25
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah suatu penyakit dengan adanya infeksi selaput meningen. Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, viral, parasit, jamur. 1,2 Meningitis bakterial akut merupakan infeksi selaput meningen oleh bakteri, sering terjadi pada neonatus dan anak-anak. Infeksi ini menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di seluruh dunia. 1,2,3 Pada negara berkembang, 95% kasus meningitis bakterial akut disebabkan oleh meningokokus dan pneumokokous pada anak-anak. Meningitis meningokokus dan pneumokokus terjadi pada 2,5% per 100.000 anak berusia di bawah lima tahun per tahun. 1 Menurut studi pustaka oleh Yogev dan Guzman, etiologi meningitis bakterial pada anak- anak adalah Haemophilus influenza type b, Streptokokus pneumoniae, Neisseria meningiditis, dan golongan Streptokokus β hemolitikus. 3 Streptokokus pneumoniae subtipe 80 adalah penyebab terjadinya meningitis pneumokokus sedangkan Neisseria meningiditis subtipe A, B, C, Y, W-135 adalah penyebab terjadinya meningitis meningokokus. 4,5 Anak-anak berusia kurang dari satu tahun dengan meningitis bakterial memberikan gambaran klinis yang nonspesifik

Bab i Meningitis Bacterial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

meningitis bakterialis

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Meningitis adalah suatu penyakit dengan adanya infeksi selaput meningen. Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, viral, parasit, jamur.1,2 Meningitis bakterial akut merupakan infeksi selaput meningen oleh bakteri, sering terjadi pada neonatus dan anak-anak. Infeksi ini menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di seluruh dunia.1,2,3 Pada negara berkembang, 95% kasus meningitis bakterial akut disebabkan oleh meningokokus dan pneumokokous pada anak-anak. Meningitis meningokokus dan pneumokokus terjadi pada 2,5% per 100.000 anak berusia di bawah lima tahun per tahun.1 Menurut studi pustaka oleh Yogev dan Guzman, etiologi meningitis bakterial pada anak-anak adalah Haemophilus influenza type b, Streptokokus pneumoniae, Neisseria meningiditis, dan golongan Streptokokus hemolitikus.3 Streptokokus pneumoniae subtipe 80 adalah penyebab terjadinya meningitis pneumokokus sedangkan Neisseria meningiditis subtipe A, B, C, Y, W-135 adalah penyebab terjadinya meningitis meningokokus.4,5 Anak-anak berusia kurang dari satu tahun dengan meningitis bakterial memberikan gambaran klinis yang nonspesifik seperti demam, hipermi, letargi, iritabel dan asupan gizi yang buruk. Selain hal itu, terdapat gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan inflamasi meningeal.2 Dalam menegakkan diagnosis meningitis bakterial, berdasarkan dari tandatanda klinis dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan cairan serebrospinal dan darah), pemeriksaan CT Scan kranial dan pemeriksaan PCR cairan serebrospinal.4 Pilihan antibiotik untuk terapi tergantung pada bakteri yang menginfeksi meningen. Terapi awal untuk meningitis bakterial adalah terapi empiris pada sebagia besar kasus meningtis, namun tidak menutup kemungkinan pemberian terapi sesuai dengan bakteri untuk setiap kelompok usia dan tingkat resistensi antibiotik lokal. Pemilihan antibiotik harus memiliki aktivitas bakterisidal di dalam cairan serebrospinal.1,4

1.2. Tujuan penulisan referat Untuk mengetahui gejala awal (klinis) serta pendekatan diagnosis dari meningitis bakterial Untuk mengtahui tatalaksana dan kegawatdaruratan pada meningitis bakterial Untuk memenuhi salah satu syarat kegiatan pembelajaran di fakultas kedokteran UNSWAGATI.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi Meningitis adalah inflamasi meningen atau selaput otak. Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, fungi maupun parasit. Meningitis bakterial merupakan inflamasi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri. Penting untuk mengetahui etiologi dari meningitis karena tingkat keparahan dan tatalaksana dari masing-masing penyebab berbeda.6

