Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku,
budaya, etnis, dan agama dan golongan. Keanekaragaman ini di satukan
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda.
Semboyan ini dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah suatu bangsa yang
mencerminkan jati diri bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya budaya
yang berbeda-beda dari berbagai macam etnis suku, agama, ras dan golongan
masyarakat namun tetap bersatu dalam negara kesatuan Indonesia. Akan tetapi
di satu sisi lain dari keberagaman suku bangsa, agama, ras dan antar golongan
ini sebenarnya menyimpan satu potensi konflik yang dapat memcah belah
persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena dari keberagaman ini dapat memicu
sutau konflik yang melibatkan perpecahan atau kerusuhan massal antar etnis
suku bangsa, antar agama, ras dan antar golongan SARA. Sesuai seperti apa
yang dikatakan oleh najwan (2009 : 196) dari keberagaman budaya, etnis,
agama dan multi golongan ini dari satu sisi secara teori multi budaya
merupakan potensi budaya yang dapat mencerminkan jati diri bangsa yang
besar, akan tetapi dari sisi lain juga berpotensi menimbulkan konflik yang
dapat mengecam integrasi bangsa karena konflik antar budaya dapat
menimbulkan pertikaian antar etnis, antar agama, ras dan golongan SARA
yang bersifat sensitif dan rapuh yang menjurus kearah disintegrasi bangsa
Indonesia.
Kondisi dan situasi seperti ini merupakan suatu kewajaran sejauh
perbedaan ini di sadari keberadaannya. Namun, ketika perbedaan ini di sadari
keberadaannya dan dihayati perbedaan tersebut mengemuka dan menjadi
ancaman untuk kerukunan hidup. Perbedaan tersebut menjadi masalah yang
harus diselesaikan. Masyarakat Indonesia yang multikultur memiliki potensi
yang besar untuk terjadinya konflik sara antar kelompok, ras, agama, dan suku
bangsa. Indikasi ke arah itu terlihat dari tumbuh suburnya berbagai organisasi
2
kemasyarakatan, profesi, dan organisasi lainnya. Selain itu, muncul juga
berbagai macam aliran keagamaan.1
Salah satu koflik yang bernuansa SARA di Indonesia terjadi di
berbagai daerah, termasuk peristiwa penembakan empat mahasiswa Trisakti
pada 12 Mei 1998 ternayata berbuntut panjang dan menyulut emosi warga.
Akibatnya, keesokan hari jakarta menjadi lautan aksi massa yang terjadi di
beberapa titik, penjarahan dan pembakaran tidak bisa dihindarkan. Krisis
moneter berkepanjangan di tahun 1998 berujung pada aksi kerusuhan hebat
pada penghujung rezim Orde Baru pimpinan almarhum Soeharto. Saat itu,
Indnesia dilandasi krisis ekonomi yang sangat parah sehingga melumpuhkan
seluruh persedian ekonomi dalam negeri. Kerusuhan yang terjadi menular
pada konflik antar etnis pribumi dan etnis Tioghoa. Saat itu, banyak aset milik
etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar oleh massa yang kalap. Massa
pribumi juga melalukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap para
wanita etnis Tionghoa. Konflik antar etnis itu menjadi sejarah kelam di
penghujung pemerintahan rezim Soeharto. Konflik yang berbau agama paling
tragis meledak pada tahun 1999 silam. Konflik dan pertikaian yang melanda
masyarakat Ambon-Lease sejak januari 1999, telah berkembang menjadi aksi
kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua
tatanan bermasyarakat. Konflik tersebut kemudian meluas dan menjadi
kerusuhan hebat antara umat Islam dan Kristen yang berujung pada banyaknya
orang meregang nyawa. Kedua kubu berbeda agama ini saling serang dan
bakar membakar bangunan serta sarana ibadah. Saat itu, aparat penegak
hukum dianggap gagal menangani konflik dan merebak isu bahwa situasi
sengaja dibiarkan berlanjut untuk mengalihkan isu-isu besar lainnya.
Kerusuhan yang merusak tatanan kerukunan antar umat bergama di Ambon itu
berlangsung lama sehingga menjadi isu sensitif. Beberapa konflk terjadi di
indonesia, baik yang berdasarkan suku, agama maupun agama (SARA).
Seperti konflik agama di Poso tahun 1998, konflik etnis madura di Sambas,
Kalimantan Barat pada tahun 1999, konflik di Maluku tahun 1999-2004
(Leatemia, 2011 : 45).
