Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, manusia semakin
banyak menggunakan alat teknologi digital, termasuk dalam berinteraksi antara
sesamanya.1 Hampir seluruh aktivitas perekonomian di dunia khususnya di
Indonesia menggunakan media internet dan sistem elektronik. Salah satu aspek
aktivitas ekonomi tersebut adalah dalam hal bertransaksi dengan menggunakan
internet yang di kenal dengan e-commerce.2
Transaksi jual beli melalui media elektronik atau e-commerce merupakan
salah satu bentuk transaksi perdagangan yang paling banyak dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi informasi. Melalui transaksi perdagangan ini konsep pasar
tradisional (dimana penjual dan pembeli secara fisik bertemu) berubah menjadi
konsep telemarketing (perdagangan jarak jauh melalui internet) e-commerce pun
telah mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang diinginkannya.3
Tekhnologi internet mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
perekonomian dunia. Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak
baru yang lebih populer dengan istilah digital economics atau perekonomian digital.
1 Syaibatul Hamidi, dkk, Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Pidana, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 1, No. 4, 2013, Banda Aceh: Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, hlm. 25. 2 Rahadi Wasi Bintoro, Peranan Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Transaksi
Elektronik di Peradilan Umum, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11, No. 2, 2011, Puwokerto: Fakultas
Hukum, Universitas Jenderal Soerdiman, hlm. 259. 3 Alfian Perdana, dkk, Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Melalui
Media Elektronik, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 1, 2014, Banda Aceh: Pascasarjana Universitas
Syiah Kuala, hlm. 52.
2
Internet tersebut bukan lagi suatu hal yang baru dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini telah
membawa banyak perubahan bagi pola kehidupan sebagian masyarakat Indonesia.
Pola kehidupan tersebut terjadi hampir di semua bidang, baik sosial, budaya,
perdagangan dan bidang lainnya. Dalam bidang perdagangan, internet mulai
banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya
terhadap efisiensi.4
Teknologi informasi atau information technology (IT) telah mengubah
masyarakat, telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru,
serta menciptakan jenis pekerjaan dan karier baru dalam pekerjaan manusia.5 Salah
satu bagian yang paling berkembang pesat dari bidang teknologi informasi adalah
internet (interconnection networking), yang pada awalnya diciptakan sebagai
saluran swasta untuk kepentingan kegiatan penelitian dan akademis, Internet
sekarang lebih banyak dieksploitasi oleh bisnis untuk berbagai macam pelayanan
komersial.
Sangat wajar, mengingat melalui Internet masyarakat memiliki ruang gerak
yang lebih luas dalam memilih produk (barang dan jasa) yang akan dipergunakan,
tentunya dengan berbagai kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan keinginannya.6
Namun, banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan e-commerce seperti
yang disampaikan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib
4 Riyeke Ustadiyanto, Framework E-Commmerce, ANDI, Yogyakarta, 2001, hlm. 11. 5 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Cyber Sistem Pengamanan E-commerce, “makalah dalam
seminar tentang Peran Penegak Hukum Dalam Kaitannya Dengan Transaksi Perbankan” yang
diselenggarakan oleh Bank Mandiri pada hari Kamis, 18 Januari 2001 di Mandiri Club Jakarta, hlm.
1. 6 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi
Informasi, Refika, Bandung, 2005, hlm. 169.
3
Niaga Widodo7 menyatakan bahwa banyak kasus perdagangan melalui situs dalam
jaringan atau electronic commerce (e-commerce) sampai akhir bulan Februari tahun
2018 yaitu, Kementerian Perdagangan menerima 34 keluhan yang pada umumnya
dari calon pembeli telepon seluler serta produk elektronik lainnya yang melakukan
transaksi online. Lebih lanjut mengatakan ada beberapa kecurangan yang ditemui
dalam transaksi jual-beli online. Pertama, lamanya waktu pengiriman barang yang
tidak sesuai yang dijanjikan. Kedua, barang tidak sesuai ketentuan. Ketiga, barang
tidak bisa dikembalikan jika rusak. Keempat, pengembalian uang yang memakan
waktu lama.
Permasalahan yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa transaksi jual
beli melalui media elektronik atau e-commerce mempunyai resiko yang cukup
besar. Khusus dalam sistem perdagangan yaitu mengenai pembayaran misalnya ada
resiko yang timbul karena pihak konsumen biasanya memiliki kewajiban untuk
melakukan pembayaran terlebih dahulu (advanced payment), sementara ia tidak
bisa melihat kebenaran serta kualitas barang yang dipesan dan tidak adanya jaminan
kepastian bahwa barang yang dipesan akan dikirim sesuai pesanan. Lebih jauh lagi
pembayaran melalui pengisian nomor kartu kredit di dalam suatu jaringan publik
(open public network) seperti misalnya internet juga mengandung resiko yang tidak
kecil, karena membuka peluang terjadinya kecurangan baik secara perdata maupun
pidana.
