Upload
shirahoshihime
View
248
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 Bab 9. Vitreus
http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 1/7
Steve
Charles,
MD &
William
O.
Edward,
MD
ffi
PENDAHULUAN
Pada
tiga
dekade
terakhir
abad
ke dua
puluh'
terlihat
suatu
peningkatan
minat
yang
luar biasa
terhadap
vitreus
dengan
semakin
berkembangnya
bedah vitreoretina.
Se-
belum
masa
ini, sejumlah
besar pasien
dibutakan
oleh
penyakit-penyakit
vitreoretina
yang
tak
dapat
dioperasi'
Tujuan
dari
bab ini
adalah
untuk
membantu
para
oftal-
molog
umum
dan
optometris menyadari
indikasi
bedah
vitreoretina,
yang banyak
di
antaranya
bersifat
sensitif
terhadap
waktu.
Banyak kondisi
vitreoretina
mempunyai
implikasi
dengan
dokter
keluarga,
dokter
penyakit
dalam,
dokter
di ruang
gawat
darurat,
dan
dokter
anestesi.
ANATOMI
VITREUS
DAN
RETEVANSINYA
DENGAN
PATOLOGI
Vitreus
mengisi
ruang
antara
lensa
dan
retina,
dan
terdiri
atas
matriks
serat
kolagen
tiga-dimensi
dan gel
asam
hia-
luronat
(Gambar
9-1).
(Terminologi
terdahulu,
vitreous
humor
jarang
digunakan
saat
ini.)
Sembilan
puluh
dela-
pan
persen
dari vitreus tersusun
atas
air'
Permukaan
luar
vitreus,
dikenal
sebagai
korteks,
berkontak
dengan
lensa
(korteks vitreus anterior)
dan
memiliki
daya
lekat
yang
berbeda-beda
ke
permukaan
retina
(korteks
vitreus
pos-
terior)
(Gambar
9-2).
Proses
penuaan/'
perdarahan,
peradangan,
trauma,
miopia,
dan
proses-proses
lain
sering
menyebabkan
kon-
traksi
matriks
kolagen
vitreus.
Korteks vitreus
posterior
kemudian,memisahkan
diri dari
retina
pada
daerah
yang
perlekatannya
lemah
dan
dapat
menimbulkan
traksi
pada
daerah-daerah
yang
perlekatannya
lebih
kuat.
Sebenar-
nya,
vitreus
tidak
pernah
lepas
dari
basisnr a.
Vitreus
juga
melekat
pada
nervus
opticus
dan,
dengan
keeratan
yang
kurang,
pada
makula dan
pembuluh-pembuluh
retina.
Perlekatan
ke
daerah
makula
adalah
suatu
faktor
yang
ber-
makna
dalam
patogenesis
membran
epimakula
dan
lubang
makula.
Sebelumnya
dipelajari
bahwa
vitreus
membentuk
ka-
vitas
dari
suatu
proses
yang
dikenal
sebagai
sineresis,
yang
pada
akhirnya
menimbulkan
kolaps vitreus'
Sekarang,
diyakini
bahwa
faktor
utamanya
adalah
perubahan
pada
kolagen
dan
lepasnya
sebagian
perlekatan
retina,
dan
bukan
pembentukan
kavitas.
Walaupun
vitreus
dapat
berpindah
ke
inJerior
saat
memisah dari
retina,
proses
ini
menghasilkan
gaya
yarrg
lebih
kecil
pada
zond-zona
per-
lekatan
vitreoretina
dibandingkan
dengan
gaya
traksi
yang
dihasilkan
oleh
pergerakan
mata
sakadik.
Gaya
dinamik,
yang
terinduksi
oleh
gerak
sakadik,
berperan
penting
dalam perkembangan
robekan
retina,
kerusakan
permukaan retina, dan
perdarahan
dari
pembuluh-pem-
buluh
yang robek
(Gambar
9-3).
