Upload
marcos-de-deus
View
282
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dari tinjauan geologi, daerah penelitian merupakan daerah yang menarik
untuk dilakukan penelitian, karena Daerah penelitian termasuk dalam fisiografi
zona Pegunungan Selatan (Van Bemmelen, 1949). Pegunungan Selatan memiliki
kondisi geologi yang menarik untuk diteliti, baik keragaman batuan, struktur
geologi, morfogenesa serta sejarah geologinya yang sangat menarik untuk
dipelajari. Menurut Surono (2009), batuan penyusun Pegunungan Selatan
sebagian besar terdiri dari batuan hasil kegiatan gunung api dan sedimen karbonat.
Litostratigrafi Pegunungan Selatan dapat dibagi dalam 3 periode: periode
pravulkanisme, periode vulkanisme, dan periode pascavulkanisme atau periode
karbonat.
Oleh karena itu, sebagai seorang mahasiswa Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta,
dituntut untuk dapat melaksanakan penelitian geologi di daerah tersebut. Hal ini
dilakukan untuk mengaplikasikan teori-teori geologi yang didapat selama berada
di bangku kuliah, agar dapat melakukan pemetaan geologi secara rinci, sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan geologi di daerah penelitian, seperti proses-
proses geologi yang masih terus berlangsung sampai sekarang, diantaranya
geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan geologi
lingkungan, serta untuk melengkapi data hasil penelitian geologi dari peneliti
pendahulu, sehingga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu
geologi.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud pemetaan geologi adalah untuk memenuhi persyaratan akademik
tingkat Sarjana, khususnya sebagai Laporan Pemetaan Geologi Lapangan II pada
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institus Sains & Teknologi
AKPRIND Yogyakarta.
1
2
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat mengikuti kuliah
Geologi Lapangan II, selain itu juga mengetahui kondisi geologi permukaan yang
mencakup aspek geomorfologi, litologi, stratigrafi dan struktur geologi, serta
sejarah geologi dan aspek-aspek geologi lingkungan.
1.3. Lokasi, Luas, dan Kesampaian Daerah
Secara administrasi daerah penelitian terletak kurang lebih 35 km kearah
timur dari kota Yogyakarta, terletak di desa Desa Nengahan dan sekitarnya,
Kecamatan Bayat Kabupaten Kelaten Jawa Tengah. Secara astronomi daerah
penelitian terletak pada posisi 07o47’00’’LS-07o48’30’’LS dan 110o38’00” BT-
110 o 39’00” BT.
Gambar 1. Peta indeks dan lokasi daerah penelitian (Penulis, 2015)
Daerah penelitian mempunyai skala peta 1:10.000, dengan luas daerah
penelitian adalah 1,85 km × 2,775 km atau sama dengan 5,13375 km2.
Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda
empat dan roda dua, tetapi di beberapa tempat seperti jalan setapak dan curam
hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
3
1.4. Metode dan Peralatan Yang Digunakan
Metode yang digunakan yaitu pengambilan data lapangan dengan cara
pemetaan geologi permukaan, dengan pengamatan secara langsung. Untuk
keperluan Pemetaan Geologi dalam Geologi Lapangan II, mahasiswa membawa
dan menggunakan peralatan yang akan digunakan selama mengadakan penelitian
di lapangan adalah:
1. Peta topografi skala 1 : 10.000 dan 1:25.000
2. Kompas geologi tipe Brunton sistem azimut 0°-360° tahun 1894,
digunakan untuk penentuan bearing, pengukuran jurus dan perlapisan
batuan, pengukuran struktur garis maupun struktur bidang, dan mengukur
kemiringan lereng (slope).
3. Palu geologi batuan sedimen dan beku merk Estwing, sebagai pemecah
batuan dan dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengambilan foto
singkapan
4. GPS merek Garmin 76Csx, untuk penentuan posisi setiap lokasi
pengamatan secara tepat dan tracking.
5. Loupe dengan pembesaran 10x dan 20x, digunakan untuk pengamatan
batuan dalam pemerian di lapangan secara megaskopis.
6. Larutan HCI 0,1 N, untuk menetukan bahan penyemen pada suatu batuan
sedimen, yang mana apabila batuan bereaksi dengan larutan HCl maka
bahan penyemen batuan tersebut bersifat karbonatan, sedangkan apabila
tidak bereaksi merupakan semen silika ataupun oksida besi.
