Upload
arissakof
View
33
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Skarn Deposit terbentuk oleh ubahan litologi karbonat selama proses
metamofosa regional dan proses metasomatik kontak akibat intrusi batuan beku. Banyak
skarn yang berasossiasi dengan porphyry. Skarn merupakan alterasi pada mineral
kalsium, besi, dan magnesium yang terubah menjadi mineral karbonat dan dinding
batuan. Silikat magnesium yang hadir dominan ialah protolith dolomite dan mineral
calsium – iron silicate yang hadir adalah protolith limestone yang melimpah di dinding
bijih porphyry copper deposits.
Skarn memiliki karakterisik mineral karbonat yang terubah oleh garnet dan
pyroxene yang melimpah kalsium. Actinolite hadir sebagai mineral yang hadir pada
hydrous skarn yang teroverprint skarn anhydrous dan umumnya berasosiasi dengan
chalcopyrite – pyrite, magnetite dan formasi bijih. Mineral yang hadir dari zona ini
adalah epidote, clinozoisite, garnet, clinopyroxene, wollastonite, diopside, vesuvianite,
tremolite-actinolite, andradite, grossularite, phlogopite, dan biotit. Skarn terbentuk
pada kontak metamorphism dan metasomatisme ( prograde skarn ) melalui panas, fluida
dan bijih akibat pendinginan dinding tubuh plutonic serta melewati dinding batuan.
Sistem alterasi skarn terdapat pada zona yang terbentuk oleh variasi temperatur dan
evolusi fluida yang berasal dari stock intrusi atau pluton. Zonasinya dimulai endoskarn
bagian dalam dari intrusi ( proximal ) dan exoskarn pada zona luar / distal ( country
rock )
Skarn dapat terbentuk selama metamorfisme kontak atau regional. Selain itu
juga dari berbagai macam proses metasomatisme yang melibatkan fluida magmatik,
metamorfik, meteorik, dan yang berasal dari laut. Skarn dapat ditemukan di permukaan
sampai pluton, di sepanjang sesar dan shear zone, di sistem geotermal dangkal, pada
dasar lantai samudra maupun pada kerak bagian bawah yang tertutup oleh dataran hasil
metamorfisme burial dalam. Skarn dibagi menjadi endoskarn dan eksoskarn dengan
didasarkan pada jenis kandungan protolit.
2
Formasi dari skarn deposit merupakan hasil dari proses yang dinamis. Pada
sebagian besar skarn deposit, terdapat beberapa transisi dari metamorfisme distal yang
menghasilkan hornfels dan skarnoid ke metamorfisme proximal yang menghasilkan
skarn yang mengandung bijih berukuran relatif kasar.Selama gradien suhu yang tinggi
dan sirkulasi fluida skala besar akibat intrusi magma, metamorfisme kontak dapat
menjadi lebih kompleks dibandingkan model rekristalisasi isokimia yang menyusun
metamorfisme regional. Semakin kompleks fluida metasomatisme, akan menghasilkan
keterkaitan antara proses metamorfisme yang murni dengan proses metasomatisme.
Kebanyakan deposit skarn berasosiasi dengan busur magmatik yang berkaitan
dengan subduksi dalam kerak benua. Komposisi pluton berkisar dari diorit sampai
granit walaupun pada dasarnya memiliki perbedaan diantara tipe skarn logam yang
muncul untuk mencerminkan lingkungan geologi setempat (kedalaman formasi, pola
struktural dan fluida) lebih pada perbedaan pokok dari petrogenesis (Nakano,et al.,
1990). Sebaliknya, skarn yang mengandung emas pada lingkungan ini berasosiasi
dengan pluton yang tereduksi secara khusus yang mungkin mewakili sejarah geologi
yang khusus. Beberapa Skarn, tidak berasosiasi dengan subduksi yang berkaitan dengan
magmatisme.
Pluton yang berkomposisi granit, pada umumnya mengandung muskovit dan
biotit primer, megakristal kuarsa berwarna abu-abu gelap, lubang-lubang miarolitik,
alterasi tipe greisen, dan anomali radioaktif. Skarn yang terasosiasi, kaya akan timah
dan fluor walaupun induk dari elemen lain biasanya hadir dan mungkin penting secara
ekonomis. Perkembangan rangkaian ini termasuk W, Be, B, Li, Bi, Zn, Pb, U, F, dan
REE.
