Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai proses
dalam pengembangan potensi manusia secara optimal dan berfungsi untuk
mengembangkan manusia ke arah kearifan, pengetahuan dan etika sehingga dapat
membangun aspek kognisi, afeksi dan psikomotor secara optimal. Diungkapkan
oleh Elmubarok (2009:3) peranan pendidikan bagi manusia sebagai proses yang
ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar dapat
melakukan peranannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.
Menurut Kartadinata (2011:11) pendidikan berfungsi untuk pengembangan,
peragaman dan integrasi. Dari ketiga fungsi tersebut memiliki arti bahwa pendidikan
berfungsi untuk membantu manusia dalam pengembangan diri sesuai dengan
keunikannya dimana keragaman perkembangan diri tersebut disesuaikan dengan
potensi yang dimiliki individu agar menjadi manusia yang utuh.
Fungsi pendidikan yang diharapkan bagi perkembangan manusia
tercantum di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Bab II Pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
2
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Uraian fungsi pendidikan di atas berimplikasi terhadap pengertian
pendidikan. Pengertian pendidikan di antaranya menurut UUSPN No. 20 Tahun
2003 Bab 1 Pasal 1 (1) pendidikan adalah :
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Uraian di atas menyuratkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses
dengan metode-metode tertentu sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan,
pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan tahapan tugas
perkembangannya secara optimal.
Menurut Makmun (2005:22) pendidikan mencakup seluruh proses hidup
dan termasuk interaksi individu dengan lingkungannya yang berlangsung secara
formal, nonformal maupun informal agar peserta didik dapat mewujudkan dirinya
sesuai dengan tahapan tugas perkembangan secara optimal sehingga mencapai
suatu taraf kedewasaan tertentu.
Pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 15, jenis pendidikan
mencakup pendidikan khusus, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan,
dan umum. Berkaitan dengan pendidikan khusus, pada Peraturan Pemerintah No.
17 Tahun 2010 Bab VII Pasal 127 dijelaskan bahwa pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.
3
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lebih lanjut terkait fungsi, tujuan dan peserta didik pada pendidikan
khusus dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Bab VII Pasal
129 (1), (2) dan (3). Pasal 1 terkait fungsi pendidikan khusus bagi peserta didik
berkelainan yakni memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fungsi,emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial. Pasal 2 terkait tujuan
pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan yakni untuk mengembangkan
potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya. Pasal 3 terkait peserta
didik yang mengikuti pendidikan khusus berkelainan terdiri dari peserta didik
tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan
belajar, lamban belajar, autis, gangguan motorik, menjadi penyalahgunaan
narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain serta memiliki kelainan lain.
Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jenjang
pendidikan dasar (Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Bab VII Pasal 133)
terdiri atas sekolah dasar luar biasa atau sebutan lain untuk satuan pendidikan
yang sejenis dan sederajat; dan sekolah menengah pertama luar biasa atau sebutan
lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa satuan pendidikan khusus adalah
bentuk layanan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dan/atau
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada
jalur pendidikan formal untuk jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Peserta didik berkelainan karena keterbatasan
fungsi indera dan/atau fisiknya adalah mereka yang tergolong sebagai penyandang
4
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras dan autis. Secara spesifik satuan
pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan, terdapat dalam bentuk
kelembagaan Sekolah Luar Biasa (SLB) jenjang SDLB, SMPLB dan SMALB.
Uraian SLB berdasarkan spesifikasi kelainan yang disandangnya, yaitu: (1) SLB
A untuk tunanetra; (2) SLB B untuk tunarungu dan wicara; (3) SLB C untuk
tunagrahita; (4) SLB D untuk tunadaksa; (5) SLB E untuk tunalaras (Tuslina T, 2012).
Peserta didik yang menyandang kelainan tersebut dihadapkan pada
permasalahan – permasalahan di antaranya terkait permasalahan akademik dan
pribadi-sosial yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman fisik dan kurang
adanya proses interaksi belajar. Menurut Neely permasalahan tersebut
dikelompokan menjadi empat, yaitu hubungan dengan orang lain, konflik internal,
tingkah laku maladaptif dan konseling vokasional. Pada usia sekolah lanjutan
pertama, permasalahan yang dapat mengganggunya di antaranya permasalahan
pribadi-sosial seperti menguatnya kebutuhan diterima oleh teman sebaya selain itu
penguasaan keterampilan dan pilihan kerja (Iin dan Purwanti, 2000:20).
Permasalahan pribadi-sosial tersebut tidak timbul dengan sendirinya.