7. Kamera digital merek Canon powershot A1200, digunakan untuk
pengambilan data Gambar, baik singkapan batuan maupun geomorfologi
daerah penelitian.
8. Pita ukur, digunakan untuk mengukur ketebalan lapisan batuan dalam
kegiatan pengukuran penampang stratigrafi.
9. Tas lapangan, alat tulis, untuk melakukan pencatatan data lapangan pada
buku lapangan serta pengeplotan lokasi pada peta,serta kantong sampel
batuan, untuk sampel batuan yang diambil untuk bahan analisis agar sesuai
4
dengan lokasi pengambian dan tidak tertukar dengan sampel batuan
lainnya.
10. Jacob Staf digunakan untuk melakukan pengukuran stratigrafi terukur
11. Perlengkapan pribadi.
1.5. Peneliti Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait
dengan daerah telitian penulis secara lokal maupun secara regional pada Zona
Pegunungan Selatan meliputi :
a. Bothe (1929), memperkenalkan hampir semua tata nama satuan litologi di
Pegunungan Selatan. Tetapi lokasi semua satuan litologinya tidak disebutkan
dengan jelas dan tepat sehingga, banyak satuan tidak diketahui lokasi tipenya
secara tepat.
b. Van Bemmelen (1949), membagi tujuh bagian zona fisiografi pada pulau jawa
dan memasukan Zona Pegunungan Selatan kedalam bagian dari fisiografi. Selain
itu juga memberikan stratigrafi Pegunungan Selatan terutama Pegunungan
Baturagung dan Pegunungan Gajahmungkur.
c. Surono, B.Toha, I. Sudarno dan S Wiryosujono (1992), yang menyusun Peta
Geologi Lembar Surakarta – Giritontro pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi dan menjelaskan secara rinci stratigrafi Pegunungan selatan.
d. Surono (2009), melakukan penelitian dan menyusun litostratigrafi Pegunungan
Selatan bagian timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
BAB IIGEOMORFOLOGI
2.1. Geomorfologi Regional
Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah, di
selatan Yogyakarta dengan panjang kurang lebih 55 km hingga Jawa timur,
dengan lebar kurang lebih 25 km di selatan Blitar. Zona ini dibentuk oleh dua
kelompok besar batuan yaitu batuan volkanik dan batugamping. Geomorfologi
Zona Pegunungan Selatan merupakan satuan perbukitan terdapat di selatan
Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 -
150 dan beda tinggi 125 -264 m. Perbukitan Jiwo dipisahkan oleh aliran Kali
Dengkeng. Tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992).
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di
sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara
Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak,
sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung.
Dari kenampakan morfologi, Zona Pegunungan Selatan dapat dipisahkan
menjadi 3 sub zona,
1. Sub Zona Baturagung, ditandai oleh perbukitan terjal di bagian utara, yang
disusun oleh batuan vulkanik, baik intrusi, breksi, sedimen vulkanik
klastik dan karbonat. Kemiringan lapisan pada umumnya ke arah selatan.
2. Sub Zona Wonosari, merupakan dataran tinggi (plateau) di daerah
Wonosari dan sekitarnya, dan ke arah timur bersambung dengan daerah
sekitar Baturetno. Dataran Tinggi ini merupakan cekungan sedimen
kuarter yang terdiri dari lempung hitam endapan danau purba.
3. Sub Zona Gunung Sewu, merupakan perbukitan karst, dicirikan oleh
adanya morfologi karst dengan bukit-bukit gamping berbentuk kerucut
yang membentang dari Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di
bagian Timur, dengan jumlah bukit ribuan (Pegunungan Seribu).
Daerah penelitaian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan yaitu pada
Sub Zona Baturagung. Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara,
5
6
namun membentang dari barat (G.Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk),
utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ±
737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak
terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona
Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 10’-30
dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal
gunungapi.
Sisakan buat gambar space 6,9 cm an
2.2. Geomorfologi Daerah Penelitian
Dengan mempertimbangkan keadaan geomorfologi daerah penelitian
maka penyusun membagi satuan geomorfologi daerah penelitian didasarkan pada
relief, litologi, proses pembentukan, serta struktur geologi yang berkembang di
daerah penelitian. Klasifikasi geomorfologi yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada klasifikasi Verstappen (1983), yang telah dimodifikasi sesuai
dengan kondisi daerah penelitian.
