12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan secara sosial, ekonomi, dan politik karena terletak di antara dua benua dan dua samudra tetapi juga memberikan tantangan pada bangsa ini untuk selalu siaga. Indonesia yang merupakan negara dengan garis pantai terluas di dunia ini berada pada jalur ring of fire di atas patahan lempeng dua dunia yang ideal untuk pertumbuhan gunung berapi sekaligus juga berpotensi atas ancaman bencana lain seperti gempa bumi dan tsunami. Hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki catatan pernah terkena bencana alam, sesuai dengan karakter wilayahnya masing-masing. Sebagai konsekuensi kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya, maka pemerintah diharapkan mampu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi risiko bencana. Saat ini Indonesia telah memiliki sistematika menghadapi bencana baik pada masa pra bencana, saat bencana dan pasca bencana yang terangkum dalam undang-undang tentang Penanggulangan Bencana yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007. Undang-undang tersebut berfungsi sebagai pedoman dasar yang mengatur wewenang, hak, kewajiban dan sanksi bagi segenap penyelenggara dan pemangku kepentingan di bidang penanggulangan bencana. Menurut UU No.24 2007 tersebut, penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: 1) kesiapsaigan, 2) peringatan dini, dan 3) mitigasi bencana. kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusun kalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah) Yorsi Nuzulia Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

  • Upload
    ngophuc

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan secara sosial,

ekonomi, dan politik karena terletak di antara dua benua dan dua samudra tetapi

juga memberikan tantangan pada bangsa ini untuk selalu siaga. Indonesia yang

merupakan negara dengan garis pantai terluas di dunia ini berada pada jalur ring

of fire di atas patahan lempeng dua dunia yang ideal untuk pertumbuhan gunung

berapi sekaligus juga berpotensi atas ancaman bencana lain seperti gempa bumi

dan tsunami. Hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki catatan pernah terkena

bencana alam, sesuai dengan karakter wilayahnya masing-masing.

Sebagai konsekuensi kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya, maka

pemerintah diharapkan mampu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk

mengurangi risiko bencana. Saat ini Indonesia telah memiliki sistematika

menghadapi bencana baik pada masa pra bencana, saat bencana dan pasca

bencana yang terangkum dalam undang-undang tentang Penanggulangan

Bencana yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007. Undang-undang tersebut berfungsi

sebagai pedoman dasar yang mengatur wewenang, hak, kewajiban dan sanksi bagi

segenap penyelenggara dan pemangku kepentingan di bidang penanggulangan

bencana. Menurut UU No.24 2007 tersebut, penyelenggaraan penanggulangan

bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: 1) kesiapsaigan,

2) peringatan dini, dan 3) mitigasi bencana.

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

2

Tahun 2010 yang lalu, terjadi bencana erupsi Gunung Merapi yang

merupakan bencana terdahsyat dibandingkan dengan bencana erupsi pada

beberapa dekade sebelumnya. Data dari Pusat Pengendalian Operasional

(PUSDALOPS) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

menunjukkan bahwa per tanggal 27 November 2010 total kerusakan dan kerugian

mencapai Rp. 3, 628 triliun dan menelan korban jiwa sebanyak 242 orang di

Kabupaten Sleman, DIY dan 97 orang di Provinsi Jawa Tengah.

Guna mengurangi dampak akibat erupsi Gunung Merapi, maka Pemerintah

telah menyusun Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana

Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 Wilayah DIY dan Jawa Tengah. Pada Rencana

aksi tersebut, telah ditetapkan 4 (empat) opsi penanganan relokasi bagi

masyarakat yang berada di Kawasan Rawan Bencana III di Areal Terdampak

Langsung 1. Di samping itu, Pemerintah juga telah mengeluarkan Peta Areal

Terdampak Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Merapi (gambar 1.1) yang

merupakan bentuk kesepakatan bersama dari Tata Ruang dan Wilayah

Kebencanaan di Kawasan Merapi yang menunjukkan batas-batas dari rencana

penggunaan lahan, terutama terkait dengan kawasan yang boleh dan tidak boleh

untuk digunakan sebagai pemukiman. Dengan adanya pembatasan tersebut, maka

penduduk yang tinggal di kawasan yang tidak boleh untuk pemukiman,

diharuskan untuk pindah ke kawasan yang lebih aman.

