14
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa pembangunan saat ini Bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan kesejahteraan dan harkat martabat manusia, yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Permasalahan mengenai jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia yang tidak simbang dangan jumlah lapangan kerja yang tersedia menjadi topik yang sering didengar. Terlebih lagi terjadinya pergeseran lapangan pekerjaan masyarakat Indonesia dari sektor agraris menuju ke sektor industri dan jasa. Karena adanya perubahan jenis pekerjaan mengakibatkan adanya perubahan paradigma yang semula bersifat material ( physical asset ) bergeser menuju persaingan pengembangan pengetahuan ( knowledge based competition ). 1 Perubahan tersebut menuntut adanya efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya manusia sebagai landasan bagi setiap organisasi / institusi agar mampu bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif. 2 1 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi Cetakan ke 3, Jakarta Sinar Grafika, 2013, hlm 75 2 Lancort & Ulrich dalam wahibur Rokhman, 2002, Pemberdayaan dan Komitmen: Upaya Mencapai Kesuksesan Organisasi dalam Menghadapi Persaingan Global, Amara Books, Jogjakarta, hlm.122

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang · BAB I . PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang . Pada masa pembangunan saat ini Bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Pada masa pembangunan saat ini Bangsa Indonesia sedang menuju

    proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat

    adil dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna

    peningkatan kesejahteraan dan harkat martabat manusia, yang berdasarkan

    Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.

    Permasalahan mengenai jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia yang

    tidak simbang dangan jumlah lapangan kerja yang tersedia menjadi topik yang

    sering didengar. Terlebih lagi terjadinya pergeseran lapangan pekerjaan

    masyarakat Indonesia dari sektor agraris menuju ke sektor industri dan jasa.

    Karena adanya perubahan jenis pekerjaan mengakibatkan adanya perubahan

    paradigma yang semula bersifat material ( physical asset ) bergeser menuju

    persaingan pengembangan pengetahuan ( knowledge based competition ).1

    Perubahan tersebut menuntut adanya efisiensi dan efektifitas penggunaan

    sumber daya manusia sebagai landasan bagi setiap organisasi / institusi agar

    mampu bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif.2

    1Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi Cetakan ke 3, Jakarta Sinar Grafika,

    2013, hlm 75 2Lancort & Ulrich dalam wahibur Rokhman, 2002, Pemberdayaan dan Komitmen: Upaya

    Mencapai Kesuksesan Organisasi dalam Menghadapi Persaingan Global, Amara Books,

    Jogjakarta, hlm.122

  • Berdasarkan data Tingkat Pengangguran Terbuka dari Badan Pusat Statistik

    tahun 2018 mengalami penurunan berupa :3

    Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang,

    naik 2,95 juta orang dibanding Agustus 2017.Penduduk yang bekerja sebanyak

    124,01 juta orang, bertambah 2,99 juta orang dari Agustus 2017, dan

    ketersediaan lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase

    penduduk yang bekerja terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan

    Minum (0,47 persen poin), Industri Pengolahan (0,21 persen poin), dan

    Transportasi (0,17 persen poin). Sementara lapangan pekerjaan yang

    mengalami penurunan utamanya pada Pertanian (0,89 persen poin), Jasa

    Lainnya (0,11 persen poin), dan Jasa Pendidikan (0,05 persen poin).

    Akan tetapi masih ada permasalahan mengenai kedudukan yang tidak

    seimbang antara pengusaha dan pekerja masih terjadi dan menjadi faktor yang

    menyebabkan posisi tawar menawar tidak efektif dan cenderung tidak

    seimbang. Selain itu pengusaha sering beranggapan bahwa pekerja hanya

    sebagai objek dalam hubungan kerja. Pekerja dianggap sebagai faktor ekstern

    yang berkedudukan sama dengan pelanggan pemasok atau pelanggan pembeli

    yang berfungsi menunjang keberlangsungan perusahaan dan bukan faktor

    intern sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstitutif

    yang menjadikan perusahaan.4 Sehingga keadaan ini menimbulkan

    kecenderungan pengusaha untuk berbuat sewenang – wenang kepada

    pekerjanya. Menurut buku Asri Wijayanti, “Pekerja dianggap sebagai faktor 3www.bps.com, diakses pada tanggal 3 Desember 2018, pukul 00.30.

