Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menyediakan pelayanan publik yang berkualitas merupakan tanggungjawab
utama pemerintah kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan hakekat
dilahirkannya sebuah pemerintahan. pada dasarnya, salah satu tujuan utama
dilahirkannya sebuah pemerintahan adalah untuk melayani kebutuhan
masyarakat yang tidak bisa dipenuhi oleh masyarakat itu sendiri maupun oleh
mekanisme pasar.
Seiring perkembangan zaman, tuntutan masyarakat akan pelayanan yang
berkualitas semakin meningkat, Masyarakat saat ini tidak lagi hanya
mempersoalkan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan akan pelayanan publik,
akan tetapi masyarakat juga sudah mulai mempertanyakan mutu atau kualitas
dari layanan publik yang mereka dapatkan dari pemerintah, mulai dari tingkat
pemerintah pusat sampai pada level pemerintah daerah. Pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dituntut untuk mampu menyelenggarakan
pelayanan publik yang semakin baik dan berkualitas sesuai dengan
perkembangan zaman.
Salah satu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik tersebut adalah dengan melakukan evaluasi untuk menilai kinerja
pelayanan yang disediakan oleh berbagai Unit Organisasi/Perangkat
Pemerintah baik pusat maupun daerah.
Pada umumnya terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai
kinerja pelayanan publik, yaitu:
1. pendekatan yang melihat kinerja pelayanan dari perspektif pemberi
layanan (birokrasi-Pemerintah Daerah), dan
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
2
2. pendekatan yang melihat kinerja pelayanan dari perspektif pengguna
layanan atau publik.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, telah
memberikan amanat kepada seluruh institusi pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah, untuk melakukan Survei Kepuasan Masyarakat sebagai
tolak ukur keberhasilan penyelanggaraan pelayanan.
Kedua produk hukum tersebut secara tersurat memberikan penegasan bahwa
kepuasan masyarakat merupakan ukuran untuk menilai kualitas layanan
publik. Dalam rangka menindak lanjuti kedua peraturan tersebut, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selanjutnya telah
menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara
Pelayanan Publik. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi tersebutlah menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan
daerah untuk mengevaluasi penyelanggaraan pelayanan publik sekaligus
sebagai alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan,
maka Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP)
Provinsi Kepulauan Riau sebagai salah satu instansi pemerintah daerah, pada
tahun 2018 ini mencoba kembali melakukan evaluasi kinerja pelayanan melalui
kegiatan survey kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik yang diselenggarakan oleh DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau.
Kegiatan serupa pada tahun 2017 yang lalu juga telah dilaksanakan, namun
untuk menjaga dan memperbaiki kualitas pelayanan publik yang diberikan
secara berkelanjutan maka kegiatan serupa dirasakan perlu untuk juga
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
3
dilakukan secara berkesinamabungan setiap tahunnya agar dapat terus
dievaluasi perkembangan kualitas pelayanan yang diberikan.
1.2 Maksud dan Tujuan
A. Maksud
Maksud dari kegiatan survey kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik ini adalah:
1. Melaksanakan Survei Kepuasan Masyarkat terhadap Kualitas Pelayanan
Publik yang diselenggarakan oleh DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau
pada Tahun 2018, baik parsial maupun total, sehingga diperoleh
Nilai/Tingkat Kepuasan Masyarakat sebagai pedoman untuk mengukur
perubahan Nilai Kepuasan Masyarakat pada tahun berikutnya;
2. Memetakan kinerja Pelayanan Publik sekaligus memberikan cerminan
kinerja pelayanan publik menurut persepsi pengguna jasa layanan publik
Pada DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018;
3. Mengevaluasi tingkat perubahan kepuasan masyarakat terhadap
kualitas pelayanan publik pada DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau dari
tahun 2017 ke tahun 2018.
B. Tujuan
Sedangkan tujuan dari kegiatan survey kepuasan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik ini adalah:
1. Terukurnya tingkat Kepuasan masyarakat Provinsi Kepuluan Riau
terhadap kualitas pelayanan publik pada DPM-PTSP Provinsi Kepulauan
Riau.
2. Terpetakannya kinerja pelayanan publik yang telah dilaksanakan oleh
DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau.
3. Terpetakannya kelemahan dan kekurangan kualitas pelayanan publik pada
DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
4
4. Tergambarnya tingkat perubahan kepuasan masyarakat dan harapan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik pada DPM-PTSP Provinsi
Kepulauan Riau dari tahun 2017 ke tahun 2018.
5. Sebagai bahan dalam penetapan kebijakan terkait dengan peningkatan
kualitas pelayanan publik pada DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau.
6. Sebagai ukuran dasar dalam menilai penilaian pencapaian kinerja
pelayanan publik pada tahun berikutnya.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari kegiatan survey kepuasan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik ini adalah semua jenis pelayanan yang di
berikan atau diselenggarakan oleh DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau baik
yang bersifat perizinan maupun non perizinan.
1.4 Dasar Hukum
Dasar hukum dari kegiatan survey kepuasan masyarakat ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun
2017 Tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan Masyarakat Unit
Penyelenggara Publik.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Publik
Tugas pemerintah menurut Kaufman (dalam Ndraha, 2000;226) adalah
untuk melayani dan mengatur (regulatory) masyarakat. Kaufman
menyatakan bahwa: "tugas pelayanan lebih menekankan kepada
mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik,
mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik. Sedangkan tugas
mengatur lebih menekankan kepada kepuasan atau power yang melekat
pada posisi jabatan birokrasi."
Istilah dan konsep pelayanan banyak ditemui dalam berbagai aspek kehidupan
manusia dewasa ini. Keragaman istilah dan konsep pelayanan menandakan
ketertarikan para ahli untuk memberikan kontribusi terhadap perkembangan
konsep pelayanan itu sendiri. Istilah-istilah tersebut antara lain pelayanan
umum, pelayanan publik, pelayanan civil, pelayanan prima, dan lain
sebagainya.
Salah satu konsep mengenai pelayanan yang dikemukakan oleh Moenir
(1995;16) adalah “proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang yang
berlangsung”. Pada bagian lain dikatakan bahwa, Pelayanan umum adalah
kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang dengan
landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam
rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Pelayanan itu adalah proses dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia
sesuai dengan haknya.
Kata “umum” dalam “pelayanan“ menunjukkan masyarakat, orang banyak,
yang punya kepentingan, terjemahan dalam Bahasa Inggris “Public” kalau
dihubungkan dengan kata pelayanan maka menjadi pelayanan umum (public
service) atau pelayanan publik. Adapun pengertian pelayanan umum
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
6
sebagaimana dikemukakan oleh Saefullah (1997;5-9) yakni; Pelayanan umum
(public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum
yang menjadi warga negara atau secara sah menjadi penduduk negara yang
bersangkutan.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi
publik, dapat dibedakan lagi menjadi : Yang bersifat primer adalah semua
penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di
dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan
pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah
pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan. Yang
bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak
harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Dilihat dari hasil atau produk pelayanan yang dihasilkan, pelayanan
pemerintahan dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) jenis, yaitu :
1. Pelayanan Administratif yang menghasilkan berbagai produk berupa
dokumentasi resmi yang dibutuhkan masyarakat. Produk-produk ini
antara lain berupa status kewarganegaraan, status sertifikat kepemilikan
atas barang atau jasa, sertifikat kompetensi. Adapun contoh produk
fisiknya adalah SIUP, izin usaha, akta, KTP, dan sertifikat tanah.
2. Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa
yang dibutuhkan masyarakat, misalnya pendidikan, kesehatan, dan
transportasi.
3. Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan jenis barang yang
dibutuhkan masyarakat seperti listrik, air, telepon dan lain sejenisnya
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
7
Tindakan pemerintah yang berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Osborne dan
Geabler (1996;23) cara tersebut antara lain:
1. Pemerintah lebih mengutamakan pelayanan, pengembangan dan
pengendalian (customer-driven government).
2. Pemerintah menumbuhkan volume persaingan sebagai suatu cara
untuk meningkatkan pelajaran kepada masyarakat (competitive
government)
3. Pemerintah berorientasi pada pasar (market-oriented government).
2.2 Pelayanan Publik di Indonesia
Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin
penyediaan pelayanan public di Indonesia yang sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik, serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga
negara dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Diharapkan, Undang-Undang ini dapat memberi kejelasan mengenai
penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain meliputi:
a) pengertian dan batasan penyelenggaraan pelayanan publik;
b) asas, tujuan, dan ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan publik;
c) pembinaan dan penataan pelayanan publik;
d) hak, kewajiban, dan larangan bagi seluruh pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
e) aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi standar
pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi, sarana dan
prasarana, biaya/tarif pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan
penilaian kinerja;
f) peran serta masyarakat;
g) penyelesaian pengaduan dalam penyelenggaraan pelayanan; dan (h)
sanksi.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
8
Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tersebut di atas,
pemerintah juga telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik berupa pedoman penyelenggaraan pelayanan
publik yang diatur dalam Keputusan Menpan No. 81/1993, dan kemudian
diperbaharui dengan Keputusan Menpan Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang antara lain
mengatur:
a) hakekat pelayanan publik;
b) asas dan prinsip pelayanan publik;
c) kelompok pelayanan publik; dan
d) penyelenggaraan pelayanan publik.
Dalam rangka mendukung upaya perbaikan kualitas pelayanan tersebut,
selanjutnya dikeluarkan Keputusan Menpan Nomor 148/M.PAN/5/2003 tentang
Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat; Keputusan Menpan
Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indek
Kepuasan Masyarakat (IKM); dan Peraturan Menpan Nomor 20/M.PAN/2006
tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik (SPP).
Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan salah satu bagian
dari pembangunan nasional bidang aparatur. Pada UU Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025,
pada arah pembangunan disebutkan bahwa “Pembangunan aparatur negara
dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme
aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat
maupun daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di
bidang-bidang lainnya”.
Selanjutnya pada dokumen RPJPN tersebut dielaborasi tahapan
pembangunan aparatur negara tiap lima tahunan yang harus diperhatikan
pada RPJMN. Pada RPJMN 2010-2014, digariskan bahwa pembangunan di
bidang aparatur diarahkan pada kualitas pelayanan publik yang lebih murah,
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
9
cepat, transparan, dan akuntabel serta makin meningkat, yang ditandai
dengan terpenuhinya standar pelayanan minimum di semua tingkatan
pemerintah.
Dalam RPJMN 2010-2014 pada Buku II Bab VIII Bidang Hukum dan Aparatur
telah dirumuskan arah kebijakan pembangunan aparatur negara yakni:
a) peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN);
b) peningkatan kualitas pelayanan publik;
c) peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; dan
d) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Khusus untuk peningkatan kualitas pelayanan publik, maka sasaran yang ingin
dicapai adalah “terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
penduduk dan masyarakat, yang ditandai oleh meningkatnya skor integritas
pelayanan publik pada unit layanan pada instansi pemerintah, dan
meningkatnya peringkat kemudahan berusaha”.
Selanjutnya terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik di daerah, telah
ada upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di
daerah yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Sebagai kebijakan yang akan menjadi acuan bagi unit organisasi terbawah
dalam memberikan pelayanan, maka terdapat prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan oleh Menteri/pimpinan LPND/Pemda dalam menyusun SPM,
sebagai berikut:
a) Konsensus; disepakati bersama oleh komponen-komponen atau unit-
unit kerja yang ada pada kementerian/LPND yang bersangkutan;
b) Sederhana; mudah dimengerti dan dipahami;
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
10
c) Nyata; memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan atau
prosedur teknis;
d) Terukur; dapat dihitung atau dianalisa;
e) Terbuka; dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat;
f) Terjangkau; dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis pelayanan dasar
lainnya dengan menggunakan sumber-sumber daya dan dana yang
tersedia;
g) Akuntabel; dapat dipertanggungjawabkan kepada publik;
h) Bertahap; mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan
keuangan, kelembagaan dan personil dalam pencapaian SPM.
Walaupun berbagai kebijakan telah ditetapkan, namun hingga saat ini
penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang
belum sesuai dengan yang diharapkan dan tidak dapat mengantisipasi
kebutuhan dan dinamika di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat. Hal
tersebut terutama disebabkan oleh ketidaksiapan untuk mengantisipasi
terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak dari berbagai
masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, masyarakat Indonesia
dihadapkan pada tantangan global yang sarat dengan kompetisi yang dipicu
oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, komunikasi,
transportasi, investasi, dan perdagangan. Apabila tantangan global tersebut
tidak dapat direspon dengan melakukan berbagai terobosan yang cepat dalam
pembangunan pelayanan publik di berbagai bidang, maka dapat diperkirakan
Indonesia akan semakin tidak memiliki daya saing dibandingkan negara lain.
Hal tersebut karena pelayanan publik sangat berpengaruh terhadap iklim
investasi dan daya saing Indonesia.
