Bab 7 Obat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

huhu

Citation preview

Bab 7 Obat-obatanTujuan (slide 2)Bab ini mendiskusikan beberapa obat yang sering digunakan pada saat resusitasi dan kegawatdaruratan jantung. Tujuannya adalah : Menjabarkan peran obat obatan pada ACLS Menjabarkan penggunaan obat untuk mengoptimalkan fungsi jantungDua pertanyaan kunci (slide 3)Ada dua pertanyaan kunci yang harus dijawab jika kita hendak memahami bagaimana penggunaan obat secara rasional pada kasus kegawatdaruratan : Pertama, apa saja satu atau dua proses penyakit primer yang harus diidentifikasi atau diterapi pada pasien tersebut? Kedua, obat apakah, jika ada, yang berguna untuk mengobati proses penyakit primer tersebut?Sangat penting untuk diingat bahwa tanpa mengobati proses penyakit primernya, mencoba untuk mengobati efek sekundernya dapat berbahaya dan tidak berguna untuk pasien.Prinsip pemberian obat (slide 4)Saat memberikan obat obatan, ada beberapa prinsip yang harus diingat. Beberapa pengobatan yang memiliki efek besar terhadap tekanan darah dan denyut jantung harus diberikan sebagai bolus pelan atau infus kecuali pasien henti jantung. Jika pengobatan tersebut diberikan dalam infus dengan dosis tinggi, harus diikuti dengan penurunan dosis secara gradual dan monitoring EKG dan tekanan darah sebelum dihentikan sepenuhnya. Penghentian tiba tiba obat obatan tersebut dapat mengakibatkan fenomena rebound. Dosis paling rendah yang dapat mencapai efek yang diinginkan adalah dosis optimal untuk pasien. Pada saat akses vena sulit, akses vena subklavia atau vena sentral jugular interna atau rute intraoseus merupakan alternatif. Pemberian obat melalui pipa endotrakeal tidak lagi direkomendasikan. Dua skenario (slide 5)Secara umum, obat obatan dibutuhkan dalam dua jenis skenario. Pada skenario henti jantung, obat digunakan untuk membantu kontraksi jantung dan mempertahankan sirkulasi serebral dan koroner. Bagaimanapun, seperti pernyataan American Heart Association, penting untuk diketahui bahwa pada pasien henti jantung pemberian obat obatan merupakan manajemen sekunder setelah intervensi lain. Sebagai contoh, pada pasien henti jantung dengan ventrikel fibrilasi, defibrilasi dan kompresi dada adalah manajemen lini pertama sementara adrenalin merupakan terapi sekunder.Skenario kedua adalah pasien dengan nadi dan tekanan darah, dimana obat obatan digunakan untuk optimalisasi :1. Curah jantung2. Sirkulasi koroner3. Mengkondisikan situasi yang mendukung fungsi jantung Untuk mengoptimalkan curah jantung memerlukan normalisasi dan optimalisasi volume, kemampuan memompa, dan denyut jantung. Obat obatan henti jantung (slide 6) Pada semua henti jantung, adrenalin diberikan setiap 3 5 menit. setelah itu, perhatikan irama jantung yang muncul. Pada VF dan VT tanpa nadi, sebagai tambahan adrenalin, berikan amiodaron atau lignocaine. Magnesium diindikasikan pada VT polimorfik. Pada PEA, selain adrenalin, obat obatan lain seperti kalium diperlukan pada kondisi hipokalemia, kalsium diindikasikan pada hiperkalemia, serta pemberian antidot pada kasus overdosis. Pada asistol, hanya adrenalin yang diindikasikan.

gambar 7.1 Pasien henti jantung

Optimalisasi obat obatan (slide 7) Gambar 7.2 optimalisasi obat - obatan3. Rate Terlalu cepat Terlalu lambat4. sirkulasi koroner Vasodilator Reperfusi Antiplatelet, anticoagulation2. Pompa TD terlalu tinggi Vasodilator/antihipertensi TD terlalu rendah Vasopressor5. lingkungan Oksigenasi Analgesia Asam basa Metabolik endokrin Toksin, obat - obatan1. Volume Hipervolume diuretik hipovolemia cairan transfusi darah