    4Asri Wijayanti, op.,cit , hlm 76

    http://www.bps.com/

  • ekstern yang berkedudukan sama dengan pemasok atau pelanggan yang

    berfungsi menunjang kelangsungan perusahaan dan bukan sebagai bagian

    faktor intern yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstitutif yang

    menjadikan perusahaan”5.

    Mengingat hal tersebut, pengawasan dan perlindungan hukum bagi

    tenaga kerja sangat diperlukan, dimana dengan adanya pengawasan dan

    perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang tidak hanya diukur secara yuridis

    saja tetapi juga harus diukur secara sosiologis dan filosifis6, karena pada

    dasarnya setiap pembangunan selalu disertai dengan perubahan-

    perubahan termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

    pemerintah, pengambilan keputusan tersebut ternyata telah mengubah

    sikap dan perilaku masyarakat termasuk pekerja atau buruh dalam

    menyampaikan aspirasinya.

    Dalam Pasal 28 E Ayat (3) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia

    Tahun 1945 secara tegas dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas

    kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, dan Pasal

    tersebut pula juga telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia

    melalui Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan

    Perlindungan Hak untuk Berorganisasi,dimana Konvensi ILO Nomor 98

    membahas mengenai berlakunya Dasar – dasar untuk Berorganisasi dan untuk

    5Ibid., hlm 9

    6Zainal Asikin, Dasar – Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm.

    5.

  • Berunding Bersama.7Maka dari itu kedua konvensi tersebut dapat dijadikan

    landasan pekerja untuk berorganisasi dengan mendirikan Serikat Pekerja8. Hal

    ini diatur lebih lanjut pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

    Ketenagakerjaan dan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

    Pekerja, dengan adanya pengaturan ini diharapan memberikan perlindugaan

    hukum terhadap pekerja.

    Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 17 Undang – Undang Nomor 13

    Tahun 2003 junto Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000

    tentang Serikat Pekerja,Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari,

    oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan mapun diluar perusahaan yang

    bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna

    memperjuangkan, membela, serta melindungi kepentingan pekerja serta

    meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

    Di dalam penjabaran tersebut dapat ditarik pemahaman bawasanya setiap

    pekerja boleh mendirikan suatu serikat pekerja di perusahaan dan Serikat

    Pekerja di luar perusahaan. Serikat Pekerja di perusahaan yaitu serikat

    pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu

    perusahaan atau di beberapa perusahaan (Pasal 1 Aangka 2 Undang-undang

    Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja). Sedangkan yang dimaksud

    Serikat Pekerja di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang

    didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan (Pasal 1

    angka 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja).

    7Zaeni Asyhadie , Hukum Kerja ( Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja ), Jakarta, PT

    Raja Grafindo Persada, 2012, hlm 20 8Ibid.,hlm 19

  • Berdasarkan sifat dari Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan

    konfederasi serikat pekerja/serikat buruh memiliki sifat yakni: bebas, terbuka,

    mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab yang bertujuan utuk memberikan

    perlindungan , pembelaan hak dan kepentigan serta mengkatkan kesejahteraan

    yang layak bagi pekerja dan keluarganya .9

    Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja,

    menganut multi union system yaitu memberikan kebebasan kepada

    pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Berdasarkan

    ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

    Pekerja, menegaskan bahwa pembentukan serikat pekerja dapat dilakukan

    jika10

    :

    - Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10

    (sepuluh) orang pekerja/buruh atas kehendak bebas tanpa tekanan atau

    campur tangan pengusaha , pemerintah dan pihak manapun dan setiap

    pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjan, atau

    bentuk lain sesuai kehendak pekerja, ( Pasal 5 Undang-Undang Nomor

    21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja );

    - Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-

    kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh atas kehendak bebas

    tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha , pemerintah dan pihak

    manapun dan setiap pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha,

    9Koesparmono Irsan, Hukum Tenaga Kerja ( Suatu Pengnntar ), Jakarta, Erlangga, 2016, hlm 33

    10Maimun,SH, Hukum Ketenagakerjaan ( Suatu Pengantar),Jakarta, PT Pradnya Paramita, 2003,

    hlm29

  • jenis pekerjan, atau bentuk lain sesuai kehendak pekerja ( Pasal 6

    Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja );

    - Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-

    kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh atas kehendak

    bebas tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha , pemerintah dan

    pihak manapun dan setiap pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor

    usaha, jenis pekerjan, atau bentuk lain sesuai kehendak pekerja ( Pasal 7

    Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

    Serikat Pekerja juga dapat dibentuk berdasarkan kesamaan sektor usaha,

    jenis usaha, atau lokasi tempat kerja dan dapat berafiliasi dengan serikat

    pekerja Internasional atau orgnisasi Internasional lainnya sepanjang tidak

    bertentangan dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku.11

    Berdasarkan hal tersebut pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dapat

    dilakukan jika : “ Setiap serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran

    dasar dan anggaran rumah tangga dimana sekurang-kurangnya memuat ( Pasal

    11 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat

    Pekerja) :

    1. Nama dan lambang;

    2. Dasar negara, asas, dan tujuan;

    3. Tanggal pendirian;

    4. Tempat kedudukan;

    11

    Abdul Rachmad Budiono,SH,MH, Hukum Perburuhan di Indonesia, jakarta, PT Raja Grafindo

    persada,1995,hlm 45

  • 5. Keanggotaan dan kepengurusan;

    6. Sumber dan pertanggung jawaban keuangan; dan

    7. Ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah

    tangga.

    Serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat buruh harus terbuka untuk

    menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis

    kelamin, sedangkan pasal 13 dalam Undang - Undang Nomor 21 tentang

    Serikat Buruh memberikan kebebasan bagi serikat pekerja / serikat buruh

    untuk mengatur tentang keanggotaan berdasarkan anggaran dasar dan

    anggaran rumah tangga masing-masing serikat buruh, meskipun begitu

    Undang - Undang juga memberikan syarat berkaitan dengan keanggotaan

    serikat buruh, sebagai berikut:

    1. Seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat

    pekerja/serikat buruh di satu perusahaan.

    2. Dalam hal seorang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan ternyata

    tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang

    bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat

    buruh yang dipilihnya.

    Demikian halnya jika buruh hendak berhenti dari keanggotaan suatu

    serikat buruh, maka Serikat Pekerja menyatakan bahwa pekerja yang

    bersangkutan harus membuat pernyataan pengunduran dirinya secara tertulis.

  • Dan dalam ketentuan Pasal 25 Ayat 1 Huruf C dalam Undang – Undang

    Nomor 21 Tahun 2000 tentangSerikatPekerja “ Serikat pekerja/ serikat

    buruh, federasi, dan konfederasi serikat pekerja/ serikat buruh yang telah

    berhak mempunyai nomor bukti pencataan berhak mewakili pekerja / buruh

    dalam lembaga ketenaga kerjaan,” maka dari itu serikat pekerja harus di

    daftarkan ke Dinas Ketenagakerjaan.

    Berdasarkan ketentuan tersebut maka setelah dibentuknya serikat pekerja,

    federasi serikat pekerja, konfederasi serikat pekerja harus didaftarkan dan

    dicatatkan di Dinas Ketenagakerjan Kabupaten atau Kota setempat wilayah

    domisili dari serikat pekerja, federasi serikat kerja maupun konfederasi

    serikat pekerja. Jika serikat pekerja, Federasi maupun Konfederasi serikat

    kerja telah di catatkan dan daftarkan maka serikat pekerja akan memperoleh

    bukti pencatatan dan sudah memiliki hak dan kewajiban sebagai serikat

    pekerja salah satunya berhak mewakili anggotanya beracara di Pengadilan

    Hubungan Industrial.

