Upload
tranthu
View
234
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fenomena budaya nongkrong akhir-akhir ini sedang jadi sorotan para pembisnis kuliner
terutama di kota Yogyakarta yang mayoritas adalah pendatang dari luar kota. Tak pelak,
menjamurnya tempat-tempat nongkrong di Yogyakarta, menjadi ajang bersaing bagi para
pengusaha kuliner. Persaingan bisnis kuliner yang semakin ketat dengan munculnya beberapa
usaha kuliner yang tak hanya menjual produk makanan dan minuman tetapi juga menjual
suasana yang unik dan inovatif menjadikan para pengusaha memutar otak untuk lebih dari yang
lain.
Dalam upaya meningkatkan usaha kulinernya seorang pengusaha yang sudah terkenal
dengan usaha toko batik yang unik di Yogyakarta, menghantarkan suatu jenis sajian kuliner yang
unik pula di Yogyakarta, Hamzah Sulaiman atau yang lebih dikenal dengan nama Raminten,
yang juga pendiri Mirota Batik tahun 1970, mendirikan café unik dan sarat akan budaya Jawa
yang bertajuk The House of Raminten. Café ini berdiri sejak tanggal 26 Desember 2008 yang
cukup strategi berada di tengah kota Yogyakarta.
Berawal dari warung jamu yang hanya menjual produk jamu traditional, yang lama-
kelamaan menjadi café dengan produk yang makanan yang bermacam-macam sesuai dengan
selera pelanggan, maka café ini berkembang sangat cepat dan pesat dan bahkan menjadi ikon
Yogyakarta. Bapak Hamzah mengungkapkan bahwa membangun bisnis kuliner tidak cukup
hanya dengan mengandalkan modal dan kerja keras, tapi juga diperlukan strategi dan kreativitas
dalam memasarkan produk kuliner tersebut. Salah satunya dengan mendesain café dengan alat-
alat kesenian Jawa kuno, yang terinspirasi dari jiwa seni yang dimilikinya sejak umur 6 tahun.1
The House of Raminten merupakan salah satu fenomena di bidang kuliner yang patut
disorot lebih tajam, baik secara manajemen ataupun strategi yang mereka lakukan untuk menarik
pelanggan. Ada beberapa bukti yang memperkuat asumsi fenomenal tersebut, salah satu
percakapan menarik penulis dengan pak Kelik yang berprofesi sebagai tukang becak tentang
The House of Raminten adalah tentang kostum pelayan. “woh ya jelas! Saya paling senang
1 Hasil rangkuman wawancara dengan Bapak Tofan Subyanto, selaku wakil manager café, tgl 20 juni 2013
nganter tamu ya makan di Raminten itu soalnya pelayan-pelayannya pakai kemben semua hehe”
ujar Pak Kelik terkekeh sewaktu penulis tanyai tentang The House of Raminten.
Suasana restoran didesain seperti Yogyakarta mini dengan kereta kencana dan juga dokar
sebagai dekorasi tetap di kafe tersebut dan juga kostum yang dikenakan oleh para karyawan
dalam melayani pelanggan cukup unik dan kreatif. Dibalur kostum Jawa lengkap dengan kemben
dan jarit batiknya dan juga assesoris rambut yang berwarna-warni, para karyawan Raminten siap
menyapa setiap pelanggan dengan penuh kehangatan dan fun2. Dengan suasana tersebut jumlah
pengunjung telah terdongkrak.3 Suasana nyaman, harga terjangkau menjadikan The House of
Raminten sebagai salah satu wisata kuliner yang wajib dan selalu dikunjungi oleh masyarakat
yang datang dari luar kota.
Hal-hal tersebut yang membawa Hamzah harus dituntut konsisten dalam bisnis
kulinernya, menuntut beliau mendidik semua karyawan agar lebih maksimal dalam melayani
pelanggan dan juga menumbuhkan nilai-nilai organisasi dalam benak individu karyawan.
Mengkomunikasikan nilai-nilai organisasi melalui training-training atau pelatihan dalam
melayani pelanggan, mensosialisasikan kebijakan perusahaan dengan baik dan bagaimana
sebenarnya strategi perusahaan serta membuat karyawan merasa nyaman pada saat bekerja
dengan rasa kekeluargaan dan rasa “memiliki” yang kuat.
Stephen Robbin dalam bukunya yang sudah sangat terkenal dalam bidang managemen
“Organizational Behavior” berpendapat bahwa memahami nilai dalam kehidupan berorganisasi
merupakan hal yang penting, karena nilai merupakan dasar untuk memahami sikap dan motivasi
seseorang. Teori tersebut mendukung bahwa sikap dan motivasi karyawan terletak pada
penanaman nilai perusahaaan pada awal masuk dalam sebuah perusahaan dan budaya yang
dibentuk pada saat bekerja dilapangan. 4
Nilai atau values dalam sebuah organisasi atau perusahaan merupakan suatu tuntunan
atau pedoman yang mendasari bagaimana suatu perusahaan berpikir, mengambil keputusan,
bersikap dan bertindak. Yang mana suatu perusahaan menanamkan di jiwa setiap karyawan