Zona skarn di endapan bijih Big Gossan dicirikan oleh kehadiran mineral utama
anhydrous seperti garnet (andradite) dan klino-piroksen (diopsid-hedenbergit), dan
dalam jumlah kecil mineral kalsit, kuarsa, dan epidot pada fase prograde. Mineral-
mineral tersebut di atas, pada fase retrograde kemudian di-replaced (diubah) menjadi
mineral-mineral hidrous seperti aktinolit, anhidrit, epidot, talk, dan mineral karbonat
Pembagian zonasi skarn di endapan bijih Big Gossan, mengacu pada kehadiran mineral
utama garnet dan klino-piroksen, dalam wall rock batuan karbonat Formasi Waripi
(Te).Walaupun skarnifikasi juga terbentuk pada batuan karbonat Anggota Limestone
3
Formasi Ekmai (Kkel), tetapi alterasi skarn dan mineralisai sulfide yang terkait dengan
endapan Cu-Au lebih intens terbentuk di Formasi Waripi.
1.2. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitianini bertujuan untuk memperoleh informasi - informasi
geologi secara regional yang mempengaruhi kondisi geologi lokal yang berdampak
pada proses intrusi, mineralisasi dan, alterasi yang berkembang untuk endapan Skarn.
Serta Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bekal pengalaman bekerja dan
tambahan pengetahuan bagi penulis, khususnya dalam bidang eksplorasi endapan Skarn.
Agar dapat menambah data kepustakaan bagi pihak PT. Eksplorasi Nusa Jaya dan
Program Studi Teknik Geologi USTJ.
1.3. Pembatasan Masalah
Agar kegiatan penelitian dan penulisan dapat terencana dan terfokus, maka batasan
masalah geologi yang akan dibahas adalah :
1. Kondisi geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi yang mempengaruhi intrusi,
mineralisasi dan alterasi.
2. Tipe alterasi dan mineralisasi untuk endapan Skarn.
1.4. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.4.1. Alat :
a. Kompas Geologi
b. Palu Geologi
c. Hand Lens 10 x dan 20 x pembesaran
d. Pen magnetite
e. Tape
f. Orienting plastic type HQ – NQ – BQ
g. Global position system ( GPS )
h. Camera digital
i. Peta Topografi Skala 1 : 25.000
j. Pita ukur 1 meter
4
k. Papan data
l. Kuas tangan
1.4.2. Bahan :
a. HCL 0.5 ( Asam Chloride )
b. Core hasil pemboran.
c. Kantong Sampel
1.5. Metode Penelitian
Guna mencapai hasil penelitian yang baik, perencanaan penelitian penting untuk
dipersiapkan baik dari tahapan persiapan penelitian sampai tahapan penyusunan hasil
penelitian. Tahapan – tahapan tersebut adalah :
a. Persiapan ;
b. Penelitian Lapangan ;
c. Penelitian laboratorium ;
d. Pengolahan data ;
e. Penyusunan skripsi.
1.5.1. Tahap Persiapan
Dalam tahapan persiapan yang dilakukan adalah penerbitan surat izin penelitian
dari tingkatan jurusan, fakultas sampai universitas kepada pihak perusahaan / instansi
pemerintah terkait di tingkatan kabupaten hingga desa setempat di lokasi penelitian dan
pengecekan serta melengkapi peralatan – peralatan yang dapat digunakan sehingga
dapat membantu kegiatan penelitian.
1.5.2. Penelitian Lapangan
Pada pelaksanaan penelitian lapangan sangatlah penting mengingat data - data
geologi permukaan yang menjadi obyek penelitian harus dapat dicatat dan direkam
dengan baik, sebab itu data-data yang terambil dapat memberikan informasi geologi
yang bekerja dan mempengaruhi kondisi di sekitar areal penelitian serta tentunya model
5
alterasi dan mineralisasi yang menjadi obyek utama penelitian dapat teramati dengan
baik.
1.5.3. Pengamatan Laboratorium / Studio
Tahap penelitian laboratorium sangat penting, namun tahapan ini dilakukan jika
kegiatan penelitian lapangan sudah dilakukan. Penelitian laboratorium berupa penelitian
terhadap contoh-contoh batuan yang diperoleh di lapangan berupa analisa petrografi.
Tujuan analisa petrografi adalah untuk mengetahui secara detail jenis, bentuk,
komposisi dan persentase mineral serta nama batuan. Analisa ini pentng guna
penafsiran mengenai genesa, lingkungan pengendapan, dan sejarah pembentukannya.
Analisa mikropaleontologi untuk mengetahui kandungan fosil dari batuan guna
mengetahui penentuan umur relatif dari singkapan.
Analisa struktur geologi meliputi analisa struktur primer dan sekunder yang
dipengaruhi oleh pergerakan tektonik secara regional yang berdampak pada lokal
struktur geologi.
1.5.4. Pengolahan Data dan Analisa Data
Tahapan pengolahan data ini dimaksudkan untuk mengolah semua data – data
hasil penelitian lapangan dan hasil analisis laboratorium.