Kontraksi vitreus
lebih
lanjut
akibat
invasi epitel
pigmen
retina,
sel
glia,
atau
sel
radang
dapat menimbulkan
traksi
statik yang
cukup
kuat
untuk
melepaskan
retina tanpa
disertai
robekan
retina.
Sebelum bedah
vitreoretina,
traksi pada
retina
diduga
disebabkan oleh
pita-pita
vitreus, dan
begitu
banyak
vpaya
yarrg tidak
menghasilkan
telah
dilakukan
untuk
memotong
pita-pita
ini
dengan gunting.
Gambaran
yang
diperlihatkan
oleh sistem
endoiluminasi
vitreoretina
telah
menambah pengetahuan
anatomi
kita dan
menunjukkan
bahwa pita-pita
ini
berbatasan
langsung
dengan
korteks
vitreus
posterior tembus
pandang,
yang
juga
berperan
pada banyak
traksi.
PEMERIKSAAN
VITREUS
DAN
PERTEMUAN
VITREORETINA
Vitreus
yang
normal
pada dasarnya
bersifat
tembus
pan-
dang, tetapi
mampu
menghasilkan
gaya
yarrg
kuat
pada
retina.
Traksi
vitreoretina
sering
terjadi
karena
pengaruh
bentuk
permukaan
retina
(Gambar 9-4).
Vitreus
yang
tem-
bus pandang
paling
baik dilihat
dengan
menggunakan
cahaya
celah
off-axis
sempit,
lensa kontak
tiga
cermin,
dan
biomikroskop
stereo
(Gambar
9-5).
Dengan
adaptasi
gelap
pengamaf
gambaran
yang
terlihat
diperjelas
secara
bermakna.
Biomikroskop
dengan
cahay
a celah
on-axislebat
atau
oftalmoskop direk
biasanya
tidak
cocok
untuk
meng-
amati
vitreus.
Oftalmoskop
indirek
memberikan
lapangan
pandang
yang besar
sehingga
pengamat
dapat
memeriksa
keke-
ruhan
lentikular dan
vitreus,
dan
menye{iakan
suatu
pan-
dangan
stereoskopik.
Banyak
pengamat hanya
sekedar
melihat
melalui
vitreus,
mengabaikan
kesempatan
untuk
melihat
vitreusnya,
terutama
bila
terdapat
kelainan
pada
178
7/25/2019 Bab 9. Vitreus
http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 2/7
Gambar 9-1. Vitreus
terdiri
atas matriks serat kolagen tiga-
dimensi dan
gel
asam
hialuronat.
struktur
tersebut.
Visualisasi
traksi vitreoretina
malah
diperjelas dan
bukannya
dirugikan
oleh pergerakan mata.
Selain
itu,
pergerakan
vitreus adalah
suatu
ukuran
besar-
nya-traksi vitreoretina
yang sempurna. Sebagian
retina
mata
yang
mengalami
perdarahan
vitreus
berat
sering
dapat
terlihat
dengan
melihat
ke perifer terlebih
dahulu
untuk
menetapkan
suatu bidang
fokus. Vitreus sering
kali
lebih
jernih
di bagian superior. Memposisikan
pasien
duduk tegak untuk sementara waktu dapat menyebabkdn
darah berpindah ke inferior, memungkinkan padangan re-
tina yang
lebih
baik.
Optical
coherence
tomography
(OCT)
berperan
penting
untuk
menentukan apakah korteks
vitreus
posterior
me-
lekat
pada
makula.
Ini
terutama berguna
untuk
menilai
Iubang
makula yang terus
berkembang,
sindrom-sindrom
traksi vitreomakula,
dan
perlekatan
korteks
vitreus
pos-
terior
yang
meregang
yang
berkaitan dengan
edema
ma-
kula diabetik.
VITREU5
I 179
Gambar
9-3.