2 Pre survey dengan beberapa pengunjung , tanggal 20 februari 2013.
3 http://ukmindonesiasukses.com/2012/01/berbekal-kemampuan-desain-batik-kini. diakses tanggal 28 desember
2012
4 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Salemba: Jakarta. Hlm: 146
secara lisan atau bisa dikatakan secara actual memang menjadi praktek dari perusahaan atau
organisasi tersebut, yang dilakukan dan dipraktekkan oleh karyawan. Praktek tersebut juga bisa
disebut upaya perusahaan dalam mengkomunikasikan nilai budaya jawa pada praktek organisasi
di benak karyawannya sesuai dengan tujuan yang diinginkan perusahaan, seperti yang dilakukan
oleh pemilik café The House of Raminten. Konsep Jawa sebagai keunikan merupakan terobosan
baru dalam nilai budaya organisasi di café The House of Raminten, hal inilah yang mendorong
peneliti untuk menjadikan café The House of Raminten sebagai bahan penelitian.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diambil
suatu rumusan permasalahan yang perlu diteliti dan dianalisa lebih lanjut yaitu bagaimana nilai
budaya Jawa dalam praktek-praktek organisasi pada café The House of Raminten?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui bagaimana nilai budaya Jawa dalam praktek organisasi di café The
House of Raminten
2. Untuk mengetahui pada praktek-praktek apa saja dalam nilai budaya Jawa di café The
House of Raminten
3. Untuk mengetahui peran nilai budaya Jawa dalam praktek-praktek organisasi di café The
House of Raminten.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Menambah kajian dalam komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan nilai budaya
Jawa dalam praktek-praktek organisasi di Indonesia.
2. Memberi inspirasi dalam nilai budaya Jawa dalam praktek-praktek organisasi.
3. Mengetahui praktek-praktek apa saja yang muncul dalam nilai budaya Jawa dalam
praktek-praktek organisasi di café House Of Raminten.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran pada penelitian ini pada dasarnya berasal dari konsep budaya
organisasi dan nilai organisasi. Yang mana teori-teori tersebut menginspirasi dari penelitian ini
sehingga muncul konsep praktek-praktek organisasi baik secara internal maupun eksternal, tentu
saja dalam lingkup organisasi.
1. Organisasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harfiah berarti
panduan dari bagian-bagian yang satu sama lainya saling bergantung. Menurut Everet M Rogers
dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem
yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang
kepangkatan dan pembagian kerja. 5Sedangkan menurut Robert Bennington dalam buku Modern
Bussiness: A System Approach mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen
mengkoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui struktur formal dari tugas-
tugas dan wewenang.
Sedangkan Stephen Robbins menjelaskan bahwa organisasi adalah kesatuan (entity)
social yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relative dapat
diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relative terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan
bersama atau sekelompok tujuan. Organisasi merupakan sistem rasional yang memiliki visi, misi,
tujuan (jangka panjang) dan sasaran (jangka pendek). Manajer dan anggota berusaha mencapai
tujuan sasaran tersebut. 6
Konsep organisasi yang dikemukakan oleh Karl Weick, sungguh menakjubkan. Weick
menyatakan bahwa kata organisasi“ adalah kata benda, kata ini juga merupakan kata “mitos”,
yang mana jika kita mencari wujudnya tidak akan pernah menemukannya. Yang akan ditemukan
dalam organisasi adalah sejumlah peristiwa yang terjalin bersama-sama, urutan-urutan peristiwa
tersebut, jalur-jalurnya, dan pengaturan temponya yang merupakan bentuk-bentuk yang
seringkali kita nyatakan secara tidak tepat bila kita membicarakan organisasi. Fokusnya disini
adalah proses dan aktivitas dalam pengorganisasian. 7
5 Prof. Dr. Khomsahrial Romli M Si. Komunikasi Organisasi.2011. Hlm: 1
6 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. 2008. “Perilaku Organisasi”. Hlm: 4
7 Prof. Dr. Khomsahrial Romli M Si. Komunikasi Organisasi.2011. Hlm:37-38
Selanjutnya menurut Weick teori berorganisasi dalam bidang komunikasi sangat penting,
karena dalam teori ini menggunakan komunikasi sebagai dasar penting dalam berorganisasi.
Organisasi bukan hanya terbentuk dari susunan posisi dan peranan, tetapi oleh aktivitas
organisasi. Lebih spesifik lagi, bahwasanya interaksi yang membentuk sebuah tindakan atau
perilaku antar individu. 8
Hubungan antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauanya yang
terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu
komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi,
metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya,
factor-faktor apa yang menjadi penghambat dan sebagainya. Jawaban-Jawaban bagi pertanyaan
tersebut adalah untuk bahan telaah selanjutnya kajian suatu konsepsi komunikasi bagi suatu
oeganisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi dan lingkup organisasi dengan
memperhitungkan situasi pada saat komunikasi dilancarkan.
2. Budaya Organisasi
Konsep budaya organisasi bisa dikatakan relative baru, yaitu baru berkembang sejak
tahun 1980-an yang dikembangkan oleh para teoritis organisasi. Dalam perspektif komunikasi,
konsep budaya organisasi menekankan pada cara-cara manusia membentuk realitas organisasi,
atau bisa dikatakan suatu cara individu menggunakan cerita, ritual, symbol dan kegiatan lain
untuk menghasilkan pemahaman. Berbeda dengan konsep awal budaya organisasi yang
cenderung perspektif antropologi yang sangat dipengaruhi oleh disiplin budaya itu sendiri.