Pada pasien dengan nadi dan tekanan darah, obat obatan digunakan untuk mengoptimalkan fungsi jantung (gambar 7.2).Dari ujung kiri bawah gambar 7.2 volume perlu dioptimalkan untuk curah jantung optimal. Jika pasien pada keadaan overload cairan, diuretik akan membantu mengeluarkan kelebihan cairan. Jika pasien dalam keadaan hipovolemik, seperti perdarahan saluran cerna atau trauma besar, penggantian cairan intravena dan transfusi darah diperlukan.Kedua, fungsi pompa jantung perlu dioptimalkan untuk curah jantung optimal. Jika pompa jantung bekerja terlalu keras dan tekanan darah meningkat, vasodilator diperlukan. Jika pompa tidak bekerja dengan baik dan tekanan darah rendah, vasopresor perlu digunakan.Ketiga, denyut jantung perlu dioptimalkan. Obat obatan dapat digunakan untuk menaikkan denyut jantung pada bradikardia atau untuk memperlambat denyut jantung pada takikardia. Keempat, sirkulasi koroner perlu dioptimalkan dengan penggunaan vasodilator, agen reperfusi, anti-platelet, dan antikoagulan.Dan terakhir, kondisi jantung perlu dioptimalkan. Dengan demikian, oksigen, penghilang nyeri, dan keseimbangan asam basa, fungsi endokrin dan metabolik yang utama harus dinilai dan dikoreksi. Jika pasien mengalami overdosisi atau didapatkan toksin, hal tersebut juga harus diatasi.

