Upload
arif-rh
View
214
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
delirium
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya
terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Delirium
merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit dan mempunyai banyak
penyebab yang kesemuannya menggambarkan pola gejala yang sama yaitu
berhubungan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif. Namun secara
klinis delirium kurang dikenali dan kurang didiagnosis.1
Delirium merupakan sindroma mental organik akut yang berakibat
hendaya kognitif yang menyeluruh. Delirium dianggap satu pertanda disfungsi
otak akut dan oleh sebab itu suatu kedaruratan medik.2 Gangguan fungsi atau
metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat
metabolisme otak menyebabkan timbulnya keluhan utama berupa penurunan
kesadaran, sehingga penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi
dengan baik, bicaranya inkoheren, bingung, cemas, gelisah dan panik. 2,3 Kondisi
ini dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering pada usia diatas 60
tahun. 4
Delirium bermula dengan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat, dan berubah-ubah intensitinya (berfluktuasi) dan pulih
dengan cepat apabila penyebabnya dapat diidentifikasi dan dihilangkan.
Walaupun begitu setiap ciri-ciri ini boleh berbeda dari satu penyakit kepada
penyakit yang lain. 1,5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.DEFINISI DELIRIUM
Delirium adalah suatu sindrom mental organik akut dengan gejala utama
adanya penurunan kesadaran (kesadaran berkabut/clouding of conciousness) yang
disertai dengan gangguan atensi, persepsi, orientasi, proses pikir, daya ingat
(memori), perilaku psikomotor (agitasi) dan siklus tidur. 2,3,4
Sindrom ini juga dikenali oleh nama-nama lain seperti acute confusional
state, acute brain syndrome, metabolic encephalopathy, toxic psychosis, cerebral
insufisiency syndrome dan acute brain failure. 1,5
2.Jenis-jenis Delirium:
1. Delirium akibat putus zat
Delirium tremens, yaitu terjadi pada pengguna alkohol kronis yang secara
tiba-tiba berhenti minum dan sering ditandai dengan terjadinya halusinasi
pendengaran yang pada akhirnya berujung kepada keadaan sekarat (15%).
2. Delirium bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya yang ditandai
dengan:
Gangguan kesadaran dan perhatian
Gangguan kognitif secara umum
Gangguan psikomotor
Gangguan siklus tidur-bangun
Gangguan emosional
Onset biasanya cepat, perjalanan penyakit hilang-timbul sepanjang
hari
Keadaan seperti itu berlangsung kurang dari 6 bulan
3. Delirium tak bertumpang tindih dengan Demensia
Delirium yang tidak bertumpang tindih dengan Demensia yang sudah
ada sebelumnya
4. Delirium bertumpang tindih dengan Demensia
Memenuhi kriteria delirium
Terjadi sesudah ada Demensia
5. Delirium lainnya
6. Delirium YTT
3.ETIOLOGI DELIRIUM
Delirium mempunyai berbagai macam penyabab. Penyababnya bisa
berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut
(reaksi putus obat) dan zat toksik. Penyabab delirium terbanyak terletak diluar
sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati.1,6 Secara lengkap dan lebih
terperinci penyabab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Penyebab Delirium 1,2,5
A. Penyebab Intrakranial :
Epilepsi dan keadaan paska kejang
Trauma otak (terutama gegar otak)
Infeksi
Meningitis
Ensefalitis
Neoplasma
Gangguan vaskular
B. Penyebab Ekstrakranial :
Obat-obatan (meggunakan atau putus obat) dan racun
Obata antikolinergik
Antikonvulsan
Obat antihipertensi
Obat antiparkinson
Obat antipsikosis
Glikosida jantung
Simetidin
Klonidin
Disulfiram
Insulin
Opiat
Fensiklidin
Fenitoin
Ranitidin
Salisilat
Sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik
Steroid
Racun
Karbon monoksida
Logam berat dan racun industri lain
Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis
Pankreas
Adrenal
Paratiroid
Tiroid
Penyakit organ non endokron
Hati
Ensefalopati hepatik
Ginjal dan saluran kemih
Ensefalopati uremikum
Paru
Narkosis karbon dioksida
Hipoksia
Sistem Kardiovaskular
Gagal jantung
Aritmia
Hipotensi
Penyakit Defisiensi
Tiamin, asam nikotinik, vit B12 atau asam folat
Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