Menurut John Van Maanen dan Stephen Barley, ada 4 bidang budaya dalam konsep
budaya organisasi. Bidang yang pertama adalah konteks ekologi, dunia fisik termasuk lokasi,
waktu, dan sejarah dan juga konteks social yang didalamnya organisasi berjalan. Bidang budaya
yang kedua terdiri atas jaringan atau interaksi diferensial. Maka setelah itu ada cara yang umum
dalam menafsirkan kejadian atau pemahaman kolektif, yang merupakan isi dari budaya itu
sendiri yang terdiri dari gagasan, cita-cita, nilai dan kegiatan. Dan pada akhirnya, ada kegiatan
atau tindakan individu yang medasari bidang individu tersebut atau individual dominan. 9
8 Stephen W. Litlejohn. 2009. teori komunikasi, edisi: 9 . hlm: 364-365
9 Stephen W. Litlejohn. 2009. teori komunikasi, edisi: 9 . hlm: 382-383
Budaya organisasi menurut Michael Pacanowsky dan Nick O’Donnell adalah sesuatu
yang dihasilkan melalui interaksi sehari-hari dalam organisasi bukan hanya tugas pekerjaan
tetapi semua jenis komunikasi. Dalam konsep budaya organisasi ini, hal yang menghadirkan
realitas budaya adalah penampilan. Penampilan membawa kepentingan atau makna dari
beberapa bentuk yaitu dapat berupa symbol, cerita, metafora, ideology atau hikayat yang dapat
menjadi hidup. 10
Michael Pacanowsky dan Nick O’Donnell juga memberikan sebuah saran yang penting
dalam penampilan organisasi. Yaitu:
a) Ritual, yaitu merupakan sesuatu yang diulangi secara teratur. Ritual ini tidak asing
dan sudah menjadi kebiasaan
b) Hasrat (passion), merupakan kegiatan yang dilakukan karyawan untuk membuat
pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus yang biasanya membosankan menjadi
menarik dan berhasrat.
c) Sosialitas, merupakan penguatan pemahaman umum tentang kesopanan dan
menggunakan aturan social dalam organisasi.
d) Politik organisasi, penampilan ini yang memperkuat dan menciptakan gagasan
tentang kekuasaan dan pengaruh yang dapat mencakup kekuatan pribadi, pererat
persekutuan dan perundingan.
e) Enkulturasi, proses pengajaran budaya pada anggota organisasi.11
Sedangkan menurut Stanley Davis dan teman-teman mendefinisikan budaya perusahaan
merupakan keyakinan dan nilai bersama yang memberikan makna bagi anggota sebuah institusi
dan menjadikan keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan atau pedoman berprilaku didalam
organisasi.12
Smircich dan Calas (1987) menyatakan bahwa budaya dapat diuji sebagai sebuah
variable atau suatu metafora (root metafora). Bila dipandang sebagai suatu variable eksternal,
budaya adalah sesuatu yang dibawa masuk ke dalam organisasi. Bila dibatasi sebagai suatu
variabel internal, penekanannya diletakkan pada wujud-wujud budaya (ritual, kisah dan
10 Ibid. hlm: 383
11 Ibid, hlm: 384-385
12 Achmad Sobirin, “2007. Budaya Organisasi. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.Hlm: 131
sebagainya) yang dikembangkan dalam organisasi. Analisis metafora dasar memandang
organisasi sebagai struktur pengetahuan, pola-pola simbolik bersama, dan refleksi proses-proses
yang tidak disadari.13
Dalam definisi budaya organisasi yang lebih mudah dimengerti bahwasanya budaya
organisasi secara teknis diturunkan dan dirumuskan dari visi misi perusahaan. Diharapkan
dengan terciptanya budaya organisasi, hubungan komunikasi menjadi lebih kondusif dan paling
penting terciptanya etos dan kinerja perusahaan atau organisasi yang mendorong pencapaian
tujuan lebih baik.
Adapun 7 karakteristik budaya organisasi yang dkemukakan oleh Robbins, yaitu:
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko
2. Perhatian terhadap detail
3. Berorientasi pada hasil
4. Berorientasi kepada manusia
5. Berorientasi pada tim
6. Agresitivitas
7. Stabilitas14
Berdasarkan berbagai uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya organisasi
merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, diterapkan dan dikembangkan secara
terus-menerus. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai perekat, pemersatu, identitas, citra
brand, pemacu pemicu (motivator), pengembangan yang berbeda dengan organisasi lain yang
dapat dipelajari dan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan perilaku
manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/ target yang
ditetapkan.
Seperti halnya konsep budaya organisasi diatas, berawal dari visi misi yang fokus ke
karyawan dan kekeluargaan, dengan tuntutan kerja harus profesional dan juga sistem
pengambilan keputusan yang dilimpahkan masing-masing divisi sesuai kerjanya, tak elak
menimbulkan masalah internal antar karyawan tersendiri.
Kekuatan Budaya Organisasi
13 R Wayne Pace dan Don F. Faules. 2010. komunikasi Organisasi. hlm. 91.
14 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi.
Perusahaan besar bisa bertahan tentu saja memiliki budaya perusahaan yang kuat.
Kekuatan budaya dapat menghasilkan kinerja yang baik pula, oleh sebab itu budaya tetap harus
dipertahankan dan dikembangkan. Gareth R Jones berpendapat bahwa budaya organisasi adalah
suatu bentuk acuan interaksi para anggota organisasi dan bentuk acuan interaksi pihak luar.
Bentuk acuan ini berupa nilai, norma-norma dan aturan-aturan sebagai dasar para anggota
berpikir dan berprilaku.15
Budaya perusahaan merupakan ideology bagi semua orang yang hidup dalam suatu
perusahaan, yang harus diyakini dan dilaksanakan sebagai pedoman hidup. Budaya menentukan
struktur organisasi, strategi, kebijakan dan program kerja. Selanjutnya menentukan budget,
pelaksanaan, evaluasi, kontrol, dan umpan balik untuk penyempurnaan visi, misi dan strategi
perusahaan.