Pergerakan vitreus
yang
terlepas sebagian
(pa-
nah
putih),
terinduksi
oleh
gerakan
sakadik
(panah
hitam)
dan
menyebabkan
robekan
retina
(kepala
panah).
Apabila vitreus terlalu keruh
sampai
retina
tidak
dapat
terlihat, harus
digunakan
ultrasonografi
scan-B
untuk
menentukan
apakah
retina
melekat dengan baik,
atau me-
nentukan
adanya
tumor,
benda
asing,
dislokasi
lensa,
dis-
iokasi
lensa
intraokular,
atau ablatio
koroid
(Gambar
9-6).
ffi
GEJALA
PENYAKIT
VITREORETINA
FLOATERS
Sebagian
besar orang
pernah
mengalami
Jloaters
pada
suatu
saat dalam kehidupannya. Gejala
ini
mungkin di-
gambarkan
sebagai
benang-benang,
jaring
laba-laba,
objek-objek
serupa piring
kecil,
atau sebuah cincin tembus
pandang.
Pelepasan
vitreus posterior terjadi
sedikitnya
Gambar
9-2,
Korteks vitreus melekat
ma
pada
permukaan
retina
dengan
bervariasi.
pada
lensa
dan
teruta-
derajat keeratan
yang
Gambar
9-4. Bentuk
retina
yang
abnormal
(panah
putih)
mengindikasikan
suatu traksi
vitreoretina
(panah
hitam).
7/25/2019 Bab 9. Vitreus
http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 3/7
180
/
BAB 9
pada7}%
populasi
dan menjadi
penyebab
sebagian
besar
keluhan
floaters.
Untungnya,
kebanyakan
floaters
terbukti
tidak
bermakna
klinis
setelah
pemeriksaan
retina
tidak
berhasil
menemukan
adanya
suatu
robekan
retina
atau
kondisi
patologis
lainnya.
Pemeriksaan
retina
perifer
lan-
jutan
yang
cermat
dengan
menggunakan
oftalmoskop
in-
direk
melalui
pupil
yang
didilatasi
lebar
harus
dilakukan
setiap
kali seorang
pasien
mengeluhkan
awal
terjadinya
floaters.
Perubahan
sifat
floaters
juga
merupakan
indikasi
dilakukannya
pemeriksaan
retina perifer
dalam
beberapa
hari.
Floaters
yang
terjadi
sekunder
akibat
lepasnya
vitreus
posterior
sebaiknya
disebut
sebagai
kondensasi
vitreus,
menekankan asal-usulnya,
yaitu
dari
serat-serat
dan per-
mukaan
kolagen
vitreus
yang
telah ada
sebelumnya.
Ada-
nya
eritrosit,
dan
sesekali,
sel-sel
radang
dalam
vitreus
dapat
menyebabkan
pasien
melihat
floaters,
yang
sering
digarrrbarkan
sebagai
objek
mirip-piring.
Floater
seperti-
Gambar
9-5.
Cahaya
celah
off-axis
sempit,
lensa kontak,
dan
biomikroskop
memberikan
gambaran vitreus
tembus
pandang yang
paling
baik.
cincin
biasanya
terlihat
saat
memvisualisasikan
daerah
korteks vitreus
posterior
yang
sebelurnnya
melekat
pada
nervus
opticus.
Perdarahan
vitreus
(Gambar
9-7)
meng-
indikasikan
pemeriksaan
yang
teliti
untuk
menentukan
ada
tidaknya
penyakit
vaskular,
seperti retinopati
diabe-
tik, penyakit
oklusi
vena,
hemoglobinopati,
atau
leukemia.
Adanya
sel-sel
radang
mengindikasikan
pemeriksaan
lan-
jutan
untuk sarkoidosis,
candida,
lim{oma,
dan
kelainan
sistemik
lain.
Walaupun
floaters
sering
ditemukan,
pe-
meriksaan
retina yang
cermat harus
dilakukan
sebelum
pasien
diyakinkan
bahwa yang
terjadi
hanyalah
lepasnya
perlekatan
vitreus
posterior.