    Terkait dengan persoalan keabsahan Serikat Pekerja mewakili anggotanya

    terdapat kasus dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tingkat I

    Nomor 42/PDT.SUS-PHI/2016/PN SMG dan Putusan Kasasi Nomor

    349.K/PDT-SUS-PHI/2017, yang mana dihasilkan putusan yang berbeda

    terhadap tersebut, uraikan singkat kasus sebagai berikut:

    1. Pihak yang ada dalam Perkara Perselisihan Hubungan Industrial ini antara

    lain yakni: Mochmad Nasori selaku Penggugat , umur 46 tahun, laki – laki,

    yang merupakan karyawan PT Sinar Mas Multifinace yang bertempat tinggal

  • di Dukuh Karangwidoro RT 001/RW. 006, Kelurahan Karang Asem Utara,

    Kabupaten Batang, yang dalam hal ini diwakili oleh kuasanya M.A Tholib,

    selaku anggota DPC PPMI ( Dewan Pengurus Cabang Persaudaraan Pekerja

    Muslim Indonesia ) Kota Pekalongan yang beralamat di Jalan Terinasi Nomor

    9 Pajang Wetan, Kota Pekalongan, yang telah di tunjuk dan berwenang untuk

    dan atas nama organisasi sesuai Surat keputusan DPP PPMI Nomor

    77/KPTS/DPPPPMI/XII/2015 melawan PT Sinar Mas Multifinance selaku

    Tergugat, yang berkedudukan di jalan Jendral Soedirman Kabupaten Batang.

    Dalam kasus ini Mochamad Nasori selaku Penggugat yang merupakan

    pekerja yang bekerja di perusahaan Tergugat dengan status hubungan kerja

    karyawan tetap sejak bulan Juli 2011 dibagian Marketing Motor di Outlet

    Batang kurang lebih 4 bulan, kemudian bulan Oktober 2011 dimutasi secara

    lisan di bagian Debtcollector Divisi Motor Outlet Batang selama kurang lebih 1

    tahun, dan dimutasi kembali secara lisan ke bagian Marketing sampai dengan

    gugatan ini diajukan. Penggugat merasa diputus hubungan kerja secara

    sepihak oleh Tergugat pada tanggal 28 April 2015. Penggugat telah

    mengupayakan musyawarah melalui perundingan bipartit dengan Tergugat atas

    Pemutusan Hubungan Kerja sepihak tersebut, namun perundingan yang telah

    diupayakan tidak menghasilkan persetujuan maka Penggugat mengajukan

    Permohonan Perselisihan Hubungan Industrial pada Dinas Tenaga Kerja dan

    Transmigrasi Kabupaten Batang, dimana tidak mencapai kesepakatan antara

    Penggugat dan Tergugat, sehingga pihak Mediator mengeluarkan Anjuran

    Tertulis Nomor: 560/1234, tertanggal 18 Agustus 2015.

  • Karena tidak memperoleh kesepakatan maka diajukanlah gugatan a quo

    melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Semarang

    guna mendapatkan penyelesaian dan kepastian hukum atas Perselisihan

    Hubungan Industrial yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat, dalam

    Putusan Tingkat I Nomor 42/PDT.SUS-PHI/2016/PN SMG mengenai legal

    standing kuasa hukum penggugat dalam mewakili pekerja di Pengadilan

    Hubungan Industrial, Majelis Hakim memberikan putusan berupa menolak

    eksepsi Tergugat untuk seluruhnya , dimana dalam hal ini Majelis berpendapat

    bahwa eksepsi mengenai legal standing kuasa Pengugat dalam sudah masuk

    dalam materi pokok perkara sehingga tidak perlu diperiksa lagi.