1 Suryana, Yaya & Rusdiana, H. A. 2015. Pendidikan Multikultural (Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bansa)
Konsep-Prinsip-Implementasi. Bandung: CV Pustaka Setia. Hal. 1-2
3
Seharusnya di Indonesia tidak boleh terjadi konflik SARA, karena
Indonesia memilki konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai warisan tradisi
tentang harmonisasi dan toleransi antar semua warga negara, namun kemudian
dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,
dengan cara bersikap yang seakan harmonis dalam masyarakat. implementasi
motto Bhinneka Tunggal Ika bukan diajukan untuk persatuan bangsa, namun
lebih menumbuhkan eksklusuvisme dan kecemburuan sosial.2 Hal tersebut
pada akhirnya menjadi proses awal munculnya pertikaian SARA (suku,
agama, ras, dan antar golongan) yang semula kurang disadari oleh sebagian
besar rakyat Indonesia selama rezim orde baru berkuasa. konsep kebhinekaan
secara simbolis diakomodasi melalui sejumlah lambang kedaerahan dengan
tatanan yang serba sentral dan diatur sedemikan rupa ketatnya dengan
mengatasnamakan persatuan dan menghiraukan perbedaan dan keragaman
yang terdapat didalam masyarakat Indonesia.3
Pada prakteknya konsep Bhinneka Tunggal Ika tidak berjalan efektif,
karena proses konflik itu akan selalu terjadi dimanapun di indonesia. Konflik
merupakan realitas permanenn dalam perubahan. Dan perubahan adalah
realitas permanen dalam kehidupan, dan dialektika adanya konflik, perubahan
dan kehidupan akan bersifat permanen. Meskipun demikian, konflik tidak
boleh dibiarkan berkembang menjadi liar dan kemudian merusak tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah menjadi konsensus nasional.
Indonesia yang dikenal dengan jumah suku bangsa terbanyak di dunia yaitu
sekitar 1.128 suku bangsa. Penduduk Indonesia menganut beragam agama
yaitu, Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Khonghucu.
Sebagai sebuah ide multikultural terserap dalam berbagai interaksi
yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup
dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi, kehidupan politik, dan berbagai
kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan. Kajian-kajian
mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antar manusia dalam berbagai
manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan
yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan
2 Jalal, Faisal & Supriadi, Dedi. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta:
Adicita. Hal. 39 3 Budianta, Melani. 2003. “Multikulturalisme dan pendidikan Multikultural” dalam Azyumardi Azra, dkk,
Mencari Akar Kultural Civil Society di Indonesia. Jakarta: INCIS. Hal. 89
4
multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
di Indonesia.
Kelompok masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek
suku, ras, agama, serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa
terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang
demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar etnis, agama
dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Hal itu menunjukkan bahwa
sentimen dan kepercayaan yang berlebih tentang keyakinan masyarakat
terhadap salah satu kelompok, golongan, dan agama akan menimbulkan
konflik, baik yang bernuansa sosial, ekonomi, politik, maupun agama. Bukti
ini sekaligus menunjukkan bahwa potensi konflik ada di berbagai bidang.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang simultan dilakukan agar konflik
yang potensial tersebut dikelola secara seksama, baik oleh pemerintah daerah,
organisasi LSM, maupun aparat penegak hukum.
Berbicara konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan
keanekaragaman, secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang
menjadi ciri masyarakat majemuk karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.4 Multikulturalisme
mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik
dan demokrasi, keadilan dan penegak hukum, kesempatan kerja dan berusaha,
hak asasi manusia, hak budaya komunitas, dan golongan minoritas, prinsip-
prinsip etika dan moral, tingkat dan mutu produktivitas, serta berbagai konsep
lainnya yang lebih relevan.
Seiring dengan perkembagan peradaban manusia, pendidikan
dilaksanakan secara lebih sistematis dan terorganisasi dalam bentuk
pendidikan formal ataupun non-formal. Dalam konteks ini manusia pada
dasarnya dapat sebagai subjek sekaligus objek pendidikan. Sebagai subjek
pendidikan, manusia berperan aktif dalam proses dan pelaksanaanya. Manusia
juga bertanggung jawab sebagai perencana, pengelola sekaligus pihak yang
harus mengevaluasi dan mengawasi proses berlangsungnya pendidikan.
Adapun sebagai objek, manusia menjadi sasaran yang harus di dituju dan
digarap oleh pendidikan.
4 Suryana, Yaya & Rusdiana, H. A. 2015. Ibid. Hal.194
5
Pendidikan multikultural lahir karena ada permasalahan manusia yang
ditindas akibat perbedaan. Pendidikan multikultural itu sangat memuliakan
manusia karena memandang semua manusia setara, dapat bekerja sama dan
saling menghormati walaupun berbeda budaya, ras, etnis, agama, jenis
kelamin, dan cara pandang konflik yang bernuansa agama, tampaknya
berkorelasi kuat dengan faktor non agama. Agama biasanya merupakan faktor
pemicu kerusuhan yang didahului dengan konflik yang bernuansa perbedaan
agama dan kelompok.