2.2.1. Satuan geomorfik fluvial
2.2.1.1. Subsatuan dataran alluvial (F1)
Subsatuan geomorfologi dataran alluvial menempati ±54% luas daerah
penelitian, berada di sekitar utara Desa Tegalrejo hingga Desa Paseban. Bentuk
topografi hampir rata-landai. Ketinggian ± 113 mdpl sampai 150 mdpl, dan besar
sudut kelerengan antara 0°-6°. Daerah ini tersusun oleh material lepas berukuran
7
lempung-krikil sebagai hasil rombakan batuan di sekitar daerah penelitian yang
terbawa oleh aliran permukaan (Runoff). Subsatuan geomorfologi ini
dimanfaatkan sebagai lahan persawahan, perkebunan, pemukiman.
2.2.2.2. Subsatuan dasar sungai utama (F2)
Subsatuan geomorfologi dasar sungai utama ini termasuk didalamnya
point bar, chanel bar, meliputi ±1% dari luas keseluruhan daerah penelitian,
berada di baratlaut daerah penelitian dengan arah aliran sungai berarah relatif
baratdaya-timurlaut, dengan nama Kali Dengkeng. Kali Dengkeng melewati
daerah Desa Paseban. Ketinggian 113 mdpl, slope 00-30. Lebar sungai ±25meter.
2.2.2. Satuan geomorfik struktural
2.2.2.1. Subsatuan perbukitan lipatan kompleks (S21)
Di bagian Selatan daerah penelitan memanjang dari timur ke barat,
menempati sekitar ±45% dari luas daerah penelitian. Subsatuan geomorfik ini
dicirikan oleh perbukitan dengan perlapisan litologi yang telah miring relatif ke
arah tenggara dengan banyak dijumpai struktur geologi lainya dengan elevasi
±188 mdpl sampai ±312 mdpl. Kemiringan lereng; 100-500. Terdiri dariatas
litologi batupasir, batulempung, breksi basalt, napal, batupasir karbonatan. Lahan
dimanfaatkan warga sekitar untuk pemukiman, perkebunan, dan pertanian.
2.3. Pola Aliran
Dalam pembahasan mengenai pola pengaliran sungai, pendekatan yang
penulis lakukan adalah analisis peta topografi dan pengamatan lapangan.
Berdasarkan sifat alirannya, aliran sungai induk bersifat permanen, yaitu sifat
alirannya sepanjang tahun. Sedang sifat aliran pada anak-anak sungai bersifat
inteminten, yaitu debit air tergantung musim dan curah hujan.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta interpretasi peta topografi,
yang kemudian dilakukan pendekatan model pengaliran menurut klasifikasi dari
Howard (1967), maka daerah penelitian termasuk dalam pola aliran subdendritik.
Subdendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon dan cabang-cabang
sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut
8
yang runcing. Terbentuk pada batuan yang homogen yaitu breksi andesitis
(dominan) dengan sedikit pengendalian struktur geologi.
2.4. Stadia Erosi dan Stadia Daerah
Morfologi daerah penelitian sebagian besar masih
didominasi oleh daerah perbukitan curam-sangat curam. Lembah
sungai utama berbentuk ”U” yang diakibatkan oleh
berkembangnya erosi secara lateral. Anak-anak sungai lembah
berbentuk “V” yang erosi vertikal masih dominan. Secara
deskripsi Kali dengkeng yang merupakan sungai utama pada
daerah penelitian menunjukan kenampakan air yang relatif keruh
berwarna coklat kuning, penampang sungai berbentuk huruf “U”,
terdapat point bar dan chanel bar. Arah aliran Kali dengkeng ini
relatif baratdaya-timur laut, dengan arus relatif kuat dan lebar
sungai mencapai ±25 meter. Dijumpai air tejun pada daerah
yang curam. Maka dapat ditafsirkan stadia daerah penelitian
merupakan stadia muda menuju dewasa.
BAB IIISTRATIGRAFI
3.1. Stratigrafi Regional
Secara regional daerah telitian termasuk dalam stratigrafi daerah
pegunungan selatan Jawa dan telah banyak diteliti oleh para ahli antara lain Bothe
(1929), Bemmelen (1949), Surono et all (1992), Surono (2009) . Perbedaan ini
terutama antara wilayah bagian barat (Parangtritis Wonosari) dan wilayah bagian
timur (Wonosari-Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat
diusulkan diantaranya oleh Bothe (1929) dan Surono (1989), dan di bagian timur
diantaranya diajukan oleh Sartono (1964), Nahrowi (1979) dan Pringgoprawiro
(1985), sedangkan Samodra. (1989) mengusulkan tatanan stratigrafi di daerah
peralihan antara bagian barat dan timur.