2.2 Epidemiologi Faktor risiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda. Risiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat (rumah, daycare centre, sekolah, asrama tentara) dengan individu yang menderita penyakit invasif akibat Neisseria meningitidis dan Haemophilus influenzae tipe b, penuh sesak, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki. Cara penyebaran dari kontak orang ke orang melalui sekresi atau tetesan saluran pernapasan (droplet). Risiko terbesar pada bayi antara usia 1-12 bulan; 95% kasus terjadi antara usia 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap usia.1 Insidens meningitis di Amerika Serikat sekitar 2 sampai 10 kasus per 100.000 populasi pertahun. Insidens paling besar terjadi pada populasi anak, dengan tingkat serangan (attack rate) pada neonatus sekitar 400 per 100.000, dibandingkan pada dewasa 1 sampai 2 per 100.000, dan 20 per 100.000 pada anak usia dibawah 2 tahun.7 Agen penyebab meningitis bervariasi tergantung dari usia penderita. Pada bayi dibawah usia 3 bulan penyebab tersering adalah E.coli, Listeria dan Streptokokus grup B. Pada anak usia 3 bulan 18 tahun penyebab tersering adalah S.pneumoniae dan N.meningitidis. Dalam dekade terakhir ini mikrobiologi dari meningitis bakterialis di Amerika Serikat telah beribah drastis akibat pengenalan vaksin Haemophilus influenza.8

Tabel 1. Penyebab umum meningitis bakterialis di Amerika Serikat8

2.3 Etiologi Berbagai agen infeksius dapat menyebabkan terjadinya meningitis, termasuk bakteri, virus, jamur, dan parasit. Kebanyakan patogen spesifik untuk kelompok umur tertentu, tergantung musim, letak geografi, dan keadaan umum penderita. Di Negara-negara maju, meningokokus dan pneumokokus merupakan penyebab 95% kasus meningitis bakterialis akut pada anak-anak. Meningitis karena meningokokus dan pneumokokus timbul dengan insidens pertahun sekitar 4 sampai 5 per 100.000 anak usia kurang dari 5 tahun. Streptokokus grup B hingga kini masih merupakan bakteri patogen terbanyak yang menyebabkan meningitis pada neonatus.2,9

Gambar 1. Agen patogen meningitis bakterial di Amerika Serikat sesuai kelompok usia2

2.4 Patofisiologi Bakteri yang umumnya menyebabkan meningitis adalah inhabitan di nasofaring namun faktor predisposisi seperti infeksi saluran napas bagian atas harus ada sebelum bakteri beredar dalam darah. Meningitis bakterialis juga dapat muncul akibat infeksi telinga, gigi atau paraspinal (akibat trauma atau neurosurgery yang merusak barrier anatomis).10

Gambar 2. Anatomi sistem saraf pusat7

Bakteri masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus choroideus atau area dengan perubahan sawar darah otak. Bakteri bermultiplikasi di ruang subarachnoid. Bakteri atau toksinnya berfungsi sebagai iritan dan menyebabkan reaksi inflamasi di meninges (piamater dan arachnoid), cairan serebrospinal dan ventrikel. Pembuluh darah meningeal mengalami perubahan, menjadi hiperemis dan peningkatan permeabilitas vaskular (vasogenic cerebral edema). Neutrofil bermigrasi ke dalam ruang subarachnoid, memproduksi eksudat yang mengentalkan cairan serebrospinal dan mengganggu aliran cairan serebrospinal yang normal di sekitar otak dan sumsum tulang belakang (cytotoxic cerebral edema).10 Eksudat memiliki potensi untuk mengobstruksi vili arachnoid dan menyebabkan hidrosefalus serta edema interstitial (interstitial cerebral edema). Jumlah eksudat purulen meningkat dengan cepat (terutama di sekitar basis otak) menyebabkan inflamasi lebih lanjut. Eksudat akan menyebar ke selubung saraf kranial, spinal dan ke ruang perivaskular dari korteks. Sel meningeal menjadi edema. Eksudat dan edema vasogenik meningkatkan tekanan intrakranial. Arteri, vena kecil dan sedang serta plexus choroideus mengalami perubahan akibat inflamasi dan menjadi tersumbat, mengganggu aliran darah dan berpotensi menyebabkan thrombosis. Infeksi sekunder dapat muncul di otak.10