Data analisa laboratorium berupa analisis petrografi sampel batuan beku
menggunakan klasifikasi Russel B. Travis, 1975, untuk batuan metamorf menggunakan
klasifikasi William, Turner dan Gilbert, 1982, sedangkan untuk batuan sedimen dan
karbonat digunakan klasifikasi Pettijhon, 1975, Folk, 1959, dan Dunham, 1962.Untuk
analisis mikro paleontologi guna kesebandingan umur berdasarkan foraminifera
planktonik menggunakan zonasi dari Blow, 1969.
1.5.5. Penyusunan Skripsi
Setelah selesainya kegiatan penelitian lapangan, analisa laboratorium dan
pengolahan data maka tahapan penyusunan laporan ilmiah dalam bentuk skripsi yang
memuat kondisi geologi umum daerah penelitian dan analisa tipe alterasi dan
mineralisasi Pada Endapan Skarn di daerah penelitian sebagai spesifikasi dalam
kegiatan penelitian.
6
BAB II
TATANAN GEOLOGI REGIONAL
2.1. FISIOGRAFI
Pulau New Guinea merupakan pulau yang sangat kompleks baik dari morfologi
bentang alam, dan proses tektonik yang aktif sampai saat ini. Secara umum dari selatan
dan utara pulau Papua dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : continental ( benua ),
transitional provinces ( daerah transisi ), dan Oceanic ( Samudera ). Ada 2 klasifikasi
yang digunakan untuk mengidentifikasi pulau Papua menurut Van Bemellen ( 1949 )
dan klasifikasi Quarless van Ufford ( 1996 ). Menurut Quarless van Ufford( 1996 )
pulau Papua seperti burung yang menghadap ke arah Barat dan terbagi sebagai berikut :
1. Fisiografi klasifikasi Van Bemellen (1949)
Fisiografi pulau New Guinea dibagi menjadi 3 yakni :
a. zona semenanjung Barat ( Vogelkop ),
b. bagian utama ( mainland ), dan
c. bagian timur dan ekor.
2. Berdasarkan kenampakan morfologi pulau New Guinea yang digambarkan
seperti seekor burung yang sedang terbang dan menghadap ke arah Barat.
Menurut Quarless van Ufford ( 1996 ), maka fisiografi pulau Papua terbagi :
a. Bagian kepala burung ( Bird’s Head )
b. Bagian leher burung ( Bird’s Neck )
c. Bagian Badan burung ( Bird’s body )
d. Bagian Ekor burung ( Bird’s Tail )
7
Gambar 2.1. Fisiografi Pulau Papua
a. Zona Semenanjung Barat ( Vogelkop ) / Bird’s Head
Zona ini berada pada koordinat 130o BT – 135
o BT. Secara umun terbagi 2 subzona
yakni :
Subzona Utara – Timur
Dicirikan oleh kompleks pegunungan masif yang tersusun oleh batuan metamorfik
dan granitik yang berumur Neogen sampai Kuarter.
Subzona Selatan – Barat
Dataran rendah yang tersusun oleh plateu batugamping yang dikenal Onin dan
Kumawa Peninsula yang berumur tersier, dataran aluvial, dan rawa-rawa.
Subzona selatan – Barat dipotong oleh teluk Bintuni. Kedua subzona ini dipisahkan oleh
depresi seperti lembah dan dataran Warren – Momi Ransiki yang terdapat di sepanjang
zona sesar Sorong dan Ransiki, Down – Irai, Danau Anggi, Kasi – Kebar, Warsamsan,
serta Sorong
8
b. Bagian Leher ( Bird’s Neck )
Pada bagian terdapat kelurusan yang dinterpretasikan sebagai struktur geologi yang
berarah N – S dan NW – SE. Pada bagian leher memiliki beberapa subzona yaitu
Lengguru Fold Belt ( antiklin yang tersesarkan dari Kelompok Batugamping New
Guinea ), danau Jamur ( Dibentuk hasil ekstrusif lava yang berasal dari aktivitas
vulkanik kecil di bagian selatan yang berumur Resen ), Wandamen peninsula (
Selatan danau Jamur dan bagian paling utara dari kompleks batuan metamorfik ) dan
Weyland Range ( pegunungan masif yang menghubungkan bagian kepala dan badan.
c. Bagian Utama ( Mainland ) / Bird’s Body
Bagian utama berada di koordinat 135o BT – 143.5
o BT. Dicirikan oleh kelurusan –
kelurusan NW – SE. Zona ini didominasi oleh pegunungan masif ( Kompleks
Pegunungan Tengah atau Central Range ) di bagian utara dan dataran di bagian selatan,
rawa-rawa di bagian yang dekat permukaan laut. Bird’s Body dibagi beberapa sub zona:
Zona Central Range mountain, digambarkan sebagai tulang punggung dari burung.