Objek-objek
keemasan
bulat,
kecil, seragam,
yang
di-
kenal
sebagai
hialosis
asteroid
sering
timbui
di vitreus
(Gambar
9-8).
Walaupun
tampilannya
mengesankan,
objek-objek
tersebut
hampir
tidak
pernah
mempengaruhi
penglihatan
dan
tidak
memerlukan
pengobatan.
Hialosis
Gambar 9-6.
Scan-B.
Gambar
9-7.
Perdarahan
vitreus.
7/25/2019 Bab 9. Vitreus
http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 4/7
Gambar 9-8.
Hialosis
asteroid
asteroid
pernah
diduga
berhubungan.
dengan
diabetes,
tetapi hal ini
tidak
terbukti
kemudian.
Vitrektomi
sangat
jarang diindikasikan
pada
floaters.
Banyak pasien
yang
bereaksi
berlebihan
terhadap
timbul-
nya
floaters
dan lebih
membutuhkan konseling
daripada
tindakan
bedah, yang berisiko menimbulkan ablatio
reti-
nae
dan katarak. Walaupun
beberapa
oftalmolog
melaku-
kan
vitreolisis laser YAG untukfloaters, tindakan
ini
jarang
ada
yang efektif
dan memiliki risiko
abiatio
retinae
dan
katarak.
KILATAN SINAR
(FOTOPSIA)
Kilatan sinar-sebaiknya
disebut
fotopsia
-
disebabkan
oleh
rangsangan
mekanis
pada
retina,
biasanya
terjadi
sekunder
setelah
pemisahan
vitreus dari
retina.
Skotoma
bilateral berkilau,
seperti-kilat, bergergi
yang
terjadi'se-
kunder
pada
migrain
(50%
tidak
disertai dengan
sakit
kepala) sering disalah
artikan
dengan
fotopsia. Sebagian
besar pasien
yang vitreus
posteriornya
terlepas
akan
me-
ngalami
kilatan
sinar,'
terutama saat
melakukan gerak
sakadik, sampai
pemisahannya
stabil.
Pemisahan
vitreus
posterior
tidak
pernah
sempurna
karena
vitreus akan
selalu melekat pada
basis vitreus
posterior.
Setiap
pasien
yang
baru
mengalami fotopsia harus menjalani pemerik-
saan
cermat lanjutan retina
perifer dengan
menggunakan
oftalmoskop
indirek
melalui
pupil
yang dilebarkan.
W
PENYAKIT.PENYAKIT
VITREORETINA
ROBEKAN RETINA
&
ABLATIO
RETINAE
REGMATOGENOSA
Sebagaimana
dijelaskan di atas, pemisahan
vitreus
pos-
terior
pada mata dengan perlekatan vitreoretina yang
ab-
VITREUS I
181
normal dapat
menyebabkan
retina robek.
Robekan
retina
lebih
sering
terjadi
pada
pasien miopia
karena
pasien-
pasien
miopia mungkin mengalami
degenerasi
lattice,yang
terkait
secara
genetis dengan
miopia.
Robekan
retina
yang
simptomatik
dikatakan
lebih
bermakna daripada
yang
asimptomatik
meskipun
gejala-gejala
yang
dilaporkan
sangat bervariasi. Robekan
besar lebih
bermakna
daripada
robekan
kecil. Lubang
bulat
kecil, terutama yang
berada
di
dalam
degenerasi lattice,
jarang
menyebabkan ablatio
retinae.
Lubang
bertutup
atau
lubang
bulat atrofik
lebih
jarang
lagi
menyebabkan
ablatio
retinae
daripada robekan
flap (tapal
kuda)
(Gambar
9-9).
RETINOPATI
DIABETIK
Pasien
dengan
retinopati diabetik
proliferatif
dapat meng-
alami perdarahan
vitreus yang
berasal
dari
neovaskular-
isasi
retina.
