Upload
doananh
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era otonomi daerah, pemerintah dituntut untuk lebih dekat dan secara
langsung berhadapan dengan masyarakat. Birokrasi sebagai mesin pembuat dan
sekaligus pelaksana kebijakan, maka efektifitas dan efisiensi kebijakan
pemerintah merupakan wujud nyata dari adanya pemerintah, akan tetapi sering
kali apa yang dilakukan oleh birokrasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat,
sehingga ini juga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kepercayaan publik
terhadap pemerintah. Salah satu tujuan dari adanya otonomi daerah yaitu untuk
meningkatkan pelayanan publik di daerah, maka pemerintah daerah hendaknya
harus bisa mengimbanginya dengan kinerja optimal.
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan sekaligus melaksanakan
kebijakan dalam banyak hal tentunya berkaitan dengan pelayanan kepada
masyarakat. Hadirnya pemerintah yang diharapkan oleh masyarakat pada saat ini
adalah pemerintah yang demokratis, partisipasi, memberdayakan masyarakat,
penegakan hukum, kesetaraan, daya tanggap, wawasan kedepan, akuntabilitas,
efisiensi, efektifitas, dan profesional. Karena pelayanan yang diberikan birokrasi
di daerah identik dengan pelayanan kepada masyarakat secara langsung, sehingga
dalam konteks ini pemerintah selalu dituntut untuk selalu melakukan kinerja
secara profesional.
Kinerja instansi pemerintah akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan publik,
terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Posisi
2
masyarakat yang sedang tumbuh kearah masyarakat madani (Civil society)
menuntut peran birokrasi yang lebih akuntabel, transparan dan adaptif terhadap
penguatan hak-hak publik dalam pelayanan secara lebih luas dan berimbang
(Masdar, dkk., 2009:68). Masyarakat akan mempertanyakan nilai yang mereka
peroleh atas pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Kelihatannya di
sini masyarakat masih belum merasa puas atas kinerja yang diberikan oleh
pemerintah pada saat ini.
Studi Agus Dwiyanto (2011:135) menemukan bahwa selama ini orientasi
pelayanan dari sebagian besar aparatur birokrasi pemerintah masih cenderung
diarahkan untuk kepentingan birokrasi atau pejabat birokrasi, dan bukanya pada
peningkatan kepentingan publik. Seharusnya di era desentralisasi dan otonomi
daerah pada saat ini penerapan demokratisasi dalam hal pelayanan publik sudah
seharusnya terjadi. Dimana masyarakat mulai kritis dan bisa menentukan jenis
pelayanan yang mereka kehendaki. Namun kenyataanya, yang terjadi bahwa
birokrasi pemerintah lebih suka untuk dilayani dari pada untuk melayani
masyarakat.
Sementara itu Rasyid (1997) juga berpendapat bahwa seharusnya di era
desentralisasi dan otonomi daerah ini, Birokrasi didaerah itu mempunyai peran
yang sangat besar dalam pelaksanaan urusan–urusan publik. Tugas dan fungsi
birokrasi didaerah dalam penyelengaraan pelayanan publik menurut Rasyid
(1997) adalah :
a. Memberikan pelayanan umum (service) yang bersifat rutin kepada
masyarakat.
3
b. Melakukan pemberdayaan (empowerment) terhadap masyarakat untuk
mencapai kemajuan dalam kehidupan yang lebih baik.
c. Menyelenggarakan pembangunan (development) ditengah masyarakat.
Namun dalam prakteknya sejak otonomi daerah digulirkan peranan dan
fungsi birokrasi justru semakin dipertanyakan, mengingat banyaknya kecaman
dan keluhan dari masyarakat terhadap rendahnya kualitas dan kinerja pelayanan
publik di berbagai sektor atau instansi pemerintahan. Penelitian yang dilakukan
oleh Dwiyanto, (2002) menyimpulkan bahwa kinerja pelayanan birokrasi publik
di daerah masih tergolong rendah, praktek KKN dalam pemerintahan dan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik masih terus terjadi, keinginan masyarakat
untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif, akuntabel masih jauh
dari harapan masyarakat. Rendahnya kinerja dan kualitas pelayanan publik, yang
dirasakan oleh masyarakat mengakibatkan masyarakat sebagai penguna jasa
sering kali harus membayar biaya dengan mahal (high cost economy) untuk
pelayanan publik. Ketidakpastian (uncertainty) waktu, dan ketidakpastian biaya
membuat masyarakat malas dan mengerutu jika berhubungan dengan birokrasi.
