Upload
duongminh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih Penelitian hukum dengan judul: “Problematika Hukum
dalam Perjanjian Pembukaan L/C Antara PT. SPI dan PT. Bank Century”.
Skripsi yang mengkaji tentang kasus L/C ini sebenarnya sudah pernah ditulis oleh
Lidya Pratiwi Tjuyitno (312009015) Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya
Wacana. Tetapi terdapat perbedaan fokus kajian dengan skripsi ini. Skripsi yang
terdahulu menganalisis mengenai jaminan deposito dalam pembukaan L/C,
sedangkan skripsi ini dimaksudkan untuk mengkaji kesesuaian proses pembukaan
L/C dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Orang pada umumnya, berasumsi bahwa setiap kali menjumpai kata kredit,
maka hal itu selalu berarti hutang. Perhatikan misalnya argumentasi berikut ini;
”Karena perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh
perkembangan kebutuhan akan kredit. Dan pemberian fasilitas kredit memerlukan
jaminan (security) demi keamanan bagi pemberi kredit (bank) tersebut1”.
Argumentasi diatas yang baru saja dikutip oleh Penulis, jelas menunjukkan
bahwa konsep kredit selalu diasosiasikan dengan pinjaman uang, dan harus diikuti
dengan jaminan. Sebab, jaminan sangat penting untuk memberikan rasa aman
1 Sri Soedewi Masjchun Sofwan,Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya
Fiducia di Dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, FH
UGM,Bulaksumur,Yogyakarta,1977,hal.2.
2
kepada pemilik uang (kreditur) yang uangnya dipinjamkan kepada penerima
pinjaman (debitur).
Namun, sebenarnya pemahaman terhadap konsep kredit di atas tidak
berlaku terhadap pembiayaan secara kredit dalam transaksi bisnis internasional.
Mengapa demikian? Dalam perdagangan internasional, Bank pada prinsipnya
bertindak sebagai Pembeli2 barang dari eksportir yang ada di luar negeri.
Hal ini memperlihatkan dengan jelas, bahwa Bank “membeli” secara tunai
dari eksportir (barang yang dikirimkan oleh eksportir ke importir di luar negeri).
Namun, istilah yang dipergunakan untuk menyebut transaksi, berupa membeli
secara tunai barang si eksportir yang dilakukan oleh pihak Bank dimaksud tetap
dipergunakan “kredit” dalam pembiayaan atas perdagangan secara internasional.
Mendalami konsepsi kredit dalam perdagangan internasional seperti itulah
yang menjadi alasan, mengapa Penulis memilih judul sebagaimana telah
dikemukakan diatas.
Dalam fasilitas advance against collection misalnya; Bank membayar
(pemberian pembiayaan) dengan cara mengambil alih dokumen ekspor dari
eksportir, meskipun demikian Bank masih akan menerima penggantian
pembayaran dari importir luar negeri.
Sebagaimana judul yang dikemukakan Penulis diatas, Penulis temukan
dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 599 K/Pid.Sus/2011
junto Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 47 PK/Pid.sus/20123 .
2 Pembeli yang dimaksud disini adalah bank bertindak sebagai penjamin dari barang yang dibeli
oleh importir.
3 Untuk mempermudah, selanjutnya Penulis singkat dengan Putusan 599 dan Putusan 47.
3
Dalam Putusan tersebut terekam suatu perdagangan internasional yang melibatkan
pihak PT. Selalang Prima Internasional4 sebagai Pembeli yang berkedudukan di
Indonesia dengan Grains and Industrial Products Pte. Ltd5 sebagai Penjual
(exportir) yang berkedudukan di Singapura. Putusan tersebut memiliki
karakteristik sebagai perdagangan internasional. Karena pertama, dalam transaksi
(jual-beli) yang diadakan tersebut melibatkan pergerakan barang dari satu negara
ke negara yang lain. Dalam kasus tersebut, PT. SPI yang berkedudukan di
Indonesia membeli condensate (produk minyak bumi yang biasa dipergunakan
untuk bahan baku plastik dan bahan baku lainnya) dari Grains Industrial Products
yang berkedudukan di Singapura. Dari kasus tersebut sudah terlihat adanya
perpindahan barang yang terjadi, yaitu berpindahnya condensate dari Singapura ke
Indonesia.
