30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan pesatnya penemuan-penemuan teknologi modern, mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat di dalam kehidupan sosial budaya manusia. Di antar sekian banyak penemuan-penemuan teknologi tersebut, tidak kalah pesatnya perkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah yang pekik dan rumit. Melalui pengetahuan dan teknologi kedokteran yang sangat maju, diagnose mengenai suatu penyakit dan pengobatannya dapat dilakukan secara sempurna dan lebih efektif. Hidup seseorang pun dapat diperpanjang untuk jangka waktu tertentu. Bahkan perhitungan saat kematian seseorang dapat dilakukan secara lebih tepat. Di samping itu, beberapa negara maju bahakn sudah mampu melakukan birth technologi dan biological engineering. Dengan demikian masalah cepat atau lambatnya proses kematian seseorang penderita sesuatu penyakit, seolah-olah dapat diatur oleh teknologi yang modern tersebut. Menyinggung masalah kematian, menurut terjadinya, maka ilmu pengetahuan membedakannnya ke dalam tiga jenis kematian, yaitu: 1. Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi karena suatu proses alamiah. 2. Dysthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi secara tidak wajar. 3. Euthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan pesatnya penemuan-penemuan teknologi modern,

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat

di dalam kehidupan sosial budaya manusia. Di antar sekian banyak

penemuan-penemuan teknologi tersebut, tidak kalah pesatnya

perkembangan teknologi di bidang medis.

Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini,

bukan tidak mustahil muncul masalah yang pekik dan rumit. Melalui

pengetahuan dan teknologi kedokteran yang sangat maju, diagnose

mengenai suatu penyakit dan pengobatannya dapat dilakukan

secara sempurna dan lebih efektif. Hidup seseorang pun dapat

diperpanjang untuk jangka waktu tertentu. Bahkan perhitungan

saat kematian seseorang dapat dilakukan secara lebih tepat. Di

samping itu, beberapa negara maju bahakn sudah mampu

melakukan birth technologi dan biological engineering. Dengan

demikian masalah cepat atau lambatnya proses kematian

seseorang penderita sesuatu penyakit, seolah-olah dapat diatur

oleh teknologi yang modern tersebut.

Menyinggung masalah kematian, menurut terjadinya, maka ilmu

pengetahuan membedakannnya ke dalam tiga jenis kematian,

yaitu:

1. Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi karena suatu

proses alamiah.

2. Dysthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi secara tidak

wajar.

3. Euthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi dengan

pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

2

Eutanasia merupakan upaya untuk mengakhiri hidup orang lain

dengan tujuan untuk menghentikan penderitaan yang dialaminya

karena suatu penyakit atau keadaan tertentu.

Di jaman modern seperti saat ini, tercatat telah banyak sekali

kasus-kasus eutanasia, baik yang ter-ekspose maupun yang

tersembunyikan. Terdapat dua unsur utama yang menjadikan

eutanasia menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan

dokter dan bahkan masyarakat umum. Yang pertama, eutanasia

jelas-jelas suatu tindakan yang dengan sengaja menghilangkan

nyawa orang lain, namun selain itu justru alasan dilakukannya

eutanasia adalah untuk menghindarkan pasien dari rasa sakit atau

penderitaan yang dianggap terlalu menyiksa.

Di beberapa Negara di dunia, eutanasia merupakan suatu

tindakan yang dilegalkan, sehingga seorang dokter memiliki

kewenangan untuk menjalankan prosedur eutanasia, namun tentu

saja dengan seijin pihak keluarga dan melalui prosedur perijinan

yang sangat ketat. Sedangkan di beberapa Negara yang lain,

pelaku eutanasia ditangkap karena dianggap melakukan tindakan

yang melanggar

hukum.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa

masalah yang akan dibahas dalam paper tentang eutanasia ini.

Rumusan masalah tersebut yaitu:

1. Apa euthanasia itu?

2. Bagaimana praktik euthanasia berdasarkan hukum di

Indonesia?

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

3

3. Bagaimana euthanasia menurut hukum di berbagai Negara di

dunia?

4. Bagaimana euthanasia menurut perspektif agama?

C. Tujuan

Tujuan penulisan paper ini adalah:

1. Untuk menjelaskan euthanasia agar dapat dipahami.

2. Untuk mengetahui bagaimana euthanasia menurut hukum di

Indonesia

3. Untuk mengetahui euthanasia menurut hukum di berbagai

Negra di dunia.

4. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap euthanasia.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Euthanasia

Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan

sebagai ―kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama

dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak

tersembuhkan‖. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis

pembunuhan ini adalah mercy killing (Tongat, 2003 :44)

Euthanasia sering disebut : mercy killing (mati dengan tenang).

Euthanasia bisa muncul dari keinginan pasien sendiri, permintaan

dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien masih sadar),

atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar)

Ditinjau dari cara pelaksanaannya euthanasia dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu:

1. Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu

tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau

tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau

mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat

dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang

mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah

satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet

sianida.

2. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia

otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia

negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak

secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

5

medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan

memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan

tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah

codicil (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif

pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas

permintaan pasien yang bersangkutan.

3. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan

eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau

langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang

pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan

pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang

hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah

dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien

yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak

memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat,

meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan

guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian

obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari

justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia

pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh

kebanyakan rumah sakit (Wikipedia,2010).

B. Hukum

Secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia

hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang

dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri (voluntary

euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344

KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

6

―Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang

itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam

dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun‖.

C. Hukum Islam

Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan

Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati,

namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia.

Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan

kapan ia mati. (QS al-Hajj).

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena

termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‗amad),

walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan

pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien

sendiri atau keluarganya

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

7

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Euthanasia

Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu ―eu‖ dan

―thanatos‖. Eu berarti baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti

kematian. Dalam bahasa Arab, Euthanasia dikenal dengan istilah

―qatl ar-rahma‖ atau ―taysir al-mawt‖.

Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan untuk

meringankan kesakitan atau penderitaan yang dialami oleh

seseorang yang akan meninggal, juga berarti mempercepat

kematian seseoran yang berada dalam kesakitan dan penderitaan

yang hebat menjelang kematiannya.(Hasan 1995:145)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, eutanasia berarti

tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang

ataupun hewan piaraan) yg sakit berat atau luka parah dengan

kematian yg tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan.

Sedangkan Wikipedia menyebutkan bahwa eutanasia berarti

praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara

yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan

rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara

memberikan suntikan yang mematikan.

Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia

dalam tiga arti:

1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa

penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di

bibir.

2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit

dengan memberi obat penenang.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

8

3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan

sengaja atas permintaan pasien sendiri & keluarganya.

Ditinjau dari cara pelaksanaannya euthanasia dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu:

1. Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah

suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter

atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau

mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat

dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang

mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan.

Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah

tablet sianida.

Contohnya:

Seseorang yang sedang menderita kangker ganas atau

sakit yang mematikan, yang sebenarnya dokter sudah tahu

bahwa seseorang tersebut tidak akan hidup lama lagi.

Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi

(overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa

sakitnya, tetapi justru menghentikan pernapasannya

sekaligus.

2. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia

otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia

negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara

tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis

meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan

memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan

tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah

codicil (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

9

pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas

permintaan pasien yang bersangkutan.

3. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan

eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau

langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang

pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan

pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup

pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan

tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang

mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan

antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan

tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna

memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat

penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru

akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif

seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan

rumah sakit (Wikipedia,2010).

Ditinjau dari pemberian izin euthanasia dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Ethanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan

ethanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien

untuk tetap hidup. Tindakan ethanasia semacam ini dapat

disamakan dengan pembunuhan.

2. Ethanasia secara tidak sukarela: Ethanasia semacam ini

adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan

dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun

juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak

berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu

keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si

pasien (seperti pada kasus Terry schiavo). Kasus ini menjadi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

10

sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku

memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.

3. Ethanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si

pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal

kontroversial. Beberapa Negara memberikan ijin untuk

eutanasia tipe yang ketiga ini, misalnya Belanda, namun

beberapa yang lain menganggapnya sebagai tindakan bunuh

diri yang dibantu, sehingga tetap melanggar hukum.

Ditinjau dari permintaan euthanasia dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Euthanasia Volunter : Euthanasia atas permintaan pasien

sendiri.

2. Euthanasia Involunter : Euthanasia atas permintaan

keluarga pasien.