Kenyataannya, masih terdapat masyarakat yang bermukim di Areal

Terdampak Langsung I (ATL I) seperti terdapat pada gambar 1.1. Tim Pelaksana

Teknis Rehabiltasi dan Rekonstruksi Pasca Erupsi Merapi tahun 2010 untuk DIY

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

3

dan Provinsi Jawa Tengah (TPT RR Merapi) menyebutkan tidak mudah untuk

memindahkan penduduk dari kawasan non-pemukiman yang sudah dihuni selama

bertahun-tahun meskipun berada di Kawasan Rawan Bencana. Kepala Bidang

Relokasi dan Pertanahan TPT RR Merapi mengatakan dari 4 Kabupaten yang

terdampak erupsi Merapi yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Klaten, Kabupaten

Magelang, dan Kabupaten Boyolali, hanya Kabupaten Boyolali yang tidak ada

kewajiban untuk warganya untuk relokasi.

Gambar 1.1. Peta Kawasan Rawan Bencana dan Area Terdampak Erupsi Gunung

Merapi

Sumber: BNPB

Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi,

Maret 2011

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

4

Tidak semua warga yang berada pada KRB III ATL 1 bersedia untuk

direlokasi. Sebanyak 656 kepala keluarga (KK) di Daerah Istimewa Yogyakarta

dan 275 KK di Provinsi Jawa Tengah menyatakan menolak untuk direlokasi

(tabel 1.1). Pada dasarnya warga menyadari bahwa bahaya erupsi Merapi akan

selalu mengancam kehidupan mereka,. Meskipun demikian warga tetap

melakukan penolakan hingga tahun ke tiga (tahun terakhir) pelaksanaan

rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi Gunung Merapi.

Tabel 1.1 Warga yang Tidak Bersedia Direlokasi Hingga 31 Desember

2012

Kabupaten Bersedia Relokasi

(KK)

Tidak Bersedia relokasi

(KK)

Kab. Sleman- DIY 2083 656

Kab.Magelang- Prov.

Jateng

676 110

Kab.Klaten- Prov. Jateng 0 165

Sumber. TPT RR Merapi 31Desember 2012

Dusun Kalitengah Lor dan Sambungrejo merupakan dua buah dusun yang

menolak untuk direlokasi mesikupun hanya berjarak 5 Km dari Puncak Merapi.

Secara administratif, Dusun Kalitengah Lor berada di Desa Glagaharjo,

Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman DIY dan Dusun Sambungrejo

berada di Desa Srunen, Kecamatan kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa

Tengah. Dua Dusun tersebut merupakan dusun teratas yang berada di Kawasan

Rawan Bencana III sekaligus berada di Areal Terdampak Langsung 1. Pada erupsi

2010 yang lalu, dusun-dusun tersebut terkena Wedus Gembel (Awan Panas) yang

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

5

menyebabkan 156 KK warga Dusun Kalitengah Lor dan 32 KK warga Dusun

Sambungrejo mengungsi.

Pemerintah telah banyak melakukan pendekatan langsung kepada

masyarakat guna mensosialisasikan kebijakan relokasi. Akan tetapi tetap tidak

berhasil membujuk warga untuk pindah ke lokasi lain yang lebih aman. Banyak

pihak menyangsikan bahwa penolakan relokasi hanya dilakukakan oleh beberapa

tokoh yang ada di masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di

Dusun Sambungrejo dan Dusun Kalitengah Lor juga membuat beberapa pihak

beranggapan bahwa masyarakat tersebut belum paham akan bahaya Merapi.