Kedua, apabila diamati bukan lagi pergerakan barang, tetapi tempat usaha
(the places of business) dari masing-masing pihak yang ada dalam transaksi6, maka
dapat Penulis katakan bahwa transaksi dalam Putusan 599 junto Putusan 47
tersebut merupakan suatu perdagangan yang memiliki kharakter internasional. Hal
ini disebabkan tempat usaha dari si Penjual berada di dalam satu negara,
sedangkan tempat berusaha si Pembeli berada di negara yang lain. Dalam hal ini
para pihak (the parties to contract), yaitu PT. SPI sebagai importir berkedudukan
di Indonesia dan Grains and Industrial Products sebagai eksportir yang 4 Selanjutnya Penulis sebut PT.SPI
5 Selanjutnya Penulis sebut Grains and Industrial Products.
6 Jeferson Kameo, Pembiayaan dalam Perdagangan Internasional (Suatu Kapita Selekta untuk
Hukum dan Transaksi Bisnis Internasional) (Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga, 2012) hal. 4.
4
berkedudukan di Singapura. Dari alasan kedua tersebut diatas maka Penulis
katakan transaksi dalam Putusan 599 junto Putusan 47 itu menyebut sebagai suatu
transaksi yang memiliki kharakteristik perdagangan internasional.
Cara ketiga, untuk menentukan kharakteristik internasional dari suatu
perdagangan adalah dengan menggabungkan ciri pertama dan kedua. Dimana hal
ini merupakan perdagangan jual-beli eksport (eksport sales). Dalam putusan 599
junto Putusan 47 jual-beli eksport yang terjadi pada Grains and Industrial Products
sebagai Penjual condensate yang berkedudukan di Singapura, dan PT. SPI yang
bertindak sebagai Pembeli berkebangsaan Indonesia, dimana pada transaksi yang
terjadi, terdapat pergerakan barang dari Singapura ke Indonesia (tempat si
Pembeli melaksanakan kegiatan usahanya). Mengingat transaksi dalam Putusan
599 junto Putusan 47 tersebut memenuhi gabungan ciri pertama dan ciri kedua,
maka menurut pendapat Penulis perdagangan yang demikian itu adalah suatu
transaksi yang berkarakter internasional penuh7.
Adapun duduk perkara dalam Putusan 599 junto Putusan 47 dimana,
Penulis menemukan terdapatnya pembiayaan secara kredit dalam proses jual beli
yang telah menjadi pokok kajian dalam penelitian dan penulisan hukum ini, perlu
untuk dikemukakan secara singkat bahwa: pada tanggal 29 Oktober 2007 PT. SPI
mengajukan Surat Permohonan fasilitas Usance LC kepada PT. Bank Century
Tbk., untuk pembiayaan (membayar) pembelian condensate dari Grains and
Industrial Products dengan harga sebesar USD 22,500,000,00. Namun didalam
proses dikeluarkannya surat pemohonan fasilitas usance L/C terdapat berbagai
7 Jeferson Kameo, Ibid, hal. 5.
5
kejanggalan. Pertama, untuk menjamin pembayaran kembali uang sebanyak USD
22,500,000,00 tersebut PT. SPI menyerahkan suatu jaminan berupa penempatan
margin sebesar 20% dalam bentuk deposito pada PT. Bank Century senilai USD
4,500,000.00 yang ditandatangani oleh FRANKY ONGKOWARDOJO selaku
Direktur PT. SPI dimana penempatan margin tersebut tidak mengcover seluruh
jumlah fasilitas kredit yang diajukan. Kedua, pihak Bank Century tidak mengenal
calon debiturnya. Ketiga memori analisa kredit baru disampaikan setelah fasilitas
L/C dikeluarkan. Dan keempat, berdasarkan dokumen Bill of Lading tidak terdapat
identitas PT.SPI dan Grains and Industrial Product namun yang ada justru PT.