Ketidakseimbangan elektrolit dengan penybab apapun
Keadaan pascaoperatif
Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium adalah
asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi
delirium diatas menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di otak Mekanisme
patofisiolagi lain khususnya berkenaan dengan putus zat/alkohol adalah
hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neuotransmiter lain
yang juga berperan adalah serotonin dan glutamat.1
4.EPIDEMIOLOGI
Delirium adalah gangguan yang sering terjadi. Sekitar 10-15 % ditemukan
dari pasien dibangsal bedah umum, 15–25 % dari bangsal medis umum (Penyakit
Dalam), 30 % pada pasien yang dirawat di ICU bedah dan jantung, 40–50 % pada
pasien yang menerima perawatan bedah untuk fraktur di panggul, 20 % pada
pasien yang menderita luka bakar dan 30 % lagi dari pasien AIDS yang
diopname.1,5
Usia tua juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan delirium. Lebih
kurang 30-40% pasien yang umurnya lebih dari 65 tahun mengalami satu episode
delirium apabila berada di bangsal perawatan. Faktor predispossi lain adalah usia
muda seperti anak-anak, adanya trauma sebelumnya pada otak (contohnya
dementia, cardiovascular disease, tumour), pernah mengalami delirium,
ketergantungan pada alkohol, diabetes, kanker, kemerosotan pacaindera
(contohnya buta) dan malnutrisi. 1,5,6
5. GAMBARAN KLINIS
Secara global gejala delirium terdiri dari gejala psikiatrik umum berupa kelainan
mood, persepsi dan perilaku dan gejala neurologik umum yang berupa tremor,
asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin.1 Gejala dari delirium
yang paling utama adalah penurunan kesadaran. Anxietas, mengantuk, gangguan
tidur, halusinasi, mengigau dan kegelisahan biasanya mendahului keadaan
delirium.4 Gejala-gejala lainnya berupa ketidakmampuan penderita mengenali
orang (disorientasi) dan berkomunikasi dengan baik, bingung, panik, bicara
komat-kamit dan inkoherensi.2,3,5
Selanjutnya gejala-gejala delirium menurut urutan kekhasannya adalah sebagai
berikut 1 :
1 Gangguan kesadaran (clouding of conciousness)
2 Gangguan persepsi (ilusi, halusinasi terutama halusinasi penglihatan).
3 . Gangguan orientasi, mula-mula disorientasi waktu.
4 . Gangguan proses pikir dan pembicaraan (gangguan konsentrasi,
perseverasi, flight of i deas, inkoherensi, delusi).
5. Gangguan memori.
6 Gangguan afek.
7 Gangguan psikomotor.
8 Disfungsi otonomik, sulit kontrol BAK.
9 Gangguan siklus tidur bangun.
Delirium biasanya hilang bila penyakit fisik yang menyebabkannya sembuh,
mungkin sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Bila diakibatkan oleh proses yang
langsung mengenai otak maka proses penyembuhannya pun tergantung dari besar
kecilnya kerusakan/lesi yang ditinggalkan.3
6.PEDOMAN DIAGNOSTIK
Untuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang
berat haruslah ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman
diagnostik menurut PPDGJ-III : 4,7
1. Gangguan kesadaran dan perhatian :
Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.
Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
2. . Gangguan kognitif secara umum :
Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)
Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang
bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan
Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka
panjang relatif masih utuh.
Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan
orang.
3. . Gangguan psikomotor :
Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak
terduga dari satu ke yang lain.
Waktu bereaksi yang lebih panjang
Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang
Reaksi terperanjat meningkat
4. Gangguan siklus tidur-bangun :
Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau
terbaliknya siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).
Gejala yang memburuk pada malam hari
Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut
menjadi halusinasi setelah bangun tidur.
5. . Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah,
euforia, apatis atau rasa kehilangan akal.
6. . Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang
hari, dan keadan ini berlangsung kurang dari 6 bulan.
7. DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan status mental berguna untuk mengetahui adanya gangguan
kognitif dan bagaimana perjalanan penyakitnya. Pemeriksaan laboratorium
disesuaikan dengan keadaan klinis.6 Dari gejala khas diatas (onset yang cepat,
perjalanan penyakitnya yang hilang timbul sepanjang hari dan berlangsung kurang
dari 6 bulan), riwayat penyakit fisik dan otak yang mendasari (disfungsi otak) dan
gambaran EEG berupa perlambatan aktivitas, maka diagnosis delirium patut
dipercaya dan ditegakkan.4,6
Delirium harus dibedakan dari penyakit atau sindrom mental organik
lainnya yaitu demensia, gangguan psikotik/skizofrenia, depresi dan keadaan
putus zat dengan delirium. 1,2,3,4,7
Demensia. Demensia dibedakan dari delirium yaitu dari onsetnya yang
perlahan-lahan, lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi
selama perjalanan sehari.1 Pada demensia penyakitnya bersifat kronik progresif
dan disertai gangguan fungsi luhur/fungsi kortikal yang multipel berupa
hendaya/deteorisasi fungsi intelaktual baik daya ingat atau daya pikir sehingga
kegiatan sehari-hari menjadi terganggu. Tidak terdapatnya gangguan kesadaran
juga membedakannya dari delirium. Gejala dan hendaya diatas harus sudah nyata
untuk sekurang-kurangnya 6 bulan. 4,7
Gangguan psikotik/skizofrenia. Pada skizofrenia gejala berupa halusinasi
dan waham biasanya lebih konstan dan terorganisasi dengan baik dibandingkan
delirium. Juga, pada pasien skizofrenik biasanya tidak mengalami perubahan
dalam tingkat kesadaran atau orientasinya. 1
Depresi. Pasien dengan gejala hipoaktif mungkin tampak agak mirip
dengan pasien yang depresi berat tetapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Pada
umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi
mempunyai gejala depresif yang menonjol dan lebih konstan dibandingkan
dengan pasien delerium dan cenderung mempunyai riwayat episode depresif di
masa lalu, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal. 1
Keadaan putus zat dengan delirium. Delirium tremens merupakan akibat
dari putus alkohol secara absolut atau relatif pada pengguna dengan
ketergantungan alkohol yang kronis. Keadaan ini disertai gaduh gelisah toksik
yang berlangsung singkat tetapi membahayakan jiwa penderita. Gejala prodromal
berupa insomnia, gemetar dan ketakutan, onset terjadi sesudah putus alkohol yang
biasanya didahului oleh kejang. 4,7
8.PROGNOSIS
Biasanya delirium muncul secara tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari).
Perjalanan penyakitnya singkat dan berfluktuasi. Perbaikan cepat terjadi apabila
faktor penyebabnya dapat diketahui dan dihilangkan. Walaupun biasanya
delirium terjadi mendadak, gejala-gejala prodromal mungkin telah ada sejak
beberapa hari sebelumnya. Gejala delirium biasanya berlangsung selama
penyebabnya masih ada namun tidak lebih dari satu minggu. 1,5
Prognosanya tergantung pada dapat diatasi atau tidaknya penyakit yang
mendasarinya dan kemampuan otak untuk menahan pengaruh dari penyakit
tersebut. 3 Apakah delirium berkembang menjadi demensia belum dapat
ditunjukkan dengan penelitian terkontrol yang cermat. Tetapi observasi klinis
yang telah disahkan oleh suatu penelitian menunjukkan bahwa periode delirium
kadang-kadang diikuti oleh depresi atau gangguan stres paskatraumatik.1
9.TERAPI
Antipsikosis berpotensi tinggi merupakan pilihan utama. Zat ini
mempunyai efek antikolinergik yang sedikit dan jarang menurunkan ambang
kejang dibandingkan dengan antipsikosis yang berpotensi rendah. Obat yang
terpilih untuk mengatasi gejala psikosisnya adalah Haloperidol.1
Tergantung pada usia, berat badan atau kondisi fisik pasien, dosis
Haloperidol (Haldol, Serenace) awal dapat terentang 2 sampai 10 mg
intramuskular dengan pengulangan setiap 1 jam, jika pasien tetap teragitasi. 1,6
Penulis lain ada yang menganjurkan dosis 2 sampai 5 mg intramuskular, dapat
diulang setelah 30 menit bila dosis pertama kurang efektif. 2 Segera setelah pasien
tenang medikasi oral dalam cairan konsentrat atau dalam bentuk tablet oral dapat
dimulai. Untuk mencapai efek terapi sebaiknya dosis oral harus 1,5 lebih banyak
dari dosis parenteral. Dosis efektif harian haloperidol terentang dari 5 sampai 50
mg untuk sebagian besar pasien.1
Antipsikosis lebih jarang mempengaruhi fungsi kognitif pasien
dibandingkan dengan benzodiazepin. Namun demikian golongan phenothiazin
harus dihindari pada pasien delirium, karena obat tersebut disertai dengan
aktivitas kolinergik yang bermakna.1
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan
waktu paruh pendek atau dengan hidroksizin (Vistaril) dengan dosis 25 sampai
