke rumah ibunya. Namun

sesampainya di sana, ibunya didapati sudah tidak ada.

Ternyata ibunya pun turut mengejar saat ia melarikan

diri pada saat itu. Dalam pengejarannya, ibunya sempat

bertemu dengan Adananya yang sedang kaget melihat

Tambakbaya menghilang di kampung Jelat. Langsung

saja ibu gadis tersebut bertanya dalam bahasa Jawa ke

Adananya.

“Mana laré?”, katanya kepada Adananya,

Page 41: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

141

Maksudnya menanyakan ke mana arah larinya

anaknya.

“Ke sana, ke arah selatan,” timpal Adananya.

Tempat dialog antara Adananya dengan ibunya

sang gadis tersebut, sekarang dinamakan kampung

Mandalaré, berasal dari Mandala laré, juga dari ucapan

sang ibu: mana lare.

Kenapa sang gadis tidak terkejar oleh Adananya

dan Tambakbaya? Ternyata gadis tersebut memiliki

kesaktian yang lebih tinggi. Ia sebenarnya bukan anak

sang ibu, tapi putri dari kerajaan Galuh yang bernama

Ni Nursari.

“Gadis itu memang lebih sakti dariku,” gumam

Adananya.

Setelah itu, Adananya pun ngarandeg (berhenti)

untuk beristirahat. Tempat perhentian itu kemudian

dinamai kampung Randegan. Sesaat kemudian, tibalah

Tambakbaya yang juga kelelahan. Berbeda dengan

pertemuan sebelumnya, kini mereka tidak bertarung.

Page 42: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

142

Karena tenaga keduanya sama-sama sudah terkuras

habis.

Cukup lama Adananya dan Tambakbaya

beristirahat di kampung Randegan. Setelah itu, mereka

pun kembali mengejar Ni Nursari. Sepanjang jalan

mereka terus beradu pendapat mengenai Ni Nursari

yang sedang dikejarnya. Adannya tetap berpendirian

ingin memperistrinya, sedangkan Tambakbaya tetap

ingin menolong Ni Nursari dari paksaan Adananya.

Jalan sepanjang Adananya dan Tambakbaya beradu

pendapat itulah yang sekarang dikenal dengan nama

kampung Cikadu. Berasal dari kata papaduan, yang

berarti berselisih pendapat.

Sementara itu, Ni Nursari lari ke arah utara. Lalu

menyeberangi sungai Citanduy. Adananya dan

Tambakbaya pun terus mengejarnya, namun Ni Nursari

larinya lebih cepat. Di sebrang sungai, ketiganya pun

ngaleungit (menghilang).

Semakin lama, sungai Citanduy pun semakin

ramai disinggahi para bandar (pedagang) dari kerajaan

Page 43: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

143

Galuh dan Mataram. Daerah di tepi sungai Citanduy

pun kemudian dikenal dengan nama kampung Bandar

(pedagang atau pusat perniagaan). Semakin lama,

kampung Bandar pun semakin banyak disinggahi

bandar-bandar (para pedagang) dari Mataram. Bahasa

yang digunakan penduduk pun bercampur, antara

bahasa Sunda dengan bahasa Jawa, yang oleh

penduduk setempat disebutnya basa Jawa réang.

Adapun kampung tempat Ni Nursari dan ibu

angkatnya tinggal selanjutnya dinamakan kampung

Bandar Pataruman. Konon kata pataruman berasal dari

kata patarungan, sebagai pangeling-eling atas peristiwa

pertarungan antara Adananya dan Tambakbaya

memperebutkan Ni Nursari pada saat itu. Dalam

riwayat lain disebutkan bahwa di kampung itu banyak

ditanami pohon tarum, yakni sejenis tanaman nila yang

pada masa kolonial dijadikan tanaman paksa. Sehingga

daerah tersebut dikenal dengan nama pataruman atau

tempat tarum.

Page 44: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

144

Semakin lama, kampung Bandar Pataruman pun

semakin ramai disinggahi para pedagang dari kerajaan

Galuh dan Mataram. Di antara para pedagang itu

banyak berjodoh dengan penduduk setempat dan

banyak pula yang bermukim. Nama Bandar Pataruman

pun berubah menjadi Banjar Patroman, karena pada

waktu itu banyak diucapkan salah oleh pendatang dari

Mataram. Namun, adakalanya kampung Banjar

Patroman pun disebut Banjar saja. Kini, kampung

Banjar yang letaknya di pinggir sungai Citanduy itu

telah berkembang menjadi sebuah kota yang

membatasi wilayah antara Provinsi Jawa Barat dan

Provinsi Jawa Tengah. ***

Page 45: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

145

2. SASAKALA CIJULANG DAN PANTAI BATUHIU

Dahulu kala, di wilayah kekuasaan kerajaan

Banyumas hiduplah keluarga bahagia pasangan Aki

Gede dan Nini Gede. Pasangan keluarga tersebut

memiliki dua orang anak, yang sulung seorang laki-laki

bernama Sang Lawangjagang, sedangkan yang bungsu

seorang putri yang sangat cantik jelita. Banyak raja dan

ksatria yang melamarnya, namun selalu saja ditolak

oleh sang putri.

Kanjeng Sinuhun, raja kerajaan Banyumas,

termasuk salah seorang yang menyukai sang putri.

Maka Kanjeng Sinuhun pun segera mengajukan

lamaran pada Aki Gede dan Nini Gede. Tetapi seperti

sebelumnya, lamaran itu pun ditolak oleh Aki Gede,

karena merasa anaknya tidak pantas mendapatkan

seorang raja. Aki Gede merasa bahwa putrinya

hanyalah keturunan rakyat biasa dan tidak mungkin

menjadi permaisuri seorang raja.

Tentu saja penolakan dari Aki Gede tersebut

membuat sakit hati Kanjeng Sinuhun. Lalu ia pun

Page 46: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

146

memerintahkan kepada patihnya untuk mengusir Aki

Gede beserta seluruh keluarganya dari wilayah

kerajaan Banyumas.

Berangkatlah Aki Gede, Nini Gede, putri, dan

seluruh kerabatnya meninggalkan wilayah kerajaan

Banyumas. Rombongan itu pergi ke arah Barat. Setelah

menempuh perjalanan sehari semalam, rombongan Aki

Gede pun sampailah ke tepi sungai di batas kerajaan.

Dari sana, rombongan hanjat (menyeberangi) sungai.

Tempat itulah yang kelak dikenal dengan nama

Hanjatan Cimanganti. Setelah itu, perjalanan pun

dilanjutkan menuju ke arah selatan.

Maka tibalah rombongan Aki Gede ke sebuah

tempat yang teduh dan terdapat mata air. Di sana,

mereka segera ngababakan (membuka lahan baru)

untuk membangun perkampungan. Mulanya hanya

dibangun satu rumah, terus bertambah menjadi lima

rumah, kemudian bertambah pula dengan dibangunnya

sebuah surau.

Page 47: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

147

Lama kelamaan daerah itu pun semakin banyak

dikunjungi pendatang. Bahkan banyak orang yang

berguru ilmu kanuragan ke Aki Gede. Rumah Aki Gede

pun kemudian direnovasi dan dijadikan sebuah

padepokan yang diberi nama Padepokan Karasanbaya.

Dengan perkembangan padepokan yang sangat

pesat, Aki Gede pun mulai merasa gundah. Khawatir

perkampungan tersebut diketahui oleh Kanjeng Sunan.

Lalu ia berniat membangun padepokan di tempat lain.

Sebagai penggantinya, Aki Gede menyuruh anaknya

yang sulung untuk mengurus Padepokan Karasanbaya.

Oleh anaknya, Padepokan itu diganti namanya menjadi

Kawasan.

Sementara Aki Gede, Nini Gede, putrinya, dan

rombongan keluarga lainnya terus melanjutkan

pengembaraan ke arah barat. Lalu ke arah selatan dan

ngaso (beristirahat) di suatu tempat yang juga terdapat

mata air yang banyak pohon kasonya. Kelak tempat ini

dikenal dengan nama Cikaso, yang berarti tempat

beristirahat yang terdapat sumber air dekat pohon kaso.

Page 48: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

148

Di tempat itu, Aki Gede pun segera membangun

sebuah padepokan. Lalu padepokan itu ia percayakan

kepada salah satu saudaranya yang bernama Mangun

Naha Mana Manggala. Setelah itu, Aki Gede dan Nini

Gede pun melanjutkan pengembaraannya kembali.

Beberapa hari kemudian, rombongan Aki Gede

pun sampailah pada sebuah daerah yang kelak

bernama Bojonglekor. Di sana Aki Gede membangun

kembali sebuah padepokan dan kepengurusannya

dipercayakan kepada salah seorang saudaranya yang

bernama Sang Prabu Mangun Ciker.

Kemudian, Aki Gede pun melanjutkan kembali

pengembaraannya. Kali ini Aki Gede semakin ke

selatan. Kemudian sampailah ke daerah Bubulak dan

Karangsimpang, di sana Aki Gede pun membangun

sebuah padepokan. Di karangsimpang ia percayakan

lagi kepengurusan padepokannya pada saudaranya

yang lain.

Kini Aki Gede pergi ke arah utara dan sampailah

di sebuah daerah. Di sana Aki Gede segera

Page 49: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

149

membangun padepokan dilengkapi dengan sebuah

sunge (sumur buatan), karena di daerah tersebut tidak

terdapat mata air. Kelak tempat ini dikenal dengan

nama kampung Binangun.

Selama pengembaraannya, Aki Gede, Nini Gede,

dan rombongan selalu berhenti di sebuah daerah dan

dilanjutkan dengan ngababakan (membuka lahan baru).

Setelah membangun padepokan di Binangun, Aki Gede

pun kemudian mencari daerah baru sebagai tempat

bermukim.

Suatu ketika, sampailah Aki Gede ke daerah yang

bernama Nagarawati. Di sana ia tidak membangun

padepokan, karena sudah padat penduduknya. Aki

Gede pun akhirnya kembali lagi ke Binangun. Namun

tidak berhenti di situ, Aki Gede kemudian mengalihkan

perjalanannya ke sebelah Barat. Berturut-turut Aki

Gede membangun kampung yang sekarang dikenal

dengan nama Bojongmalang, Sarakan, Cikadu,

Cikawao, Cikagenah, Cipatahunan dan Gurago.

Page 50: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

150

Di Gurago, Aki Gede tinggal cukup lama. Bahkan

Aki Gede sempat mengangkat seorang amil (penghulu)

dan kepala kampung. Setelah itu, Aki Gede pun

melanjutkan kembali perjalananya. Sekarang ia

mengarah kembali ke selatan. Tujuannya ialah ke

pesisir selatan pulau Jawa. Maka sampailah Aki Gede

ke daerah yang sekarang dikenal dengan nama

Cigugur. Lama ia tinggal di daerah tersebut.

Beberapa taun kemudian, Aki Gede dipanggil oleh

Dalem Tamela, Raja Sukapura yang kekuasaannya

meliputi daerah Cigugur. Aki Gede pun menemui Dalem

Tamela di keratonnya yang sekarang dikenal dengan

nama Sukaraja, di wilayah Tasikmalaya sebelah

selatan. Ternyata Dalem Tamela berniat untuk

mempersunting anaknya Aki Gede yang perempuan.

Lamaran tersebut sempat tujuh kali ditolak oleh

Aki Gede. Alasannya karena sang putri telah menikah

dengan seorang ksatria bernama Sembah Ragasang.

Namun karena memaksa, Aki Gede pun akhirnya

menyetujui permintaan Dalem Tamela dengan sebuah

Page 51: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

151

syarat: Dalem Tamela harus memberi mantan

menantunya suatu wilayah kekuasaan berikut

penduduknya yang berjumlah sembilan kuren (kepala

keluarga). Dalam memberikan wilayah itu pun tidak

dipilih oleh Dalem Tamela, namun harus sekehendak

menantunya.

Setelah sepakat, pergilah mantan menantu Aki

Gede, Sembah Ragasang, beserta sembilan kuren

rombongannya ke arah barat mengikuti jejak air

mengalir. Kemudian tibalah Sembah Ragasang di

kerajaan Panjalu. Di sana ia sempat bermukim,

sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya ke

wilayah Imbanagara. Di sana Sembah Ragasang

menemui saudara ibunya yang bernama Jeng Pati.

Menurut petunjuk dari Jeng Pati, Sembah

Ragasang harus mencari wilayah yang baik untuk

pemukiman ke sebelah Barat. Berdasarkan petunjuk

itulah, kemudian Sembah Ragasang beserta

rombongan tiba di hutan belantara. Karena merasa

Page 52: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

152

tidak cocok, dari sana Sembah Ragasang melanjutkan

lagi perjalanannya ke arah pesisir selatan.

Tibalah Sembah Ragasang ke daerah yang

sekarang bernama Mandala, Karangnini dan Jajawai.

Di sanalah Sembah Ragasang menetap sampai akhir

hayatnya. Adapun Aki Gede yang telah lama menetap

di Cigugur, kemudian kembali melanjutkan

pengembaraannya. Hingga pada suatu ketika, tibalah di

atas bukit masih di wilayah pesisir Selatan.

Bermalamlah Aki Gede beserta rombongan

pengikutnya di bukit tersebut. Keesokan harinya,

sebelum pergi melanjutkan perjalanan, Aki Gede

menyuruh salah seorang pengikutnya yang bernama Ki

Braja Lintang untuk menangkap ikan di laut untuk

sarapan. Dengan cekatan, segera Ki Braja pergi ke

pantai untuk menangkap ikan.

Setelah beberapa jam, kemudian Ki Barja

membawa seekor ikan yang besar ke hadapan Aki

Gede. Ternyata ikan tersebut seekor hiu. Maka oleh Aki

Gede, Ki Barja pun disuruh untuk melepaskan kembali

Page 53: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

153

ikan hiu tersebut ke laut lepas. Namun anehnya, ketika

dilepaskan oleh Ki Barja, ikan hiu itu tiba-tiba berubah

menjadi sebongkah batu besar berwarna hitam.

Semenjak itulah, daerah pesisir itu oleh Aki

Gede diberi nama pantai Batu Hiu. Dari bukit tempat

peristirahatan Aki Gede beserta rombongannya itulah,

sekarang kita dapat melihat secara jelas bongkahan

batu yang berasal dari perwujudan ikan hiu tersebut.

Setelah kejadian itu, Aki Gede segera saja

meninggalkan daerah tersebut. Bersama dengan

rombongannya, ia kemudian melanjutkan perjalanan ke

arah Barat dengan tetap menyusuri pesisir Selatan.

Hingga sampailah Aki Gede ke sebuah muara yang

menyatukan antara sungai Haurseah dengan laut Jawa

Selatan.

Di muara tersebut air sungai Haurseah nampak

tidak menyatu dengan air laut karena terbendung oleh

air laut itu sendiri, bahkan nampak airnya kembali

mengalir berbalik ke arah aliran sungai. Oleh penduduk

Page 54: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

154

setempat, keadaan air seperti itu disebut cai mulang

(air yang alirannya berbalik arah).

Di dekat muara itulah, kemudian Aki Gede

kembali ngababakan dan menetap untuk selamanya.

Daerah itu pun kemudian oleh penduduk setempat

dinamakan Cimulang. Konon selain perubahan lafal

dari kata cai mulang, juga didasarkan pada kebiasaan

Aki Gede yang bolak-balik seperti cai mulang mencari

tempat untuk ngababakan.

Di daerah Cimulang terdapat burung Julang.

Seiring dengan perkembangan waktu, maka Cimulang

pun kemudian berubah namanya menjadi Cijulang

seperti yang dikenal sekarang. *** (Ciamis)

Page 55: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

155

3. SASAKALA KALAPAGENEP

Di tepi sungai Cimedang, sebelah selatan

kerajaan Sukapura, hiduplah seorang lelaki tua di

sebuah rumah yang atapnya terbuat dari rumbia. Lelaki

tua tersebut sehari-harinya tatanen (bertani) dengan

memanfaatkan tanah adat milik kerajaan Sukapura.

Selain itu, untuk menambah penghasilan, lelaki

tua itu pun sekali-kali menangkap ikan di sungai

Cimedang. Dalam menangkap ikan, ia hanya memakai

peralatan seadanya. Biasanya memakai bubu atau

badodon. Alat penangkap ikan tersebut terbuat dari

bambu.

Apabila mendapat ikan cukup banyak, sebagian

akan dikere (diselai) dan sebagian lain dijual kepada

tetangganya. Begitulah lelaki tua itu kesehariannya.

Meskipun hidup serba kekurangan, lelaki tua

tersebut tidak berputus asa. Ia sangat rajin sekali

beribadah. Seperti ketika itu, ia pernah ditimpa sakit

keras. Namun tetap saja melaksanakan solat lima

Page 56: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

156

waktu. Sekalipun tidak kuat untuk mengambil air wudlu,

ia akan bertayamum.

Suatu hari di musim penghujan, tiba-tiba

kampung tersebut terkena caah (banjir). Mula-mula air

hujan hanya menggenangi halaman rumah penduduk.

Lama-kelamaan semakin membesar. Sungai Cimedang

pun akhirnya meluap. Lalu seluruh areal pesawahan

dan perkampungan pun tenggelam diterjang air bah.

Banyak rumah penduduk yang tenggelam.

Termasuk rumah lelaki tua itu, mulai digenangi air bah

dari sungai Cimedang. Namun meskipun demikian,

lelaki tua itu tidak segera pergi meninggalkan

rumahnya. Ia malah naik ke atas atap rumahnya sambil

membawa enam buah kelapa. Ia berpikir apabila air

bah sudah menenggelamkan seluruh rumahnya, ia

akan mengapung di atas buah kelapa yang dibawanya.

Sesuai dugaan, air bah pun segera

menenggelamkan seluruh rumah lelaki tua itu. Lelaki

tua itu pun kemudian terbawa air bah yang arusnya

sangat deras. Dengan tenang, lelaki tua itu pun

Page 57: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

157

mengambang bersama enam buah kepala yang

dibawanya semula. Ia terbawa arus sampai ke muara

sungai Cimedang. Di sana airnya tidak terlalu deras,

sehingga lelaki tua itu segera berenang sampai ke tepi

muara.

Sesampainya di tepi muara, beberapa saat ia

tertegun. Lelaki tua itu pun tidak beranjak dari tepi

muara. Ia hanya melihat air bah yang mengalir deras

sampai surut.

“Alhamdulillah, Gusti masih menyelamatkanku,”

gumamnya lirih.

Adapun enam buah kelapa yang dibawanya,

dilemparkannyalah ke aliran sungai Cimedang. Buah

kelapa itu pun terbawa arus sungai, sampai akhirnya

tersangkut di sebuah nusa (pulau kecil) di tengah-

tengah muara.

Kemudian air bah pun surut. Penduduk kampung

mulai berdatangan menolong lelaki tua tersebut.

Keesokan harinya, mereka bergotong-royong

Page 58: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

158

membantu memperbaiki rumah lelaki tua yang hancur

terkena banjir.

Beberapa bulan kemudian, di nusa tersebut

tumbuh enam buah pohon kelapa. Semakin hari

pohonnya semakin tinggi, sampai akhirnya berbuah.

Oleh Tua Kampung, nusa tersebut selanjutnya

diserahkan pada lelaki tua untuk diolah menjadi lahan

perkebunan. Adapun buah kelapa dari keenam pohon

kelapa itu, oleh lelaki tua selalu dijualnya untuk

menambah penghasilan sehari-hari.

Setelah lelaki tua itu meninggal, buah kelapa dari

keenam pohon kelapa yang tumbuh di tengah nusa itu

pun tidak ada yang berani mengambil apalagi

mencurinya. Nusa itupun kemudian dinamai

Kalapagenep, yang artinya enam buah pohon kelapa.

“Aku namakan nusa ini Kalapagenep,” ujar Tua

Kampung di depan seluruh penduduk.

“Kenapa, Aki?” timpal salah seorang penduduk.

“Untuk mengenang perjuangan Aki Sahuri yang

bersusah payah menyelamatkan diri dari terjangan

Page 59: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

159

banjir dengan memakai enam buah kelapa ini,” jawab

Tua Kampung sambil menunjuk pada enam pohon

kelapa yang tumbuh subur di tengah-tengah nusa.

“Oh, kalau begitu aku setuju.”

“Setujuuuu...!” sahut para penduduk yang lain.

Selanjutnya, daerah di sekitar muara itu pun

kemudian dinamakan kampung Kalapagenep. Kini

kampung tersebut menjadi batas antara kabupaten

Ciamis dengan kabupaten Tasikmalaya. ***

Page 60: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

160

4. SASAKALA KAMPUNG PANYALAHAN

Dahulu kala, di wilayah kerajaan Sukapura

sebelah selatan, terdapat sebuah kampung tak

bernama. Di kampung itu, hiduplah sepasang suami

istri.

Kehidupan keluarga mereka terasa tentram dan

romantis. Apalagi setelah mereka mempunyai binatang

peliharaan, yaitu seekor harimau jantan. Harimau

tersebut dipelihara sejak kecil, sehingga jinak layaknya

seekor kucing. Bahkan harimau tersebut sudah

dianggap sebagai bagian dari keluarganya sendiri.

Setiap hari harimau tersebut dilatih menjadi binatang

piaraan yang cerdas dan tangkas.

Kebahagiaan suami isteri itu terasa bertambah

besar setelah lahirnya anak mereka, seorang bayi yang

mungil dan sehat. Maka semakin giatlah suami istri

tersebut bekerja mencari nafkah.

Apabila mereka pergi ke ladang atau sawah,

bayinya selalu ditinggalkan di rumah. Sebagai

Page 61: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

161

penjaganya, ditunjuklah harimau peliharaannya

tersebut.

Selang beberapa bulan, tiba-tiba terjadilah

peristiwa yang menyedihkan. Peristiwa itu dimulai

ketika suami isteri pulang berladang. Di halaman

rumah, mereka disambut oleh harimau kesayangannya.

Tidak seperti biasanya, harimau itu segera

menghampiri suami istri tersebut. Lalu mengibas-

ngibaskan ekornya sambil menggosok-gosokkan

badannya.

Pikir suami isteri, mengapa tingkah laku harimau

itu berbeda dari biasanya. Sedang berpikir demikian,

terlihatlah oleh mereka mulut sang harimau berlumuran

darah. Mereka pun terkejut melihat keadaan itu.

Spontan kedua suami isteri teringat akan anak bayinya

yang dipercayakan kepada sang harimau piaraannya.

“Pasti harimau itu telah menerkamnya,” gumam

sang suami.

Seketika itu memuncaklah kemarahan sang

suami.

Page 62: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

162

“Hey, harimau keparat. Teganya engkau

menerkam anakku. Dasar tidak tahu balas budi!”

hardiknya.

Selesai menghardik, lalu sang suami itu pun

menghunus goloknya dan menebas leher harimau.

Matilah harimau itu ditangan orang yang

menyayanginya selama ini.

Sesaat setelah peristiwa itu terjadi, mereka

berdua hanya membisu. Setelah sadar kembali

ingatannya, maka larilah sang isteri memasuki kamar

tempat bayinya ditinggal. Lalu sang suami pun

mengikutinya masuk ke dalam kamar, setelah terlebih

dulu menendang bangkai harimau.

Sesampainya di dalam ruangan kamar, didapati

bayinya terbaring dengan tenang dalam ayunan.

Dirabanya tubuh bayi tersebut, lalu digoyang-

goyangkan badannya. Tak lama berselang, mata bayi

itu pun terbuka. Lalu tersenyum lucu dan

menggemaskan. Kedua suami isteri pun lalu mengusap

Page 63: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

163

muka dan bersyukur karena bayinya selamat serta

masih hidup.

Setelah puas memandangi bayinya yang

selamat, suami isteri tersebut segera memeriksa

sekeliling ruangan kamar. Didapatinya bangkai seekor

ular sanca yang sangat besar tergeletak dekat ayunan.

Dari mulut dan sebagian tubuhnya berlumuran darah.