World Economic Forum (WEF) telah mempublikasikan Global Competitiveness
Report 2015-2016. Dalam laporan tersebut, Indeks Daya Saing Global (Global
Competitiveness Index; GCI) Indonesia meningkat dari sebelumnya pada
peringkat 34 ditahun 2014/2015, turun ke peringkat 37. Laporan ini menilai 12
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
11
pilar daya saing, guna memberikan gambaran komprehensif tentang landscape
daya saing antara negara-negara di dunia. Di lihat dari pencapaian peringkat
Indonesia memperlihatkan kenaikan, namun apabila dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan ASEAN maka Negara Indonesia masih tertinggal
dan perlu upaya lebih keras untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Tabel. 2.1
Perbandingan Peringkat Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia
dengan Negara ASEAN
No
Negara
Peringkat Beberapa Negara Anggota ASEAN
2006 2007
2007 2008
2008 2009
2009 2010
2010 2011
2011 2012
2012 2013
2013 2014
2014 2015
20152016
1 Singapura 8 7 5 3 3 2 2 2 2 2
2 Malaysia 19 21 21 24 26 21 25 24 20 18
3 Brunei - - 39 32 28 28 28 26 - -
4 Thailand 28 28 34 36 38 39 38 37 31 32
5 Indonesia 54 54 55 54 44 46 50 38 34 37
Sumber: weforum.org, 2015
Selain global competitiveness index yang menggambarkan posisi bangsa
Indonesia dalam persaingan dunia, World Bank mengeluarkan indeks yang
digunakan untuk mengetahui kemudahan peraturan yang memberikan
pengaruh langsung tehadap perkembangan dunia bisnis. Peringkat yang lebih
tinggi mengindikasikan adanya peraturan yang lebih baik, lebih simple dalam
bisnis, dan lebih kuatnya perlindungan terhadap hak milik. Dari indeks
tersebut Bangsa Indonesia juga mengalami peningkatan dari peringkat 168 di
tahun 2005 menjadi peringkat 109 di tahun 2015. Akan tetapi meskipun
mengalami peningkatan yang cukup besar, bangsa Indonesia masih
ketinggalan jauh di banding dengan negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia, Thailand, dan Filipina. Masih banyak peraturan yang harus dibenahi
untuk mendorong perkembangan dunia bisnis di Indonesia.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
12
Tabel 2.2
Doing Business Index
NEGARA Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Cambodia 94 94 86 86 86 145 138 138 133 133 127
Indonesia 168 151 151 97 76 115 126 129 128 120 109
Laos 198 198 198 163 103 169 163 165 163 139 134
Malaysia 30 30 30 30 24 23 23 18 12 17 18
Philippines 60 60 58 58 58 146 134 136 138 97 103
Singapore 8 8 6 6 5 1 1 1 1 1 1
Thailand 33 33 33 33 33 16 16 17 18 46 49
Vietnam 63 50 50 50 50 88 80 98 99 93 90
Brunei - - - - - 117 86 83 79 105 84
Myanmar - - - - - - - - - 177 167
Sumber: doingbusiness.org, 2015
World Bank juga mengemukakan bahwa untuk mencapai standar pemberian
pelayanan, Indonesia masih harus mengembangkan efektifitas kelembagaan,
khususnya dalam bidang akuntabilitas, pemberantasan korupsi dan kapasitas
SDM.
2.3 Kelembagaan Pelayanan publik
Kelembagaan (institutions) merupakan salah satu pilar/parameter yang diukur,
yang antara lain mencakup lingkungan kelembagaan, kualitas institusi,
peranan institusi pemerintahan secara efisien, dan manajemen keuangan
publik/negara. Dengan demikian, kualitas birokrasi pemerintah dan efektivitas
dan efisiensi manajemen pemerintahan, termasuk di dalamnya dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, merupakan salah satu faktor pendorong
daya saing nasional suatu negara. Variabel yang berkaitan dengan manajemen
pemerintah antara lain pemborosan atas belanja pemerintah; hambatan atas
peraturan pemerintah; efisiensi atas kerangka kerja kebijakan; dan
transparansi atas pengambilan keputusan pemerintah.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
13
Untuk dapat meningkatkan daya saing tersebut, maka diperlukan berbagai
kebijakan dan strategi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Sejauh ini, permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah
berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang
berkualitas sangat ditentukan oleh beberapa aspek, seperti: bagaimana
pengembangan kebijakan dan strateginya; bagaimana kelembagaannya;
bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana); bagaimana dukungan
sumber daya manusianya; serta bagaimana dukungan sarana dan prasarana
termasuk penggunaan IT.
Bangsa Indonesia tidak hanya menghadapi permasalahan untuk menghadapi
tantangan global. Di dalam negeri, permasalahan yang terjadi adalah
munculnya ketidakpercayaan publik terhadap kinerja pemerintah. Dari data
yang ada, terlihat bahwa ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga
pemerintah masih sangat tinggi, terutama untuk 4 instansi pemerintah yang
memegang peranan sangat penting dalam kepemerintahan yaitu kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan DPRD. Seharusnya instansi tersebut mampu
memberikan cerminan yang baik dan positif terhadap masyarakat, akantetapi
pada kenyatannya justru keempat lembaga tersebut yang mempunyai citra
terburuk di mata masyarakat. Berbagai permasalahan yang masih saja
dihadapi terkait dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik
menyangkut beberapa aspek yang menjadi penentu kualitas pelayanan.
Dilihat dari sisi pengembangan kebijakan dan strateginya, ada beberapa
tumpang tindih (overlapping) pada aspek kebijakan pelayanan publik.
Pertama, yang bersumber dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang mengamanatkan perlunya Model Pelayanan Satu
Pintu. Selanjutnya Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2006 tentang Paket
Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang kemudian ditindaklanjuti Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kedua, berbagai kebijakan
yang telah dikeluarkan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dan
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
14
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ketiga,
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Menteri Teknis yang mengamanatkan perlunya penetapan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bagi setiap daerah, yang selanjutnya ditindaklanjuti
dengan Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.
Selain masalah tumpang tindih tersebut di atas, masalah lain adalah terkait
dengan implementasinya, dimana belum banyak instansi pelayanan publik
yang mengembangkan kebijakan dan strategi secara baik dan tepat, sehingga
belum mampu meningkatkan kualitas pelayanan sebagai-mana yang
diharapkan.
Dari aspek kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi
yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada
masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-
belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan
dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih
sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan
publik menjadi tidak efisien.
Sedangkan dari aspek pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih
memiliki berbagai kelemahan antara lain:
a) Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan
unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line)
sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap
berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali
lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
b) Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan
kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada
masyarakat.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
15
c) Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang
memerlukan pelayanan tersebut.
d) Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan
lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang
tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan
dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e) Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai
level/tingkat, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang
terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan,
kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat
menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilainpihak kemungkinan
masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan,
dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan
diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, diperlukan waktu yang lama
untuk menyelesaikan berbagai masalah pelayanan.
f) Enggan mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan
dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke
waktu.
g) Tidak efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam
pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diberikan.
Penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih berkutat dengan
masalah prosedur pelayanan. Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan
berbagai kebijakan yang mengatur mengenai pemberian pelayanan publik,
akan tetapi masih ditemui adanya prosedur pelayanan yang berbelit belit dan
sulit. Dalam tiga jenis pelayanan-pelayanan perijinan, kesehatan dan
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
16
pendidikan-prosedur pelayanan yang ditetapkan dalam ketiga jenis pelayanan
ini masih sulit untuk dipahami dan dilakukan, terutama untuk pelayanan
perijinan yang memiliki presentase kesulitan terbesar sebanyak 42,03%.
Adapun dari aspek dukungan sarana dan prasarana serta penggunaan IT,
permasalahan utamanya adalah ketersediaan sarana dan prasarana serta
penggunaan IT di unit-unit pelayanan masih dirasa minim.