Budaya mengandung 2 unsur penting yaitu nilai dan pola perilaku. Budaya sebagai nilai
dijadikan acuan berprilaku yang bersifat tidak nampak (unvisible), yang merupakan sesuatu yang
sulit diubah walaupun kondisi riil kehidupan social telah berubah. Sedangkan budaya sebagai
pola perilaku bersifat Nampak (visible), yang merupakan sesuatu yang mudah diubah dan
disesuaikan dengan perubahan kehidupan riil masyarakat.
Budaya perusahaan sebagai nilai artinya bahwa perusahaan itu menilai kinerja diukur
dengan satuan uang, teknologi tinggi atau dari sudut kesejahteraan karyawan. Sedangkan budaya
perusahaan sebagai pola perilaku, artinya bahwa kinerja perusahaan itu dilihat dari sudut
perilaku karyawan yang bekerja keras, atau dilihat dari sudut kemampuan pegawai baru
menyesuaikan dengan pegawai lama atau dilihat dari sudurt persahabatan antara pegawai lama
dan baru.
Secara ideal perusahaan yang memiliki budaya kuat yang dapat menciptakan kinerja yang
bagus ditandai bahwa perusahaan itu memiliki beberapa bagian, yaitu:
1. Tujuan yang jelas
2. Karyawan yang memiliki motivasi tinggi, loyal, kerja keras, perasaan senang bekerja
di perusahaan tersebut.
3. Struktur dan kontrol yang luwes
15 Darsono P. 2006. Budaya Organisasi: kajian tentang organisasi, media, budaya, ekonomi, social dan politik.
Hlm:170
4. Karyawan yang memiliki kesadaran tinggi tentang kelangsungan hidup perusahaan.16
Perusahaan yang memiliki budaya yang kuat tercermin dari tindakan manajemen dalam
berkomunikasi dengan karyawan secara non-formal, saling pengertian dan memberikan
pendidikan tentang filsafat manajemen, mengadakan ritual pada saat memberikan jasa produksi
dan lain-lain, tindakan yang tujuannya memberi dorongan kepada karyawan untuk bekerja keras
dan lebih produktif. Hal-hal tersebut berhubungan langsung dengan tingkat kinerja pegawai dan
penguatan nilai organisasi yang tersimpan dalam benak karyawan.
3. Nilai Organisasi
Kata nilai (value) berasal dari bahasa latin “valere” yang berarti “berharga” (case dalam
Maerhofer dkk., 2002). Nilai merupakan pola perhatian dalam hidup baik secara individu
maupun kelompok, masing-masing individu atau kelompok mempunyai nilai yang berbeda. Nilai
juga banyak didasarkan pada kegunaan sesuatu dengan pertimbangan banyak kognitif bukan
melalui pertimbangan afeksi, nilai juga memiliki sifat eksplisit dan implicit. Nilai dalam sebuah
organisasi berkaitan erat dengan penciptaan budaya suatu organisasi, yang artinya konsep nilai
organisasi menyangkut ideology seseorang dalam hal ini ideology seorang pemimpin atau
pendiri organisasi.
Menurut Smith dan Schwartz (1997), nilai-nilai sebagai keyakinan yang mengacu pada
tujuan yang diinginkan, melampaui tindakan atau situasi tertentu, berfungsi sebagai standar
untuk memandu pemilihan atau evaluasi perilaku, orang atau peristiwa dan diperintahkan oleh
kepentingan relative untuk satu sama lain. 17
Sedangkan menurut pendapat Robbins dan Judge, nilai menunjukkan alasan dasar bahwa
cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara pribadi atau social
dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen-
elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang baik,
benar atau diinginkan. Nilai memiliki sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara
16 Darsono P. 2006. Budaya Organisasi: kajian tentang organisasi, media, budaya, ekonomi, social dan politik. Hlm:
171-175
17 Dikutip dari: http://teorionline.net pada tanggal 27 juni 2013
pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan adalah penting, sedangkan sifat intensitas
menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut.18
Dalam penelitian Milton Rokeach yang berjudul Rokeach Value Survey ditemukan ada
beberapa aspek dari nilai, yaitu:
1. Nilai meliputi kognisi yang mana tentang apa yang diinginkan, menjelaskan
pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.
2. Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap
apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok
terhadap apa yang diinginkannya itu.
3. Nilai memiliki komponen tingkah laku, yaitu merupakan variabel yang
berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.19
Nilai menunjukkan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan atau keadaan tertentu lebih
disukai secara pribadi atau social dibandingkan keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat
elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seeorang individu mengenai hal-hal yang benar,
baik, dan diinginkan. .
Dalam penelitian ini, merujuk pada kerangka berpikir diatas yaitu muncul 2 level penting
secara internal dan eksternal yang menginspirasi praktek-praktek organisasi. Kedua level
tersebut didasarkan pada teori organisasi, budaya organisasi dan nilai organisasi yang dipadukan
dengan masalah yang ada di café The House of Raminten.
4. Praktek-praktek Organisasi
Dalam teori-teori besar yang digunakan di penelitian ini yaitu teori organisasi, budaya
organisasi dan nilai organisasi, menginpirasi munculnya praktek-praktek organisasi baik secara
internal dan eksternal. Praktek-praktek organisasi yang muncul tersebut berasal dari hasil
interaksi social yang terjadi di dalam organisasi baik itu dalam level internal maupun eksternal
organisasi. Level eksternal yang dimaksud adalah segala interaksi yang terjadi antara internal
dengan lingkungan luar tetapi masih di dalam lingkup organisasi.