Saat itulah suami istri tersebut tersadar telah

melakukan kesalahan. Apalagi sang suami, ia langsung

duduk lunglay di ruangan kamar dekat ayunan bayi.

Ia sadar betul bahwa harimau yang telah

dibunuhunya tidak bersalah, hewan itulah yang justru

telah menyelamatkan bayinya dari santapan ular sanca.

Ia pun sadar bahwa harimau itu telah berjasa

menyelamatkan jiwa anaknya. Namun apa dikata,

harimau tersebut telah mati dibunuhnya karena salah

terka, yang dalam bahasa Sunda disebut nyalahan.

Semenjak itulah, kampung tempat suami istri

tersebut bermukim dikenal dengan nama kampung

Panyalahan, yang berarti tempat berbuat kesalahan.

Page 64: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

164

Semakin lama, kampung Panyalahan semakin banyak

dikunjungi pendatang dan menjadi penduduk di sana.

Hingga kini, menurut kepercayaan masyarakat sekitar,

seluruh penduduk kampung Panyalahan disupata

(dikutuk) untuk tidak bisa membunuh harimau memakai

senjata apapun, termasuk memakai senjata api.

Bahkan sekarang berkembang kepercayaan, bahwa

penduduk kampung Panyalahan dilindungi oleh maung

kakajaden (harmau jadi-jadian) yang terbunuh oleh

sang suami pada waktu itu. ***

Page 65: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

165

5. SASAKALA GUNUNG GUNTUR

Dahulu kala, di suku gunung Kutu (yang kelak

namanya berubah menjadi gunung Guntur) terdapat

sebuah kerajaan bernama Timbanganten. Ibukotanya

bernama Korobokan, tidak jauh dari suku gunung Kutu.

Seluruh penduduknya bekerja sebagai petani dan

peladang. Adapun rajanya bernama Sunan Rangga

Lawe. Ia seorang raja yang adil dan bijak, sehingga

sangat dicintai dan dihormati oleh seluruh rakyatnya.

Sunan Rangga Lawe mempunyai kakak seorang

perempuan bernama Maharaja Inten Dewata. Namun

berbeda dengan pribadi Sunan Rangga Lawe yang

sinatria, kakaknya lebih memilih menjadi pertapa dan

masyarakat biasa. Ia tidak mau tinggal di dalam istana.

Ia lebih senang berkelana ke tiap pelosok kerajaan,

ditemani oleh lelaki yang sudah berumur tua bernama

Batara Rambut Putih.

Suatu ketika, kerajaan Timbanganten mengalami

pailit akibat musim kemarau panjang. Penduduk

Page 66: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

166

kekurangan air bersih dan makanan. Hasil pertanian

dan ladang tidak dapat dipanen, karena kekeringan.

Maka untuk menyelesaikan masalah tersebut, Sunan

Rangga Lawe pun berinisiatif untuk membuat situ

(danau). Dipanggillah seluruh patih dan mahamantri

kerajaan, lalu diperintah agar segera mencari tempat

yang cocok untuk membuat situ. Tempatnya harus

strategis, agar dapat mengairi seluruh wilayah kerajaan.

Setelah 40 hari 40 malam, akhirnya para patih

dan mahamantri yang ditugaskan mencari daerah untuk

membuat situ pun menghadap Sunan Rangga Lawe.

“Kanjeng Sunan, kami telah berhasil

menemukan tempat yang strategis untuk dibuat situ.”

“Di mana tempatna, Paman Patih?”

“Di lembah gunung Kutu, Kanjeng.”

“Siapa yang memiliki tempat tersebut, Paman?”

“Pemiliknya Maharaja Inten Dewata, saudara

Kanjeng sendiri.”

Page 67: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

167

“Oh, gampang kalau pemiliknya beliau.

Sekarang, Paman segera menghadap pada kakakku,

ceritakan apa kehendakku.”

“Baik, Kanjeng, akan saya laksanakan.”

Keesokan harinya, Paman Patih pun segera

menemui Maharaja Inten Dewata di rumahnya, di

lembah gunung Kutu. Sesampainya di sana, ia

langsung menghadap Maharaja Inten Dewata.

“Ada apa kalian menemuiku?”

“Ampun Gusti, saya mendapat tugas dari

Kanjeng Sunan untuk menyampaikan permintaannya.”

“Memang apa permintaan adikku itu?”

“Ia bermaksud meminta daerah ini untuk dibuat

situ. Katanya akan bermanfaat bagi sistem pengairan di

kerajaan Timbanganten.”

Sesaat Maharaja Inten Déwata terdiam. Sesaat

kemudian, ia pun memberikan keputusan.

“Sampaikan pada Sunan, permintaannya tidak

akan aku kabulkan. Di daerah ini aku mulai bisa

Page 68: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

168

menikmati hidup, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan

istana.”

Setelah mendengar jawaban tersebut, Paman

Patih pun segera bergegas untuk menemui Sunan di

istana. Sesampainya di istana, ia pun langsung

menghadap ke Sunan Rangga Lawe.

“Bagaimana, Paman?”

“Ampun Kanjeng Sunan, beliau tidak bisa

memberikan daerahnya untuk dijadikan situ.”

“Oh, ya, sudahlah kalau memang begitu. Kita

cari saja tempat lain.”

Beberapa hari kemudian, seluruh rakyat ditugasi

untuk mencari tempat yang baik untuk dibuat situ.

Namun semua penduduk kerajaan mengatakan hal

yang sama bahwa tempat yang baik untuk situ ialah di

lembah gunung Kutu.

Akhirnya Sunan Rangga Lawe pun

memerintahkan kembali patihnya untuk membujuk

kakaknya agar memberikan daerahnya dijadikan situ.

Tetapi seperti sebelumnya, Maharaja Inten Dewata

Page 69: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

169

tetap pada pendiriannya. Ia tidak mau menyerahkan

daerahnya untuk dijadikan situ. Sunan Rangga Lawe

pun tidak dapat memaksa karena ia merasa hormat

pada sang kakak. Akhirnya, untuk sementara

pembangunan situ pun ditunda.

Beberapa hari kemudian ada seorang

mahamantri yang menghadap pada Sunan Rangga

Lawe.

“Ada apa, Mantri?”

“Ampun Kanjeng, sebelumnya saya meminta

maaf, apabila perkataan saya terlalu lancang.”

“Ya, ada apa, katakan saja!”

“Begini Kanjeng, yang menjadi raja di

Timbanganten sekarang adalah paduka Kanjeng.”

“Memang kenapa?”

“Artinya bahwa seorang raja itu harus berwibawa

dan mempunyai kekuasaan penuh atas wilayah

Timbanganten.”

“Maksud, Mantri?”

Page 70: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

170

“Ampun, Kanjeng. Menurut hemat saya, Kanjeng

sebenarnya bisa memaksa pada Maharaja Inten

Dewata untuk segera menyerahkan lahannya untuk

dijadikan situ. Kalau paduka Kanjeng tidak sanggup,

artinya di Timbanganten terdapat dua raja.”

Mendengar perkataan mahamantri tersebut,

Sunan Rangga Lawe pun terpengaruh. Ia pun langsung

memerintahkan seluruh rakyatnya agar membawa

peralatan untuk membuat situ di lembah gunung Kutu.

Kontan saja seluruh rakyat Timbanganten berbondong-

bondong membangun situ. Bahkan pengerjaannya,

dipimpin langsung oleh Sunan Rangga Lawe.

Setibanya di lembah gunung Kutu, Kanjeng

Sunan segera memerintahkan untuk membuat

pesanggrahan, karena membuat situ akan

menghabiskan waktu berminggu-minggu.

“Mulailah kalian sekarang bekerja membangun

situ!”

Mulai hari itu, seluruh rakyat pun segera bekerja

membuat situ. Semua bersemangat karena dilihat

Page 71: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

171

langsung oleh raja. Setelah beberapa minggu, situ pun

berhasil dibuat. Airnya sangat jernih memenuhi

kubangan situ, sebagian lagi dialirkan ke seluruh

pesawahan dan perkebunan di wilayah kerajaan

Timbanganten. Seluruh penduduk pun bahagia, karena

dapat bertani dan berladang kembali.

Hanya saja Maharaja Inten Dewata sangat

marah. Ia merasa dihianati oleh adiknya sendiri. Dalam

kemarahannya itulah, Maharaja Inten Dewata mengajak

Batara Rambut Putih untuk pergi menuju gunung kecil

yang terletak bersebelahan dengan gunung Kutu. Kelak

gunung kecil ini bernama gunung Putri.

“Aki, ambilkan aku jolang dan bawakanlah

sekepal tanah. Aku akan pergi ke puncak gunung

Kutu.”

“Untuk apa Nyai?”

“Ah, hanya untuk melihat saja situ buatan adikku

itu.”

Tak lama kemudian, Batara Rambut Putih pun

membawa jolang diisi air dan sekepal tanah. Lalu

Page 72: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

172

pergilah Maharaja Inten Dewata dan Batara Rambut

Putih ke puncak gunung Guntur. Sesampainya ke

puncak gunung, lalu Maharaja Inten Dewata

menaburkan tanah dan menumpahkan air dari jolang.

Setelah itu, ia pun turun kembali dari puncak gunung.

Sesaat setelah sampai ke rumahnya, tiba-tiba

ada kejadian aneh. Langit yang cerah tiba-tiba menjadi

mendung. Sesaat kemudian terdengar suara petir

menyambar beberapa kali. Dari puncak gunung tiba-

tiba kelihatan api menyala. Setelah itu, gunung Kutu

pun menumpahkan lahar, batu panas, dan hujan abu ke

seluruh pelosok kerajaan.

Rumah penduduk banyak yang hancur.

Penduduk banyak yang meninggal. Mayat

bergelimpangan di mana-mana. Kono kejadian tersebut

berlangsung selama 40 hari 40 malam tanpa henti.

Pada peristiwa itu, banyak penduduk

Timbanganten yang mengungsi ke kerajaan Sukapura,

Sumedanglarang, dan Banjar Patroman. Adapun Sunan

Rangga Lawe tetap berdiam diri di Timbanganten. Ia

Page 73: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

173

tetap bersikap sebagai figur raja yang

bertanggungjawab. Namun hatinya mulai tersadar,

bahwa terjadinya bencana demikian, karena ulahnya

yang tidak menghormati lagi kakaknya, Maharaja Inten

Dewata.

Sesaat setelah berpikir demikian, maka segera

ia pergi untuk menemui kakaknya. Sesampainya di

sana, ia segera melihat kakaknya tengah berdiri di atas

batu di bukit sebelah gunung Kutu. Dengan sigapnya,

langsung saja Sunan Rangga Lawe sungkem

(bersujud) pada kakaknya untuk meminta maaf.

“Kakanda, aku minta maaf atas perbuatanku

selama ini.”

“Aku maafkan engkau adikku.”

Setelah keluar perkataan itu, maka berhentilah

hujan batu panas, lahar, dan hujan abu dari gunung

Kutu. Suara petir pun mendadak berhenti.

“Kakak, alangkah baiknya apabila kita bersama

mengolah kerajaan.”

Page 74: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

174

“Adikku, aku tidak akan pulang ke istana. Aku

sudah betah di sini. Apabila suatu saat nanti, terjadi lagi

kejadian seperti ini, sambat (panggil) saja namaku dan

Aki Batara Rambut Putih.”

Sesaat setelah itu, Maharaja Inten Dewata dan

Aki Batara Rambut Putih pun menghilang dari hadapan

Sunan Rangga Lawe. Semenjak itulah, gunung Kutu

namanya diubah menjadi gunung Guntur, karena sering

terdengar suara guntur (petir). Adakalanya masarakat

Timbanganten menyebutnya gunung Agung, untuk

mengenang keagungan Maharaja Inten Dewata.

Adapun bukit kecil tempat Sunan Rangga Lawe

bersujud pada Maharaja Inten Dewata, selanjutnya

dinamakan gunung Putri. Kemudian situ yang dibuat

oleh rakyat Timbanganten disebut Situ Taman

Timbanganten, sedangkan ibukota Korobokan

sekarang dikenal dengan nama Tegalurug.

Kini, wilayah Timbanganten masuk ke wilayah

kecamatan Tarogong Kabupaten Garut. ***

Page 75: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

175

6. SASAKALA SITU BAGENDIT

Di sebelah utara kabupaten Garut, terdapat

sebuah kampung yang penduduknya kebanyakan

tatanen (bertani). Tanah di kampung tersebut sangat

subur dan tidak pernah kekurangan air. Hasil sawah

dan ladang selalu berlimpah ruah setiap musim panen.

Namun sayangnya, para penduduk di kampung

tersebut hidupnya tetap miskin dan selalu tertimpa

musibah kelaparan. Hal itu dikarenakan seluruh hasil

panen dari sawah atau ladang mereka, semuanya

harus dijual dengan harga murah kepada seorang

tengkulak perempuan yang sangat pedit (pelit).

Penduduk kampung menyebutnya dengan nama Nyi

Endit.

Nyi Endit tentu saja menjadi orang kaya di

kampung itu. Rumahnya mewah. Lumbung padinya

berlimpah ruah. Setengah tanah kampung telah

menjadi miliknya. Ia hidup menjomblo, karena tidak ada

seorang pun lelaki yang jatuh hati padanya.

Page 76: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

176

Kesehariannya hanya ditemani puluhan centengnya

yang bengis.

Mereka akan membunuh penduduk kampung

yang ketahuan tidak menjual hasil panennya kepada

Nyi Endit. Centeng-centeng Nyi Endit tersebut

didatangkan dari kampung lain. Maka jika musim

kemarau, penduduk harus membeli bahan pokok

sehari-hari dari Nyi Endit yang harganya lima kali lipat

lebih mahal dari harga sebelumnya.

Waktu pun berjalan mengikuti kehendak Sang

Pencipta. Maka tibalah pada hari yang ditunggu-tunggu.

Ya, hari itu seluruh penduduk kampung akan panen.

“Kapan kita akan untung dari hasil panen, ya?”

kata seorang petani.

“Wah, mungkin sampai kita meninggal tidak akan

pernah untung...”

“Selama si lintah darat itu masih hidup, ya

Kang?”

“Ya, benar...”

Page 77: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

177

“Katanya di kampung sebelah harga padi lagi

naik, Kang?”

“Iya, tapi kita tetap saja harus menjualnya ke

nenek lintah darat itu.”

“Iya, ya. Kalau ketahuan menjual padi ke

kampung lain, pasti kita akan dibunuh centengnya.”

Itulah keluh-kesah pada hari panen. Setelah

panen pun penduduk akan terus mengeluh. Sementara

sesudah panen, Nyi Endit dengan ditemani beberapa

centengnya akan segera memeriksa leuit (lumbung

padi).

“Komar!” kata nyai Endit, “Apakah semua padi

sudah masuk?”

“Sudah atuh, Nyi!” jawab centeng bernama

Komar.

“Ha..ha...ha...! Kemarau akan tiba, mereka pun

pasti akan membeli padi padaku. Aku akan naikkan

harganya lima kali lipat. Aku akan semakin kaya!” kata

Nyi Endit sambil tertawa lepas.

Page 78: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

178

Benar saja, beberapa bulan kemudian tibalah

musim kemarau. Penduduk kampung mulai kehabisan

bahan makanan dan mulai banyak yang kelaparan.

Sementara Nyi Endit menjual mahal barang

dagangannya, padahal tadinya ia beli murah dari hasil

panen penduduk kampung.

“Keparat nenek lintah darat itu, awal akhir pasti

Tuhan akan menghukumnya,” kata seorang penduduk.

“Semoga mendapat siksa dari Tuhan,” kata

seorang lagi.

Begitulah biasanya pembicaraan penduduk

kampung apabila bertemu di surau atau di warung kopi.

Kesewenangan dan kepelitan Nyi Endit memang sudah

sabiwir hiji (menjadi menu pembicaraan semua

penduduk).

Pada suatu hari, seluruh penduduk kampung

diundang untuk menghadiri sukuran Nyi Endit. Konon

menurut centengnya, Nyi Endit mengadakan sukuran

karena telah membeli sehektar tanah di kampung

sebelah.

Page 79: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

179

Penduduk kampung sedikit bahagia diundang

sukuran oleh Nyi Endit tersebut. Mereka berpikir akan

makan lezat dan diberi uang oleh Nyi Endit. Namun

semua salah duga, ketika datang ke rumah Nyi Endit, ia

hanya menyediakan air putih dan hidangan

alakadarnya. Itupun banyak penduduk desa yang tidak

kebagian. Namun karena banyak penduduk yang

kelaparan, akhirnya acara sukuran pun ramai juga.

Banyak penduduk yang sengaja datang karena ingin

mendapat nasi.

Ketika sukuran sedang berlangsung, tiba-tiba

datang seorang kakek yang kelihatannya sedang

kelelahan dan kehausan. Dia berjalan mendekati pintu

rumah Nyi Endit. Setelah itu, ia pun bertanya pada

seorang penduduk.

“Mau numpang tanya, siapa yang menggelar

acara sukuran ini?”

“Nyi Endit, Kek. Memangnya kenapa?”

“Begini, apakah kakek boleh meminta segelas

air. Kakek haus sekali, sudah berjalan cukup jauh.”

Page 80: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

180

“Apa...mau meminta air? Enak saja. Keluar kau

pengemis!” tiba-tiba Nyi Endit menghardik kakek

tersebut.

Mendengar hardikan Nyi Endit seperti itu,

penduduk kampung hanya diam mematung. Namun

anehnya si kakek itu hanya tersenyum simpul. Lalu ia

berkata pada semua yang hadir di rumah Nyi Endit.

“Kalian semua pulanglah. Jangan hadiri acara

sukuran orang seperti ini.”

Setelah itu, si kakek pun pergi meninggalkan

rumah Nyi Endit.

Tidak beberapa lama, kemudian datang Nyi

Karsih.

“Ibu, Bapa, semuanya, ayo kita pulang. Saya

dapat amanat dari seorang kakek, bahwa hari ini akan

terjadi banjir yang dapat menenggelamkan kampung

kita. Si Kakek menyuruh aku memberitahu kalian

semua. Ayo, kita mengungsi!”

“Wah, yang benar saja Karsih, siang cerah

begini ada banjir?” cetus seorang penduduk.

Page 81: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

181

“Saya hanya diberi tahu oleh si kakek. Kalau

tidak percaya, ya sudah,” Nyi Karsih pun lalu pergi

cepat-cepat.

Nyi Endit dan centeng-centengnya hanya

tertawa mendengar kabar dari Nyi Karsih seperti itu.

Namun sebagian penduduk ada yang langsung

mengikuti Nyi Karsih. Bahkan pada akhirnya semua

penduduk pun meninggalkan rumah Nyi Endit. Mereka

ke rumahnya masing-masing untuk membawa barang

berharga, lalu pergi mengungsi.

Setelah semua penduduk keluar dari rumahnya,

Nyi Endit hanya tertawa terbahak-bahak bersama

centeng-centengnya. Namun tiba-tiba, datanglah si

kakek yang meminta air tadi. Lalu ia berbicara dengan

lantang.

“Hei, Endit, selama ini Tuhan memberimu

kekayaan yang berlimpah. Tapi kamu pelit, tidak

bersyukur, dan mencekik penduduk dengan harga

mahal. Kelakuanmu seperti lintah darat. Maka mulai

Page 82: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

182

saat ini, aku akan menghukummu. Seluruh hartamu

akan tenggelam dan engkau aku kutuk menjadi lintah!”

“Ha..ha...ha…mau menghukumku?

Mau mengutukku jadi lintah? Emangnya engkau

ini Tuhan? Kamu tidak tahu aku bisa menghukummu

dengan centeng-centengku? Sekali tebas, kau akan

mati. Sekarang, pergi dari sini!” hardik Nyai Endit.

Lalu si kakek pun pergi dari hadapan Nyi Endit

dan centeng-centengnya. Sebelumnya si kakek pun

menancapkan tongkat kayunya di hadapan Nyi Endit.

“Dasar kakek gila, malah meninggalkan tongkat

di hadapanku,” gumam Nyi Endit sambil mencabut

tongkat yang ditancapkan si kakek tadi.

“Hey, kakek gila, ini tongkatmu,” kata Nyi Endit.

“Itu hukuman untukmu...!” jawab si kakek.

Belum juga Nyi Endit berucap, tiba-tiba si kakek

pun menghilang. Tentu saja Nyi Endit dan centeng-

centengnya merasa kaget. Apalagi dari bekas tancapan

tongkat tersebut menyembur air. Byuuur....!

Page 83: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

183

Semakin lama, air pun semakin menyembur.

Segera centeng-centeng Nyi Endit menutupi lubang

tempat menyemburnya air tersebut. Namun aneh, air

yang menyembur semakin banyak. Bahkan

bermunculan semburan-semburan lain di dalam dan di

sekitar rumah Nyi Endit. Kemudian Nyi Endit pun mulai

panik. Semua centeng-centengnya kalang kabut.

Air semakin besar, meluap deras. Rumah Nyi

Endit mulai terkena banjir. Sawah-sawah penduduk

mulai tergenang. Melihat banjir yang tiba-tiba, centeng-

centengnya segera meninggalkan Nyi Endit. Adapun

penduduk kampung lebih dulu telah mengungsi.

Sekarang tinggal Nyi Endit berusaha berlari

menyelamatkan diri bersama hartanya, namun air bah

lebih cepat menenggelamkannya. Nyi Endit pun

meninggal ditelan air bah.

Melihat kejadian tersebut, semua penduduk

sadar bahwa Nyi Endit telah dihukum oleh Tuhan atas

kekikirannya selama ini. Bahkan setelah sekian lama,

air yang membanjiri perkampungan itu pun tidak

Page 84: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

184

kunjung surut. Kemudian membentuk sebuah telaga

atau menurut bahasa penduduk setempat dinamakan

situ. Situ itu pun kemudian dinamakan Situ Bagendit,

merujuk pada nama Baginda Endit yang memiliki

karakter pedit (pelit).

Seiring waktu, tertanam kepercayaan pada

penduduk setempat bahwa kadang-kadang di telaga

tersebut muncul lintah sebesar kasur di dasar danau.

Konon lintah itu merupakan penjelmaan Nyi Endit yang

dikutuk karena kekikiran dan perilakunya pada waktu

air bah menenggelamkan dirinya.

Kini, Situ Bagendit menjadi salah satu objek

wisata andalan di Kabupaten Garut dan banyak

dikunjungi wisatawan. ***

Page 85: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

185

7. SASAKALA GARUT

Pada masa kolonial, Limbangan termasuk salah

satu kabupaten di wilayah Priangan. Pada masa itu,

dipimpin oleh seorang bupati bernama Adipati

Adiwijaya.

Kabupaten Limbangan merupakan daerah yang

subur, makmur, dan ramai dikunjungi pedagang dari

Belanda. Terlebih Adipati Adiwijaya dikenal sebagai

bupati yang adil dan bijaksana dalam memimpin.

Seluruh rakyat pun menghormati dan mencintainya.

Suatu ketika, Adipati Adiwijaya kedatangan tiga

orang utusan Letnan Gubernur Raffles dari Batavia.

Tamu tersebut diterima di pendopo kabupaten. Setelah

dijamu seperti tamu-tamu lain yang datang ke

Limbangan, selanjutnya Adipati Adiwijaya pun

menanyakan maksud kedatangan tamu tersebut

dengan disaksikan oleh para pembesar Limbangan.

“Ada apa tuan-tuan datang ke Limbangan?”

Page 86: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

186

“Kanjeng Adipati, kami disuruh oleh Lentan

Gubernur Raffles untuk menyampaikan surat,” kata

salah seorang tamu yang berperawakan tinggi besar.

“Oh, begitu. Mana suratnya, tuan?”

“Ini suratnya, Kanjeng!,” tamu Belanda itu

menyerahkan surat kepada Adipati Adiwijaya.

Surat pun diterima oleh Adipati Adiwijaya,

setelah itu lalu dibacanya. Cukup lama Adipati

Adiwijaya merenung setelah selesai membaca surat

dari Raffles tersebut.