Trans Pasific Petrochimical Indotama dan Petronas. Dan hal-hal tersebut inilah
yang menyebabkan Bank Century mengalami likuditas bank atau setidak-tidaknya
dalam pemberian fasilitas kredit tersebut tidak dilakukan analisis kredit prospek
usaha kinerja serta kemampuan membayar debitur terlebih dahulu sehingga
menyebabkan kredit macet.
Seperti apa yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada proses
pembukaan faslitas Usance L/C terdapat kejanggalan, yaitu pertama, tentang
syarat-syarat pencairan yang tidak terpenuhi, akan tetapi pemberian kredit dalam
rangka pembayaran itu tetap dapat terjadi. Hal ini terlihat dalam peryataan yang
dikemukakan oleh Linda Wangsa Dina T A (Pimpinan Kantor Pusat Operasi
(KPO) PT.Bank Century, Tbk. Cabang Senayan)8, Linda Wangsa yang menerima
informasi dan instruksi dari Robert Tantular, yang kemudian juga dikonfirmasikan
kepada Hermanus Hasan Muslim (direktur Utama merangkap Direktur Kredit PT.
8 Selanjutnya Penulis sebut Linda Wangsa.
6
Century, Tbk) mengenai akan dibukanya fasilitas usance L/C, yang diikuti dengan
beberapa pertanyaan mengenai data - data calon importir untuk dianalis terlebih
dahulu di Bank Century Cabang Senayan. Akan tetapi, oleh Robert Tantular dan
yang dipertegas oleh Hermanus Hasan diperintahkan untuk segera diproses. Kedua
tentang penempatan jaminan berupa margin sebesar 20% dari total plafon yang
diajukan. Hal ini terdapat pada peryataan yang menyatakan bahwa pada tanggal 29
Oktober 2007 PT. SPI mengajukan Surat Permohonan fasilitas Usance LC kepada
Bank Century untuk keperluan pembelian condensate (produk minyak bumi yang
biasa dipergunakan untuk bahan baku plastic dan bahan baku lainnya ) dari Grains
and Industrial Produts dengan line sebesar USD 22,500,000.00 dengan jaminan
akan menempatkan margin sebesar 20% berupa penempatan deposito pada Bank
Century senilai USD 4,500,000.00 yang di tandatangani oleh Franky
Ongkowardjojo selaku Direktur PT SPI. Kemudian pada tanggal 22 November
2007 dilakukan penyerahan gadai dan deposito berjangka tetapi, berdasarkan
dokumen pembukaan deposito diketahui bahwa deposito baru dibuka tanggal 27
November 2007.
Perlu Penulis kemukakan bahwa sebuah letter of credit tidak sama dengan
documentary collection dimana pada documentary collection bank-bank yang
bersangkutan hanya bertindak sebagai agen pembayaran, sedangkan dalam
transaksi letter of credit pihak bank bertindak sebagai pihak yang melakukan
pembayaran barang yang dieksport. Oleh karenanya pihak Pembeli harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh bank sebelum L/C tersebut
dicairkan.
7
Selain alasan yang telah dikemukakan sebelumnya, alasan berikutnya
adalah pihak Bank sebagai penerbit L/C berada dalam posisi yang tidak mengenal
pihak debitur. Dan nama yang tertera pada Bill Of Lading bukanlah nama
pembuka fasilitas Usance L/C. Jadi bagaimana mungkin suatu pembayaran secara
kredit menggunakan letter of credit dapat terjadi tanpa terpenuhinya syarat-syarat
tersebut?
1.2 Latar Belakang Masalah
Apabila uraian dalam alasan pemilihan judul tersebut diatas dianalisis,
maka perdagangan internasional yang lebih dikenal dengan istilah ekspor-impor
pada hakikatnya adalah suatu transaksi (a contract) membeli dan menjual barang
antara pelaku usaha (para pihak) yang bertempat di negara-negara yang berbeda.
Peraturan yang berkaitan dengan transaksi ekspor-impor9 di setiap negara pun
berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk para pihak yang terkait dalam transaksi
ekspor-impor, perlu mengikuti perkembangan-perkembangan peraturan serta
sistem perdagangan luar negeri (hukum perdagangan Internasional).