Sebagaimana diketahui bahwa perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau
organisme tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya
stimulus atau rangsangan mengenai individu atau organisme tersebut. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Carl Rogers (Darminto, 2007:108) yang menyatakan
bahwa manusia bereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan persepsi dan
pengalamannya sendiri. Pengalaman tersebut meliputi segala sesuatu yang secara
potensial terdapat dalam kesadaran organisme pada setiap saat. Keseluruhan
5
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengalaman tersebut disebut medan fenomenal atau medan persepstual. Medan
fenomenal adalah dunia privat individu (individual frame of reference) yang
hanya diketahui oleh orang itu sendiri.
Tingkahlaku seseorang dapat dipahami dengan sangat baik dari kerangka internal
individu itu sendiri. Rogers mendefinisikan kerangka acuan internal (internal frame of
refrence) sebagai seluruh bidang pengalaman yang tersedia bagi pengalaman individu pada
saat tertentu. Bidang pengalaman tersebut meliputi sensasi-sensasi, persepsi-persepsi,
makna-makna, ingatan-ingatan yang tersedia bagi kesadaran. Beberapa pengalaman
individu (medan fenomenal) berdiferensiasi dan dilambangkan sebagai kesadaran.
Pengalaman-pengalaman tersebut adalah pengalaman diri dan akhirnya sebagian dari
pengalaman tersebut menjadi dasar dalam pembentukan konsep diri.
Menurut Rogers (Prabawa, 2009:10) konsep diri terbagi 2 yaitu real self
dan ideal self. Real self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara ideal self
adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa
yang ingin dicapai oleh individu tersebut. Untuk menunjukkan kesesuaian antara
kedua konsep diri tersebut, Rogers mengenalkan dua konsep, yaitu incongruence
dan congruence. Dalam teori Rogers, terdapat dua arti dari kongruensi-
inkongruensi. Pertama adalah kongruensi atau inkongruensi antara kenyataan
subjektif dan kenyataan luar. Sedangkan yang kedua adalah tingkat
ketidaksesuaian antara diri (pengalaman nyata) dan diri idealnya sangatlah besar,
sehingga membuat orang merasa tidak puas sehingga sulit untuk menyesuaikan
diri (Prabawa, 2009:11).
6
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lebih lanjut terkait konsep diri dan penyesuaian diri khususnya pada
remaja, menurut Santrock (2003:334) perkembangan konsep diri dan penyesuaian
diri remaja dipengaruhi oleh perkembangan kognisi. Perkembangan kognisi pada
remaja sangat memungkinkan remaja untuk berfikir secara lebih abstrak dan
idealistik sehingga pada pemahaman diri seorang remaja dapat menjadi semakin
terdiferensiasi sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi.
Setelah kebutuhan untuk mendiferensiasikan diri ke dalam banyak peran dalam
konteks yang berbeda-beda ada dalam diri remaja, muncullah kontradiksi antara
diri-diri yang terdiferensiasi tersebut. Adanya sifat kontradiktif tersebut pada masa
remaja membuat munculnya fluktuasi diri remaja dalam berbagai situasi dan
waktu tidaklah mengejutkan. Munculnya kemampuan remaja untuk
mengkonstruksi diri ideal disamping diri yang sebenarnya, menjadi sesuatu yang
membingungkan bagi remaja. Menurut Carl Rogers adanya perbedaan yang
terlalu jauh antara diri yang nyata dengan diri yang ideal menunjukkan tanda
ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri.
Berkaitan dengan upaya penyesuaian diri remaja ke arah dewasa, biasanya
para remaja mengalami kebingungan dalam menemukan konsep dirinya, karena
remaja belum menemukan status dirinya secara utuh. Sisi lain yang dimiliki para
remaja adalah adanya perasaan sudah besar, kuat, pandai dan telah menjadi
dewasa. Tetapi mereka tetap memiliki perasaan ketidakpastiaan dan kecemasan
sehingga membutuhkan perlindungan dari orangtua (Kartono, 1995:20).
Menurut Agustiani (2006:143), selama masa anak pertengahan dan akhir,
kelompok teman sebaya mulai memainkan peran yang dominan, menggantikan
7
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
orang tua sebagai orang yang turut berpengaruh pada konsep diri mereka. Anak
makin mengidentifikasikan diri dengan anak-anak seusianya dan mengadopsi
bentuk-bentuk tingkah laku dari kelompok teman sebaya dari jenis kelamin yang
sama. Selama masa anak akhir konsep diri yang terbentuk sudah agak stabil.