Sejurus kemudian, lalu Adipati Adiwijaya berdiri

dari tempat duduknya.

“Perlu kalian ketahui bersama, bahwa Tuan

Raffles menyampaikan surat yang isinya agar

memindahkan kota kabupaten Limbangan ke daerah

lain. Dalam surat disebutkan alasannya agar daerah

Priangan segera berkembang. Begitulah intinya isi surat

ini,” kata Adipati Adiwijaya kepada para tamu dan

pembesar Limbangan di pendopo kabupaten.

Page 87: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

187

Selanjutnya ia pun berkata, “Tuan dari Batavia,

perintah Tuan Raffles ini akan kupikirkan beberapa hari

ke depan. Setelah itu, aku baru akan menugaskan

beberapa prajurit Limbangan untuk mencari daerah

baru yang baik untuk ibukota. Nah, dalam surat

disebutkan bahwa tuan-tuan ini harus menemani kami

dalam mencari daerah baru tersebut, berarti akan

cukup lama tinggal di Limbangan?”

“Benar Kanjeng Adipati, kami akan tinggal cukup

lama di sini. Semoga Kanjeng Adipati dapat menerima

kami,” kata tamu Belanda tersebut.

Setelah itu, kemudian Adipati Adiwijaya pun

segera memerintahkan kepada patihnya untuk

mengurus akomodasi ketiga tamu tersebut.

Tujuh hari kemudian, kemudian Adipati Adiwijaya

menugaskan kepada patih dan beberapa pembesar

kabupaten Limbangan untuk segera mencari daerah

yang baik untuk dijadikan ibukota.

Maka rombongan dari Limbangan pun berangkat

ke arah selatan. Tidak ketinggalan tiga orang Belanda

Page 88: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

188

dari Batavia diajak turut serta untuk mencari daerah

baru itu.

Setelah tiga hari perjalanan, akhirnya

rombongan dari Limbangan itu pun sampailah ke

sebuah daerah yang disebut kampung Cumuruh,

sebelah timur perkampungan Suci. Setelah satu malam

menginap, dan melihat keadaan geografis daerah

Cumuruh, kemudian rombongan yang dipimpin oleh

Patih Limbangan itu segera menyampaikan maksudnya

kepada ketua kampung dan seluruh penduduk Suci,

bahwa daerah di bawah kekuasaannya akan dijadikan

ibukota yang baru.

Mendengar bahwa kampungnya terpilih untuk

dijadikan ibukota kabupaten Limbangan, tentu saja

seluruh penduduk di kampung Suci sangat bergembira.

Mereka berharap kampungnya akan semakin ramai dan

berkembang.

Ngababakan (membuka lahan baru untuk

pemukiman) pun dimulai. Seluruh rombongan dan

penduduk Suci bergotong royong membangun semua

Page 89: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

189

fasilitas yang dibutuhkan untuk sebuah ibukota

kabupaten. Mulai dari pendopo, rumah-rumah

pembesar kabupaten, alun-alun, dan beberapa rumah

untuk menerima tamu.

Tidak lama setelah itu, Adipati Adiwijaya pun

segera memindahkan ibukota Limbangan ke Suci. Ia

pun sangat setuju dengan tempat yang barunya

tersebut, karena kontur tanahnya sangat baik.

Namun sayangnya, setelah beberapa bulan

menetap, segera Adipati Adiwijaya mendapati

kekurangan di ibukota Limbangan yang baru tersebut.

Setelah banyak dikunjungi pendatang dan banyak pula

yang bermukim, daerah Suci sering kekurangan air.

Akhirnya Adipati Adiwijaya pun segera memerintahkan

kembali pada patihnya untuk mencari tempat lain untuk

dijadikan ibukota yang baru.

Rombongan pencari daerah baru pun segera

melaksanakan pekerjaannya. Tidak lupa tiga orang

Belanda yang bertindak sebagai pengawas dari Batavia

turut serta. Hingga setelah beberapa hari mencari,

Page 90: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

190

rombongan pun akhirnya menemukan suatu tempat

yang cocok dijadikan ibukota. Selain kontur tanahnya

datar dan subur, juga terdapat mata air bersih yang

mengalir dari sungai Cimanuk. Daerah itu pun dikelilingi

oleh pemandangan yang indah karena berada di antara

lembah gunung Cikuray, Galunggung, Guntur,

Papandayan, dan Karacak.

Sebagai ketua rombongan, Patih Limbangan pun

segera melapor kepada Adipati Adiwijaya.

“Paman Patih, kalau memang tempat itu baik

untuk ibukota Limbangan yang baru, segera saja

perintahkan seluruh rakyat untuk bergotong royong

ngababakan di tempat itu!” ujar Adipati Adiwijaya.

Maka setelah mendapat restu, Paman Patih pun

segera mengerahkan seluruh warga Limbangan untuk

membuka lahan baru di daerah tersebut.

Berbondong-bondong penduduk Limbangan

ngababakan di daerah itu. Bahkan beberapa di

antaranya ada yang ditugaskan secara khusus mencari

kubangan tempat keluarnya mata air.

Page 91: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

191

Di hari ketujuh ngababakan, seorang pekerja

melapor kepada Paman Patih bahwa ia menemukan

kubangan tempat keluarnya sumber mata air. Setelah

dicek, benar saja di tempat itu terdapat kubangan yang

airnya berasal dari sebuah mata air. Kubangan tersebut

tertutupi oleh jukut cucukan (tanaman berduri),

sehingga sulit untuk diperiksa. Oleh karena itu, maka

Paman Patih segera memerintahkan kepada beberapa

pekerja untuk ngababad (memangkas) tanaman berduri

tersebut.

Nah, pada saat ngababad, seorang pekerja

kakarut (tergores) tangannya oleh duri tanaman itu.

Hingga tangannya mengeluarkan darah. Pekerjaan

ngababad pun untuk sementara dihentikan. Lalu

Paman Patih segera memeriksa tangan pekerja yang

tergores, karena ia takut tanaman berduri tersebut

beracun. Namun setelah diperiksa, ternyata tanaman

berduri itu tidak beracun. Pekerjaan pun dilanjutkan

kembali.

Page 92: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

192

Melihat tangan seorang pekerja berdarah, salah

seorang Belanda utusan dari Batavia segera bertanya:

“Kenapa kamu berdarah?”

Pekerja yang tergores pun segera menjawab

dalam logat bahasa Sunda, “Kakarut ku jukut, Tuan.”

“Apa? Gagarut ku jukut?,” kata orang Belanda itu

sambil mengernyitkan kening. Ia meniru kata kakarut

menjadi gagarut, karena lidahnya kurang fasih

berbahasa Sunda.

Mendengar ucapan Belanda seperti itu, semua

pekerja yang sedang ngababakan menertawakannya.

Semenjak itulah, tanaman berduri yang menggores

pekerja itu, oleh rombongan dinamakan Ki Garut.

Adapun kubangannya dinamakan Cigarut, meniru

ucapan Belanda yang kurang fasih berbahasa Sunda

itu.

Beberapa bulan kemudian, daerah di pinggir

sungai Cimanuk itu pun segera banyak dikunjungi

pengunjung dari daerah lain, baik dengan tujuan

berdagang maupun yang sengaja menjadi pemukim.

Page 93: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

193

Apalagi setelah Adipati Adiwijaya secara resmi

memindahkan ibukota Limbangan dari Cumuruh,

daerah itu pun berkembang pesat. Kemudian penduduk

pun menamakan ibukota Limbangan yang baru itu

dengan nama Garut, diambil dari nama tanaman Ki

Garut dan mata air Cigarut pada waktu ngababakan

dulu.

Cetusan nama Garut itu pun disetujui pula oleh

Bupati Adipati Adiwijaya. Bahkan Letnan Gubernur

Raffles di Batavia pun konon merestui ibukota

Limbangan yang baru itu dengan nama Garut.

“Aku restui nama Garut ini untuk ibukota

kabupaten Limbangan yang baru. Semoga membawa

berkah dan kesejahteraan bagi rakyat,” ujar Adipati

Adiwijaya di depan seluruh rakyatnya.

Semenjak itu, kota Garut semakin berkembang

pesat sebagai pusat pemerintahan kabupaten

Limbangan. Pada masa itu, Garut banyak didatangi

oleh para pendatang baik dari wilayah Priangan,

maupun pendatang dari Belanda, Cina, dan Arab.

Page 94: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

194

Hingga akhirnya pemerintah kolonial mengganti nama

kabupaten Limbangan menjadi kabupaten Garut hingga

kita kenal sekarang. ***

*) Limbangan kini hanya menjadi nama sebuah kecamatan di Kabupaten Garut.

Page 95: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

195

8. SASAKALA TASIKMALAYA (SUKAPURA)

Tersebutlah sebuah negara yang bernama

Surakerta. Ibukotanya bernama Dayeuh Tengah.

Tanahnya berbukit-bukit kecil, diselingi sawah-sawah,

diapit dua sungai kecil, yaitu Sungai Ciwulan dan

Sungai Cipinaha. Daerah ini sekarang menjadi nama

sebuah desa yang termasuk ke dalam Kecamatan

Salopa, kira-kira 5 km sebelah Timur Kecamatan

Sukaraja.

Pada waktu itu, penguasa Negara Surakerta itu

bernama Sareupeun Cibuniagung. Ia memiliki seorang

puteri tunggal yang bernama Nyai Punyai Agung

(Ageng). Sebagai puteri tunggal, Nyai Punyai Agung

menjadi pewaris tunggal Negara Sukakerta. Nyai

Punyai Agung menikah dengan Entol Wiraha yang

menggantikannya menjadi penguasa Surakerta. Dari

perkawinan tersebut lahirlah Wirawangsa. Wirawangsa

Page 96: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

196

berkuasa di Surakerta menggantikan kedudukan

ayahnya sampai pecah pemberontakan Dipati Ukur.

Sewaktu Wirawangsa berkuasa, status negara

berubah menjadi umbul. Waktu itu, umbul Surakerta

berada di wilayah Priangan yang dipegang oleh Dipati

Ukur Wangsanata.

Ketika Dipati Ukur diperintah Sultan Agung untuk

menyerang Batavia bersama-sama tentara Mataram di

bawah pimpinan Tumenggung Bahurekso, Dipati Ukur

membawa sembilan umbul, di antaranya, Umbul

Surakerta, Wirawangsa. Tetapi Dipati Ukur gagal dalam

penyerangan itu karena Tumenggung bahurekso dan

tentaranya tidak datang waktu yang telah ditentukan. Ia

bersama sebagian tentaranya mengundurkan diri ke

Gunung Pongporang yang terletak di bandung Utara

dekat Gunung Bukitunggul. Tindakan ini oleh Mataram

dianggap sebagai pemberontakan karena Dipati Ukur

dikejar-kejar tentara Mataram. Dipati Ukur berpindah-

pindah tempat dari Gunung Pongporang ke Gunung

Page 97: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

197

Lumbung di daerah Batulayang, kemudian pindah ke

Kampung Bungbang bawahan Banten.

Pemberontakan Dipati Ukur ini sangat

membahayakan kedudukan Sultan Agung di Mataram,

sebab daerah tempat berlindung Dipati Ukur terletak di

antara Banten dan Batavia yang menjadi musuh

Mataram. Pada waktu itu umbul yang mendukung

pemberontakan Dipati Ukur hanya umbul dari Priangan

Tengah, yaitu Umbul Batulayang, Umbul Saunggatang,

Umbul taraju, Umbul Kahuripan, Umbul Madang

Sasigar, Umbul Mananggel, dan Umbul Sagala Herang.

Sementara umbul dari Priangan Timur tidak setuju akan

pemberontakan tersebut seperti Umbul Sukakerta Ki

Wirawangsa, Umbul Cihaurbeuti Ki Astamanggala,

Umbul Sindangkasih Ki Somahita, dan Umbul Distrik

Indihiang di Galunggung Ki Wangsarana.

Karena tindakan Dipati Ukur itu dianggap

membahayakan, Sultan Agung memerintahkan untuk

menangkapnya hidup atau mati dengan suatu

perjanjian, bahwa barangsiapa yang berhasil

Page 98: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

198

menangkap Dipati Ukur akan diberi anugerah. Pada

waktu itu yang menjadi bupati wedana di Priangan

sebagai pengganti Dipati Ukur adalah Pangeran

Rangga Gede, dan diminta untuk menangkap Dipati

Ukur, tetapi tidak berhasil karena dia meninggal pada

waktu menjalankan perintah itu.

Dipati Ukur tertangkap di daerah Cengkareng

sekarang oleh tiga umbul Priangan Timur, kemudian

dibawa ke Mataram, dan oleh Sultan Agung dijatuhi

hukuman mati. Ketiga umbul yang ikut menangkap

Dipati Ukur adalah Umbul Surakerta Ki Wirawangsa,

Umbul Cihaurbeuti Ki Astamanggala, dan Umbul

Sindangkasih Ki Somahita. Ketiga umbul tersebut juga

menangkap delapan umbul lainnya yang biluk (setia)

kepada Dipati Ukur. Atas jasanya, ketiga umbul

tersebut diangkat menjadi mantri agung di tempatnya

masing-masing. Ki Wirawangsa diangkat menjadi

mantri agung Sukapura dengan gelar Tumenggung

Wiradadaha, Ki Astamanggala diangkat menjadi mantri

agung Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangun-

Page 99: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

199

angun, dan Ki Somahita menjadi mantri agung

Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung

Tanubaya.

Setelah diangkat menjadi mantri agung

Sukapura, kota kabupaten pun dipindahkan dari

Dayeuh Tengah di Sukakerta ke Leuwi Loa (wilayah

desa Sukapura) daerah Sukaraja sekarang, terletak di

tepi sungai Ciwulan. Oleh karena perpindahan ibukota

pindah ke Sukapura, nama kabupaten pun disebut

Kabupaten Sukapura. Perubahan nama Leuwi Loa

menjadi Sukapura berdasarkan alasan karena di Leuwi

Loa didirikan pura yang bermakna „kraton‟ dan suka

bermakna „asal‟ atau „tiang‟. Jadi, sukapura bermakna

jejernya karaton karena di tempat inilah berdirinya

bupati Sukapura yang pertama.

Raden Tumenggung Wiradadaha (Wiradadaha I)

yangberjasa mendirikan Kabupaten Sukapura wafat,

dan dimakamkan di Pasir Baganjing. Oleh karena itu,

Wiradadaha I terkenal dengan sebutan Dalem

Baganjing.

Page 100: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

200

Pengganti Wiradadaha I adalah putranya yang

ketiga yang bernama Raden Jayamanggala dengan

gelar raden Tumenggung Wiradadaha II. Namun,

Wiradadaha II tidak lama berkuasa karena pada tahun

pengangkatannya sebagai tumenggung meninggal

dunia karena dihukum mati. Keluarganya hanya

mendapatkan tambela yang berisi mayat Wiradadaha II.

Oleh karenaitu, Wiradadaha II terkenal dengan julukan

Dalem Tambela.

Setelah meninggal dunia, Raden Wiradadaha II

digantikan oleh adiknya yang bernama Raden

Anggadipa I, putra keempat Wiradadaha I. Setelah

menjadi bupati, Raden Anggadipa bergelar Raden

Tumenggung Wiradadaha III. Dia terkenal sebagai

bupati Sukapura terkaya dan memiliki anak sebanyak

62 orang, sehingga ia lebih dikenal dengan Dalem

Sawidak.

Setelah meninggal dunia, Wiradadaha III

digantikan oleh anaknya Raden Subangmanggala

dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha IV.

Page 101: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

201

Raden Wiradadaha IV meninggal dunia dan

dimakamkan di Pamijahan dekat gurunya Syeh Abdul

Muhyi dan dikenal dengan sebutan Dalem Pamijahan.

Raden Wiradadaha IV digantikan oleh anak

angkatnya yang bernama Raden Secapati. Raden

Secapati adalah cucu Dalem Tamela. Setelah diangkat

menjadi bupati, dia menggunakan nama Raden

Tumenggung Wiradadaha V, tetapi lebih dikenal

dengan sebutan Dalem Tumenggung Secapati.

Setelah wafat, Wiradadaha V digantikan oleh

putranya yang bernama raden Jayangadireja dengan

gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VI. Ia menikahi

putri bupati Parakanmuncang. Karena sering bertolak

belakang dengan pemerintah Kolonial, Wiradadaha VI

mengundurkan diri, dan digantikan oleh anaknya Raden

Jayamanggala II dengan gelar Raden Tumenggung

Wiradadaha VII. Ia juga disebut Raden Adipati

Wiratanubaya. Setelah wafat, ia dimakamkan di

Pasirtando, sehingga terkenal dengans ebutan Dalem

Pasirtando.

Page 102: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

202

Pengganti Wiradadaha VII adalah putranya yang

kelima Raden demang Anggadipa dengan gelar Raden

Tumenggung Wiradadaha VIII. Ia terkenal dengan

sebutanh Dalem Sepuh. Ketika ia menolak menanam

nila, Wiraradaha VIII dipecat, Sukapura dialihkan ke

Kabupaten Limbangan.

Kabupaten Sukapura didirikan kembaliu dengan

bupatinya turunan bupati Sumedang, yakni raden

Tumenggung Surialaga, yang lebih dikenal dengan

sebutan Dalem Talun. Dua tahun kemudian, Dalem

Talun mengundurkan diri, kabupaten Sukapura

diserahkan kembali ke bupati Limbangan. Namun,

selanjutkan dikembalikan lagi ke Wiradadaha VIII dari

bupati Limbangan, kecuali daerah Suci dan

Panembong.

Pada masa kekuasaan Widadaha VIII, Sukapura

memiliki wilayah yang sangat luas. Wilayahnya meliputi

sebagian dari Sumedang: Malangbong, Ciawi,

Indihiang, Singaparna, dan Tasikmalaya; sebagian dari

Galuh: Pasirpanjang, Banjar, Kawasen, Parigi, Cijulang,

Page 103: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

203

Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang. Wilayah

Sukapura asalnya hanya distrik Mangunreja,

Panyeredan, Taraju, Sukaraja, Parung, Karang,

Cikajang, batuwangi, Nagara (Pameungpeuk), tanah

yang luas ini disebut Tanah Galunggung.

Karena terlalu luas, Kabupaten Sukapura dibagi

lagi menjadi tiga bagian, yakni afdeeling Sukapura

Kolot, Sukapura, dan Tasikmalaya. Sukapura Kolot

dengan ibukota Mangunreja meliputi dua afdeling, yakni

afdeeling Mangunreja (Panyeredan, Karang, Sukaraja,

Taraju, Parung), dan afdeeling Cikajang (Batuwangi,

Kandangwesi, Nagara, dan Selacau). Sukapura

meliputi dua kontrol afdeeling, yakni afdeeling

Manonjaya (Pasirpanjang, banjar, Kawasen) dan

afdeeling Parigi (Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan,

dan Kalipucang). Afdeeling Tasikmalaya dengan

ibukota Tasikmalaya mencakup Ciawi, Indihiang, dan

Malangbong.

Setelah memiliki wilayah yang luas, ibukota

Sukapura di Sukaraja dipindahkan ke Manonjaya. Pada

Page 104: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

204

waktu itu, Wiradadaha VIII wafat dan dimakamkan di

Tanjung Malaya. Kemudian digantikan oleh adiknya

R.T. Danuningrat dengan gelar R.T. Wiradadaha IX,

yang membangun Kota Manonjaya. Setelah wafat,

Danuningrat digantikan oleh Raden Rangga

Wiradimanggala dengan gelar R.T. Wiratanubaya,

bupati Sukapura X.

Setelah wafat, R.T. Wiratanubaya lebih dikenal

dengan sebutan Dalem Sumeren. Karena tidak punya

anak, Wiratanubaya digantikan oleh Raden Rangga

Tanuwangsa dengan gelar raden Wiraadegdaha (bupati

Sukapura XI). Kemudian mendapat gelar adipati

sehingga namanya menjadi raden Adipati

Wiraadegdaha.

Setelah diturunkan dari jabatannya, R.A.

Wiraadegdaha pindahke Bogor dan terkenal dengan

sebutan Dalem Bogor. Jabatannya digantikan adiknya

Raden demang danukusumah, patih Manonjaya.

Setelah menjadi bupati, namanya menjadi R.T.

Wirahadiningrat, bupati Sukapura XII. Dia pernah diberi

Page 105: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

205

gelar adipati, mendapat payung kuning, dan Bintang

Oranye Nassau, sehingga mendapat sebutan Dalem

Bintang.

Dalem Bintang wafat. Penggantinya adalah

Raden Rangga Wiratanuwangsa, putrana Dalem Bogor.

Setelah menjadi bupati, diganti namanya menjadi R.T.

Wiraadiningrat, bupatui Sukapura XIII. Pada masa ini,

ibukota Sukapura dipindahkan dari manonjaya ke

Tasikmalaya. Dia bupati pertama yang mendapat gelar

aria, sehingga terkenal dengan sebutan Dalem Aria.

Setelah wilayah afdeeling Mangunreja menjadi

bawahan Sukapura, dan afdeeling Cikajang menjadi

bawahan Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik

Malangbong dibagi dua, yakni sebagian menjadi

bawahan Limbangdan dan sebagian menjadi bawahan

Sumedang. Sejak itulah kabupaten Sukapura berubah

nama menjadi Tasikmalaya.

Pada awalnya daerah yang disebut Sukapura itu

bernama Tawang atau Galunggung. Sering juga

disebut Tawang-Galunggung. Tawang berarti „sawah‟

Page 106: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

206

atau „tempat yang luas terbuka‟. Penyebutan

Tasikmalaya menuncul setelah Gunung Galunggung

meletus sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi

Tasik „danau, laut‟ dan malaya dari (ma)layah

bermakna „ngalayah‟ atau „deretan pegunungan di

pantai Malabar (India)‟. Tasikmalaya mengandung arti

„keusik ngalayah‟, maksudnya banyak pasir di mana-

mana.

Page 107: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

207

C. SASAKALA WILAYAH PURWASUKA

1. SASAKALA PURWAKARTA

Pada masa Dalem Santri menjadi bupati

Karawang, ia memindahkan ibukota kabupaten ke

daerah Wanayasa, karena pada masa itu sering dilanda

banjir. Ia menjadi bupati Karawang berkedudukan di

Wanayasa sampai akhirnya diganti oleh adiknya yang

bernama Raden Aria Suryawinata atau lebih dikenal

dengan nama Dalem Solawat.

Pada masa kepemimpinan Dalem Solawat,

ibukota kabupaten Karawang dipindahkeun lagi dari

Wanayasa ke daerah Lebak. Lebak berarti dataran

rendah, karena memang wilayah Wanayasa berada

lebih tinggi dari wilayah Lebak.

Pemindahan ibukota ini diawali dari tabir mimpi,

bahwa Dalem Solawat harus memindahkan ibukota ke

daerah Lebak dengan ciri-ciri di daerah tersebut harus

Page 108: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

208

ada kubangan air tempat mandi badak putih yang di

tepiannya tumbuh 3 buah pohon tanjung.

Sebelumnya, dalam pencarian daerah Lebak,

Dalem Solawat memerintahkan pada salah seorang

cutak (wedana) bawahannya. Pencarian dimulai pada

hari Senin. Berhari-hari wedana tersebut mencari

kubangan tempat mandi badak putih yang di tepiannya

ditumbuhi pohon tanjung.

Setelah sekian lama mencari, akhirnya wedana

itu pun menemukan sebuah kubangan tempat mandi

badak putih. Segera saja ia pun menghadap Raden

Aria Suryawinata di Wanayasa.

“Ampun Kanjeng, hamba telah menemukan

daerah yang dimaksud dalam mimpi itu,” kata wedana

ketika menghadap Kanjeng Dalem di pendopo.

“Benarkah Paman Wedana tempat itu telah

engkau temukan?”

“Benar, Kanjeng. Alangkah baiknya apabila

Kanjeng sendiri melihatnya.”

Page 109: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

209

Setelah mendapat laporan, lalu Kanjeng Dalem

pun menuju tempat yang diceritakan oleh wadana tadi.