Selanjutnya dari aspek sumber daya manusia (aparatur pelayanan), kelemahan
utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy
dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang
perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Kondisi
aparatur pelayanan publik tersebut, pada hakekatnya tidak terlepas dari
permasalahan yang menyangkut:
(1) permasalahan instrumental, yaitu masih adanya berbagai peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian yang tumpang tindih
(overlapping), saling bertentangan satu sama lain antara peraturan
yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi, banyak peraturan
perundang-undangan yang sudah obsolete, serta berbagai kondisi yang
belum ada peraturan perundang-undangannya (vakum);
(2) permasalahan environmental; yaitu masih adanya beberapa daerah
khususnya daerah yang kemampuannya masih tertinggal dari daerah
lainnya, masyarakatnya masih sangat menggantungkan lapangan
pekerjaan di sektor pemerintah, dan bahkan menjadi satu-satunya
lapangan pekerjaan yang tersedia dan menjanjikan, karena sektor lain
tidak tersedia;
(3) permasalahan potensial, berupa adanya berbagai konflik antar elit
politik (Pilkada), antar kelompok masyarakat, tarik-menarik
kepentingan antara eksekutif dan legislatif, antara pemerintah pusat
dan daerah;
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
17
(4) permasalahan sejarah yaitu pasang surut yang terjadi dalam sistem
manajemen kepegawaian sejak mulai dari zaman kerajaan, zaman
pemerintahan kolonial, zaman kemerdekaan, era orde baru, sampai era
reformasi; dan
(5) permasalahan faktual berupa kondisi dan kemampuan aparatur
pelayanan, sulitnya mengubah mindset serta masih tingginya ego-
sektoral dan konflik kepentingan yang masih mewarnai berbagai
institusi penyelenggara pemerintahan. Beberapa permasalahan faktual
yang sangat mempengaruhi kualitas aparatur pelayanan publik
tersebut, antara lain mencakup:
1. sistem rekrutmen pegawai yang belum sesuai dengan yang
diharapkan;
2. jumlah dan komposisi PNS antara birokrat dan non birokrat yang
masih sangat timpang;
3. banyaknya tenaga honorer sebagai akibat sistem pengadaan
pegawai masa lampau yang tidak tepat;
4. distribusi PNS yang tidak merata;
5. kompetensi sdm aparatur pelayanan yang relatif rendah,
mengingat rekruitmen pegawai tidak sesuai dengan keahlian yang
dibutuhkan. Disamping itu, pengangkatan dalam jabatan lebih
banyak pertimbangan “like and dislike” dengan mengabaikan
keahlian profesi, pengetahuan, dan pengalaman yang dibutuhkan
organisasi. Sedangkan jika dilihat dari tingkat pendidikan PNS dari
tahun ketahun didominasi oleh tingkat pendidikan SLTA yang
sebesar 1,5 juta pegawai atau 38% dari jumlah PNS yang ada. Kondisi
SDM aparatur yang secara umum demikian tersebut, sudah barang
tentu juga akan berpengaruh terhadap kualitas dan kapasitas SDM
aparatur pelayanan publik.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
18
2.4 Mengukur Kinerja Pelayanan Publik
Dalam berbagai literatur tentang reformasi pelayanan publik, terdapat ragam
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai kinerja
pelayanan publik tersebut. Salim & Woodward (1992) misalnya, menggunakan
4 (empat) tolok ukur utama untuk menentukan kinerja pelayanan umum yang
terdiri dari economy, efficiency, effectiveness, dan persamaan pelayanan. Aspek
ekonomis dilihat sebagai strategi dalam menggunakan sumber daya dengan
seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik.
Aspek efisiensi menekankan pada suatu kondisi tercapainya perbandingan
yang proporsional antara input pelayanan dengan output pelayanan. Aspek
efektivitas adalah untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target
yang telah ditetapkan dan aspek persamaan pelayanan (keadilan) dilihat
sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah
memperhatikan aspek keadilan dan membuka akses yang sama bagi publik
untuk mendapatkan pelayanan. Sedangkan Rogers (1990: 61) mengenalkan
model ‘Three E’s’ yang terdiri dari: economies, efficiency, dan effectiveness.
Pertama, economies yang diartikan sebagai seberapa besar biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan resources yang dibutuhkan. Kedua, Efisiensi
adalah perbandingan antara output dengan input yang dibutuhkan.
Sedangkan yang ketiga, efektifitas adalah hasil akhir dari pelayanan dikaitkan
dengan outputnya. Dan yang dimaksud Out-Comes adalah nilai tertinggi atau
keuntungan pelayanan bagi pengguna sebagai perpaduan kebutuhan
pengguna dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan tingkat
pelayanan adalah volume pelayanan kaitannya dengan target populasi yang
dapat dijangkau. Take-up (proporsi target populasi menggunakan pelayanan)
di sini adalah perhitungan yang didasarkan atas indikator kegunaan paling
tinggi dari kualitas pelayanan yang diberikan.
Lebih lanjut menurut Rogers (1990) dalam menilai Kinerja Pemerintah harus
dilakukan secara komprehensif dengan mengacu pada empat dimensi yakni:
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
19
(1) tingkat komitmen sumberdaya manusia terhadap organisasinya; (2) tingkat
orientasi pemerintahan kepada masyarakat; (3) tingkat keaktifan sebagai
produsen pelayanan; (4) tingkat keteraturan birokrasi. Keempat dimensi tolak
ukur tersebut secara rinci terbagi menjadi 14 tolok ukur yang sebelumnya
dilakukan perincian atas 8 kriteria dasar: dimensi I di atas menjadi dua, yakni:
tingkat keterlibatan pegawai dan pengembangannya; dimensi II tingkat
penyesuaian dan daya tanggap; dimensi III tujuan dan hasil; dimensi IV
stabilitas dan pengawasan.
Namun demikian, dalam menilai kinerja pelayanan publik dengan perspektif
publik sebagai pengguna layanan masih terbilang jarang, padahal penilaian
kinerja tersebut selain menggunakan pendekatan dari perspektif penyedia
layanan (birokrasi-Pemerintah Daerah) juga harus memperhatikan perspektif
publik yang berkepentingan. Asumsi ini berangkat dari satu kenyataan bahwa
secara umum pelayanan yang disediakan belum mencapai suatu tingkat
pemenuhan kebutuhan seperti yang diharapkan oleh masyarakat lokal. Dalam
kerangka demokrasi lokal, masyarakat sebagai konsumen dan konstituen
memiliki hak untuk menyatakan puas atau tidak puas terhadap setiap
pelayanan publik yang dirasakan.
Dengan berkembangnya tuntutan publik akan kinerja pelayanan publik yang
baik maka telah mendorong pula perkembangan penerapan penilaian kinerja
pelayanan publik dengan melandaskan pada pendekatan service quality
(servqual), bahkan di Negara-negara maju isu tentang kepuasaan publik
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan pemerintah menjadi perhatian
penting dalam setiap pemilihan umum, pasalnya publik selain sebagai
pengguna layanan juga merupakan konstituen dari partai-partai politik yang
memperebutkan suara untuk menduduki kursi eksekutif dan parlemen.
Menurut Lovelock (1980) pelayanan yang diberikan akan memberikan nilai
tambah dari suatu produk yang dihasilkan sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan keuntungan dari suatu perusahaan/organisasi yang
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
20
memproduksinya. Perbedaan produk yang dihasilkan tersebut pada dasarnya
memiliki suplemen pelayanan yang sama yang oleh Lovelock digambarkan
sebagai diagaram bunga dengan delapan kelopaknya yang menganalogikan
delapan suplemen pelayanan.
Diagram bunga ini disebutnya dengan the Flower of Services yang meliputi:
Pertama, Information. Suplemen informasi yang berkenaan dengan
produk barang dan jasa merupakan titik awal dari suatu proses
pelayanan yang berkualitas.
Kedua, Consultation. Informasi yang diperoleh menjadi acuan bagi para
pengguna dalam menentukan pilihannya, yaitu membeli atau tidak. Dan
dalam tahapan ini seringkali pengguna melakukan konsultasi untuk
menguatkan pilihannya tersebut, misalnya tentang masalah teknis,
administrasi, harga, hingga pada kualitas barang dan manfaatnya.