Obat obatan optimalisasi pompa jantung : vasodilator/antihipertensi (slide 8)Di bawah ini adalah vasodilator yang umum digunakan untuk mengoptimalisasi pompa jantung saat jantung bekerja terlalu keras dan tekanan darah meningkat.VTN adalah venodilator dan arteriodilator namun lebih kuat bekerja sebagai venodilator dengan demikian menurunkan preolad dan tekanan pengisian ventrikel kiri. GTN yang diberikan sebagai infus merupakan obat pilihan untuk gagal jantung akut atau edema pulmonum akut dengan keberadaan iskemik jantung atau sindrom koroner akut. Sebelum penggunaan GTN IV pada pasien pria, sangat penting untuk menanyakan apakah pasien telah menggunakan sildenafil (Viagra) atau obat obatan serupa pada beberapa jam sebelumnya. Interaksi antara nitrat dan sildenafil dapat mengakibatkan hipotensi hebat dan mengakibatkan kematian.Sodium nitroprusside bekerja lebih kuat sebagai arteriodilator dibanding venodilator. Meskipun merupakan obat pilihan pada hipertensi emergensi, sodium nitroprusside memiliki potensi untuk mengakibatkan iskemik jantung. Sebagai tambahan, bahan ini harus terlindung dari cahaya untuk mencegah degradasi nitroprusid menjadi sianida yang beracun.Beta bloker dapat juga digunakan karena dapat menurunkan denyut jantung dan mengurangi kontraktilitas miokard. Untuk pasien asma dan PPOK, beta bloker harus digunakan dengan hati hati. Generasi beta bloker terdahulu dikontraindikasikan pada gagal jantung namun generasi yang baru seperti bisoprolol dan metoprolol berguna dalam manajemen gagal jantung.Obat obatan optimalisasi pompa jantung : Vasopresor (slide 9)Sekarang, perhatikan beberapa vasopresor yang umum digunakan untuk mengoptimalkan fungsi pompa jantung saat jantung tidak bekerja dengan baik dan tekanan darah menjadi rendah. Sebagian besar dari agen tersebut adalah katekolamin dengan kemampuan untuk meningkatkan tekanan darah, denyut jantung dan kontraktilitas miokard. Karena kemampuan meningkatkan denyut jantung, maka obat obatan ini memiliki resiko menyebabkan disritmia, terutama VT dan VF yang mengancam nyawa. Peningkatan kontraktilitas miokard dapat mengakibatkan perburukan iskemia yang sudah terjadi. Sebelum memulai vasopresor, sangat penting untuk mengeksklusi atau mengoreksi hipovolemia. Adrenalin adalah katekolamin yang paling umum diketahui dan pada percobaan binatang, adrenalin dapat memperbaiki perfusi serebral dan koroner. Pada henti jantung, diberikan sebagai bolus cepat. Pada situasi lain, seperti bradikardia simptomatik, harus diberikan sebagai infus. Untuk pasien dengan syok neurogenik dan septik, noradrenalin adalah vasopresor pilihan. Obat obatan optimalisasi pompa jantung : Vasopresor (slide 10)Jika adrenalin adalah katekolamin yang paling diketahui, maka mungkin dopamin adalah katekolamin yang paling sering digunakan. Dopamin yang diberikan dalam infus dosis rendah, berfungsi mendilatasi pembuluh darah mesenterika, renal, dan serebral, meningkatkan sirkulasi pada ketiga sistem tersebut, tanpa mengubah tekanan darah atau denyut jantung. Pada dosis medium, dopamin mulai meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Pada dosis tinggi, didapatkan vasokonstriksi vena dan arteri perifer, mesenterik, dan renal bersamaan dengan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Dopamin merupakan vasopresor yang disarankan untuk hipotensi yang terkait bradikardia dan hipotensi setelah kembalinya sirkulasi spontan. Dobutamin juga diberikan sebagai infus dosis rendah, medium dan tinggi. Secara umum, dobutamin dapat meningkatkan tekanan darah tanpa menginduksi takikardia yang terlalu hebat seperti pada dopamin dan noradrenalin. Dobutamin direkomendasikan untuk hipotensi yang terkait kongesti pulmonal dan disfungsi ventrikel kiri.Satu pengingat penting tentang penggunaan vasopresor : adrenalin adalah satu satu vasopresor yang diberikan pada saat henti jantung. Sementara agen vasopressor lainnya hanya diindikasikan pada pasien dengan nadi.Obat obat optimalisasi denyut jantung pada takikardia dengan QRS lebar (slide 11)Sekarang, mari perhatikan obat obat yang memperlambat takikardia dengan QRS lebar untuk mengoptimalkan denyut jantung. Efek yang sering didapatkan dari obat obatan ini adalah penurunan denyut jantung dengan potensi terjadinya bradikardia dan asistol, dan penurunan tekanan darah. Amiodaron atau lignocaine digunakan untuk VF, VT dan takikardia dengan QRS lebar dengan penyebab yang tidak diketahui. Lignocaine memiliki range terapeutik yang sempit, rasa tebal sekitar mulut dan jari jari merupakan tanda awal toksisitas.Sebagai tambahan untuk VF dan VT, amiodarone juga digunakan untuk SVT, atrial flutter, dan atrial fibrilasi. Karena penurunan klirens, pasien dengan pengobatan warfarin yang mendapatkan amiodaron harus diawasi dengan ketat, terutama profil pembekuan darah, sementara pasien dengan pengobatan digoksin harus dilakukan monitor EKG yang ketat.Magnesium intravena merupakan obat pilihan untuk VT polimorfik (torsades de pointes).Ketiga obat obatan ini dapat diberikan sebagai bolus cepat pada henti jantung dengan VF dan VT, namun harus diberikan sebagai bolus pelan atau infus saat digunakan untuk takikardia dengan nadi.

Takikardia dengan QRS lebar : Lignocaine dan Amiodaron (slide 12)

Gambar 7.3 takikardia ventrikel klasik yang merupakan takikardia kompleks lebar dengan irama regular dan tidak adanya gelombang P

Baik amiodaron dan lignokain cocok digunakan pada pasien VT yang stabil. Jika anda memilih menggunakan salah satu, tetap bertahan dengan agen yang sama dan jangan berubah ke agen yang lain untuk mencegah bradikardia dan hipotensi yang hebat.Obat obatan optimalisasi denyut jantung pada Takikardia dengan QRS sempit (slide 13)Sekarang, perhatikan beberapa obat yang memperlambat denyut jantung pada takikardia dengan QRS sempit. Adenosin menjadi populer karena tingkat keamanan yang tinggi. Waktu paruhnya enam detik dan seluruh efek sampingnya seperti bronkospasme, nyeri dada, flushing, dan hipotensi hanya bersifat sementara.Berikut di bawah ini adalah tips dalam pemberian adenosin : Komunikasikan dengan jelas kepada pasien bahwa ia akan merasakan ketidaknyamanan di dada pada saat adenosin mencapai jantung Pilihlah vena perifer yang paling dekat dengan jantung, hubungkan dengan threeway ke kanul intravena, hubungkan adenosin pada satu lubang dan 20 cc NS ke lubang yang lain. Setelah mendorong adenosin secara cepat, lakukan flush (bolus cepat) NS segera untuk mempercepat adenosin mencapai jantung. Ingat untuk merekam perubahan EKG pada defibrilator.Verapamil dan diltiazem merupakan CCB (calcium channel blocker) yang dapat memperlambat takikardia QRS sempit, selain mendilatasi arteri koroner. Jangan gunakan agen ini pada pasien dengan sindrom WPW (Wolf-Parkinson-White) karena resiko VT refrakter. Sebisa mungkin, obat obatan ini harus dihindari pada pasien dengan terapi beta bloker.Beta bloker yang telah didiskusikan pada slide sebelumnya, dapat juga digunakan untuk memperlambat takikardia kompleks sempit.

