Bab 7-Pengukuran Jarak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengukuran Jarak, IUT

Citation preview

  • PPEENNDDII NNIISS PPEE

    SSuurraabbaayyaa,, 99 2244 AAgguussttuuss 22000044

    Materi : Bab VII. PENGUKURAN JARAK Pengajar : Danar Guruh Pratomo, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER DDIIKKAANN DDAANN PPEELLAATTIIHHAANN ((DDIIKKLLAATT)) TTEEKKNNGGUUKKUURRAANN DDAANN PPEEMMEETTAAAANN KKOOTTAA

  • BAB VII. PENGUKURAN JARAK

    Oleh:

    Danar Guruh Pratomo, ST Prodi Teknik Geodesi FTSP ITS Surabaya

    7.1 Pendahuluan

    Pengukuran jarak merupakan basis dalam pemetaan. Walaupun sudut-sudut dapat dibaca

    seksama dengan peralatan yang rumit, paling sedikit ada sebuah garis yang harus diukur

    panjangnya untuk melengkapi sudut-sudut dalam penentuan lokasi titik-titik.

    Secara umum jarak dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

    9 Jarak horisontal (HD), merupakan panjang garis antara dua titik ( AB ) terletak pada bidang datar proyeksi

    9 Jarak miring (SD), apabila panjang garis antara dua titik ( AB ) terletak tidak pada bidang datar.

    Dalam pengukuran tanah, jarak datar antara dua titik berarti jarak horisontal. Jika kedua

    titik berbeda elevasinya, jaraknya adalah panjang garis horisontal antara garis unting-unting

    di kedua titik itu.

    Gambar 7.1. Arti Jarak

    Pengukuran jarak dalam pemetaan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengukuran

    jarak dengan pita ukur, pengukuran jarak dengan cara optis dan pengukuran jarak dengan

    cara elektronis

    7.2 Pengukuran Jarak Dengan Pita Ukur

    Pengukuran jarak horisontal dengan pita ukur merupakan penerapan panjang yang

    diketahui pada pita berpembagian skala langsung pada sebuah garis beberapa kali.

    7.2.1 Metode Pengukuran Jarak dengan Pita Ukur

    Jarak antara titik A dan B dalam ruang akan diukur dengan pita ukur. Melalui titik A

    dan B direntangkan pita ukur dengan tegangan secukupnya, sehingga pita ukur betul-betul

    lurus (tidak melengkung). Jika titik A dinamakan titik belakang dan pembacaan skala pita

    VII - 1

  • ukur di titik itu adalah , sedangkan titik B dinamakan titik muka dengan pembacaan skala

    pita ukur di titik itu adalah , maka jarak dari titik A ke B adalah

    br

    mr

    bm rrd = untuk (7.1) bm rr > atau

    mb rrd = untuk (7.2) mb rr >

    Jika panjang AB adalah lebih kecil dari panjang pita ukur yang digunakan, maka langsung

    dapat ditentukan dari hasil pembacaan dan pada masing-masing titik A dan B. Jika br mr

    AB panjang sekali, maka jarak antara A ke B harus dilakukan dengan pengukuran

    bertahap. Potongan garis AB dibagi menjadi beberapa bagian dimana masing-masing

    bagian sama panjang atau lebih pendek dari panjang pita ukur yang digunakan. Jika

    panjang masing-masing bagian adalah , maka jarak dari A ke B menjadi ndddd ,.....,, 321

    =

    =++++=n

    iin dddddd

    1321 ....... (7.3)

    Jika potongan garis AB terletak pada bidang datar maka d merupakan jarak horisontal,

    sedangkan jika garis AB terletak tidak pada bidang datar maka panjang garis AB

    merupakan jarak miring. Jika titik A dan B terletak tidak pada bidang datar, dan garis AB

    membuat sudut dengan bidang datar, panjang garis AB merupakan jarak miring (SD), maka jarak horisontal (HD) adalah

    HD = SD.cos (7.4) 7.2.2 Kesalahan dalam Pengukuran dengan Pita Ukur

    9 Kesalahan yang Bersumber dari Pengukur Kesalahan Membaca Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan melakukan pembacaan pada masing-masing

    ujung dalam kedudukan pita ukur yang berbeda, misalnya:

    Kedudukan 1 : = 48,22 m mr

    = 0,14 m br

    jarak = ( bm rr ) = 48,08 m Kedudukan 2 : = 48,15 m mr

    = 0,08 m br

    jarak = ( bm rr ) = 48,07 m

    VII - 2

  • Kesalahan Mencatat Cara menghindari kesalahan ini sama dengan cara menghindari kesalahan membaca.