Zona Cyclops Mts
Zona Bougenville Mts
Zona Mamberamo – Dewani Depression
Zona Digul – Fly depression
Zona Merauke
d. Bagian Timur Termasuk Ekor ( Bird’s Tail )
Berada pada koordinat 143.5o BT – 150.48
o BT. Zona ini ditandai oleh kelurusan –
kelurusan yang berarah NW – SE, daerah ini dibagi dalam 3 sub zona :
Zona vulkanik di pesisir utara
Zona sepanjang pesisir timur laut
Zona pegunungan tengah ( central range )
9
2.2. KERANGKA TEKTONIK PAPUA
Pulau New Guinea merupakan hasil dari aktivitas tektonik yaitu tumbukan
(collision) yang bersifat oblique convergent antara lempeng benua Australia dan
lempeng samudara Pasifik (Quarless van Ufford, 1996 dan Sapiie, 1998 ).
Ada beberapa model dari evolusi tektonik pulau New Guinea yang masih
menjadi perdebatan sampai sekarang. Beberapa model tersebut adalah :
a. Teori Pembalikan Subduksi ( Subduction Polarity Reversal )
Teori ini menyatakan bahwa pergerakan lempeng benua Australia bergerak ke arah
utara dan terjadi subduksi dengan Lempeng Benua Pasifik, selanjutnya diikuti oleh
proses kolisi dan inisiasi dari subduksi lempeng Samudera Pasifik ke arah selatan
palung laut New Guinea ( Dewey dan Bird, 1970 ; Hamilton, 1979 ; Jhonson and
Jaques, 1980 ; Milson, 1985 ; dan Sapiie, 2001 ).
b. Teori Zippering Model
Teori zippering model menjelaskan dua lempeng subduksi ( doubly subducting
slab ) dari lempeng samudera Pasifik pada pulau New Guinea bagian timur yang
kemungkinan merupakan bagian Lempeng Samudra Solomon Sea bagian barat
( Ripper dan Mcque, 1983 ; cooper dan Taylor, 1987 ; Sapiie, 2001 )
c. Teori Sesar Mendatar ( Strike Slip Fault )
Teori ini menjelaskan bahwa terjadi subduksi antara Lempeng Benua Australia dan
Lempeng Samudera Pasifik yang kemiringannya ke arah utara namun tidak terjadi
subduksi several seperti yang dijelaskan oleh teori pembalikan subduksi, tetapi hanya
pembentukan proses sesar - sesar mendatar akibat proses oblique convergence dimana
lempeng Australia memiliki kemiringan yang sangat vertikal ( Dow et all, 1988 ; Sapiie,
2001 ).
Para ahli geologi setuju bahwa New Guinea sekarang ini merupakan bagian dari
passive margin lempeng benua Australia bagian utara yang pada Mesozoik sampai
Kenozoik ditumbuk oleh satu atau beberapa kali busur vulkanik. Beberapa ahli juga
masih memperdebatkan mengenai proses collision yang terjadi di pulau New Guinea.
10
Ada ahli geologi yang menyatakan bahwa New Guinea terbentuk akibat satu kali proses
collision ( Ripper and Mcque, 1983 ; Milsom, 1985 ; Cooper and Taylor, 1987 ; Sapiie,
2001 ), tetapi beberapa menyatakan bahwa collision terjadi dua kali.
Gambar 2.2. Peta Tektonik New Guinea. Adaptasi Dari Hamilton, 1979.
Cooper Dan Taylor, 1987 Dan Closs. Spreading Centers Dari Northwest Dan Southwest.
Berdasarkan perubahan batuan sedimen karbonat menjadi batuan sedimen
silisiklastik pada cekungan batuan pengendapaan ( orogenic uplifts ), proses collision
yang membentuk Melanesian Orogeny dimulai pada Miosen Akhir ( Dow dan Sukamto,
1984 a ; Dow et all, Dow at all, 1988 ; Sapiie, 2001 ). Namun berdasarkan penentuan
umur batuan tahap metamorf di pulau New Guinea dan daerah busur kepulauan
diperoleh umur Oligosen Awal, yang berarti proses collision berlangsung pada awal
Oligosen ( Pigram et al, 1989 ; Davies, 1990 ; Sapiie, 2001 ). Dow et al, 1988
menyimpulkan bahwa pulau New Guinea merupakan hasil collision antara busur
kepulauan dan benua yaitu yang pertama pada Oligosen dan kedua pada masa Miosen (
Dow et al, 1988, Sapiie, 2001 ).
11
Quarless van Ufford (1996) juga menyimpulkan bahwa pulau New Guinea
terbentuk akibat dua kali proses orogenesa yang berbeda satu dengan yang lain. Proses
orogenesa pertama terjadi pada Eosen – Oligosen yang disebut Peninsula Orogeny yang
terbatas sampai sebagian besar bagian timur New Guinea. Kemudian proses orogenesa
selanjutnya dimulai pada Miosen Tengah yang disebut Central Range Orogeny.