Batuan berumur Pra-Tersier tersingkap di Pegunungan Jiwo daerah Bayat
Klaten, tersusun oleh batuan metamorfosa batusabak, sekis , genis, serpentinit dan
batugamping kristalin. Batugamping mengandung Orbitolina hadir sebagai
lensalensa (bongkah) dalam batulempung. Berdasarkan kesamaannya dengan
satuan batuan yang ada di daerah Luk Ulo, Kebumen, Jawa Tengah, kelompok
batuan ini diperkirakan berumur Kapur Atas (Verbeek dan Fennema (1898) pada
Bothe, 1929). Secara tidak selaras di atas batuan dasar ini terdapat satuan batuan
Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan yang terdiri dari:
1. Formasi Gamping dan Formasi Wungkal.
Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan
batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan
batupasir tufaan. Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang
berasosiasi dengan gamping terumbu. Ketebalan formasi ini lebih kurang 120 m.
Menurut Bothe (1929) bagian bawah formasi ini disebut Wungkal Bed yang
berlokasi di Gunung Wungkal sedangkan bagian atasnya Gamping Bed yang
berlokasi di Gunung Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo selatan Klaten.
Hubungan antara formasi formasi ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan (Sumosusastro, 1956 dan
Marks,1957) dan peneliti lainnya menafsirkan hubungan kedua formasi tersebut
9
10
selaras(Bothe, 1929, Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Surono et al. (1989)
menyebutnya sebagai Formasi GampingWungkal yang merupakan satu formasi
yang tidak terpisahkan. Namun demikian semua para peneliti tersebut sepakat
bahwa kedua formasi tersebut berumur Eosen Tengah-Eosen Atas.
2. Formasi Kebo-Butak
Kebo Terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir tufaan, serpih dan
lanau. Di beberapa tempat dijumpai adanya lava bantal dan intrusi diorit.
Ketebalan formasi ini sekitar 800 meter dan diendapkan di lingkungan laut, dan
pada umumnya memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-flow deposits).
Butak lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak yang terletak di
Sub-zona Baturagung. Formasi ini tersusun oleh litologi breksi, batupasir tufaan,
aglomerat batuapung, batulempung dan serpih yang memperlihatkan perselingan,
dan menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi di lingkungan laut. Formasi ini
berumur Oligosen. Ciri Formasi Kebo dan Formasi Butak di beberapa tempat
tidak begitu nyata sehingga, pada umumnya beberapa peneliti menyebutnya
sebagai Formasi Kebo-Butak yang berumur Oligosen Atas (N1-N3). Menurut
Bothe (1929) bagian bawah formasi Kebo-butak ini disebut Kebo Bed yang
berlokasi di Gunung Kebo sedangkan bagian atasnya Butak Bed yang berlokasi di
Gunung Butak, keduanya di Pegunungan Baturagung selatan Klaten. Kemudian
Sumarso dan Ismoyowati (1975) menyatukan keduanya menjadi Formasi Kebo-
Butak.
3. Formasi Mandalika.
Tipe lokasi formasi ini terdapat di Desa Mandalika. Formasi ini memiliki
ketebalan antara 80-200 m. Formasi ini tersusun oleh lava andesitik basaltik,
porfiri, petite, rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik
dyke, lava andesitic basaltic trachytik dasitik dan breksi andesitan yang ter-
prophyliti-kan; andesit, dasit, breksi vulkanik, gamping kristalin; breksi, lava,
tuff, denganinterkalasi dari batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri
endapan darat. Satuan ini beda fasies menjari dengan Anggota Tuff dari Formasi
Kebo-Butak.
11
4. Formasi Semilir.
Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir di sekitar Baturagung,
terdiri dari perselingan tufa, tufa lapili, batupasir tufaan, batulempung, serpih dan
batulanau dengan sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi di lingkungan
laut dalam. Ketebalan formasi ini lebih dari 460 m. Bagian bawah formasi ini
berlapis baik, berstruktur sedimen perairan, silang-siur skala menengah dan
berpermukaan erosi. Di bagian tengahnya dijumpai lignit yang berasosiasi dengan
batupasir tuffan gampingan dan kepingan gampingan pada breksi gunungapi. Di
bagian atasnya ditemukan batulempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15
cm dan berstruktur longsoran bawah laut (turbidit).
