Upload
giovanni-anggasta
View
41
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
konsep desain interior perpustakaan anak konsep universal design
Citation preview
6. KONSEP, TRANSFORMASI DESAIN DAN DESAIN AKHIR
6.1. Latar Belakang Konsep Perancangan
Judul Laskar Pelangi sendiri diambil dari nama kelompok anak yang
menjadi tokoh-tokoh utama dalam cerita ini. Julukan Laskar Pelangi diberikan
oleh guru mereka, Bu Mus, karena kebiasaan atau ritual mereka yang senang
melihat pelangi sehabis hujan di bawah pohon filicium di depan sekolah mereka.
Di balik semua perjuangan dan semangat mereka menghadapi tantangan hidup
untuk memperoleh pendidikan, mereka masih tetap menghargai kebaikan dan
keindahan yang diberikan oleh alam.
Momen melihat pelangi ini sangat berarti bagi mereka di mana terdapat
kebersamaan , kedamaian, dan kekuatan dari alam yang mereka kumpulkan dalam
diri mereka untuk berani menghadapi tantangan hidup selanjutnya. Oleh karena
itu, perancangan perpustakaan anak Laskar Pelangi ini berusaha menghadirkan
momen berharga ini bagi anak-anak dengan mengambil suasana alam saat pelangi
yang muncul setelah datangnya hujan. Suasana yang diambil akan diterjemahkan
ke dalam penataan interior yang berani dan natural dengan menggabungkan unsur
modern dengan nuansa alam sebagai aksen.
6.2. Pendekatan Tema Perancangan
Pendekatan umum tema perancangan adalah desain pembelajaran aktif
dalam perpustakaan yang bertolak dari perjuangan mereka memperoleh
pendidikan. Pendekatan secara khusus diambil berdasarkan inti dari ritual ini yaitu
pelangi, kebersamaan mereka, dan suasana alam saat pelangi muncul.
Ritual sendiri berarti suatu kebiasaan yang teratur dilakukan. Ritual
melihat pelangi yang dilakukan Laskar Pelangi ini tidak menentu dan tergantung
pada cuaca yang dinamis. Mereka bernaung di bawah pohon untuk menikmati
keindahan pelangi.
Pelangi adalah tanda dari Tuhan untuk menunjukkan kemurahan hatinya
dengan tidak memusnahkan manusia dari bumi seperti yang terjadi pada jaman
Nabi Nuh. Pelangi sekaligus memberi arti pemberian kekuatan bagi manusia
96
Universitas Kristen Petra
untuk mejadi lebih baik dan lebih berani menjalani dinamika hidup, di mana
pelangi hanya muncul setelah adanya hujan dan cahaya matahari. Dari segi alam
sendiri, pelangi adalah keajaiban yang muncul setelah hujan karena adanya
pantulan spektrum warna dari cahaya matahari. Pantulan cahaya spektrum ini
menimbulkan warna mejikuhibiniu (merah jingga kuning hijau biru nila ungu)
yang mampu dilihat oleh mata manusia dan menimbulkan suasana magis penuh
kekuatan alam. Bahasan di atas berusaha menampilkan suatu konsep yang
menghadirkan ruang yang terbuka dan dinamis (nuansa alam) dengan sentuhan
modern, di mana diperoleh suasana yang sejuk, lapang dan bebas di mana anak
diajak untuk menikmati proses pembelajaran mereka.
6.3. Pendekatan Gaya Postmodern
Gaya postmodern diambil dalam perancangan ini karena beberapa
pertimbangan yang sederhana. Pertimbangan utama adalah gaya postmodern ini
sesuai dengan unsur dinamis yang dibutuhkan dalam perancangan. Gaya ini
mengandung unsur fun dan energy yang sesuai dengan sifat anak usia 6-12 tahun.
Gaya postmodern dikenal dengan desain yang mengakomodasi cara hidup
orang atau pengguna di dalamnya dan tidak didasarkan pada fungsi bangunan
semata. Gaya ini mengutamakan kenyamanan pengguna dan penyesuaian yang
harus dilakukan di dalamnya. Anak-anak sendiri kurang senang dengan bentuk-
bentuk fungsional yang biasa, anak-anak cenderung menyukai ruang yang
‘menyediakan’ keinginan dan kebutuhan mereka yang beraneka ragam. Jadi gaya
ini dianggap cocok untuk mengakomodasi sebuah ruang anak yang
mengutamakan cara hidup dan karakter anak-anak yang dinamis dan plural
sebagai target perancangan perpustakaan anak.
