Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    1/33

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan merupakan

    salah satu penyebab utama kematian pada anak di negara berkembang termasuk

    Indonesia. Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair tiga kali

    atau lebih dalam waktu 24 jam (Badawi, 2009).

    Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin,

    sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P (Vasoactive

    Intestinal Peptide). Biasanya, resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu

    sebab sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi, maka terjadilah diare.

    Terganggunya keseimbangan antara resorpsi dan sekresi, dengan diare sebagai

    gejala utama, sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang lambung usus) yang

    disebabkan oleh kuman dan toksinnya (Badawi, 2009).

    Dewasa ini penggunaan obat modern sudah semakin menurun, hal itu

    berbanding terbalik dengan penggunaan obat dari tanaman tradisional yang pada

    saat ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan dari

    sebagian masyarakat bahwa efek samping yang ditimbulkan oleh tanaman obat

    tersebut tidak berbahaya, sehingga timbullah pemikiran dari masyarakat untuk

    kembali ke cara alamiah dengan memanfaatkan tanaman obat sebagai salah satu

    alternatif untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit ( Winarto,

    2003 ).

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    2/33

    2

    Obat tradisional adalah ramuan dari tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat

    ataupun diperkirakan berkhasiat sebagai obat. Khasiatnya diketahui dari

    pengalaman turun temurun ( Winarto, 2003 ).

    Salah satu jenis tanaman yang berkhasiat obat adalah tanaman bungur

    (Lagerstroemia speciosa Pers.). Tanaman ini banyak dijumpai sebagai peneduh

    jalan. Di Jawa, bungur dapat tumbuh sampai ketinggian 800 m. Selain itu, bungur

    banyak ditemukan pada ketinggian di bawah 300 m. Pohon, tinggi 10-30 m.

    Batang bulat, percabangan mulai dari bagian pangkalnya, berwarna cokelat muda.

    Daun tunggal, bertangkai pendek. Helaian daun berbentuk oval, elips, atau

    memanjang, tebal seperti kulit, panjang 9-28 cm, lebar 4-12 cm, berwarna hijau

    tua. Bunga majemuk berwarna ungu, tersusun dalam mulai yang panjangnya 10-

    50 cm, keluar dari ketiak daun atau ujung ranting. Buahnya, berbentuk bola

    sampai bulat memanjang, panjang 2-3,5 cm, beruang 3-7, buah yang masih muda

    berwarna hijau, setelah masak menjadi cokelat. Ukuran biji cukup besar, pipih,

    ujung bersayap berbentuk pisau, berwarna cokelat kehitaman. Bungur dapat

    diperbanyak dengan biji, akan tetapi tanaman ini biasa digunakan untuk obat

    diabetes mellitus. Dalam pengobatan tradisional sebagai obat antidiare, tanaman

    bungur biasanya digunakan dalam bentuk rebusan. Biji tanaman ini dapat

    digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, dan antidiare. Pada biji bungur

    mengandung metabolit sekunder flavonoid dan tanin (Dalimartha, 2003).

    Pemanfaatan ekstrak etanol biji bungur (Lagerstroemia speciosa Pers)

    sebagai obat diare masih secara empiris, dan penggunaannya sebagai obat

    tradisional dalam masyarakat untuk mengobati diare sejauh kepustakaan yang

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    3/33

    3

    sudah ditelusuri belum ditemukan permasalahan tersebut. Oleh karena itu perlu

    dilakukan penelitian secara ilmiah mengenai biji bungur sebagai obat diare

    (Dalimartha, 2003).

    1.2 Identifikasi Masalah

    1. Apakah pemberian ekstrak etanol biji bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.)

    memiliki aktivitas sebagai antidiare?

    2. Pada dosis berapa ekstrak etanol biji bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.)

    memiliki aktivitas sebagai antidiare?

    1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antidiare pada

    ekstrak etanol biji bungur dengan metode uji diare oleum ricini dan mengetahui

    pada dosis berapa ekstrak etanol biji bungur berkhasiat sebagai antidiare.

    1.4Kegunaan Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang

    ekstrak biji bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) yang memiliki efek antidiare

    terhadap mencit yang diinduksi oleum ricini dan dapat memberikan informasi

    kepada penderita diare, kalangan medis serta masyarakat umumnya, tentang peran

    biji bungur sebagai obat tradisional alternatif khususnya sebagai obat antidiare.

    1.5. Metode Penelitian

    1. Pengumpulan bahan tanaman

    2. Determinasi tanaman

    3. Pembuatan serbuk simplisia

    4. Pembuatan ekstrak biji bungur

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    4/33

    4

    5. Penapisan fitokimia

    6. Orientasi

    7. Percobaan efek antidiare

    1.6 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan dari mulai bulan April 2013 sampai

    dengan Juni 2013 di Laboratorium Farmakologi, Jurusan Farmasi, Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Al-Ghifari

    Bandung.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    5/33

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.)

    2.1.1 Penyebaran Tanaman, Nama Daerah dan Nama Asing

    Bungur (Lagerstroemia) adalah tumbuhan sejenis pohon atau perdu yang

    dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Bunganya berwarna merah

    jambu, bila mekar bersama-sama akan tampak indah. Perbanyakan anakannya dari

    biji yang keluar setelah proses pembungaan selesai. Bijinya berbentuk bulat

    berwarna cokelat sebesar kelereng. Selain itu bisa juga diperbanyak dengan

    pencangkokan (Pangkahila, 2007).

