Upload
awie-awietzuke
View
566
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TUGAS AKHIR
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengertian fungsi dan makna seni yang berubah-ubah dari
masa ke masa, telah menyebabkan terjadinya perubahan dalam
memaknai ruang tempat kehadiran seni itu sendiri sebagai peristiwa.
Ruang merupakan kesatuan dalam peristiwa kehadiran seni yang,
dengan itu, menjelaskan pemaknaan serta fungsi seni dalam
masyarakatnya, bisa dilihat dari ruang mana peristiwa seni itu hadir dan
dihadirkan.
Bagi masyarakat primordial di Indonesia, seni hadir bersama
peristiwa- peristiwa sosial yang terjadi dalam masyarakatnya. Bersama
berbagai upacara-upacara contohnya, seren taun, panen, ziarah leluhur,
hajat laut, pesta pernikahan, kelahiran dan kematian, atau sejumlah ritus
religi, seni didalamnya hadir sebagai peristiwa komunal. Ia hadir dalam
ruang bersama di tanah lapang hingga dipelataran rumah.
Diruang bersama dalam berbagai peristiwa sosial semacam
inilah seni tradisi dimengerti bukan sebagai “seni” itu sendiri. Akan tetapi,
bertautan langsung dengan konteks keperluan masyarakatnya. Oleh
karena itu, umumnya, seni tradisi berlangsung dalam ruang terbuka
(outdoor).
Kolonialisme yang membawa modernisme ke nusantara di akhir
abad ke-19 ternyata tak hanya membawa seni modern, seni yang melulu
seni itu sendiri. Akan tetapi, juga melakukan perubahan dalam
pengelolaan arsitektur ruang. Demikian pula ruang bagi kehadiran seni.
Seni yang pada awalnya hadir bersama dalam ruang dan peristiwa sosial
masyarakatnya, kini mulai diperkenalkan pada gedung pertunjukan.
1
Inilah yang menjadi permulaan ketika ruang kehadiran seni
lebih ditentukan oleh ruang fisik (gedung pertunjukan) daripada ruang
sosialnya. Teater rakyat yang awalnya hadir bersama di pelataran rumah
atau tanah lapang bersama seluruh aktivitas masyarakatnya dengan
penerangan oncor, kini beralih ke panggung di dalam gedung.
Masyarakat sebagai penonton yang sebelumnya bisa menyaksikan
pertunjukan dengan leluasa sembil berjalan-jalan, kini terpaksa
menonton dengan duduk pasif.
Pada awalnya gedung-gedung kesenian memang hanya
disediakan bagi kebutuhan seni modern. Akan tetapi, dalam
perkembangannya, gedung pertunjukan pun mulai dianggap sebagai
ruang bagi berbagai bentuk pertunjukan seni tradisi. Terutama di kota-
kota besar, agaknya hal ini bersebab pada adanya semacam prestise
(gengsi) yang dilekatkan pada gedung pertunjukan. Apalagi ruang-ruang
semacam ini menandakan dirinya sebagai pusat kesenian. Ruang yang
dianggap bisa melegitimasi kehadiran sebuah kelompok seni.
Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, taman-taman budaya,
atau gedung-gedung kesenian disejumlah kota besar, bisa disebut
sebagai ruang semacam itu. Tampil digedung-gedung pertunjukan selalu
dianggap lebih memiliki prestise ketimbang tampil di pelataran rumah
atau di tanah lapang di tengah masyarakat.
Ruang fisik seperti inilah yang kemudian berkembang menjadi
semacam alat ukur kebijakan dan perhatian pemerintah terhadap seni
tradisi. Oleh karena itu, misalnya, tak sedikit kalangan yang mengeluhkan
minimnya perhatian pemerintah atas kondisi gedung-gedung kesenian
sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup seni tradisi. Seolah-olah,
hidup dan matinya seni tradisi amat bergantung pada gedung
pertunjukan.
Sebagai peristiwa dan tontonan, roh seni tradisi hanya bisa
ditemukan ketika seni berada di tengah masyarakatnya, demi kebutuhan-
2
kebutuhan transenden hingga dalam peristiwa keseharian yang
pragmatis sekalipun. Ruang fisik seperti gedung kesenian atau teater
tertutup dan terbuka yang ada di taman-taman budaya, tentu saja tetap
penting untuk melakukan perluasan apresiasi seni tradisi. Namun ruang
fisik seperti itu bukanlah satu-satunya untuk menegaskan keberadaan
seni tradisi, apalagi dianggap sebagai ruang yang menentukan hidup
atau matinya seni tradisi.
Secara tradisionil masyarakat Luwu Timur masih menyimpan
banyak kearifan, yang dulu dimanfaatkan oleh leluhur mereka sebagai
sarana persatuan dan kesatuan. Salah satu diantaranya adalah upacara
padungku yang dilakukan setiap selesai panen dengan sejumlah
kesenian , salah satu diantaranya adalah seni tari moriringgo dan
mongkaliboe, tari kegembiraan dan kesyukuran atas berhasilnya panen
mereka.
Belakangan ini tradisi tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh
masyarakat, kalaupun dilakukan hanya untuk kepentingan politik yang
diisi dengan orkes dangdut atau musik organ tunggal (electone).