Tetapi dengan mulainya masa pubertas terjadi perubahan drastis pada konsep diri.
Remaja yang masih muda mempersepsikan dirinya sebagai orang dewasa dalam
banyak cara, namun bagi orang tua ia tetap masih seseorang anak-anak.
Konsep diri berperan penting dalam kehidupan sebagai penentu perilaku
individu dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. Hal tersebut diperkuat
oleh pernyataan dari Hartinah (2008:96) yang mengungkapkan pentingnya
peranan konsep diri karena berpengaruh terhadap perilaku individu dalam
penyesuaian diri dengan orang lain. Sejauh mana individu menyadari dan
menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada di dalam dirinya, maka akan
mempengaruhi pembentukan konsep dirinya. Apabila seseorang mampu
menerima segala kelebihan dan kekurangannya maka dalam individu tersebut
akan tumbuh konsep diri yang positif, sebaliknya bagi yang tidak mampu
menerimanya maka akan menumbuhkan konsep diri yang negatif. Konsep diri
yang positif akan mempengaruhi kemampuan individu dalam penyesuaian diri
dengan lingkungan sosialnya dengan baik.
Penelitian Ary et al. (2009) berkaitan dengan hubungan konsep diri
dengan penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi di SMP Negeri 2 dan SMP PL
Domenico Savio Semarang. Penelitian dilakukan terhadap 61 subjek penelitian,
ditemukan hubungan yang positif dan signifikan antara konsep diri dengan
8
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penyesuaian sosial. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa konsep diri
peserta didik SMP merupakan hal penting untuk dikembangkan agar peserta didik
memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana pun
mereka berada.
Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Lailatul Rokhmatika dan Eko
Darminto (2013) terhadap 50 peserta didik kelas unggulan di SMP Negeri 1
Kalitengah, Lamongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan dan positif antara konsep diri dan penyesuaian diri peserta didik di sekolah.
Menurut Forteza (2002), ”individu penting untuk memiliki konsep diri
yang positif, namun meskipun demikian, beberapa individu mengalami kesulitan
untuk menemukan konsep diri yang positif di dalam dirinya, terlepas dari apakah
mereka memiliki kelainan atau tidak”. Pada dasarnya konsep diri yang dimiliki
antara anak tunanetra dan anak awas adalah sama, terbukti dari beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Huurre et al. (1999) di India. Penelitian
dilakukan terhadap 100 peserta didik dengan rentang umur antara 13 – 14 tahun,
jumlah sampel perempuan tunanetra sebanyak 50 orang dan sampel laki-laki awas
sebanyak 50 orang. Hasil penelitian tidak terdapat perbedaan antara konsep diri di
antara kelompok partisipan awas dan tunanetra. Hal tersebut diperkuat dengan
adanya hasil penelitian dari Universitas Hong Kong (Fok dan Fung, 2004),
penelitian dilakukan terhadap 115 partisipan yang terdiri dari 52 orang tunanetra
dan 63 orang awas, hasil penelitian antara konsep diri partisipan tunanetra dan
awas memiliki level self esteem dan konsep diri yang setara.
9
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Namun menurut Hare and Hare dalam Forteza (2000) “ketunanetraan
dapat berdampak negatif terhadap konsep diri, karena mereka tidak bisa
mengalami situasi penuh atau belajar tentang obyek secara keseluruhan”. Hasil
penelitian terhadap dampak psikososial dan perilaku yang dialami remaja
tunanetra berkaitan dengan ketunanetraannya telah dilakukan oleh Wong et al.
(2009) terhadap 1249 orang remaja yang terdiri dari remaja tunanetra dan remaja
awas, umur di antara 11-18 tahun. Hasil penelitian remaja tunanetra memiliki skor
psikososial dan peranan sekolah yang lebih rendah dibandingkan remaja awas.
Menurut Hatlen (2004) dan Kef (2002) dalam Halder dan Datta (2011:39),
beberapa literatur berkaitan dengan kebahagiaan, depresi, kesehatan mental, dan
studi tentang dampak psikososial remaja tunanetra menunjukkan bahwa isolasi
sosial dan persepsi kelainan dari rekan-rekannya dapat berdampak terhadap harga
diri remaja tunanetra. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang telah
dilakukan oleh Nurullah Bolat et al. (2011) terhadap 80 remaja, 40 remaja awas
dan 40 remaja tunanetra. Umur partisipan antara 11-14 tahun. Hasil penelitian
tingkat depresi dan konsep diri antara remaja awas dan remaja tunanetra berada
pada level yang sama, namun remaja tunanetra cenderung memiliki kecemasan
yang lebih tinggi.