Adapun pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis internasional adalah:
eksportir, importir, issuing bank (bank penerbit), dan advising bank. Importir akan
berhubungan dengan issuing bank, hal ini disebabkan karena dalam proses
pembayaran (dalam perdagangan yang dilakukan oleh exportir dan importir), pihak
issuing bank yang akan membayar (ada unsur kepercayaan dari issuing bank
kepada applicant) sejumlah uang yang telah disepakati oleh exportir dan importir
9 Konsep yang lebih baku (bahasa Hukum positif Indoneia) adalah jual-beli Perusahaan. Hal ini
tertera dalam buku Jeferson Kameo, Ibid, hal. 1
8
kepada advising bank di negara exportir. Jadi, hubungan antara exportir dan
importir hanya pada kontrak jual beli saja, sedangkan dalam proses
pembayarannya pihak exportir dan importir tidak dapat berhubungan secara
langsung, melainkan pihak issung bank dengan advising bank lah yang akan
menjadi perantara dalam proses pembayaran. Oleh karenanya pihak exportir tidak
dapat menangih sejumlah uang kepada importir, melainkan pihak exportir menagih
kepada advising bank, yang nantinya advising bank yang akan meminta sejumlah
uang kepada issung bank (uang yang dibayar oleh issuing bank adalah uang yang
berasal dari importir (applicant)).
Pembayaran dalam perdagangan internasional dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai macam alat. Alat yang dimaksud dalam transaksi
pembayaran adalah cek, bill of lading, bank garansi, dan letter of credit. Cek
merupakan surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang
tercantum dalam cek. Dalam proses penarikannya, cek dapat dilakukan baik "atas
nama" maupun "atas unjuk10
” dan dapat dilakukan secara tunai maupun
pemindahbukuan. Cek merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan
(negotiable paper). Kedua, bill of exchange atau dalam bahasa Indonesia disebut
wesel, merupakan alat pembayaran yang berisi perintah tanpa syarat, dari penerbit
wesel (drawer) kepada pihak lain (drawee), untuk membayar sejumlah uang
kepada pihak tertentu (payee atau beneficiary) atau pihak lain yang ditunjuknya
(order). Kemudian ada pula bank garansi, bank garansi adalah perjanjian
penanggungan atau borgtocht dimana Bank yang menjadi pihak ketiga
10
Cek atas unjuk dapat dipindah tangankan.
9
(penanggung, guarantor, borg) bersedia bertindak sebagai penanggung bagi
nasabahnya yang menjadi debitur (dalam mengadakan suatu perjanjian (pokok)
dengan pihak lain sebagai kreditur). Dan yang berikutnya adalah L/C yang
merupakan instrumen yang diterbitkan oleh bank atas nama importir, yang berisi
janji untuk membayar eksportir setelah dokumen pengiriman bersamaan dengan
perjanjian yang ditentukan diserahkan. Jika di kemudian hari importir tidak
mampu memenuhi kewajibannya, maka bank siap membayar importir. Pihak
importir akan memberikan dokumen kepada issuing bank, ketika dokumen tersebut
telah disetujui oleh issuing bank maka issuing bank akan mengirimkan dokumen
kepada advising bank untuk memverifikasi keaslian dokumen tersebut. Dan setelah
advising bank menyatakan keaslian dari dokumen tersebut, maka pihak issuing
bank akan membayar kepada advising bank sejumlah dana yang kemudian akan
diikuti oleh pengiriman barang dari pihak exportir. Dari proses tersebut exportir
akan mendapatkan kepastian bahwa akan menerima pembayaran dari issuing bank.
Dan alat pembayaran ini yang lebih sering digunakan dalam proses pembayaran
dalam perdagangan internasional.
Tata cara pembayaran dalam perdagangan internasional pun dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode pembiayaan. Metode pembiayaan
adalah instrumen sistem dan peraturan, dimana sebuah lembaga mempertemukan
pihak yang membayar dan menerima pembayaran11
. Seperti perdagangan yang
terjadi secara nasional, dalam perdagangan internasional sistem pembayaran dapat
dilakukan secara kredit. Di Indonesia hal ini tercantum dalam Pasal 3 Ayat (1)
11
Siswanto Sutojo, Membiayai Perdagangan Eksport Import. Jakarta:Damar Mulia Pustaka,2001
hal. 57
10
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor
dan Lalu Lintas Devisa. Peraturan Pemerintah itu mengatur bahwa : “Cara
pembayaran ekspor dan impor dilakukan dengan tunai atau dengan kredit”.