Bersama dengan sejumlah pemuka adat yang tergabung dalam
Kumpulan Passitebe yang didalamnya tergabung suku padoe, Karungsie
dan Tambee bersama-sama dengan PSLG (Pusat Studi La Galigo)
Unhas sejak tahun 2004 melakukan revitalisasi kesenian yang mengisi
upacara Padungku, antara lain seni tari Ende/Laemba, tari Moriringgo,
tari Monsando, tari Momomani, tari Mongkaliboe, seni musik bambu.
(sumber: majalah Sureq, edisi perdana Maret 2008)
Menurut Arifin Manggau seorang seniman musik, yang
mengiringi Teater La Galigo keliling dunia, dan ditugaskan PSLG Unhas
untuk mendampingi seni tari di Wasuponda, kecamatan Nuha,
Kabupaten Luwu Timur, program revitalisasi dan pengembangan seni tari
di Luwu Timur didukung sepenuhnya oleh pemuda dan sesepuh adat.
Dan kini, telah ada kelompok-kelompok peserta latihan tari Moriringgo
3
dan Mongkaliboe serta tarian suku Dongi lainnya di kecamatan Nuha.
“Untuk pengenalan dan pelatihan tari tradisional di Luwu Timur dilakukan
di aula-aula sekolah, pesertanya anak-anak dan remaja. Sedangkan
pertunjukannya biasa diadakan di gedung workshop milik PT. Inco
karena disana belum ada gedung kesenian”. (Sumber: wawancara
langsung Arifin Manggau, Rabu 28/9/2011, 20:00, gedung kesenian
makassar)
Dalam konsepnya Gedung Pertunjukan dan Pengembangan
Seni Tari di Luwu Timur tidak hanya menjadi tempat fisik untuk acara
pertunjukan dan menilai baik-buruknya sebuah karya, namun juga dapat
digunakan sebagai ruang sirkulasi kreator muda untuk saling berjejaring
dengan lintas disiplin ilmu yang dimilikinya. Program-program yang
bermuatan edukasi seperti workshop, diskusi dan pelatihan seni yang
diadakan secara reguler diharapkan akan menjadi tempat belajar
alternatif seni tari Luwu Timur. Gedung Pertunjukan dan Pengembangan
Seni Tari di Luwu Timur memprioritaskan sebagai tempat
penyelenggaraan even-even besar baik berskala lokal maupun nasional,
tetapi program-program mingguan yang dapat berjalan secara
berkesinambungan diharapkan akan dapat memberdayakan kreativitas
serta potensi-potensi calon dan seniman di Luwu Timur untuk bisa
bersaing dengan dearah ataupun kota lain di belantika kesenian
Indonesia.
B. PENGERTIAN JUDUL
1. Gedung
Gedung adalah segala sarana, prasarana atau infrastruktur
dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun
peradabannya seperti halnya jembatan dan konstruksinya serta
rancangannya, jalan, sarana telekomunikasi. (Wikipedia, 2010)
4
2. Pertunjukan
Merupakan sebuah peristiwa dimana sekelompok orang (para
pemain atau artis) berperilaku dalam acara tertentu bagi sekelompok
orang lain (penonton). (Marlita Surya, 2010)
3. Pengembangan
Merupakan proses, cara, perbuatan mengembangkan. (KBBI
online)
4. Seni Tari
Adalah ungkapan yang disalurkan/ diekspresikan melalui gerak-
gerak organ tubuh yang ritmis, indah mengandung kesusilaan dan
selaras dengan gending sebagai iringannya. (Marlita Surya, 2010)
5. Luwu Timur
Merupakan objek studi dimana Gedung Pertunjukan Seni Tari
dilakukan. Luwu Timur merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Selatan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengertian Gedung Pertunjukkan dan Pengembangan Seni
Tari di Luwu Timur yaitu sebuah tempat yang berfungsi sebagai
wadah pertunjukan dan proses mengembangan seni tari , dilengkapi
dengan fasilitas untuk mendukung kegiatan tersebut sehingga dapat
dinikmati masyarakat dan memberikan kontribusi dalam sektor
pariwisata di Luwu Timur.
C. UNGKAPAN MASALAH
1. Non arsitektural
Bagaimana potensi kebudayaan Luwu Timur serta kondisi
pembinaan agar dapat dilestarikan dan dikembangkan sehingga
menjadi modal kekayaan budaya bangsa, menjadikannya salah satu
aset penting daerah yang mendapatkan perhatian khusus dari semua
lapisan masyarakat dan pemerintah setempat.
5
2. Arsitektural
a. Bagaimana merencanakan sebuah gedung pertunjukkan seni tari
yang representatif melalui ruang gerak (koreografi), sistem
pertunjukan, akustik ataupun pencahayaan sebagai wujud dari
kebutuhan masyarakat luwu timur yang kaya akan kebudayaan.
b. Bagaimana menampilkan sebuah bentuk bangunan pusat kesenian
dan kebudayaan yang menarik dengan fasilitas yang memadai serta
dapat dijadikan sebagai salah satu tempat rekreasi yang bersifat
komersil.
c. Bagaimana menentukan lokasi tapak yang tepat ditinjau dari potensi
alam, kesenian dan kebudayaan masyarakat Luwu Timur dan
kedudukan dalam jalur transportasi wisata sehingga juga dapat
berperan sebagai pusat pengembangan kawasan wisata Luwu
Timur.