Senada dengan pernyataan di atas, Blomquist et al., 1998 menyatakan,
“remaja yang mengalami kelainan di bagian wajah mendapatkan beberapa
hambatan seperti tidak terlalu diharapkan oleh pihak orangtua maupun
masyarakat, kurangnya mendapatkan pengetahuan tentang layanan karir dan
pendidikan dan keterampilan advokasi diri untuk mencapai tujuan mereka”.
10
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Remaja yang mengalami kelainan di bagian wajah di antaranya adalah remaja
tunanetra. Mereka mengalami hambatan perkembangan sesuai dengan ketunaannya,
namun hal-hal yang berhubungan dengan rangsangan mata diganti dengan indra
lainnya sebagai kompensasinya, terkecuali tunanetra yang diiringi oleh kelainan
ganda. Menurut Kirkwood (1997:110), salah satu aspek penting pada masa remaja
adalah pengembangan identitas dan harga diri yang bersifat positif. Hal tersebut
terkadang sulit melakukan pengembangan tersebut bagi remaja, karena pada
umumnya remaja dipenuhi oleh keraguan diri dan ketidakpastian masa depan,
terlebih lagi apabila disertai adanya gangguan penglihatan.
Menurut pernyataan dari para peneliti (Centers & Centers, 1963; Siller,
Ferguson, Vann & Holland, 1968; Wright, 1960) dalam Backen (1996: 384), “
hampir semua nasib individu dengan kondisi kelainan/ketunaan mendapatkan
penilaian yang negatif dari masyarakat, misalnya masyarakat cenderung melihat
sisi ketidakmampuannya sehingga menghambat pengembangan konsep diri yang
positif. Apabila individu tersebut memiliki konsep diri yang rendah, dengan
adanya persepsi negatif dari lingkungannya terhadap dirinya maka konsep diri
individu tersebut akan menjadi kurang berkembang ke arah yang positif”.
Menurut Tuttle dalam Forteza (2000) meskipun semua individu rentan
terhadap perkembangan konsep diri yang negatif, individu tunanetra berada pada
resiko yang lebih besar. Dia menyatakan bahwa rasa memiliki kompetensi diri dan
persepsi dari orang lain penting dalam perkembangan konsep diri individu, karena
individu dengan gangguan penglihatan dipandang berbeda oleh orang lain,
sehingga mereka lebih mungkin untuk mengembangkan konsep diri yang negatif.
11
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Clock-Clampert dalam Forteza (2000), “aspek yang paling
fundamental dari anak tunanetra adalah konsep dirinya yaitu cara anak belajar
untuk melihat dirinya sendiri, memiliki dampak besar terhadap ambisi masa
depan, prestasi dan kebahagiaan pribadinya”.
Anak tunanetra merupakan individu yang mengembangkan dirinya melalui
hubungan dan interaksi dinamis dengan inividu lain dan dengan kelompok sosial,
baik di lingkungan sekolah, asrama, rumah maupun di lingkungan masyarakat.
Dengan demikian untuk mengembangkan diri anak tunanetra khususnya konsep
diri anak tunanetra diperlukan rancangan bimbingan dalam ruang lingkup pribadi-
sosial yang menekankan pada peningkatan pengalaman yang positif dan
pengembangan konsep real self agar tidak terlalu khawatir mengenai apa yang
orang lain inginkan pada diri anak tunanetra.
Bimbingan pribadi-sosial berarti upaya untuk membantu individu dalam
menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi konflik-konflik dalam diri,
sebagai upaya untuk mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan
jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta
upaya membantu individu dalam membina hubungan sosial di berbagai
lingkungan (pergaulan sosial) (Yusuf, 2009: 53).
Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan di atas yaitu untuk mencapai
tujuan dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang
takwa, mandiri, dan bertanggung jawab. Dalam aspek pribadi-sosial, layanan
bimbingan membantu peserta didik agar: 1) memiliki kesadaran diri dan dapat
mengembangkan sikap positif, 2) membuat pilihan secara sehat, 3) menghargai
12
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
orang lain, 4) mempunyai rasa tanggung jawab, 5) mengembangkan keterampilan
hubungan antar pribadi (interpersonal), 6) menyelesaikan konflik, 7) membuat
keputusan secara efektif.