Tuntutan atas perbaikan kinerja para pemangku jabatan dalam struktur
pemerintah merupakan sebuah keharusan, sebab terdapat fakta bahwa kinerja di
Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya kinerja pegawai di Indonesia dapat
dilihat dari hasil evaluasi atas laporan akuntabilitas instansi pemerintah yang
dikeluarkan oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi pada awal Januari 2014 lalu, hasilnya yaitu dari 505 Kabupaten/Kota
tidak ada satupun yang mendapatkan nilai AA dan A, nilai tertinggi hanya pada
4
kategori B, dan itu hanya didapatkan oleh 11 Kabupaten. Sedangkan untuk
pemerintah Kabupaten Pasaman Barat mendapatkan predikat nilai C.
(www.tempo.com, 8 Desember 2014).
Rendahnya kinerja birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan
publik, juga terlihat pada masih tingginya jumlah pengaduan kasus yang diterima
oleh Ombudsman Republik Indonesia. Seperti yang dialami Ombudsman
Republik Indonesia perwakilan Sumatera Barat dimana dalam dua tahun terakhir
telah terjadi peningkatan pengaduan masyarakat terhadap persoalan
penyelengaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah di daerah. Berdasarkan
data dari Ombudsman perwakilan Sumbar jumlah pengaduan yang masuk pada
tahun 2013 hanya terdapat 144 laporan, sedangkan di sepanjang tahun 2014 ada
237 laporan, disisni telah terjadi peningkatan hingga 80% dibandingkan tahun
sebelumnya (Data Ombudsman Tahun 2014). Disini terlihat bahwa adanya
peningkatan kesadaran masyarakat serta masyarakat semakin kritis terhadap hak
layanan yang seharusnya mereka terima, dan ternyata masih banyak sektor-sektor
layanan publik yang bermasalah yang menunjukan kinerja belum optimal.
Rendahnya kinerja pelayanan publik yang terjadi pada instansi pemerintah,
juga berujung pada adanya praktek maladministrasi. Berikut ini data tentang
praktek maladministrasi yang terjadi di daerah pada tahun 2014 dalam pelayanan
publik, sebagaimana dapat kita lihat tabel data berikut :
5
Tabel 1.1
Aspek Maladministrasi di Daerah Provinsi Sumbar
No Aspek Jumlah Persen
1 Berpihak 2 0.85%
2 Penundaan Berlarut 45 19.23%
3 Penyalahgunaan Wewenang 19 8.12%
4 Penyimpangan Prosedur 54 23.08%
5 Permintaan Imbalan Uang, Barang dan Jasa 23 9.83%
6 Tidak Kompeten 24 10.26%
7 Tidak Memberikan Pelayanan 52 22.22%
8 Tidak Patut 15 6.41%
Total 234 100%
Sumber : Catatan Layanan Publik Akhir Tahun Ombudsman Sumbar 2014
Dalam tabel di atas, secara umum menunjukan bahwa masih banyak
terjadinya praktek maladministrasi dilingkungan birokrasi. Terjadinya
maladministrasi pada sebuah instasi pemerintah merupakan salah satu tanda atau
indikasi bahwa kinerja pemerintah masih rendah dan belum optimal. Data di atas
juga menunjukan secara umum kinerja birokrasi pemerintah daerah dalam
menjalankan fungsi pelayanan publik, masih jauh dari harapan untuk terwujudnya
birokrasi yang responsif, efisien dan akuntabel.
Rendahnya kinerja birokrasi juga masih banyak terjadi dibeberapa
lingkungan instansi pemerintah di Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data dari
hasil laporan evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah daerah Kab/Kota tahun
2013 yang disampaikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
reformasi birokrasi adalah sebagai berikut :
6
Tabel 1.2
LAKIP Pemda Kab/Kota di Provinsi SUMBAR Tahun 2013
No Kabupaten/Kota Predikat No Kabupaten/Kota Predikat
1 Kab. Agam C 10 Kota Bukittinggi C
2 Kab. Dharmasraya C 11 Kota Pariaman C
3 Kab. Limapuluh Kota C 12 Kota Payakumbuh C
4 Kab. Padang Pariaman C 13 Kota Sawahlunto C
5 Kab. Pasaman Barat C 14 Kab. Pasaman CC
6 Kab. Pesisir Selatan C 15 Kab. Tanah Datar CC
7 Kab. Sijunjung C 16 Kota Padang CC
8 Kab. Solok C 17 Kota Padang Panjang CC
9 Kab. Solok Selatan C 18 Kota Solok CC
Nilai Rata-Rata Provinsi 42,27
Sumber : Data LAKIP Kementerian PANRB 2013
Gambar dari tabel di atas menunjukan bahwa secara umum kinerja
birokrasi pemerintah di Provinsi Sumatera Barat dalam menjalankan tugasnya
masih digolongkan pada predikat kategori rendah yaitu antara CC dan C.