Sampailah ke tempat kubangan, bahagia pula hati

Kanjeng Dalem. Setelah melihat daerah tersebut,

ternyata keadaannya sesuai dengan impian. Di daerah

tersebut terdapat sebuah kubangan yang biasa dipakai

mandi badak putih dan di tepiannya tumbuh 3 buah

pohon tanjung.

Beberapa hari kemudian, Kanjeng Dalem pun

segera memerintahkan seluruh rakyatnya untuk

bergotong royong ngababakan (membuka lahan baru)

di sekitar kubangan. Tidak memerlukan waktu lama,

tempat itu pun segera berubah menjadi lahan baru

yang nampaknya sangat baik untuk dijadikan

pemukiman.

Dengan disaksikan seluruh rakyatnya, Kanjeng

Dalem pun menamakan daerah itu Sindangkasih, yang

berarti berhenti di tempat yang sangat dicintai.

“Aku namakan kampung ini Sindangkasih!”

ujarnya dengan lantang.

Page 110: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

210

Setelah di daerah Sindangkasih banyak

penduduk yang bermukim, akhirnya ibukota kabupaten

pun dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih.

Semenjak itulah, daerah Sindangkasih semakin ramai

dikunjungi orang. Ada yang hanya berdagang, adapula

yang memang berniat bermukim.

Demikian karena tanah di daerah Sindangkasih

sangatlah subur. Kubangan tempat mandi badak putih

itu pun ternyata hulu cai (sumber air), yang tidak pernah

kering. Seluruh areal pesawahan dan perkebunan

daerah Sindangkasih pun pengairannya berasal dari

kubangan tersebut.

Semakin hari, daerah Sindangkasih semakin

ramai dikunjungi pendatang. Masyarakat hidupnya tidak

kurang sandang pangan. Kanjeng Dalem pun

berbahagia melihat jerih payahnya selama ini

membangun kabupaten. Namun sayang sekali

kebahagian Kanjeng Dalem dan masyarakat

Sindangkasih tidak berlanjut, ketika tiba-tiba banyak

Page 111: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

211

penduduk yang dirampok dan banyak pencurian di

mana-mana.

Masyarakat mulai goyah dan takut. Namun

karena kesigapan Kanjeng Dalem, banyaknya

perampokan dan pencurian itu dapat direda setelah

kelompok penjahatnya tertangkap.

Ternyata kelompok pencuri tersebut bukan

penduduk asli Sindangkasih. Mereka merupakan

penduduk pendatang dari daerah lain. Daerah

Sindangkasih pun kembali aman, tentram, dan

masyarakatnya sejahtera. Terlebih Kanjeng Dalem

memerintah dengan adil dan bijaksana. Bahkan

kehidupan seluruh penduduk semakin sejahtera dari

sebelumnya.

Daerah Sindangkasih semakin pesat

perkembangannya. Semenjak itu pula, daerah

Sindangkasih oleh Kanjeng dalem diganti namanya

menjadi Purwakarta.

Page 112: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

212

“Semenjak hari ini, aku ganti nama kampung ini

menjadi Purwakarta,” ujar Kanjeng Dalem di hadapan

seluruh rakyatnya.

Dalam bahasa setempat, kata purwa artinya

awal atau asal mula, sedangkan karta berarti aman dan

sejahtera. Nama Purwakarta itulah yang dikenal hingga

sekarang. ***

Page 113: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

213

2. SASAKALA PAMANUKAN

Pada masa kerajaan Sunda, di pesisir pantai

utara, terdapat sebuah kerajaan kecil yang subur dan

makmur. Seluruh rakyatnya cukup sandang pangan.

Kerajaan tersebut bernama Pilangsari. Hampir seluruh

penduduknya bekerja sebagai pamayang (nelayan),

namun ada juga yang tatanen (bertani).

Raja Pilangsari terkenal bijak, adil, dan

berwibawa. Seluruh penduduk sangat menghormatinya,

sehingga tidak pernah terjadi pemberontakan. Ia

memiliki seorang putri yang sangat cantik jelita.

Namanya Milangsari. Banyak raja dan kstaria dari

kerajaan lain yang melamarnya. Namun Milangsari

belum berniat menikah, sehingga semua lamaran

ditolaknya.

Semakin lama semakin banyak raja dan kstaria

yang melamar Milangsari. Mulai dari kerajaan Dompo,

Page 114: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

214

Malayu, Cirebon, Sumedanglarang, sampai kerajaan-

kerajaan kecil dari Jawa.

Dengan keadaan itu, raja menjadi bingung. Di

satu sisi, ia sangat bangga akan kecantikan anaknya, di

sisi yang lain ia merasa khawatir kerajaannya akan

diperangi oleh raja atau ksatria yang lamarannya ditolak

oleh putrinya. Hingga akhirnya ia pun memanggil patih

dan anaknya Milangsari.

“Paman Patih, kenapa kejadiannya menjadi

seperti sekarang. Aku malu pada raja dan kstaria yang

ditolak lamarannya oleh putriku. Apa yang dapat aku

lakukan dengan keadaan ini?”

“Gusti Prabu, bagaimana kalau dalam

menentukan calon menantu diadakan pasanggiri

(sayembara) saja.”

“Maksud paman?”

“Kita adakan saja semacam pasanggiri adu

kicauan burung. Kalau di antara mereka ada yang

memiliki burung dengan kicauan bagus, maka berhak

menjadi pemenang dan mengawini putri Milangsari.”

Page 115: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

215

“Kenapa tidak pasanggiri adu kesaktian,

Paman?”

“Menurut Paman, pasanggiri adu kicauan burung

akan lebih baik ketimbang adu kesaktian. Adu kicauan

burung tidak akan terjadi perkelahian yang dapat

merugikan secara fisik.

“Bagus ide tersebut, Paman. Nah, sekarang aku

bertanya padamu, Nyai. Bagaimana menurutmu?” kata

raja sambil melirik Milangsari yang sedang tertunduk.

“Ampun rama, saya akan mengikuti saja

pendapat Paman Patih. Bagaimana baiknya saja,”

jawab Milangsari.

“Kalau keputusannya seperti itu, sekarang aku

tugaskan kepada paman patih untuk segera membuat

pengumuman ke seluruh pelosok kerajaan, bahwa akan

diadakan pasanggiri adu kicauan burung. Bagi siapa

saja yang membawa burung dan kicauannya bagus,

akan menjadi suami Milangsari.”

Beberpa bulan setelah pengumuman diedarkan,

di alun-alun Pilangsari telah sesak dipenuhi peserta

Page 116: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

216

pasanggiri adu kicauan burung. Penonton pun

berjejalan memenuhi alun-alun. Berbagai jenis burung

dibawa peserta untuk diadu dalam ajang pasanggiri.

Sebagaimana telah ditentukan sebelumnya, Raja dan

Milangsari akan memilih burung yang bersuara bagus.

Sesuai jadwal, akhirnya raja dan putri Milangsari

keluar dari keraton menuju alun-alun. Setelah itu

mereka langsung memilih burung yang bersuara bagus.

Agak lama raja dan putri memilih burung-burung

tersebut. Selain jumlahnya yang banyak, seluruh

peserta pun membawa burung yang bagus-bagus.

Milangsari dan ayahnya terus memilih burung-

burung yang akan dijadikan pemenang. Peserta banyak

yang gundah, bercampur antara rasa takut tidak terpilih

dengan perasaan bahagia apabila nanti burungnya

terpilih oleh putri.

Pemilihan burung pun telah selesai. Kemudian

putri Milangsari naik ke babancong (podium) yang

letaknya di sebelah selatan alun-alun. Semua peserta

harap-harap cemas. Penonton pun ikut larut dalam

Page 117: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

217

kecemasan dan kebahagian karena akan segera

mendengar keputusan putri Milangsari.

Sungguh di luar dugaan, putri Milangsari

memutuskan bahwa dari sekian banyak burung yang

dipasanggirikan, tidak ada yang terpilih. Semuanya

dinyatakan jelek. Kontan saja peserta pasanggiri yang

kebanyakan raja dan kstaria pilih tanding merasa

dihina. Mereka akhirnya mengamuk di alun-alun.

Keraton Pilangsari dirobohkan, rajanya disandera. Patih

dan para prajuritnya dipenjarakan. Adapun putri

Milangsari segera dibawa oleh peserta, disedekeun ke

arah kaputren.

Bagaimana nasib putri Milangsari? Lalu menikah

dengan siapa dan kapan? Tidak ada yang

mengetahuinya. Semua hanyalah misteri.

Jelasnya, sejak diadakan pasanggiri burung itu,

alun-alun Pilangsari dan sekitarnya dinamakan

Pamanukan, yang artinya tempat yang banyak manuk

(burung). Adapun tempat nyedekkeun putri Milangsari

disebut Kampung Padek. Sedangkan istana dan

Page 118: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

218

kaputren kerajaan Pilangsari yang hancur, sekarang

hanyalah menjadi sebuah kampung kecil bernama

Pilangsari di wilayah kabupaten Subang. ***

Page 119: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

219

3. SASAKALA SAGALAHERANG

Jaman dahulu, seluruh tatar Sunda berada di

bawah kekuasaan kerajaan Pajajaran yang dipimpin

oleh seorang raja bergelar Prabu Siliwangi. Wilayah

kekuasaannya sangat luas, mencakup hampir seluruh

pulau Jawa. Setelah kerajaan Pajajaran runtuh,

keturunan Prabu Siliwangi pun menyebar ke seluruh

tatar Sunda.

Dalem Ciburang, Cianjur, adalah salah seorang

keturunan Prabu Siliwangi yang keenam. Namun berbeda

dengan Prabu Siliwangi yang adil dan bijak, ia terkenal galak

dan bengis. Terutama terhadap rakyat yang tidak memeluk

kepercayaan yang sama dengannya. Oleh rakyatnya, ia pun

dijuluki Dalem Pandita Bengis.

Pada suatu ketika, ke daerah Ciburang menyebar

kepercayaan baru, yakni agama Islam. Banyak

rakyatnya yang memeluk agama Islam. Ketika Dalem

mengetahuinya, ia sangat berang. Rakyat yang

memeluk Islam akan segera dibunuh oleh prajuritnya

Page 120: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

220

yang kejam. Bahkan Raden Aria, putranya sendiri,

dilarang keluar dari kadaleman karena takut terpengaruh

oleh agama Islam.

Raden Aria sangat dimanja. Ia satu-satunya

penerus tahta Dalem Ciburang. Untuk mendidik

anaknya, Dalem Ciburang mendatangkan beberapa

orang guru dari berbagai disiplin ilmu. Mulai dari guru

seni, beladiri, sampai guru dalam ilmu politik.

Namun meski dimanja, Raden Aria tetap tidak

merasa betah dengan kemewahan kadaleman. Akhirnya

ia pun secara sembunyi-sembunyi keluar dari

kadaleman. Bahkan banyak teman-teman sebayanya

mengajaknya belajar ngaji dan ilmu keislaman. Hal itu

terus berlanjut, sampai akhirnya Raden Aria sangat

paham dan memeluk agama Islam.

Pada suatu hari, Dalem Ciburang memanggil

Raden Aria. Lalu diberi petunjuk tentang agama leluhur

yang dipeluknya. Namun Raden Aria selalu membantah

dan meluruskan petunjuk dari Dalem Ciburang, ayahnya

sendiri, dengan ajaran-ajaran keislaman. Tentu saja

Page 121: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

221

Dalem sangat marah dan kaget mengetahui anaknya

telah masuk Islam. Sesaat Dalem hanya membisu,

matanya tak berkedip, melihat Raden Aria yang tenang

sambil tersenyum tipis duduk di hadapannya.

Melihat anaknya demikian, muncul sikap bengis

dalam diri Dalem Ciburang. Lalu ia segera menyabut

pedangnya. Namun ketika akan ditebaskan pada leher

Raden Aria, pedang tersebut mendadak terjatuh dan

patah.

“Lahaola wala kuwwata illa billah,” kata Raden

Aria lirih.

Beberapa saat keduanya terdiam. Lalu Dalem

Ciburang pun mengusir Raden Aria dari kadaleman.

“Aria, putraku, ternyata engkau telah berani

membantahku. Mulai saat ini, aku perintahkan engkau

untuk keluar dari kadaleman. Cadu aku akan

menyerahkan kadaleman ini padamu,” kata Dalem

Ciburang sambil menunjuk pada Raden Aria.

Sedikit pun Raden Aria tidak menyesali

perbuatannya tersebut. Lalu ia pun pergi dari

Page 122: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

222

kadaleman. Raden Aria berjalan ke arah timur dengan

tujuan mencari guru untuk belajar lebih dalam tentang

agama Islam. Makin lama berjalannya semakin jauh dari

Ciburang. Selama itu ia hanya makan dedaunan dan

daging hewan buruan. Naik gunung, susur sungai, ia

lewati dengan sabar dan tawakal.

Setelah beberapa bulan, sampailah Raden Aria

ke sebuah telaga yang sangat besar. Telaga tersebut

airnya sangat jernih. Di tepinya tertanam pohon bambu

dan pohon tanjung. Kemudian Raden Aria beristirahat di

tepi telaga tersebut.

Sesaat ia terpaku melihat keindahan sekeliling

telaga. Kemudian ia pun melihat bahwa di tengah-

tengah telaga ada hamparan batu cadas membentuk

nusa (seperti pulau di tengah lautan). Lalu timbul dalam

hati Raden Aria untuk bersemedi di atas batu cadas

tersebut. Raden Aria pun kemudian menyeberangi

telaga.

Setibanya di atas batu cadas, lalu ia duduk

bersila. Dari sana menjuruskan pandangannya ke

Page 123: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

223

sekeliling telaga. Pemandagangannya sangat indah.

Raden Aria pun bersemedi di atas hamparan cadas

tersebut.

Setelah genap 40 hari 40 malam bersemedi, lalu

Raden Aria membuka matanya. Ternyata di hadapannya

telah berdiri seorang putri yang sangat cantik jelita.

Raden Aria kaget dan tidak percaya, sebab telaga itu

berada di tengah hutan belantara.

"Mungkin aku hanya mimpi,” gumamnya.

Setelah itu Raden Aria berbicara dengan

tenang.

“Hai, putri! Engkau manusia atau mahluk jadi-

jadian?”

Putri itu pun menjawab sambil tersenyum

simpul.

"Semoga Raden tidak marah. Sebenarnya aku

tiap pagi selalu memeriksa telaga dan melihatmu

tenang bersemedi di sini. Kalau Raden ingin tahu, aku

ini penguasa telaga ini. Nama hamba Endang

Kusumah. Hamba adalah putri jin.”

Page 124: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

224

Raden Aria mendengarkan jawaban putri

tersebut dengan seksama. Ia pun berpikir bahwa

selama hidupnya baru melihat putri secantik itu.

Kulitnya kuning langsat, rambutnya hitam panjang

laksana mayang terurai. Akhirnya Raden Aria pun

jatuh cinta pada putri jin tersebut.

Sesaat setelah berpikir jatuh cinta pada sang

putri, tiba-tiba alam menjadi gelap gulita. Ketika terang

kembali, kedaan sekitar telaga telah berubah. Telaga

yang luas berubah menjadi sebuah kadaleman yang

ramai. Banyak orang berlalu lalang. Lebih aneh, setiap

orang yang lewat ke hadapan Raden Aria selalu

menundukkan kepala tanda hormat.

Lalu Raden Aria melihat ke arah utara, ternyata

da sebuah istana. Pintu gerbangnya dijaga oleh dua

orang perajurit yang gagah, memegang tombak dan

panah. Namun aneh, ketika Raden Aria menatapnya,

kedua perajurit itu serempak menundukkan kepala

tanda hormat.

Page 125: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

225

“Jangan kaget. Ini istanaku,” kata putri Endang

Kusumah sambil memegang tangan Raden Aria.

“Ayo masuk Kakang!”

Raden Aria masuk ke dalam keraton sambil

digandeng oleh Nyi Putri. Raden Aria berjalannya

sering berhenti-henti karena tercengang-cengang

melihat keindahan dalam keraton. Ruangan tempat

menerimatamu serba bersih dan mengkilat, tiap

kamar ditunggui oleh emban-emban yang cantik.

Kemudian Raden Aria dibawa oleh Nyi Putri ke

ruangan kaputren, di sebelahnya terdapat kolam yang

airnya sangat jernih. Tidak jauh dari sana ada

ruangan yang luas dihampari permadani berwarna

merah. Di sana pun tersedia makanan yang lezat.

Mulailah Raden Aria dan Nyi Putri bersantap.

Tidak lama datanglah Raja Jin, ayahanda Nyi Putri.

Kemudian berkata, "Syukurlah, kalian sudah ada di

sini. Aku sangat bergembira akan mempunyai

menantu yang berilmu tinngi dari golongan manusia.

Page 126: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

226

Aku di sini perlu guru ngaji untuk mengajarkan santri-

santri dari bangsa Jin."

Tiga hari kemudian, pesta pernikahan antara

Raden Aria dengan Nyi Putri Endang Kusumah pun

dilangsungkan. Sangat meriah sekali. Seluruh bangsa

Jin menghadiri acara pernikahan tersebut.

Bertahun-tahun Raden Aria mengajar ngaji di

kerajaan Jin. Sudah banyak Jin yang masuk Islam dan

mengaku guru kepadanya. Hingga pada suatu sore,

Raden Aria berjalan-jalan di taman bersama dengan

istrinya Putri Endang Kusumah.

"Kakang, perasaanku berbeda. Terkadang tidak

ada nafsu makan, badan terasa lesu. Kalau siang hari,

ingin rasanya makan yang masam-masam.”

"Wah, itu bukan sakit Dinda. Itu tanda bahwa

Dinda sedang mengandung.”

Hari berganti hari, bulan pun berganti bulan.

Genap sembilan bulan, akhirnya Putri Endang Kusumah

pun melahirkan bayi kembar. Keduanya lucu dan mungil.

Yang sulung perempuan diberi nama Raden Ajeng

Page 127: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

227

Endang Sukaesih atau disebut juga Endang Kencana,

sedangkan yang bungsu laki-laki diberi nama Raden Aria

Suryakancana.

Kedua anaknya sangat dimanja. Semakin hari

mereka tumbuh besar. Namun keduanya berbeda

dengan anak-anak jin yang lain. Mereka sangat liwar

(nakal), sehingga sering membuat Putri Endang

Kusumah kewalahan dalam mengasuhnya. Namun

keduanya sangat cerdas. Segala macam ilmu yang

diajarkan akan paham dalam waktu singkat.

Setelah kedua anak tersebut besar, lalu pada

suatu hari Putri Endang Kusumah berbicara pada Raden

Aria.

"Kakang, kedua anak kita sekarang sudah besar.

Saatnya mereka harus berkelana ke luar istana untuk

mencari ilmu kesaktian dan keagamaan."

"Ya, lebih baik begitu. Biar kedunya belajar hidup

merakyat,” jawab Raden Aria.

Beberapa hari kemudian, kedua anak Raden Aria

tersebut disuruh untuk berkelana. Mula-mula Raden

Page 128: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

228

Endang Sukaesih menuju ke Gunung Ciremai,

sedangkan Raden Aria Suryakancana menuju ke

Gunung Gede.

Istana kerajaan jin pun terasa sepi semenjak

kepergian keduanya. Raden Aria setiap hari selalu

menyepi dan kadang tidak mau diajak makan. Melihat

keadaan tersebut, Putri Endang Kusumah mulai

mengerti kejiwaan yang sedang dihadapi suaminya.

“Kakang, nampaknya sudah saatnya Kakang

kembali ke alam manusia seperti semula,” kata Endang

Kusumah pada suatu hari.

“Lho, kenapa Dinda bicara seperti itu?”

“Kakang, aku mengerti akan perasaanmu. Selain

merindukan anak-anak, Kakang pun tentu sangat

merindukan kehidupan di alam manusia.”

“Syukurlah kalau mengerti keadaan Kakang, Nyai.

Kalau begitu, apa yang harus Kakang lakukan sekarang.”

“Kakang akan kukirim kembali ke alam manusia.

Nanti Kakang akan menemukan seorang putri yang

sangat cantik. Ia bangsa manusia. Nikahilah ia, kelak

Page 129: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

229

Kakang akan mendapat keturunan pula dari putri

tersebut. Kakang, akan kubuatkan keraton pula untukmu

di alam manusia.”

Raden Aria hanya terdiam. Ia lalu memegang

tangan istrinya. Sejurus kemudian, Raden Aria

memejamkan mata sambil merangkul erat istrinya. Ketika

membuka mata, ternyata ia sedang menelungkup di atas

batu cadas. Lalu Raden Aria pun tersadar dan

mengucapkan istigfar beberapa kali sambil mengusap

muka. Kemudian Raden Aria membaca ayat kursi

sebanyak 7 kali.

Setelah itu, Raden Aria mengambil batu cadas

sebesar buah kelapa. Lalu dilemparkannyalah batu

cadas tersebut ke tengah telaga. Bersamaan dengan

jatuhnya batu cadas ke air telaga, tiba-tiba telaga

tersebut berubah menjadi sebuah perkampungan yang

ramai. Raden Aria segera menjuruskan pandangannya

ke sekeliling perkampungan tersebut.

Dari jauh kelihatan ada seorang putri cantik

berjalan menghampirinya. Setelah sampai ke hadapan

Page 130: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

230

Raden Aria, lalu putri tersebut berbicara dengan

lembut.

"Mari Kakang, kita pulang ke Sagalaherang.

Rakyat sudah lama menunggu lama kedatanganmu."

Raden Aria pun segera mengikuti putri tersebut

ke sebuah kadaleman. Kadaleman itu ternyata bernama

Sagalaherang. Di dalam pendopo, ternyata sudah

banyak orang menunggunya. Segala alat musik ditabuh.

Makanan yang lezat pun tersaji.

Ternyata di pendopo sedang diadakan syukuran

menyambut kedatangan Raden Aria sebagai dalem

baru mereka di kadaleman Sagalaherang. Pada hari itu

pun dilangsungkan pula pernikahan antara Raden Aria

dengan putri yang telah menjemputnya tersebut.

Konon, nama kadaleman Sagalaherang

bermakna talaga nu caina herang (telaga yang airnya

jernih). Merujuk pada telaga yang dipakai bersemedi oleh

Raden Aria sebelum berubah menjadi kadaleman

Sagalaherang. *** (Subang)

Page 131: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

231

D. SASAKALA WILAYAH SUKACI

1. SASAKALA SUKABUMI

Pada jaman dahulu, wilayah Priangan Barat

termasuk ke dalam wilayah Kadipatian Pamingkis.

Kadipatian tersebut dipimpin oleh seorang dipati

bernama Rangga Bitung dan istrinya bernama Nyai

Puntung Mayang.

Pada waktu Kerajaan Banten dan Kerajaan

Cirebon menyerbu Kerajaan Pajajaran, wilayah

Pamingkis terkena imbasnya. Pada saat penyerbuan

itu, Bupati Rangga Bitung terbunuh. Sedangkan

istrinya, Nyai Puntung Mayang, yang saat itu dalam

keadaan hamil, berhasil diselamatkan oleh seorang

Jaro (Lurah) yang bernama Loa. Oleh Jaro Loa, Nyai

Puntung Mayang dibawa ke perkampungan di kaki

gunung Sunda, yang letaknya tidak jauh dari Pelabuhan

Ratu.

Dalam perjalanan menuju Gunung Salak, di

daerah Cibadak, Jaro Loa dan Nyai Puntung Mayang

Page 132: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

232

menemukan seorang bayi. Bayi tersebut kemudian

dibawa serta dan diberi nama Wangsa Suta.

Sesampainya di Gunung Salak, Nyai Puntung

Mayang melahirkan seorang bayi perempuan dan diberi

nama Pudak Arum, yang ketika beranjak remaja

disebut Nyai Tanduran atau lebih dikenal dengan

sebutan Nyai Pudak Arum Saloyang.