Peristiwa ini berhubungan dengan pembentukan geologi pulau New Guinea sampai
sekarang ini.
Selanjutnya tahap Central Range Orogeny dibagi menjadi dua proses oleh Quarles
Van Ufford ( 1996 ) yaitu tahap pre-collisional dan tahap collisional. Tahap pre-
collisional adalah tahap pengangkatan ( Bulldozing ) dan metamorfisme dari sedimen
passive margin pada zona subduksi dengan kemiringan ke arah utara. Tahap collisional
terjadi ketika litosfer Australia yang mengapung berhenti di zona subduksi (Closs, et al,
1994 dalam Sapiie, 2001). Akibat dari aktivitas ini melibatkan basemen batuan kristalin,
terjadi aktivitas magma pada tahap akhir dan pengangkatan pegunungan secara vertikal
setinggi 1-2 km yang diperkirakan berlangsung 7-3 juta tahun yang lalu. Puncak dari
proses ini adalah inisiasi dari sesar mendatar mengiri yang berarah timur – barat ( E-W )
yang mendominasi proses tektonik dari bagian barat New Guinea ( Sapiie, 1998 ).
Proses pergerakan realtif lempeng benua Australia dan lempeng samudra Pasifik
berperan penting dalam perkembangan struktur di New Guinea, Sapiie (2001)
menjelaskan bahwa pada 4 juta tahun lalu pergerakan lempeng Pasifik terhadap
lempeng Australia berubah arah N 246o E ( SW ) sampai N 270
o E ( WSW ).
2.3. GEOLOGI REGIONAL PULAU NEW GUINEA
Berdasarkan batuan asal penyusun Pulau New Guinea, secara umum pulau ini
dibagi menjadi satuan geologi yaitu :
2.3.1. Satuan Samudera ( Oceanic Provinces )
Satuan ini terdiri dari kompleks batuan offiolit, serta kompleks kepulauan
sebagai bagian dari Lempeng Samudera Pasifik, berada di sebelah utara kompleks
pegunungan Tengah
12
2.3.2. Satuan Benua ( Continental Provinces )
Satuan ini tersusun dari batuan sedimen yang berasal dari Lempeng Benua
Australia, dan berada di sebelah selatan Kompleks Pegunungan Tengah.
2.3.3. Satuan Transisi ( Transitional Provinces )
Satuan ini tersusun dari batuan metamorfik yang dihasilkan dari proses
metamorfisme akibat interaksi antara Lempeng Benua Australia dan Lempeng
Samudera Pasifik.
Berdasarkan batuan penyusun serta evolusi tektonik yang berkembang, bagian
badan burung ( Bird’s body ) dapat dibagi menjadi empat satuan litotektonik, yaitu :
a. Satuan Depan Busur New Guinea
Merupakan dataran rendah di bagian selatan Pulau New Guinea. Batuan
penyusun satuan ini merupakan batuan sedimen karbonat berumur Kenozoikum, serta
batuan sedimen silisiklastik, batuan sedimen marin, serta sedimen berumur
Mesozoikum (Dow dan Sukamto, 1984 a,b : op cit Darman and Sidi, 2000 )
b. Satuan Sabuk Lipatan dan Sesar Anjakan Pegunungan Tengah
Merupakan sabuk orogenesa yang memanjang dari Papua hingga Papua
Peninsula di bagian timur sepanjang 1300 km dan lebar 150 km, ditandai dengan
pegunungan dengan ketinggian lebih dari 3000 mdpl ( Dow et al, 1988 ; Darman and
Sidi, 2000 ).
c. Satuan Sabuk Metamorfik Ruffaer
Satuan ini terdiri dari batuan metamorf temperatur rendah ( T < 300oC ), dengan
luas 150 dan merupakan daerah yang mengalami deformasi kuat. Satuan ini dibatasi
sabuk Offiolit New Guinea pada bagian utara, sedangkan bagian selatan dibatasi oleh
daerah terdeformasi dengan batuan penyusun berasal dari Passive margin Lempeng
Australia ( Dow et all, 1988 ; Sapiie, 2000 )
13
Gambar 2.3. Distribusi Karbonat Pada Awal Dan Pertengahan
Miosen Sepanjang Utara Australia Pada Pinggiran Kontinen, Katili (1986),
Apthorpe (1988), P.J. Davies, et al, (1989), Buther ( 1990 ) dan McLennan (1990).
d. Satuan Tumbukan Busur Kepulauan Melanesia
Satuan ini merupakan daerah yang kompleks, terdiri atas kerak samudera yang
berasal dari tumbukan Busur Kepulauan Melanesia dengan Lempeng Samudera Pasifik.
Satuan ini terdiri dari Zona Depresi Meervlakte dan Mamberamo Trust Fold- Belt
( MTFB ), dengan luas 200 km 2. Tumbukan yang membentuk satuan ini diperkirakan
pada kala Pliosen dan aktif sampai sekarang ( Dow dan Sukamto, 1984 a,b ; Dow et al,
1988 ; Darman dan Sidi, 2000 ).