Berdasarkan pengamatan awal peneliti, masyarakat mempunyai alasan-alasan

tersendiri yang membuat mereka menolak untuk direlokasi. Merapi dipandang

warga sebagai “orangtua” yang tidak selalu dalam keadaan “ndhuwe gawe”1.

Dalam keadaan tenang Merapi diakui warga membawa ketentraman dari segala

aspek kehidupan.

Memasuki tahun ke tiga pasca erupsi Merapi tahun 2010, rumah-rumah

telah berdiri meskipun banyak diantaranya berjenis semi permanen. Warga telah

bertani dan beternak seperti sedia kala. Kegiatan sosial seperti arisan warga, telah

juga berjalan. Bahkan terdapat kegiatan sosial lain yang dilakukan oleh warga

dengan beberapa pihak luar (ARKOM dan WALHI Yogyakarta) untuk

meningkatkan kapasitas warga dalam menghadapi bencana.

Pemerintah tidak dapat membantu warga Kalitengah lor dan warga

Sambungrejo seperti warga lain yang bersedia direlokasi. Hal tersebut

1 Istilah yang dipakai warga Merapi untuk menyebut Merapi yang sedang Erupsi.

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

6

dikarenakan akan melanggar peraturan yang berlaku. Tentu saja, warga masih

menyimpan harapan-harapan (aspirasi) kepada pemerintah meskipun mereka

menolak kebijakan yang direkomendasikan pemerintah tersebut. Apa saja aspirasi

warga di kedua dusun tersebut dan bagaimana pemerintah menindaklanjuti

penolakan relokasi tersebut?. Penelitian ini akan mengungkap alasan-alasan

penolakan warga, aspirasi-aspirasi warga setelah mereka menolak direlokasi dan

tindak lanjut warga, pemerintah, dan lembaga non pemerintah sebagai rencana

back up pasca penolakan kebijakan relokasi.

1.2 Permasalahan

1. Mengapa masyarakat tidak bersedia untuk relokasi?

2. Bagaimana aspirasi masyarakat kepada pemerintah setelah penolakan relokasi

yang mereka lakukan?

3. Bagaimana tindak lanjut Pemerintah dalam menghadapi hal tersebut?

1.3 Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, hingga saat ini

belum ada penelitian yang bertujuan untuk mengkaji penolakan relokasi oleh

warga di dua dusun tersebut. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang

mendukung penelitan yang akan dilakukan peneliti seperti pada tabel 1.2.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus di sebuah satuan

pemukiman yaitu Dusun yang terletak di dua wilayah administratrif yaitu di

Daerah Isimewa Yogyakarta (untuk Dusun Kalitengah Lor) dan di Provinsi Jawa

Tengah (untuk Dusun Sambungrejo). Strategi pengumpulan data diperoleh dari

data kuantitatif dan data kualitatif. Data-data tersebut diambil berdasarkan tahapan

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

7

yang disesuaikan dengan tujuan dari penelitian. Data Kuantitatif (kuesioner)

dikumpulkan yang terlebih dahulu, kemudian disusul dengan pengambilan data

kualitatif melalu metode diskusi (Focus Group Disucussion) dan wawancara

mendalam. Penelitian ini juga menggunakan dokumentasi baik foto dan dokumen

tertulis untuk melihat tahapan perencanaan relokasi yang telah dilakukan oleh

pemerintah. Dua dusun yang dipilih merupakan dusun teratas baik untuk DIY

maupun provinsi Jawa Tengah yang letaknya berada pada radius 5 km gunung

Merapi. Penelitian ini lebih menekankan keunikan pada aspek dan kasus dari

penolakan relokasi yang dilakukan oleh warga terdampak erupsi Merapi 2010 di

dua Dusun tersebut. Dalam penyajian hasil penelitian, penelitian ini menggunakan

analisa kunatitatif dan kualitatif yang bersifat eksplanatif.