Hal ini disebabkan karena di dalam transaksi jual beli media elektronik atau
e-commerce, para pihak yang melakukan aktivitas transaksi sejak dilakukannya
7 Diunduh dari https://katadata.co.id/berita/2016/02/18/pemerintah-beberkan-kecurangan-e-
commerce. Kementrian Perdangan. Diakses pada tanggal 04-04-2018 pukul 11.10
4
penawaran oleh pihak penjual (produsen) sampai dengan lahirnya kesepakatan
perjanjian jual beli dan pelaksanaannya, semua menggunakan sarana berbentuk
data elektronik dengan memanfaatkan jaringan koneksi internet dan komputer.
Koneksi ke dalam jaringan internet sebagai jaringan publik merupakan koneksi
yang tidak aman, sehingga hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa transaksi jual
beli elektronik yang dilakukan dengan koneksi ke internet adalah bentuk transaksi
beresiko tinggi yang dilakukan di media yang tidak aman. Namun demikian,
kelemahan yang dimiliki oleh internet sebagai jaringan publik yang tidak aman ini
telah dapat diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi penyandian
informasi (crypthography) yaitu suatu proses sekuritisasi dengan melakukan proses
enskripsi (dengan rumus algoritma) sehingga menjadi chipher/locked data yang
hanya bisa dibaca/dibuka dengan melakukan proses reversal yaitu proses deskripsi
sebelumnya. Selain itu kelemahan hakiki dari open network yang telah
dikemukakan tersebut sebenarnya sudah dapat diantisipasi atau diminimalisasi
dengan adanya sistem pengamanan digital signature yang juga menggunakan
teknologi sandi crypthography. Berbagai kendala yang dihadapi dalam
pengembangan jual beli media elektronik ini seperti keterbatasan infrastruktur,
ketiadaan undang-undang, jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya
manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-
commerce.
Sekalipun menimbulkan resiko, mengabaikan pengembangan kemampuan
teknologi akan menimbulkan dampak negatif di masa depan, sehingga keterbukaan,
sifat proaktif serta antisipatif merupakan alternatif yang dapat dipilih dalam
menghadapi dinamika perkembangan teknologi. Hal ini disebabkan karena
5
Indonesia dalam kenyataannya sudah menjadi bagian dari pasar e-commerce global.
Dikarenakan kegiatan jual beli melalui media elektronik atau e-commerce ini sering
mengalami banyak kecurangan yang merugikan konsumen maka dari itu diperlukan
aturan yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen. Jaminan
kepastian hukum bagi konsumen dalam melakukan transaksi jual beli media
elektronik diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen.
Berdasarkan uraian diatas maka pada kesempatan ini penulis akan berusaha
memaparkan mengenai aspek hukum transaksi e-commerce dengan melakukan
pembatasan sesuai dengan judul yang diambil yaitu “Tinjauan Yuridis
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli
Melalui Media Elektronik”
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pengertian tinjauan adalah
mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), pandangan, pendapat
(sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya).8 Menurut Kamus Hukum,
kata yuridis berasal dari Yuridisch yang berarti menurut hukum atau dari segi
hukum.9 Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa tinjauan yuridis berarti mempelajari
dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), suatu pandangan atau pendapat dari
segi hukum.
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada sanksi dan/atau korban, perlindungan
hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat
8 Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa
(Edisi Keempat), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1470. 9 M. Marwan dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, hlm. 651.
6
diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi,
kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.10 Menurut Satijipto Raharjo,
perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia
(HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada
masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.11
Pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun mahkluk hidup lain untuk diperdagangkan (Pasal 1 ayat (2) UUPK).
Konsumen yang dimaksud disini adalah konsumen dalam hal melakukan kegiatan
perdagangan atau jual beli melalui media elektronik.
Transaksi jual beli media elektronik adalah aktivitas perdagangan yang
dilakukan melalui media elektronik yang terhubung dengan jaringan internet.
Dalam jual beli secara elektronik para pihak tidak bertemu secara langsung satu
sama lain melainkan berhubungan melalui internet.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hukum mengatur dan memberikan perlindungan konsumen
dalam transaksi jual beli melalui media elektronik?
2. Bagaimanakah konsep perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi
jual beli melalui media elektronik?
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press, Jakarta,1984, hlm. 133. 11 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 53.
7
Perbandingan Tesis
Ada beberapa penelitian yang ditulis dalam tesis yang dapat penulis
paparkan dalam bab 1 ini, sebagai perbandingan.