Oleh karena itu, melalui pendidikan multikultural kita dapat memberi
seluruh siswa/mahasiswa tanpa memandang status sosial, ekonomi, gender,
orientasi seksual, atau latar belakang etnis, ras atau budaya kesempatan yang
setara untuk belajar disekolah. Pendidikan multibudaya juga di dasari pada
kenyataaan bahwa siswa tidak belajar dalam kekosongan, budaya mereka
memengaruhi mereka untuk belajar dengan cara tertentu. Pendidikan
multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang
keanekaragaman cultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau
penghapusan jenis prasangka atau prejudice untuk suatu kehidupan
masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat dijadikan
instrument strategis untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan
seseorang terhadap bangsanya (Parkay da Stanford 2011 : 35).
Selanjutnya, prinsip penyelenggaraan pendidikan secara jelas juga
telah diuraikan dalam undang-undang sisdiknas tersebut, yaitu tercantum pada
pasal 4, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan system terbuka
dan multimakna, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang beralangsung sepanjang
hayat, pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran, pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua kompnen masyarakat melalui
peran serta dalam penyelenggaraan dan pengadilan mutu layanan pendidikan.
6
Secara rinci, cita-cita nasional yang terkait dengan kegiatan pendidikan
telah dituangkan dalam undang-undang sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah untuk menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pendidikan bagian dari kegiatan kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa. Oleh sebab itu kegiatan pendidikan merupakan perwujudan
dari cita-cita bangsa. Dengan demikan kegiatan pendidikan nasional sebagai
suatu organisasi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional.
Sejalan dengan nilai-nilai yang telah disepakati LSM Encompass
Indonesia diharapkan dapat ikut mengambil peran dalam membangun sikap
dan nilai-nilai multikultural dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.
Segala bentuk kemajemukan dan perbedaan yang dimilki individu maupun
kelompok memunculkan potensi terjadinya prasangka dan konflik antar
individu maupun kelompok memunculkan potensi terjadinya prasangka dan
konflik antar Individu maupun kelompok, bahkan dapat merambah
keperbedaan wilayah yang lebih luas, wilayah geografis, etnis, budaya, agama,
keyakinan, dan pola pikir. Perkembangan Indonesia dalam berbagai bidang,
dapat pula menimbulkan potensi konflik karena adanya perbedaan
kepentingan / interest baik individu maupun kelompok. Hal ini dapat
menimbulkan prasangka yang tidak benar karena sikap individualisme yang
makin meningkat. Demikian pula konflik antar etnis dan umat bergama yang
menjadi sorotan media seperti kasus yang terjadi di Ambon (Poso - Maluku),
Lampung, Sampit, dan Madura.
Sejak tahun 2003, beberapa pemuda dan pemudi dari Indonesia ikut
serta dalam program lintas budaya di inggris (United Kingdom). Sebuah
program dari Encompass Trust yang diadakan dua kali dalam setahun.
Program tersebut bertujuan untuk membuka cakrawala pemikiran pemuda dan
remaja bahwa perbedaan budaya diantara bangsa, ras, agama, dan golongan
bukan untuk di pertengtangkan tetapi untuk memperkaya pemahaman dan
pengertian.
Terinspirasi, termotivasi, dan berbekal pengalaman mengikuti program
tersebut maka pada tahun 2009, beberapa alumni dari program tersebut (JOU)
kemudian bersepakat mendirikan LSM Encompass Indonesia dengan Akta
7
Notaris No. 4, Notaris Zulkifli Wildan tanggal 21 Januari 2010 di Jakarta
Timur secara ilegal, Organisasi ini bersifat non-pemerintahan, non-politik, dan
non-profit yang berfokus pada pendidikan sikap dan nilai-nilai multikultural
antara lain: toleransi, solidaritas, musyawarah, pengungkapan diri (identitas),
empati, dan egaliter.
Sejalan dengan nilai-nilai yang disepakati, LSM Encompass Indonesia
diharapkan dapat ikut mengambil peran dalam membangun sikap dan nilai-
nilai multikultural dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Segala bentuk
kemajemukan dan perbedaan yang dimiliki individu maupun kelompok
memunculkan potensi terjadinya prasangka dan konflik antar individu maupun
kelompok, bahkan dapat merambah keperbedaan wilayah yang lebih luas:
wilayah geografis, etnis, budaya, agama, keyakinan, dan pola pikir.
Perkembangan Indonesia dalam berbagai bidang, dapat pula
menimbulkan potensi konflik Karena adanya perbedaan kepentingan atau
interest baik individu maupun kelompok. Hal ini dapat menimbulkan
prasangka yang tidak benar Karena skap individualism yang maikin
meningkat. Demikian pula konflik antar etnis dan umat beragama yang
menjadi sorotan media seperti kasus yang terjadi di Ambon, Lampung,
Mamasa, Poso, Sampit, Singkil, dan Tolikari.