Seiring perjalanan waktu, maka tumbuhlah

Wangsa Suta menjadi seorang pemuda yang gagah

dan tampan. Tingkah lakunya bijak, berkharisma, dan

pembawannya kelihatan lain dibanding dengan pemuda

sebayanya. Ia mencerminkan seorang yang lahir dari

keturunan ménak. Begitu pula Nyai Pudak Arum,

tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita.

Akibat kedunya dibesarkan di tempat yang

sama, maka sejak kecil sampai remaja hubungannya

sangat dekat. Bahkan hubungan kedua remaja tersebut

makin lama makin intim. Melihat gelagat demikian, Jaro

Loa dan Nyai Puntung Mayang berniat mengawinkan

keduanya. Bahkan sebenarnya, sejak kecil pun sudah

Page 133: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

233

diniati untuk dijodohkan.

“Nyai, bagaimana kalau mereka kita jodohkan

saja?”

“Setuju, Ki, kelihatannya mereka saling

mencintai.”

Maka, suatu ketika, Jaro Loa pun menyampaikan

niatnya kepada Wangsa Suta tentang rencana

penikahan tersebut. Kontan saja Wangsa Suta sangat

girang mendengar rencana ayah angkatnya itu. Namun

karena Wangsa Suta memiliki jiwa kesatria, terlebih

dahulu ia mengajukan syarat bahwa sebelum resepsi

pernikahan dilangsungkan, ia terlebih dahulu akan

berkelana untuk menimba ilmu keagamaan dan

kesaktian sebagai bekal dalam hidup berumah-

tangganya kelak. Karena Jaro Loa mengetahui watak

anak angkatnya yang keras dan teguh pendirian,

akhirnya ia mengizinkan ajuan sarat dari Wangsa Suta

tersebut.

Setelah mendapat persetujuan dan doa restu

dari ayah angkatnya, maka berangkatlah Wangsa Suta

Page 134: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

234

untuk berkelana mencari ilmu. Sesuai petunjuk dari

Jaro Loa, Wangsa Suta berangkat menuju padepokan

yang terletak di daerah bernama Kiara Gantung

Kararangge. Sesampainya di padepokan tersebut,

kelak Wangsa Suta berguru kepada seorang resi

berilmu tinggi bernama Saradea. Dari Resi saradea

inilah Wangsa Suta banyak menimba ilmu keagamaan

dan kesaktian yang kelak banyak dipakai untuk

menolong sesama.

Cukup lama Wangsa Suta berguru pada Resi

Suradea. Setelah semua ilmu Resi Suradea diturunkan,

Wangsa Suta pun diperintahkan untuk mencari pohon

pakujajar bercabang lima yang tumbuh di gunung

Parang. Letaknya sebelah barat Gunung Sanghyang

Purwa yang kontur tanahnya miring ke sebelah selatan.

Tanah lamping ini ditumbuhi pohon kole yang daunya

hijau dan bunganya berwarna ungu. Di tempat inilah,

Wangsa Suta diperintahkan oleh Resi Suradea untuk

membuat pedukuhan baru dan menyebarkan ilmunya.

Sementara Wangsa Suta membuat pedukuhan

Page 135: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

235

baru di Gunung Parang, lain cerita dengan calon

istrinya Nyai Pudak Arum. Setiap hari wajahnya muram.

Ke mana-mana jalan sendiri, tanpa ditemani sang

kekasih Wangsa Suta. Namun meskipun sehari-hari

wajahnya dibalut duka, kecantikannya tetap terkenal ke

mana-mana. Bahkan banyak pemuda dan para

bangsawan dari daerah lain berniat untuk

mempersuntingnya.

Salaseorang demang kaya bernama Sukamukti

misalnya, segera memerintahkan anak buahnya yang

bernama Ki Jaya untuk melamar Nyai Pudak Arum.

Kontan saja lamaran tersebut ditolak, karena Nyai

Pudak Arum setia memilih Wangsa Suta. Mendapat

penolakan tersebut, maka Ki Jaya marah. Bahkan

untuk meloloskan niat tuannya tersebut, Ki Jaya berniat

menggunakan jalan kekerasan dengan cara menculik

Nyai Pudak Arum.

Rencana penculikan pun berjalan lancar. Nyai

Pudak Arum berhasil diculik dan dibawa oleh Ki Jaya ke

hadapan Demang Sukamukti. Namun keberuntungan

Page 136: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

236

berpihak pada Nyai Pudak Arum. Sesampainya Nyai

Pudak Arum ke hadapan Demang Sukamukti, sang

Demang mendadak meninggal dunia. Akhirnya Ki Jaya

pun mengembalikan Nyai Pudak Arum ke tempat

tinggalnya semula di kaki Gunung Sunda, yang terletak

di Pelabuhan Ratu.

Cerita belum usai. Berita kecantikan Nyai Pudak

Arum sampai pula ke telinga para saudagar kaya.

Tersebutlah saudagar kaya raya bernama Ki Puru Satra

dari daerah Padabeunghar. Saudagar tersebut memilki

watak keras kepala, sombong, dan tidak sabaran. Ia

pun berniat ingin segera mempersunting Nyai Pudak

Arum dengan cara jalan pintas, yakni menculiknya. Ki

Puru Satra pun segera memerintahkan kepada anak

buahnya untuk menculik Nyai Pudak Arum.

“Barja, bawa semua anak buahmu. Culik Pudak

Arum, lalu bawa ke hadapanku. Kalau berhasil, aku

akan memberimu imbalan yang setimpal!” ujar Ki Puru

Satra pada centengnya yang bernama Barja.

Skenario penculikan pun berjalan lancar. Anak

Page 137: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

237

buah Ki Puru satra berhadil menculik Nyai Pudak Arum

tanpa rintangan yang berarti.

Setelah sampai di tempat kediaman Ki Puru

Satra, Nyai Pudak Arum dipaksa untuk menikah.

Akhirnya pernikahan pun dilangsungkan. Namun

keberuntungan masih berpihak kepada Nyai Pudak

Arum. Pada saat malam pengantin, Ki Puru Satra

mendadak meninggal dunia. Kesempatan inilah yang

dimanfaatkan oleh Nyai Pudak Arum untuk meloloskan

diri dari kediaman saudagar kaya raya tersebut.

Akhirnya Nyai Pudak Arum pun dapat kembali

berkumpul dengan keluarganya.

Setelah dua kejadian penculikan menimpanya,

bukan berarti kehidupan Nyai Pudak Arum sudah

tenang. Kini berkembang isu di masyarakat bahwa

dirinya punya ilmu pelet dan kesaktian yang tinggi.

Semakin hari semakin banyak saja laki-laki baik

pemuda biasa maupun bangsawan yang ingin

mempersuntingnya. Namun karena kesetiaannya pada

Wangsa Suta, semua lamaran ditolaknya.

Page 138: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

238

Penolakan bukan berarti masalah selesai. Di

antara pelamar itu, kemudian ada seorang demang

bernama Raden Kartala dari daerah Mangkalaya.

Namun penasehatnya melarang untuk mempersunting

Nyai Pudak Arum. Dalam pandangannya, Nyai Pudak

Arum adalah seorang putri yang memilki kesaktian

tinggi dan menyarankan untuk menangkap lalu

membunuhnya.

Raden Kartala pun menuruti nasehat tersebut.

Kemudian memerintahkan anak buahnya untuk

menangkap Nyai Pudak Arum. Skenario pun berjalan

mulus. Anak buah Raden Kartala dapat menangkap

Nyai Pudak Arum dengan mudahnya. Namun ketika

Nyai Pudak Arum akan dibunuh oleh algojo Raden

Kartala, tiba-tiba Wangsa Suta datang untuk

menolongnya. Perkelahian antara Wangsa Suta

dengan anak buah Raden Kartala pun tidak dapat

dielakkan. Sebelumnya, Wangsa Suta menyuruh Nyai

Pudak Arum untuk pergi terlebih dahulu menuju ke

Gunung Parang mencai pedukuhan yang terdapat

Page 139: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

239

pakujajar berdahan lima. Namun sayang, rencana

tersebut ternedus oleh anak buah Raden Kartala yang

lainnya, sehingga Nyai Pudak Arum tertangkap di

perjalanan. Kemudian Nyai Pudak Arum dibawa ke

Pulau Putri di kawasan Pulau Seribu.

Sementara Wangsa Suta, setelah berhasil

mengalahkan semua anak buah Raden Kartala, ia

segera menyusul calon istrinya ke Gunung Parang.

Namun ia sangat kecewa dan sedih, karena Nyai

Pudak Arum tidak terdapat di tempat. Maka untuk

mengetahui keberadaan calon istrinya, ia segera

meminta bantuan gurunya Resi Saradea. Dengan ilmu

kebatinan yang dimiliki oleh gurunya, Wangsa Suta

diiberi petunjuk bahwa sampai kapan pun tidak akan

bertemu dengan Nyai Pudak Arum sebelum pedukuhan

di kaki Gunung Parang banyak penduduknya.

“Suta, cucuku, kalau engkau ingin bertemu

kembali dengan calon istrimu, ada syaratnya,” ujar Resi

Saradea.

“Apa syaratnya, guru?”

Page 140: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

240

“Engkau harus membuat pedukuhan di kaki

gunung Parang. Nanti setelah pedukuhan tersebut

ramai dikunjungi pendatang, maka engkau pun pasti

akan bertemu dengan calon istrimu.”

Setelah mendapat petunjuk dari gurunya,

kemudian Wangsa Suta pun mulai ngababakan

(membuka lahan baru untuk perkampungan atau

pedukuhan). Kemudian pedukuhan di kaki Gunung

Parang itu pun, semakin hari semakin banyak

penduduknya. Banyak pendatang langsung menetap

dan membangun bumi (rumah) tinggal. Semakin lama

menetap, para penduduk pun semakin betah dan

menyukai pedukuhan yang subur dan banyak mata air

tersebut. Akhirnya daerah tersebut dinamai oleh

masyarakat setempat dengan sebutan suka di bumi,

yang berarti senang tinggal di rumah dan senang

menetap di tanah yang subur. Hal ini karena kata tanah

dalam bahasa Sunda disebut juga dengan istilah atau

kata bumi.

Tiga tahun kemudian, Wangsa Suta pun

Page 141: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

241

bertemua kembali dengan Nyai Pudak Arum. Mereka

pun kemudian menikah, lalu hidup bahagia di sebuah

pedukuhan. Mereka sangat menyenangi lingkungan

dan tanah atau tempat tinggal yang didiaminya. Mereka

suka pada bumi. Pendudukan sekitarnya menyebutnya

sukabumi.

Atas penamaan daerah tersebut oleh penduduk,

Wangsa Suta pun merestuinya. Bahkan seiring

perkembangannya, daerah itupun kemudian berubah

namanya menjadi Sukabumi seperti yang kita kenal

hingga sekarang. ***

Page 142: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

242

2. SASAKALA CIANJUR

Dahulu kala, di sebuah kampung yang subur

makmur, hiduplah seorang lelaki tua yang sangat kaya

raya. Kampung tersebut termasuk wilayah kekuasaan

kerajaan Pajajaran.

Lelaki tua tersebut memiliki ratusan hektar

sawah dan perkebunan. Semua penduduk kampung

dijadikannya pekerja baik untuk mengolah sawahnya

maupun untuk mengolah perkebunannya. Namun

meski demikian, penduduk kampung tetap saja miskin.

Hal itu dikarenakan lelaki tua tersebut sangat koret

(kikir), sehingga selalu membayar murah pada

pekerjaan yang dikerjakan oleh penduduk kampung.

Hingga oleh seluruh penduduk, lelaki tua itupun dijuluki

Ki Koret. Padahal nama yang sebenarnya ialah Aki

Suhita.

Anehnya, ia kikir bukan saja pada orang lain

tetapi pada keluarganya sendiri. Untunglah sifat kikirnya

Page 143: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

243

tersebut tidak menular pada anak lelakinya yang

sulung. Berbeda dengan ayahnya yang kikir, anak

lelakinya sangat baik dan murah hati. Ia sering

membantu tetangga atau penduduk desa yang sedang

kesusahan.

Pada suatu hari, tersiar kabar akan terjadi

bencana dan musim pailit. Tentu saja seluruh penduduk

kampung, termasuk Ki Koret merasa ketakutan.

Menurut ramalan tersebut, bencana dan musim pailit

dapat dilewati dengan cara mengadakan ruwatan

kampung. Dengan syarat itu, penduduk kampung pun

kebingungan, karena untuk mengadakan acara ruwatan

memerlukan biaya tidak sedikit. Namun berkat

kecerdikan anaknya, akhirnya Ki Koret bersedia

memberi biaya untuk mengadakan acara ruwatan.

Itupun dengan terpaksa karena takut terkena bencana.

Semua penduduk kampung senang. Terlebih

mereka semua diundang oleh Ki Koret untuk mengikuti

acara ruwatan di rumahnya. Semula mengira dalam

acara ruwatan itu akan banyak makanan yang

Page 144: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

244

disuguhkan. Namun kenyataannya meleset, Ki Koret

hanya menyediakan air putih dan hidangan

alakadarnya saja. Bahkan sebagian undangan banyak

yang tidak kebagian sama sekali. Air putih pun dijatah

satu gelas untuk satu orang. Dengan keadaan itu,

seluruh penduduk desa dan anaknya tidak dapat

berkata apa-apa, mereka semua hanya dapat

mengelus dada.

“Benar-benar rajanya orang kikir!” celoteh

seseorang.

“Pasti Tuhan tidak akan memberikan berkah

pada seluruh harta kekayaannya,” kata yang lain.

“Semoga Tuhan segera menyadarkannya,” kata

penduduk yang lain.

Ketika semua undangan ruwatan sedang

menyantap hidangan yang disuguhkan Ki Koret, tiba-

tiba datang seorang nenek tua meminta sedekah pada

Ki Koret.

“Juragan, pasihan..! Juragan, abdi pasihan…!

(Tuan, berilah…! Tuan, berilah saya…!)

Page 145: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

245

“Pasihan naon? Uing mah teu boga nanaon!”

(Mau dikasih apa? Saya tidak punya apa-apa!”

“Saeutik we Juragan, abdi lapar pisan…!”

“Aeh, teu beunang dieuweuh-euweuh. Indit ka

ditu, teu nempo batur keur loba semah.”

Akhirnya nenek tua itupun pergi meninggalkan

rumah Ki Koret sambil mencucurkan air mata.

Melihat kejadian itu, anaknya turut merasa sedih.

Diam-diam dia pun mengambil sedikit hidangan

jatahnya. Lalu diberikan pada nenek tua tersebut. Tentu

saja nenek tua pun sangat berbahagia.

Setelah diberi sedikit hidangan, kemudian nenek

tua itupun pergi menyusuri jalan setapak yang menuju

ke sebuah bukit yang berada di batas kampung.

Sesampainya di puncak bukit, lalu nenek tua itu

berhenti dan menjuruskan pandangannya ke areal

perkampungan. Matanya tertuju tajam pada rumah ki

Koret.

Lalu nenek tua itu menancapkan tongkatnya,

sambil bergumam:

Page 146: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

246

“Hey jalma koret, maneh bakal katibanan

hukuman ti Gusti!”

Setelah berkata demikian, lalu nenek tua itu

mencabut kembali tongkatnya. Dari lubang tancapan

itulah kemudian memancar air yang sangat deras.

Makin lama air itu makin membesar membanjiri areal

pesawahan dan ladang. Bahkan akhirnya masuk ke

wilayah perkampungan.

“Banjir…! Banjir….!!!” teriak penduduk kampung

yang panik melihat kedatangan air bah yang tiba-tiba.

Anak Ki Koret segera menganjurkan orang-orang

desa untuk segera meninggalkan perkampungan dan

lari ke atas bukit.

“Cepat tinggalkan kampung ini, cari tempat yang

tinggi!”

“Tapi sawah dan ternak kita bagaimana?”

“Kalian pilih harta atau nyawa?”

Anak Ki Koret yang bijak itu terus berteriak

mengingatkan penduduk. Ia pun tidak lupa membujuk

ayahnya agar segera keluar rumah.

Page 147: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

247

”Ayah, cepat tinggalkan rumah ini, kita harus

segera menyelamatkan diri!”

”Apa? Meninggalkan rumah? Baiklah, aku akan

mengumpulkan hartaku terlebih dulu!”

Sementara Ki Koret terus mengumpulkan harta

bendanya, seluruh penduduk kampung telah pergi

menuju bukit tempat keluarnya air dari bekas lubang

tancapan tongkat si nenek tua tadi.

Air bah semakin besar. Akhirnya Ki Koret pun

tenggelam terseret arus air bah. Namun seluruh

penduduk kampung termasuk anaknya Ki Koret

berhasil menyelamatkan diri. Mereka pun sedih melihat

kampungnya tenggelam.

Setelah beberapa hari menunggu di bukit, air

bah pun tak kunjung surut. Perkampungan pun berubah

menjadi telaga yang besar. Kemudian anaknya Ki Koret

bersemedi untuk mendapatkan petunjuk. Dalam

semedinya itu, anaknya Ki Koret mendapatkan wangsit

bahwa harus segera membawa penduduk kampung

mencari areal baru untuk perkampungan.

Page 148: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

248

Maka pergilah rombongan anaknya Ki Koret

mencari daerah baru. Setelah menemukan sebuah

daerah yang subur, anaknya Ki Koret pun

memerintahkan rombongannya untuk ngababakan

(membuka lahan baru untuk perkampungan). Di daerah

baru itulah kemudian anaknya Ki Koret diangkat

menjadi pemimpin kampung mereka yang baru.

Anaknya Ki Koret menganjurkan seluruh

penduduk untuk mengolah tanah yang telah dibagi rata.

Ia pun mengajari penduduk tatanen (cara menanam

padi) dan bagaimana mengairi sawah yang baik.

Mengajari pula cara berkebun yang telaten dan

bagaimana memilih bibit unggul. Kemudian ia pun

mengangkat ulu-ulu (petugas pengairan) yang

mengatur jalannya air yang mengairi sawah dan ladang

milik penduduk.

Semakin lama, perkampungan itupun semakin

berkembang. Kemudian oleh seluruh penduduk,

perkampungan itu disebut kampung Anjuran. Anaknya

Ki Koret pun merestui penamaan tersebut.

Page 149: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

249

“Aku restui kampung ini dinamakan Anjuran.

Kelak kampung ini akan menjadi penghasil beras

terkenal di tanah Pajajaran,” ujar anaknya Ki Koret di

depan seluruh penduduk kampung.

Konon kata Anjuran berasal dari sikap para

penduduk yang selalu mematuhi anjuran atau perintah

pimpinannnya, yakni anaknya Ki Koret. Wilayah

perkampungan tersebut sangat subur. Penduduknya

sangat ramah dan pandai mengelola sawah.

Lama kelamaan nama Anjuran pun berubah

menjadi Cianjur. Kata Cianjur berasal dari kata c(a)i

yang berarti air, dan anjur yang berarti perintah,

pepatah, atau anjuran pemimpin kampung. Kata ci (air)

sendiri mengingatkan pada peristiwa banjir bandang

yang telah menenggelamkan Ki Koret. Adapun kata

anjur, mengenang anjuran anaknya Ki Koret agar

segera mengungsi dari terjangan banjir pada waktu itu.

Memang secara turun-temurun, apapun perintah,

pepatah, atau anjuran pemimpin kampung dalam hal

bertani selalu dilaksanakan oleh penduduk Cianjur.

Page 150: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

250

Buktinya hingga sekarang, hasil bumi dari Cianjur,

terutama berasnya terkenal sangat enak, gurih, dan

wangi. Konon kuncinya mereka sangat teratur dalam

mengairi sawah, yang diatur oleh seorang ulu-ulu

(petugas pengairan). ***

Page 151: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

251

E. SASAKALA WILAYAH BODEBEK

1. SASAKALA TALAGA WARNA

Di lembah gunung Megamendung, Bogor,

terdapat sebuah telaga yang terkenal dengan nama

Talaga Warna. Disebut demikian karena airnya selalu

berubah warna, terkadang berwarna jingga, hijau,

merah muda, adakalanya berwarna kekuning-kuningan.

Hal ini bermula dari sebuah kisah masa lalu.

Dahulu kala, di tengah-tengah Talaga Warna

berdiri sebuah istana kerajaan Kutatanggeuhan.

Kutatanggeuhan merupakan kerajaan yang makmur

dan damai. Rakyatnya hidup tenang dan sejahtera

karena dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana

bernama Prabu Suwartalaya dan permaisurinya

bernama Ratu Purbamanah.

Namun sayangnya, Prabu dan Ratu belum

dikaruniai juga keturunan sehingga mereka selalu

cemas dan merasa kesepian. Rakyat pun turut bersedih

dan sangat mengkhawatirkan keadaan tersebut.

Page 152: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

252

Mereka berpikir kalau Raja tidak juga mempunyai

keturunan, kelak kerajaan takut akan jatuh ke keluarga

raja yang tidak bijak.

Pada suatu ketika, raja pun memutuskan untuk

bersemedi ke gunung Megamendung. Di puncak

gunung itulah kemudian Raja berdoa dan meminta

pertolongan dari Sanghyang Widi. Setelah 7 hari 7

malam Prabu Suwartalaya berdoa, tiba-tiba terdengar

suara gaib.

“Aku tahu engkau ingin memiliki keturunan. Aku

kabulkan keinginanmu itu. Sekarang, kembalilah ke

istana. Rakyat menunggumu!” kata suara gaib tersebut.

Maka Prabu Suwartalaya pun pulang dengan

perasaan senang. Benar saja, beberapa bulan

kemudian, ratu pun mengandung. Semua bersuka cita.

Terlebih lagi ketika sembilan bulan kemudian Ratu

melahirkan seorang putri yang cantik. Putri tersebut

diberi nama Putri Gilang Rukmini. Hingga sang putri

pun tumbuh menjadi perempuan yang cantik jelita. Oleh

Page 153: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

253

kedua orang tuanya, sang putri sangat dimanja. Mulai

dari makanan, pakaian, sampai perhiasan.

Akibat terlalu dimanja, lama-kelamaan sang putri

terbiasa memakai pakaian dan perhiasan mewah. Mulai

dari intan berlian sampai emas permata, terpasang

pada tubuh dan pakaiannya. Bahkan sampailah sang

putri tersebut merasa bosan atas model pakaian dan

perhiasan yang ia pakai.

Tiap hari pekerjaannya hanya merias dan

mempercantik pakaian. Ia pun selalu menangis kepada

ayah ibunya untuk sekedar minta disediakan berbagai

pakaian mewah dan perhiasan. Selama itu pula, segala

keinginannya selalu dikabulkan oleh kedua orang

tuanya. Maklumlah anak semata wayang. Apapun yang

diminta oleh putri pasti segera dituruti. Jika tidak, putri

akan marah dan bertindak kasar. Namun rakyat tetap

mencintainya. Mereka berharap suatu hari watak sang

putri akan berubah.

Pada suatu ketika, sang putri menghadap

kepada kedua orang tuanya. Sambil diiringi para

Page 154: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

254

emban, ia seperti biasanya sambil membawa perhiasan

dalam bokor kencana.

“Ada apa anakku, engkau menemuiku,” kata

Sang Raja.

“Rama, aku ingin meminta perhiasan lagi.”

“Buat apa anakku, bukankah sudah banyak

perhiasan yang sudah aku berikan untukmu?”

“Rama, aku ingin memiliki banyak berlian.”

“Iya, untuk apa?”

“Untuk mempercantik diri, rama.”

“Ya, sabar. Nanti di hari ulang tahunmu yang ke

17 aku akan berikan hadiah kepadamu.”

Beberapa hari kemudian, putri akan berulang

tahun yang ke-17. Prabu Suwartalaya berniat akan

mengadakan pesta syukuran di istana. Semua rakyat

boleh datang untuk memberikan doa ataupun hadiah

untuk putri Gilang Rukmini.

Karena sangat mencintai raja dan putrinya,

sebelum hari ulang tahun putri tiba, seluruh rakyat

berkumpul dan merencanakan hadiah istimewa untuk

Page 155: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

255

sang putri. Maka disepakatilah oleh mereka untuk

menghadiahkan sebuah kalung yang sangat indah.