5. Formasi Nglanggran.
Lokasi tipenya adalah di Gunung Nglanggran lebih kurang 17 km utara
Klaten. Formasi ini terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan, yang
memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi pada lingkungan laut. Ketebalan
formasi ini di dekat Nglipar lebih kurang 530 m. Formasi Nglanggran, pada
umumnya selaras di atas Formasi Semilir, akan tetapi di tempat-tempat lainnya,
kedua formasi tersebut saling bersilangjari (Surono, 1992).
6. Formasi Sambipitu.
Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu, 15 km di sebelah barat laut
Wonosari (Bothe, 1929). Formasi ini tersusun oleh perselingan antara batupasir
tufaan, serpih dan batulanau. Struktur sedimen yang berkembang berupa
perlapisan, silang-siur, gelembur gelombang, Di bagian atas sering dijumpai
adanya struktur slump skala besar. Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran.
Formasi Sambipitu melampar di kaki selatan Pegunungan Baturagung. Tebal
formasi ini di utara Nglipar lebih kurang 230 m dan menipis kearah timur.
Formasi ini merupakan endapan lingkungan laut pada akhir Miosen Awal –
Miosen awal (N7 – N9).
7. Formasi Oyo.
Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya, terdiri dari
perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping pasiran dan napal
dengan sisipan batugamping konglomeratan. Ketebalan Formasi Oyo lebih dari
12
140 m. Formasi ini menindih tak selaras Formasi Semilir dan Formasi Nglangran
dan menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari. Satuan ini diendapkan
pada lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10-N12).
8. Formasi Wonosari.
Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya,
membentuk morfologi karts, terdiri dari batugamping terumbu, batugamping
bioklastik berlapis dan napal. Satuan batuan ini terendapkan di lingkungan laut
dangkal (neritik) pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (N9-N18). Ketebalan
formasi ini lebih dari 800 m. Bagian bawah formasi ini dengan bagian atas
Formasi oyo, sedangkan bagian atasnya menjemari dengan bagian bawah Formasi
Kepek.
9. Formasi Kepek.
Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek, tersusun oleh batugamping berlapis
dan napal dengan ketebalan lebih kurang 200 meter. Litologi satuan ini
nenunjukkan ciri endapan paparan laut dangkal dan merupakan bagian dari sistem
endapan karbonat paparan pada umur Miosen Akhir – Pliosen (N15-N18).
Formasi ini mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping terumbu
Formasi Wonosari. Di atas batuan karbonat tersebut, secara tidakselaras terdapat
satuan batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter. Satuan ini menunjukkan
ciri sebagai endapan danau di daerah Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu,
daerah setempat terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai
endapan terrarosa, yang pada umumnya menempati uvala pada morfologi karst.
Kasih space 7 cm an buat gambar
13
3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian
Daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 satuan tidak resmi.
Berurutan dari tua sampai muda adalah:
3.2.1. Satuan tuf
Satuan ini beranggotakan batuan tuf, breksi lapilli, sill basaltis. Dasar
penamaan satuan batuan ini diambil dari nama litologi dominan. Satuan ini
menempati sekitar 13 % dari luas daerah penelitian, meliputi daerah .Ketebalan
berkisar ±400-500 meter diukur dari penampang geologi.
Tuf, warna segar putih-kehijauan, warna coklat cerah, dengan struktur
masif hingga perlapisan, ukuran butir tuf halus-kasar, bentuk butir membulat
(rounded) , sortasi terpilah baik, kemas tertutup, dengan komposisi non fragmen,
matriks tuf, semen silika (Sio2).
Breksi lapili, warna abu-abu hingga kecoklatan, dengan struktur berlapis
baik, ukuran butir tuf-lapili, bentuk butir angular , sortasi terpilah buruk, kemas
teterbuka, dengan komposisi fragmen lapilli, matriks tuf, semen silika (Sio2).
Sill basaltis berwarna kehitaman berstruktur masif, tekstur afanitik,
subhedral-anhedral, equigranular piroksin dan plagioklas Na.