D. TUJUAN DAN SASARAN
1. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah menyusun suatu landasan
konseptual perancangan Gedung Pertunjukan dan Pengembangan
Seni Tari di Luwu Timur sebagai sarana penyelenggaraan pagelaran,
pelatihan dan pemberdayaan kreatifitas serta potensi-potensi calon
dan seniman seni tari di Luwu Timur.
2. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai adalah tersusunnya usulan langkah-
langkah proses perencanaan dan perancangan berdasarkan konsep
seni tari yang mencakup ruang gerak atau koreografi, sistem
pertunjukan, pencahayaan dan akustik dimana dalam konteks Luwu
Timur sebagai acuan dan pedoman dalam desain arsitektur untuk
6
merancang sebuah Gedung Pertunjukan dan Pengembangan Seni
Tari di Luwu Timur.
E. LINGKUP DAN BATASAN PEMBAHASAN
Pembahasan ditekankan pada aspek-aspek perencanaan dan
perancangan arsitektur untuk Gedung Pertunjukan dan Pengembangan
Seni Tari. Pembahasan Gedung Pertunjukan Seni Tari di Luwu Timur
dibatasi pada pengertian judul secara umum sedangkan pada
perancangannya dititikberatkan pada bangunan gedung pertunjukan dan
pengembangan seni tari secara keseluruhan, baik struktur, konstruksi,
maupun utilitas. Pembahasan dalam bidang ilmu non-arsitektur
dimaksudkan untuk mempertajam dan melengkapi pembahasan utama.
F. METODE PEMBAHASAN
Metode pembahasan yang dilakukan dalam penulisan ini
adalah metode deskriptif, yaitu dengan mengadakan pengumpulan data.
Pengumpulan data ini ditempuh melalui studi pustaka dan studi banding,
untuk kemudian dianalisa dan dilakukan suatu pendekatan yang menjadi
dasar penyusunan konsep program perencanaan dan perancangan.
Tahap pengumpulan data yang dimaksud dilakukan melalui :
1. Studi Literatur
Analisis fasilitas-fasilitas gedung pertunjukan seni tari sebagai
sarana peristirahatan dan sarana rekreasi / hiburan serta fasilitas-
fasilitas pendukungnya untuk dapat mengetahui hakekat dari kegiatan
gedung pertunjukan seni tari dengan bantuan studi kepustakaan untuk
memperluas wawasan yang akan dibahas dan standar yang akan
digunakan. Pada tahap ini penulis mengambil studi literatur dari :
a. Buku-buku perpustakaan dan buku-buku lain yang berkaitan
dengan judul untuk mendapatkan teori, spesifikasi, karakteristik
7
gedung pertunjukan, serta aspek-aspek arsitektural yang dapat
dijadikan landasan dalam proses perancangan.
b. Brosur-brosur dan majalah yang berkaitan dengan judul.
c. Browsing data-data yang terkait dengan judul melalui internet.
2. Survey
Melakukan survey dengan melakukan pengamatan langsung
dan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten
untuk memberi bahan yang dapat dijadikan masukan dalam
penyusunan konsep perencanaan fisik bangunan. Pada tahap ini
penulis mengambil data-data kualitatif maupun kuantitatif.
3. Studi Banding
Melakukan perbandingan terhadap hasil-hasil observasi yang
dilakukan pada beberapa bangunan yang berfungsi sama untuk
kepentingan analisa dan kriteria yang akan diterapkan pada Gedung
Pertunjukan Seni Tari di Luwu Timur.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Adapun sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
PENDAHULUAN
Menguraikan hal-hal yang melatarbelakangi permasalahan,
menjelaskan ungkapan masalah, batasan dan lingkup, metode dan
sistematika pembahasan.
TINJAUAN UMUM GEDUNG PERTUNJUKAN DAN
PENGEMBANGAN SENI TARI
Mengemukakan tinjauan mengenai gedung pertunjukkan seni tari yang
terdiri dari tinjauan umum seni, tinjauan terhadap seni tari, tinjauan
umum gedung pertunjukan, tinjauan terhadap koreografi, tinjauan
terhadap akustik, dan studi banding.
8
TINJAUAN KHUSUS GEDUNG PERTUNJUKAN DAN
PENGEMBANGAN SENI TARI DI LUWU TIMUR
Menguraikan tentang pendekatan konsep tata ruang makro dan mikro
perancangan.
KESIMPULAN
Menarik kesimpulan dari uraian sebelumnya yang dijadikan dasar
untuk dianalisa pada pendekatan konsep perencanaan dan menjadi
input dalam konsep perencanaan.
PENDEKATAN DAN ACUAN PERANCANGAN
Pembahasan terdiri dari pendekatan tata ruang makro dan pendekatan
tata ruang mikro serta acuan perancangan makro dan mikro.
9