Takikardia dengan QRS sempit : Adenosin, Verapamil, Diltiazem (slide 14)

Gambar 7.4 SVT klasik yang merupakan takikardia kompleks sempit dengan interval RR regular dan tidak adanya gelombang PObat obatan optimalisasi denyut jantung pada bradikardia (slide 15)Sekarang, perhatikan obat obatan yang meningkatkan denyut jantung pada bradikardia. Obat pilihan pada bradikardia simptomatik adalah atropin.Atropin diketahui merupakan agen vagolitik karena obat tersebut bekerja pada nervus vagus, dengan demikian menghambat parasimpatik. Jika digunakan sebagai antidot pada keracunan organofosfat atau kolinergik yang akut, atropin diberikan dengan dosis besar hingga tanda atropinisasi klasik muncul.Selain mengakibatkan kejang dan gagal nafas pada dosis yang sangat besar, efek samping lainnya hampir serupa adrenalin, yaitu meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi. baik infus adrenalin dan dopamin dapat digunakan untuk terapi bradikardia simptomatik.Atropin tidak lagi direkomendasikan pada henti jantung dengan asistol dan PEAObat obatan optimalisasi sirkulasi koroner (slide 16)Obat obatan untuk mengoptimalkan sirkulasi koroner dibagi menjadi vasodilator, agen reperfusi, anti-platelet dan antikoagulan.GTN merupakan vasodilator koroner kerja cepat dan tersedia dalam bentuk tablet sublingual dan oral, spray mulut, patch kulit, dan intravena. Agen reperfusi dalam berbagai generasi seperti urokinase dan streptokinase datang dan pergi sejak trombolitik pertama kali diperkenalkan. Sementara agen reperfusi masih memiliki peran, PCI menjadi populer sebagai pilihan terapi revaskularisasi dalam berbagai situasi.Agen anti-platelet dibagi menjadi tipe spesifik dan non-spesifik. Aspirin merupakan agen non spesifik yang cukup baik dan murah. Clopidogrel, juga disebut Plavix, meskipun lebih mahal dibanding aspirin, menjadi popular sebagai agen anti-platelet karena beberapa penelitian menunjukkan perbaikan luaran saat diberikan pada pasien IMA. Inhibitor glikoprotein IIa/IIIb sebagai agen antiplatelet memiliki resiko hemoragik yang tinggi sehingga menjadi tidak populer.Obat obatan optimalisasi kondisi jantung (slide 17)Terakhir, kita melihat pada obat obatan yang digunakan untuk mengoptimalkan kondisi agar jantung dapat bekerja.Oksigen penting untuk mengoreksi atau mencegah hipoksia. Morfin merupakan agen penghilang nyeri yang berguna.Saat pasien mengalami hiperkalemia, overdosis trisiklik atau asidosis metabolik, natrium bikarbonat merupakan obat yang dapat digunakan. Bagaimanapun, natrium bikarbonat, tidak dapat diberikan dalam bentuk infus bersama dengan obat obatan lainnya. Kalsium diindikasikan pada hiperkalemia untuk stabilisasi miokard, pada hipokalsemia dan pada overdosisi CCB. Di antara semua elektrolit, hiperkalemia merupakan kasus emergensi yang paling sering. Manajemen hiperkalemia termasuk menggunakan insulin dengan dekstrosa, kalsium, natrium bikarbonat, salbutamol dan resonium, dan lain lain.Natrium bikarbonat dan buffer lainnya tidak lagi diindikasikan pada henti jantung.Kasus NN (slide 18)Sekarang kita akan melihat tiga kasus emergensi kardiovaskular untuk memahami peran obat obatan tersebut pada manajemennya.Kasus pertama adalah seorang laki laki 53 tahun datang ke IGD dengan nyeri dada 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Tekanan darahnya 75/47 mmHg, denyut jantung 45x/menit, sementara tanda tanda vital lainnya stabil. EKG 12 lead kiri dan kanan menunjukkan IMA kanan, inferior dan total AV block. Dengan demikian kita mengetahui proses penyakit primernya adalah IMA dengan total AV block yang mengakibatkan tekanan darah yang rendah. Obat obatan apa yang penting pada manajemennya?