    Akan tetapi dalam Putusan Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017

    berdasarkan pertimbangan tersebut Mahkamah Agung berpendapat,

    menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 yang berhak

    menerima kuasa dari Pekerja yang ingin mengajukan gugatan dalam perkara

    Perselisihan Hubungan Industrial adalah pengurus dari serikat pekerja yang

    tercatat pada instasi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada

    perusahaan yang bersangkutan dimana pekerja telah menjadi anggotanya, dan

    dalam hal ini Kuasa Penggugat tidak dapat menunjukkan bukti pencatatan

    organisasinya pada Instasi Bidang Ketenagakerjaan pada perusahaan yang

    bersangkutan, dengan demikian kuasa Penggugat memiliki tidak legal standing

    untuk mewakili Penggugat. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut eksepsi

    Tergugat diterima dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Oleh karena,

    eksepsi Tergugat diterima dan Majelis Hakim Kasasi mengabulkan

  • Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT Sinar Mas Multifinance

    tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada

    Pengadilan Negeri Semarang Nomor 42/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Smg

    Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam kasus gugatan

    anatara Muhamad Nasori ( Pengugat ) melawan PT Sinar mas Multifinance (

    Tergugat ) mengandung unsur, yaitu perbedaan pendapat Majelis Hakim

    Tingkat Pertama dan Tingkat Kasasi mengenai eksepsi legal standing federasi

    serikat pekerja Tim Pembela Pekerja Muslim Indonesia ( TPPMI ) dalam

    mewakili anggotanya. Unsur dalam kasus tersebut menimbulkan persoalan

    mengenai keabsahan Tim Pembela Pekerja Muslim Indonesia ( TPPMI )

    dalam mewakili anggotanya, sehingga menarik untuk diteliti.

  • 2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan Latar Belakang Masalahan yang telah diuraikan di atas, maka

    penulis menyusun pokok – pokok permasalahan yang akan dibahas yakni :

    Apa dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim pada Putusan Tingkat

    Pertama Nomor 42/PDT-SUS-PHI/2016/PN SMG sehingga berbeda

    dengan Putusan Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017?

    3. Tujuan Penelitian

    Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui apakah dasar pertimbangan

    Majelis Hakim Putusan Tingkat Pertama Nomor 42/PDT-SUS-PHI/2016/PN

    SMG dan Putusan Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017 mengenai

    Eksepsi Tergugat mengenai keabsahan Serikat Pekerja mewakili

    anggotanyasudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan

    yang berlaku.

    4. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini akan disusun dengan menggunakan tipe

    penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk

    mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum

    positif.12

    Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan

    konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan

    norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga

    12

    JohnnyIbrahim,2006,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,Malang: Bayumedia

    Publishing,hlm. 295

  • atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum

    sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup, dan

    terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.13

    Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan

    (statute aproach) dan pendekatan kasus (case aproach). Pendekatan

    perundang -undangan digunakan untuk mengetahui keseluruhan

    peraturan hukum khususnya hukum ketengakerjaan di Indonesia.

    Pendekatan kasus bertujuan untuk mempelajari penerapan norma -

    norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum,

    terutama mengenai kasus - kasus yang telah diputus, sebagaimana

    yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang

    menjadi fokus peneltian,yaitu perkara Ketenagakerjaan .14

    2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

    a. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

    sekunder. Data Sekunder yang terdiri dari :

    1. Bahan HukumPrimer:

    - Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

    Pekerja/ Serikat Buruh;

    - Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

    Ketenagakerjaan;

    13

    Ronny HanitijoSoemitro,1988,Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Jakarta:

    GhaliaIndonesia, hlm. 13-14

    14

    JohnnyIbrahim,op. cit,hlm. 321

  • - Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

    Perselisihan Hubungan Industrial;

    - Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tingkat Pertama

    Nomor 42/PDT.SUS-PHI/2016/PN SMG;

    - Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tingkat Kasasi Nomor

    349.K/PDT-SUS-PHI/2017;

    - Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Nomor

    Kep.16/Men/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat

    Pekerja/Serikat Buruh.

    2. Bahan hukum sekunder, berupa: skripsi, thesis, disertasi hukum,

    jurnal – jurnal hukum, disamping itu juga, kamus – kamus hukum

    dan kometar – komentar atas putusan pengadilan.

    b. Teknik pengumpulan data pada skripsi ini melalui studi pustaka.