Sementara itu dari delapan belas Kabupaten Kota yang ada di Provinsi Sumatera,
Barat Kabupaten Pasaman Barat yang akan dijadikan sebagai bagian objek dari
penelitian ini mendapatkan predikat C, ini berarti perlu adanya perbaikan secara
terus-menerus yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pasaman
Barat serta instansi-instansi yang ada dibawah naungan pemerintah daerah
tersebut. Upaya ini dilakukan agar kinerja pemerintah lebih baik lagi dari
sebelumnya.
Rendahnya kinerja pemerintah dan sering terjadinya permasalahan dalam
penyelengaraan pelayanan publik, secara umum di Indonesia terjadi hampir
disetiap instansi publik di pemerintah daerah. Dwiyanto (2002) mengatakan
bahwa berdasarkan hasil survei Governance dan Desentralisasi yang dilakukan
7
oleh UGM diantaranya membuktikan bahwa praktek peneyelengaraan pelayanan
publik di Kabupaten dan Kota di Indonesia masih rendah dan belum memenuhi
seperti apa yang diharapkan. Kondisi serupa juga tidak tertutup kemungkinan
terjadi disetiap instansi pemerintah. Masalah yang sering terjadi di pemerintah
Kabupaten Pasaman Barat juga terkait dengan rasa ketidak puasan masyarakat
terhadap kinerja pelayanan aparat birokrasi setempat, dan hal ini juga terjadi pada
Instansi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasaman Barat. Seperti yang
pernah dialami oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera
Barat, Syamsul Bahri, mengatakan sangat menyayangkan terhadap pelayanan
yang diberikan oleh pihak RSUD Pasaman Barat karena diduga lalai dalam
menangani pasien secara cepat. Kekecewaanya dimuat dalam media
elektronik/cetak Antara Sumbar yang menyatakan bahwa:
"....Saya jelas sangat kecewa. Apa yang disampaikan masyarakat
ternyata benar dan saya mengalaminya sendiri. Pelayanan yang
sangat memprihatinkan," saya saja sebagai Wakil Ketua DPRD
dikecewakan, apalagi masyarakat biasa yang memperoleh kartu
Jamkesda dan Jamkesmas. Pihak rumah sakit seharusnya cepat
tanggap dalam menangani pasien karena menyangkut nyawa
seseorang. (Sun, Antara Sumbar.Com, Simpang Ampek, Kamis
06/06/2013 08:58 WIB).
Sementara itu Kepala Bidang Advokasi dan Investigasi Lembaga
Pengawas Pelaksanaan Pemerintah Daerah RI DPD Pasaman Barat, Burhan
Sikumbang juga berkomentar :
“.....bahwa dirinya juga sangat menyayangkan terhadap pelayanan
dan fasilitas yang banyak tidak terawat. Pihaknya sudah sering
mendapat laporan tentang pelayanan RSUD yang mengecewakan.
Pembenahan harus segera dilakukan karena jika tidak maka Rumah
Sakit kebanggaan masyarakat Pasaman Barat ini akan selalu
mengecewakan masyarakat. (Sun, Antara Sumbar.Com, Simpang
Ampek, Kamis 06/06/2013 08:58 WIB).
8
Perbaikan akan kinerja yang rendah harus tetap dilakukan dan
ditingkatkan, baik dari segi kualitas, ketepatan waktu dan inisiatif kerja organisasi
sehingga pencapaian tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan visi yang
telah direncanakan.