Sampai tahun 2015, LSM Encompass Indonesia sudah
menyelenggarakan kegiatan Bhinneka Camp sebanyak 3 kali dengan
mempunyai 118 alumnus di Indonesia, sebagai bentuk terapan dan sarana
pembelajaran secara sosial. Kegiatan Bhinneka Camp ini merupakan salah
satu aktualisasi dari visi dan misi LSM Encompass Indonesia. Kegiatan ini
merupakan bentuk pendidikan multikultural dalam rangka menanamkan
kesadaran pentingnya hidup bersama dalam keberagaman dan perbedaan.
Kehadiran Organisasi LSM Encompass Indonesia di tengah-tengah
masyarakat Indonesia yang majemuk dapat memberikan wadah bagaimana
menyikapi persoalam konflik SARA di Indonesia. Sehingga penelitian ini
bermaksud untuk mengetahui kandungan sosiomultikultur “Peran LSM
Encompass Indonesia Dalam Mempromosikan Nilai - Nilai Multikultural
Di Indonesia ?”.
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimana “Peran LSM Encompass Indonesia dalam
mempromosikan nilai-nilai multikultural di Indonesia” ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan
“Peran LSM Encompass Indonesia dalam mempromosikan nilai-nilai
multikultural.”
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara Teoritis
Dari segi teoritis, penelitian ini sangat diharapkan mampu memberikan
kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan terutama disiplin ilmu sosiologi.
Khususnya tentang teori George Herbert Mead mengenai konsep diri dan
sosialisasi dan konsep James A. bank mengenai pendidikan multikultural
sehingga mampu membangun dua kajian teori yang digunakan dalam
penelitian ini, sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu sosiologi.
1.4.2 Secara Praktis
a. Bagi LSM Encompass Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan juga
menjadi referensi dan rujukan bagi LMS Encompass Indonesia dan
khsususnya anggota Encompass Indonesia dalam mempromosikan nilai-
nilai multikultural di Indonesia.
b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi dan
rujukan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian sejenis.
c. Bagi mahasiswa, mampu dijadikan refleksi pentingnya menjaga nilai-nilai
multikultural di dalam lingkungan (perantauan) dan masyarakat yang
majemuk sehingga yang diharapkan tidak terjadi konflik SARA.
9
1.5 Definisi Konsep
Konsep yang terdapat dalam suatu teori memiliki makna yang dapat
diidentifikasi dan dinyatakan dalam definisi, agar tidak terjadi kesalahan
dalam penafsiran pada penelitian ini perlu adanya penjelasan tentang konsep
yang digunakan dan yang penting adalah sebagai berikut :
1.5.1 Peran (Role)
Menurut Mead dan Hunt (1993), peran (role) adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang suatu status. Berbagai peran yang tergabung
dan terkait pada satu status ini oleh Merton (1968) dinamakan perangkat peran
(role set). Dalam kerangak besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut
sebagai struktur sosial, ditentutkan oleh hakekat (nature) dari peran-peran ini,
hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumber daya yang
langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda
merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap
aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap
masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan
dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu
status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari
orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari
perilaku yang diharapakn karena beberapa alasan. Mendefinisakan peran
sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap cara antar individu
harus bersikap dan berbuat situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi
sosialnya.
Peran merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh
seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial, Peran adalah
suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu
dalam masayarakat sebagai organisasi. Peran juga dapat dikatakan sebagai
perilaku individu, yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
10
Peran (role) suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan Karena
suatu jabatan (pengurus) organisasi. Manusia sebagai mahluk sosial memilki
kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tadi
akan terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota
masyarakat yang lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling
ketergantungan. Dalam kehidupan bermasayarakat itu muncullah apa yang
dinamakan peran (role). Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan
seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sessuai
denga kedudukannya maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu
peranan. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas ada baiknya terlebih
dahulu kita pahami tentang pengertian peran, (Miftah Thoha, 1997).
Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa peran
(role) adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapakn oleh banyak orang
atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau
kedudukan atau jabatan dalam sebuah lembaga atau organisasi tertentu.