Gambar 7.6 IMA ventrikel kanan, inferior dan AV block 2o (tipe I)Gambar 7.7 optimalisasi kasus NN (slide 19)B. Pompa IMA ventrikel kanan : gagal pompa ventrikel kanan tekanan darah terlalu rendah Dopamin C. Volume Gagal pompa ventrikel kanan : volume venous return ke sistem pulmoner tidak mencukupi hipovolemia- pemberian cairan hati - hatiD. Denyut jantung IMA ventrikel kanan : gagal pompa ventrikel kanan tekanan darah terlalu rendah Dopamin A. Dilatasi koroner Vasodilator : GTN HATI HATI! Reperfusi : PCI, SK, rTPA Anti-platelet : aspirin, Plavix Antikoagulasi : heparinPerbaikan kondisi umum Oksigenasi Analgesia : morfin

Dari sebelah kanan gambar 7.7 untuk IMA, kita perlu mengoptimalkan sirkulasi koroner. Karena pasien tersebut mengalami IMA ventrikel kanan, GTN harus digunakan dengan hati hati karena dapat mengakibatkan venodilatasi, dan memperburuk tekanan darahnya yang rendah. Jika tidak didapatkan kontraindikasi, pasien tersebut merupakan kandidat yang baik untuk revaskularisasi, entah dengan PCI atau trombolitik. Aspirin dan atau klopidogrel harus diberikan sebagai antiplatelet. Antikoagulan diberikan setelah terapi revaskularisasi. Tidak perlu dikatakan, pasien tersebut pasti memerlukan oksigenasi dan penghilang nyeri.Pada ujung kiri atas, problem selanjutnya adalah manajemen kegagalan pompa kanan sebagai akibat IMA. Dopamin menjadi pilihan vasopresor yang rasional untuk memperbaiki pompa jantungPada kiri bawah, sangat penting untuk mengenali bahwa pasien in memiliki problem volume yang relatif. Sebagai akibat kegagalan pompa ventrikel kanan, venous return menuju sirkulasi pulmoner menjadi tidak adekuat, sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung kiri dan dengan demikian menurunkan tekanan darah. Challenge cairan memiliki peran pada keadaan ini, namun harus diberikan dengan pertimbangan yang matang, terutama pada pasien usia tua diamana pemberian 200 300 cc NS sudah mencukupi. Pada kanan atas, denyut jantung yang lambat diakibatkan oleh total AV block yang dapat diterapi dengan infus atropin atau dopamin atau adrenalin. Sementara itu, persiapan untuk pacing harus segera dilakukan.Kasus FEW (slide 20)Kasus kedua adalah wanita usia 19 tahun, datang ke IGD dengan sesak nafas setelah 3 hari nyeri perut, diare dan muntah muntah. Sebelumnya pasien diterapi oleh dokter umum sebagai diare akut.GCS 3 dengan tekanan darah 68/41 mmHg, dan denyut jantung 100x/menit, dengan saturasi oksigen 95%, EKG 12 lead menunjukkan sinus takikardia, dan gula darah meningkat pada 19.8 mmol/L. BGA menunjukkan metabolik asidosis berat. Foto rontgen dada menunjukkan edema pulmonum akut. Dengan demikian, kita tahu bahwa proses penyakit primernya adalah syok kardiogenik kemungkinan oleh miokarditis viral dan ketoasidosis diabetik. Obat obatan apa yang sesuai untuk manajemennya? gambar 7.9 edema pulmoner akutGambar 7.9 optimalisasi kasus FEW (slide 21)A. Pompa Gagal jantung kiri syok kardiogenik dopamin