14
BAB III
DASAR TEORI
3.1. ALTERASI HIDROTERMAL
Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus pembekuan magma.
Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilewati akan menyebabkan
terubahnya mineral-mineral penyusun batuan samping dan membentuk mineral alterasi.
Larutan hidrotermal tersebut akan terendapkan pada suatu tempat membentuk
mineralisasi (Bateman, 1981). Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pengendapan
mineral di dalam sistem hidrotermal terdiri dari empat macam (Barnes, 1979; Guilbert
dan Park, 1986), yaitu: (1) Perubahan temperatur; (2) Perubahan tekanan; (3) Reaksi
kimia antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewati; dan (4) Percampuran
antara dua larutan yang berbeda. Temperatur dan pH fluida merupakan faktor terpenting
yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal.Tekanan langsung berhubungan
dengan temperatur, dan konsentrasi unsur terekspresikan di dalam pH batuan hasil
mineralisasi (Corbett dan Leach, 1996).
Guilbert dan Park (1986) mengemukakan alterasi merupakan perubahan di
dalam komposisi mineralogi suatu batuan (terutama secara fisik dan kimia), khususnya
diakibatkan oleh aksi dari fluida hidrotermal.Alterasi hidrotermal merupakan konversi
dari gabungan beberapa mineral membentuk mineral baru yang lebih stabil di dalam
kondisi temperatur, tekanan dan komposisi hidrotermal tertentu (Barnes, 1979; Reyes,
1990 dalam Hedenquist, 1998).
Mineralogi batuan alterasi dapat mengindikasikan komposisi atau pH fluida
hidrotermal (Henley et al., 1984 dalam Hedenquist, 1998).
Corbett dan Leach (1996) mengemukakan komposisi batuan samping berperan
mengkontrol mineralogi alterasi. Mineralogi skarn terbentuk di dalam batuan
karbonatan.Fase adularia K-feldspar dipengaruhi oleh batuan kaya potasium. Paragonit
(Na-mika) terbentuk pada proses alterasi yang mengenai batuan berkomposisi albit.
Muskovit terbentuk di dalam alterasi batuan potasik.
15
Pada awalnya endapan skarn dianggap sebagai batuan metamorf hasil kontak
antara (hanya) batuan sedimen karbonatan dengan intrusi magma oleh ahli petrologi
metamorf, dengan terjadi perubahan kandungan batuan sedimen yang kaya karbonat,
besi, dan magnesium menjadi kaya akan kandungan Si, Al, Fe dan Mg dimana proses
yang bekerja berupa metasomatisme pada intrusi atau di dekat intrusi batuan beku (Best,
1982)
Tetapi definisi saat ini lebih tepatnya, secara sederhana endapan skarn terbentuk
sebagai hasil interaksi/reaksi antara larutan hidrothermal yang kaya silika bereaksi
dengan batuan sedimen/non sedimen yang kaya akan unsur Ca (kalsium), pada batuan
sedimen misalnya pada batugamping (tetapi bukan hanya pada batugamping). Hasil dari
reaksi tersebut akan menghasilkan mineral-mineral calc-silicate seperti garnet, epidote,
pyroxene sekunder, dll
Secara umum skarn dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan suhu
pembentukannya; prograde skarn, dan retrograde skarn. Skarn prograde terbentuk pada
suhu tinggi, dicirikan oleh asosiasi mineral-mineral bersuhu tinggi, seperti garnet,
klinopiroksen, biotit, humit, montiselit,
sedangkan skarn retrograde terbentuk pada suhu rendah umumnya tersusun oleh
mineral-mineral serpentin, amfibol, tremolit, epidot, klorit, kalsit, dll. Berdasarkan
posisi dan batuan dasar yang tergantikan endapan skarn dapat diklasifikasikan
berdasarkan dari batuan asal yang tergantikan dengan istilah eksoskarn dan endoskarn
yang digunakan pada batuan yang tergantikan. Dengan kandungan mineral-mineral bijih
tertinggi dapat dijumpai pada endapan skarn tipe eksoskarn. Eksoskarn yaitu skarn yang
terbentuk pada batuan sedimen di sekitar intrusi batuan beku, sedangkan endoskarn
yaitu skarn yang terbentuk pada batas atau di dalam batuan beku itu sendiri.
Karakteristik zona alterasi dinding batuan pada zona Endapan Skarn yang
tersebar di dalam dan di luar zona porphyry dari pusat intrusi hingga beberapa
kilometer. Tipe alterasi yang dominan hadir dari sistem porphyry copper adalah
potassic, sericitic, advanced argillic, intermediate argillic, propylitic, sodic-calcic dan
sodic, greisen, serta skarn.