1.5.2 Pengertian Multikultural
Multikultural berasal dari kata multi (plural) dan kultural (tentang
budaya), multikultralisme merupakan pengakuan terhadap realitas keragaman
kultural, yang berarti mencakup baik keragaman tradisional seperti keragaman
suku, ras, ataupun agama, maupun keberagaman bentuk-bentuk kehidupan
(subkultur) yang terus bermunculan di setiap tahap sejarah kehidupan
masyarakat.5
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian
kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks ini
kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka
multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi alat atau wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Multikuralisme
5 Irhandayaningsih Ana, “Kajian Filosofis Terhadap Multikulturalisme Indonesia”, ejournal.undip.ac.id, 2012,
Hal. 2
11
mengakui dan menggaungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
individual maupun secara kebudayaan.6
Nilai - nilai multikultural yang di promosikan dalam pergerakan LSM
Encompass Indonesia berupa six values sebagai berikut :
1. Toleransi (tolerance)
Toleransi sesungguhnya berkembang dalam kerangka adanya
keberagaman, utamanya adalah keberagaman agama dan budaya termasuk di
dalamnya kebiasaan-kebiasaan, tradisi atau adat istiadat yang menyertainya,
maka akan semakin besar pula tuntutan bagi keharusan pengembangan nilai-
nilai toleransi dalam kehidupan masyarakat dan individu, sehingga akan dapat
terwujud keserasian dan keharmonisan hidup, jauh dari konflik-konflik dan
permusuhan antar sesama dalam masyarakat.
Dalam pengertian yang lebih luas toleransi lebih terarah pada
pemberian tempat yang luas bagi keragaman dan perbedaan yang ada pada
individu atau kelompok-kelompok lain. Oleh sabab itu pada awal pembahasan
ini perlu penekanan kembali bahwa tidak benar bilamana toleransi dimaknai
sebagai pengebirian hak-hak individu atau kelompok tertentu untuk di
sesuaikan dengan kondisi atau keadaan orang atau kelompok lain, atau
sebaliknya dengan kondisi mengorbankan hak-hak orang lain untuk dialihkan
sesuai dengan keadaan atau kondisi kelompok tertentu. Toleransi justru sangat
menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada pada saat
masing-masing individu atau kelompok tersebut, namun di dalamnya diikat
dan disatukan dalam kerangka kebersamaan untuk kepentingan yang sama.
Toleransi adalah penghormatan, penerimaan dan penghargaan tentang
keragaman yang kaya akan kebudayaan dunia kita, bentuk ekspresi kita dan
tata cara sebagai manusia. Hal itu dipelihara oleh pengetahuan, keterbukaan,
6 Ibrahim Rustam, “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan
Pendidikan Islam”, ADDIN, Volume 7 No. 1, Februari 2013, Hal. 132
12
komunikasi, dan kebebasan pemikiran, kepercayaan. Toleransi adalah harmoni
dalam perbedaan (UNESCO APNIEVE, 2000: 54).7
2. Solidaritas (solidarity)
Solidaritas Arti harfiah solidaritas di Longman dalam kamus
kontemporer Inggris (2011: 1674) adalah loyalitas dan kesepakatan umum di
antara semua orang dalam kelompok, atau antara kelompok yang berbeda
(keanekaragaman budaya), karena mereka semua memiliki tujuan bersama.
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi
membutuhkan manusia yang lainnya. Dalam menjalani kehidupan antara
manusia yang satu dengan yang lain saling membutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Untuk terciptanya kehidupan bersama antara manusia
maka sangat penting untuk adanya interaksi sosial antara satu dengan yang
lain (Soekanto, 2007:54).
3. Musyawarah (discussion)
Diliberation sangat terkait dengan demokrasi. Cohen (2009: 17)
menyatakan bahwa politik demokratis melibatkan musyawarah masyarakat
terfokus pada kepentingan umum, memerlukan beberapa bentuk kesetaraan
manifest di antara warga negara, dan membentuk identitas dan kepentingan
warga dengan cara yang berkontribusi pada pembentukan konsepsi publik
umum.
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman
diterapkan pendekatan “musyawarah untuk mencapai mufakat.” Bukan
pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama,
tetapi (common denominator), yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai
kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses
musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang
timbul diakomodasi dalam kesepakatan. Tidak ada yang menang tidak ada
yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai mencari penyelesaian (win
win solution).
7 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=33626&val=2347 diakes pada tanggal 16 Oktober 2016
Pukul 21.00 WIB
13
4. Pengungkapan diri (identity)
Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang
lain akan menerima atau menolak, bagaimana mereka ingin mengetahui
tentang mereka akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam
mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri (self-disclouser) adalah proses
menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan
informasi dengan orang lain (Wrightsman, 1987).
5. Egaliter (egalitarian)
Arneson (2013) menyatakan bahwa egalitarianisme adalah tren
pemikiran dalam filsafat yang mendukung kesetaraan jenis yang sama. Orang
harus mendapatkan yang sama, atau diperlakukan sama, atau diperlakukan
setara, dalam beberapa hal. Pandangan alternatif memperluas pilihan terakhir
yang disebutkan ini: Orang harus diperlakukan sama, harus memperlakukan
satu sama lain sebagai sama, harus berhubungan dengan setara, atau
menikmati kesetaraan status sosial dari beberapa macam.