Berdasarkan data hasil pengamatan di lapangan yang peneliti lakukan pada
Instansi RSUD Pasaman Barat, ternyata masih ditemukan beberapa masalah yang
berkaitan dengan kinerja yang belum optimal diantaranya yaitu berkitan dengan
standar pelayanan minimal yang belum tercapai yang terdapat dibeberapa unit
organisasi, diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.3
Daftar Capaian SPM Tahun 2014
No. Standar Pelayanan Minimal
Capaian
Batas
Waktu
Pencapaian Indikator Standar
1 Kejadian pulang paksa ≤ 5% 16% 4 tahun
2 Kepuasan pelanggang rawat
inap ≥ 90% 75% 4 tahun
3
Kecepatan memberikan
pelayanan ambulance / kereta
jenasah di rumah sakit < 30
menit
≥ 80 % 50% 1 tahun
4
Peralatan laboratorium dan
alat ukur yang digunakan
dalam pelayanan terkalibrasi
tepat waktu
100% - 3 tahun
5
Waktu tunggu hasil
pelayanan laboratorium < 140
menit
100% 70% 2 tahun
6 Kepuasan pelanggan pada
rawat jalan ≥ 90 % 68% 4 tahun
7 Ketersediaan pelayanan rawat
jalan Poliklinik THT 100 % 25% 2 tahun
Sumber : Profil RSUD Pasaman Barat Tahun 2014
9
Tabel di atas, menunjukan bahwa masih belum optimalnya kinerja
pegawai RSUD Pasaman Barat, hal ini dibuktikan oleh beberapa indikator yang
belum tercapai terhadap standar yang telah ditetapkan. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk meningkatkan kinerja pada organisasi ini, akan tetapi masih saja
terjadi masalah dengan kinerja. perlu kita sadari bahwa masalah kinerja
merupakan masalah yang complicated dan banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya, sehingga untuk mendapatkan kinerja yang optimal memang
butuh proses dan waktu.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat tingi
rendahnya kinerja pegawai dalam suatu organisasi, rendahnya tingkat kinerja
pegawai juga dapat diidentifikasi melalui pelayanan yang diberikan oleh pegawainya.
Mahmudi (2013:93) mengatakan bahwa : salah satu indikator untuk mengukur
kinerja adalah kualitas dan standar layanan. Indikator digunakan untuk mengukur
sukses atau tidaknya kinerja organisasi. Indikator kualitas layanan diantaranya:
kecepatan pelayanan, ketepatan waktu, kecepatan respon, keramahan, kenyamanan,
kebersihan, keamanan, keindahan (estetika), etika dan sebaginya. Data di atas
merupakan salah satu bentuk indentifikasi dari rendahnya kinerja pegawai yang
terjadi di RSUD Kabupaten Pasaman Barat yang dilihat dari dua sudut pandang
yaitu dari sudut pandang rendahnya kualitas layananan yang diberikan dan dari
sudut pandang standar layanan yaitu fasilitas yang kurang termanfaatkan dan
kurang terawat. Rendahnya kinerja pegawai di RSUD Pasaman Barat terlihat dari
kurangnya kesadaran pegawai dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Seringkali birokrasi menempatkan publik bukan sebagai pelanggan (Costumer)
10
dalam memberikan pelayanan melainkan sebagai objek pelayanan yang dapat
diberlakukan secara sewenang-wenang.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi baik buruknya kinerja pegawai
dalam organisasi. Ada asumsi bahwa kinerja pegawai juga tidak bisa terlepas dari
adanya faktor motivasi dalam diri pegawai. Salah satu teori yang mendasari
motivasi pegawai pemerintah adalah motivasi pelayanan publik atau public
service motivation (PSM). Motivasi pelayanan publik mengacu pada motivasi
untuk melakukan pelayanan publik yang bermakna dan tanpa pamrih dalam
membela kepentingan publik (Vandenabeele, 2008). Sedangkan Perry dan Wise
(1990: 368) mendefinisikan motivasi pelayanan publik sebagai kecendrungan
individu untuk merespon motif didasarkan pada hal yang utama atau yang unik di
lembaga-lembaga publik. Christensen dan Wright (2011) menyatakan bahwa
individu dengan tingkat motivasi pelayanan publik yang tinggi akan lebih tertarik
bekerja pada organisasi publik dan akan memperlihatkan tingkat kepedulian yang
lebih tinggi kepada persoalan kemasyarakatan. Asumsi ini didasarkan pada teori
yang menyatakan bahwa mereka/orang dengan tingkat motivasi pelayanan publik
tinggi cenderung berkinerja tinggi dan menikmati kepuasan kerja yang lebih
tinggi, dan mereka cenderung untuk tidak meninggalkan pekerjaan mereka (Naff
dan Crum, 1999).