Kalung itu terbuat dari emas berlian dengan ditaburi

batu-batu permata yang beraneka warna. Kalung

tersebut dibeli dengan cara patungan sukarela.

Hari yang ditunggu-tunggu pun datang juga.

Rakyat berduyun-duyun datang ke alun-alun kerajaan

tempat pesta ulang tahun putri Gilang Rukmini

diadakan. Di babancong (podium) telah dihiasi beragam

hiasan mewah.

Rakyat pun bersorak-sorai saat Prabu, Ratu, dan

Putri menaiki babancong. Rakyat sangat kagum melihat

kecantikan sang putri. Memang sebelumnya sudah

banyak pemuda dan ksatria yang kapengpeongan

(tergila-gila) akan kecantikan sang putri. Pada hari itu,

pesta pun berlangsung sangat meriah.

Sore hari pesta pun akan segera usai. Kini tiba

saatnya giliran rakyat mempersembahkan hadiah

istimewanya. Sesuai rencana, rakyat pun memberikan

kotak berisi kalung kepada putri Gilang Rukmini.

Page 156: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

256

Namun Prabu Suwartalaya yang giliran membuka kotak

tersebut. Lalu dikeluarkanlah kalung beraneka warna

yang sangat indah pemberian dari rakyatnya itu kepada

putri Gilang Rukmini.

Lama Putri Gilang Rukmini memandang kalung

tersebut dengan kening berkerut.

“Ayo, kenakanlah kalung ini!” ujar Prabu

Suwartalaya.

“Ini tanda cinta rakyat kepadamu. Jangan

kecewakan mereka. Bukankah kalung ini sangat

indah?” kata Ratu Purbamanah.

“Indah apanya? Kalung jelek begini. Beraneka

warna, norak sekali. Aku tidak mau mengenakannya!”

teriak putri Gilang Rukmini.

Ia pun langsung membanting kalung itu ke lantai

hingga hancur. Permata yang beraneka warna itupun

berhamburan. Prabu Suwartalaya, Ratu Purbamanah,

dan seluruh rakyat hanya bisa terdiam lesu.

Sesaat kemudian, suara tangis pun pecah. Ratu

Purbamanah dan seluruh rakyat menangis. Sedih

Page 157: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

257

melihat kelakuan putri kesayangannya. Namun sang

Putri seperti tidak merasa bersalah, ia langsung keluar

dari babancong sambil menginjak batu permata yang

terserak di lantai.

Sungguh ajaib. Setelah perbuatan sang putri itu,

di depan babancong keluar air. Semakin lama semakin

deras, sampai akhirnya menenggelamkan seluruh

bangunan istana. Maka berubahlan istana dan

lingkungan sekitarnya menjadi sebuah talaga (telaga;

danau). Prabu, Ratu, Putri, dan seluruh rakyat kerajaan

Kutatanggeuhan pun tenggelam diterjang air bah.

Hingga kini, telaga tersebut masih ada dan

dijadikan tempat wisata. Oleh masyarakat setempat,

telaga tersebut dinamakan talaga warna, karena jika

hari cerah airnya memantulkan cahaya matahari hingga

tampak berwarna-warni.

Konon menurut masyarakat setempat, air telaga

yang selalu beraneka warna itu berasal dari kalung

yang dihiasi batu permata beraneka warna pemberian

dari rakyat yang dilemparkan oleh sang putri. ***

Page 158: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

258

2. SASAKALA KOTA BOGOR

Pada masa ibukota kerajaan Pajajaran

dibumihanguskan oleh pasukan Banten, tersebutlah

bahwa seluruh ibukota kerajaan hancur lebur dan

penduduknya terbunuh serta terusir.

Setelah satu abad hilang dari percaturan

sejarah, kota yang pernah berpenghuni 50.000 jiwa itu

menggeliat kembali menunjukkan ciri-ciri kehidupan.

Reruntuhan kehidupannya mulai tumbuh kembali berkat

ekspedisi yang berturut-turut dilakukan oleh Hindia

Belanda (VOC). Orang-orang Hindia Belanda yang

telah melakukan ekspedisi itu, antara lain, Scipio, Adolf

Winkler, dan Abraham van Riebeeck. Sersan Scipio

dibantu oleh Letnan Patinggi dan Letnan Tanujiwa,

seorang Sunda terah Sumedang.

Sejak Banten berada di bawah kontrol VOC, juga

kekuasaan Mataram atas Priangan lepas ke tangan

VOC, Wilayah bekas ibukota Pajajaran berada dalam

pengawasan VOC. Dalam memanfaatkan wilayah yang

Page 159: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

259

dikuasainya, VOC perlu mengenal suatu wilayah

tersebut terlebih dahulu.

Dari ekspedisi tersebut tidak ditemukannya

pemukiman di bekas ibukota kerajaan, kecuali di

Cikeas, Citeureup, Kedung Halang dan Parung

Angsana. Malah orang Hindia Belanda menemukan

seekor harimau besar yang sedang tidur. Kemudian

diisukan bahwa orang-orang Pajajaran berubah

menjadi harimau.

Selanjutnya, Tanujiwa, seorang Letnan Terah

Sumedang, mendapat perintah dari Camphuijs untuk

membuka hutan Pajajaran. Akhirnya, dia bersama

anggota pasukannya berhasil mendirikan sebuah

perkampungan di Parung Angsana, yang diberi nama

Kampung Baru. Tempat inilah menjadi cikal bakal

tempat kelahiran Kota Bogor. Kampung-kampung lain

yang didirikan oleh Tanujiwa bersama anggota

pasukannya adalah: Parakan Panjang, Parung Kujang,

Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang,

Parung Banteng, dan Cimahpar. Kampung Baru

Page 160: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

260

menjadi semacam Pusat Pemerintahan bagi kampung-

kampung lainnya.

Tanujiwa menjadi Kepala Kampung Baru dan

kampung-kampung lain yang terletak di sebelah hulu

Ciliwung. Ia telah ditunjuk sebagai pemimpin kaum

koloni di daerah itu. Atas dasar itulah, De Haan

memulai mendaftarkan bupati Kampung Baru atau

Buitenzorg dari tokoh Tanujiwa.

Pada waktu itu, sembilan buah kampung

digabungkan menjadi satu pemerintahan di bawah

Kepala Kampung Baru yang diberi gelar Demang.

Gabungan kesembilan kampung inilah yang disebut

Regentschap Kampung Baru, yang kemudian menjadi

Regentschap Buitenzorg. Sewaktu masa pemerintahan

Gubernur Jenderal Baron van Imhoff, dibangunlah

tempat peristirahatan pada lokasi Istana Bogor

sekarang yang diberi nama Buitenzorg. Oleh karena itu,

Regentschap Kampung Baru disebut juga Regentschap

Buitenzorg.

Page 161: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

261

Ketika Bupati Kampung Baru yang dipimpin oleh

Demang Wiranata, ia mengajukan permohonan kepada

Gubernur Jenderal Jacob Mossel agar diijinkan

mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati, yang

terletak di Timur Cisadane dekat Cipakancilan yang

lokasinya dekat empang besar. Nama Empang

selanjutnya berangsur-angsur mendesak nama

Sukahati, yang akhirnya nama daerah itu disebut

Empang. Daerah tersebut makin lama makin ramai

karena dibukanya jalur hubungan kereta api Batavia-

Buitenzorg. Pembukaan jalur kereta ini sangat

mempengaruhi mobilitas sosial dan perekonomian kota.

Pada waktu itu di sekitar wilayah Buitenzorg

terdapat banyak pohon enau atau kawung. Pohon-

pohon tersebut cukup mengganggu keindahan wilayah

sehingga banyak yang ditebang. Akibatnya, di wilayah

tersebut banyak tunggul kawung, yang disebut “bogor”

atau “pogor”. Sejak itulah, Buitenzorg berubah nama

menjadi Bogor.

Page 162: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

262

Di dalam cerita pantun yang dikisahkan oleh Aki

Cilong disebutkan perihal penamaan Bogor sebagai

berikut.

NGADEGNA DAYEUH PAJAJARAN Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh laju ngaranan Bogor sabab bogor teh hartina tunggul kawung (Di tempat itu, dirikanlah olehmu sebuah kota lalu beri nama Bogor sebab bogor itu artinya pokok enau) Ari tunggul kawung emang ge euweuh hartina euweuh soteh ceuk nu teu ngarti (Pokok enau itu memang tak ada artinya terutama,bagi mereka yang tidak paham) Ari sababna, ngaran mudu Bogor sabab bogor mah dijieun suluh teu daek hurung teu melepes tapi ngelun haseupna teu mahi dipake muput

Page 163: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

263

(Sebabnya harus bernama Bogor? sebab bogor itu dibuat kayu bakar tak mau menyala tapitidak padam, terus membara asapnya tak cukup untuk "muput") Tapi amun dijieun tetengger sanggup nungkulan windu kuat milangan mangsa (Tapi kalau dijadikan penyangga rumah mampu melampaui waktu sanggup melintasi zaman) Amun kadupak matak borok nu ngadupakna moal geuwat cageur tah inyana (Kalau tersenggol bisa membuat koreng yang menyenggolnya membuat koreng yang lama sembuhnya) Amun katajong? mantak bohak nu najongna moal geuwat waras tah cokorna (Kalau tertendang? bisa melukai yang mendangnya itu kaki akan lama sembuhnya)

Page 164: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

264

Tapi, amun dijieun kekesed? sing nyaraho isukan jaga pageto bakal harudang pating kodongkang nu ngawarah si calutak (Tapi, kalau dibuat keset? Semuanya harus tahu besok atau lusa bakal bangkit berkeliaran menasehati yang tidak sopan) Tah kitu! ngaranan ku andika eta dayeuh Dayeuh Bogor! (Nah, begitu! Namai olehmu kota itu Kota Bogor!)

Page 165: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

265

3. SASAKALA DEPOK

Dulu, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan

terbesar di wilayah kerajaan Banten. Setiap hari sangat

ramai disinggahi kapal-kapal dagang dari seluruh

kerajaan di penjuru Nusantara. Bahkan banyak pula

kapal-kapal dagang dari kerajaan Cina, Portugis, dan

Belanda.

Hingga suatu ketika, datanglah rombongan kapal

dagang Belanda yang tergabung dalam kongsi dagang

bernama VOC. Dalam rombongan tersebut, terdapat

seorang Belanda bernama Cornelis Chastelyn.

Dari pelabuhan Sunda Kelapa, kemudian

rombongan Cornelis Chastelyn itu mulai mencari

barang dagangan berupa rempah-rempah ke daerah

Jayakarta. Kelak nama Jayakarta berubah menjadi

Batavia dan berubah kembali menjadi Jakarta.

Cukup lama Chastelyn menetap di Jayakarta.

Bisnisnya pun semakin lama semakin maju. Chastelyn

selalu banyak mendapat rempah-rempah dari

Page 166: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

266

penduduk pribumi, yang selanjutnya ia jual ke kerajaan

Belanda dengan harga lebih mahal.

Tidak sampai satu tahun, akhirnya Chastelyn

pun menjadi salah seorang pedagang Belanda yang

kaya di Jayakarta. Ia pun membeli tanah yang luasnya

terbentang mulai dari wilayah Weltevreden (Gambir),

Meester Cornelis (Jatinegara), hingga Buitenzorg

(Bogor).

Sunda Kelapa dan kampung Jayakarta pun

semakin lama berkembang pesat. Banyak pedagang

yang tadinya hanya sekedar transit, malah menetap

untuk waktu yang cukup lama. Banyak pula di antara

mereka yang menikahi perempuan pribumi. Tentu saja

barang dagangan pun semakin lama semakin

berkurang. Hal ini karena pasokan rempah-rempah dari

Banten dan Pakuan (sekarang Bogor) banyak

tersendat. Hingga Chastelyn pun merasakan usaha

dagangnya kian hari kian menurun. Oleh karena itu,

maka pada suatu hari Chastelyn memutuskan untuk

Page 167: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

267

mencari lahan baru yang masih banyak menghasilkan

rempah-rempah dan hasil bumi lainnya.

Beberapa bulan kemudian, berangkatlah

Chastelyn bersama beberapa orang pegawainya ke

arah timur Jayakarta. Maksudnya untuk mencari lahan

baru untuk menjalankan usaha dagangnya di bidang

hasil bumi.

Setelah satu minggu perjalanan, tibalah

rombongan Chastelyn ke sebuah perkampungan yang

letaknya terpencil di tengah hutan belantara. Penduduk

kampung tersebut sehari-harinya berbahasa Sunda,

ramah, dan santun. Melihat sikap penduduk yang

demikian, akhirnya Chastelyn memutuskan untuk

menetap di perkampungan tersebut.

Lama kelamaan Chasteleyn pun merasa betah.

Apalagi penduduk di sana sangat menghormatinya.

Oleh karena itu, Chasteleyn memutuskan untuk

membeli tanah di kawasan tersebut. Tidak menunggu

lama, lalu Chasteleyn membeli tanah di kawasan

tersebut dari penduduk setempat dengan harga 700

Page 168: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

268

ringgit. Status tanahnya adalah partikelir, yakni belum

dikuasai oleh VOC.

Tanah yang dibeli Chasteleyn pada waktu itu

sangatlah luas. Kalau hitungan sekarang, tanah yang

dibeli Chasteleyn itu batasnya meliputi Kampung Malela

di sebelah utara, Kampung Belimbing di sebelah

selatan, Sungai Ciliwung di sebelah timur, dan rel

kereta api Jakarta-Bogor.

Tanah yang telah dibelinya di perkampungan

tersebut, tentu saja harus segera diolah oleh Chastelyn.

Maka ia pun mendatangkan budak bayaran dari Bali,

Borneo (Kalimantan), Makassar, Maluku, Ternate,

Pulau Rote, Jayakarta, dan Filipina. Jumlahnya sekitar

150 orang. Selain mempekerjakan pula penduduk

setempat.

Berbeda dengan Belanda yang lain, Chastelyn

dikenal sangat ramah dan baik pada budak-budaknya.

Hingga penduduk di kampung itu pun sangat

menghormatinya.

Page 169: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

269

Sebagai daerah baru, perkampungan yang

dibangun Chastelyn pun banyak menarik minat

pedagang-pedagang dari tempat lain. Banyak pula

orang Belanda dari Jayakarta mulai berdatangan

dengan maksud untuk berdagang dengan Chastelyn.

Selain itu, banyak pula pedagang-pedagang dari Cina

untuk berjualan di sana.

Perkampungan itupun semakin hari semakin

berkembang dan ramai dikunjungi pedagang. Sebagai

tuan tanah di sana, Chastelyn pun segera membuat

peraturan. Dalam peraturannya tersebut, ia melarang

pedagang-pedagang untuk menetap. Tentu saja

peraturan tersebut sangat menyulitkan pedagang-

pedagang dari Cina dan Belanda, termasuk pedagang

dari Jayakarta. Mengingat pada waktu itu, perjalanan

dari Jayakarta ke perkampungan Chastelyn dapat

memakan waktu tiga hari.

Dengan peraturan baru itu, pedagang Cina

memutuskan untuk membuat tempat transit di

Kampung Bojong. Kampung ini berada di luar wilayah

Page 170: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

270

perkampungan Chastelyn. Para pedagang Cina

berkumpul dan mendirikan pondok-pondok sederhana

di perkampungan tersebut. Semenjak itulah, muncul

nama kampung Pondok Cina.

Sebagai seorang Belanda, Chastelyn adalah

pemeluk Kristen yang taat. Atas permintaan ayahnya,

Chasteleyn pun mulai mengajarkan agama Kristen

kepada penduduk pribumi dan terutama kepada para

pekerjanya. Bahkan akhirnya, banyak pula pendatang

dari Jayakarta yang sengaja hanya untuk berguru

agama Kristen kepada Chastelyn.

Semakin lama, murid Chastelyn pun semakin

banyak. Sampai-sampai tidak tertampung di rumahnya

yang besar menurut ukuran pada waktu itu. Kemudian,

Chastelyn pun mencari akal agar orang-orang yang

ingin menjadi muridnya dapat tinggal di perkampungan

itu. Akhirnya secara bertahap, Chastelyn membangun

rumah besar yang dijadikan perguruan. Penduduk

setempat menyebutnya dengan padepokan.

Page 171: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

271

Oleh Chastelyn padepokan agama Kristen

tersebut diberi nama dalam bahasa Belanda De Eerste

Protestante Organisatie van Christenen, yang berarti

Organisasi Kristen Protestan Pertama. Namun murid-

muridnya sering menyebut padepokan tersebut dengan

nama Deze Eenheid Predikt Ons Christus, yang berarti

dengan persatuan telah membawa kami ke Kristus.

Kedua istilah perguruan tersebut selanjutnya oleh

Chastelyn disingkat menjadi DEPOC, yang oleh lidah

penduduk setempat diucapkan DEPO(K).

Istilah penduduk setempat inilah yang kemudian

menjadi nama perkampungan tersebut sampai

sekarang. Selain sejalan pula dengan istilah perguruan

yang dalam bahasa Sunda disebut padepokan. Kelak

sebutan padepokan pun oleh penduduk setempat

disingkat pengucapannya menjadi depok.

Padepokan agama Kristen yang dibangun

Chastelyn pun semakin lama semakin berkembang dan

terkenal sampai ke kerajaan Belanda. Kemudian

banyak pula dikunjungi pejabat-pejabat VOC yang

Page 172: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

272

sengaja meminta pendapat dalam hal keagamaan,

sebelum akhirnya Chastelyn pun meninggal dunia di

kampung Depok.

Sebelum meninggal, Chastelyn sempat

mewariskan seluruh perkampungan tersebut pada

anaknya melalui sebuah surat wasiat memakai bahasa

Belanda kuno, yang sebagian isinya sebagai berikut:

“Anthony Chastelyn, hutan yang di sebelah timur sungai

Karukut jangan sampai diganggu. Hutan itu

kuperuntukkan untuk seluruh pekerjaku dan

keturunannya kelak.”

Sungai Krukut yang disebut-sebut dalam surat

wasiat Chastelyn itulah yang kemungkinan sekarang

berada di wilayah Kelurahan Krukut, Kecamatan Limo,

Kota Depok, tepatnya di selatan Cinere. ***

Page 173: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

273

4. SASAKALA BEKASI

Tarumanagara adalah sebuah kerajaan yang

subur makmur. Dipimpin oleh seorang raja yang sangat

sakti bernama Prabu Purnawarman. Seluruh rakyat

menghormatinya karena Prabu Purnawarman sangat

adil dan bijak dalam memimpin.

Ketika ia dinobatkan menjadi raja Taruma-

nagara, ibukota kerajaan masih di daerah

Jayasingapura, yang didirikan oleh kakeknya yang

bernama Prabu Jayasingawarman.

Pada suatu malam, Prabu Purnawarman

mendapat wangsit dari Sanghyang Widi. Dalam wangsit

itu dikatakan bahwa kerajaan Tarumanagara akan

berkembang menjadi kerajaan besar apabila

ibukotanya dipindahkan ke sebelah utara.

Maka segera saja Prabu Purnawarman

memerintahkan kepada patih dan para menteri agar

mencari daerah baru untuk ibukota kerajaan.

Page 174: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

274

“Paman Patih, buat panitia untuk mencari daerah

baru yang cocok dijadikan ibukota Tarumanagara!”

begitulah titah Prabu Purnawarman pada patihnya.

Paman Patih pun segera membentuk panitia

pencari daerah baru untuk ibukota Tarumanagara.

Hingga akhirnya, rombongan yang dipimpin patih

tersebut menemukan sebuah daerah di tepi sungai

Gomati. Kemudian Paman Patih menghadap kepada

Prabu Purnawarman.

“Paman Patih, apakah sudah kau temukan

daerah baru untuk ibukota itu?”

“Ampun Gusti Prabu, daerah itu telah

ditemukan.”

“Di mana letaknya, Paman Patih?”

“Letaknya di tepi kali Gomati. Tanahnya sangat

subur, karena di sana banyak terdapat sumber air.

Namun alangkah baiknya, Gusti Prabu pun

memeriksanya.”

“Baik, besok akan aku periksa daerah itu.”

Page 175: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

275

Keesokan harinya, Prabu Purnawarman

memeriksa daerah hasil temuan patihnya itu. Setelah

diperiksa, ia pun menyukai daerah yang baru tersebut.

Akhirnya ibukota kerajaan Tarumanagara pun oleh

Prabu Purnawarman dipindahkan dari Jayasingapura

ke tepi sungai Gomati hasil temuan patihnya tersebut.

Daerah itu kemudian diberi nama Sundapura, yang

berarti kota Sunda. Kemungkinan nama Sunda untuk

menyebut tanah dan suku Sunda sekarang ini dimulai

pada masa itu.

“Perlu kalian ketahui, ibukota Tarumanaga aku

ganti namanya menjadi Sundapura!” begitulah ucapan

Prabu Purnawarman pada waktu peresmian ibukota

yang baru itu.

Benar saja apa yang dikatakan dalam wangsit

itu. Tidak lama setelah ibukota dipindahkan, kerajaan

Tarumanagara berkembang pesat. Sundapura banyak

didatangi oleh para pedagang dari mancanagara.

Banyak pula pendatang dari kerajaan-kerajaan lain

yang bermukim di Sundapura. Apalagi setelah tiga

Page 176: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

276

tahun kemudian, Prabu Purnawarman memerintahkan

kepada seluruh rakyatnya untuk membangun

pelabuhan di pantai sebelah utara. Pelabuhan baru itu

pun segera saja dipenuhi oleh kapal-kapal pedagang

dan kapal-kapal perang kerajaan Tarumanagara.

Setelah pasukan perangnya kuat, kemudian

Purnawarman memperluas wilayah kekuasaannya

dengan cara menaklukan kerajan-kerajaan kecil. Dalam

berperang ia selalu menjadi panglima. Selama

berperang, Purnawarman tidak dapat dilukai senjata

apapun, karena ia selalu memakai baju besi. Selain itu,

ia pun terkenal memiliki ilmu kesaktian yang tidak ada

tandingnya. Di medan perang Purnawarman dikenal

oleh lawan-lawannya dengan nama Wyaghra ning

Tarumanagara (Harimau Tarumanagara).

Beberapa tahun kemudian, Purnawarman

berhasil menjadi raja terbesar di pulau Jawa. Raja-raja

kecil setiap tahun selalu mempersembahkan upeti

tanda takluk. Biasanya acara serah terima upeti

dilaksanakan tiap malam bulan purnama setiap

Page 177: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

277

tahunnya. Mereka berkumpul di istana Tarumanagara,

sambil disuguhi makanan dan tarian wanita-wanita

cantik.

Hasil upeti tersebut, oleh Purnawarman

semuanya dipakai membangun kerajaan

Tarumanagara untuk mensejahterakan rakyatnya.

Terutama untuk membuat saluran irigasi dan

memperbaiki aliran sungai. Demikian karena mayoritas

penduduk Tarumanagara bekerja sebagai petani dan

peladang. Setiap rakyat yang ikut bergotong royong

memperbaiki sungai, maka akan diberinya seekor sapi,

beberapa stel pakaian, dan perhiasan.

Telah banyak sungai di wilayah kerajaan

Tarmanagara yang diperbaiki atas perintah

Purnawarman. Di antaranya ialah sungai Gangga di

wilayah Cirebon, sungai Cupu di wilayah Cupunagara-

Subang, dan beberapa sungai kecil lainnya yang

berada di wilayah kekuasaannya.

Tanah di kerajaan Tarumanagara pun menjadi

subur makmur. Sawah dan ladang rakyat terairi dengan

Page 178: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

278

baik. Sungai-sungai airnya bersih, sehingga banyak

ikan yang dapat dimanfaatkan untuk makanan oleh

seluruh rakyat. Pada musim kemarau pun tidak pernah

kekeringan atau kelaparan. Intinya semua rakyat

Tarumanagara sejahtera hidupnya.