Marshal Scoot Poole juga berargumen tentang praktek organisasi dalam teori iklimnya,
bahwasanya praktek organisasi selain memiliki tujuan, juga mengandung nilai social karena
18 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. 2008. “Perilaku Organisasi”. Hlm: 146
19 Ibid. hlm: 148-152
dimaknai oleh karyawan dalam hubungan kerja. Arti dari argument dari Poole adalah tentang
hubungannya dengan komunikasi itu sendiri, dimana kegiatan antar manusia yang paling asasi
dan menimbulkan pengaruh pada kegiatan-kegiatan di lingkungan kerja. Karena tentu saja kita
tahu bahwa komunikasi adalah pertukaran informasi dan penyampaian makna, yang mana hal
tersebut adalah esensi dalam setiap sistem social atau organisasi.20
Seperti yang sudah dijelaskan, berikut adalah level penting dari praktek-praktek
organisasi yang berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti.
a. Internal
Dalam level internal ini akan membahas tentang 2 hal penting yang ada didalam suatu
organisasi yaitu kebijakan perusahaan dan karyawan itu sendiri. Yang mana level internal ini
berada pada level pertengahan (meso), yang mana akan membahas praktek-praktek organisasi
yang berhubungan dengan laju produksi perusahaan.
1. Kebijakan Perusahaan
Level kebijakan organisasi adalah level yang memang sangat penting juga
sensitive bagi semua organisasi terutama organisasi atau perusahaan yang berbasis profit.
Karena dengan melihat pola komunikasi dari setiap bisnis akan selalu menimbulkan
berbagai masalah baik di dalam maupun diluar organisasi.
Kebijakan perusahaan atau sama halnya dengan organization policy ialah
kebijakan-kebijakan yang diambil organisasi sebagai bagian dari pelaksanaan strategi.
Organisasi memutuskan, memberikan dukungan dan memberikan prioritas-prioritas yang
harus diutamakan dalam rangka berjalannya strategi. Kebijakan dilahirkan dengan
panduan nilai-nilai dan semangat untuk mengembangkan nilai.
Tentu saja kebijakan perusahaan bersifat profit minded, karena memang tujuan
utama sebuah perusahaan adalah keuntungan. Tetapi setiap perusahaan berbeda-beda
melihat profit yang akan dicapai. Menurut Wiryanto kebijakan merupakan bagian dari
komunikasi organisasi yang mana disetujui organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi
20 Marshal Scoot Poole. “Communication and organizationalclimate”. (1985). Hlm: 80
kepentingan organisasi, yang isinya berupa cara kerja didalam organisasi, produktivitas,
dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi.21
Kebijakan perusahaan ini berkaitan dengan komunikasi efektif antara atasan dan
bawahan, dimana penyampaian aturan secara formal bisa masuk ke dalam benak
karyawan dan menjalankannya. Seperti pendapat Jefkins bahwa komunikasi karyawan
yang efektif tergantung dari hubungan karyawan yang memuaskan yang dibangun
berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana perusahaan yang positif.22
2. Karyawan
Dalam level karyawan ini merupakan level penting dalam perusahaan karena
membahas tentang perilaku, interaksi atau apa yang diinginkan karyawan terhadap
perusahaan dan pasti akan langsung berhubungan dengan kinerja karyawan yang
berhubungan langsung dengan laju produksi perusahaan.
Menurut Alvie Smith, mantan direktur komunikasi korporat (General Motors)
ada dua factor yang mempengaruhi komunikasi internal dengan karyawan yaitu:
a. Manfaat dari pemahaman, teamwork dan komitmen karyawan mencapai hasil yang
diinginkan. Aspek positif dari perilaku karyawan ini sangat dipengaruhi oleh
komukasi interaktif yang efektif di seluruh organisasi.
b. Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi manajer yang kuat, yang
membuat setiap supervisor disemua level dapat melakukan komunikasi yang efektif
dengan karyawan. Kebutuhan ini lebih dari sekedar menciptakan informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan tetapi harus membuat informasi bisnis dan isu public
yang mempengaruhi organisasi secara keseluruhan.23
Dalam level karyawan ini menitikberatkan pada penumbuhan nilai organisasi,
yang secara emosional atau afeksi dilakukan oleh pihak pimpinan dan manajemen
terhadap karyawan. Penumbuhan nilai organisasi yang ditujukan pada karyawan, akan
sangat berhubungan dengan budaya organisasi yang merupakan sarana komunikasi dalam
proses penanaman nilai organisasi ke karyawan.
21 Khomasahrial Romli. “komunikasi organisasi”. 2011. Hlm: 2
22 Frank Jefkins. “Publik Relation. Alih bahasa: Haris Munandar ”1995. Hlm: 172
23 Scott M Cutlip, Allen H Center, Glen M Brom. “Effective PR”edisi:9. 2002. Hlm: 254
Dalam penumbuhan nilai didalam perusahaan, pada dasarnnya karyawan hanya
memiliki satu dasar yang harus ditetapkan oleh dirinya sendiri tentu saja yang berkaitan
dengan perusahaan tempat karyawan bekerja yaitu komitmen karyawan.