Program bimbingan tersebut selayaknya berbasis pendekatan yang
bertitiktolak dari pandangan yang positif terhadap manusia atau bahwa manusia
pada dasarnya baik, perilaku manusia dengan sadar, bebas dan bertanggungjawab
dibimbing oleh daya-daya positif yang berasal dari dalam dirinya sendiri ke arah
pemekaran seluruh potensi manusiawi secara penuh, serta agar berkembang ke
arah positif, manusia membutuhkan suasana dan pendampingan personal serba
penuh penerimaan dan penghargaan demi mekarnya potensi positif yang melekat
dalam dirinya (Hall dan Lindzey dalam Supriatna, 2010: 11)
Pernyataan tersebut menghantarkan perancangan program bimbingan
untuk mengembangkan konsep diri yang didasarkan atas pendekatan humanistik.
Menurut Alwisol (2009:265) pendekatan humanistik menekankan manusia
mempunyai kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri, rasional, utuh,
mudah berubah dan sukar dipahami.
Dalam hal ini, program bimbingan dipandang sebagai upaya pendidikan
dalam bentuk layanan yang: (1) memusatkan perhatian pada pribadi yang mengalami,
dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomenon primer dalam
mempelajari manusia; (2) menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia
seperti realisasi diri; (3) bersandarkan pada kebermaknaan dalam memilih masalah-
masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang digunakan; (4)
memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan
13
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
martabat manusia, serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap
individu (Misiak dan Sexton dalam Supriatna, 2010:11).
Bimbingan pribadi-sosial dengan pendekatan humanistik dilakukan dengan
mengintegrasikan bimbingan pribadi-sosial yang di dalamnya memungkinkan peserta
didik mengembangkan konsep diri yang meliputi aspek kognitif dan afektif untuk
mengembangkan pengetahuannya tentang kondisi fisiknya, identitas dirinya terkait sifat
yang dimilikinya, mengenal kemampuan dan ketidakmampuannya, mempelajari cara
pengambilan keputusan, memaknai pengalaman, menghargai diri, sikap percaya diri
dan mengembangkan nilai moral peserta didik pada saat itu agar anak tunanetra tidak
terlalu khawatir mengenai apa yang orang lain inginkan pada diri anak tunanetra
sehingga mempengaruhi ideal selfnya. Asumsinya berdasarkan pada pandangan positif
tentang manusia, dengan memandang manusia memiliki sifat bawaan untuk berjuang
keras untuk menjadi individu yang selaras dan berfungsi secara penuh (becoming fully
functioning) (Feist dan Feist, 2010:7).
Individu dapat mengembangkan keselarasan di dalam konsep dirinya dan
keberfungsiannya sebagai manusia secara penuh setelah diberi kebebasan dan
dukungan emosional serta didorong dengan lingkungan yang menerima dan
memahami situasi terapeutik. Dengan demikian Sekolah memerlukan “Program
Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik
berdasarkan Pendekatan Humanistik ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fakta empirik di atas memunculkan masalah penelitian secara
umum adalah “Bagaimana program bimbingan pribadi-sosial berdasarkan
14
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pendekatan humanistik untuk mengembangkan konsep diri peserta didik SMPLB
X Tahun Pelajaran 2012/2013?”. Secara lebih rinci masalah utama tersebut
diuraikan ke dalam pertanyaan sebagai berikut:
1) bagaimana profil umum konsep diri peserta didik SMPLB X Tahun Pelajaran
2012/2013?
2) bagaimana kondisi awal profil konsep diri subjek penelitian ?
3) bagaimana rumusan program bimbingan pribadi-sosial berdasarkan pendekatan
humanistik untuk mengembangkan konsep diri peserta didik SMPLB X Tahun
Pelajaran 2012/2013 yang layak menurut pakar dan praktisi bimbingan dan konseling?
4) bagaimana gambaran efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berdasarkan
pendekatan humanistik untuk mengembangkan konsep diri peserta didik
SMPLB X Tahun Pelajaran 2012/2013?
C. Penjelasan Istilah
Dalam rumusan permasalahan di atas terdapat dua istilah, yaitu konsep diri
dan bimbingan pribadi-sosial. Berikut ini adalah uraian penjelasan istilah tersebut.
1) Konsep Diri
Menurut Burn (1993:87) konsep diri yaitu konseptualisasi individu
mengenai pribadinya sendiri, dipandang sebagai seseorang yang diinvestasikan
dengan konotasi-konotasi emosional yang potensial dan evaluatif karena
keyakinan-keyakinan subyektif dan pengetahuan faktual yang dianggap berasal
dari diri individu yang bersifat pribadi dalam berbagai tingkatan, intens dan
sentral terhadap keunikan identitasnya.