Pada suatu malam, Prabu Purnawarman

mendapatkan wangsit kembali. Dalam wangsit itu

disebutkan bahwa ia harus segera memperbaiki sungai

utama kerajaan Tarumanagara yaitu sungai Gomati dan

Candrabhaga.

Setelah mendapat wangsit itu, beberapa hari

kemudian Purnawarman segera mengumpulkan

seluruh rakyatnya di alun-alun Sundapura.

“Hai rakyatku semua, perlu kalian ketahui,

bahwa aku mendapat wangsit dari Sanghyang Widi.

Kalau kerajaan Tarumanagara ingin selamat dari

bencana dan menang dalam berperang, kita semua

harus memperbaiki sungai Gomati dan Candrabhaga.

Ingat memperbaikinya harus selesai dalam waktu 7 hari

7 malam.”

Page 179: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

279

Seluruh rakyat tidak ada yang berani

membantah titah rajanya yang sakti tersebut. Keesokan

harinya ribuan rakyat baik perempuan maupun laki-laki

dengan membawa berbagai jenis perkakas, berjajar di

tepi sungai Gomati dan Candrabhaga. Sambung

menyambung tidak terputus membentuk pagar betis.

Siang malam mereka bekerja dengan sungguh-

sungguh. Bahkan para patih, menteri, dan pembesar

kerajaan pun turut serta bersama-sama dengan rakyat

memperbaiki aliran sungai.

Setelah 7 hari 7 malam, aliran sungai Gomati

dan Candrabhaga pun berhasil diperbaiki tepat waktu.

Prabu Purnawarman sangat bahagia. Hingga ia pun

mengadakan selamatan secara besar-besaran dan

memberikan hadiah kepada para brahmana. Dalam

acara sukuran tersebut, Prabu Purnawarman

menghadiahkan 1000 ekor sapi, ribuan pakaian, dan

berbagai masakan lezat. Bahkan raja-raja daerah pun

dihadiahi oleh Prabu Purnawarman berupa kerbau dan

berbagai emas permata untuk permaisurinya.

Page 180: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

280

“Semoga Sanghyang Wasa selalu merestui

kerajaan Tarumanaga!” kata Prabu Purnawarman

kepada seluruh penduduk yang diucapkan pada acara

syukuran itu.

Pada masa dipimpin Prabu Purnawarman itulah

kerajaan Tarumanagara mencapai kejayaannya.

Angkatan lautnya sangat tangguh. Setiap kapal perang

diberi tanda memakai bendera bergambar naga.

Adapun materai raja terbuat dari lempengan emas

bergambar lebah dan kumbang, sedangkan bendera

kerajaan Tarumanagara bergambar bungai teratai dan

kepala gajah.

Begitulah kejayaan kerajaan Tarumanagara di

tangan Prabu Purnawarman, sampai akhirnya dibagi

dua oleh para penerusnya menjadi kerajaan Sunda dan

kerajaan Galuh.

Hingga kini, peninggalan kerajaan

Tarumanagara tersebut masih dapat kita saksikan,

yakni saluran irigasi Gomati dan Chandrabaga yang

membentang sejauh 11 km. Saluran irigasi tersebut

Page 181: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

281

sekarang membelah kota Bekasi dan namanya berubah

menjadi Kali Bekasi.

Konon kata chandra dalam Chandrabaga, berarti

sasi atau bulan. Dengan demikian, Chandrabhaga

artinya sama dengan Kali Bagasasi. Seiring perjalanan

waktu, kemudian berubah namanya menyesuaikan

dengan lafal penduduk setempat menjadi Bhagasi dan

berubah menjadi Bekasi seperti yang kita kenal

sekarang. ***

Page 182: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

282

F. SASAKALA WILAYAH PANTURA

1. SASAKALA MAJALENGKA

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan yang gemah

ripah repeh rapih bernama Panyidagan atau

Sindangkasih. Kerajaan tersebut diperintah oleh

seorang ratu yang cantik jelita bernama Ratu Ayu

Panyidagan. Namun masarakat menyebutnya dengan

Ratu Ayu Rambut Kasih atau Nyi Rambut Kasih.

Dijuluki Rambut Kasih karena rakyat di kerajaan

Panyidagan tidak berani menatap wajahnya yang

sangat cantik dan berkharisma. Mereka hanya berani

menatap sang ratu dari bagian belakang, sehingga

yang terlihat hanya rambutnya saja yang panjang hitam

bergelombang terurai.

Rambut ratu yang indah itu konon sebagai

asihan. Bagi siapa saja yang melihatnya akan

menimbulkan rasa kasih pada sang ratu. Maka

dijulukilah Nyi Rambut Kasih. Bahkan selain rambutnya

yang indah, sang ratu pun memiliki ilmu kesaktian dan

Page 183: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

283

kedigdayaan lahir batin yang tinggi. Ia pun dapat

menerawang kejadian yang akan datang.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, Nyi

Rambut Kasih dikenal sangat adil dan bijaksana,

sehingga disukai dan dihormati seluruh rakyatnya. Ia

dibantu oleh tiga orang patih setianya, yakni: Ki Gedeng

Cigobang, Ki Gedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur.

Kehidupan rakyat pun terjamin. Petani dan pedagang

merasa tentram. Prajurit dan guru merasa dihargai. Tak

pernah ada pencuri atau perampok yang mengganggu

kekayaan rakyat, karena hukum kerajaan ditegakkan

tidak pandang bulu.

Pada suatu hari, Nyi Rambut Kasih mengadakan

pertemuan di pendopo yang dihadiri oleh paramenteri,

panglima perang, dan tentu saja ketiga orang patih

setianya. Setelah suasana tertib, maka bersabdalah Nyi

Rambut Kasih kepada seluruh yang hadir.

“Atas kehendak Sanghyang, negara kita akan

mendapat cobaan.”

Page 184: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

284

Semua undangan yang hadir terdiam.

Selanjutnya Nyi Rambut Kasih bersabda lagi.

“Menurut wangsit yang aku terima, kelak negara

ini akan berubah. Maka semuanya harus waspada dan

siaga menghadapi semua malapetaka. Oleh karena itu,

aku perintahkan kepada paman patih, semua menteri,

dan seluruh prajurit, untuk melindungi segenap rakyat

di kerajaan ini. Tentramkan hati rakyat. Apabila

dikemudian hari ada utusan dari kerajaan lain yang

ingin bersahabat, terimalah dengan lapang dada. Lebih

baik banyak sahabat, ketimbang banyak musuh.

Paham…?”

“Nyakseni, Nyai Ratu....,” semua serempak

menjawab.

Setelah mendengar jawaban dari hadirin, Sang

Ratu kemudian bertitah lagi, "Sebentar lagi kita akan

menerima tamu. Menurut wangsit, tamu tersebut gagah

tur kasep. Namun orang tersebut akan menimbulkan

malapetaka bagi kita sekalian. Entahlah, malapetaka

seperti apa. Akan tetapi, semua rakyat Panyidagan

Page 185: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

285

akan berubah keyakinan dan kepercayaan sesudah

kerajaan ini lepas dari kekuasaanku. Demikian

nasihatku, sekarang kalian boleh pergi meninggalkan

pertemuan ini dan silakan melanjutkan lagi pekerjaan

masing-masing dengan tenang."

Setelah pertemuan itu, ketiga patih bersama

panglima perang menyiapkan prajurit untuk menjaga

perbatasan kerajaan di sebelah utara. Di perbatasan,

lalu ketiga patih tersebut membuat posko penjagaan.

Dari posko itu mereka dapat melihat keseluruh penjuru

dengan jelas. Setiap orang yang akan masuk kerajaan

Panyidagan akan kelihatan dengan jelas. Apalagi orang

yang akan masuk ke negeri ini, harus menyeberangi

sungai dulu karena hanya tempat itulah satu-satunya

jalan masuk ke Negeri Panyidagan. Posko penjagaan

ketiga patih yang diketuai oleh Ki Gedeng Cigobang itu,

kini dikenal dengan nama Pajagan (berasal dari kata

Penjagaan).

Suatu hari yang cerah. Ki Gedeng Cigobang, Ki

Gedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur sedang santai

Page 186: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

286

berkelakar. Tidak diketahui dari mana datangnya, tiba-

tiba terlihat seorang pemuda sedang menyeberangi

sungai menuju Negeri Panyidagan. Alangkah

terkejutnya ketiga patih melihat kejadian itu. Dengan

segera ketiga patih itu memanggil pemuda yang

sedang menyeberangi sungai.

"Hai, Ki Silah, kenapa kamu berani

menyeberang tanpa seijin kami?"

Pemuda yang sedang menyeberang tidak

menghiraukan teriakan ketiga patih itu. Ia terus saja

menyeberang sampai ke tepi sungai dan segera pergi

menjauhi ketiga patih itu.

Melihat tingkah pemuda tersebut, ketiga patih

sangat marah. Kemudian mereka mengejar pemuda itu

dengan maksud akan mengeroyok karena sudah berani

memasuki daerah penjagaan tanpa ijin mereka.

Ternyata pemuda yang telah menyeberangi

sungai itu ialah utusan dari negeri Sinuhun Jati Cirebon

yang bernama Pangeran Muhamad. Ia bermaksud

meminta pertolongan Ratu Ayu Panyidagan. la akan

Page 187: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

287

meminta buah maja yang ditanam oleh Ratu Ayu

Panyidagan untuk mengobati rakyat Sinuhun Jati

Cirebon yang sedang terjangkit wabah penyakit.

Konon menurut wangsit Sunuhun Jati Cirebon,

wabah penyakit tersebut dapat diobati dengan godogan

buah maja yang banyak tumbuh di daerah Panyidagan.

Selain mendapat tugas untuk mencari buah maja,

pemuda itu pun mendapat tugas untuk menyebarkan

Islam ke beberapa tempat yang rakyatnya masih

menyembah berhala.

Kembali pada cerita pengejaran ketiga patih

terhadap pemuda yang berhasil menyebrangi sungai.

Pemuda itu ternyata bernama Pangeran Muhamad.

Ketika Patih Ki Gedeng Cigobang akan menangkapnya,

Pangeran Muhamad dapat menghalaunya. Akhirnya

ketiga patih itu menggunakan siasat dengan cara

mengepung Pangeran Muhamad dari segala penjuru.

Akhirnya, Pangeran Muhamad pun terkepung.

Melihat keadaan dirinya sudah terkepung, lalu

Pangeran Muhamad masuk dan bersembunyi ke dalam

Page 188: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

288

rumpun yang tidak jauh dari tempat itu. Di sana ia

segera minta perlindungan kepada Tuhan Yang

Mahakuasa dengan mengucapkan syahadat dan

nenjrag bumi tiga kali. Tanah yang diinjak itu terbelah

dan membentuk suatu lubang, kemudian Pangeran

Muhamad pun masuk ke dalamnya.

Ketiga patih itu sudah sampai ke rumpun tempat

persembunyian Pangeran Muhamad, mereka bolak-

balik mencarinya. Setiap rumpun ditebas, setiap pohon

ditebang, namun Pangeran Muhamad menghilang

tanpa bekas. Ketiga patih itu pun merasa putus asa,

kemudian mereka duduk termenung memikirkan apa

yang harus dikerjakan dan bagaimana melaporkannya

kepada ratu. Setelah berunding dengan matang, segera

mereka pergi menuju ke istana Panyidagan.

Adapun Pangeran Muhamad yang bersembunyi

di dalam tanah, terus berdoa kepada Tuhan Yang

Mahakuasa, agar diberi kekuatan dapat keluar dari

lubang. Hingga akhirnya Pangeran Muhamad pun

dapat keluar dari lubang persembunyiannya. Ia muncul

Page 189: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

289

di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama

Kampung Munjul (rupanya nama tersebut didasarkan

atas kata punjul(keluar)-nya Pangeran Muhamad dari

dalam lubang tempat persembunyiannya).

Ketika keluar, penglihatan Pangeran Muhamad

mendadak gelap. Lalu ia pun berjalan menuju ke

tempat datangnya cahaya. Makin lama makin

mendekati cahaya yang menyinari jalan setapak yang

dilaluinya. Setelah dekat, cahaya itu pun menghilang.

Lalu diselidiki, ternyata cahaya tersebut memancar dari

supa lember yang tumbuh pada pohon-pohon jati yang

berjejer sepanjang jalan setapak. Pangeran Muhamad

pun kemudian memberi nama tempat tersebut dengan

Jatipamor, yang berarti kebun jati yang berpamor

(bercahaya).

Lain dengan ketiga patih yang sedang

menghadap ke Ratu Ayu Panyidagan. Mereka berniat

melaporkan buronan yang hilang, namun hanya bisa

tertunduk lesu ketika Sang Ratu datang menemuinya

dan langsung menegurnya.

Page 190: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

290

“Hai paman patih! Mengapa kalian kembali ke

pendopo, bukankah sudah kutitahkan untuk menjaga

wilayah perbatasan. Bagaimana kalau ada orang asing

masuk ke negara tidak diketahui oleh kalian?”

"Ya Ratu, kami mengerti. Hamba datang untuk

melapor bahwa kemarin ketika sedang berjaga,

mendapati seorang pemuda menyeberangi sungai.

Hamba bertiga sempat menegurnya, tetapi orang itu

tidak mau menjawab, malah lari tunggang langgang.

Hamba pun mengejar dan mengepungnya, kemudian ia

lari ke balik rumpun dan menghilang tanpa bekas."

"Ah, aku tidak percaya berita semacam itu.

Sekarang kalian harus segera mencari kembali pemuda

tersebut dan hadapkan padaku. Ingat, sebelum

tertangkap, kalian tidak boleh kembali. Pergilah dan

tangkap hidup-hidup."

Ketiga patih itu pun kemudian pergi

meninggalkan pendopo dengan niat mencari buronan.

Mereka pergi lagi ke tempat Pangeran Muhamad

menghilang dan mengubrak-abrik tempat itu, tetapi

Page 191: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

291

masih tetap belum dijumpainya. Namun setelah mereka

bersama segenap prajurit menjelajahi hutan, memasuki

gua-gua, dan bertanya pada setiap warga, akhirnya

sampailah ke tempat Pangeran Muhamad beristirahat,

yakni di Jatipamor.

Akhirnya Pangeran Muhamad pun tertangkap

hidup-hidup. Lalu, oleh ketiga patih diikat dan dibawa

menghadap ke pendopo. Selanjutnya Pangeran

Muhamad disuruh duduk di depan singgasana Ratu

Ayu Panyidagan, dijaga oleh Ki Gedeng Mardapa dan

Ki Gedeng Kulur, sedangkan Ki Gedong Cigobang

pergi menghadap Ratu Ayu Panyidagan dengan niat

melaporkan bahwa buronan itu sudah ditangkap.

Namun baru saja sampai di depan gapura kaputren, Nyi

Rambut Kasih keluar dan langsung bersabda:

“Lepaskan dan biarkan orang itu beristirahat dulu.

Perlakukan pemuda itu seperti tamu biasanya!"

Ki Gedeng Cigobang tidak berkata apa-apa, ia

kembali lagi ke pendopo akan melaksanakan perintah

ratu. Maka Pangeran Muhamad disuruh beristirahat dan

Page 192: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

292

mandi dulu sebelum menghadap ratu. Ki Gedeng

Mardapa dan Ki Gedeng Kulur menyediakan makanan

dan minuman. Setelah itu, Pangeran Muhamad pun

disuruh menghadap kembali ke kaputren.

Waktu Pangeran Muhamad sedang berjalan

menuju keputren, Ratu Ayu Panyidagan melihatnya

sekilas. Beliau segera terpesona melihat pemuda yang

gagah tur kasep itu, sehingga muncul niat ingin

dipersunting oleh pemuda tersebut. Maka ketika

Pangeran Muhamad sudah berada di hadapannya,

Ratu Ayu Panyidagan pun bertanya:

"Hai Ki Silah, kamu siapa? Mengapa kamu

berani masuk ke negara ini? Apa maksud

kedatanganmu?"

"Hamba ini Pangeran Muhamad dari Cirebon.

Hamba datang ke sini diutus oleh Sunuhun Jati untuk

mencari buah maja yang banyak terdapat di kerajaan

Panyidagan. Buah itu akan dipakai untuk mengobati

rakyat kerajaan Cirebon yang terkena wabah penyakit.

Mudah-mudahan Nyi Ratu bersedia menolong dan

Page 193: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

293

mengijinkan hamba membawa buah maja yang ada di

daerah kekuasaan Nyai."

"Hanya itu permintaanmu?"

"Ya, ratu, hanya itu permohonan hamba!"

"Baiklah akan aku penuhi permintaanmu itu,

bahkan semua kebun maja dan seluruh daerah

Panyidagan akan menjadi milikmu, asal kamu

memenuhi syarat ini."

"Terima kasih Ratu, apa gerangan syaratnya?"

"Syaratnya sangat mudah. Coba dengarkan!

Aku ini seorang ratu yang dihormati oleh semua rakyat

Panyidagan, para menteri, patih, serta para ponggawa

kami semuanya sangat setia. Hanya ada satu yang

belum terpenuhi oleh diriku, yakni belum memiliki

keturunan untuk melanjutkan tahta di kerajaan

Panyidagan ini. Nampaknya engkau akan pantas untuk

menjadi suamiku. Itulah syaratnya. Bagaimana, apakah

engkau bersedia?”

"Ampun ratu, syarat ini terlalu berat. Bukannya

hamba tidak mengagumi kecantikan ratu. Bukannya

Page 194: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

294

hamba menolak anugerah besar ini. Hanya saja,

hamba ini sudah beristri. Hamba tidak mau

mengkhianati kesetiaannya."

Tentu saja, mendengar jawaban tersebut, Ratu

Ayu Panyidagan sangat murka.

"Patih, tangkap orang ini! Masukan ke dalam

penjara, jangan sampai kabur kembali ke Cirebon.

Bahkan akan ku hancurkan perkebunan buah maja di

seluruh pelosok kerajaannku, agar tidak bisa

menyembuhkan orang Cirebon."

Kemudian pergilah Ratu Panyidagan ke dalam

kaputren. Tidak berapa lama setelah itu, langit mulai

mendung, makin lama makin gelap, dan turunlah hujan

yang sangat lebat, sehingga seluruh penduduk

kerajaan pun merasa ketakutan.

Keesokan harinya, langit cerah dan matahari

bersinar menyinari alam semesta. Namun semua

penduduk terpaku melihat keadaan daerah Panyidagan

yang telah berubah. Kaputren dan Ratu Panyidagan

Page 195: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

295

menghilang entah ke mana. Buah maja yang ditanam di

kebun kerajaan menghilang tanpa bekas.

Semua rakyat pun ribut sambil berteriak:

"Gusti ratu menghilang, maja….langka, maja…

langka, majalangka… !"

Sejak itu timbul sebutan Majalangka, yang

kemudian masarakat setempat menyebutnya

Majalengka. Kata langka dalam bahasa Sunda artinya

hilang atau musnah. Majalengka artinya hilangnya buah

maja.

Adapun Pangeran Muhamad yang diutus

Sinuhun Jati untuk mencari buah maja, tentu saja tidak

berhasil mendapatkannya. Di seluruh pelosok kerajaan,

buah maja telah musnah. Maka Pangeran Muhamad

pun memutuskan untuk tidak kembali ke Cirebon,

karena takut akan dihukum oleh Sinuhun Jati.

Selanjutnya Pangeran Muhamad memutuskan untuk

bertapa di gunung Haur, sampai meninggalnya di sana.

Sejak itulah wilayah Gunung Haur dikenal dengan

nama Margatapa, yang artinya tempat bertapa. ***

Page 196: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

296

2. SASAKALA INDRAMAYU

Tersebutlah pemuda yang sangat tampan,

gagah, dan memiliki kesaktian tinggi. Ia bernama

Wiralodra, putra Tumenggung Gagak Singalodra, dari

Banyurip, Bagelen, Jawa Tengah. Karena ketampanan

dan kesaktiannya itulah, Wiralodra menjadi pujaan

banyak perempuan.

Sebagai kstaria pilih tanding, Wiralodra

mempunyai keinginan untuk mendirikan sebuah

kerajaan. Ia tidak ingin menjadi raja karena hasil

pemberian dari ayahnya atau orang lain. Maka sebagai

langkah awal, Wiralodra pun melaksanakan tapabrata

di suatu tempat yang bernama Malaya di kawasan

lembah Gunung Sumbing.

Wiralodara menghabiskan waktu 40 hari 40

malam, sebelum akhirnya mendapatkan wangsit dari

Sang Hyang Wasa. Dalam wangsitnya itu disebutkan

bahwa Wiralodra harus mencari sungai yang bernama

Cimanuk. Di lembah sungai itu, tanahnya subur dan

akan banyak dikunjungi orang. Tanah itulah yang

Page 197: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

297

menurut wangsit sangat baik untuk dijadikan pusat

kerajaan.

Ketika itu hari masih pagi, ketika Wiralodra

menghadap ayahnya di pendopo.

“Ada apa anakku, engkau menghadapku di

waktu masih pagi seperti ini?”

Wiralodra menundukkan kepala, sebelum

akhirnya menjawab pertanyaan ayahnya.

“Maaf ayahanda, aku semalam mendapat

wangsit agar segera mencari sungai Cimanuk.”

“Untuk apa mencari sungai Cimanuk, bukankah

di daerah Bagelen juga terdapat banyak sungai,” kata

ayahnya terheran-heran.

“Di lembah sungai itulah, menurut wangsit,

sangat baik untuk dijadikan pusat kerajaan,” kata

Wiralodra tegas.

“Anakku, aku sudah tahu bagaimana

karaktermu. Kalau memang pendirian dan niatmu

begitu, aku akan mengijinkanmu. Hanya pintaku,

pandai-pandailah engkau menjaga diri. Sebagai teman

Page 198: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

298

berbincang selama perjalanan, aku utus Ki Tinggil

untuk menemanimu”

Setelah mendapat ijin dari ayahnya, maka

pergilah Wiralodra dengan ditemani Ki Tinggil untuk

berkelana mencari sungai Cimanuk. Perjalanannya

menuju ke sebelah Barat. Dalam perjalanannya itulah

pada suatu hari di tengah hutan belantara, Wiralodra

bertemu dengan seorang lelaki tua renta. Lelaki tua

tersebut mengaku bernama Ki Sadum.

“Hey anak muda, ke mana tujuanmu?”

Maka berceritalah Wiralodra tentang maksud

dan tujuannya. Tidak lupa ia pun menceritakan isi

wangsit yang diterimanya di pertapaan.

Setelah mendengar cerita Wiralodra, tiba-tiba

lelaki tua tersebut berubah menjadi Kiai Malik Warna.

Mahaguru yang sudah koncara ke mana-mana memiliki

ilmu dan kesaktian yang tinggi. Tentu saja Wiralodra

dan Ki Tinggil kaget bercampur bahagia, karena dapat

bertemu dengan orang yang luar biasa.

Page 199: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

299

Setelah sesaat ketiganya membisu, akhirnya Kiai

Malik bicara:

“Apabila engkau berdua sudah berada di wilayah

yang bernama Cupunagara, segera cari kijang bermata

berlian. Setelah ditemukan, ikutilah perjalanannya.

Apabila kijang itu berhenti dan menghilang di pinggir

sungai, maka sungai itulah yang dinamakan Cimanuk.

Mengerti engkau Wiralodra?”

“Paham, Kiai?”

Setelah meminta ijin, bergegaslah Wiralodra dan

Ki Tinggil menuju ke sebelah Barat untuk mencari

daerah yang bernama Cupunagara. Wiralodra kembali

menjelajah hutan belantara yang masih angker. Hingga

di sebuah hutan jati, ia mendapati ular sangat besar

menghalangi jalan setapak yang akan dilewatinya.

Ketika ular tersebut akan diangkat, tiba-tiba kepalanya

menyambar akan menerkam Wiralodra. Namun secara

gesit, Wiralodra memukulkan cakra senjata

andalannya. Kepala ular pun hancur terkena pukulan

cakra.