Gaya perancangan postmodern ini juga bertolak dari tema desain
perancangan di atas. Gaya postmodern dianggap dapat mewakili dan
menghadirkan esensi yang didapat dari tema tersebut yaitu desain yang berani,
tegas, dinamis dan modern yang diperoleh dari tema perancangan. Pengaplikasian
gaya ini juga sedikit banyak mendapat pengaruh dari gaya bangunannya sendiri
(kontemporer futuristik).
97
Universitas Kristen Petra
Pendekatan gaya postmodern terletak pada bentukan semiotik (baik
geometris maupun organik) dan warna yang beragam (bukan hanya warna
primer), penggabungan dua gaya yaitu teknologi modern dan gaya natural, dan
menonjolkan desain yang catchy. Penggunaan elemen interior disesuaikan dengan
tema perancangan untuk menciptakan ruang anak yang seolah ‘menyatu’ dengan
lingkungan, dengan nuansa cerah namun memberi ketenangan bagi anak.
6.4. Pendekatan Universal Design
Desain universal untuk pengguna yang memiliki keterbatasan diterapkan
secara umum dalam perancangan. Aplikasi desain universal pada perancangan
Perpustakaan Anak Laskar Pelangi adalah:
1. Minimalisasi split level (maksimal terdapat 4 perbedaan ketinggian lantai).
2. Penggunaan ramp (tesktur, sudut ± 15o) dan railing (tinggi 1 meter dari
lantai, ukuran diameter ± 5 cm).
3. Penggunaan lampu peringatan (warning lamp).
4. Tombol atau simbol bertekstur (hanya untuk simbol yang dimengerti
secara umum) pada permukaan atau teknologi tertentu.
5. Sirkulasi luas untuk orang berkursi roda.
6. Aplikasi ukuran ergonomis sesuai antropometri anak (lihat detail Perabot).
7. Penyediaan bilik toilet berukuran besar untuk pengguna berkursi roda.
8. Aplikasi lantai bertekstur pada area basah.
9. Pada bentukan bersudut (terutama pada perabot), sudut-sudut tajam akan
dilapisi dengan karet atau dibentuk sedikit melengkung pada ujungnya.
6.5. Pendekatan Green dan Sustainable Design
Aplikasi desain ramah lingkungan pada perancangan ini dipusatkan pada
proses pengenalan anak pada lingkungan di sekitar mereka. Beberapa elemen
desain (untuk dekoratif) akan menggunakan material bekas atau material yang di-
reuse yang familier bagi anak. Dalam perancangan ini, material reuse yang akan
digunakan yaitu:
1. Kontainer bekas, ban bekas
2. Tutup botol, botol plastik
98
Universitas Kristen Petra
3. Mur, jepit
Perancangan sendiri akan berusaha mengaplikasikan material dan sistem
utilitas yang ramah lingkungan secara keseluruhan, terutama dalam hal
pencahayaan, penghawaan, dan material meskipun sifatnya terbatas dikarenakan
sifat dan fungsi ruang publik yang juga mementingkan maintenance yang mudah.
6.6. Aplikasi Desain Perpustakaan Anak “Laskar Pelangi”
6.6.1. Pola Sirkulasi Penataan Ruang
Pola sirkulasi penataan ruang mengikuti alur bentuk bangunan yang
dinamis namun terarah jelas yaitu dengan pola abstrak sesuai alur pembagian
zona. Desain keseluruhan pada perancangan adalah desain yang berani dan
dinamis, namun tetap terlihat simpel baik dalam hal desain maupun penggunaan.
Pertimbangannya adalah fokus desain untuk anak, di mana anak belajar lebih
mudah dengan bentukan atau desain yang familier sekaligus atraktif bagi mereka,
serta mudah digunakan. Hal ini juga mempertimbangkan pendekatan desain
universal di mana desain sebaiknya mengikuti pedoman penggunaan universal.