    Gambar 2.1

    Pohon Bungur (L . speciosa

    Pers.)

    Ada dua jenis bungur yang populer sebagai tanaman hias pekarangan:

    bungur biasa (L. speciosa) seperti yang tertera pada Gambar 2.1, pohon besar

    mencapai 8 m, dan bungur Jepang (L. faurieri, L. indica, dan hibrida keduanya)

    yang lebih kecil, berbentuk perdu. Nama Daerah Sumatera: bungur (Melayu),

    bungur kuwal, bungur bener (Lampung), bungur tekuyung (Palembang). Jawa:

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    6/33

    6

    bungur (Sunda), ketangi, laban, wungu (Jawa Tengah), bhungor, wungur

    (Madura). Nama Simpliasia, Lagerstroemiae speciosae Semen (biji bungur),

    Lagerstroemiae speciosae Cortex (kulit kayu bungur), Lagerstroemiae speciosae

    Folium (daun bungur). Bungur besar dulu juga banyak ditanam di pekuburan.

    Kini selain ditanam sengaja dipinggir jalan raya dan halaman rumah, juga banyak

    tumbuh liar di tepian sungai (Pangkahila, 2007).

    Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) dalam Ilmu Botani

    diklasifikasikan sebagai berikut (Heyne, 1987) :

    Divisi : Spermatophyta

    Sub devisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Sub Kelas : Dialypetalae

    Bangsa : Myrtales

    Suku : Lythraceae

    Marga : Lagerstroemia

    Jenis :Lagerstroemia speciosaPers.

    2.1.2 Deskripsi Tanaman

    Tanaman ini banyak dijumpai sebagai peneduh jalan. Di Jawa, bungur

    dapat tumbuh sampai ketinggian 800 m. Selain itu, bungur banyak ditemukan

    pada ketinggian di bawah 300 m. Pohon, tinggi 10-30 m. Batang bulat,

    percabangan mulai dari bagian pangkalnya, berwarna cokelat muda. Daun

    tunggal, bertangkai pendek. Helaian daun berbentuk oval, elips, atau memanjang,

    tebal seperti kulit, panjang 9-28 cm, lebar4-12 cm, berwarna hijau tua. Bunga

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    7/33

    7

    majemuk berwarna ungu, tersusun dalam malai yang panjangnya 10-50 cm, keluar

    dari ketiak daun atau ujung ranting. Buahnya buah kotak, berbentuk bola sampai

    bulat memanjang, panjang 2-3,5 cm, beruang 3-7, buah yang masih muda

    berwarna hijau, setelah masak menjadi cokelat. Ukuran biji cukup besar, pipih,

    ujung bersayap berbentuk pisau, berwarna cokelat kehitaman (Hariana, 2008).

    2.1.3 Kandungan Kimia dan Khasiat

    Daun bungur memiliki kandungan kimia, seperti saponin, flavonoid dan

    tanin, sedangkan pada kulit batang bungur mengandung flavonoid dan tanin. Biji

    bungur mengandung senyawa flavonoid, plantisul, dan tanin (Dalimartha, 2003).

    Daun bungur berkhasiat sebagai kencing manis, kencing batu, hipertensi,

    dan diare. Biji bungur berkhasiat hipertensi, sedangkan kulit kayu berkhasiat

    sebagai diare, disentri dan kencing darah (Dalimartha, 2003).

    2.2 Simplisia

    Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

    belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

    bahan yang telah dikringkan simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia

    hewani dan simplisia mineral. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tumbuhan

    utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Dit Jen POM, 2000).

    2.3 Ekstraksi

    Ekstraksi adalah penarikan zat pokok dari bahan mentah obat dan

    menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan

    mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses

    lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Ekstrak mengandung berbagai

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    8/33

    8

    macam unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ekstrak

    (Ansel, 2008).

    Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan

    penyari yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: murah dan mudah

    diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap

    dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang

    dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat serta diperbolehkan oleh

    peraturan. Cairan penyari harus dapat mencapai seluruh serbuk dan secara terus

    menerus mendesak larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi keluar

    (Depkes, 1986). Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah dan mudah

    diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun,

    dan alamiah. (Depkes, 1986).

    2.3.1 Ekstraksi Refluks

    Refluks adalah salah satu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis

    suatu senyawa, baik organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk

    mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguapa atau volatile. Pada kondisi

    ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi

    berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang

    digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan

    kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun

    pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap

    ada selama reaksi berlangsung (Poeloengan, 2007).

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    9/33

    9

    Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

    berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari

    dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu

    dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan

    diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam

    simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali

    dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam. Keuntungan metode refluks adalah

    digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur keras,

    dan tahan pemanasan langsung. Kerugian dari metode refluks adalah

    membutuhkan sejumlah manipulasi dari operator (Poeloengan, 2007).

    Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah Semua reaktan atau

    bahannya dimasukkan dalam labu bundar leher tiga. Kemudian dimasukkan

    batang magnet stirer setelah kondensor pendingin air terpasang. Campuran diaduk

    dan direfluks selama waktu tertentu sesuai dengan reaksinya. Pengaturan suhu

    dilakukan pada penangas air, minyak atau pasir sesuai dengan kebutuhan reaksi.

    Pelarut akan mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai senyawa

    murni dan kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah,

    mengekstraksi lagi dan begitu terus (Poeloengan, 2007).

    Demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai

    penyaringan sempurna. Penggantian pelarut dilakukan sebanyak 2 kali setiap 2-

    2,5 jam Poeloengan, 2007).

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    10/33

    10

    2.4 Diare

    2.4.1 Pengertian Diare

    Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret)

    dan merupakan gejala-gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya.

    Menurut tori klasik, diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, hingga

    pelintasan kimus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat

    meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian lain menunjukkan bahwa penyebab

    utama diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air

    atau dan terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses sekresi dan reosrpsi

    dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel.

    (Elin, 2008).

    Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah (Elin, 2008):

    1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab

    diare. Seperti anti biotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.

    2. obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan

    beberapa cara, yakni:

    a. Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk

    resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidanya, derivat-

    derivat petidin (difenoksilat), dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna).

    b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak

    (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan alumunium.

    c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat

    menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    11/33

    11

    yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk disini adalah juga

    mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan lukanya dengan

    suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin, (suatu karbohidrat yang

    terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-garam bismut, serta alumunium.

    3. Spasmolitika, yakni zat-zat dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering

    kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan

    oksifenonium, epitel mukosa (Elin, 2008).

    2.4.2 Penyebab Diare

    Diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, sehingga perlintasan

    kimus dipercepat dan masih banyak mengandung air pada saat meninggalkan

    tubuh sebagai tinja. Selain itu, diare disebbakan karena bertumpuknya cairan di

    gangguan keseimbangan ini, sering terjadi pada keadaan radang lambung-usus

    yang disebabkan oleh kuman atau toksinnya.

    Faktor-faktor yang menyebabkan diare (Sriyanto, 2004):

    a. Virus

    Misalnya influenza perut dan travelers diarrhea yang disebabkan oleh rotavirus

    dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus, yang menjadi rusak

    sehingga kapasitas absorpsi menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang

    peranan. Diare yang terjadi bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus

    lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari.

    b. Bakteri

    Diare yang disebabkan oleh bakteri mulai berkurang terjadi karena meningkatnya

    hygiene masyarakat. Bakteri-bakteri tertentu pada keadaan tertentu, misalnya

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    12/33

    12

    bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman menjadi invasif dan

    menyerang kedalam mukosa. Di sini, bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri

    dan membentuk toksin-toksin yang dapat direabsorpsi ke dalam darah dan

    menimbulkan gejala-gejala, seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang-kejang

    disamping mencret berdarah dan berlendir. Penyebab utama dari jenis diare ini

    adalah bakteri Salmonella, Sigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.

    c. Parasit

    Parasit yang sering menyebabkan diare seperti protozoa Entamoeba histolytica,

    Giardia lambia, Cyptosporidium, dan Cyclospora, yang terutama terjadi di daerah

    tropis atau sub tropis. Diare akibat parasit-parasit ini biasanya bercirikan mencret

    cairan yang intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu. Gejala lain

    dapat berupa nyeri perut, demam, anorexia, nausea, muntah-muntah dan rasa letih

    (malaise).

    d. Enterotoksin

    Diare jenis ini lebih jarang terjadi, tetapi lebih dari 50% dari wisatawan di

    Negara-negara berkembang dihinggapi diare ini. Penyebabnya adalah kuman-

    kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E. colidan Vibrio

    cholera, dan sebagian kecil, Shigella, Salmonella, Compylobacter danEntamoeba

    histolytica. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan merusaknya. Diare jenis ini

    juga bersifat selfimiting artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

    dalam lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel mukosa yang rusak diganti dengan sel-

    sel mukosa yang baru.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    13/33

    13

    e. Penyakit

    Sejumlah penyakit ada yang menyebabkan diare sebagai salah satu gejalanya,

    seperti kanker usus besar dan beberapa penyakit cacing (misalnya penyakit cacing

    gelang dan cacing pita).

    f. Obat-obatan

    Obat-obatan dapat menimbulkan diare karena efek sampingya, misalnya antibiotik

    berspektrum luas (golongan ampisilin dan tetrasiklin), sitostatik, dan penyinaran

    dengan sinar-X ( radioterapi).

    g. Makanan

    Makanan yang sulit diserap oleh usus akan mengakibatkan tekanan osmotik usus

    meningkat sehingga menghalangi absorbs air dan elektrolit dan menimbulkan

    diare. Alergi makanan, makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dengan

    toksi bakteri dan makanan yang tercemar logam berat juga dapat menyebabkan

    diare.

    h. Pengaruh psikis

    Keluhan dalam diare dapat timbul sebagai salah satu gejala penyakit atau sebagai

    akibat kelainan jiwa atau psikologis, misalnya ketegangan jiwa, emosi, stress dan

    lain-lain. Diare karena penyebabnya ini dikenal dengan istilah diare psikogenik.

    Seseorang yang mengalami gangguan psikologi cendrung menyebabkan hidupnya

    tidak teratur. Sering kali disertai dengan keadaan jiwa, yang tidak tenang, tidur

    tidak nyeyak, makan yang tidak teratur dan lain sebagainya. Dalam keadaan

    seperti ini terjadi rangsangaan berlebihan pada saraf-saraf terutama pada daerah

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    14/33

    14

    hipotalamus yang dapat menimbulkan hiperperistaltik. Karena meningkatnya

    peristaltik maka absorpsi air dan elektrolit akan terganggu dan terjadilah diare.

    i. Penyebab lain

    Penyebab lain diare seperti terjadinya gangguan gizi dan kekurangan enzim-enzim

    tertentu (Tan, 2002).