Pasien-pasien ini
harus
ditangani secara
agre-
sif
dengan
tindakan
penyelamatan-mata fotokoagulasi
panretina. Jika darah menghalangi visualisasi retina,
pe-
meriksaan
ultrasonografi
harus
dilakukan
untuk
menying-
kirkan
kemungkinan
ablatio retinae
traksional. Dapat
di-
lakukan
vitrektomi
intuk memperbaiki penglihatan
dan
dilakukan
fotokoagulasi
panretina
endolaser
(Gambar
e-1
0).
Ablatio
retinae traksional
diabetik ditangani
melalui
tindakan bedah
vitreoretina,
dengan menyatukan teknik-
teknik,
seperti
segmentasi
gunting
(Gambar
9-11) dan
delaminasi
gunting
(Gambar
9-12)
pada
membran
epire-
tina.
Neovaskularisasi yang ditranseksi
dapat dikoagulasi
dengan
menggunakan
prob
diatermi bipolar
(Gambar
e-13).
KOMPTIKASI
BEDAH KATARAK
Sekitar
2% pasien
bedah
katarak
akhirnya mengalami ab-
latio
retinae
regrnatogenosa,
diduga akibat pergerakan
Gambar
9-9.
Aliran
vitreus
cair
melalui robekan
retina
ber-
bentuk
tapal-kuda
yang
dapat menimbulkan
ablatio
retinae.
7/25/2019 Bab 9. Vitreus
http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 5/7
182 / BAB 9
Fotokoagulasi retina endolaser
Gambar 9-11. Segmentasi
gunting
pada
untuk melepaskan traksi tangensial.
Gambar9-13. Koagulasi
pembuluh yang
ditranseksi, menggu-
nakan
endoiluminator
bipolar
selama
proses
segmentasi dan
delaminasi.
vitreus ke
anterior
selama
atau
setelah pembedahan.
Pa-
sien-pasien
ini mengeluhkan kilatan
sinar, fotopsia,
hilang-
nya
penglihatan
perifer,
dan
hilangnya
penglihatan
sen-
tral
bila makula
teriepas.
Dikatakan bahwa
bedah
katarak
menyebabkan
kehilangan
vitreus sekitar
1%,
bukti-bukti
terkini
mengisyaratkan insidens tersebut mendekati
5%.
Ablatio
retinae
lebih sering
terjadi
setelah ruptur
kapsul,
kehilangan vitreus,
dan
vitrektomi
anterior
(Gambar
9-14).
Ruptur
kapsul
saat
bedah
katarak
dapat mengakibat-
kan pergeseran materi iensa
atau, sesekali, seluruh lensa
ke
dalam
vitreus.
Peradangan
dan
glaukoma
fakolitik
biasa terjadi, kecuali
bila
hanya
se1'umlah kecil
korteks
yang
mengalami
dislokasi.
Vitrektoni dan
fakofragmen-
membran
Gambar
9-14.
Traksi
vitreus
selama
dan setelah bedah katarak
dapat menimbulkan robekan
dan ablasi retina.
membran
epiretina
tasi
sangat
efektif untuk'mengangkat
materi
lensa
yang
terdislokasi
posterior
(Gambar
9-15).
Endoftalmitis
dapat terjadi dalam
satu
sampai
bebe-
rapa
hari setelah operasi
katarak dan
dengan cepat dapat
Gambar 9-12.
Delaminasi
epiretina
yang
melekat.
gunting
untuk
melepas
7/25/2019 Bab 9. Vitreus
http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 6/7
Gambar 9-15.
Vitrektomi dengan
lensa
kontak
dan endo-
iluminasi memungkinkan
fragmentasi dan
pengangkatan
ma-
teri
lensa
yang
mengalami dislokasi
posterior.
menyebabkan
kehilangan mata bila tidak
dikenali
dan
segera
diobati.