Menurut Robbins komitmen adalah suatu tingkatan di mana seseorang
mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan tujuan-tujuannya dan berkeinginan untuk
memelihara keanggotaanya dalam organisasi. Bisa dikatakan bahwa komitmen lebih dari
sekedar menjadi anggota saja, tetapi lebih dari itu orang akan bersedia untuk
mengusahakan pada derajat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi
memperlancar mencapai tujuan organisasi.24
Menurut Martin dan Nicholls (dalam Amstrong, 1991) menyatakan ada 3 pilar
untuk membentuk komitmen seseorang terhadap organisasi, yaitu:
a. Menciptakan rasa kepemilikan terhadap organisasi, untuk menciptakan kondisi ini
orang harus mengidentifikasi dirinya dalam organisasi, untuk mempercayai bahwa
ada guna dan manfaat bekerja di organisasi, untuk merasakan kenyamanan di
dalamnya, untuk mendukung nilai-nilai, visi dan misi organisai dalam mencapai
tujuannya.
b. Menciptakan semangat dalam bekerja, cara ini dapat dilakukan dengan lebih
mengkonsentrasikan pada pengelolaan factor-faktor motivasi intrinsic dan
menggunakan berbagai cara perancangan pekerjaan.
c. Keyakinan dalam manajemen, cara ini mampu dilakukan manakala organisasi benar-
benar telah menunjukkan dan mempertahankan kesuksesan.25
Maka muncul logika hubungan penumbuhan nilai organisasi dengan komitmen,
loyalitas dan motivasi karyawan yang saling berkesinambungan secara emosional.
Keyakinan tentang pentingnya komitmen dalam kaitannya dengan nilai organisasi tampak
sekali terasa melihat kinerja karyawan dan efek yang timbul dari benak pelanggan atau
konsumen. Komitmen yang kuat akan mendorong rasa loyalitas yang tinggi pula bagi
karyawan terhadap perusahaan, hal tersebut juga langkah mudah untuk menumbuhkan
nilai organisasi dibenak karyawan. Sedangkan dorongan yang kuat dari karyawan
24 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. 2008. “Perilaku Organisasi”. Hlm: 152
25 Michael Amstrong. 1991. Persona Management Practice.London. Hlm: 107
terhadap perusahaan yang sering kita sebut dengan motivasi terletak pada hasil interaksi
dari lingkungan kerja yang sangat berhubungan langsung dengan budaya yang terjadi
pada lingkup internal perusahaan.
b. Eksternal
Dalam level eksternal akan membahas tentang 2 hal pendukung yang tak kalah
pentingnya dibandingkan dengan level internal, yaitu customer dan masyarakat. Yang mana level
internal ini berada pada level yang paling mikro dan makro, yang mana akan membahas praktek-
praktek organisasi yang berhubungan dengan tanggung Jawab perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya.
1. Customer
Pada level customer akan membahas tentang bagaimana perusahaan memberikan
pelayanan kepada konsumen. Dimana dapat mengantisipasi kebutuhan pelanggan baik
internal maupun eksternal, mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan,
dan secara terus-menerus mencari cara untuk meningkatkan kepasan pelanggan atau
konsumen.26
Dalam hal ini, fokus pelanggan berada di internal perusahaan yang terdiri dari (1)
organisasi (2) komunikasi dan (3) informasi. kemudian Kotler dan Amstrong
menjelaskan tiap factor tersebut, bahwa fokus pelanggan yang jika diuraikan dalam suatu
organisasi, yaitu:
a) Bagaimana manajemen berkomitmen terhadap pelanggan, dan penyediaan
sumber daya manusia yang mempunyai keterampilan dan pengalaman
untuk menangani pelanggan.
b) Komunikasi interaktif yang dilakukan perusahaan (organisasi) dengan
pelanggannya
c) Informasi yang diperoleh dari pelanggan dikelola dengan baik, serta
dimanfaatkan secara optimal27
Dalam factor-faktor tersebut yang menyangkut fokus pelanggan, turut membantu
perusahaan memperbaiki kinerja karyawan juga. Memang pada dasarnya, fokus
26 Yussy Santoso, “Organization Design and Job Analysis” 2013. Hlm: 119
27 Kotler Philip, “Manajemen Pemasaran” 2002. Hlm: 17
pelanggan ini lebih condong ke internal perusahaan, karena menyangkut komunikasi
yang baik antara pelanggan dengan karyawan secara langsung. Interaksi yang baik antara
karyawan dan pelanggan akan meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan.
Ada beberapa cara jika ditinjau dari banyak buku tentang manajemen pemasaran
terhadap pelanggan. Yang terpenting adalag pihak internal khususnya karyawan dapat
mengenali dan memberikan pemenuhan kebutuhan pelanggan baik secara internal
maupun eksternal. Eksternal disini yang dimaksud sangat berhubungan erat loyalitas dan
citra yang melekat di benak pelanggan atau konsumen.
Barney berpendapat bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan ada yang
bersifat tangible, sementara yang lainnya bersifat intangible. Aspek fisik adalah asset-
asset yang berupa financial resources, organizational resources, physical resources dan
technological resources. Sedangkan intangible asset berbentuk human resources,
innovation resources dan reputational resources. 28
Konsep tangible asset dalam perusahaan lebih banyak pada fasilitas fisik, petugas,
sarana komunikasi, dekorasi, kostum karyawan, kenyamanan ruang, interior, menu yang
disajikan, produk yang di produksi serta lokasi yang strategi dan dijangkau masyarakat
atau calon pelanggan. Sedangkan konsep intangible resources di klasifikasikan sebagai
asset atau kompetensi resources meliputi ritual karyawan, mitos perusahaan, sikap dalam
melayani, kemampuan mengatasi complain pelanggan, reputasi perusahaan, dan
pengetahuan karyawan terhadap produknya. Konsep tersebut bisa diaplikasikan ke dalam
konsep café The House of Raminten, dimana sangat menonjolkan pelayanan dari segi
fisik dan non fisik yang sangat memperhatikan kualitas pelayanan, karena kualitas
pelayanan berbanding lurus dengan kepuasan pelanggan.
2. Masyarakat
Level masyarakat merupakan level yang memang sangat penting dan juga
sensitive bagi semua organisasi terutama organisasi atau perusahaan yang berbasis profit.