    2.5 Metode Uji Aktivitas Antidiare

    Terdapat dua metoda yang dapat digunakan dalam melakukan uji aktivitas

    antidiare di antaranya:

    A. Metoda Transit Intestinal

    Metoda ini dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare,

    laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang

    ditempuh oleh suatu pertanda (marker) dalam waktu tertentu terhadap panjang

    usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit atau tikus. Obat antidiare akan

    memperkecil rasio, sedangkan laksansia dan obat antispasmodik akan

    memperbesar rasio ini dibandingkan rasio pada hewan tanpa perlakuan

    (Suryawati. S, 1993).

    B. Metoda Proteksi Terhadap Diare oleh Oleum Ricini

    Minyak jarak mengandung trigliserida dari asam risinoleat. Di dalam usu

    halus trigiserida ini akan dihidrolisis oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan

    asam risinoleat sebagai surfaktan anionik yang bekerja mengurangi netto cairan

    dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus. Metoda pengujian aktivitas

    antidiare di sini ditunjukkan terbatas pada aktivitas obat yang dapat menekan

    peristaltik usus sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    15/33

    15

    konsistensi feses yaitu metoda proteksi terhadap diare yang diinduksi oleh oleum

    ricini atau minyak jarak (Ganiswara, 1995).

    Menurut Vogel (2002), metoda pengujian antidiare ada pula yang dilakukan

    secara in vitro. Metoda ini digunakan untuk melihat apakah sampel uji dapat

    membunuh mikroorganisme penyebab diare. Biasa dilakukan dengan metoda

    cakram atau tabung. Sampel uji dioleskan pada media yang sudah ditanami

    mikroba. Jika terlihat adanya hambatan pertumbuhan mikroba uji, maka dapat

    disimpilkan bahwa sampel uji memiliki efek antidiare dengan cara membunuh

    atau menghambat pertumbuhan mikroba penyebab diare.

    2.6 Loperamida

    Loperamida merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi 2-3

    kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga tidak mengakibatkan

    ketergantungan. Nama Merek: Amerol, Antidia, Colidium, Diadium, Diasec,

    Imodium, Imomed, Imore, Imosa, Inamid, Lexadium, Licodium, Lodia, Loremid,

    Motilex, Normotil, Normudal, Opox, Oramide, Primodium, Renamid. Xepare,

    Zoroporm. Zat ini dapat menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel

    mukosa, yaitu memulihkan se-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke

    keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerjanya lebih cepat, juga bertahan lebih

    lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul ( Tjay, 2002).

    Loperamid adalah obat untuk memperlambat ritme pencernaan, sehingga

    usus halus memiliki waktu lebih banyak untuk menyerap cairan dan nutrisi dari

    makanan yang anda makan. Loperamid digunakan untuk mengobati diare.

    Loperamid juga digunakan untuk mengurangi jumlah kotoran pada penderita yang

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    16/33

    16

    memiliki ileostomy(ileostomimerupakan pembukaan ileum ke dinding abdominal

    melalui operasi sehingga merupakan saluran untuk mengeluarkan isi intestinal).

    Gamabar 2.5

    Struktur Kimia Loperamid HCl

    Dosis Loperamid HCl : pada diare akut dan kronis: permulaan 2 tablet dari

    2 mg, lalu setiap 2 jam 1 tablet sampai maksimal 8 tablet seharinya. Anak-anak

    sampai 8 tahun: 2-3 dd 0,1 mg setiap kg bobot badan, anak-anak 8-12 tahun;

    pertama kali 2 mg, maksimal 8-12 mg sehari. Tidak boleh diberikan pada anak-

    anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan

    sempurna untuk dapat menguraikan obat ini.

    Loperamide juga digunakan untuk kebutuhan lain yang tidak tercantum di

    sini. Informasi penting antaralain dilarang menggunakan obat ini jika memiliki

    alergi terhadap loperamid, atau jika memiliki kotoran yang menghitam, berdarah

    atau diare yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik. Sebelum menggunakan

    obat ini konsultasikan pada dokter jika pasien alergi terhadap obat apapun, jika

    sedang demam, lendir pada kotoran, pernah mengalami penyakit hati, atau jika

    sedang menggunakan antibiotik.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    17/33

    17

    Minum lebih banyak air ketika menggunakan obat ini untuk menghindari

    dehidrasi. Obat ini dapat membutuhkan waktu 48 jam penggunaan sebelum gejala

    membaik. Untuk hasil terbaik, tetap gunakan obat ini secara langsung. Katakan

    pada dokter jika gejala yang dialami tidak membaik setelah 10 hari penggunaan.

    Loperamid dapat menyebabkan efek samping yang menurunkan cara berpikir atau

    bereaksi. Hati-hatilah jika sedang menyetir atau melakukan sesuatu yang

    membutuhkan kesadaran penuh.

    Efek Sampingnya antara lain : gatal dengan bintik merah, sulit bernapas,

    pembengkakan pada wajah, bibir, lidah atau tenggorokan. Hentikan penggunaan

    obat ini dan hubungi dokter anda jika anda memiliki efek samping serius berikut :

    nyeri pada perut atau perut kembung, diare yang memburuk atau berkelanjutan,

    diare yang encer atau berdarah, demam, radang tenggorokan, dan sakit kepala

    dengan lepuhan, pengelupasan, dan ruam kemerahan pada kulit.