6. Empati (empathy)
Empati awalnya Einfühlung yang secara harfiah berarti "di-perasaan,"
diciptakan oleh psikolog Jerman Theodore Lipps untuk menggambarkan
apresiasi emosional perasaan orang lain. Empati telah lebih jauh digambarkan
sebagai proses memahami pengalaman subjektif seseorang dengan
(vicariously) berbagi pengalaman yang tetap menjaga sikap taat (Ioannidou
dan Konstantikaki, 2008: 119).
1.5.3 Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural telah didefinisikan dalam banyak pandangan
dan banyak latar belakang bidang keilmuan seperti antropologi, sosiologi,
filsafat, dan banyak latar belakang bidang keilmuan seperti antropologi,
sosiologi, dan psikologi. Pendidikan lahir karena ada permasalahan manusia
hanya karena perbedaan. Pendidikan multikultural itu sangat memuliakan
karena memandang semua manusia setara, dapat bekerja sama dan saling
menghormati walaupun kita berbeda budaya, ras, etnis, agama, dan cara
pandang.
14
Jamens A Bank mendefinisikan pendidikan multikultural adalah
sebuah ide, sebuah gerakan reformasi pendidikan, dan proses yang tujuan
utama adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan sehingga siswa
laki-laki dan perempuan, dan mahasiswa yang tergabung dalam berbagai ras,
etnis, bahasa, dan budaya kelompok akan memiliki kesempatan yang sama
untuk mencapai akademis di sekolah/universitas.
Pendidikan multikultural sebagai proses menyiratkan bahwa itu bukan
merupakan suatu one-shot. Kesetaraan pendidikan, seperti kebebasan dan
keadilan adalah suatu ideal dalam kehidupan manusia, tetapi tidak pernah
sepenuhnya tercapai, rasisme, seksisme (prasangka berdasarkan jenis
kelamin), dan diskriminasi terhadap para penyandang cacat sulit di hilangkan
dan seberapa keras kita untuk menghilangkannya, itu merupakan sebuah
masalah sosial.
1.5.4 Encompass Indonesia
Di dalam AD/ART, Encompass Indonesia bertempat di Kota Malang,
Jawa Timur. Pada tahun 2009, diadakan bincang-bincang 118 alumnus di
Malang, Jawa Timur setelah mengikuti kegiatan Journey Of Understanding
di London (United Kingdom) yang diselenggarakan oleh Encompass Trust.
Salah satu topik perbincangannya adalah keprihatinan akan maraknya aksi
kekerasan berkedok SARA dan ancaman disintegrasi bangsa. Keprihatinan
tersebut memunculkan gagasan diantara mereka untuk mempraktekkan
sekaligus membagikan bekal ketrampilan dan pengalaman yang mereka
peroleh saat mengikuti program internasional tersebut kepada masyarakat.
Karena kegiatan yang mereka ikuti dalam program tersebut sangat relevan
dengan bentuk upaya prefentif penanggulangan konflik yang berlatar belakang
perbedaan SARA. Akhirnya disepakati untuk membentuk organisasi formal,
yaitu Encompass Indonesia wilayah Malang sebagai wadah pergerakan-
pergerakan mereka.
15
House Of Understanding atau rumah Encompass Indonesia di Kota
Malang sebuah Tempat / wahana / bangunan rumah yang tidak hanya sekedar
berfungsi sebagai Sekretariat Encompass Indonesia, namun sekaligus sebagai
tempat atau Wahana berkumpul, berinteraksi dan berkreasi antar para anggota
Encompass Indonesia maupun dengan anggota komunitas lain. Kesemua
kegiatan tersebut adalah dalam rangkaian upaya edukasi / pemahaman sikap
dan nilai-nilai multikultural.
1.5 Metode Penelitian
1.5.4 Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pada masalah yang diangkat dalam penelitian ini maka
pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dimana
data yang dihasilkan bersifat deskriptif atau penelitian kualitatif berusaha
mengerti dan mengungkapkan makna suatu kejadian atau peristiwa dengan
mencoba berinteraksi dengan orang-orang dalam situasi atau fenomena yang
sedang dikaji. Selain itu, dalam penelitian kualitatif peneliti melakukan
berbagai tahapan penelitian dan kemudian mengolah data yang didapat selama
penelitian sampai menyimpulkan data selama proses yang berlangsung dari
awal sampai akhir kegiatan. Data yang disajikan bersifat naratif dan holistik.8
Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan umtuk penelitian
tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi
organisasi, aktivitas sosial. Salah satu alasan menggunakan pendekatan
kualtitatif adalah pegalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan
untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena
yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit umtuk dipahami secara
memuaskan.