1. Adapun sebelumnya yang melakukan penelitian tentang judul yang sama
dengan penelitian ini adalah Tinjauan Hukum Perjanjian Jual-Beli Melalui
E-Commerce di Indonesia atas nama Andi Tenri Ajeng P.12 Namun rumusan
masalahnya berbeda yaitu 1. Kapan terjadinya kata sepakat dalam perjanjian
jual-beli melalui E-Commerce? 2. Bagaimana keabsahan perjanjian jual-
beli melalui E-Commerce? Dalam menjawab permasalahan tersebut,
penulis menggunakan penelitian pustaka atau library research dengan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif (syar’i) dan
pendekatan yuridis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
bahan hukum primer yaitu Undang-undang dan putusan pengadilan. Bahan
hukum sekunder yaitu berbagai literatur, pendapat ahli, kamus hukum.
Bahan non hukum seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan buku-buku
ekonomi.
2. Selanjutnya dalam penelitian atas nama Suwari Akhmaddhian dan Asri
Agustiwi.13 Yang melakukan perlindungan hukum terhadap konsumen
dalam transaksi jual beli secara elektronik di Indonesia. Tujuan
penelitiannya adalah untuk mengetahui Bagaimana Keabsahan Perjanjian
Jual Beli Elektronik di Indonesia dan Bagaimanakah Perlindungan Hukum
12 Andi Tenri Ajeng, Tinjauan Hukum Perjanjian Jual Beli melalui E-commerce, Skripsi
Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2017. 13 Suwari Akhmaddhian & Asri Agustiwi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Dalam Transaksi Jual Beli secara Elektronik, Jurnal Unifikasi, Vol. 3, No. 2, Juli 2016.
8
Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Secara Elektronik di
Indonesia. Metode penelitian adalah yuridis normatif, pengumpulan data
dilakukan melalui studi pustaka. Hasil penelitian yaitu: Pertama, Keabsahan
Perjanjian Jual Beli Elektronik di Indonesia diatur Pasal 47 dan Pasal 48
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik; Kedua, Perlindungan hukum bagi
masyarakat terdapat dalam Pasal 46 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 62 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan
hukum terhadap konsumen dalam transaksi jual beli secara elektronik di
Indonesia diatur secara tegas baik dari sisi pidana maupun perdata. Dengan
demikian melihat dari penelitian sebelumnya maka dapat disimpulkan
bahwa peneltian yang penulis lakukan ini adalah kajian yang berbeda
rumusan masalah serta penulis dapat merumuskan tujuan dari penelitian ini
sebagai berikut.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya,
maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah hukum mengatur dan memberikan
perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli melalui media elektronik.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep perlindungan hukum bagi
konsumen dalam transaksi jual beli melalui media elektroni.
9
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kepentingan
akademis maupun kepentingan praktis terhadap konsumen dalam hal jual beli
melalui media elektronik dimasa kini dan masa yang akan datang.
a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya
dan pada khususnya hukum perdata (Bisnis).
b. Manfaat praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan konsumen dalam hal transaksi
jual beli melalui media elektronik di Indonesia, yang pada gilirannya dapat
menjadi solusi dalam penyelesaian masalah yang timbul di masyarakat.
E. Landasan Teori
Yang menjadi landasan teori dalam tesis ini adalah Teori Keadilan dan Teori
Perlindungan Konsumen.
1. Teori Keadilan.
Istilah Keadilan (justicia) berasal dari kata “adil” yang berarti, tidak berat
sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya, tidak sewenang-
wenang.14 Kata justice memiliki kesamaan dengan equity yaitu keadilan, yang
dapat diartikan sebagai berikut:15
14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 517. 15 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 91.
10
- Keadilan (justice), tidak memihak (impartial), memberikan setiap orang
haknya (his due)
- Segala sesuatu layak (fair), atau adil (equitable)
- Prinsip umum tentang kelayakan (fairness) dan keadilan (justice) dalam hal
hukum yang berlaku.
Berikut adalah Keadilan menurut beberapa tokoh, yaitu:
a. Aristoteles.
Dalam teorinya menyatakan bahwa ukuran keadilan adalah:16
- Seseorang tidak melanggar hukum yang berlaku, sehingga keadilan berarti
sesuai hukum atau (lawfull) yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan
hukum harus diikuti.
- Seseorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga keadilan
berarti persamaan hak.
Pembagian keadilan menurut Aristoteles dalam bukunya Etika, membagi
keadilan dalam dua golongan yaitu:17
- Keadilan distributif, yakni keseimbangan antara apa yang didapati (he gets)
oleh seseorang dengan apa yang patut di dapatkan (he deserves).
- Keadilan korektif, yakni keadilan yang bertujuan mengkoreksi kejadian
yang tidak adil, sebagai bentuk keseimbangan (equality) antara apa yang
diberikan dengan apa yang diterimanya.