Ketiga, Ordertaking. Hasil dari konsultasi tersebut mendorong pengguna
untuk menggunakan produk yang telah dipilihnya tersebut.
Keempat, Hospitality. Keramahan dan sopan santun dari para karyawan,
suasana dan ruang tunggu yang nyaman, kios untuk membeli makanan
dan minuman hingga WC/Toilet yang bersih dan tidak bau menjadi
etalase yang akandirasakan langsung oleh pengguna.
Kelima, Caretaking. Variasi latar belakang pengguna yang berbeda-beda
akan menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula.
Keenam, Exceptions. Dalam hal tertentu pengecualian kualitas
pelayanan diharapkan oleh pengguna layanan, misalnya, restitusi akibat
produk tidak bisa dipakai, layanan untuk orang tua. dan sebagainya.
Ketujuh, Billing. Keputusan pengguna layanan untuk membeli atau tidak
juga terletak pada titik krusial ketika tahap administrasi pembayaran.
Kedelapan, Payment. Penyedia layanan hendaknya memberikan
alternative layanan pembayaran sesuai dengan kebutuhan dari
pelanggan, misalnya, self service payment seperti transfer bank melalui
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
21
credit card, debet langsung pada rekening pelanggan di bank, hingga
tagihan di rumah.
Lebih jauh Hogwood menekankan bahwa agenda yang berkaitan dengan
efisiensi melalui otonomi pada manajemen sektor publik menggunakan
indikator- indikator tanggung jawab politik dan keuangan serta tanggung
jawab pada customer/consumer sektor publik. (Hogwood dalam Eliassen
Kooiman). Sejalan dengan penjelasan tersebut, paradigma baru dalam
melakukan reformasi birokrasi pemerintahan melalui reinventing government
menekankan ke arah pelayanan yang Customer driven yaitu suatu pelayanan
publik yang dikendalikan oleh kebutuhan dan harapan publik
(Osborne,Gaebler, 1995). Secara singkat dinyatakan bahwa customer atau
consumer (publik pengguna layanan) atau user adalah bagian dari lingkungan
eksternal yang melingkupi organisasi publik yang dapat menghasilkan demand
maupun support dalam setiap produk kebijakan dan program yang dihasilkan.
Dengan demikian, memperhatikan dengan sungguh- sungguh kepuasan publik
dalam menggunakan layanan yang disediakan menjadi titik perhatian penting
bagi kelangsungan Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah (Hughes,1994:214-
216).
Dalam menilai kinerja pelayanan publik dengan mengacu pada kepuasan
publik sebagai pengguna layanan tersebut, Parasuraman et all. (1988)
mengajukan beberapa indikator kepuasan publik, yaitu, pertama, tangible,
yaitu kualitas pelayanan yang dilihat dari sarana fisik yang kasat mata,
misalnya berupa fasilitas atau sarana perkantoran, komputerisasi,
administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya. Kedua,
reliability, yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan pelayanan
yang terpercaya. Ketiga, responsiveness, yaitu kesanggupan untuk membantu
dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap
keinginan konsumen. Keempat, assurance, yaitu kemampuan dan keramahan
serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
22
Kelima, empathy, yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap
konsumen.
Namun demikian penerapan pendekatan servqual tersebut hendaknya
memperhatikan pula pengukurannya terhadap dua dimensi yang terkait yaitu,
disatu sisi penilaian servqual dilakukan pada dimensi konsumen (consumer),
sedangkan disisi lain penilaian juga dilakukan pada dimensi provider (penyedia
layanan) atau secara lebih operasional terhadap kemampuan kualitas layanan
dari mereka yang ada tingkat front-line service. Dengan melakukan
penilaianterhadap dua dimensi tersebut maka akan terlihat kesenjangan atau
gap antara harapan dan kenyataan yang dialami oleh para pengguna layanan
tersebut. Perbedaan ini terjadi antara persepsi manajemen (hingga front-line
service) terhadap harapan-harapan konsumen tersebut. Dalam menjelaskan
perbedaaan tersebut Zeithaml-Parasuraman-Berry memaparkan terdapat lima
kesenjangan dalam service quality, yaitu, pertama, kesenjangan antara
harapan konsumen dengan persepsi manajemen. Terjadi antara dimensi
konsumen dengan dimensi manajemen pada tingkat atas. Faktor-faktor utama
yang menjadi penyebab adalah:
pertama, perusahaan atau organisasi kurang berorientasi pada riset
pasar. Kedua, ketidakcukupan komunikasi ke atas secara hirarkis dan
ketiga, jenjang struktur organisasi yang terlalu bertingkat sehingga
menimbulkan jarak yang jauh antara para pembuat kebijakan dengan
front line.
Kedua, kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap harapan
konsumen dengan spesifikasi kualitas pelayanan. Terdapat dua faktor
utama yang menjadi penyebab gap ini, yaitu; pertama, komitmen
manajemen terhadap kualitas layanan yang rendah; kedua, standarisasi
tugas belum tersedia.
Ketiga, kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan
kenyataan delivery service di tingkat bawah. Gap ini terjadi karena suatu
perusahaan atau organisasi belum memiliki spesifikasi atau suatu citra
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
23
pelayanannya yang khas. Faktor-faktor penyebabnya adalah, Pertama,
role ambiguity, atau kecenderungan yang menimpa front line service
terhadap kondisi bimbang dalam memberikan pelayanan karena tidak
terdapatnya kepastian/standarisasi dari tugas mereka. Kedua, role
conflict, kecenderungan dimana para pegawai merasa tidak memilik
kemampuan untuk memuaskan pelanggan. Ketiga, tidak ada kesesuaian
antara skill pegawai bidang tugas yang sesuai. Keempat, kurangnya
teknologi yang sesuai. Kelima, tidak ada kesesuaian antara sistem
kontrol/evaluasi dengan sistem imbalan bagi pegawai. Keenam, kurang
teamwork.
Keempat, kesenjangan antara kenyataan delivery service quality dengan
komunikasi terhadap pelanggan. Faktor-faktor penyebabnya adalah,
pertama, ketidakpastian komunikasi horizontal antara level operasional,
antara bagian penjual-bagian operasional, dan antara cabang-cabang
dengan induk organisasi. Kedua, kecenderungan menjanjikan sesuatu
pada konsumen secara berlebihan.
Kelima, kesenjangan yang terjadi pada “harapan” konsumen dengan
“persepsi” tentang pelayanan. Secara keseluruhan gap atau
kesenjangan pada kedua dimensi (customer dan provider) digambarkan
dalam gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Model Konseptual Service Quality (Servqual)
Sumber : Zeithaml-Parasuraman-Berry, 1990
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
24
Model tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Zeithaml bersama-
sama dengan Parasuraman dan Berry untuk membuat instrument dalam
mengukur kinerja pelayanan. Ada 10 (sepuluh) indikator kinerja pelayanan
yang mereka kembangkan, yaitu:
1. Penampilan fisik (Tangible), yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa
fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
2. Keterandalan (Reliability) mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi
kerja (performance) dankemampuan untuk dipercaya (dependability).
Berarti aparat pemerintah dalam memberikan jasanya harus secara
tepat semenjak saat pertama (right the first time), disampng
memenuhi janjinya.