C. Kondisi umum Oksigenasi : intubasi Asam basa : natrium bikarbonat Metabolik endokrin : insulin

B. Volume Dehidrasi akibat GE dan DKA Pemberian cairan hati hati Monitoring CVP

Pada kiri atas gambar 7.9, problem utama adalah kegagalan pompa ventrikel kiri yang mengakibatkan syok kardiogenik. Dopamin merupakan vasopresor rasional untuk terapi awal.Pada kiri bawah, pasien mengalami hipovolemia akibat muntah, diare dan KAD. Hal ini membuat manajemen penyakitnya menantang terutama karena hipovolemia sistemiknya disertai dengan edema pulmonum akut. Monitoring tekanan vena sentral sangat penting untuk menyeimbangkan penggunaan cairan intravena untuk mengkoreksi hipovolemia dan tidak memperberat edema pulmonum.Dengan GCS rendah dan saturasi oksigen yang suboptimal, pasien ini membutuhkan intubasi. Natrium bikarbonat berguna untuk koreksi asidosis metabolik berat. Insulin diperlukan segera untuk mengontrol kadar gula darah.Kasus LSW (slide 22)Kasus terakhir adalah seorang laki laki 72 tahun dengan keluhan nyeri dada kiri yang tidak menjalar dengan durasi 45 menit saat pasien bermain mahjong. Pasien mengidap hipertensi dan seorang perokok. Di IGD, GCS 15 dengan SBP 42 mmHg, denyut jantung 60 dan saturasi oksigen 96%. Pemeriksaan jantung paru dalam batas normal. Satu satunya kelainan yang ditemukan adalah pulsasi karotis dan radial kanan lebih lemah dibanding kiri. Pasien tetap tenang di dalam ruang resusitasi. EKG 12 lead telah diulang 3 kali dan tetap normal. Rontgen dada menunjukkan pelebaran mediastinum. Dengan demikian kita mengetahui proses primer penyakitnya mungkin merupakan diseksi aorta thorasik. Obat apa yang dapat berguna pada manajemen pasien tersebut?Slide 23

Gambar 7.10 pelebaran mediastinum Gambar 7.11 EKG normalGambar 7.12 optimalisasi kasus LSW (slide 24)Sirkulasi koroner Vasodilator : GTN, hati hati! Reperfusi : SK, rTPA Antiplatelet : aspirin Antikoagulan : heparinB. pompa Pertahankan kontraktilitas miokard serendah mungkin Pertahankan tekanan darah sistolik 90 110

A. volume Diseksi aorta hipovolemia relatif Pemberian cairan dengan hati - hatiC. kondisi umum Oksigenasi Analgesia : morfin

Pertama, diseksi aorta mengakibatkan hipovolemia relatif dan dengan demikian diperlukan pertimbangan dalam pemberian cairan. Untuk mencegah perburukan diseksi aorta, sangat penting untuk mempertahankan kontraktilitas miokard serendah mungkin, dengan demikian mempertahankan tekanan darah sistoliknya antara 90 110 mmHg. Oksigen tambahan penting untuk mencegah hipoksia dan morfin intravena dalam dosis kecil merupakan analgesia yang sesuai.Terapi definitif untuk pasien tersebut adalah operasi dan obat obatan hanya berperan sebagai tambahan dalam kasus ini. Meskipun pasien ini mengalami nyeri dada kiri, hal tersebut tidak disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Faktanya, vasodilator, reperfusi, antiplatelet dan antikoagulan dikontraindikasi pada pasien dengan diseksi aorta.Ringkasan (slide 25)Sebagai ringkasan, untuk pasien henti jantung, pemberian obat obatan merupakan lini kedua setelah intervensi penyelamatan yang lain.Saat pasien terdeteksi nadi, obat obatan digunakan untuk optimalisasi curah jantung, sirkulasi koroner dan kondisi umum agar jantung dapat bekerja. Untuk mengoptimalkan curah jantung, volume, fungsi pompa dan denyut jantung harus dioptimalkan juga.Kunci pada manajemen kasus adalah identifikasi proses penyakit primer dan menggunakan obat obatan yang sesuai untuk mengoptimalkan fungsi yang terganggu.