    2.7 Oleum Ricini

    Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasal dari biji Ricinus

    communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Didalam usus

    halus minyak jarak dihodrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam

    risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar.

    Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak

    digunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman.minyak jarak menyebabkan

    kolik, dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan

    induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan

    (Arif,1995).

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    18/33

    18

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Alat dan Hewan Penelitian

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas saring, corong,

    spirtus, timbangan, tabung reaksi, seperangkat alat refluks, cawan petri, Vacum

    Rotary Evaporator, penangas air, stopwatch, erlenmeyer, termometer, sonde oral

    dan seperangkat alat gelas.

    Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan galur webster,

    diperoleh dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Intitut Teknologi Bandung.

    3.2 Bahan Penelitian

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia biji bungur,

    etanol 70%,ammonia, kloroform, pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, pereaksi

    Dragendorff, serbuk magnesium, HCl 2N, amil alcohol, FeCl3, eter, vanillin 10%,

    H2SO4 pekat, KOH, pereaksi Liebermann-Buchard, loperamid, aquadest, dan

    bahan sebagai penginduksi untuk aktivitas adalah oleum ricini.

    3.3 Metode Penelitian

    3.3.1 Penyiapan Sampel Tanaman

    1. Pengumpulan Bahan Tanaman

    Bahan yang digunakan simplisia biji bungur (Lagerstroemia speciosa

    Pers.), bahan diambil dari perkebunan Cimanggu Balittro Bogor.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    19/33

    19

    2. Determinasi Tanaman

    Bahan dideterminasi di Herbarium Bandungense Sekolah Teknologi Ilmu

    Hayati (STIH) Institut Teknologi Bandung.

    3. Pembuatan Serbuk Simplisia

    Bahan tanaman yang digunakan adalah simplisia biji bungur

    (Lagerstroemia speciosa Pers.). biji bungur sebanyak 100 gram dihaluskan

    menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan mesh 20.

    4. Pembuatan ekstrak biji bungur

    Simplisia biji bungur kering sebanyak 100 gram dimasukkan kedalam dua

    buah labu bundar masing-masing 50 gram di setiap labu bundar ditambah

    etanol 70% 300 ml di setiap labu bundar dan direfluks selama 5 jam. Disaring

    dan direfluks kembali dengan 250 ml etanol 70%. Hasil saringan dicampur dan

    dipekatkan dengan rotary evaporatorpada suhu 400C dan 75 rpm, kemudian

    dipekatkan kembali di atas cawan penguap sampai pekat. Setelah itu timbang

    berat ekstraknya. (Nawawi, 2006)

    3.3.2 Penapisan Fitokimia

    Penapisan Fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji

    bungur untuk memeriksa adanya metabolit sekunder. Secara umum senyawa ini

    meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin.

    a. Alkaloid

    Sampel dibasakan oleh ammonia, kemudian ditambahkan kloroform,

    digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform dipipet sambil disaring, kemudian ke

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    20/33

    20

    dalamnya ditambahkan asam klorida 2N. Campuran dikocok kuat-kuat hingga

    terdapat dua lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi tiga bagian :

    - Bagian pertama ditambahkan pereaksi Mayer. Bila terjadi endapan atau

    kekeruhan putih, berarti simplisia kemungkinan terkandung alkaloid.

    - Bagian dua ditambahkan pereaksi Dragendroff. Bila terjadi endapan atau

    kekeruhan berwarna jingga kuning, berarti dalam simplisia kemungkinan

    terkandung alkaloid. (Harbone, 2007).

    b. Flavonoid

    Sejumlah kecil sampel dalam tabung reaksi dicampur dengan serbuk

    magnesium dan asam klorida 2N. Campuran dipanaskan di atas tangas air,

    disaring. Kedalam filtrat dalam tabung reaksi ditambahkan amil alkohol, lalu di

    kocok kuat-kuat. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning

    hingga merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol (Harborne, 2007).

    c. Saponin

    Serbuk simplisia dan ekstrak, masing-masing ditambahkan aquades panas

    10 ml kemudian didinginkan dan dikocok kuat selama 10 detik. Terbentuk busa

    setinggi 1-10 cm yang stabil selama 10 menit. Pada penambahan 1 tetes asam

    klorida 2 N, busa tidak hilang (Harbone, 2007).

    d. Tanin dan Polifenol

    Sampel ditambah dengan aquades panas aduk biarkan pada temperature

    kamar, tambahkan 3-4 tetes NaCl 10% aduk dan saring. Sebanyak 10 mL filtrat

    digabung dengan larutan FeCl3 1% yang akan membentuk warna hitam

    kehijauan, yang menunjukkan tanin total (Harbone, 1984).

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    21/33

    21

    e. Steroid dan triterpenoid

    Sampel digerus dengan eter, pipet sambil disaring. Filtrat ditempatkan

    dalam cawan penguap, biarkan menguap hingga kering. Hasil pengeringan

    ditambahkan pereaksi Liebermann-Bouchardat. Terjadinya warna ungu

    menunjukkan adanya senyawa triterpenoid sedangkan adanya warna hijau biru

    menunjukkan adanya senyawa steroid (Harbone, 1984).

    f. Senyawa Kuinon

    Sejumlah kecil sampel dalam tabung reaksi dipanaskan di atas penangas

    air, kemudian disaring. Kedalam filtrat ditambahkan larutan KOH 5 %. Adanya

    senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya kuning hingga merah (Harbone,

    1984).