16
Gambar 3.1. Kondisi Optimun Pengembangan Endapan
Porphhyry Copper dan Skarn
(Silitoe dan Perello, 2005)
Potassic alterasi merupakan ubahan dan fase vein potasium, potasium feldspar
dan biotit ; potasium feldspar dengan karakteristik dominan mineral potasium seperti
silica dan dinding batuan granit, mineral biotit dominan hadir pada batuan intermediate
dan mafic. Mineral sulfida yang hadir pada zona alterasi potassic adalah bornite,
chalcopyrite, dan pyrite. Magnetite, molybdenite, anhydrite, dan atau calcite yang
umumnya hadir pada model alterasi ini. Alterasi potassic berasosiasi langsung dengan
stockwork vein – quartz, termasuk vein A ( quartz – bornite – chalcopyrite magnetite
anhydrite calcite ), B Vein ( quartz copper-iron – sulfides molybdenite), dan
vein transisi A - B, termasuk vein yang dominasi oleh biotite, magnetite, atau sulfida
copper – iron.
17
Sericitic alteration terbentuk dan menyebar dengan luas beberapa sentimeter
sepanjang struktur yang dikontrol oleh vein D pada jalur rekahan dan sesar. Vein
dengan spasi yang rapat, luas alterasi mungkin diatas 1 km 3
. Vein D umumnya
didominasi mineral sulfida dan sedikit mineral kuarsa. Mineral sulfida hadir pada zona
yang kuat dari zona vein yang kaya akan chalcopyrite yang memotong zona potassic,
hadir vein mineral pyrite - chalcopyrite hingga vein yang dominan hadir mineral sulfida.
Vein akhir yang kaya akan pyrite hadir pada semua zona, dan dibawah zona bijih.
Sericitic alterasi selvages memiliki karakteristik ubahan semua mineral potassium-mica
( sericite ) fine grained, dan kuarsa dengan sedikit kehadiran pyrite atau magnetite.
Advanced Argillic alterasi adalah alterasi hidrolisis dan alkali yang kationnya
terubah dan membentuk alkali bebas dari hydrous alumunium mineral silika (
pyrophyllite, dickite, kaolinite akibat pengurangan panas fluida ). Zona lokal dengan
temperatur tinggi hadir andalusite, alunite, dan variasi aluminiium seperti flourine,
mineral yang kaya silika seperti topaz, diaspore, zunyite, corundum, dumortierite dan
pyrite. Zona yang kaya akan kuarsa dengan ubahan alumunium ( alterasi sisa silika )
secara umum hadir dekat permukaan dari zona transisi lingkungan epithermal. Mineral
hypogen di dominasi oleh pyrite dan mineral tembaga yaitu enargite, covellite, digenite,
dan umumnya tetahedrite / tennantite.
Intermediate argillic alterasi merupakan kumpulan mineral lempung yang
terbentuk oleh hidrolisis alteration dengan karakteristik suhu yang rendah dibandingkan
zona alterasi sericitic, dan relatif derajat keasaman rendah, tetapi suhu yang relatif tinggi
dibandingkan alterasi argillic dengan suhu yang relatif sama. Mineral yang dominan
hadir pada alterasi ini adalah mineral lempung seperti smectite, kaolinite ubahan dari
18
plagioklas, potassium feldspar stabil, dan mineral feromagnesian yang terubah oleh
chlorite dan pyrite.
Propillitic merupakan alterasi batuan beku akibat hidrasi, karbonasi, oksidasi,
dan reaksi sulfidasi secara lokal, dan membentuk mineral hydrous dan sedikit mineral
karbonat, sulfide dan atau hematit. Mineral – mineral yang hadir di zona alterasi ini
adalah epidote, chlorite, atau actinolite, di beberapa tempat hadir pyrite,pada suhu yang
tinggi dan chlorite-illite-sericite atau smectite dan pyrite, pada suhu yang lebih rendah
hasil perubahan calcic plagioclase dan mineral feromagnesian. Mineral tembaga pada
umumnya tidak hadir pada zona alterasi propilitic.
19
Gambar 3.2. Pembentukan Cebakan Endapan Skarn dan Proophyri Cooper Yang
Berasosiasidengan batuan Karbonat,
Menurut ( Sillitoe dan Bunham, 1990 )
Sodic – calcic dan sodic merupakan alterasi alkali yang kuat, umumnya
penambahan mineral calcium dan potassium. Umumnya hadir mineral besi yang sudah
lapuk. Karakteristik mineral alterasi adalah reaksi mineral yang kaya sodium, plagioklas
yang terubah menjadi potassium feldspar. Sodic plagioklas, actinolite, epidote, chlorite,
calcic-pyroxene, calcic-plagioklas, dan Ca-Al-Fe dan garnet yang terbentuk pada
temperatur yang tinggi ( lebih dari 450oC).