Karena dengan melihat pola komunikasi dari setiap bisnis selalu menimbulkan berbagai
masalah di dalam maupun diluar organisasi, pada level ini akan membahas tentang
organisasi hubungannya dengan eksternal yang didasarkan pada kebijakan perusahaan.
28 Barney, Jay. 1991, “Firm Resources and Sustained Competitive Advantege” Journal of management, Vol.17, No.1
Level ini sangat berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dengan masyarakat, baik
itu yang bersifat komersil maupun sosial. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
masyarakat juga termasuk kebijakan perusahaan, apakah kegiatan tersebut akan
menunjang kepercayaan dan loyalitas konsumen atau tidak. Biasanya isu-isu tentang
kegiatan ke masyarakat disorot tajam oleh media, itu yang membuat banyak perusahaan
berlomba-lomba untuk melakukan kegiatan baik secara komersil maupun social.
Dalam level ini muncul komponen penting yang mencakup perihal masyarakat
luas, yaitu kebijakan-kebijakan yang diambil organisasi sebagai bagian dari pelaksanaan
strategi. Organisasi memutuskan, memberikan dukungan dan memberikan prioritas-
prioritas yang harus diutamakan dalam rangka berjalannya strategi. Kebijakan dilahirkan
dengan panduan nilai-nilai dan semangat untuk mengembangkan nilai.
Selain kebijakan yang berhubungan langsung dengan masyarakat ada satu hal lagi
yang sangat berkaitan erat dengan masyarakat yaitu etika perusahaan. Perusahaan yang
beretika harus mampu berpikir rasional terhadap lingkungannya baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial. Dalam penelitian ini akan menyangkut pautkan perusahaan
dengan tanggung Jawab sosial, baik itu melalui sosial itu sendiri maupun komersil.
Dr. Darsono P, SE, SF, MA, MM dalam bukunya “budaya organisasi”
mengatakan bahwa ada beberapa pengoperasian perusahaan yang harus dilakukan secara
rasional terhadap unsur-unsur masyarakat, antara lain:
a. Pelanggan, kepuasan melalui harga wajar, kualitas baik, dan pelayanan baik
barang dan jasa yang diperoleh.
b. Sosial,menjaga kelestarian lingkungan fisik, seperti pencemaran udara dan air,
menjaga lingkungan adat-istiadat, tidak merusak cara berpikir, pranata sosial
dan lembaga sosial. 29
Dalam perusahaan yang dipertaruhkan tidak hanya nilai material saja, melainkan
juga nilai mausiawi karena berkaitan dengan masyarakat. dalam hal ini, secara praktek
akan sangat berkaitan langsung dengan reputasi maupun citra perusahaan di mata
masyarakat luas, untuk itu memag perlu adanya kegiatan-kegiatan sosal untuk
mendukung kegiatan secara keseluruhan yang dijalakan perusahaan sehari-hari.
29 Darsono P. 2005. Budaya organisasi: kajian tentag organisasi, media, budaya, ekonomi, sosial da politik. Hlm:
290
Secara logis praktek-praktek orgaisasi baik internal maupun eksternal dalam
kerangka pemikiran tersebut akan diaplikasikan ke dalam konsep cafe The House of
Raminten.
F. MODEL PENELITIAN
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dihasilkan model penelitian yang
menjelaskan proses implementasi nilai budaya organisasi, sedangkan budaya organisasi adalah
rujukan dari nilai-nilai organisasi yang menjadi permasalahan inti, yang dibagi lagi kedalam 2
level yaitu: mezzo dan mikro, yang mana mezzo merupakan organisasi atau perusahaannya
sedangkan mikro adalah individu-individu didalamnya. Adapun model penelitiannya sebagai
berikut:
Gambar 1.1. Model Penelitian “Nilai Budaya Jawa Dalam Praktek-Praktek Organisasi”
G. KERANGKA KONSEP
Kebijakan Perusahaan
Karyawan
Customer
Masyarakat
Implementasi
Nilai Budaya
Jawa Organisasi
internal
eksternal
Pada bagian ini, akan menjelaskan konsep-konsep yang digunakan ke dalam objek
penelitian. Konsep-konsep tersebut akan menjelaskan permasalahan proses implementasi nilai
budaya Jawa dalam organisasi café The House of Raminten. Adapun kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah
Tabel 1.1. Kerangka Konsep “Nilai Budaya Jawa Dalam Praktek-Praktek Organisasi”
Variable Penjelasan
Nilai budaya
Jawa pada café
The House of
Raminten
Melalui variabel ini peneliti mengetahi sebab musabab café The House of
Raminten adalah perusahaan profit yang berkonsep Jawa Keraton
Yogyakarta sebagai nilai budaya organisasi.
Nilai Budaya
Jawa
Melalui variable ini dapat mengetahui bahwa bagaimana nilai budaya
pada praktek-praktek organisasi dalam konsep Jawa Keraton Yogyakarta
dengan simbol sosok Raminten.
Praktek-praktek
organisasi
Variable ini mengungkapkan bagaimana praktek-praktek nilai budaya
Jawa organisasi yang terjadi selama proses pendalaman nilai budaya
organisasi, yang akan dijelaskan dalam 4 level yaitu lebel kebijakan
persahaan, karyawan, customer, dan masyarakat.
H. METODOLOGI
1. Metode Penelitian
Suatu karya ilmiah tentunya memerlukan metode yang tepat dan relevan dengan pokok
permasalahan serta sesuai dengan tujuan. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan
secara kualitatif deskriptif yang tidak menggunakan hipotesis, melalui penelitian ini akan
berusaha untuk mendeskripsikan dan memahami fenomena sosial secara tepat dan mendalam
tentang nilai budaya Jawa dalam praktek-praktek organisasi di cafe The House of Raminten.