100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang (misalnya
lorazepam) harus dihindari kecuali digunakan sebagai pengobatan penyakit dasar
(sebagai contoh pengobatan putus alkohol).1
Pasien yang mengalami sindroma putus zat alkohol atau hipnotik-sedatif
lebih efektif bila diobati dengan Lorazepam (Ativan) dengan dosis 1 sampai 2 mg
peroral, intramuskular atau intravena lambat dan diulang setelah 1 jam
seperlunya. Obat ini juga digunakan untuk pasien agitasi atau gaduh gelisah bila
alergi/kontraindikasi terhadap antipsikosis. 2 Lorazepam bekerja lebih efektif
sebagai anti ansietas dari pada sebagai anti insomnia dan relatif aman untuk
pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal. 8
Bila delirium ini merupakan akibat dari toksisitas antikolinergik, bisa
diberikan fisostigmin salisilat (Antilirium) dosis 1 sampai 2 mg intravena atau
intramuskular dengan pengulangan dosis setiap 15 sampai 30 menit.6
10.KESIMPULAN
Delirium merupakan suatu sindrom, bukanlah suatu penyakit.1 Walaupun
delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan sangat jarang
didiagnosis tersendiri 1, akan tetapi untuk mempelajari dan mengetahui gejala
khasnya sangatlah diperlukan karena delirium dianggap satu pertanda disfungsi
otak akut dan oleh sebab itu suatu kedaruratan medik.2
Delirium merupakan gangguan yang umum dengan insidensi tertinggi
didapati pada pasien dalam pemulihan paska operasi fraktur panggul yaitu
mencapai 50 %. 1 Sisanya terjadi pada pasien dengan penyakit medik biasa,
pasien dibangsal penyakit dalam atau bedah yang dirawat, luka bakar dan pasien
dalam perawatan intensif.2 Faktor resiko utama dalam perkembangan delirium
adalah usia lanjut terutama pada usia diatas 60-65 tahun.1,4 Usia muda, cedera
otak sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes melitus,
kanker, kebutaan dan malnutrisi juga merupakan faktor predisposisi untuk
timbulnya delirium.1
Penyebab utama delirium adalah penyakit sistem saraf pusat, penyakit
sistemik, intoksikasi atau putus obat dan zat toksik.1,6 Namun demikian penyebab
delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan
hati.6 Toksisitas dari banyak medikasi yang diresepkan terutama yang
mempunyai aktivitas antikolinergik juga menjadi penyebab delirium yang paling
sering.1
Hipotesa berkenaan dengan patofisiologi terjadinya delirium diduga akibat
penurunan aktivitas asetilkolin di otak terutama yang melibatkan daerah formasio
retikularis. Neurotransmiter lain yang juga turut berperan adalah serotonin dan
asam glutamat.1,5,6
Gambaran kunci (khas) dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran,
yang dalam DSM-IV digambarkan sebagai “penurunan kejernihan kesadaraan
terhadap lingkungan” dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,
mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Ketidakmampuan untuk
mempertahankan perhatian adalah ciri pusat dari delirium.1
Delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor
penyebab diidentifikasi dan di hilangkan.1
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk
mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.
Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang
berkabut dan gangguan koordinasi.1
Tujuan utama pengobatan delirium adalah untuk mengobati gangguan
dasar yang menyebabkan delirium dan memberikan bantuan fisik, sensorik dan
lingkungan. Bantuan fisik untuk mencegah agar pasien terhindar dari kecelakaan.
Pasien dengan delirium harus didampingi teman/keluarga dan ditempatkan dalam
ruangan yang nyaman.1
Pengobatan farmakologis disesuaikan dengan gejala delirium yamg
muncul, misalnya diberikan haloperidol untuk mengatasi psikosisnya dan
benzodiazepine (hidroksizin) untuk mengatasi gejala insomnia.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa
Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 505-514.
2. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa
Indonesia), Edisi I, Widia Medika, Jakarta, 1998: 210-215.
3. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,
Surabaya, 1994: 181-182.
4. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayan Medis,
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa
Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993 : 69 – 72 dan 96.
5. Ismail HC : Sindrom Mental Organik, Internet
http//:www.Sindromamental organik.com.
6. Mansjoer A, Triyanti K, dkk : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 1,
Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001 : 189 – 191.
7. Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III, Jakarta, 2001: 27-28.
8. Maslim R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Edisi III,
Jakarta, 2001: 10-46