15
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Hurlock (1993: 234) konsep diri diartikan sebagai gambaran
yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari
keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi
karasteristik fisik, emosional, psikologis sosial, aspirasi dan prestasi. Berdasarkan
pendapat Hurlock, keyakinan terhadap apa yang menjadi karakteristik individu
tidak seharusnya didapatkan dari orang lain sebagai pemberi informasi. Individu
dapat menggali dan mengolahnya sendiri menjadi sebuah kepribadian yang khas.
Menurut Carl Rogers (Alwisol, 2004:338) konsep diri diartikan sebagai:
(a) persepsi, keyakinan, perasaan/sikap seseorang tentang dirinya sendiri; (b)
kualitas pensifatan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain
tentang dirinya sendiri; (c) suatu sistem pemaknaan individu tentang dirinya
sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya.
Lebih lanjut menurut Rogers, konsep diri merupakan gestalt konseptual
yang teratur dan bersifat konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang ciri
atau karakteristik diri individu dan juga persepsi yang individu miliki tentang
hubungan antara diri individu dengan orang lain, pendapat orang lain yang
diyakini terhadap diri, juga berbagai aspek dalam kehidupan individu. Konsep diri
menurut Rogers (Prabawa, 2009:10) tidak hanya terdiri dari persepsi tentang apa
yang individu sukai, tetapi juga apa yang individu fikirkan tentang apa yang
seharusnya individu lakukan dan ingin menjadi seperti apa diri individu. Keadaan
diri individu saat ini disebut real self, sementara ideal self adalah keadaan diri
individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai
oleh individu tersebut.
16
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Atwater (Desmita, 2010:163) konsep diri adalah keseluruhan
gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan
dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Atwater mengidentifikasikan
konsep diri atas tiga bentuk, pertama, body image yaitu kesadaran tentang
tubuhnya; kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan
seseorang mengenai dirinya; ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain
melihat dirinya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan konsep diri
adalah cara pandang individu terhadap gambaran pribadinya yang merupakan
gabungan dari persepsi dan sikap terhadap keadaan diri individu saat ini dan
keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu tersebut dengan dipengaruhi
aspek-aspek yang terikat meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek
kognitif meliputi pengalaman masa lalu, keyakinan terhadap pilihan, pemahaman
kelebihan dan kelemahan diri, pertimbangan konsekuensi pilihan-pilihan, tujuan
yang ingin dicapai, harapan, nilai-nilai kehidupan, kesadaran akan perilaku diri
dan orang lain. Aspek afektif meliputi dorongan-dorongan, perasaan subjektif
individu tetrhadap diri, penghargaan terhadap diri dan orang lain, keterlibatan
dalam sebuah komunitas dan taat pada norma yang berlaku. Aspek psikomotorik
meliputi interaksi dengan lingkungan sosial, kemampuan berbahasa dan
mengelola emosi. Konsep diri mempresentasikan pola persepsi yang terorganisasi
dan kosisten. Walaupun diri berubah, diri akan selalu memiliki kualitas pola,
integrasi dan organisasi yang sama.
17
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Istilah konsep diri dalam penelitian ini adalah cara pandang individu
terhadap gambaran pribadinya saat ini, meliputi aspek kognitif dan afektif. Aspek
kognitif meliputi pengetahuan diri terkait kondisi fisik, penjabaran identitas diri
terkait kepribadian, pemahaman kelebihan dan kelemahan diri, pertimbangan
konsekuensi pilihan-pilihan, pemaknaan terhadap pengalaman, kesadaran akan
perilaku diri dan orang lain. Aspek afektif meliputi dorongan-dorongan, perasaan
subjektif individu terhadap diri, penghargaan terhadap diri dan orang lain, sikap
percaya diri dan keyakinan terhadap nilai dan norma yang berlaku.
2) Bimbingan Pribadi-Sosial
Menurut Winkel (2006:118) bimbingan pribadi-sosial berarti bimbingan
yang diberikan kepada konseli oleh konselor dalam menghadapi keadaan batinnya
sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri di bidang
kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual
dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan
sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).