Greisen merupakan alterasi vein selvage dengan kristal macro-scopically
hidrothermal muscovite. Greisen terdapat vein yang terisisi urat muscovite, quartz,
minor sulfides mineral ( pyrite lebih banyak dibandingkan chalcopyrite) dengan
potassium feldspar –muscovite selvages.
Skarn terbentuk oleh ubahan litologi karbonat selama proses metamofosa
regional dan proses metasomatik kontak akibat intrusi batuan beku. Banyak skarn yang
berasossiasi dengan porphyry. Skarn merupakan alterasi pada mineral kalsium, besi, dan
magnesium yang terubah menjadi mineral karbonat dan dinding batuan. Silikat
magnesium yang hadir dominan ialah protolith dolomite dan mineral calsium – iron
silicate yang hadir adalah protolith limestone yang melimpah di dinding bijih porphyry
20
copper deposits. Awal anhydrous skarn memiliki karakterisik mineral karbonat yang
terubah oleh garnet dan pyroxene yang melimpah kalsium. Actinolite hadir sebagai
mineral yang hadir pada hydrous skarn yang teroverprint skarn anhydrous dan
umumnya berasosiasi dengan chalcopyrite – pyrite, magnetite dan formasi bijih.
Mineral yang hadir dari zona ini adalah epidote, clinozoisite, garnet, clinopyroxene,
wollastonite, diopside, vesuvianite, tremolite-actinolite, andradite, grossularite,
phlogopite, dan biotit. Skarn terbentuk pada kontak metamorphism dan metasomatisme
( prograde skarn ) melalui panas, fluida dan bijih akibat pendinginan dinding tubuh
plutonic serta melewati dinding batuan. Sistem alterasi skarn terdapat pada zona yang
terbentuk oleh variasi temperatur dan evolusi fluida yang berasal dari stock intrusi atau
pluton. Zonasinya dimulai endoskarn bagian dalam dari intrusi ( proximal ) dan
exoskarn pada zona luar / distal ( country rock )
Gambar 3.3. Hubungan Sistem Hidrothermal Methamorphism Dan Endapan Skarn Yang Berhubungan Dengan Batuan karbonat.
( Diadaptasi dari Meinert, 1983 ).
21
Gambar 3.4. Beberapa Model Setting Tectonic Dari Pembentukan Endapan
Skarn ( Diadaptasi dari meinert 1983 )
Klasifikasi tektonik yang sangat berguna dari deposit skarn seharusnya
mengelompokkan tipe skarn yang pada umumnya berada bersama dan membedakannya
yang secara khusus terdapat dalam tektonik setting yang khusus. Sebagai contohnya,
deposit skarn calcic Fe-Cu sebenarnya hanyalah tipe skarn yang ditemukan dalam
wilayah busur kepulauan samudra.
Banyak dari skarn ini juga diperkaya oleh Co, Ni, Cr, dan Au. Sebagai
tambahan, beberapa skarn yang mengandung emas yang bernilai ekonomis muncul dan
telah terbentuk pada back arc basin yang berasosiasi dengan busur volkanik samudra
(Ray et al., 1988). Beberapa kenampakan kunci yang menyusun skarn tersebut terpisah
dari asosiasinya dengan magma dan kerak yang lebih berkembang adalah yang
berasosiasi dengan pluton yang bersifat gabbro dan diorit, endoskarn yang melimpah,
metasomatisme yang tersebar luas dan ketidakhadiran Sn dan Pb.
Kebanyakan deposit skarn berasosiasi dengan busur magmatik yang berkaitan
dengan subduksi dalam kerak benua. Komposisi pluton berkisar dari diorit sampai
granit walaupun pada dasarnya memiliki perbedaan diantara tipe skarn logam yang
muncul untuk mencerminkan lingkungan geologi setempat (kedalaman formasi, pola
struktural dan fluida) lebih pada perbedaan pokok dari petrogenesis (Nakano,et al.,
1990). Sebaliknya, skarn yang mengandung emas pada lingkungan ini berasosiasi
dengan pluton yang tereduksi secara khusus yang mungkin mewakili sejarah geologi
22
yang khusus. Beberapa Skarn, tidak berasosiasi dengan subduksi yang berkaitan dengan
magmatisme. Pluton yang berkomposisi granit, pada umumnya mengandung muskovit
dan biotit primer, megakristal kuarsa berwarna abu-abu gelap, lubang-lubang miarolitik,
alterasi tipe greisen, dan anomali radioaktif. Skarn yang terasosiasi, kaya akan timah
dan fluor walaupun induk dari elemen lain biasanya hadir dan mungkin penting secara
ekonomis. Perkembangan rangkaian ini termasuk W, Be, B, Li, Bi, Zn, Pb, U, F, dan
REE.