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

8

Tabel 1.2 Hasil Penelitian Terdahulu

No Pengarang/

Tahun Judul Tujuan

Metode

Pengambilan

Data

Hasil

1

Herianto S.,

Ageng,

Wicaksono

Drajat, 2012

Sosialisasi dan

Negosiasi Proses

Relokasi Pengungsi

Korban Erupsi Merapi

di Cangkringan

Yogyakarta Upaya

Pengurangan Potensi

Konflik

Pemahaman proses

negosiasi gagasan

relokasi pengungsi serta

memetakan potensi

konflik dan negosiasi

antara pemerintah dan

pengungsi untuk

mengurangi potensi

konflik yang ada

Mix method

1. Relokasi yang disampaikan oleh

pemerintah dalam sosialisasi dengan

pendekatan masal tidak efektif mendorong

pengungsi untuk menerima gagasan

tersebut

2. Benih konflik baik vertikal maupun

horizontal muncul ketika gagasan relokasi

tidak disampaikan secara rinci.

3. Sumber penghidupan dan budaya

masyarakat menjadi kunci keberhasilan

relokasi pengungsi dan mengurangi potensi

konflik yang ada

2 Suryo Adi

Pramono, 2012

Pro-Kontra Kebijakan

Relokasi Korban Erupsi

Merapi Studi Kasus:

Desa Umbulharjo

Kecamatan

Cangkringan

Kabupaten Sleman DIY

dan Desa Balerante

Kecamatan Kemalang

Kabupaten Klaten

Propinsi Jawa Tengah

Mendeskripsikan tentang

interaksi “konfliktual”

antara regulasi formal dan

aspirasi berbasis kearifan

lokal di Kawasan Rawan

Bencana/KRB III (atau

Area Terdampak

Langsung/ATL), proses

penemuan solusi

bersama, bagaimana

peningkatan kapasitas

warga di dalam suasana

konflik dan bagaimana

rekomendasi terhadap

regulasi penanggulangan

dampak bencana

mendatang agar lebih

akseptabel.

Kualititatif

1. Konsep “living in harmony” menjadi solusi

bersama

2. Warga ternyata mampu meningkatkan

kapasitas pengelolaan konflik dengan

mengeliminasi masalah pada aras dusun

dan bersikap dialogis dalam memecahkan

masalah.

3. Kapasitas mengagregasi dan

mengartikulasikan kepentingan di dalam

konflik juga meningkat.

4. Bagi para aparat desa dan dusun, ikatan

lokal dengan warga ternyata lebih kuat

daripada ikatan hirarkhi pemerintahan.

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

9

3

Dessy

Normalasari,

2013

Modal sosial dalam

pemulihan kondisi

Sosial ekonomi

masyarakat

Pasca erupsi merapi

Studi kasus di desa

glagaharjo,

cangkringan, sleman

Mengetahui seberapa

jauh peran modal sosial

yang dimiliki oleh warga

Desa Glagaharjo dalam

mempercepat pemulihan

pasca erupsi, yaitu

dengan cara melihat

strategi masyarakat dalam

mengakumulasi berbagai

elemen modal sosial

Kualitatif

1. Bonding social capital dan bridging social

capital memiliki kontribusi yang tinggi

terhadap pemulihan kondisi sosial ekonomi

warga Desa Glagaharjo pasca erupsi

2. Melalui bonding social capital mampu

berkontribusi terhadappembangunan

perumahan warga secara cepat

3. Bridging social capital yang berupa

kerjasama warga dengan LSM YKPU,

PPPA Daarul Quran, dan WALHI dapat

mewujudkan keinginan seluruh warga

untuk memiliki rumah dan memulihkan

perekonomian secara perlahan-lahan

4. Selain itu di bidang sosial, terutama

keagamaan dan lembaga sosial terus

meningkat.

4 Hudayana, B./

2012

Berjuang Dengan

Menggunakan

Kekuatan Harmoni :

Adaptasi Orang Merapi

Dalam Menghadapi

Risiko Bencana Erupsi.