Gambar 3. Patofisiologi meningitis bakterial11

2.5 Manifestasi klinis Mulainya meningitis akut mempunyai dua pola dominan. Muncul tiba-tiba dan manifestasi yang berkembang cepat berupa syok, purpura, disseminated intravascular coagulation (DIC) dan penurunan kesadaran yang sering berakhir pada koma atau kematian dalam 24 jam. Meningitis, sering didahului oleh demam dan gejala saluran napas atas atau gastrointestinal beberapa hari sebelumnya, diikuti oleh tanda nosnspesifik dari infeksi sistem saraf pusat seperti letargi dan iritabel.1 Tanda-tanda nonspesifik seperti demam (90-95%), anoreksia, gejala infeksi saluran napas atas, mialgia, arthralgia, ataksia, takikardi, hipotensi dan tanda-tanda kulit (petekie, purpura atau ruam macular eritematosa).1,2 Iritasi meningeal tampak sebagai kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski sign, fotofobia. Pada beberapa anak terutama usia dibawah 12-18 bulan, Kernig dan Brudzinski sign bisa tidak muncul. Tanda neurologis berupa penurunan kesadaran, cranial nerves palsies, deficit neurologis fokal (hemiparesis, hemiplegia, ataksia) dan kejang. Kenaikan tekanan intrakranial ditandai dengan nyeri kepala, muntah, fontanel cembung atau diastasis (pelebaran) sutura, paralisis saraf okulomotor (anisokor, ptosis) atau abdusens, hipertensi dengan bradikardi, apnea dan hiperventilasi, sikap dekortikasi atau deserebrasi, stupor, koma atau tanda-tanda herniasi. Tanda-tanda neurologis fokal seperti neuropati cranial saraf okuler, okulomotorius, abdusen, fasialis dan auditorius juga dapat karena radang setempat. Keseluruhan sekitar 20% anak dengan meningitis bakterialis mempunyai tanda-tanda setempat. Kejang karena serebritis, infark atau gangguan elektrolit ditemukan pada 20-30% penderita dengan meningitis. Manifestasi tambahan meningitis adalah tache crbrale yang diperoleh dengan mengusap kulit dengan objek tumpul dan mengamati corengan merah yang muncul dalam 30-60 detik.1,12

2.6 Diagnosis Untuk penegakan diagnosis meningitis bakterial akut, tidak cukup hanya berdasarkan tanda dan gejala yang mengarah ke proses patologis dari mengingeal atau intrakranial. Karena terdapat beberapa penyakit yang memiliki tanda dan gejala yang serupa sehingga untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi).5 Penegakan diagnosis dan penatalaksaan secara dini dapat mengurangi angka kematian serta kecacatan dari kasus ini. Oleh karena itu, ahli medis harus segera melakukan lumbal pungsi pada anak yang memiliki riwayat anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mendukung ke arah diagnosis. Kecuali jika terdapat kontraindikasi dari tindakan seperti peningkatan tekanan intrakranial, uncorrected coagulopathy, dan terdapat gangguan kardiopulmoner.2 Jika ada pasien yang memiliki tanda peningkatan tekanan intrakranial, lumbal pungsi ditunda hingga dilakukan pemeriksaan CT Scan. Hasil dari CT Scan yang normal belum tentu menyingkirkan adanya peningkatan tekanan intrakranial dan bila hasil CT scan terdapat kelainan, maka lumbal pungsi ditunda dan terapi antimikrobial dapat langsung dimulai.2 Dalam pemeriksaan cairan serebrospinal, beberapa komponen yang penting adalah differential count, konsentrasi glukosa, dan protein. Komponen ini dinterpretasi berdasarkan usia, karena terdapat perbedaan nilai normal yang signifikan antara dewasa dan infant.2 Meningitis bakterial memiliki karakteristik seperti cairan serebrospinal pleositosis dimana WBC biasanya > 1000/mcL, dengan predominansi leukosit PMN. Konsentrasi glukosa biasanya setengah dari glukosa dalam darah dan kadar protein lebih besar dari 1 g/dL.2 Angka normal cairan serebrospinal pada anak usia 3 bulan atau lebih tua adalah kurang dari 6 WBCs/mm3. Sembilan puluh lima persen anak yang lebih tua dari 3 bulan tidak memiliki leukosit PMN di cairan serebrospinal. Jika terdapat leukosit PMN maka dapat dikatakan sebagai suatu bentuk abnormalitas. Protein pada cairan serebrospinal harus diukur karena pada meningitis bakterial, nilai protein biasanya meningkat dan konsentrasi glukosa pada cairan serebrospinal harus dibandingkan dengan konsentrasi glukosa dalam darah. Pada pasien dengan bakteria meningitis, penurunan dari glukosa cairan serebrospinal dan ratio antara serebrospinal dengan glukosa darah (sekitar 66%) adalah acuannya.2