Gambar 6.1 Rencana Layout Perancangan
Pola sirkulasi penataan rak dan zona dalam ruang koleksi dibuat terbuka
tanpa pembatas massif sehingga tiap zona dibedakan melalui perbedaan level,
99
Universitas Kristen Petra
material kaca atau warna lantai. Adapun ruang koleksi akan digabung dengan
ruang baca atau ruang duduk sesuai 5 (lima) zona yang dibagi berdasarkan topik
atau isi koleksi (Zona Besar), yaitu zona fiksi, zona non-fiksi, zona ilmu
pengetahuan, zona sastra tradisional, dan zona mainan. Pembagian lima zona
berdasarkan topik atau isi koleksi bertolak dari kemudahan pencarian koleksi
sesuai minat topik bacaan. Kelima zona ini akan dibagi lagi menjadi Sub-Sub
Zona (pembagian zona berdasarkan jenis koleksi, cetak, non-cetak, bergambar dan
non-gambar) yang hanya ditunjukkan dengan perbedaan jenis atau warna perabot.
Jenis koleksi ini digabung dalam 1 Zona Besar agar mengoptimalkan kegiatan
anak dan kemudian dibagi dalam Sub-Zona untuk memudahkan pencarian
koleksi. Penggunaan pembatas dinding massif hanya untuk ruang Audio Visual
besar yang terletak di sudut bangunan dekat dengan area bebas agar memudahkan
sirkulasi pengunjung.
6.6.2. Aplikasi Elemen Interior Ruang
6.6.2.1.Lantai
Material yang akan digunakan pada perancangan ini adalah material lantai
yang nyaman untuk anak dan ramah lingkungan, yaitu linoleum, lantai rubber,
vinyl dan karpet. Material lantai dominan menggunakan vinyl dan rubber pada
ruang koleksi yang luas. Material-material ini juga memiliki banyak pilihan motif
dan warna serta keuntungan dalam hal maintenance dan mengakomodasi aktivitas
anak yang tinggi. Aplikasi material lain akan digunakan untuk memberi aksen
pada area tertentu, seperti rumput artificial dan batu alam koral (penggunaan kaca
terbatas untuk menjamin keamanan anak).
Gambar 6.2 Jenis Lantai
Sumber: dokumentasi pribadi, Mei 2012
100
Universitas Kristen Petra
6.6.2.2.Dinding
Material dinding menggunakan material standar yaitu batu bata finishing
cat dominan pada ruang-ruang perpustakaan. Finishing dinding yang digunakan
adalah cat (dominan) yang memiliki banyak pilihan motif dan warna ceria untuk
anak. Pemilihan material berdasarkan kekuatan material dan pertimbangan estetis,
termasuk untuk segi dekoratif pada dinding. Ruang tertentu mengaplikasikan wall
panel system menggunakan MDF atau multipleks dan fiber glass. Selain wall
panel, pencahayaan alami memanfaatkan adanya jendela besar.
Gambar 6.3 Aplikasi Dinding
Sumber: dokumentasi pribadi.
6.6.2.3.Plafon
Plafon standar dominan pada perpustakaan yaitu gypsum board dengan
finishing cat. Penambahan aksen pada plafon menggunakan multipleks dengan
finishing cat dan HPL, tempered glass/fiber glass yang transparan dengan
permainan cahaya menggunakan lampu LED. Konsep pada plafon didesain
sesederhana mungkin sehingga menampilkan suasana ‘alam’ yang lapang (tanpa
kesan ‘penuh’) dengan warna biru langit.
Gambar 6.4 Aplikasi Plafon
Sumber: dokumentasi pribadi.
101
Universitas Kristen Petra
Motif wallpaper
6.6.2.4.Perabot
Perabot yang ada dalam perancangan mengikuti bentukan dan warna
sesuai keseluruhan tema perancangan. Material yang digunakan adalah MDF atau
multipleks, plywood, dan akrilik dengan finishing modern. Sentuhan logam akan
menjadi sedikit aksen dalam perabot anak untuk menambah kesan modern dan
keuntungan konstruksi yang kuat. Beberapa perabot mengaplikasikan clear
finishing atau HPL yang ramah lingkungan, sementara untuk perabot upholstered
menggunakan pelapis yang mudah perawatannya dan aman bagi anak seperti
chennile dan suede yang memiliki beragam pilihan.
Gambar 6.5 Aplikasi HPL
Bentukan perabot akan didesain dengan karakter tegas namun dengan
sentuhan aksen dinamis dan bersifat ringan, desain perabot akan dibuat
sesederhana mngkin tanpa tekstur atau pattern buatan. Beberapa perabot akan
menggunakan material reuse (tekstur alami) atau kombinasi antara material reuse
dan baru seperti ban mobil dilapisi kain bekas yang difungsikan untuk dudukan.