Mencermati kehidupan

komunitas-komunitas di

lereng Merapi pasca

erupsi Merapi 2010

Studi Pustaka

Observasi

Interview

1. Sebagian besar komunitas-komunitas di

lereng Merapi memiliki kebiasaan

membangun kemandirian dan adaptif

dengan lingkungan Merapi yang rawan

bencana, dan telah melakukan upaya

pemulihan ekonomi pasca erupsi Merapi

tahun 2010.

5

Amrullah, 2011

Stakeholder dalam

proses Negosiasi

Kebijakan Relokasi

Ibukota Kecamatan

(Studi Kasus di

Kecamatan Bantulanteh

Kabupaten Sumbawa)

Mengetahui aktor yang

terlibat dalam proses

negosiasi kebijakan

relokasi, mengetahui

bentuk peran yang

dilakukan stakeholder

dalam proses negosiasi

kebijakan relokasi

ibukota kecamatan

batulanteh Kabupaten

Sumbawa, dan

mengetahui dinamika

konflik yang terjadi dan

Kualitatif

2. Keterlambatan untuk memperoleh hasil

negosiasi yang dilakukan oleh stakeholders

khususnya stakeholder primer gagal

menemukenali hakekat substantif dari

berbagai teknik, pendekatan, serta nilai-

nilai yang akan dinegosiasikan dengan

pihak penentu kebijakan (Pemda dan

DPRD Sumbawa).

3. Masih lemahnya pergerakan actor terkait

gaya, teknik, dan modal negosiasi

4. Kegagalan negosiasi juga disebabkan

karena ketidakmampuan stakeholder untuk

mempersiapkan SDM dan data-data

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

10

implikasinya terhadap

keterlambatan proses

negosiasi kebijakan

relokasi

pendukung serta negosiator yang handal.

5. Belum adanya political will dari Pemda

dan DPRD Sumbawa terkait relokasi

ibukota kecamatan Batulanteh melalui

PERDA atau PERBUP relokasi.

6

Usamah, M.,

Haynes,

K./2011

An Examination of the

Ressetlement Program

at Mayon Volcano:

What Can We Learn for

Suistanable Volcanic

Risk Reduction?.

Penilaian program

permukiman kembali

pada penduduk sekitar

Gunung Berapi Mayon,

Filifina

Interview

Observasi

1. Program ressetlement harus

mengikutsertakan masyarakat yang

merupakan bagian dari pembuat keputusan.

2. Program permukiman kembali harus

mengedepankan aspek livelihood, design

rumah, dan ketersediaan fasilitas umum

dan fasilitas sosial.

7 Muhammad

Yasser, 2012

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi

Pencapaian Proses

Relokasi Permukiman

Masyarakat Suku Bajau

di Desa Kalumbatan

Kabupaten Banggai

Kepulauan

Mengetahui keberhasilan

dalam pencapaian proses

relokasi permukiman

masyarakat suku Bajau di

Desa Kalumbatan dan

Faktor-faktor yang

mempengaruhi

pencapaian proses

relokasi permukiman

masyarakat tersebut

Deduktif

kuantitatif

1. Indikator pencapaian proses relokasi

permukiman masyarakat suku Bajau yaitu

kondisi rumah, tingkat pendapatan, dan

tingkat kebetahan secara umum memiliki

kecendrungan “cukup berhasil”

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pencapaian proses relokasi adalah faktor

internal masyarakat yaitu: (a) tingkat

pendidikan, (b) jenis pekerjaan, (c)

kepemilikan lahan dan (d) hubungan

kekerabatan serta adanya faktor eksternal

masyarakat, yaitu (e) sarana lingkungan, (f)

prasarana lingkungan, (g) aksesibilitas (h)

dukungan pemerintah dan (i) kondisi alam.

8

Yulianto, F.,

Sofan, P.,

Khomarudin,

M. R., Haidar,

M./ 2012.

Extracting the

Demaging Effects of the

2010 Eruption of

Merapi Volcano in

Central Java,

Indonesia.