    3.3.3 Orientasi

    Orientasi merupakan penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk

    mengetahui dosis sebenarnya yang mampu memberikan efek antidiare pada

    mencit percobaan. Hasil orientasi ini yang akan menjadi dasar pemilihan dosis

    pada percobaan yang sebenarnya, untuk mendapatkan dosis terbaik.

    3.3.4 Percobaan Efek Antidiare

    Percobaan efek antidiare meliputi penyiapan hewan uji, penyiapan alat dan

    bahan, dan pengujian efek antidiare.

    Percobaan efek antidiare meliputi penyiapan hewan uji, penyiapan alat dan bahan,

    dan pengujian efek antidiare.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    22/33

    22

    i. Penyiapan hewan uji

    Hewan percobaan yang dgunakan dalam penelitian adalah mencit putih jantan

    sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 g.

    ii. Penyiapan bahan

    Penyiapan bahan-bahan meliputi suspensi PGA sebagai kontrol, suspensi

    Loperamid HCl sebagai pembanding, ekstrak etanol biji bungur sebagai bahan

    uji dan oleum ricini sebagai induktor.

    iii. Pengujian efek antidiare

    Dosis ekstrak etanol ditentukan berdasarkan orientasi pada hewan percobaan

    terhadap parameternya, parameter yang diamati yaitu waktu muncul diare,

    frekuensi konsistensi diare dan jumlah/bobot feses serta jangka waktu

    berlangsung diare. Hasil orientasi dipilih variasi dosis sebanyak tiga dosis

    sebagai pembanding suspensi loperamid HCl.

    iv. Urutan penelitian sebagai berikut:

    a) Mencit diadaptasikan dengan lingkungan penelitian selama 1 minggu

    b) 2 jam sebelum penelitian, mencit dipuasakan selanjutnya dikelompokkan

    menjadi 5 kelompok masing-masing terdiri dari 6 ekor.

    c) Semua mencit diberikan oleum ricini secara oral.

    d) 30 menit setelah pemberian oleum ricini, masing-masing kelompok diberi

    perlakuan, yaitu kelompok 1 diberi oleum ricini sebagai kontrol positif,

    kelompok 2 diberikan suspensi loperamid HCl dosis 0,0052 mg/20 g BB

    mencit sebagai pembanding dan kelompok 3, 4 dan 5 masing-masing

    diberikan ekstrak etanol biji bungur. Semua perlakuan diberikan secara oral.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    23/33

    23

    e) Dilakukan pengamatan setiap 30 menit selama 4 jam meliputi saat mulai

    terjadinya diare, frekuensi konsistensi diare, jumlah/ bobot feses, dan jangka

    waktu berlangsungnya diare.

    f) Hasil pengamatan dianalisis dengan metode statistik ANAVA.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    24/33

    24

    DAFTAR PUSTAKA

    Aditama Y.T., 1993., Patofisiologi Batuk. Jakarta : Bagian Pulmonologi FK UI,

    Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta.

    Cherniack, 1997, Terapi Muktahir Penyakit saluran pernafasan,

    diterjemahkan oleh Widjaja Kusuma, 208-209, Binarupa, Jakarta.

    Dalimartha S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 1, 126-129, Trubus

    Agriwidya., Jakarta.

    Dalimartha S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 4, Trubus

    Agriwidya., Jakarta.

    Departemen Kesehatan RI., 2000., Acuan Sediaan Herbal., Direktorat Jenderal

    Pengawasan Obat dan Makanan., Jakarta.

    Departemen Kesehatan RI., 1986., Sediaan Galenik., Departemen Kesehatan RI.

    Halaman 10-12. Jakarta.

    Di Piro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,

    2011, Pharmacotherapy : A Pathophysiology Approach, 8th edition.,

    Appleton & Large, Stamford, Connecticut.

    Dukes, H.H., 2004., The Physiology of Domestic Animal., 12th., Comstock

    Publishing Associated Advision of Cornelic University Press., NewYork.

    Ekawati, etty., 2006., Kajian Potensi Tumbuhan Obat Untuk Pengayaan

    Materi Pembelajaran di Sekolah Kabupaten Cianjur., Sekolah

    Paskasarjana Institut Pertanian Bogor.

    Farnsworth, N.R. 1996., Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.

    Journal of Pharmaceutical Science. 55(3). Pages 257-263.

    Fauzi, Dodi A., 2008, Manfaat Tanaman Obat,EDSA Mahkota, Jakarta.

    F. Dennis McCool., 2006., Global Physiology and Pathophysiology of Cough.

    CHEST., vol. 129 no. 1 suppl 48S-53S

    Frandson, D.R, Lee wilken. L., Anna Dee Fails., 2009., Anatomy and physiology

    Farm An imals.,seventh Edition., Wiley-Blackwell., USA.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    25/33

    25

    Ganiswara, G.S., 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima, Balai Penerbit

    FKUI, Jakarta.

    Ganong, W.F., 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh

    Petrus Adrianto, Edisi 22, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Harbone, J.B., 1996., Metode Fitokomia., Bandung: ITB.

    Kusuma, Fauzi R, Muhammad Zaky., 2005, Tumbuhan Liar berkhasiat Obat,

    Agromedia Pustaka., Jakarta.