Perry dan Wise (1990) juga melihat bahwa kinerja pegawai dapat
dipengaruhi oleh motivasi pelayanan publik. menurut mereka motivasi pelayanan
publik berhubungan secara positif dengan kinerja, Semakin besar motivasi
pelayanan publik (PSM) seseorang individu, maka semakin besar kemungkinan
seseorang untuk bekerja pada organisasi publik. Motivasi pelayanan publik
11
dikalangan pegawai publik mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
kinerja dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya.
Aspek lain yang diasumsikan mendukung kinerja pegawai adalah
kompetensi pegawai. Masdar, dkk (2009) mendefinisikan kompetensi pegawai
sebagai seseorang pegawai yang dapat memberikan kontribusi berarti bagi
keberhasilan pelaksanaan pekerjaan dan pencapaian kinerja organisasi. Pegawai
dengan tingkat kompetensi tinggi ternyata memiliki kinerja tinggi pula bila
dibandingkan dengan pegawai yang lain dengan kinerja yang lebih rendah
(Masdar, dkk. 2009:114). Keberhasilan birokrasi dalam memberikan pelayanan
publik sanggat bergantung pada kompetensi individu dalam organisasi untuk
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Konsep kompetensi merupakan karakteristik personal (skill, knowledge,
trait, motiv) yang menuntun prilaku kearah pencapaian kinerja yang diharapkan
(Masdar, dkk. 2009:114). Spencer dan Spencer (1993) mengemukakan bahwa
kompetensi individu merupakan karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan
individu yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja
yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta
kapasitas pengetahuan kontekstual. Kompetensi merupakan alat utama bagi
individu sebagai anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Kompetensi individu bisa berupa pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan.
Terdapat beberapa studi yang meneliti tentang hubungan antara
kompetensi pegawai dengan kinerja pegawai. Seperti yang telah dilakukan oleh
Gusti Ayu Riska Riyanti dan I Gde Adnyana Suibya, (2013) dan Syafwan, dkk.,
(2014) Dalam penelitian ini, dukungan kompetensi pegawai merupakan salah satu
12
faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Pegawai yang berkompeten
cenderung berkinerja tinggi dan sebaliknya bagi pegawai yang tidak berkompeten
maka kinerja cenderung rendah. Sehingga pegawai yang berkompeten diharapkan
mampu untuk mendorong kinerja yang baik dalam sebuah organisasi.
Merujuk pada fenomena di atas maka subjek dari penelitian ini adalah
Aparatur Sipil Negara dilingkungan RSUD Kabupaten Pasaman Barat. Keinginan
dan berbagai upaya untuk menciptakan, meningkatkan kinerja tentunya selalu
dilakukan. Namun kondisi dilapangan masih belum bisa dioptimalkan.
Keberadaan masyarakat sekarang sudah sanggat peka terhadap pemerintah serta
tingkat kesadaran masyarakat yang semakin baik menjadikan mereka semakin
kritis serta proaktif dalam menilai kinerja pelayanan publik. Sehingga pegawai
terus dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya.
Berangkat dari fenomena dan teori di atas maka peneliti merasa perlu untuk
melakukan suatu penelitian dengan kajian secara lebih mendalam, terhadap kinerja
pegawai yang dilihat dari faktor motivasi pelayanan publik dan kompetensi.
Variabel-variabel ini dipilih karena peneliti mencoba untuk melihat komponen
dari individu terhadap aspek dimensi manusia dan hubungan antar personal yang
dihubungakan dengan kinerja pegawai dalam organisasi. Penelitian ini kiranya
bisa memberikan masukan bagi instansi RSUD Kabupaten Pasaman Barat sebagai
bahan pertimbangan dalam peningkatan kinerja pegawai dari sisi faktor motivasi
pelayanan publik dan kompetensi.
13
1.2. Perumusan Masalah
Organisasi publik perlu untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kinerja
dalam organisasi. Kinerja merupakan masalah penting dalam kegiatan
manajemen, karena hal tersebut dapat dijadikan umpan balik bagi pengelola dan
para pembuat keputusan. Banyak pengertian tentang kinerja, seperti apa yang
dikemukakan oleh Rondinelli (dalam Simamora, 1998) yang menyatakan
“Perfomance is formally defined as the quantity and quality of task
accomplishment individual group or organizational”. Kinerja bukan hanya
menyangkut kuantitas atau sejumlah hasil yang bisa dihitung, tetapi juga termasuk
kualitas atau mutu pekerjaan. Kinerja merupakan tolak ukur dari keberhasilan,
dalam mencapai tujuan dalam organisai. Wibowo (2007:79) menjelaskan kinerja
merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk
mencapai hasil kerja. Sementara itu Mahsun (2006) menyatakan bahwa kinerja
merupakan gambaran mengenai tingkat capaian pelaksanaan suatu kegiatan, program,
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang
dalam strategic planning suatu organisasi.
Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya untuk tercapainya visi dan misi organisasi.
Istilah kinerja sering digunakan dalam menyebut prestasi atau tingkat
keberhasilan individu maupun kelompok individu dalam organisasi. Inefektifitas dan
inefisiensi kerja terjadi dimana-mana, perubahan ke arah perbaikan kualitas kinerja
14
selama ini belum mengalami perubahan yang berarti meskipun sudah cukup banyak
dan sering dilakukan, seperti peningkatan kesejahteraan, peningkatan kualitas SDM,
dan sebagainya. Namun perkembangan kualitas pelayanan aparat birokrasi malah
menuju ke arah yang sebaliknya. Inefektifitas dan inefisiensi administrasi malah
semakin meningkat. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa kinerja aparatur birokrasi
yang baik, yang memenuhi kriteria responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas,
belum terlaksana secara optimal.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu aparatur negara dan
abdi masyarakat yang memiliki peranan sangat penting dan menentukan dalam
penyelenggara sistem pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu PNS diharapkan
mampu melaksanakan kinerjanya dengan baik dan optimal. Agar dapat
melaksanakan tugas atau kinerja sebagaimana dimaksud di atas maka diperlukan
PNS yang memiliki motivasi pelayan publik yang tinggi dan berkompenstensi,
dalam melaksanakan tugasnya sebagai PNS. Dalam melaksanakan pekerjaannya,
PNS sebagai aparatur negara harusnya mampu memberikan kinerja yang optimal
untuk kesuksesan penyelenggaraan pemerintah.
Kinerja pegawai dapat dipengaruhi oleh motivasi pelayanan publik. Dalam
penelitian sebelumnya telah ditemukan adanya hubungan pengaruh yang
signifikan antara motivasi pelayanan publik dengan kinerja pegawai. Menurut
Perry dan Wise (1990) motivasi pelayanan publik di kalangan pegawai publik
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prestasi kerja (performance) dan
efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Sementara itu Christensen dan
Wright (2011) : mengemukakan bahwa Individu dengan tingkat motivasi
15
pelayanan publik yang tinggi akan lebih tertarik bekerja pada organisasi publik
dan akan memperlihatkan tingkat kepedulian yang lebih tinggi kepada persoalan
kemasyarakatan. Semakin besar motivasi pelayanan publik (PSM) seseorang
individu, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk bekerja pada
organisasi publik dan akan berpengaruh postitif terhadap kinerja pegawai dalam
organisasi.
Selain motivasi pelayanan publik, kompetensi pegawai juga memiliki
pengaruh terhadap kinerja, kompentensi dianggap penting karena kompentensi
mampu untuk memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering
seseorang melakukan pekerjaan yang sama maka semakin trampil dan semakin
cepat pula dalam penyelesaian pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam
pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas,
dan memungkinkan peningkatan kinerjanya (Simanjuntak, 2005). Abriyani (dalam
Safwan, dkk., 2014) berpendapat bahwa semakin luas pengalaman kerja
seseorang, maka semakin terampil untuk melakukan pekerjaan dan semakin
sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dari penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa kompetensi
juga menentukan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugasnya dan
kompetensi juga berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Salah satu yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Instansi Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasaman Barat adalah masih rendahnya dan
belum optimalnya tingkat kinerja pegawai. Peneliti berasumsi bahwa kinerja
pegawai juga tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh faktor motivasi pelayanan
16
publik dan kompetensi pegawai sehinga masalah penelitian ini dapat dirumuskan
dalam kalimat pertanyaan : Bagaimanakah bentuk pengaruh motivasi pelayanan
publik dan kompetensi terhadap kinerja pegawai (PNS) di lingkungan RSUD
Kabupaten Pasaman Barat?.
Sementara itu, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis bahkan
luasnya aspek yang diteliti serta agar penelitian ini lebih terarah, maka ruang lingkup
penelitian ini dibatasi pada faktor atau pengaruh motivasi pelayanan publik dan
kompetensi pegawai terhadap kinerja Aparatur Sipil Negara di RSUD Kabupaten
Pasaman Barat. Artinya faktor-faktor lain yang memepengaruhi kinerja pegawai
selain dari dua faktor tersebut tidak dikaji dalam penelitian ini.