Secara keseluruhan, perabot yang diaplikasikan pada ruang perpustakaan anak ini
akan bersifat sederhana dan ringan, namun eye catching dari segi bentukan dan
warna yang digunakan.
Penerapan desain universal dan aman pada perabot yaitu dengan
menyesuaikan ukuran perabot sesuai dengan antropometri anak (ergonomis)
sehingga anak mudah mengakses dan menggunakan perabot tersebut. Ketentuan
yang digunakan dalam desain perabot perpustakaan anak ini adalah:
1. Tinggi rak : 800 – 1200 cm
2. Tinggi kursi : 35 cm
3. Lebar kursi : 40 cm
4. Tinggi meja : 40 cm (dudukan lantai), 65 cm (dudukan kursi)
102
Universitas Kristen Petra
Gambar 6.6 Aplikasi Mebel dan Konstruksi.
Desain perabot yang bersifat fleksibel (dalam hal konstruksi dan
pergerakan) dibatasi agar tidak memancing respons anak-anak yang terlalu aktif.
Konstruksi dibuat secara sederhana pula dengan pengaplikasian konstruksi dowel
atau konstruksi mur/paku, beberapa perabot akan dibuat dengan sistem knock
down sehingga dapat disesuaikan sesuai kebutuhan (berkaitan dengan tinggi meja
atau sandaran kursi).
6.6.2.5.Elemen Dekoratif
1. Warna
Aplikasi warna secara umum menggunakan warna netral dan warna pastel
yang cerah namun memberi ketenangan, yaitu putih dan biru pucat. Aplikasi
warna merah, hijau, kuning, hijau, biru, nila dan ungu sebagai aksen penegas
103
Universitas Kristen Petra
suasana ruang dan elemen estetis yang menunjukkan keberagaman warna dari
alam. Warna coklat akan digunakan untuk menambah kesan alam dan hangat
sebagai elemen penegas ruang dan unsur dekoratif. Intensitas penggunaan jenis
warna disesuaikan dengan ruang dan aktivitas dalamnya.
Gambar 6.7 Skema Warna.
2. Bentuk
Bentukan dominan yang digunakan adalah bentukan geometris. Bentuk
geometris ini menekankan bentuk dengan sudut dan garis tegas seperti persegi,
persegi panjang dan trapezium (dominasi garis lurus). Bentukan geometris seperti
lingkaran (tak bersudut) dan bentukan stilasi organik (unsur pohon dan pelangi)
digunakan untuk aksen penegas unsur alam yang diaplikasikan sebagai elemen
dekoratif ruang.
3. Pattern dan tekstur
Aplikasi pattern menggunakan motif yang cerah dan atraktif namun
simpel. Dalam fasilitas edukasi anak ini, pattern yang digunakan adalah pattern
yang dapat menarik minat anak dengan penggunaan motif geometris atau stripes
dalam ruang perpustakaan. Tekstur yang ada mengutamakan tekstur alami dari
material (tekstur halus karpet, tekstur kontainer).
Gambar 6.8 Jenis Pattern.
6.6.3. Aplikasi Sistem Utilitas
6.6.3.1.Sistem Pencahayaan
Pencahayaan merata dominan penggunaan fluorescent (tube) sebagai
general lighting, sementara downlight, hanging spot light dan LED sebagai aksen
pencahayaan. Pada ruang tertentu, menggunakan pencahayaan tidak langsung
104
Universitas Kristen Petra
untuk menghemat energi dan mengurangi efek panas. Penggunaan lampu
menggunakan fasilitas dimmer sehingga dapat diatur intensitasnya. Pencahayaan
alami pada perpustakaan diminimalisasi terutama pada ruang koleksi dan
difokuskan untuk ruang bebas bagi anak-anak.
Gambar 6.9 Sistem Pencahayaan.
(fluorescent tube, downlight, hanging spotlight – PHILIPS; LED chain)
Sumber: www.ftslighting.com. April 2012.
6.6.3.2.Sistem Penghawaan
Penghawaan menggunakan AC sentral yang dipasang pada plafon (model
ceiling cassette) untuk penyebaran sirkulasi udara lebih merata. Penghawaan
buatan dianggap dapat mengatur temperatur yang nyaman bagi pengunjung
terutama anak-anak dengan tingkat aktivitas tinggi. Ventilasi atau kisi-kisi udara
pada dinding untuk mengantisipasi kelembaban dan bau tak sedap dengan sedikit
udara luar.