    Martin. A., Swarbick, J., Cammrata, A., 1993, Farmasi Fisik, Dasar-Dasar

    Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasi,diterjemahkan oleh Yoshita, 1079-1108,

    Edisi ke-4, jilid 2, Penerbit UI, Jakarta.

    Mutschler, E., 1991., Dinamika Obat., diterjemehkan oleh Matilda B, Widianto,

    dan Anna Setiadi Ranti., Edisi 5., 518-920., ITB., Bandung.

    Pal, Sudin., Debnath palit., 2011., Traditional knowledge and Bioresource

    Uti li zation Among Lepcha in North Sikkim., Department of Conservation

    biologi, Department of botany, Durgapur Government College., West

    Bengal., 13-17., Journal NeBIO.

    Price, A. S., 2006, Patofisiologi dalam Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit,

    Edisi 6, Vol 2., Penerbit EGC, Jakarta.

    Teodora D Balangcod., Ashlyn Kim D Balangcod., 2011., Ethnomedical

    Knowledge of Plants and Healthcare Practices Among the Kalaguya Tr ibe

    in Tinoc, I fugao, Luzon, Phil ippines., Vol 10., 227-238., Indian Journal of

    Traditional Knowledge.

    Tjay T.H., Rahardja, K, 2007. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan

    Efek-efek Sampingnya.660-667. PT Gramedia., Jakarta.

    Tyler, V.E, Brady, L.R, Robbers, JE., 2000., Pharmacognosy., 10th

    Ed., Lea &Fegiber., Philadelphia.

    Turner R.A. 1965 Screening methods in Pharmacology. Academic Press.,

    NewYork.

    Voight, R., 1995., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi., edisi kelima.,

    diterjemahkan oleh Soendani Noerono., Gadjah mada Univercity Perss.,

    Yogyakarta.

    Winarto, W.P dan Ir.Maria Surbakti., 2003., Khasiat Dan Manfaat Tanaman

    Herbal.,Agro Media Pustaka., Jakarta.

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    26/33

    26

    LAMPIRAN 1

    SKEMA ALUR PENELITIAN

    Diagram Alur Penelitian Uji Mukolitik Infusa daun Baru Cina (Artemisia vulgaris Linn)

    Di Infus

    Skrining

    Fitokimia

    Daun Artemisia

    vulgaris segar 10 g,

    20 g, dan 30 g.

    Di cuci dari

    pengotor sampai

    bersih

    Ditiriskan dan

    Dirajang

    Irisan daun

    Ar temisia vulgari s

    Infusa

    Ar temisia vulgari s

    Uji Mukolitik

    Mukus dalam dapar

    fosfat pH 7 (20 :80)

    Usus Sapi

    Larutan dapar

    Fosfat pH 7

    Di bersihkan

    Di urut-urut

    Mukus Usus

    Sapi

    41

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    27/33

    27

    LAMPIRAN II

    DETERMINASI TANAMAN BARU CINA (Ar temisia vulgarisL).

    42

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    28/33

    28

    LAMPIRAN III

    GAMBAR TANAMAN BARU CINA

    43

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    29/33

    29

    LAMPIRAN IV

    HASIL INFUS DAUN BARU CINA

    Hasil Infusa Dosis 10% Hasil Infusa Dosis 20%

    Hasil Infusa Dosis 30%

    44

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    30/33

    30

    LAMPIRAN V

    HASIL STATISTIK UJI AKTIVITAS MUKOLITIK INFUS DAUN BARU CINA

    Tabel 1 . Hasil Analisis Viskositas Infusa Daun Baru Cina Rpm 12

    N MeanStd.

    Deviation Std. Error

    95% Confidence Interval forMean

    Rata-rataviskositasLower Bound Upper Bound

    Mucus 3 17.1833 .27538 .15899 16.4993 17.8674 25.18

    asetilsistein 3 10.1833 .27538 .15899 9.4993 10.8674 12.18

    dosis 1 3 15.1833 .27538 .15899 14.4993 15.8674 25.18

    dosis 2 3 13.8167 .16073 .09280 13.4174 14.2159 18.82

    dosis 3 3 12.1833 .27538 .15899 11.4993 12.8674 15.18

    Total 15 13.7100 2.50287 .64624 12.3240 15.0960 25.20

    Tabel 2. Hasil Analisis Viskositas Antar Perlakuan Infusa Daun Baru Cina Rpm 30

    N MeanStd.

    Deviation Std. Error

    95% Confidence Interval for

    Mean

    Rata-rataviskositasLower Bound Upper Bound

    Mucus 3 25.1833 .27538 .15899 24.4993 25.8674 25.18

    asetilsistein 3 10.1833 .27538 .15899 9.4993 10.8674 10.18

    dosis 1 3 20.1833 .27538 .15899 19.4993 20.8674 20.18

    dosis 2 3 17.3500 .30414 .17559 16.5945 18.1055 17.35

    dosis 3 3 12.1833 .27538 .15899 11.4993 12.8674 12.18

    Total 15 17.0167 5.61540 1.44989 13.9070 20.1264 25.20

    Tabel 3. Hasil Analisis Viskositas Antar Perlakuan Infusa Daun Baru Cina Rpm 60

    N Mean

    Std.