    9 Kesalahan yang Bersumber pada Pita Ukur Pita ukur yang sering dipakai mempunyai tendensi panjangnya akan berubah, apalagi jika

    menariknya terlalu kuat. Sehingga panjang pita ukur tidak betul atau tidak memenuhi

    standar lagi. Untuk itu perlu dilakukan kalibrasi dengan pita ukur standar. Koreksi terhadap

    perbedaan besarnya tarikan adalah :

    EALPPCP = )( 1 (7.5)

    dimana :

    CP = koreksi akibat tarikan pita ukur (m)

    P1 = tarikan pada saat pengukuran (kg)

    P = tarikan standar (kg)

    L = panjang yang terbaca pada pita ukur (m)

    A = luas penampang pita ukur (cm2)

    E = modulus elastisitas bahan pita ukur (kg/cm2)

    9 Kesalahan yang Bersumber pada Keadaan Alam Kesalahan yang bersumber pada keadaan alam yang berpengaruh pada pengukuran jarak

    dengan pita ukur adalah kesalahan yang disebabkan oleh temperatur. Standar pita ukur

    adalah pada temperatur C. Koreksi akibat temperatur dirumuskan sebagai berikut : 20LTTCt )( 1 = (7.6)

    dimana :

    Ct = faktor koreksi terhadap temperatur

    = angka muai panjang bahan pita ukur T1 = temperatur pada saat pengukuran

    T = temperatur standar

    L = pembacaan pada pita ukur

    7.3 Pengukuran Jarak Dengan Cara Optis

    Pengukuran jarak dengan cara optis adalah pengukuran jarak dengan menggunakan alat

    ukur yang dilengkapi pengukur jarak optis (misal theodolit dan sipat datar). Alat ini dalam

    teropongnya terdapat tiga benang mendatar diafragma.

    VII - 3

  • 7.3.1 Metode Pengukuran Jarak

    9 Metode Segitiga Sama Kaki Prinsipnya berdasar pemecahan pada sebuah segitiga sama kaki. Terdapat dua metoda

    dasar, yaitu :

    Metode Pertama Basis yang digunakan konstan dan sudut paralaks adalah variabel yang harus

    ditentukan nilainya. (Gambar 7.2)

    Gambar 7.2. Basis Konstan, Sudut Paralaks Variabel

    Untuk penentuan jaraknya, dipakai sebuh mistar basis yang panjangnya tepat 2

    meter yang umumnya dipasang mendatar. Sudut paralaks diukur dengan theodolit. Dalam hal ini mistar basis dipasang mendatar, maka sudut adalah sudut mendatar.

    2121 cot.bD =

    Metode Kedua Sudut paralaks konstan, sedangkan basis adalah variabel yang harus ditentukan

    nilainya (Gambar 3).

    Panjang S dibaca pada mistar yang bisanya dipasang tegak. Pengukuran jarak optis

    pada alat sipat datar menggunakan prinsip metode kedua.

    Gambar 7.3. Sudut Paralaks Konstan, Basis Variabel

    2121 cot.SD =

    9 Metode Tangensial Jarak mendatar HD antara titik P dan Q akan ditentukan. Theodolit ditempatkan di titik P

    dan rambu diletakkan tegak di titik Q. Garis bidik diarahkan ke A di rambu dan dibaca sudut

    miring di A (mA). Kemudian garis bidik diarahkan ke B dan dibaca sudut miringnya (mB).

    Selisih pembacaan skala rambu di A dan B menghasilkan jarak S = AB (Gambar 7.4).

    VII - 4

  • h

    Gambar 7.4 Pengukuran Jarak dengan Metode Tangensial

    Dari gambar 7.4, dapat dilihat bahwa :

    )tantan(tantan

    ==

    =

    DOEOE

    AEBES

    maka

    )tantan( =SD (7.7)

    9 Metode Stadia Metode stadia adalah pengukuran jarak optis dengan sudut paralaks konstan. Jika alat yang

    dipakai adalah sipat datar, maka jarak optisnya adalah jarak mendatar, karena garis bidik

    alat ukur sipat datar selalu dibuat mendatar. Dalam pengukuran situasi, alat yang digunakan

    adalah theodolit. Garis bidik diarahkan ke rambu yang ditegakkan di atas titik yang akan

    diukur jaraknya dari alat tersebut. Dalam hal ini garis bidik tidak mendatar. Jika sudut tegak

    (baik sudut miring atau zenith) diukur, maka dapat dihitung dengan rumus :

    Jika sudut miring yang diukur, maka :

    HD = SD.cos m (7.8)

    Jika sudut zenith yang diukur, maka :

    HD = SD.sin z (7.9)

    VII - 5

  • Gambar 7.5 : Pengukuran Jarak Metode Stadia

    9 Metode Subtense Metode subtense adalah pengukuran jarak optis dengan rambu basis 2 m. Prinsip dasar

    metoda ini adalah mencari garis tinggi segitiga sama kaki, yang panjang alasnya (basis)

    diketahui dan sudut paralaks yang dihadapannya diukur. Jarak dapat dihitung dengan

    rumus:

    2121 cot= bD (7.10) Panjang basis biasanya 2 m dan bila sudut paralaks cukup kecil, maka dipakai rumus

    pendekatan

    "

    21tan2

    " bbD == (7.11)

    dan karena b = 2 m ,

    )(""

    2 mD = (7.12) dimana 206265"= Metode ini dinamakan metode subtense karena sudut harus dinyatakan dalam detik (). Sudut adalah sudut horisontal dan diukur dengan theodolit. Walaupun tinggi theodolit dan tinggi rambu basis tidak sama tinggi, namun jarak yang diperoleh adalah jarak

    mendatar.