16 Ibid., hlm. 93. 17 Ibid., hlm. 109.
11
b. John Rawls
Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika diakhir
abad ke-20, John Rawls, seperti A Theori of Justice, Political Liberalism, and The
Law of Peoples, yang memberikan pengaruh pemikiran cukup besar terhadap
diskursus nilai-nilai keadilan.18
John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian of
social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya
institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh
masyarakat tidak mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang
yang telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari
keadilan.19
Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap keadilan
bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah
memperhatikan dua prinsip keadilan. Petama, memberi hak dan kesempatan yang
sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap
orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi
sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik.20
18 Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 1,
April 2009, hlm. 135. 19 Ibid., hlm. 139-140. 20 John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973, yang sudah
diterjemahkan dalam bahasa indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006.
12
2. Perlindungan Konsumen.
Perlindungan konsumen menurut Az Nasution adalah bagian dari hukum
yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur hubungan dan
juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.21
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan: “Perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”.
Karena itu, berbicara tentang perlindungan konsumen berarti
mempersoalkan jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak konsumen.
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan
konsumen dalam memperoleh barang dan jasa, yang berawal dari tahap-tahap
kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari
pemakaian barang dan jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen dalam dua
aspeknya itu, dapat dijelaskan sebagai berikut:22
- Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang
dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau
melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-
persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses
distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan
standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga,
21 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta,
2002, hlm. 22. 22 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014, hlm. 7-8.
13
persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika
timbul kerugian karena memakai atau mengonsumsi produk yang tidak
sesuai.
- Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat
yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan
periklanan, standar kontrak, harga, layanan purnajual, dan sebagainya. Hal
ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan
mengedarkan produknya.
Aspek yang pertama, mencakup persoalan barang atau jasa yang dihasilkan
dan diperdagangkan, dimasukkan dalam cakupan tanggungjawab produk yaitu
tanggungjawab yang dibebankan kepada produsen-pelaku usaha karena barang
yang diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat di dalamnya sehingga
menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya, karena keracunan makanan,
barang tidak dapat dipakai untuk tujuan yang diinginkan karena kualitas rendah,
barang tidak dapat bertahan lama, karena cepat rusak, barang tidak sesuai dengan
penggunaan yang diinginkan, dan sebagainya. Dalam kaitan ini, beberapa persoalan
yang timbul menyangkut bahan baku, proses produksi, desain, dan sebagainya yang
berhubungan dengan menghasilkan produk. Sedangkan kedua, mencakup cara
konsumen memperoleh barang dan atau jasa, yang dikelompokkan dalam cakupan
standar kontrak yang mempersoalkan syarat-syarat perjanjian yang diberlakukan
oleh produsen-pelaku usaha kepada konsumen pada waktu konsumen hendak
mendapatkan barang atau jasa kebutuhannya.23
23 Ibid
14
Tujuan dari perlindungan konsumen yang tercantum dalam pasal 3 UUPK
(butir c dan d) tegas menyatakan bahwa untuk meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen, serta upaya untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
Perlindungan terhadap konsumen sangatlah penting, mengingat makin
lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi
produktifitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan
dalam rangka mencapai sasaran usaha. dalam rangka mengejar dan mencapai kedua
hal tersebut, baik langsung atau tidak langsung maka konsumenlah pada umumnya
merasakan dampaknya.24
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan “Penelitian Hukum Normatif”. Penelitian
hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang
dihadapi.25
24 Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju,
Bandung, 2000, hlm. 23. 25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keenam, Kencana, Jakarta, 2010,
hlm. 35.
15
2. Jenis pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
perundang-undangan /statute aprroach dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani26 yang berkaitan dengan perlindungan hukum dan kepastian hukum
terhadap konsumen dalam hal jual beli melalui media elektronik serta pendekatan
konsep/conceptual approach27 yang digunakan mengkaji konsep maupun teori
kepastian hukum dalam perjanjian jual beli.
3. Bahan Hukum
Bahan hukum terdiri atas dua bagian. Pertama, bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas.
Kedua, bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi.
a. Bahan hukum Primer, yakni bahan-bahan hukum yang terdapat dalam
unit amatan, yaitu:
1. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
2. UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3. UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Perdagangan
4. KUHPerdata
26 Muhmmad Abdul Kadir, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1998, hlm. 133. 27 Ibid., hlm. 177.
16
b. Bahan hukum sekunder, yakni yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer. Misalnya publikasi tentang hukum meliputi: buku-
buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-
komentar yang berkaitan dengan penelitian.
4. Unit Analisa
Yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah bagaimana
perlindungan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang
menjamin kepastian hukum kepada konsumen khususnya pada transaksi jual beli
melalui media elektronik di Indonesia.