Page 200: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

300

Baru saja Wiralodra menarik nafas, tiba-tiba ular

yang kepalanya sudah hancur tersebut berubah wujud

menjadi sungai yang airnya jernih. Wiralodra dan Ki

Tinggil merasa heran dan terpana. Untung saja

Wiralodra segera sadar, bahwa itu hanyalah sungai

jadi-jadian. Maka dengan segera, ia memukulkan

cakranya kembali pada air sungai yang jernih tersebut.

Setelah itu, hilanglah sungai, kini berubah menjadi

perempuan yang sangat cantik. Perempuan tersebut

menyebut dirinya dengan nama Dewi Larawana dan ia

pun mengaku penguasa hutan larangan tersebut.

Dalam pertemuannya itu, Dewi Larawana

mengaku telah jatuh cinta pada Wiralodra. Bahkan ia

menginginkan untuk dikawini oleh Wiralodra. Kontan

saja Wiralodra menolak, karena ia tidak berniat mencari

istri namun mencari daerah bernama Cupunagara.

Akibat ditolak Wiralodra, Dewi Larawana merasa

terhina. Ia pun langsung menantang Wiralodra untuk

berkelahi adu kesaktian sampai salah satunya ada

yang meninggal. Pada mulanya permintaan tersebut

Page 201: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

301

ditolak oleh Wiralodra, namun karena Dewi Larawana

terlebih dulu menyerang, akhirnya Wiralodra pun

melayani tantangan tersebut.

Perkelahian pun terjadi. Baik Wiralodra maupun

Dewi Larawana sama-sama memiliki ilmu kesaktian

yang tinggi. Semakin lama perkelahian pun semakin

sengit. Keduanya sama-sama memakai ilmu yang

tinggi. Namun setelah Wiralodra mengeluarkan cakra

sebagai senjata andalannya, akhirnya Dewi Larawana

pun semakin terdesak. Ia pun akhirnya meninggal

terkena cakra Wiralodra.

Tidak berhenti di situ, kejadian aneh terjadi

kembali. Sesaat setelah Dewi Larawana meninggal,

tiba-tiba dari mayatnya keluar asap. Mula-mula berupa

asap tipis, kemudian berubah menjadi tebal sampai

menyelimuti hutan. Setelah itu, mayat Dewi Larawana

berubah wujud menjadi kijang bermata berlian. Adapun

ciri-ciri kijang tersebut sama dengan yang diceritakan

oleh Kiai Malik Warna.

Page 202: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

302

Tentu saja Wiralodra tidak langsung percaya

begitu saja. Ia masih yakin bahwa kijang tersebut

hanyalah jadi-jadian. Namun ketika kijang bermata

berlian tersebut berlari dari hadapannya, Wiralodra

segera penasaran untuk mengejarnya. Maka dikejarlah

kijang bermata berlian itu oleh Wiralodra dan Ki Tinggil.

Wiralodra mengeluarkan aji kesaktiannya untuk

mengejar kijang tersebut. Namun kijang tersebut tetap

saja tidak terkejar. Sampai akhirnya kijang tersebut

menghilang di tepi sebuah sungai yang airnya jernih.

Wiralodra pun segera tersadar, bahwa kijang tersebut

telah menunjukkan letak sungai Cimanuk yang selama

ini ia cari.

Tidak menunggu lama, keesokan harinya

Wiralodra dan Ki Tinggil segera ngababakan (membuka

lahan baru untuk pedukuhan) di sekitar tepi sungai

Cimanuk. Sampai pada malam harinya, Wiralodra dan

Ki Tinggil didatangi dua mahluk aneh yang mengaku

Raja Budipaksa dan Patih Bujaris. Keduanya mengaku

Page 203: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

303

sebagai penguasa hutan di sekitar tepi sungai Cimanuk

tersebut.

Dua siluman tersebut marah karena tidak terima

wilayah kekuasannya diganggu oleh Wiralodra. Mereka

berdua pun menyerang Wiralodra dan Ki Tinggil.

Keduanya saling berhadap-hadapan. Raja Budipaksa

menghadapi Wiralodra, sedangkan Patih Bujaris

menantang Ki Tinggil.

Perkelahian pun terjadi, sebelum akhirnya kedua

siluman tersebut dapat dikalahkan oleh Wiralodra dan

Ki Tinggil. Keduanya menerima takluk pada Wiralodra.

Bahkan seterusnya, seluruh siluman penghuni hutan di

tepi sungai Cimanuk turut serta membantu Wiralodra

membuka lahan baru untuk pemukiman.

Lama kelamaan lahan untuk pemukiman

semakin besar. Orang pun mulai berdatangan dan

betah menetap di sana. Wiralodra diangkat sebagai

pemimpinnya dan Ki Tinggil sebagai wakilnya.

Selanjutnya pemukiman itu pun berubah menjadi

Page 204: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

304

kerajaan. Tentu saja Wiralodra diangkat menjadi raja

dan Ki Tinggil menjadi patihnya.

Wiralodra menugaskan Ki Tinggil untuk segera

memperluas wilayah kekuasaan. Dengan dibantu oleh

prajurit tangguh bernama Surantaka, Banyuntaka, dan

Puspahita, akhirnya Ki Tinggil pun berhasil memperluas

wilayah kekuasaan Wiralodra.

Perkampungan di lembah sungai Cimanuk

semakin ramai. Pembangunan dalam segala bidang

terus digalakan oleh Wiralodra, terutama pada bidang

pertanian dan perikanan. Apalagi setelah mendapat

bantuan dari seorang pemukim baru bernama Endang

Darma, perkampungan Cimanuk semakin pesat.

Endang Darma adalah seorang perempuan

cantik yang memiliki ilmu tinggi. Ia banyak membantu

Wiralodra dalam mengembangkan ilmu hidup kepada

penduduk Cimanuk, mulai dari teknik bertani,

berdagang, sampai teknik berperang melawan musuh.

Sehari-hari, Endang Darma hidup membaur dengan

penduduk Ciamanuk.

Page 205: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

305

Pada suatu ketika, Wiralodra merasa tersanjung

atas bantuan Endang Darma tersebut. Ia pun berniat

ingin menguji kesaktian Endang Darma. Maka

ditantanglah Endang Darma oleh Wiralodra. Tetapi

karena Wiralodra memiliki kesaktian yang lebih tinggi,

akhirnya Endang Darma mengaku kalah. Sebagai

tandanya, ia akan terus membantu Wiralodra untuk

mengambangkan pemukiman Cimanuk menjadi sebuah

kerajaan yang disegani oleh kerajaan-kerajaan lain.

Kemudian Endang Darma mengajukan syarat

kepada Wiralodra agar mau menamai daerah tersebut

berdasarkan namanya. Wiralodra pun merestuinya,

asal Endang Darma dapat terus membantunya dalam

mengembangkan kerajaan.

Kabar telah berdiri kerajaan di lembah sungai

Cimanuk pun akhirnya sampai juga pada kerajaan

Cirebon. Sultan Cirebon merasa dihina, karena ada

sebagian wilayahnya yang dicaplok oleh Wiralodra.

Itulah sebabnya Cirebon segera mengirimkan pasukan

Page 206: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

306

yang dipimpin oleh Aria Kemuning ke daerah Cimanuk.

Maksudnya untuk memberi pelajaran pada Wiralodra.

Tiba di Cimanuk, tentu saja WIralodra telah

menyiapkan penduduknya yang dipimpin oleh Endang

Darma untuk menghadapi pasukan Cirebon tersebut.

Pertempuran pun terjadi dan keunggulan berpihak pada

pasukan Endang Darma. Pasukan Cirebon kocar-kacir

kewalahan menghadapi amukan penduduk Cimanuk.

Setalah kejadian pertempuran itu, kemudian

Wiralodra memberi nama pada kerajaannya Darma

Ayu. Alasannya sebagai bentuk penghargaan pada

Endang Darma yang telah berhasil mengalahkan

pasukan Cirebon dan mempertahankan kekuasannya di

Cimanuk. Nama Darma Ayu diambil dari ungkapan

Endang Darma anu ayu, yang berarti Endang Darma

yang cantik (ayu). Tanda bahwa Wiralodra memuji

kecantikan, kesaktian, dan menepati janjinya pada

Endang Darma.

Semakin hari kampung Darma Ayu pun semakin

berkembang pesat. Banyak pendatang dari kerajaan

Page 207: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

307

lain dan langsung menetap di perkampungan tersebut.

Bahkan banyak pula pendatang dari kerajaan Mataram.

Seiring waktu, nama kampung Darma Ayu pun berubah

menjadi Indramayu, mengikuti logat bahasa penduduk

setempat yang bercampur antara penduduk asli dengan

pendatang dari kerajaan Mataram, yang mereka sebut

sebagai bahasa dermayuan atau dermayon. ***

Page 208: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

308

3. SASAKALA CIREBON

Di pesisir sebelah utara kerajaan Galuh, terdapat

sebuah kampung bernama Surantaka. Kampung

tersebut dipimpin oleh Ki Gedeng Sindangkasih,

adiknya raja Galuh yang bernama Prabu Anggalarang.

Ki Gedeng Sindangkasih memiliki seorang putri

yang cantik jelita bernama Nyai Ambet Kasih.

Penduduk di kampung tersebut kesehariannya

menangkap rebon, sejenis udang kecil bahan pokok

untuk membuat tarasi (terasi).

Suatu ketika, datanglah seorang pemuda

tampan ke kampung Surantaka. Ia mengaku berasal

dari Galuh dan bernama Pamanah Rasa. Oleh Ki

Gedeng Sindangkasih, diterimalah pemuda tersebut

sebagai tamu pribadinya. Lalu pemuda tersebut

diinapkan di rumah Ki Gedeng Sindangkasih.

Semakin hari, semakin kelihatan watak dan

ketangkasan Pamanah Rasa. Ki Gedeng Sindangkasih

dan semua penduduk kampung pun semakin takjub

dibuatnya. Termasuk Nyai Ambet Kasih, ia menaruh

Page 209: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

309

perhatian khusus pada pemuda tersebut. Karena

penasaran, maka pada suatu hari yang cerah,

dipanggilah pemuda tersebut untuk menghadap Ki

Gedeng Sindangkasih.

“Ada apa Aki memanggil saya?”

“Begini anak muda, melihat kecerdasan dan

ketangkasanmu, aku sedikitnya menaruh curiga.”

“Maksud, Aki?”

“Aku heran, selama ini engkau mengaku sebagai

pengelana dan rakyat biasa. Namun dari tingkah

lakumu, nampaknya engkau hadir dari keluarga istana.

Tidak mungkin rakyat biasa memiliki pemikiran seperti

engkau. Jadi, siapa sebenarnya engkau ini anak

muda?”

“Euh, aku sebenarnya bukan Pamanah Rasa.

Namaku yang sebenarnya adalah Jayadewata. Aku

pangeran dari Galuh.”

“Kalau begitu berarti engkau keponakanku,

karena Prabu Anggalarang adalah kakakku.”

Page 210: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

310

Sejak perbincangan hari itu, selanjutnya

Pamanah Rasa pun dinikahkan dengan Nyai Ambet

Kasih. Seluruh penduduk kampung pun ikut

berbahagia.

Setelah menetap cukup lama, kemudian

Pamanah Rasa melanjutkan perjalanannya. Nyai

Ambet Kasih pun tidak bisa mencegahnya, karena ia

tahu tugas suaminya sebagai putra mahkota kerajaan

Galuh amatlah berat.

Dalam perjalanannya kemudian, sampailah

Pamanah Rasa di sebuah kampung yang bernama

Singapura, letaknya bersebelahan dengan kampung

Surantaka. Kampung tersebut dipimpin oleh Ki Gedeng

Tapa. Di kampung tersebut tengah diadakan saembara

adu kesaktian.

Bagi yang memenangkan saembara, akan

dinikahkan dengan putri Ki Gedeng Tapa yang

bernama Nyai Subanglarang. Karena Pamanah Rasa

memenangkan sayembara, lalu ia pun dinikahkan

dengan Nyai Subanglarang. Dari perkawinan tersebut

Page 211: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

311

lahirlah tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang,

Nyai Lara Santang dan Raja Sangara.

Waktu pun berjalan cepat. Ketiga anak Pamanah

Rasa telah tumbuh besar. Ketiganya dibesarkan di

keraton Singapura. Namun setelah Nyai Subanglarang

meninggal, Raden Walangsungsang dan Nyai Lara

Santang meninggalkan istana, ia berkelana dan

berguru di padepokan seorang guru bernama Ki

Gedeng Danuwarsih.

Setelah berguru sekian lama, Raden

Walangsungsang oleh Ki Gedeng Danuwarsih

dinikahkan kepada putri tunggalnya yang bernama Nyai

Indang Geulis. Setelah menikah, Raden

Walangsungsang, Indang Geulis, berikut Nyai Lara

Santang, melanjutkan kembali pengembaraannya.

Sampailah kepada sebuah pesantren pimpinan

Syeh Datuk Kahfi. Ketiganya masuk Islam. Oleh Syeh

Datuk Kahfi, Raden Walangsungsang diberi nama Ki

Samadullah, dan kelak setelah pergi menjalankan

Page 212: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

312

ibadah haji, ia berganti nama menjadi Haji Abdullah

Iman.

Atas anjuran guru sekaligus mertuanya, Raden

Walangsungsang ngababakan (membuka daerah baru)

yang diberi nama Tegal Alang-alang atau Kebon

Pesisir. Dinamakan Tegal Alang Alang karena daerah

tersebut sebelumnya banyak ditumbuhi pohon alang-

alang. Kampung inilah yang kemudian banyak didatangi

oleh pemukim dari daerah lain, mulai dari etnis Sunda,

Jawa, Arab, dan Cina. Kampung inipun kemudian

diubah namanya menjadi kampung Caruban, yang

artinya campuran dari berbagai etnis dan agama.

Setelah perkampungan Caruban berkembang

pesat, atas saran mertuanya Syeh Datuk Kahfi, Raden

Walangsungsang pergi berhaji ditemani oleh adiknya

Nyai Lara Santang. Di mekah inilah, kemudian adiknya

dinikahi oleh Maulana Sultan Muhammad bergelar

Syarif Abdullah keturunan Bani Hasyim putera Nurul

Alim. Nyai Lara Santang pun berganti nama menjadi

Syarifah Mudaim.

Page 213: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

313

Dari perkawinannya dengan orang Arab,

Syarifah Mudaim mendapat putra bernama Syarif

Hidayatullah yang kelak didaulat menjadi Sunan

Gunung Jati, karena meninggal di gunung Jati.

Kembali ke kisah Raden Walangsungsang atau

Ki Samadullah atau Abdullah Iman. Sesudah

menikahkan adiknya, ia pun segera kembali ke

kampung Caruban. Setibanya di kampung halaman, ia

langsung mendirikan sebuah mesjid dan sebuah

rumah. Mesjid tersebut kelak diberi nama Jalagrahan

dan rumahnya kemudian dijadikan Keraton Pakungwati.

Ki Samadullah pun diangkat menjadi Kuwu Caruban

yang bergelar Pangeran Cakrabuana. Pakuwuan ini

kemudian diperluas dan ditingkatkan derajat

pemerintahannya menjadi kerajaan kecil bernama

Nagari Carubanlarang.

Kerajaan Carubanlarang pun semakin hari

semakin berkembang pesat. Letaknya di sisi pesisir

membuat kedatangan banyak pengunjung dari negara

lain, yang salah satunya ada seorang pendatang

Page 214: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

314

bernama Syarif Hidayatullah. Pemuda ini masih

keponakan Ki Samadullah, karena ia anak Syarifah

Mudaim, adiknya sendiri.

Mula-mula Syarif Hidayatullah tiba di pelabuhan

Muara Jati, kemudian terus ke Desa Sembung-

Pasambangan, dekat Amparan Jati, dan di sana ia

mulai menyebarkan agama Islam, menggatikan Syekh

Datuk Kahfi. Selain itu, ia pun bolak-balik ke Nagri

Carubanlarang untuk menemui uwaknya, Ki Samdullah.

Setelah lama membantu Syeh Datuk Kahfi

mengajakan Islam di daerah pesisir utara, kemudian

Syarif Hidayatullah atau dikenal juga dengan nama

Syeh Jati, pergi berkelana ke kerajaan Banten. Di sana

ia bertemu dengan Bupati Kawunganten dari kerajaan

Pajajaran yang sangat tertarik terhadap ajaran Islam.

Bahkan sampai menikahkan adiknya yang bernama

Nyai Kawunganten dengan Syeh Jati. Dari

pernikahannya itulah, lahir Pangeran Saba Kingkin,

yang kelak dikenal sebagai Maulana Hasanuddin

pendiri Kerajaan Banten.

Page 215: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

315

Setelah sekian lama mengembara di Banten,

kemudian Syeh Jati kembali ke pesisir utara.

Sekembalinya dari Banten itulah ia kemudian

dinobatkan sebagai kepala Nagari Carubanlarang dan

bergelar Sunan Jati atau Sunan Caruban. Sejak itulah

kemudian Nagari Caruban berkembang pesat dan

dikembangkan menjadi sebuah Kesultanan. Namanya

pun diganti, dari Caruban menjadi Cerbon, disesuaikan

dengan logat penduduk setempat. Mengambilan nama

ini pun mengingatkan cikal bakal kampung Surantaka,

yang mayoritas keseharian penduduknya menangkap

rebon. Nama Caruban atau Cerbon inilah yang kelak

akan berubah menjadi Cirebon hingga sekarang. ***

Page 216: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

316

4. SASAKALA KUNINGAN

Ketika di wilayah Kesultanan Cirebon semua

penduduknya telah ngagem (masuk) agama Islam,

Sunan Gunung Jati pun kemudian menyebarkan agama

Islam ke sebuah perkampungan di sebelah selatan

Cirebon yang bernama Luragung.

Di kampung itu, konon penduduknya masih

menyembah berhala dan percaya pada pohon-pohon

yang sudah berumur ratusan tahun. Pada waktu itu,

kampung Luragung dipimpin oleh Ki Gedeng Luragung.

Sesampainya di kampung Luragung, Sunan

Gunung Jati pun kemudian mulai mengajak penduduk

di sana untuk masuk Islam. Orang yang pertama

berhasil diajak masuk, ialah Ki Gedeng Luragung.

Kemudian kerabatnya, hingga akhirnya semua

penduduk Luragung pun masuk Islam.

Penduduk Luragung terkenal sangat ramah,

apalagi setelah semua penduduknya masuk Islam.

Terlebih mereka tahu bahwa Sunan Gunung Jati adalah

Sultan Cirebon. Setelah sekian lama Sunan Gunung

Page 217: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

317

Jati menetap di Luragung, kemudian istrinya yang

bernama Putri Ong Tien (asal Campa) atau Nyai Rara

Sumanding datang menyusulnya.

Ketika itu Nyai Rara Sumanding tengah hamil

tua. Hingga sesampainya di Luragung, Nyai Rara

Sumanding pun melahirkan seorang bayi laki-laki.

Namun sayang, putranya yang pertama itu meninggal

dunia. Untuk mengobati hati istrinya, kemudian Sunan

Gunung Jati meminta kepada Ki Gedeng Luragung

untuk bersedia putranya yang kebetulan masih bayi

diangkat menjadi anak kukut (pungut). Anak tersebut

bernama Suranggajaya.

Sebagai tanda balas budi kepada Ki Gedeng

Luragung, Sunan Gunung Jati nukeuran (menukar) bayi

yang bernama Suranggajaya itu dengan sebuah bokor

yang terbuat dari wesi kuning (logam kuningan). Bokor

kuningan inilah yang kelak dijadikan logo atau maskot

kabupaten Kuningan.

Setelah menyebarkan Islam di kampung

Luragung, kemudian Sunan Gunung Jati pergi ke

Page 218: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

318

Winduherang untuk menemui saudaranya yang

bernama Bratawiyana atau Aria Kamuning.

Sesampainya di Winduherang, ternyata saudaranya

tersebut telah lebih dulu masuk Islam atas petunjuk

Syekh Maulana Akbar.

Syekh Maulana Akbar adalah pendatang dari

Persia yang menyebarkan Islam lebih awal di daerah

Winduherang. Sebelumnya ia menikahi Nyai Ratu

Selawati yang pada waktu itu menjadi ratu di daerah

Winduherang. Nyai Ratu Selawati adalah adiknya Ki

Gedeng Luragung. Ia penganut agama karuhun,

sebelum akhirnya masuk Islam setelah dinikahi oleh

Syekh Maulana Arifin.

Kedatangan Syekh Maulana Akbar dalam

menyebarkan Islam ke Winduherang, artinya lebih dulu

daripada Sunan Gunung Jati. Mungkin dapat dikatakan

Syekh Maulana Akbar sebagai perintis penyebaran

Islam pertama ke daerah itu. Sementara Sunan

Gunung Jati, dapat dikatakan sebagai penyempurna.

Namun tentu saja, masuknya Syekh Maulana Arifin ke

Page 219: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

319

daerah Winduherang atas seijin Sunan Gunung Jati,

karena ketika itu Sunan Gunung Jati yang menjadi

Sultan Cirebon.

Kembali ke kisah perjalanan Sunan Gunung Jati.

Setelah sampai di Winduherang, ia kemudian

menitipkan anak angkatnya (Suranggajaya) untuk

diasuh oleh Bratawiyana (Aria Kamuning). Pada waktu

itu Sunan Gunung Jati berpesan bahwa setelah

dewasa, kelak anak angkatnya tersebut akan diangkat

menjadi penguasa di Winduherang menggantikan Nyai

Ratu Selawati.

“Aku titipkan anak angkatku. Asuhlah dia

menjadi pemuda yang taat terhadap ajaran Islam. Kelak

ia akan ku angkat menjadi penguasa di wilayah ini,”

titah Sunan Gunung Jati pada Aria Kamuning.

“Baiklah Kanjeng Sunan, akan kulaksanakan

titahmu,” jawab Aria Kemuning.

“Aku ganti nama anak ini menjadi Raden

Kamuning. Semoga dengan nama itu, ia akan merasa

lebih dekat denganmu,” ujar Sunan Gunung Jati.

Page 220: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

320

Waktu pun berjalan begitu cepat. Raden

Kamuning kini sudah tumbuh menjadi pemuda tampan

dan cerdas. Bersamaan dengan itu, tumbuh pula anak

pituin (asli) Aria Kamuning yang bernama Dipati

Ewangga. Keduanya sangat rukun. Sering mengaji dan

latihan kanuragan (ilmu beladiri) bersama. Kelak Dipati

Ewangga akan membantu Kesultanan Cirebon dalam

menyerang Belanda di Batavia (sehingga sekarang kita

mendapati nama perkampungan Kuningan di Jakarta).

Sesuai dengan janjinya, setelah menginjak usia

17 tahun, kemudian Sunan Gunung Jati mengangkat

Raden Kamuning menjadi penguasa di Winduherang.

Semenjak itu, nama Winduherang pun diganti oleh

Sunan Gunung menjadi Kuningan. Nama tersebut

merujuk pada kisah hidup Raden Kamuning yang ketika

masa bayinya ditukar oleh Sunan Gunung Jati dengan

sebuah bokor kuningan dari Ki Gedeng Luragung.

Semakin lama kerajaan Kuningan banyak

didatangi oleh pendatang dari daerah lain. Mereka

kebanyakan berdagang, namun ada pula yang terus

Page 221: BAB 5 SASAKALA TEMPAT DI JAWA BARATfile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/19630210… · tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Setelah raja pergi, kemudian ada

321

bermukim. Sebagai raja yang dikukuhkan oleh Sunan

Gunung Jati, pada waktu itu kedudukannya di bawah

kekuasaan Kesultanan Cirebon yang dipimpin oleh

ayah angkatnya sendiri, Sunan Gunung Jati.

Dalam memimpin roda pemerintahan, Raden

Kamuning sangat adil dan bijak. Ia selalu membuat

perintah atas dasar ajaran agama Islam. Seluruh rakyat

Kuningan sangat menghormati dan mencintainya.

Kemudian Sunan Gunung Jati pun memberikan gelar

kepadanya Sang Adipati Kuningan. ***