Dari uraian di atas peneliti menganggap relevan diangkatnya penelitian
mengenai pengaruh motivasi pelayanan publik dan kompetensi pegawai terhadap
kinerja pegawai. Karena penelitian yang mengkaitkan hubungan antar veriabel-
variabel tersebut terhadap keadaan kinerja PNS di lingkungan instasi RSUD
Kabupaten Pasaman Barat dirasa belum pernah dilakukan sebelumnya pada
instansi ini.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh motivasi pelayanan
publik dan kompetensi pegawai terhadap kinerja pegawai. Serta menguji pegaruh
masing-masing variabel independen terhadap variabel kinerja Pegawai Negeri
Sipil RSUD Kabupaten Pasaman Barat.
17
1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang akan dilakukan, diharapkan penelitian ini dapat
berkontribusi dan memberikan manfaat terutama dalam rangka untuk
meningkatkan kinerja bagi organisasi publik yang menyangkut faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja yang dilihat dari variabel motivasi pelayanan publik dan
kompetensi.
Hasil penelitian ini menemukan dan membuktikan bahwa motivasi
pelayanan publik dan kompetensi berpengaruh secara positif terhadap kinerja
pegawai pada lingkungan Instansi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Pasaman Barat. Sehingga secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan serta sebagai bahan informasi dan acuan dalam rangka
mengoptimalkan kinerja pegawai pada lingkungan Instansi Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Pasaman Barat ke-arah yang lebih. Ditemukan besarnya
pengaruh dari variabel-variabel dan aspek-aspek yang diukur dalam penelitian ini
dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi manajemen sumber daya
manusia aparatur di lingkungan RSUD Kabupaten Pasaman Barat untuk lebih
meningkatkan dan mengoptimalkan kinerjanya.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dan telaah
akademis bagi pemerintah daerah Kabupaten Pasaman Barat dan khusunya pada
instansi RSUD Kabupaten Pasaman Barat terutama hal yang terkait dengan
faktor-faktor penting dalam mempengaruhi kinerja. Bagi pihak lain harapanya
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah referensi tambahan dan sekaligus
18
sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang tertarik dengan permasalahan
yang serupa.
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang kinerja telah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan
mengambil sampel penelitian baik dalam organisasi sektor swasta maupun
organisasi sektor pemerintah. Variabel-variabel penelitian yang digunakan untuk
menjelaskan kinerja juga sangat variatif ada yang bersumber dari dalam organisasi
dan ada juga yang bersumber dari luar organisasi. Konsep tentang kinerja juga
variatif, ada yang melihatnya sebagi output sementara ada yang melihatnya
sebagai outcome.
Penelitian ini secara khusus memfokuskan perhatian pada pengaruh
motivasi pelayanan publik dan kompetensi pegawai terhadap kinerja Aparatur
Sipil Negara yang berlokasi pada Instansi RSUD Kabupaten Pasaman Barat.
Dalam penelitian ini faktor motivasi pelayanan publik akan diukur mengunakan
teori Perry dan Wise (1990) yang mengukur dengan mengunakan empat dimensi
yaitu : 1) ketertarikan terhadap pembuatan kebijakan publik, 2) tanggung jawab
terhadap kepentingan publik, 3) perasaan haru atau kasihan, dan 4) sikap
pengorbanan diri. Sedangkan untuk variabel kompetensi akan mengunakan teori
Spencer dan Spencer (1993) dan akan dilihat dari dimensi : 1) kompetensi
intelektual, 2) kompetensi emosional, dan 3) kompetensi sosial. Kemudian
indikator kinerja pada penelitian ini akan mengunakan konsep yang dikemukakan
oleh Agus Dwiyanto (1995) dengan menggunakan dimensi pengukuran yang
meliputi empat indikator, yaitu : 1) kualitas layanan, 2) responsibilitas, 3)
19
responsivitas, dan 4) akuntabilitas. Dengan asumsi bahwa masing-masing variabel
akan membawa pengaruh terhadap kinerja pegawai RSUD Kabupaten Pasaman
Barat.