Menurut Rochman Natawidjaja (Yusuf, 2010:40) bimbingan pribadi-sosial
diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu (konseli) yang
dilakukan secara berkesinambungan oleh konselor, supaya individu dapat
memahami dirinya sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah,
keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Lebih lanjut Yusuf dan Nurihsan (2010:11) menjabarkan bimbingan
pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam
18
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial. Yang tergolong dalam
permasalahan pribadi-sosial adalah masalah hubungan dengan sesama teman,
pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan
pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal dan penyelesaian konflik.
Berdasarkan uraian di atas bimbingan pribadi-sosial dapat diartikan
sebagai proses bantuan kepada individu (konseli) yang dilakukan oleh tenaga ahli
(konselor) untuk membantu individu (konseli) memecahkan masalah-masalah
pribadi-sosial, yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan
memperhatikan keunikan karakteristik pribadi, serta ragam permasalahan yang
dialami oleh individu (konseli). Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara
menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab,
mengembangkan pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif serta keterampilan-
keterampilan sosial yang tepat.
Pendekatan humanistik menurut Rochman Natawidjaja (Supriatna,
2010:56) memiliki pandangan yang menghargai pemahaman pengalaman
subjektif individu dan mementingkan aspek pertumbuhan dan perkembangan
pribadi untuk mencapai kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan psikologis
tersebut sangat tergantung pada konsep diri yang sehat. Perkembangan konsep diri
yang sehat akan tercapai jika seseorang memperoleh penghargaan positif atau
cinta tanpa syarat.
Lebih lanjut pendekatan humanistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Misiak dan Sexton dalam Supriatna, 2010:56): 1) berfokus pada pengalaman
sebagai fenomenon primer dalam mempelajari manusia, atau perhatian terpusat
19
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pada pribadi yang mengalami; 2) menekankan pada kualitas-kualitas yang khas
manusia, seperti memilih, kreativitas, menilai dan realisasi diri sebagai lawan dari
pemikiran tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik; 3) dalam memilih
masalah-masalah yang dipelajari dan prosedur penelitian yang dipergunakan
bersandar pada kebermaknaan serta menentang penekanan yang berlebihan pada
objektivitas yang mengorbankan signifikansi; dan 4) memberikan perhatian penuh
dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan martabat manusia, serta tertarik
pada perkembangan potensi yang melekat pada setiap individu. Artinya, individu
dipandang dapat menemukan dirinya sendiri dalam hubungannya dengan
individu-individu lain dan dengan kelompok-kelompok sosial.
Pendekatan humanistik Rogers memiliki pandangan dasar tentang
manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang
optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas
(tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang
dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia tersebut
berimplikasi dan menjadi dasar pemikiran dalam praktek pendekatan humanistik
Rogers atau disebut terapi person centered (PCT). Menurut Roger konsep inti
PCT adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan
perwujudan diri.
Program bimbingan pribadi-sosial dalam penelitian ini adalah upaya yang
dilakukan konselor untuk melaksanakan bantuan kepada individu (konseli) dalam
mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial sehingga
20
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
membina hubungan sosial di berbagai lingkungan atau pergaulan sosial, serta
bertujuan untuk mencapai perkembangan diri khususnya pengembangan konsep
diri individu dengan menggunakan pendekatan humanistik dari Rogers melalui
metode yang mengandung aktivitas dialogis, reflektif dan ekspresif, sebagaimana
dipergunakan dalam proses pendidikan yang humanis. Adapun struktur program
sebagai berikut.
1. Orientasi program yaitu landasan pembuatan program bimbingan yang
mengacu pada teori Rogers sebagai pedoman utama.
2. Rasional dan asumsi program menjelaskan mengenai pandangan Rogers terhadap
manusia khususnya dalam mengembangkan konsep diri peserta didik.
3. Tujuan program yaitu menerapkan pendekatan humanistik dari Rogers untuk
mengembangkan konsep diri peserta didik.
4. Peran konselor yaitu menjabarkan tugas-tugas konselor dalam melaksanakan
program pribadi-sosial dari mulai persiapan, pelaksanaan dan evaluasi program.
5. Kompetensi konselor yaitu menjelaskan kemampuan-kemampuan konselor
dalam melaksanakan program bimbingan pribadi-sosial dalam penelitian ini.
6. Struktur dan tahapan program yaitu menjelaskan dengan rinci tahapan, tujuan,
deskripsi kegiatan, dan sistem penunjang pelaksanaan program.
7. Evaluasi program yaitu mencakup evaluasi proses dan hasil.
8. Indikator pencapaian pelaksanaan program bimbingan pribadi-sosial dalam
mengembangkan konsep diri peserta didik.