    VII - 6

  • Gambar 7.6 : Alat Subtense Bar

    7.3.2 Kesalahan dalam Pengukuran

    9 Sumber Kesalahan pada Instrumen Instrumen Tidak pada Keadaan Teratur

    Garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo (kecuali untuk alat sipat datar

    otomatik) sehingga jika teropong diputar tidak terbentuk bidang kerucut, tetapi

    bidang datar.

    Benang Silang Tidak Tepat Horisontal Pembacaan rambu ditepatkan dekat pusat benang silang horisontal akan

    menghilangkan atau membuat minimum kesalahan potensial ini.

    Panjang Rambu Tidak Benar Pembagian skala yang tak akurat pada rambu menyebabkan kesalahan dalam beda

    elevasi terukur serupa dengan yang diakibatkan oleh pembagian skala tidak tepat

    pada pita. Pembagian skala rambu harus dicek dengan membandingkan terhadap

    pita yang dibakukan.

    Kaki Tiga Longgar Baut yang terlalu longgar atau ketat menyebabkan gerakan atau tegangan yang

    mempengaruhi bagian atas instrumen.

    Paralaks Paralaks disebabkan oleh lensa obyektif dan/atau okuler yang tidak sempurna

    menyebabkan pembacaan rambu yang tidak benar.

    9 Sumber Kesalahan dari Alam Kelengkungan Bumi Pengaruh kelengkungan bumi adalah meningkatkan pembacaan rambu. Dengan

    menyamakan bidikan plus dan minus menghilangkan kesalahan oleh sebab ini.

    VII - 7

  • Biasan Berkas sinar dari obyek ke teropong dibelokkan, membuat garis bidik berbentuk

    konkaf terhadap permukaan bumi, dan karenanya mengurangi pembacaan rambu.

    Suhu Panas menyebabkan rambu sipat datar mengembang, tetapi pengaruhnya tak berarti

    dalam sipat datar bias. Maka jika pengukuran berada di tempat yang terkena terik

    matahari secara langsung, gunakanlah payung untuk melindungi alat.

    Angin Angin yang kuat menyebabkan instrumen bergetar dan rambu tidak tenang.

    9 Sumber Kesalahan dari Personel Kesalahan Membaca Rambu

    Pembacaan rambu yang tidak benar disebabkan oleh paralaks, kondisi cuaca yang

    buruk, bidikan-bidikan panjang, penempatan sasaran dan rambu yang tidak baik,

    dan juga interpolasi yang tidak tepat, serta pertukaran letak angka-angka. Bidikan-

    bidikan pendek dibuat untuk menyesuaikan kondisi cuaca dan instrument agar dapat

    dikurangi banyaknya kesalahan pembacaan.

    Rambu yang Tidak Tegak Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan memakai sebuah nivo rambu yang telah

    diatur.

    Pemasangan Sasaran Sasaran yang tidak terkunci tepat pada letak yang diminta oleh pengamat karena

    bergeser turun. Bidikan pengecekan selalu harus dilaksanakan setelah sasaran

    dikunci letaknya.

    7.4 Pengukuran Jarak Dengan Electronic Distance Measurement (EDM)

    Alat EDM menentukan panjang berdasarkan pada perubahan fase yang terjadi

    sewaktu energi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang diketahui, merambat dari

    satu ujung garis ke ujung yang lain dan kembali.

    Kelebihan EDM adalah jarak yang di ukur lebih cepat dan teliti. Dengan EDM, jarak

    ditunjukkan dalam bentuk digital dalam feet atau meter, dan banyak diantara alat-alat ini

    mempunyai koputer mikro terpasang tetap yang memberi hasil tereduksi langsung ke

    komponen horisontal dan vertikal.