3. Daya tanggap (Responsiveness), artinya kemauan atau kesiapan para
aparat pemerintah untuk memberikan jasa yang dibutuhkan
masyarakat.
4. Kemampuan (Competence), artinya setiap aparat pemerintah dalam
suatu SKPD memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
agar dapat memberikan jasa tertentu.
5. Kesopanan (Courtesy), meliputi sikap sopan, respek, perhatian dan
keramahan yang dimiliki para contact personel (seperti resepsionis,
operator telepon, dan lain-lain).
6. Kredibilitas (Credibility), yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
Kredibilitas mencakup nama unit pelayanan (SKPD), reputasi unit
pelayanan, karakteristik pribadi contact personel, dan interaksi dengan
pelanggan.
7. Keamanan (Security), yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keraguan.
Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), kemanan
financial (financial security), dan kerahasiaan (confidentiality).
8. Akses (Access) meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui,
Berarti lokasi layanan jasa yang mudah dijangkau, waktumenunggu
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
25
yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi unit layanan mudah
dihubungi, dan lain- lain.
9. Komunikasi (Communication), artinya memberikan informasi kepada
pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu
mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
10. Pemahaman terhadap pelanggan (Understanding the Customer), yaitu
usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
2.5 Survey Kepuasan Masyarakat
Kualitas pelayanan publik merupakan sebuah indikator utama dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, mulai pemerintah pusat hingga
pemerintah daerah. Bahkan Kementerian PANRB mendorong peningkatan
kualitas pelayanan publik melalui penghargaan bagi instansi pemerintah yang
melakukan pengembangan dan Inovasi Pelayanan Publik. Untuk itu dalam
rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik secara berkelanjutan,
pemerintah menetapkan kebijakan untuk melaksanakan Survei Kepuasan
Masyarakat bagi instansi penyelenggara pelayanan publik.
Sebelumnya Survei Kepuasan Masyarakat diatur dalam peraturan Kep Menpan
KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan IKM Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah.Namun dikarenakan belum mengacu kepada
UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan perlu adanya
keselarasan dengan Standar Pelayanan maka diubah menjadi Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap
Penyelenggara Pelayanan Publik.
Berdasarkan Permenpan No. 16 Tahun 2014, Survei Kepuasan Masyarakat
adalah pengukuran secara komprehensif kegiatan tentang tingkat kepuasan
masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat.
Melalui survei ini diharapkan mendorong partisipasi masyarakat sebagai
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
26
pengguna layanan dalam menilai kinerja penyelenggara pelayanan serta
mendorong penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan melakukan pengembangan melalui inovasi-inovasi pelayanan
publik.
Pelaksanaan SKM menjadi sangat penting, selain untuk mengukur kepuasan
masyarakat sebagai pengguna pelayanan juga meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pelayanan publik. Mengingat hasil SKM diharapkan dapat:
a) memberikan informasi mengenai kelemahan atau kekuatan dari
masing-masing unit penyelenggara pelayanan publik;
b) mengukur secara berkala penyelenggaraan pelayanan yang telah
dilaksanakan oleh unit pelayanan publik;
c) menjadi bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan langkah
perbaikan pelayanan;
d) sebagai umpan balik dalam memperbaiki pelayanan.
Mengingat begitu pentingnya pelaksanaan SKM, maka diharapkan agar
penyelenggara pelayanan publik dapat melaksanakan SKM minimal satu kali
dalam setahun, sesuai dengan apa yang diamanahkan dalam Peremenpan dan
RB Nomor 14 Tahun 2017 tersebut.
Agar SKM dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka hendaknya
penyelenggara pelayanan publik memperhatikan beberapa hal diantaranya:
(1) Internalisasi SKM. Penyelenggara pelayanan publik sebagai salah satu
aktor dalam SKM, diharapkan memahami SKM secara menyeluruh.
Mulai dari pengertian sampai dengan hasil yang diharapkan, sehingga
menepis anggapan bahwa SKM hanyalah kegiatan rutin semata.
Pemahaman mengenai SKM secara menyeluruh ini tentu saja harus
dialami oleh seluruh elemen organisasi penyelenggara pelayanan
publik. Hal ini penting karena untuk:
a) mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan SKM;
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
27
b) mendapatkan dukungan terhadap hasil SKM; dan
c) mendapatkan komitmen untuk peningkatan kualitas pelayanan
publik. Kegiatan yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan
proses internalisasi, baik dengan melakukan sosialisasi formal dan
personal kepada seluruh elemen irganisasi.
(2) Memperhatikan Metodologi SKM. Menurut Permenpan 14 Tahun 2017,
penyelenggara pelayanan diberikan keleluasaan untuk melakukan
penyesuaian indikator, metodologi survey, pengolahan data, dan
penyusunan laporan, selama dapat dipertanggung jawabkan secara
akademis. Hal ini dikarenakan heterogenitas jenis pelayanan dan
sumberdaya yang dimiliki oleh penyelenggara pelayanan publik.
Walaupun demikian, penyelenggara pelayanan publik dapat melakukan
memberikan perhatian khusus kepada metodologi dengan melakukan
beberapa hal. Pertama, melakukan pemilihan jenis pelayanan yang
menjadi objek SKM secara spesifik. Agar hasil yang diharapkan dapat
menggambarkan kepuasan secara spesifik. Diharapkan seluruh jenis
pelayanan yang disediakan penyelenggara pelayanan dapat menjadi
objek SKM. Jika kurang memungkinkan prioritaskan pelayanan yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kedua, melakukan
pemilihan metode pengambilan sampel yang semakin mendekati
populasi. Mengingat sampel yang semakin mendekati populasi
diharapkan dapat semakin menggambarkan karakteristik populasi.
Ketiga, dengan melakukan pengujian validitas dan reliablitas
instrument survei. Mengingat instrument yang baik memenuhi kriteria
validitas dan reliabilitas, sehingga ukuran yang dihasilkan dapat
menggambarkan kepuasan dengan baik.
(3) Penguatan Partisipasi Masyarakat. Dalam pelaksanaan SKM,
penyelenggara pelayanan publik bukanlah aktor tunggal. Aktor lain
yang harus ikut terlibat adalah masyarakat. Mengingat objek utama
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
28
dari SKM ini adalah pendapat masyarakat, sehingga mustahil kiranya
SKM dapat dilaksanakan tanpa partisipasi masyarakat. Semakin banyak
dan aktif masyarakat berpartisipasi, hasil SKM diharapkan menjadi
semakin baik, mengingat akan semakin tergambarkan pendapat
masyarakat dalam SKM. Keuntungan lain yang dapat diperoleh adalah
meningkatnya kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya dapat
berbuah dukungan kepada penyelenggara pelayanan public serta
tingkat objektivitas hasil akan semakin baik. Cara yang dapat ditempuh
adalah memberikan sosialisasi mengenai SKM, khususnya mengenai
mekanisme, tujuan, dan hasil SKM, secara komprehensif kepada
masyarakat. Dan, melibatkan masyarakat sebagai elemen pelaksana
SKM tidak sebatas sebagai responden saja, namun dapat juga sebagai
tim ahli, narasumber, pengolah data, surveyor, dan lainnya.