Dari penelusuran pustaka, penelitian yang mengkaitkan dan
mengabungkan antara dua varibel pengaruh motivasi pelayan publik dan
kompetensi pegawai terhadap kinerja mungkin belum pernah dilakukan
sebelumnya. Penelitian sebelumnya hanya melihat dan mengakaitkan faktor
motivasi pelayanan publik terhadap kinerja dan ada juga yang mengkaitkan faktor
kompetensi pegawai terhadap kinerja. Bahkan ada juga penelitian yang
mengkaitakan faktor kompetensi dan motivasi terhadap kinerja akan tetapi bukan
motivasi pelayanan publik (motivasi secara umum). Penelitian yang
mengabungkan dua veribel di atas sepertinya belum pernah dilakukan
sebelumnya.
Perry & Wise (1990), Christensen & Wright (2011), Lewis & Alonso
(2001), Sangmook Kim (2009) mereka semua pernah melakukan penelitian yang
mengkaitkan hubungan motivasi pelayanan publik terhadap kinerja, sedangkan
Mariani Yanti (2012) juga dalam disertasinya di Capella University United States
of Amerika tentang Public Service Motivation And Job Satisfaction In Jambi
Indonesia tapi tidak memperhitungkan kompetensi pegawai sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Gusti Ayu R. Riyanti dan I Gede Adnyana Sudibya (2013) dan Safwan,
dkk., (2014) juga telah melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi dan
kompetensi terhadap kinerja pegawai namun dalam penelitian ini hanya
20
membahas motivasi secara umum bukan motivasi pelayanan publik terhadap
kinerja, seperti yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
Suatu perbedaan penting lain dalam penelitian ini dibanding dengan
penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini akan mengabungkan dua
variabel antara motivasi pelayanan publik dan kompetensi pegawai terhadap
kinerja, motivasi disini adalah motivasi pelayanan publik. Semua variabel tersebut
dilihat dari individu pegawai terhadap kinerja pegawai dalam organisasi.
Penelitian dengan mengunakan variabel-variabel di atas nampaknya belum pernah
dilakukan sebelumnya, sehingga diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai
perbandingan terhadap temuan-temuan akan datang natinya.
1.6. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini tentunya tidak terlepas dari keterbatasan,
kerena itu merupakan sifat kodrat manusia yang tidak terlepas dari keterbatasan
dan kelemahan. Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini dapat
dikemukaan sebagai berikut
1. Karena keterbatasan dalam penelitian, maka ruang lingkup penelitian
ini hanya membatasi diri terhadap faktor atau pengaruh motivasi
pelayanan publik dan kompetensi terhadap kinerja Aparatur Sipil
Negara RSUD Kabupaten Pasaman Barat. Artinya faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja selain dari faktor motivasi pelayanan publik dan
kompetensi tidak dikaji dalam penelitian ini.
2. Penelitian ini hanya mengabil sebanyak 100 responden dari jumlah
164 populasi yang hanya terdiri dari pegawai negeri sipil fungsional,
21
data ini diambil dari data SDMK RSUD Kabupaten Pasaman Barat
periode Desember 2015.
3. Peneliti tidak mampu mengontrol secara ketat seluruh pernyataan
responden yang mengisi angket penelitian untuk pengumpulan data
penelitian terhadap tingkat kejujuran mereka.
4. Pengisian angket dalam penelitian ini, walaupun sudah diupayakan
secara teliti dan hati-hati, tentunya tidak terlepas dari adanya
responden yang mengisi angket dengan tidak serius dan asal-asalan.
5. Selain itu karena keterbatasan waktu dan biaya juga maka ruang
lingkup atau skop daerah penelitian ini hanya di batasi pada Instansi
RSUD Kabupaten Pasamana Barat. Artinya hasil penelitian ini tidak
dimaksudkan untuk digeneralisasikan terhadap seluruh pegawai negeri
sipil (ASN) tingkat Kabupaten, Provinsi Sumatera Barat, apalagi di
Indonesia.
6. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah menyangkut data yang
diperoleh dari responden. Data dalam penelitian ini bersifat persepsi
(Perceptual) dan tidak terlepas dari bias subjektifitas individu
responden. Artinya reliabilitas dalam penelitian ini sangat tergantung
kepada kejujuran responden dalam menjawab kuesioner penelitian.
7. Dari segi populasi penelitian keterbatasan penelitian ini adalah bahwa
responden yang dipilih dalam penelitian ini mungkin saja kurang
proporsional dalam keseluruhan aspek demografis responden, sehingga
dalam aspek-aspek tersebut kesimpulan yang diambil kurang
mencerminkan proporsionalitas yang sesugguhnya.