    VII - 8

  • 7.4.1 Metode Pengukuran Jarak dengan EDM

    Dasar kerja dari alat ini adalah gelombang energi (gelombang cahaya, microwave,

    gelombang radio) yang dipancarkan dari pemancar di A (transmitter) dan di B dipantulkan

    oleh alat pemantul (re lector) dan diterima kembali oleh alat penerima (receiver) di A seperti

    terlihat pada Gambar 7.7.

    f

    Gambar 7.7. Prosedur EDM

    Bila kecepatan rambat gelombang energi = V m/dt, dan waktu yang diperlukan pada

    saat merambat dari mulai dipancarkan sampai diterima kembali = t detik, maka dapat

    dihitung jarak dari titik A ke B = tv 21 meter. Ketelitian yang dapat dicapai oleh alat ini adalah sekitar 2 sampai 10 p.p.m (part per million = 2 s/d 10 milimeter untuk tiap

    kilometer). Karena perambatan gelombang energi ini tadi lewat lapisan udara, maka harus

    dikoreksi juga terhadap temperatur dan tekanan udara pada saat pengukuran.

    Berikut adalah contoh dari alat pengukur jarak elektronik :

    Tabel 7.1 : Alat Pengukur Jarak Elektronis

    No Merk Sumber Tenaga Kemampuan Jarak

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    Geodimeter 76

    Distomat DI 10

    DM 60 Cubitape

    Tellurometer CA 1000

    Autotape

    Omega

    Laser

    Infra merah

    Infra merah

    Microwave

    Gelombang Radio

    Gelombang Radio

    3000 m

    2000 m

    2000 m

    30 km

    100 km

    8000 km

    7.4.2 Kesalahan dalam Pengukuran Jarak secara Elektronis

    9 Sumber Kesalahan pada Alat Ketelitian dari Frekuensi Pancaran

    Untuk mendapatkan jarak yang betul, haruslah frekuensi pancaran mempunyai

    angka yang tepat. Besarnya frekuensi pancaran ini ditentukan oleh suatu kristal.

    Kristal ini terpengaruh oleh temperatur dan usianya.

    VII - 9

  • Keterbatasan Bacaan Apabila bacaan teliti dilakukan dengan gelombang yang panjang setengah

    gelombangnya 10 m, maka bacaan yang dapat ditunjukkan paling baik adalah

    sampai dengan dm. Pada alat-alat yang lebih modern. Sistem pembacaan telah

    dilakukan dengan metode digit. Akan tetapi oleh karena gelombang pengukur untuk

    bacaan teliti ialah 10 m, maka bacaan terkecil yang dapat ditunjukkan hanya sampai

    1 cm.

    Gangguan Phase pada Rangkaian Perubahan phase pada rangkaian terjadi karena komponen-komponen alat ukur tidak

    terletak dalam batas toleransinya. Besarnya gangguan pada rangkaian ini biasa

    disebut kesalahan awal (zero error), yang besarnya tidak tergantung dari panjang

    jarak yang diukur. Untuk suatu unit/pasang alat, besarnya tertentu sehingga

    biasanya koreksi jenis ini disebut koreksi pasangan (pair correction), yang harus

    diberikan pada hasil ukuran langsung.

    9 Pengaruh Kesalahan dari Luar Alat Pengaruh Atmosfer

    Pengaruh atmosfer terhadap gelombang elektromagnetis :

    o Mengurangi kecepatan merambat gelombang elektromagnetis, besarnya pengurangan kecepatan ini tergantung dari beberapa faktor alam, antara lain

    temperatur, tekanan udara dan materi dari medium

    o Membuat lintasan sinyal antara master dan remote tidak merupakan garis lurus tetapi melengkung.

    o Penyerapan energi gelombang elektromagnetis. Pantulan Tanah (Ground Swing)

    Sifat rambatan gelombang yang digunakan pada alat-alat EDM adalah rambatan

    langsung, akan tetapi oleh karena pancaran gelombang dapat diumpamakan sebagai

    berkas dan sudut pancaran yang besar, maka sinyal yang diterima oleh pesawat

    pembantu (remote) bukanlah melulu merupakan hasil rambatan langsung, tetapi

    telah dipengaruhi oleh sinyal hasil pantulan tanah, demikian pula pada saat master

    menerima sinyal (kembali) dari remote.

    Kesalahan Operator Kesalahan operator atau personal error terjadi akibat adanya tendensi bahwa

    seseorang membuat kesalahan oleh karena semua tindakannya dipengaruhi oleh

    pikiran, perasaan dan refleksinya. Akan tetapi alat-alat EDM model terakhir sebagian

    VII - 10

  • besar telah menggunakan digit dan pergantian frekuensi telah dilakukan secara

    otomatis, sehingga personal error ini dapat dihindari.

    Referensi

    McCoomac, Jack. 2004. Surveying. Fifth Edition. Clemson University.

    Robinson, Arthur H, Morrison, Joell, Muehrcke, Phillip C, et.al.1995. Elements of

    Cartography. John Wiley & Sons, Inc. New York

    Wolf, Paul R & Ghilani, Charles D. 2002. Elementary Surveying : An Introduction to

    Geomatics. Prentice Hall. New Jersey

    VII - 11