Sebagian
besar kasus
paling
baik
diatasi
dengan melakukan sadap
vitreu s (aitreous fap)
untuk
biakan dan
uji sensitivitas serta
injeksi antibiotik
intra-
vibreal.
Beberapa kasus
dapat
juga
diatasi
dengan
vi-
trektomi. Pasien yang terinfeksi
organisme
yang agresif
sering kehilangan
matanya
walaupun dilakukan
diagno-
sis dini dan
pengobatan
yang
tepat. Setiap
pasien dengan
nyeri, penurunan
penglihatan,
dan
peradangan
yang
terus
meningkat
harus segera dilihat
apakah
terdapat
endoftalmitis.
Endoftalmitis
dapat
juga
berasal
dari bleb
filtrasi
yang
bocor,
atau sumber-sumber
endogen,
seperti
jalur
vena sentral atau kateter yang
lama
dipakai.
TRAUMA
Trauma tembus mata sering
menyebabkan perdarahan
vitreus, yang
mungkin disertai
dengan kerusakan
retina
yang bermakna.
Pergerakan vitreus
seperti
yang
terlihat
dengan
oftalmoskopi indiirek
dan
ultrasonografi
memban-
tu menentukan
waktu dilakukannya
vitrektomi setelah
trauma
tembus tanpa benda asing.
Vitreus yang bergerak,
walaupun
sangat
keruh akibat perdarahan,
dapat diamati
saat ultrasonografi
menunjukkan retina yang
akan
dile-
katkan dan bila
tidak
ada benda asing.
Vitrektomi
umum-
nya
dilakukan
7-10 hari setelah
perbaikan luka
awal
sete-
lah te4adi
pemisahan
vitreus
posterior,
perdarahan
aktif
reda, dan kornea lebih
jernih.
Jika
kontraksi vitreus
dini
ditunjukkan
dengan
penurunan
gerak
vitreus,
vitrektomi
harus
dilakukan
sebelum
terjadi
fibrosis dan ablatio
retinae
traksional
sekunder.
Apabila terdapat
benda asing
logam
(besi atau temba-
ga),
benda asing
toksik,
atau berpotensi
infeksi,
diperlukan
VITREUS / 183
Gambar
9-16.
Pengangkatan benda asing
intraokular
dengan
forceps
berlapis-berlian
vitrektomi
segera dan
pengangkatan
benda asing
dengan
forceps
(Gambar 9-16).
Kadang-kadang, benda
asing
dari
plastik
atau
gelas
atau
peluru
senapan angin dapat diob-
servasi
saja
tanpa
pembedahan
atau sampai
terjadi
traksi
vitreoretina.
ffi
RINGKASAN
Studi
penyakit penyakit vitreoretina
sangat
mengagum-
kan
dan
bisa menimbulkan
dampak yang
besar
pada
hasil-
akhir
penglihatan. Berbagai
teknologi
dan
teknik
baru telah
dikembangkan
secara
luas dan
menghasilkan kemajuan
yang
sangat besar
pada
hasil-akhir
pascabedah
vitreore-
tina.
Banyak
mata yang dulunya tidak dapat disembuhkan
merasakan
pengembalian
penglihatan dalam tahuri-tahun
belakangan
ini.
Kemajuan
dalam bioteknologi tampaknya
akan menghasilkan kemajuan-kemajuan
yang fenomenal
di masa
yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Bajaire B
et al: Vitreoretinal surgery of the
pcisterior segment for
explosive
traurna in terrorist warfare. Grades Arch Gun Exp
Ophthalmol2006;244:991.
[PMID:
16440208]
Binder
MI
et al:
Endogenous
endophthalmitis: An
18-year
review
of culture-positive
cases
at
a tertiary care center. Medicine
(Baltimore)
2003;82:97.
[PMID:
12640186]
Busbee
BG
et al: Bleb-associated endophthalmitis: Clinical charac-
teristics and visual
outcomes.
Ophthalmology 2004;11L:L495.