Tabel 2. Analisis cairan serebrospinal.2

Serum elektrolit perlu diukur karena SIADH (syndrome of inappropriate antidiuretic hormone) sering terjadi pada meningitis bakterial walaupun hiponatremia tercatat hanya terjadi pada 35% kasus. Leukopenia, trombositopenia dan koagulopati dapat terjadi di infeksi meningococcal dan rickettsial. Pemeriksaan leukosit periferal pada pneumococcal meningitis dan viral meningitis biasanya masih dalam range normal namun pada beberapa kasus, terdapat peningkatan.1,2 Kultur cairan serebrospinal merupakan gold standard untuk penegakan diagnosis meningitis bakterial. Data yang didapat dari kultur cairan serebrospinal penting untuk menentukan terapi yang adekuat serta identifikasi bakteri patogen spesifik. Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan tergantung dari manifestasi klinis keadaan pasien dan karakteristik dari pemeriksaan cairan serebrospinal.2Gambar 2. Algoritma suspek meningitis bakterial2

2.7 TatalaksanaA. Terapi empiris meningitis bacterial1. Kultur cairan serebrospinal Kultur cairan serebrospinal dilakukan sebelum terapi antibiotik empiris diberikan. Pada pasien dengan kontraindikasi prosedur pungsi lumbal dapat dilakukan terapi antibiotik empiris terlebih dahulu. Setelah keadaan pasien stabil, pungsi lumbal dapat dilakukan kemudian dilakukan kultur. Apabila terdapat pertumbuhan bakteri setelah pemberian antibiotik empiris maka antibiotik harus diganti sesuai dengan hasil kultur. Sedangkan bila tidak terdapat pertumbuhan bakteri, pemberian antibiotik empiris dilanjutkan hingga 7 sampai 10 hari.12. Antibiotik empiris Pengobatan antibiotik sesuai dengan bakteri terisalasi. Vancomycin adalah antibiotik empiris yang terpilih karena banyaknya bakteri S.pneumoniae yang resisten terhadap antibiotik -lactam. S.pneumoniae, N.meningitidis, and H.influenzae type b sensitif terhadap Ceftriaxone dan Cefotaxime (Cephalosporin golongan 3). Chloramphenicol (100 mg/kg/hari,6h) diberikan kepada pasien yang berumur lebih dari satu bulan dan alergi terhadap antibiotik -lactam.1 Tabel