3.2.2. Satuan batupasir
Satuan ini beranggotakan batupasir, batulempung dan napal. Dasar
penamaan satuan batuan ini diambil dari nama litologi dominan. Satuan ini
menempati 33 % dari luas daerah penelitian. Meliputi daerah Prengguk dan
Tegalrejo. Ketebalan berkisar ±50-125 meter diukur dari penampang geologi.
Batupasir berwarna abu-abu hingga kecoklatan berstruktur gradded beding
dan laminasi ukuran butir pasir halus-kasar, bentuk butir membulat, sortasi
terpilah baik, kemas tertutup,non fragmen, matriks pasir, semen silika (Sio2).
Napal berwarna abu-abu terang struktur laminasi-berlapis baik. Ukuran
butir lempung-lanau bentuk butir membulat, sortasi terpilah baik, kemas
tertutup,non fragmen, matriks lempung, semen karbonatan (caco3)
14
Batulempung berwarna abu-abu hingga kecoklatan struktur laminasi.
Ukuran butir lempung bentuk butir membulat, sortasi terpilah baik, kemas
tertutup,non fragmen, matriks lempung, semen silika (sio2)
3.2.3. Endapan alluvial
Endapan alluvial berupa material lepas yang belum terkosolidasi berwarna
hitam-coklat kehitaman, dengan ukuran lempung sampai krikil, merupakan hasil
rombakan dari batuan sekitar yang terbawa aliran air permukaan (Runoff).
penyebaran di dataran utara desa Tegalrejo menempati ±54% dari luas
keseluruhan daerah penelitian. Ketebalan ± ? m diukur dari penampang geologi.
.
BAB IVSTRUKTUR GEOLOGI
4.1. Struktur Geologi Regional
Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah blok yang miring ke arah
Samudera Indonesia (selatan), dimana pada bagian utaranya terdapat gawir-gawir
yang memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi karena adanya evolusi tektonik
yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang sedangakan adanya
trend dengan arah relative barat laut – tenggara dikarenakan adanya imbas
tektonik dari pola meratus. Pembentukan struktur geologi daerah studi dimulai
pada Miosen (periode Neogen Compressional wrenching .Dally, dkk,1991)
struktur yang terbentuk adalah sesar mendatar.Akibat gaya extensional ini juga
menghasilkan bentukan lipatan antiklin yang ditunjukan dengan kimiringan dip
yang berlawanan yaitu pada Formasi Semilir dan Formasi Wonosari.
4.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Penelitian dan pembahasan struktur geologi di daerah penelitian lebih
menekankan pada struktur sekunder (kekar, sesar dan lipatan) yang terbentuk
selama atau setelah proses pembentukan akibat gaya endogen yang bekerja.
Dalam memecahkan masalah-masalah tentang bentuk, posisi, arah gaya yang
bekerja dan arah pergerakannya, penulis menggunakan metode geometri proyeksi,
khususnya metode proyeksi stereografis (stereonet).
4.2.1. Struktur kekar
Kekar merupakan suatu struktur rekahan pada batuan yang relatif belum
mengalami pergeseran. Struktur kekar yang dijumpai pada daerah penelitian
adalah kekar gerus.
Kekar gerus; kekar ini pada daerah penelitian umumnya berkembang pada
litologi batupasir dan batulempung. Kenampakan di lapangan dari kekar gerus
tersebut adalah bentuk dan susunannya relatif teratur (sistematis) dan
berpasangan, terjadi karena adanya tegasan kompresif (compressive stress) yang
15
16
bekerja pada dua arah. Dari hasil pengukuran dan analisa kekar yang terdapat di
lokasi penelitian sebagian besar gaya yang dihasilkan relatif berarah utara
timurlaut-baratdaya, dengan bebrapa hasil lain yang menunjukan arah yang
berbeda yang diinterpretasikan sebagai gaya yang terbentuk sesudah gaya utama
berlangsung.
1. Kekar pada lokasi pengamatan 11
Kekar yang berkembang dilokasi ini merupakan kekar gerus, dari hasil analisis
didapatkan arah tegasan utama relatif baratlaut-tenggara.
Gambar 6.5 cm
2. Kekar pada lokasi pengamatan 11
Kekar yang berkembang dilokasi ini merupakan kekar gerus, dari hasil analisis
didapatkan arah tegasan utama relatif baratlaut-tenggara.