21
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan program
bimbingan pribadi-sosial berdasarkan pendekatan humanistik untuk
mengembangkan konsep diri peserta didik. Secara khusus penelitian ini ditujukan
untuk menemukan fakta empirik tentang:
1) profil umum konsep diri peserta didik SMPLB X Tahun Pelajaran 2012/2013;
2) kondisi awal profil konsep diri subjek penelitian;
3) rumusan program bimbingan pribadi-sosial berdasarkan pendekatan humanistik
untuk mengembangkan konsep diri peserta didik SMPLB X Tahun Pelajaran
2012/2013 yang layak menurut pakar dan praktisi bimbingan dan konseling;
4) keefektifan program bimbingan pribadi-sosial berdasarkan pendekatan
humanistik untuk mengembangkan konsep diri peserta didik SMPLB X Tahun
Pelajaran 2012/2013.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat bermanfaat bagi konselor sekolah dan peneliti selanjutnya.
1) Bagi guru bimbingan dan konseling/konselor sekolah
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar bagi konselor untuk
mengembangkan konsep diri peserta didik khususnya peserta didik tunanetra
satuan pendidikan SMP.
2) Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian dapat ditindaklanjuti untuk mengembangkan konsep diri peserta
didik dalam setting sekolah SLB maupun sekolah inklusi yang lebih luas.
22
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
F. Asumsi Penelitian
Penelitian dan pengembangan program bimbingan pribadi-sosial
berdasarkan pendekatan humanistik untuk mengembangkan konsep diri peserta
didik SMPLB X didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut.
1) Bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan
mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah
dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian
pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi
serta ragam permasalahan yang dialami individu (Syamsu, 2010).
2) Pendekatan humanistik memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai
yang tinggi pada kemuliaan martabat manusia, serta tertarik pada
perkembangan potensi yang melekat pada setiap individu. Artinya, individu
dipandang dapat menemukan dirinya sendiri dalam hubungannya dengan
individu-individu lain dan dengan kelompok-kelompok sosial (Misiak dan
Sexton dalam Supriatna, 2010:56).
3) Pendekatan person centered therapy lebih menekankan nilai-nilai positif
individu, lebih memfokuskan perhatian pada kekuatan dan kemampuannya
daripada kekurangan dan kesulitannya. Disamping itu, konsep “unconditional
positive regard” besar artinya untuk mempromosikan penerimaan diri (self
acceptance) dan mempertinggi rasa harga diri (self esteem). Selain itu,
pendekatan person centered juga menghargai upaya keras, dan hal ini sangat
relevan dengan pengalaman individu penyandang cacat tertentu, termasuk
ketunanetraan (Tarsidi, 2008:69).
23
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
G. Metodologi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi, dengan
desain kelompok kontrol yang non-ekuivalen (nonequivalent control group
design). Desain penelitian nonequivalent pretest-posttest control group design,
yaitu jenis desain yang biasanya dipakai pada eksperimen yang menggunakan
kelas-kelas yang sudah ada sebagai kelompoknya, dengan memilih kelas-kelas
yang diperkirakan sama keadaan atau kondisinya. Dalam desain ini terdapat dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
24
Irma Numiasari, 2013 Program Bimbingan Pribadi – Sosial Berdasarkan Pendekatan Humanistik Untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
H. Kerangka Penelitian
Bagan 1.1
Kerangka Penelitian Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Mengembangkan
Konsep Diri Peserta Didik berdasarkan Pendekatan Humanistik
Rancangan Instrumen Konsep Diri
1. Judgment ke ahli dan Praktisi
2. Uji Keterbacaan
3. Uji validitas dan Reliabilitas
Studi Pendahuluan:
1.kajian literatur
2.studi lapangan
Instrumen Konsep Diri yang Valid
Program Bimbingan Pribadi-Sosial
yang Efektif untuk Mengembangkan
Konsep Diri Peserta Didik
TAHAP PERSIAPAN
TAHAP PELAKSANAAN
TAHAP AKHIR
Uji
Efektivitas
Profil Umum Konsep Diri
Pre tes Data Awal Konsep Diri
Rancangan Program
Bimbingan Pribadi -Sosial
Judgment Rasional
Program Hipotetik Bimbingan
Pribadi -Sosial
Tes terhadap populasi penelitian
Post tes Eksperimentasi Program
kepada Sampel Penelitian
kelompok eksperimen
Data Hasil
Eksperimen
Sampel Penelitian: Kel. Eksperimen & Kel Kontrol