(4) Penyusunan rencana tindak lanjut. Tentu saja diharapkan SKM tidak
berhenti pada titik penyampaian laporan tentang SKM. Penyelenggara
hendaknya menyusun rencana tindak lanjut peningkatan kualitas
pelayanan publik sesuai dengan hasil SKM. Rencana ini dapat
diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada indicator
maupun jenis pelayanan yang masih memiliki nilai rendah oleh
masyarakat. Rumusan rencana ini juga dapat didiskusikan dengan
masyarakat untuk mendapatkan dukungan sumberdaya.Diharapkan
dengan memperhatikan beberapa hal tersebut, hasil SKM dapat
mencapai tujuan yang diharapkan dan peningkatan kualitas pelayanan
publik dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
29
BAB III
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
3.1 Pendekatan
Survey Kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik pada DPM-
PTSP Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018 ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan menyajikan tingkat kepuasan masyarakat akan kualitas
pelayanan publik dalam bentuk angka-angka numerik yang kemudian akan
dideskripsikan untuk memberikan penjelasan terhadap tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh DPM-PTSP Provinsi
Kepulauan Riau.
3.2 Indikator
Mengacu kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat
Unit Penyelenggara Pelayanan Publik, maka untuk mengukur tingkat
kepuasan masyarakat terhadap kulitas pelayanan publik pada DPM-PTSP
Provinsi Kepulauan Riau ini ditetapkanlah 9 indikator sebagai berikut:
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan
suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
30
4. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang
diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Produk pelayanan ini merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis
pelayanan.
5. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan
pengalaman.
6. Perilaku Pelaksana
Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
7. Maklumat Pelayanan
Maklumat Pelayanan adalah merupakan pernyataan kesanggupan dan
kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan, adalah tata cara
pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
9. Layanan Website
Jenis layanan yang mempergunakan media daring berupa website
3.3 Teknik Pengukuran
Teknik pengukuran dalam survey kepuasan masyarakat ini menggunakan skala
sebagai berikut:
Tingkat Kepuasan
Untuk mengukur kepuasan responden diminta untuk memilih 1 di antara 4
jawaban dengan skor masing-masing sebagai berikut:
a. Sangat Tidak Puas (STP) Skor = 1
b. Tidak Puas (TP) Skor = 2
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
31
c. Puas (P) Skor = 3
d. Sangat Puas (SP) Skor = 4
3.4 Teknik Analisa Data
Untuk menjawab maksud dan tujuan dari kegiatan Survey Kepuasan
Masyarakat ini digunakan beberapa teknik analisis data, diantaranya:
1. Analisis deskriptif dan grafik
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan pengelompokkan responden
dalam tampilan prosentase dan grafik sehingga mudah untuk dipahami.
Selain untuk responden analisis ini juga digunakan untuk mendeskripsikan
tanggapan responden terhadap kualitas dan harapan akan pelayanan dalam
bentuk persentase.
2. Perhitungan Indeks
Perhitungan indeks dilakukan untuk mengetahui kategori kinerja
pelayanan, apakah berada pada kategori Tidak Baik, Kurang Baik, Baik,
atau Sangat Baik. Perhitungan indeks menggunakan pendekatan rumus
sebagai berikut:
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
32
Selanjutnya indeks yang diperoleh dikelompokkan sebagai berikut : Tabel. 3.1.
Interval Indeks Kepuasan Masyarakat
Nilai Interval IKM Nilai Interval
Konversi IKM
Mutu Pelayanan Kinerja
Pelayanan
1,00 – 2,59 25,00 – 64,99 D Tidak Baik
2,60 – 3,06 65,00 – 76,60 C Kurang Baik
3,064 – 3,53 76,61 – 88,30 B Baik
3,53 – 4,00 88,31 – 100,00 A Sangat Baik
3.5 Teknik Penyajian Data
Dengan 2 teknik analisa data sebagaimana yang telah disebutkan di atas, ,
tingkat kepuasan masyarakat akan pelyanan akan disajikan dalam dua bentuk,
yaitu: secara keseluruhan yang terdiri dari 11 sektor pelayanan sebagaimana
yang telah disebutkan pada bab sebelumnya dan secara parsial dengan
menyajikan tingkat kepuasan masyarakat akan pelayanan per tiap sektor
pelayanan tersebut.
3.6 Rancangan Teknik Penarikan/Pengambilan Sampel
Teknik penarikan sampel atau teknik sampling yang akan digunakan dalam
survey kepuasan masyarakat ini adalah teknik Insidental Sampling, yaitu
dengan menjadikan setiap orang atau masyarakat yang sedang melakukan
proses pelayanan pada DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau sebagai
responden. Kegiatan pengambilan sampel ini akan dilakukan dalam kurun
waktu 07 Agustus s/d 18 September 2018, dengan jumlah responden sebanyak
100 orang.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
33
3.7 Instrumen Survey
Instrumen yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah kuesioner yang terdiri
dari bebereapa bagian, yaitu:
a. Identitas responden
Bagian ini berisi data identitas responden, data ini terutama digunakan
untuk proses QC dan pengelompokkan responden. Data identitas
responden meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
pekerjaan responden dan jenis pelayanan yang diurus.
b. Pendapat masyarakat
Pada bagian ini ditanyakan pendapat masyarakat yang meliputi
kepuasan atas 9 unsur pelayanan publik. 9 unsur pelayanan tersebut
mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Survei
Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
c. Keluhan dan Saran
Pada bagian ini, masyarakat dapat menyampaikan:
1. Keluhan yang pernah dirasakan responden terhadap pelayanan publik
pada DPM-PTSP Provinsi Kepulauan Riau
2. Saran responden untuk perbaikan pelayanan publik pada DPM-PTSP
Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
34
LAKI-LAKI, 86%
PEREMPUAN, 14%14%
LAKI-LAKI PEREMPUAN
Bab IV
Analisa dan Pembahasan
4.1 Deskripsi/Gambaran Responden
Pengguna layanan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, dalam kurun waktu pengambilan data 07 Agustus hingga 18 September
2018 ialah berjumlah 100 orang responden, dengan rincian laki-laki sebanyak
86% dan Perempuan 14%
Diagram 4.1
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Diagram 4.2
Responden Berdasarkan tingkat Pendidikan
Dari 100 responden yang menggunakan dan menerima layanan pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, terdapat keragaman
tingkat jenjang pendidikan responden, yakni: Sekolah Dasar terdapat 1
SD SMP SMA S1 S2TIDAK
JAWAB
PENDIDIKAN 1 3 28 58 5 5
1 3
28
58
5 50
10
20
30
40
50
60
70
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
35
responden, Sekolah Menengah Pertama 3 responden, Sekolah Menengah Atas
28 responden, Strata 1 sebanyak 58 responden, strata 2 terdapat 5 responden,
dan responden yang tidak menjawab sebanyak 5 responden.
Diagram 4.3
Responden Berdasarkan Usia
Pengguna/penerima layanan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, berdasarkan usia terbanyak pada rentang usia 31-40 tahun
berjumlah 14 responden, usia 41-50 tahun terdapat 12 responden, sedangkan
pada rentang usia 20-30 dan 51 tahun keatas secara berturut-turut terdapat 5
responden dan 1 responden.