Menginvestigasi dampak

lingkungan dari erupsi

gunung Merapi 2010 dan

menilai dampak

penggunanan lahan pasca

erupsi.

Intepretasi

Citra

1. Erupsi 2010 berdampak pada 133.31 ha

permukiman, 93.32 ha lahan pertanian,

235.60 ha lahan pertanian kering, 570.98

ha lahan perkebunan, 380.86 ha tanah

kosong, dan 0.12 ha lahan hutan.

2. Total bangunan yang terdampak diestimasi

sekitar 12.276 unit.

9

Andrew., S. A.,

Arlikatti, S.,

Long, L. C.,

The Effect of Housing

Assistance

Arrangements of

Menilai apakah terdapat

perbedaan antara rumah

tangga penerima bantuan

Dokumentasi

Observasi

Kuesioner

1. Penerima manfaat dari program

pemukiman kembali (ressetlement) pada

umumnya mengalami perbaikan dasar

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

11

Kendra, J. M./

2012

Household Recovery:

an Empirical Test of

Donor-Assisted and

Owner Driven

Approachesi.

permukian kembali dan

yang rumah tangga yang

menerima bantuan uang

dan material dalam proses

pemulihan pasca bencana

Tsunami

Interview dalam fasilitas rumah tangga, sedangkan

rumah tangga yang diberikan bantuan

keuangan dan material untuk perbaikan

rumah dan pembangunan kembali

melaporkan mendapatkan akses yang lebih

baik ke layanan publik.

2. Ketika dinilai dalam hal persepsi

pemulihan rumah tangga secara

keseluruhan, penerima manfaat dari

program bantuan perumahan berupa uang

dan material bernasib lebih baik daripada

penerima manfaat dari program

pemukiman kembali meskipun mereka

menerima bantuan lebih kecil.

10

Birkmann J.,

Buckle, P.,

Jaeger J.,

Pelling, M.,

Setiadi, N.,

Garschagen,

M., Fernando,

N., Kropp,

J./2008

Extreme Events and

Disaster: a Window of

Opportunity for

change? Analysis of

Organizational,

Institutional, and

Political Changes,

Formal and Informal

Responses after Mega

Disaster.

Mengidentifikasi respon-

respon formal dan

respon-respon informal

pasca bencana dari segi

politik,organisasi,

ekonomi, sosial dan

lingkungan

Studi Pustaka

Observasi

Dokumentasi

1. Mengamati respon informal lebih sulit

daripada mengamati respon formal

2. Bencana dapat membawa arus sumber daya

yang sangat besar yang memberikan

kesempatan bagi pembiayaan dan

mendukung kegiatan pembangunan

struktural

3. Perubahan bencana terwujud dalam sektor

sosial, lingkungan, ekonomi, dan politik.

Perubahan yang paling terlihat adalah

perkembangan sumber daya yaitu

munculnya organisasi-organisasi baru

4. Penguatan kelembagaan baik pada jajaran

formal dan informal sangat dibutuhkan

khususnya dalam peningkatan kemampuan

mendokumentasi kejadian bencana.

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66452/potongan/S2-2014-322728-chapter1.pdf · Letak geografis Indonesia tidak hanya memberikan kelebihan

12

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengkaji faktor-faktor penyebab penolakan relokasi oleh warga

2. Mengungkap aspirasi warga kepada pemerintah setelah penolakan relokasi yang

mereka lakukan.

3. Mengetahui tindak lanjut pemerintah dalam rangka memfasilitasi warga yang

menolak untuk relokasi.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai kontribusi bagi ilmu pengetahuan tentang kajian kebijakan pasca

bencana.

2. Sebagai acuan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan terhadap masyarakat

yang menolak untuk relokasi berdasarkan faktor-faktor penyebab yang ditemukan

di lapangan dan aspirasi masyarakat.

kajian penolakan relokasi oleh warga terdampak erupsi merapi tahun 2010 (studi kasus di dusunkalitengah lor, DIYdan dusun Sambungrejo JawaTengah)Yorsi NuzuliaUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/