Gambar 6.10 AC Ceiling Cassette Type.
Sumber: www.klrtrades.com.au. April 2012.
6.6.3.3.Sistem Akustik
Akustik ruang dan sistem komunikasi dalam perpustakaan menggunakan
panel akustik pada plafon dan dinding, selain itu dengan aplikasi material yang
lembut (menyerap bunyi) pada ruang-ruang yang membutuhkan ketenangan.
105
Universitas Kristen Petra
Pengadaan speaker pada area perpustakaan dipasang pada plafon (sistem tanam)
dan tersebar merata dengan jarak pencapaian suara tertentu.
Gambar 6.11 Sistem Akustik.
(panel dinding, speaker plafon)
Sumber: www.expresspvc.com , http://audio-video.tokobagus.com . April 2012.
6.6.3.4.Sistem Proteksi
Proteksi keamanan dan kebakaran dalam ruang perpustakaan umum
menggunakan CCTV yang ditempatkan pada sudut atau spot tertentu terutama
untuk ruang dengan aktivitas anak yang ramai. Penempatan guarding counter pada
beberapa spot untuk mengakomodasi pengawasan dan pembimbingan manual dari
staf. Proteksi kebakaran mengaplikasikan dry powder sprinkler (sistem plafon)
untuk meminimalisasi kerusakan pada koleksi maupun korsleting pada mesin dan
smoke detector pada dinding dan plafon disertai lampu peringatan. APAR (sistem
powder) diletakkan dekat area pengawasan staf sehingga mudah dijangkau. Selain
itu, penggunaan signage dengan highlight yang mudah terlihat memudahkan
pengunjung untuk lebih terarah.
Gambar 6.12 Sistem Proteksi.
(dry powder sprinkler, CCTV, smoke detector)
Sumber: www.qrbiz.com, www.indonetwork.co.id . April 2012.
106
Universitas Kristen Petra
6.6.4. Aplikasi Ruang
Gambar 6.13 Suasana Ruang Audiovisual dan Toilet.
Perpustakaan ini didominasi ruang terbuka dan semi-terbuka, namun ada
beberapa ruang yang bersifat tertutup sesuai dengan fungsi ruang tersebut yaitu
toilet (ladies and gentlemen room, nursery room) dan ruang audiovisual. Gambar
di atas menunjukkan ruang audiovisual yang lapang, sejuk, namun terkesan
‘mewah’. Aplikasi warna lebih gelap, panel dinding, lantai karpet dan plafon
akustik diaplikasikan untuk mengatur sistem akustik dalam ruang. Pengaturan
kursi tidak tergabung dalam satu baris namun dibagi menjadi tiga bagian (kolom)
dengan jarak 1,2 meter antar kolom (memudahkan keluar masuknya pengunjung.
Dinding toilet menggunakan granit tekstur dan mozaik sebagai aksen dan
antisipasi penggunaan air. Lantai sendiri menggunakan granit glossy pada daerah
kering dan rubber pada daerah basah untuk mengantisipasi terkena air (licin).
Lampu pada kedua ruang ini didominasi penggunaan downlight karena
tidak bersifat general task lighting melainkan accent lighting yang dimanfaatkan
sebagai pencahayaan utama dan bantuan dalam ruang. Perbedaan penggunaan
jenis warm dan cool light berfungsi untuk memberi suasana tertentu pada ruang.
Gambar 6.14 Suasana Area Kreatif.
107
Universitas Kristen Petra
Area kreatif dalam perpustakaan terletak di sisi selatan bangunan yang
mendapat pencahayaan alami (tidak terkena sinar matahari langsung) dan
pemandangan luar (taman dan water component) melalui jendela besar yang
berdiri dari lantai hingga plafon. Area ini mengaplikasikan karpet berwarna
orange kekuningan yang cerah dengan aplikasi dinding dan plafon yang lebih
‘sejuk’. Area storytelling memanfaatkan sudut dinamis (perbedaan ketinggian
lantai 30 cm) dengan suasana lesehan yang nyaman dan dingin. Rak-rak display
berbentuk kotak diatur secara random dan berfungsi untuk meletakkan hasil-hasil
kreativitas anak. Pencahayaan pada area ini menggunakan downlight dan wall
lamp (untuk mengantisipasi pencapaian cahaya lampu dengan plafon yang tinggi).
Gambar 6.15 Suasana Area Koleksi Perpustakaan.