Diagram 4.4
Responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan responden yang memperoleh dan mempergunakan
layanan pada Dinas Penanaman Modal; dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Prov Kepulauan Riau, yakni swasta 47%, wirausaha 16%, PNS (ASN) 17%, dan
20-30TAHUN
31-40TAHUN
41--50TAHUN
51 TAHUNKE ATAS
TIDAKJAWAB
USIA 5 14 12 1 68
0
10
20
30
40
50
60
70
80
BUMN
DIREKTUR
DOSEN
HONORER
HRD PNSSWAS
TA
WIRAUSAH
A
TIDAKJAWA
B
PEKERJAAN 2 1 1 1 1 17 47 16 14
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
36
selanjutnya BUMN 2 responden, sedangkan direktur, dosen, honorer dan hrd
sejumlah 1 pada tiap profesi.
Diagram 4.5
Loket Layanan yang diakses oleh Responden
Loket layanan yang terbanyak diakses oleh responden ialah pada loket (2) 17
responden, loket (4) 11 responden, loket (1) 8 responden, dan loket 3 dan 5
sebanyak 5 responden.
Pada tahun 2018 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
telah mempergunakan layanan daring berbasis website, dari 100 responden
yang dilakukan survey diketahui bahwasanya pengguna layanan daring
tersebut berjumlah 34% dan sebanyak 66% tidak pernah memergunakan
layanan daring tersebut(diagram 4.6), dan juga dapat diketahui bahwasanya
tingkat kepuasan pengguna layanan daring yakni sebesar 2,85% (Tabel 4.7).
8
0 0 0 0
2
0 0 0 0
0 10
0 0 0
0
5
0 0 0
0
2
0 0 0
0
2
0 0 0
0
0
5
0 0
0
0
2
0 0
0
0
06
0
0
0
02
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
1
LOKET 1 LOKET 2 LOKET 3 LOKET 4 LOKET 5
PERTAMBANGAN TIDAK JAWAB
LINGKUNGAN SIUP
SIPI PINJAM PAKAI
IZIN OPERASIONAL SEKOLAH JASA TRANSPORTASI
RPTK IPPKH
PBF IPAK
APK TIDAK JAWAB2
PENANAMAN MODAL PERIZINAN
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
37
Diagram 4.6
Akses Websites
4.2 Analisis Kepuasan Masyarakat
Merujuk pada Peraturan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 31 Tahun 2018
tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 51 Tahun
2017 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Kepulauan Riau, bahawasanya Jenis perizinan dan non perizinan terdiri dari
sektor-sektor: a. Penanaman Modal; b. Lingkungan Hidup dan Kehutanan; c.
Kesehatan; d. Perhubungan; e. Tenaga Kerja dan Transmigrasi; f. Kelautan dan
Perikanan; g. Energi dan Sumber Daya Mineral; h. Perindustrian dan
Perdagangan; i. Pendidikan; j. Kebudayaan; k. Ketahanan Pangan, Pertanian,
dan Kesehatan Hewan; l. Sosial; m. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah; n.
Kesatuan Bangsa dan Politik; dan o. Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan
Pertanahan.
Diketahui bahwasanya kepuasan tertinggi yang dirasakan oleh responden
ialah pada unsur Perilaku adalah 3,46 dan rerata kepuasan terendah ialah
Waktu layanan adalah 2,83.
34%
66%
PERNAH TIDAK PERNAH
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
38
Tabel 4.7 Rata-rata kepuasan dan Indeks Kepuasan Masyarakat
Berdasarkan survey yang dilakukan maka diperoleh Indeks Kepuasan
Masyarakat pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
pada tahun 2018 ialah 77,21.
Unsur Rata-Rata Kepuasan
Rata-Rata Timbang
Persyaratan 3,37 0,37
Prosedur 3,05 0,34
Waktu 2,83 0,31
Produk 2,99 0,33
Kompetensi 3,36 0,37
Perilaku 3,46 0,38
Sapras 2,99 0,33
Pengaduan 2,92 0,32
Layanan Website 2,85 0,32
Jumlah 27,82 3,09
IKM 77,21
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
39
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan.
Berdasarkan analisis kepuasan masyarakat yang telah disampaikan, maka
dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut:
1. Diketahui bahwasanya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap kualitas
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh DPM-PTSP Prov
Kepulauan Riau, memperoleh Nilai IKM 77.21 dengan Nilai Mutu “B”
2. Dari sembilan unsur pelayanan yang diberikan oleh DPM-PTSP,
diketahui bahwa : Unsur Perilaku dengan rata-rata kepuasan tertinggi,
yakni 3.46, Unsur persyaratan dengan rerata kepuasan diperoleh nilai
3.37, unsur prosedur dengan nilai 3.05, dan Unsur Kompetensi 3,36
sedangkan unsur waktu, produk, sarana dan prasarana, pengaduan dan
layanan website, masing-masing memperoleh nilai kurang dari 3.
3. Sebanyak 66 % dari total responden tidak/belum mempergunakan
layanan website, walaupun layanan ini telah dioperasionalkan oleh
DPM-PTSP Prov Kepulauan Riau.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1993, Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan Pelayanan, Deptan RI,
Jakarta
Basuki, Johanes. 2002. Pelayanan Prima. LAN. Jakarta.
Batinggi, Ahmad, 1999. Manajerial Pelayanan Umum, Universitas Terbuka,
Jakarta.
Djoko Widodo, 2000. Buku Ajar Pola Pelayanan, JilidIII. EdisiIV. Jakarta. FKUI.
Dwiyanto, Agus. 1997. Pemerintahan yang Efisien, Tanggap, dan Akuntabel: Kontrol atau Etika?. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), MAP UGM. Yogyakarta. Vol. I, No.2 , Juli 1997.
Gaspersz, V. 1997. Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-Konsep Kualitas
Dalam Manajemen Bisnis Total, Penerbit PT Gramedia PustakaUtama,
Jakarta.
Masdar, Sjahrazad, et.al. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Pelayanan Publik. Airlangga University Press. Surabaya
Moenir, H.A.S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Aksara,
Jakarta.
Moleong, Lexi J, Dr.M.A. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Ndraha, Taliziduhu. 2000. Ilmu Pemerintahan (Kybernology). Rineka Cipta.
Jakarta.
Osborne, David dan Gaebler, Ted. 1996. Mewirausahakan Birokrasi. Pustaka Binaman Pressindo Jakarta.
Saefullah, Djadja. 1997. Tinjauan Pustaka dan Penggunaan Informasi
Kepustakaan Dalam Penulisan Tesis dan Desertasi. Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran. Bandung
Syafiie, Inu Kencana. 1999. Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipta, Jakarta.
Tjiptono, Fandy. 1997. Total Quality Manajemen. Andi. Yogyakarta.
Laporan Survey Kepuasan Masyarakat DPM-PTSP Provinsi Kepulauaun Riau
2018
41
Zeithaml, Valarie A. & Mary Jo Bitner. 1996. Service Marketing, Mcgraw–Hill
International Edition.
PeraturandanPerundang-undangan
Undang-Undang RI No. 25 Tahun 2009 tentang PelayananPublik
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kepmenpan No 25 Tahun 2004 tentang pedoman umum penyusunan Indeks
kepuasan masyarakat dan unit pelayanan instansi pemerintah
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2014
Tentang Pedoman Survey Kepuasan Masyarakat Terhadap
Penyelenggaraan Publik.