Gambar 6.5 cm
4.2.2. Struktur sesar
Dibeberapa tempat pada daerah penelitian dijumpai kenampakan struktur
sesar yaitu diaantaranya:
1. Struktur sesar dijumpai di LP6 yang berada di daerah dusun Pencaran,
dijumpai indikasi sesar berupa bidang sesar dan struktur penyerta lainya.
Dari hasil analisis dapat diketahui arah tegasan utamanya relatif baratlaut-
tenggara, dengan nama sesar Reserve left slip fault (Rickard, 1972).
Gambar 6.5 cm
17
2. Struktur sesar dijumpai di LP19 yang berada di daerah dusun Tegalrejo,
dijumpai indikasi sesar berupa bidang sesar dan struktur penyerta lainya.
Dari hasil analisis dapat diketahui arah tegasan utamanya relatif tenggara-
baratlaut, dengan nama sesar Normal right slip fault (Rickard, 1972).
Gambar 6.5 cm
4.2.3. Lipatan
Struktur lipatan dapat teramati didalam peta yaitu arah dip yang
berlawanan dengan litologi yang sama yaitu strike dip pada lp10, lp11, dan lp43
yang menunjukan atau dapat dinterpretasikan sebagai struktur lipatan antiklin dan
sinklin.
4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur
Dari hasil analisa didapat gaya yang bekerja pada daerah pengamatan
merupakan gaya kompresi dengan arah tegasan utama relaif utara selatan, hal ini
tidak terlepas dari proses tektonik subduksi di selatan pulau jawa.
BAB VSEJARAH GEOLOGI
Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadi erupsi gunung api
yang menghasilkan material piroklastik oleh deretan gunung api pada daerah
Pegunungan Selatan disertai dengan penurunan muka air laut, sehingga terjadi
pengendapan material piroklastik berupa tuf (abu jatuhan), breksi lapili, dan
intrusi batuan beku basaltik yang diendapkan pada cekungan pengendapan yang
membentuk Satuan Tuff. Setelah itu terjadi pengendapan Satuan Batupasir yang
terdiri dari batupasir, batulempung, dan napal. Satuan ini menunjukkan telah
terjadi peralihan kondisi lingkungan pengendapan dari lingkungan vulkanik
menjadi lingkungan laut dangkal ditandai dengan terdapatnya napal. Proses ini
terjadi bersamaan dengan pengendapan batupasir, melaui mekanisme yang sama
dan dengan dasar cekungan relatif naik turun secara perlahan mengakibatkan
terjadi selang seling antara batupasir dengan napal. Disisi lain masih ada kontrol
pengendapan darat ditandai dengan adanya breksi basaltik. Hubungan antara
Satuan Tuf dengan Satuan Batupasir adalah selaras.
Selanjutnya terjadi proses tektonik menyebabkan perlipatan sehingga
menghasilkan sinklin dan antiklin, salah satunya terdapat pada daerah Tegalrejo
(LP 10 dan LP 11) setelah itu akibat gaya kompresi yang terus menerus
menyebabkan sesar-sesar. Sesar yang terdapat pada daerah penelitian adalah sesar
mendatar kanan dan sesar mendatar kiri (LP 6 dan LP 19) dengan arah tegasan
utama relatif utara-selatan. Selama proses tetonik berlangsung, proses eksogenik
turut mempengaruhi daerah penelitian, hasil dari proses eksogenik ini adalah
endapan aluvial yang hingga sekarang proses ini masih berlangsung. Hubungan
stratigrafi antara endapan aluvial dan Satuan Batupasir adalah tidak selaras
18
BAB VIPOTENSI GEOLOGI
6.1. Sesumber
Sesumber adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,
termasuk yang telah digunakan pada masa kini maupun untuk masa yang akan
datang. Dalam usaha peningkatan potensi yang dimiliki Desa Purwoharjo dan
sekitarnya, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi D.I
Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan potensi geologi yang berhubungan
dengan lingkungan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumber daya geologi
yang ada. Sesumber geologi yang ada di daerah penelitian berupa sumber daya air
dan lahan.
6.1.1. Air
Secara umum kondisi perairan di daerah penelitian cukup baik, dengan
curah hujan yang hampir merata setiap tahun, serta kondisi vegetasi yang lebat
dan masih terjaga sebagai media penahan air hujan yang meresap ke dalam tanah.