Suasana dalam perpustakaan cenderung semi terbuka tanpa pembatas
masif antar zona ruang. Aplikasi warna didominasi putih dan biru pucat untuk
menciptakan suasana ‘sejuk’, adanya aplikasi warna pelangi dan coklat untuk
memberi aksen hangat sehingga ruangan tidak terlalu ‘steril’. Penataan rak dan
perabot cenderung random (tetap disesuaikan dengan zona) untuk memberi kesan
dinamis. Sirkulasi dibuat selapang mungkin untuk pergerakan anak. Pada area
perpustakaan bagian barat di mana memiliki ketinggian plafon 5,5 meter
dimanfaatkan untuk area anak aktif (tidak memiliki keterbatasan), terlihat dengan
108
Universitas Kristen Petra
adanya mezzanine (3,1 meter dari lantai), seluncuran, dan rumah kontainer (1,5
meter dari lantai). Keberadaan mezzanine adalah untuk memaksimalkan area yang
ada dengan keuntungan plafon tinggi. Penggunaan kontainer dimanfaatkan untuk
menciptakan space yang lebih tertutup (cave type) untuk memunculkan
keingintahuan anak. Aksen plafon berupa aplikasi garis lengkung bermaterialkan
fiberglass dan lampu LED untuk membantu pencahayaan. Pencahayaan utama
menggunakan fluorescent dan downlight dengan dimmer sehingga dapat diatur
intensitas cahaya dan suasana yang diinginkan. Adanya hanging lamp yang
terbuat dari botol plastik diaplikasikan sebagai usaha penggunaan material reuse.
Secara keseluruhan, suasana lapang dan sejuk yang diinginkan cukup muncul
dengan pengaturan elemen-elemen desain yang ada.
6.7. Transformasi Desain
6.7.1. Sketsa Layout Perancangan
Penataan layout mengutamakan keleluasaan dan keterbukaan secara
sirkulasi dan penataan perabot yang dinamis. Transformasi layout terlihat dari
ketiadaan zona menjadi pembagian lima zona koleksi dan penataan ruang yang
masih cenderung kaku menjadi lebih dinamis secara garis dan bentukan.
Gambar 6.16 Sketsa Alternatif Layout.
109
Universitas Kristen Petra
Tampak pada gambar di atas, penataan sirkulasi didominasi garisan kaku
bersudut tak beraturan dan cenderung asimetris. Layout masih sedikit monoton
dan memiliki warna yang terlalu mencolok dan belum mendalami konsep.
Pengaturan zona dan arah tidak jelas sehingga alur terkesan membingungkan bagi
pengunjung (ambigu) terutama pada ruang koleksi dan penataan rak yang ada.
jenis koleksi tidak dipisah melainkan tergabung dalam sebuah area luas. Alternatif
layout di atas masih terlihat kacau dan lebih terfokus pada pembagian warna
lantai. Pembagian lantai pun kurang berhasil dalam menghasilkan ‘signage’ untuk
menunjukkan perbedaan fungsi ruang.
6.7.2. Sketsa Olah Ruang Perancangan
Olah ruang masih didominasi garisan kaku sesuai dengan alternatif layout
di atas. Konsep olah ruang di bawah cenderung mengaplikasikan metode analog
terlihat dari keberadaan unsur pohon dan pelangi yang ‘apa adanya’. Adanya
pohon dan pelangi (gambar pelangi) hanya sebagai penambah elemen estetis.
Pendalaman konseptual mengenai karakter dan sifat unsur alam seperti pohon dan
pelangi masih belum terasa.
Gambar 6.17 Sketsa Alternatif Ruang 1.
110
Universitas Kristen Petra
Gambar 6.18 Sketsa Alternatif Ruang 2.
Pengembangan olah ruang perpustakaan di bawah sudah memiliki sedikit
perubahan yang lebih dinamis dengan aplikasi garis melengkung. Pada olah ruang
ini, bentukan analog masih sedikit ditemui dengan adanya continuous line pada
dinding (elemen estetis) yang mengambil esensi pelangi. Suasana yang ada terlalu
ramai dengan kombinasi warna beragam yang kurang unity. Penataan display
sendiri memanfaatkan bagian atas rak untuk boneka pajangan lain dan buku-buku
yang sedang booming (terbuka), koleksi lain dalam rak diatur secara vertikal.
Gambar 6.19 Sketsa Pengembangan.
111
Universitas Kristen Petra