Dalam lingkup pengetahuan tentang fenomena realitas sosial sudah sering diteliti, tetapi
di sini terdapat keunikan dengan segala pola-pola komunikasi yang terjadi pada internal
perusahaan serta penumbuhan nilai organisasi café The House of Raminten. Didalam penelitian
ini terdapat 2 level yaitu internal dan eksternal yang saling berhubungan yang masih dipecah
untuk dapat lebih detail dan mendalam. Dalam implementasi nilai budaya dalam praktek-praktek
organisasi café The House of Raminten ini, telah menimbulkan suatu masalah yang ditonjolkan
yaitu tentang implementasi nilai budaya Jawa dalam praktek-praktek organisasi yang dilakukan
perusahaan terhadap karyawanya.
Penelitian ini menggunakan paradigma kontrukvisme, yang mana merupakan suatu
bentuk besar yang membawahi unsur-unsur dalam penelitian. Paradigma konstruktivisme adalah
paradigma yang berdasarkan pada pengkonstruksian terhadap suatu realitas. Dengan ketentuan
studi kasus tersebut, maka fenomena ini akan di analisis secara mendalam yang berasal dari
informan atau narasumber dengan perspektif manajemen komunikasi.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kantor café The House of Raminten, jln. Farida RM no.7
Kotabaru, Gondosuman, Yogyakarta.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga cara sesuai dengan jangkauan
penelitian yang hendak dicapai dan relevansinya dengan rumusan masalah. Yaitu studi dokumen,
wawancara mendalam dan observasi langsung merupakan pilihan untuk menjadi teknik
pengumpulan data dalam membedah studi kasus nilai organisasi pada café The House of
Raminten. Penjelasan dari masing-masing teknik akan dijelaskan sebagai berikut:
a) wawancara mendalam (in-depth interview), cara mengumpulkan informasi melalui
tatap muka secara langsung kepada informan yang kompeten, sehingga mendapat
keterangan yang mendalam mengenai kasus atau objek yang diteliti.30. Data informasi
yang dimaksud dapat berupa penjelasan, perasaan atau pengetahuan lengkap yang
30 Rachmat Kriyantono. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media, halaman 100.
dimiliki informan mengenai internal perusahaan café The House of Raminten. Dalam
penelitian ini, hasil wawancara mendalam kepada pihak manajemen menjadi data
primer, yang kemudian dianalisis berdasarkan perspektif komunikasi organisasi.
b) Studi dokumen atau arsip-arsip penting, pengumpulan data informasi penelitian
melalui sumber-sumber hasil laporan, jurnal, buku, foto, internet dan dokumen-
dokumen penting lainnya yang dapat dijadikan sebagai sumber data.
c) Observasi, menyaratkan pencatatan dan perekaman sistematis mengenal sebuah
peristiwa, artefak-artefak, dan perilaku-perilaku informan yang terjadi dalam situasi
tertentu, bukan seperti yang belakangan mereka ingat, diceritakan kembali, dan
digeneralisasikan oleh partisipan itu sendiri. Metode-metode observasi jarang
digunakan sendiri, tapi sering dikaitkan dengan wawancara.31 Didalam penelitian ini,
akan melakukan observasi di café The House of Raminten pada saat jam operasional,
pengamatan ini akan membantu peneliti dalam mendeskripsikan situasi yang terjadi
di lapangan, sehingga sebenarnya implementasi dari nilai perusahaan apakah sudah
kuat atau belom
4. Penentuan Informan
Wawancara dari para informan untuk memperoleh pernyataan yang sifatnya terbuka
untuk mengetahui keaslian-keaslian yang terjadi di internal café The House of Raminten.
Keaslian data wawancara yang dilakukan pada pihak management, karyawan dan beberapa
konsumen di café The House of Raminten dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi yang
nyata dilapangan. Adapun pihak-pihak yang akan diwawancarai antara lain:
a) Pemilik atau pendiri café The House of Raminten, diharapkan memberikan informasi
tentang kebijakan perusahaan dan nilai organisasi serta tujuan yang ingin dicapai
untuk karyawannya.
b) Manager café The House of Raminten, untuk membantu memberikan informasi
tentang management kepegawaian, prosedur karyawan dan pengalaman-pengalaman
yang terjadi dilapangan.
c) Karyawan café The House of Raminten, diharapkan lebih mendalam mengetahui
bagaimana yang sebenarnya ada dibenak karyawan serta pengalaman-pengalaman
yang terjadi pada saat bekerja.
31 Daymon and Holloway. Loc. cit.
d) Konsumen (customer) café The House of Raminten, membantu mendukung data-data
seperti kepuasan konsumen, loyalitas konsumen, pengalaman yang terjadi pada saat
di café dan pendapat tentang mitos yang terjadi.
Untuk pemilihan informan bukan sebagai perwakilan saja, tetapi disesuaikan dengan
realitas dan yang terjadi dilapangan.
5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan
dengan memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis,
kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir
Induktif. Hal ini sesuai dengan apa yang akan diteliti, yaitu tentang penguatan nilai dalam
praktek organisasi pada cafe The House of Raminten, berdasarkan dengan teori-teori komunikasi
yang bertujuan dan mengarahkan pada direalisasikannya nilai organisasi yang dimaksud oleh
pendiri dengan berbagai budaya dan strategi yang digunakan.
6. Limitasi Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, limitasi atau pembatasan penelitian masalah
pada penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan praktek-praktek organisasi yang terjadi di café
The House of Raminten nilai budaya jawa organisasi.