3. Antibiotik yang spesifik untuk golongan usia tertentuNEONATUSAntibiotik Amikacin 07 hari 1520 mg/kg/hari (q12h) Ampicillin 200300 mg/kg/hari (q8h) Cefotaxime 100 mg/kg/hari (q12h) Ceftriaxone 828 hari 2030 mg/kg/hari (q8h) 300 mg/kg/hari (q4h) atau (q6h) 150200 mg/kg/hari (q8h) atau (q6h) 200300 mg/kg/hari (q8h) atau (q6h) 100 mg/kg/hari (q12h) atau q24h Ceftazidime 150 mg/kg/hari (q12h) Gentamicin Meropenem Nafcillin 5 mg/kg/hari (q12h) 100150 mg/kg/hari (q8h) atau (q12h) Penicillin G 250,000450,000 U/kg/hari (q8h) Rifampin Tobramycin Vancomycin 5 mg/kg/hari (q12h) 30 mg/kg/hari (q12h) 7.5 mg/kg/hari (q8h) 150200 mg/kg/hari (q8h) atau (q6h) 450,000 U/kg/hari (q6h) 7.5 mg/kg/hari (q8h) 3045 mg/kg/hari (q8h)Infant dan Anak2030 mg/kg/hari (q8h) 300 mg/kg/hari q46h150 mg/kg/hari (q8h)150 mg/kg/hari (q8h)7.5 mg/kg/hari (q8h) 120 mg/kg/hari (q8h) 150200 mg/kg/hari (q4h) atau (q6h) 450,000 U/kg/hari (q4h) atau (q6h) 20 mg/kg/hari (q12h) 7.5 mg/kg/hari (q8h) 60 mg/kg/hari (q6h)B. Terapi definitif meningitis bacterialAntibiotik diberikan sesuai hasil kultur cairan serebrospinal, yaitu: 1. Meningitis S.pneumoniae tanpa komplikasi yang sensitif terhadap penicillin dapat diberikan Cephalosporin generasi ketiga atau Penicillin IV (400,000 U/kg/hari, dapat diberikan 4-6 kali/ hari, selama 10-14 hari.2. Meningitis S. pneumoniae yang resisten terhadap Penicillin dan Meningitis N. Meningitidis tanpa komplikasi dapat diberikan Penicillin Meningitis H. influenzae type b tanpa komplikasi dapat diberikan Meningitis E.coli atau P. aeruginosa (Gram negatif) dapat diberikanCephalosporin generasi ketiga dapat diberikan vancomycin selama 10-14 hari. IV (400,000 U/kg/hari, diberikan 4-6 kali/ hari, selama 5-7 hari.4.Cephalosporin generasi ketiga selama 7-10 hari.5.Cephalosporin generasi ketiga selama 2-10 hari lalu dilanjutkan selama 2-3 minggu setelah kultur cairan serebrospinal tidak ditemukan pertumbuhan (steril).C. Terapi suportif meningitis bacterial1. Terapi cairan Pemberian terapi cairan terdiri dari dua jenis yaitu restriksi cairan dan cairan rumatan. Restriksi cairan dilakukan karena terjadi SIADH (syndrome of inapropiate antidiuretic hormone) pada meningitis bakterial yang mengurangi pengeluaran cairan dari tubuh melalui urin. Sedangkan pemberian cairan rumatan diberikan dengan alasan untuk menjaga perfusi jaringan tetap terjaga. Menurut penelitian Baumer et al., ditemukan tidak ada perbedaan mortalitas yang bermakna antara restriksi cairan dan pemberian cairan rumatan. Masing-masing cara pemberian cairan memiliki efek samping. Restriksi cairan dapat mengakibatkan hipotensi, hiponatremia, dan syok. Sedangkan pemberian cairan maintenance atau berlebih dapat memperparah edema serebri.13 Oleh karena itu monitoring tanda-tanda vital, urine output, pemeriksaan neurologis, dan elektrolit serum harus rutin dilakukan.12. Kortikosteroid Pada meningitis bakterial, terdapat pembentukan sitokin dan mediator inflamasi yang berlebih pada ruang subarachnoid karena lisis bakteri dan sel, hal ini menyebabkan edema dan peningkatan infiltrasi netrofil. Hal ini memperburuk keadaan neurologis pada pasien. Deksametason via intravena (0,15 mg/kg/dosis dalam 4 dosis/ hari) diberikan selama dua hari. Periode terbaik pemberian kortikosteroid adalah 1-2 jam sebelum pemberian antibiotik. Pada pasien dengan meningitis karena H. Influinzae hasil yang didapat adalah periode demam yang lebih singkat, protein cairan serebrospinal yang lebih rendah, dan menurunnya gangguan pendengaran.1,14D. Terapi kagawatdaruratan meningitis bacterial1. Airway management and mechanical ventilation Intubasi, ventilator, dan posisi (kepala menghadap ke depan dan dinaikkan hingga 30o) untuk menjaga PaCO2 tetap pada 3035 mm Hg. Hiperventilasi ringan (tidak kurang dari 25 mmHg) dapat mengurangi TIK karena vasokonstriksi pembuluh darah di otak.12. Evaluasi kardiovaskular Bila terjadi perfusi yang menurun (syok) lakukan resusitasi cairan, setelah stabil, lakukan restriksi cairan. Restriksi cairan mengurangi hipervolemia dan mencegah efek SIADH yang menimbulkan hiponatremia. Monitoring diuresis dan elektrolit serum harus dilakukan. Gunakan dopamin atau epinefrin bila diperlukan.13. Pembedahan saraf Peningkatan TIK, hipertensi, bradikardia, respirasi ireguler, penekanan nervus kranial III dan VI.14. Peningkatan tekanan intrakranialDitandai dengan kesadaran somnolen, stupor, koma karena peningkatan TIK menyebabkan perfusi jaringan otak berkurang. Sedasi untuk meminimalkan gerakan pasien dengan infus intermittent atau kontinu Benzodiazepine, golongan narkotika, atau muscle relaxant (Vecuronium). Pemberian diuretik seperti Mannitol (0,25-0,5 g/kg/dosis) atau Furosemide juga berguna untuk mengurangi TIK.15. Barbiturat-induced coma dengan monitor ketat EEGPasien diinduksi dengan Barbiturat sehingga pasien koma. Hal ini dilakukan bila kejang tidak dapat ditangani dengan diazepam dan fenitoin. Barbiturat-induced coma dilakukan karena menurunkan metabolisme yang terjadi di cerebral dan menurunkan TIK dapat terjadi hipotensi dan turun cardiac output yang perlu bantuan obat-obat inotropik.1