    Deviation Std. Error

    95% Confidence Interval forMean

    Rata-Rata

    viskositasLower Bound Upper Bound

    Mucus 3 17.1833 .27538 .14899 16.4993 17.8674 17.35

    asetilsistein 3 10.1833 .27538 .15899 9.4993 10.8674 10.02

    dosis 1 3 15.1833 .27538 .15899 14.4993 15.8674 15.02

    dosis 2 3 13.8167 .16073 .15899 13.4174 14.2159 13.76

    dosis 3 3 12.1833 .27538 .15899 11.4993 12.8674 10.02

    Total 15 13.7100 2.50287 .64624 12.3240 15.0960 10.00

    45

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    31/33

    31

    LAMPIRAN V

    HASIL STATISTIK UJI AKTIVITAS MUKOLITIK INFUS DAUN BARU CINA(Lanjutan )

    Tabel 4 . Hasil Analisis Selisih Viskositas Antar Perlakuan Infusa Daun Baru Cina Rpm 12

    Selisih Viskositas Antar PerlakuanViskositas Mukus (cPois)Kelompok

    (a)PNilai selisih

    (a-b)

    Kelompok

    (b)X SEMN

    0,000*13 0,16K (+)25,18 0,163K (-) -0 0,16D1

    0,000*6.36 0,09D20,000*10 + 0,16D3

    0,000-13 0,16K (-)

    12,18 0,163K (+) 0,000t-13 0,16D1

    0,000t-6.64 0,07D2

    0,000t-3 0,16D3

    -0 0,16K (-)25,18 0,163D1 0,000

    t13 0,16K (+)0,000

    #6.36 0,09D20,000

    #10 0,16D30,000*-6.36 0,09K (-)

    18,82 0,093D2 0,000t6.64 0,09K (+)

    0,000#-6.36 0,09D1

    0,000 3.64 0,09D30,000 -10 0,16K (-)

    15,18 0,163D3 0,000t3 0,16K (+)

    0,000#-10 0,16D1

    0,000#-3.64 0,16D2

    Keterangan :

    N : jumlah perlakuan

    X SEM : Nilai rata-rata viskositas mukus SEM ( Standar Error Mean)P : Angka uji kebermaknaan kelompok* : Berbeda bermakna terhadap kontrol negatif ( p

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    32/33

    32

    LAMPIRAN V

    HASIL STATISTIK UJI AKTIVITAS MUKOLITIK INFUS DAUN BARU CINA(Lanjutan )

    Tabel 5. Hasil Analisis Selisih Viskositas Antar Perlakuan Infusa Daun Baru Cina Rpm 30

    Selisih Viskositas Antar PerlakuanViskositas Mukus (cPois)Kelompok

    (a)PNilai Selisih

    (a-b)

    Kelompok (b)X SEMN

    0,000*15 0,16K (+)25,18 0,163K (-) 0,000*5 0,18D1

    0,000*7,8 0,18D20,000*13 0,16D3

    0,000-15 0,16K (-)

    10,18 0,163K (+) 0,000t-10 0,18D1

    0,000t-7,2 0,18D2

    0,000t-2 0,16D3

    0,000*-5 0,16K (-)20,18 0,183D1 0,000

    t10 0,16K (+)0,000 2,8 0,18D20,000 8 0,16D30,000*-7,8 0,16K (-)

    17,35 0,183D2 0,000t7,2 0,06K (+)

    0,000 -2,8 0,18D10,000

    #5,2 0,16D30,000

    *-13 0,16K (-)12,18 0,163D3 0,000

    t2 0,16K (+)0,000

    #-8 0,18D10,000#-5,2 0,18D2

    Keterangan :

    N : jumlah perlakuan

    X SEM : Nilai rata-rata viskositas mukus SEM ( Standar Error Mean)P : Angka uji kebermaknaan kelompok

    * : Berbeda bermakna terhadap kontrol negatif ( p

  • 5/24/2018 Bab I- Bab III Skripsi Bu Dyta

    33/33

    33

    LAMPIRAN V

    HASIL STATISTIK UJI AKTIVITAS MUKOLITIK INFUS DAUN BARU CINA(Lanjutan )

    Tabel 6. Hasil Analisis Selisih Viskositas Antar Perlakuan Infusa Daun Baru Cina Rpm 60

    Selisih Viskositas Antar PerlakuanViskositas Mukus (cPois)Kelompok

    (a)PNilai Selisih

    (a-b)

    Kelompok (b)X SEMN

    0,000*7.3 0,16K (+)17,35 0,153K (-)

    0,000*2.3 0,16D10,000*3.6 0,16D20,000*7.3 0,16D3

    0,000-7.3 0,15K (-)

    10,02 0,163K (+) 0,000t-5 0,16D1

    0,000t-3.8 0,16D2

    -0,00 0,16D30,000*-2.3 0,15K (-)

    15,02 0,163D1 0,000t5 0,16K (+)

    0,000#1.3 0,16D2

    0,000#5 0,16D3

    0,000*-3.6 0,15K (-)13,76 0,163D2 0,000

    t3.8 0,16K (+)0,000

    #-1.3 0,16D10,000

    #3.8 0,16D30,000

    *-7.3 0,15K (-)10,02 0,163D3 -0,00 0,16K (+)

    0,000#-5 0,16D1

    0,000#-3.8 0,16D2Keterangan :N : jumlah perlakuanX SEM : Nilai rata-rata viskositas mukus SEM ( Standar Error Mean)

    P : Angka uji kebermaknaan kelompok* : Berbeda bermakna terhadap kontrol negatif ( p