1.6.2 Jenis Penelitian
Berdasarkan pada masalah yang diangkat dalam penelitian ini maka
jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Deskriptif
merupakan metode penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara
8 Yusuf, A. Muri. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif & Penelitian Gabungan (Cetakan ke-1).
Jakarta. Kencana. Hal. 1
16
terperinci fenomena sosial tertentu. Penelitian deskriptif juga dapat
diidentikkan sebagai penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan
suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga
bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding). Kualitatif
merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis,
yaitu apa yang dinyatakan secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang
nyata, teliti dan dipelajari sebagai suasana yang utuh, jadi penelitian deskriptif
kualitatif studi kasusnya mengarah kepada pendeskripsian secara rinci dan
pendalaman mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi
menurut apa adanya di lapangan studinya.9
1.6.3 Lokasi Penelitian
Uraian lokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik lokasi
dan alasan memilih lokasi serta bagaiamana peneliti memasuki lokasi tersebut.
Lokasi penelitian tempat dimana peneliti melihat langsung dengan kedaaan
yang sebenarnya. Sekretariat Encompass Indonesia Wilayah Malang di Sunan
Muria VIII, Kav. 13, Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Dengan
pemilihan lokasi ini, peneliti diharapkan menemukan hal-hal yang baru
sehingga bisa memberikan hasil penelitian yang maksimal dengan penguatan
data sekunder.
1.6.4 Subjek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan peneliti adalah Manager
Pengebangan (Pembina organisasi), sekretaris wilayah malang, dan pengurus
(anggota) Encompass Indonesia di Malang, adapun teknik penelitiannya
adalah menggunakan teknik Purposive Sampling adalah teknik penentuan
sample dengan pertimbangan tertentu.10. pertimbangan peneliti dalam
menentukan subyek penelitian adalah :
9 Sutopo, Habertus. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. UNS Press. Surakarta. Hal 110-112 10 Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Hal. 34
17
a. Subyek yang dianggap paling mengerti dan memahami tentang
pergerakan LSM Encompass Indonesia yaitu pembina atau maneger
pengembangan.
b. Sekretaris wilayah malang LSM Encompass Indonesia yang telah
memandu program-program LSM Encompass Indonesia dalam
mensosialisasikan kegiatan dan menertibkan administrasi
keroganisasian.
c. Pengurus (anggota) LSM Encompass Indonesia yang berperan aktif
sebagai pegiat dan membantu mennsosialisasikan kegiatan.
Adapun untuk memperlengkap data, peneliti menentukan
beberapa informan yang di anggap sebagai pihak pendukung dari adanya
data yang diperoleh. Maka dari itu peneliti mengambil beberapa informan
sebagai berikut:
a. Manager pengembangan (Bambang Sarasno)
b. Sekretaris Kordinator Wilayah (Dhika Kusumaranti)
c. Delapan Anggota (Pengurus) LSM Encompass Indonesia
Wilayah Malang
1.6.5 Teknik Penentuan Informan
Penelitian ini menggunakan teknik purposivse untuk menentukan
informan. Teknik purposive yaitu “teknik penentuan informan dengan
pertimbangan tertentu”. Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses
penentuan informan dengan menentukan terlebih dahulu jumlah informan
yang hendak diambil, kemudian pemilihan informan dilakukan dengan
berdasarkan tujuan-tujuan dan karakteristik tertentu, asalkan tidak
menyimpang dari ciri-ciri informan yang ditetapkan.11 Dalam penelitian
informan, peneliti membaginya kedalam 2 bagian. Yakni Key informan atau
informan kunci dan juga informan yang menurut peneliti mampu mendukung
kelengkapan data yang peneliti butuhkan.
11 Nadzir, Muhammad. 1998. Ibid. Hal.63
18
Dengan demikian, karakter ciri-ciri key informan yang akan peneliti
ambil untuk memperoleh data peneliti butuhkan adalah sebagai berikut:
1. Manager Pengembangan (Pembina Organisasi)
2. Sekretaris Kordinator Wialayah Malang
3. Anggota (pengurus) Encompass Indonesia
1.6.5 Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data penelitian diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat diperoleh dari sumber
yang asli dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab penelitian. Data
primer didapat dengan melakukan observasi dan wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung atau melalui media perantara. Data sekunder
diperoleh dari melalui penelitian kepustakaan baik dengan teknik
pengumpulan dan inventarisasi buku-buku, karya-karya ilmiah, artikel-
artikel dari internet serta dokumen-dokumen yang ada hubungannya
dengan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Data sekunder juga
berupa foto atau video.