Gambar 3. Algoritma tatalaksana untuk bayi dan anak-anak dengan suspek meningitis bakterial15

2.8 Komplikasi dari meningitis bacterial1. Syok Komplikasi sistemik meningitis sering terjadi pada anak-anak dengan meningitis bakterial. Hal ini mengakibatkan sekitar 70% anak-anak yang menderita meningitis membutuhkan resusitasi cairan selama evaluasi awal dan stabilisasi. Resusitasi dapat menggunakan cairan Lactated Ringer atau Normal Saline.22. Kejang dan komplikasi fokal Komplikasi neurologi dari meningitis bakterial seharusnya diantisipasi. Komplikasi neurologi yang sering terjadi seperti gangguan kesadaran, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, efusi subdural, dan defisit neurologi fokal. Dampak neurologi yang diderita pasien bermanifestasi seperti palsi saraf kranial, monoparesis, hemiparesis, defek lapangan pandang, afasia dan ataksia. Pada defisit neurologi memiliki konsekuensi terhadap trauma vaskular.2 Kejang terjadi pada 20-30% anak-anak dengan meningitis bakterial, dengan tipe general dan terjadi dalam 72 jam. Kejang yang berdurasi lebih dari 72 jam lebih memiliki tipe kejang fokal. Ketika seorang anak mengalami kejang fokal, defisit neurologi fokal atau adanya tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial, maka indikasi dilakukan CT Scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal. Indikasi lain untuk dilakukan CT Scan kepala adalah trauma kepala, adanya coma dan meningitis rekuren (berulang). Pemberian antibiotik tidak boleh ditunda dalam keadaan seperti ini. Selain CT Scan kepala, dapat dipertimbangkan menggunakan MRI apabila meningitis dengan komplikasi dan adanya defisit neurologi atau kejang fokal atau terhadap pasien yang tidak memberikan respon postitif terhadap pengobatan yang telah diberikan.2 Edema serebral merupakan suatu komplikasi dari penyakit meningitis bakterial yang disebabkan oleh mekanisme yang megakibatkan terjadinya peningkatan cairan intrakranial. Edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tanda dan gejala yang bervariasi daari sakit kepala, mual, muntah hingga status mental terganggu, palsi saraf kranial, Chiusing triad (bradikardi, hipertensi dan pola respirasi abnormal) dan herniasi tonsil. Terapi pasien dengan suspek menderita edema serebri tergantung dengan derajat keparahannya dan terapi diawali dengan restriksi cairan. Apabila edema serebri diserati dengan peningkatan tekanan intrakranial, terapi menggunakan diuretik, manitol dan kortikosteroi dapat dipertimbangkan.2 Efusi subdural merupakan komplikasi yang berkisar 10-40% anak-anak dengan meningitis bakterial. Apabila ditemukan tanda peningkatan kranial karena adanya efusi subdural, maka indikasi dilakukan drainase neurologi.23. Syndrom of Inappropriate Antidiuretik Hormon Hypersecretion (SIADH) Komplikasi ini diderita 7 hingga 98% pasien dengan meningitis bakterial. Diagnosis SIADH adalah konsentrasi serum sodium kurang daru 135mEq/L, serum osmolalitas kurang dari 270 mOsm/ kg, osmolaritas urin lebih besar dua kali lipat dari osmolalitas serum, sodium urine lebih besar dari 30 mEq/L.