Potensi air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar daerah penelitian berasal
dari air permukaan, yaitu pada air sungai yang berada di sekitar permukiman
penduduk dan airtanah pada air sumur. Besarnya debit air sungai yang ada di
daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Masyarakat yang berada di
sekitar aliran sungai umumnya memanfaatkan air sungai untuk keperluan irigasi.
Sedangkan untuk air minum, masyarakat menggunakan airtanah (air sumur).
6.1.2. Bahan galian
Potensi bahan galian yang ada di daerah penelitian termasuk dalam bahan
galian golongan C berupa pasir dan batu (sirtu).
Pasir dan batu (sirtu) digunakan oleh penduduk sebagai bahan bangunan,
terutama untuk bangunan rumah dan campuran bahan material pembuatan jalan
beton. Pasir dan batu terdiri dari pasir, kerikil, kerakal dan berangkal.
19
20
Gambar 6.5 cm
6.1.3. Lahan
Lahan di daerah penelitian oleh masyarakat digunakan untuk bercocok
tanam, yaitu sebagai lahan persawahan padi, ladang kacang, ladang tebu, dan
ladang umbi-umbian. Selain itu, sumber daya lahan di beberapa lokasi di daerah
penelitian yang datar dan cukup strategis ini juga dimanfaatkan sebagai
pemukiman penduduk.
Gambar 6.5 cm
6.2. Bahaya Geologi
Potensi bencana geologi pada daerah penelitian yang dapat teramati adalah
gerakan masa (Mass Wasting) bertipe rock fall. Yang diakibatkan oleh pelapukan
batuan dan aliran permukaan yang cukup deras yang mampu membawa material-
material penyebab longsoran
Mitigasi gerakan massa ini yaitu dengan pengurangan morfologi dibuat
lebih landai,tidak membuat pemukiman didekat aliran aliran sungai.
BAB VIIKESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Secara fisiografis daerah penelitian termasuk dalam Pegunungan Selatan
yang membujur dari timur ke barat pada Zona pegunungan tengah, Jawa tengah.
Geomorfologi daerah penelitian di bagi menjadi 2 Satuan geomorfik, yaitu
satuan fluvial dan satuan struktural. Satuan terbagi lagi menjadi subsatuan yaitu,
subsatuan dataran alluvial (F1), satuan dasar sungai utama (F2), untuk Struktural
yaitu subsatuan perbukitan lipatan kompleks (S21).
Stratigrafi daerah penelitian terbagi menjadi 2 satuan tidak resmi dan
endapan alluvial yaitu, satuan tuf beranggotakan batuan tuf, breksi lapilli, sill
basaltis, Satuan batupasir beranggotakan batupasir, batulempung dan napal, dan
endapan alluvial.
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu berupa kekar
arah tegasan utama relatif tenggara-baratlaut, dan struktur sesar mendatar kanan
Tegalrejo, sesar mendatar kiri pencaran dengan arah tegasan utama relatif utara-
selatan.
Potensi geologi di daerah penelitian meliputi sesumber berupa air, lahan,
maupun bahan galian golongan C berupa pasir dan batu (Sirtu). Bencana geologi
di daerah penelitian adalah gerakan massa (Mass Wasting) bertipe debris flow.
7.2. Saran
Dengan berakhirnya Geologi Lapangan II ini, penyusun mengucapkan
terimakasih kepada seluruh dosen dan asisten dosen. Secara keseluruhan berjalan
dengan sangat baik. Agar kedepanya lebih baik penyusun memberikan beberapa
masukan diantaranya:
1. Untuk Peta topografi mohon agar diperbaharui agar dalam pelaksaanan
pementaan maupun orientasi lebih efektif .
21
22
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia Vol. 1A, Goverment Printing Office, Netherland
Noor, D., 2010, Geomorfologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan: Bogor.
Noor, D.,2010. Pengantar Geologi. Pakuan University Press: Bogor.
Pratistho. Bambang.dkk., 2012. Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan”Veteran”: Yogyakarta.
Sastropawiro. Suroso, dkk,. 2009. Geomorphology Laboratory Science of Landform. Laboratorium Geomorfologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan”Veteran”: Y ogyakarta.
Wartono Rahardjo., Sukandarrumidi., H.M.D. Rosidi. 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.
Zuidam, R.A.Van., 1983., Guida to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and Mapping., Section of Geology and Geomorfology., ITC., Enschede the Netherlands.