1.6.6 Teknik Pengumpulan Data
Adapun beberapa metode dalam pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif sebagai berikut :
a. Observasi
Beberapa informamsi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang
(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu,
dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan
gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk
membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan
pengukuran terhadap aspek terntenttu melakukan umpan balik terhadap
pengukuran tersebut. Pada observasi penulis mengadakan pengamatan
19
langsung dilapangan dengan mengamati aktifitas kegiatan LSM Encompass
Indonesia di Kota Malang baik kegiatan outdoor atau kegiatan indoor.
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui dan mengamati kehidupan ataupun
kegiatan dilokasi penelitian.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksut tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (Intervieew) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu.12 Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat diskontruksi
makna dalam suatu topik tertentu.13Pada wawancara penulis mengadakan
tanya jawab dengan informan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
untuk tujuan penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara
mendalam (teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara
intensif dengan suatu tujuan tertentu) dengan informan untuk menggali
informasi-informasi penting dan tajam seputar bagaimana peran LSM
Encompass dalam mempromosikan nilai-nilai multikultural.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa dan
lain-lain. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
12 Lexy J. Moleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 135 13 Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. Hal. 82
20
1.6.7 Teknik Analisisa Data
Teknik analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi melalui cara mengorganisasikan data kedalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
mengklasifikasikan hal-hal penting yang akan dipelajari, serta membuat
kesimpulann yang sudah dipahami.
Berdasarkan penelitian ini teknik analisa data yang di gunakan peneliti
adalah teknik analisa data secara kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan
berbagai sumber informasi dalam data kemudian digeneralisaikan. Analisa
data merupakan langkah terakhir sebelum didapatkan satu kesimpulan. Oleh
karena itu teknik analisa data diperlukan dalam penelitian guna memperoleh
gambaran yang jelas dan terperinci tentang objek yang diteliti. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisa
deskriptif.
Setelah pengolahan data lalu dilakukan analisa data untuk
membuktikan, efektif tidaknya program kegiatan LSM Encompas Indonesia
berdasrkan jenis data kualitatif, analisas data kualitattif kata-kata dibangun
dari hasil wawancara atau pengamatan (observasi) terhadap data yang
dibutuhkan untuk mendeskripsikan kegiatan dirangkum.14 Adapun kegiatan
dalam penelitian ini meliputi:
1. Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang
diperoleh dari subyek penelitian yang ada relevansinya dengan perumusan
masalah dan tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data ini peneliti
mengumpulkan data yang terkait dengan judul penelitian. Pengumpulan
data pada penelitian kualitatif tidak memiliki segmen atau waktu
tersendiri, melainkan sepanjang penelitian yang dilakukan proses
pengumpulan data dapat dilakukan.
14 Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hal.88
21
2. Reduksi Data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada
penyederhanaan, keabstrakan dan transformasi data awal yang muncul
dari catatan dilapangan. Peneliti mengedit data dengan cara memilih
bagian data untuk dikode, dipakai dan yang diringkas serta dimasukkan
dalam kategori yang diteliti. Reduksi data dilakukan secara terus menerus
selama penelitian dilakukan. Peneliti akan mengklasifikasikan data yang
diperoleh dari lapangan, seperti hasil wawancara, observasi, dokumentasi
terhadap program kegiatan Encompass Indonesia.
3. Penyajian Data / Display Data
Sekumpulan data yang terorganisir sehingga dapat memberi
deskripsi menuji penarikan kesimpulan. Penyajian data harus mempunyai
relevansi yang kuat dengan perumusan masalah secara keseluruhan dan
disajikan secara sistematis.
4. Penarikan Kesimpulan
Proses penarikan kesimpulan merupakan bagian penting dari
kegiatan penelitian karena merupakan kesimpulan dari penelitian. Proses
penarikan kesimpulan ini bermaksud untuk menganalisa, mencari makna
dari data yang ada sehingga dapat ditemukan permasalahan apa yang ada
dalam penelitian yang telah dilakukan.
22
Gambar 1.1 Komponen-komponen Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman
Sumber: Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 183)
1.6.8 Keabsahan Data
Mengacu pada Moleong (1994:330) untuk pembuktian validitas data
penelitian ini ditentukan oleh kredibilitas temuan dan interpretasinya dengan
mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi
yang senyatanya dan disetujui oleh subyek penelitian. Kondisi di atas dapat
dipenuhi dengan cara memperpanjang observasi, pengamatan yang terus-
menerus, triangulasi, dan membicarakan hasil temuan dengan orang lain, dan
menggunakan bahan referensi. Sedangkan reabilitas dapat dilakukan dengan
pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi yang berbeda.
Penelitian ini digunakan triangulasi sumber yang artinya
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan :
Pengumpulan Data Penyajian Data /
Display Data
Penarikan
Kesimpulan Reduksi Data
23
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.