2.9 Prognosis Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuelae atau resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu episode meningitis merupakan faktor resiko adanya sekuelae neurologis atau mortalitas. Meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae, L. monocytogenes dan basil gram negatif memiliki case fatality rate lebih tinggi daripada meningitis oleh bakteri lain. Prognosis meningitis yang disebabkan oleh patogen oportunistik juga bergantung pada daya tahan tubuh inang.16

BAB IIIPENUTUP3.1 Kesimpulan Meningitisadalah suatu penyakit infeksi selaput meningen. Meningitis bakterial memberikan gejala dan tanda yang hampir dapat ditemukan pada semua penyakit infeksi. Namun ada beberapa gejala yang perlu diwaspadai pada pasien dengan suspek meningitis bakterial yaitu adanya tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski sign dan fotofobia. Selain itu, adanya demam dan penurunan kesadaran dapat menjadi gejala awal dari meningitis bakterial. Meningitis dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi baik secara neurologis atau bukan. Komplikasi neurologis yang dapat terjadi seperti kejang dan kelainan fokal sedangkan komplikasi bukan neurologis seperti syok dan SIADH. Pengobatan meningitis bakterial tergantung pada etiologi yang mendasarinya. Pengobatan ini bersifat empiris pada awalnya dan berlanjut berdasarkan hasil Pungsi Lumbal.

DAFTAR PUSTAKAProber CG. Central nervous system infection. Dalam: Bechman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Stanton BF. Newborn textbook of pediatric. Edisi kedelapanbelas. Philadelphia, PA: W.B. Saunders; 2003. h. ??-??.American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Infection disease.Meningitis. Pediatrics. 2008;20:417-31.Yogev R, Guzman J. Bacterial meningitis in children. Drugs 2005;65:1097-112. Bashir HE, Laudy M, Booy R. Diagnosis and treatment of bacterial meningitis. Arch Dis Child 2003;88:615-20. Feigin RD, Cutrer WB. Central nervous system infection. Dalam: Feigin RD, Harrison GJ, Cherry JD, Kaplan SL. Feigin & Cherrys textbook of pediatric infection disease. Edisi keenam. Philadelphia: W. B. Sauders; 2004. h. 439-65.Hoffman O, Weber JR. Pathophysiology and treatment of bacterial meningitis. Ther adv beurol diord 2009;26:401-12Mace SE, FACEP, FAAP. Acute bacterial meningitis. Emerg Med Clin N Am 2008;38:281-317. McPhee SJ, Hammer GD. Infectious disease. Dalam: Bloch KC. Pathophysiology of disease: An introduction to clinical medicine. Edisi keenam. NewYork: McGraw Hill; 2010. h. 72-6.Marji S. Bacterial meningitis in children. Rawal Med J 2007;32:109-11. McCance KL, Hueter SU. Alteration of neurologic function. Dalam: Boss BJ. Pathophysiology the biologic basis for disease in adult and children. Edisi kelima. Philadelphia: Elseiver; 2006. h. 584-5.Koedel U et al. Pathogenesis and pathophysiology of manengitis pneumokokus. Lancet Inf Dis 2001;2:731.Maconochie IK, Baumer JH. Fluid therapy for acute bacterial meningitis. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008, 4. Oostenbrink R, Moons KG, Theunissen CC. Sign of meningeal irritation at the emerdency department: how often bacterial meningitis?. Pediatric Emergency Care 2001;17:161-64. Alistair GS. Neonatal meningitis in the new millenium. Neoreviews 2003;4:73-80.Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL. Practice guidelines for the management of bacterial meningitis. CID 2004;39:1267-84Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics andHuman Development Michigan State University. College of Medicineand En Sparrow Hospital. www.emedicine.com/PED/topic198.htm.