Metode pembayaran dalam transaksi ekspor-impor, adalah seperti: Advance
Payment (pembayaran dimuka), Open Account (pembayaran kemudian),
Collection Basis, Consignment (Konsinyasi), Counter Ttrade, Banker’s L/C.
Seperti apa yang telah diutarakan sebelumnya bahwa kredit berdokumen yang
sering digunakan dalam transaksi bisnis internasional adalah L/C. Hal ini
dikarenakan pembayaran menggunakan L/C merupakan cara yang paling aman
bagi eksportir untuk memperoleh hasil penjualan barangnya dari importir.
Perikatan kredit dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, antara lain:
dengan cara melihat apakah kredit itu dapat atau tidak dapat ditarik kembali, ada
tidaknya suatu perjanjian tersendiri lagi yang melibatkan pihak bank lain,
kemudian dapat juga kredit masuk ke dalam penjenisan berdasarkan waktu dan
cara penyelesaiannya, juga dapat dilihat dari rangkaian pihak-pihak yang berhak
untuk menegakkan hak mereka dalam perjanjian kredit yang ada, apakah kredit itu
sifatnya tetap atau tidak tetap dan juga berdasarkan peralihan manfaat yang
diberikan oleh kredit itu kepada seorang penjual di luar negeri oleh banknya dan
sebagainya12
.
Dan jika kita kaitkan dengan Putusan 599 junto Putusan 47, jenis kredit
yang dipakai adalah kredit langsung dan seketika (straight), kredit tersebut
diberikan karena secara khusus diadvis untuk itu. Dalam jenis kredit ini ada juga
12
Jeferson Kameo, Ibid hal. 45
11
apa yang disebut sebagai kredit melalui penjualan surat berharga (negotiation
credit). Didasarkan pada apa yang nampaknya benar namun mungkin saja dapat
dibuktikan bahwa tidak demikian halnya, janji yang diberikan oleh bank penerbit
(the issuing bank), dalam hal ini Banknya PT. SPI yang berkedudukan di
Indonesia, demikian pula janji yang diberikan oleh bank pengadvis, dalam hal ini
banknya Grains and Industrial Products yang mengadvis kredit kepada Grains
and Industrial Products di Singapura apabila bank pengadvis itu telah memperoleh
perintah dari bank penerbit untuk mengkonfirmasikan kredit yang bersangkutan,
maka konfirmasi kepada the advising bank oleh the issuing bank tersebut adalah
janji yang hanya diberikan oleh the advising bank kepada Grains and Industrial
Products dan tidak ada orang (pihak) lain lagi. Secara hakiki, L/C itu sendiri bukan
merupakan suatu surat berharga (negotiable instrument), hanya saja, ketika
memang tidak ada yang dapat menghentikan pihak Grains and Industrial Products
untuk menjual suatu cek (draft) yang ditarik pada bank penerbit, maka si Pembeli
dari cek yang ditarik dari the advising bank tersebut tidak mempunyai hak untuk
mengklaim dari bank yang menerbitkan cek itu (the drawee bank), sebab bank itu
menolak untuk membayar cek yang sudah diterbitkan tersebut. Ketiadaan hak yang
demikian itu disebabkan oleh fakta bahwa L/C memang tidak diterbitkan untuk si
pembeli dari cek itu. Hanya saja janji yang terdapat di dalam L/C dapat dibuat
sedemikian rupa sebagai suatu janji yang tidak semata-mata diberikan kepada
Grains and Industrial Products saja, namun juga diberikan kepada mereka yang
12
menjual (negotiating) cek dan atau dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Grains
and Industrial Products itu13
.