IPMID:15288977)
Castellarin A
et al:
Vitrectomy
with
silicone
oil in{usion in severe
diabetic retinopathy. Br
J
Ophthalmol
2003;87:318.
[PMID:
1.25984461
7/25/2019 Bab 9. Vitreus
http://slidepdf.com/reader/full/bab-9-vitreus 7/7
144
/
BAB
9
Demefriades
AM
et al: Combined phacoemulsification,
intraocu-
lar lens implantation,
and vitrectomy
for
eyes
with
coexist-
ing
cataract
and viheoretinal
pathology. Am
J
Ophthalmol
2003
;135
:291
IPMID
: 126147
Ml
Dhingra
N et
al:
Early vikectomy
for fundus-obscuring
dense
vi-
treous haemorrhage from
presumptive
retinal tears.
Graefes
Arch
Clin
Exp
Ophthalmol
2006;lrn27
[Epub
ahead of
print].
IPMID:
168021331
Forte R
et al:
Visualisation
of vitreomacular
tractions
with en face
optical
coherence
tomography.
Eyc
2006;
ltn
2
[Epuh
ahead of
printl.
[PMID:
1.6751756)
Gaucher
D
et al:
Optical
coherence tomography
assessment of
the
vitreoretinal
relationship
in diabetic macular
edema.
Am
J
Ophthalmol
2005;139:807.
[PMID:
1586028a]
Margo
CE et
al:
Posterior
vitreous
detachment: How to approach
sudden-onset
floaters
and
flashing lights. Postgrad Med
2005;117 :37.
[PMID):
1578267 2]
Moore
]K
et aI: Retinal
detachment
in eyes undergoing
pars
plana
vitrectomy
for
removai
of
retained
lens
fragments.
Ophthal-
mology
2003;110:709.
[PMID:
12689890]
Ng
JQ
et al: Management
and outcomes
of
postoperative en-
dophthalmitis
since
the
endophthalmitis vitrectomy
study:
The Endophthalrnitis Population Study
of
Western Australia
(EPSWA)'s
fifth
report.
Ophthalmology
2005;112:1199.
IPMID:
159217591
Rossetti
A
et
al: Retained
intravitreal lens
fragments
after
phaco-
emulsification:
Complications and visual
outcome
in
vikec-
tomized and
nonvitrectomized
eyes.
J
Cataract
Refract
Surg
200228:310.
[PMID
: 11821 215]
Scott IU
et al:
Clinical
features
and
outcomes
of pars
plana
vitrec-
tomy
in patients
with retained
lens fragments.
Ophthalmology
2003
1L0
:15 67 .
IPMID
: 12917 17 4]
Scott
RA et
al:
Vitreous
surgery
in
the
maragement
of
chronic
endogenous
posterior
uveitis. Eye 2003;17:221,.
[PMID:
126404101
Shah
SP
et al: Factors
predicting outcome
of vitrectomy
for dia-
betic
macular
oedema:
Results
of
a prospective
study. Br
J
Ophthalmol
2006;90:33.
[PMID:
16361663]
Sheard
RM
et al:
Vitreoretinal
surgery
after childhood
ocular
trauma.
Eye
2007
;21:793.
[PMID:
166017
44]
van
Overdam
KA et
aI:
Symptoms and
findings predictive
for
the
development
of
new retinal
breaks. Arch
Ophthalmol
2005
123
47
9.
IPMID
:
158242201
Wickham
L et
al:
Outcornes of
surgery
for
posterior
segment
in-
traocular
foreign
bodies
-.a
retrospective
review of 17
years
of
clinicai
experience.
Graefes
Arch
Clin Exp Ophthalmol
2006;
Jun
21
[Epub
ahead of print].
[PMID:
16788826]
Zhang YQ
et al:
Treatment
outcomes
after
pars
plana vitrectomy
for
endogenous
endophthalmitis. Retina
2005;25:746.
IPMID:
1,61418631