Oleh karena itu itikad baik dari para pihak sangat diperlukan. Peryataan
mengenai ”kredit” dalam L/C yang terdapat pada putusan 599 junto putusan 47
yang mengatakan bahwa, pada tanggal 29 Oktober 2007 PT. SPI mengajukan Surat
Permohonan fasilitas Usance LC kepada PT.Bank Century ,Tbk untuk keperluan
pembelian condensate (produk minyak bumi yang biasa dipergunakan untuk bahan
baku plastik dan bahan baku lainnya) dari Grains and Industrial Produts. Namun
dalam proses pembukaannya, setoran jaminan yang ditentukan hanya 20% dari
total plafon usance L/C yang diminta. Memang ketika kita menggunakan fasilitas
usance L/C importir dapat membayar barang setelah jatuh tempo, namun hal ini
bukan berarti pembayaran secara kredit dapat dilakukan ketika memilih
menggunakan L/C, karena kredit yang dimaksud dalam L/C berbeda dengan kredit
pada umumnya. Kredit yang dimaksud disini hanya pada proses pembayarannya
(pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo) saja, dan bukan pada adanya jaminan
pada proses pembukaan fasilitas usance L/C. Jadi pihak importir harusnya mampu
menyediakan marginal deposit (MD) sebesar 100 persen, dengan kata lain
marginal deposito yang diberikan setara dengan nilai L/C impornya. Dan pada
putusan tersebut tidak ditemukan hal tersebut. Hal itulah yang menjadi latar
belakang Penulis melakukan Penelitian hukum ini.
1.3 Rumusan Masalah
13
Jeferson Kameo, Ibid hal. 52 dan 53
13
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian latar belakang masalah, maka Penulis
merumuskan permasalahan:
1. Bagaimana jaminan dalam bentuk deposito dalam perjanjian pembukaan
L/C ?
2. Bagaimana keabsahan analisis data dalam pembukaan L/C ?
3. Bagaimana jika terjadi perbedaan nama pada documentary credit dalam
proses pembukaan L/C ?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jaminan dalam perjanjian pembukaan L/C.
2. Untuk mengetahui keabsahan analisis data dalam pembukaan L/C.
3. Untuk mengetahui jika terjadi perbedaan nama pada documentary credit
dalam proses pembukaan L/C.
1.5 Metodologi Penelitian
1.5.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan di sini adalah penelitian hukum (legal
research) dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan yaitu
pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi untuk menjawab isu
hukum atau permasalahan penelitian14
. Pendekatan konseptual adalah mengkaji
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta , 2006, hal. 97
14
konsep-konsep dan teori-teori yang berkembang di bidang hukum perdagangan
internasional yang relevan dengan permasalahan penelitian. Penulis hendak
menemukan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum yang mengatur mengenai
pmbukaan fasilitas L/C dalam perdagangan internasional.
1.5.2 Sumber Hukum
Sumber hukum penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer, yaitu Perundang-Undangan yang merupakan
kesepakatan antara pemerintah dan rakyat, sehingga mempunyai kekuatan
mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara15
dan wawancara. Bahan
hukum primer yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini Kitab
Hukum Perdata, Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP)
500, wawancara dengan salah satu staff bank swasta yang menangani masalah
perdagangan internasional khususya L/C. Bahan hukum sekunder adalah letter of
credit dalam bisnis export import, Pembiayaan dalam Perdagangan Internasional
(Suatu Kapita Selekta untuk Hukum dan Transaksi Bisnis Internasional), Transaksi
Bisnis dan perdagangan Internasional, Membiayai Perdagangan Export Import.
1.5.3 Unit Amatan
Adapun unit amatan penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No.599 K/Pid.Sus/2011 junto Putusan Mahkamah Agung RI
No.47 PK/Pid.Sus/2012, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
15
Johny Ibrahim , Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia
Publishing, 2006, hal. 142
15
Nomor 7 Tahun 1992, Uniform Customs and Practice for Documentary Credit
(UCP) 500, dan regulasi terkait dengan perjanjian pembukaan L/C dalam
perdagangan internasional, serta pendapat ahli.
Sedangkan satuan analisis penelitian ini yaitu bagaimana prinsip-prinsip
dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur tentang bagaimana perjanjian
pembukaan L/C dalam perdagangan internasional.