Ditinjau dari segi tujuannya, eutanasia juga dibedakan menjadi 3

(Wikipedia, 2010), yaitu:

a. Eutanasia berdasarkan belas kasihan (mercy killing)

Eutanasia jenis ini, dilakukan atas dasar rasa kasihan

kepada sang pasien, umumnya eutanasia jenis ini dilakukan

kepada pasien yang menderita rasa sakit yang amat sangat

dalam penyakitnya, sehingga membuat orang-orang

disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk

melakukan eutanasia.

b. Eutanasia hewan

Sesuai dengan namanya, eutanasia jenis ini, khusus

dilakukan kepada hewan, biasanya beberapa hewan

peliharaan yang sudah tua dan menderita sakit

berkepanjangan, membuat si pemilik tidak tega dan

memutuskan untuk melakukan eutanasia. Pada kasus yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

11

lain, beberapa kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang

meninggal, maka barang-barang kesayangannya harus

diikutkan ke dalam kubur, termasuk hewan-hewan

kesayangannya, sehingga sebelum hewan tersebut

dikuburkan umumya mereka di suntik mati terlebih dahulu.

c. Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk

lain daripada eutanasia agresif secara sukarela. Dilakukan

atas persetujuan sang pasien sendiri.

B. Praktik Euthanasia di Indonesia

Sampai saat ini, euthanasia masih menimbulkan pro & kontra di

masyarakat. Mereka yang menyetujui tindakan euthanasia

berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu tindakan yang

dilakukan dengan persetujuan & dilakukan dengan tujuan utama

menghentikan penderitaan pasien. Prinsip kelompok ini adalah

manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita. Dengan demikian,

tujuan utama kelompok ini yaitu meringankan penderitaan pasien

dengan memperbaiki resiko hidupnya.

Kelompok yang kontra terhadap euthanasia berpendapat bahwa

euthanasia merupakan tindakan pembunuhan terselubung,

karenanya bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kematian

semata-mata adalah hak dari Tuhan, sehingga manusia sebagai

makhluk ciptaan Tuhan tidak mempunyai hak untuk menentukan

kematiannya. Menurut PP no.18/1981 pasal 1g menyebutkan

bahwa: ―Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh

ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi otak, pernapasan,

& atau denyut jantung seseorang telah berhenti‖. Definisi mati ini

merupakan definisi yang berlaku di Indonesia.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

12

Mati itu sendiri sebetulnya dapat didefinisikan secara sederhana

sebagai berhentinya kehidupan secara permanen (permanent

cessation of life). Hanya saja, untuk memahaminya terlebih dahulu

perlu memahami apa yang disebut hidup.

Para ahli sependapat jika definisi hidup adalah berfungsinya

berbagai organ vital (paru-paru,jantung, & otak) sebagai satu

kesatuan yang utuh, ditandai oleh adanya konsumsi oksigen.

Dengan demikian definisi mati dapat diperjelas lagi menjadi

berhentinya secara permanen fungsi organ-organ vital sebagai satu

kesatuan yang utuh, ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.

Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun

mempunyai implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun

perdata. Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia

baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang.

Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut

adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:

Pasal 338: ―Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa

orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan

hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.‖

Pasal 340: ―Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih

dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah

melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan

pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara

sementara selama-lamanya duapuluh tahun.‖

Pasal 344: ―Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas

permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

13

dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara

selama-lamanya duabelas tahun.‖

Pasal 345: ―Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain

untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu

atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam

dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau

orang itu jadi bunuh diri.‖

Pasal 359: ―Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan

atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-

lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-

lamanya satu tahun‖

Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan

medis yang tidak ada gunanya seperti misalnya pada kasus pasien

ini, secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Tindakan

di luar batas ilmu kedokteran dapat dikatakan di luar kompetensi

dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Dengan kata

lain, apabila suatu tindakan medis dianggap tidak ada manfaatnya,

maka dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis,

& dapat dijerat hukum sesuai KUHP pasal 351 tentang

penganiayaan,yang berbunyi:

1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama

dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah.

4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak

kesehatan.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

14

C. Euthanasia menurut Hukum di berbagai Negara

1. Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-

undang yang mengizinkan eutanasia. Undang-undang ini

dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang

menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang

melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami

sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk

mengakhiri penderitaannya.

Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum

Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri

berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.

Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch

Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special

Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan

bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan

melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan

asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan.

Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan

sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan

dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.

Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur

kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia

dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan

menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah

konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-

undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan

eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

2. Australia

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

15

Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi

tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan

euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak

bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima

UU yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang

hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali

dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh

keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.

3. Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia

pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia

menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya

telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia di

negara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur

pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya

upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".

Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi

eutanasia (setelah Belanda dan negara bagian Oregon di

Amerika).

Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang

merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang

tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita

secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang

memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya

dan penentuan saat-saat akhir hidupnya

4. Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara

bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di

Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

16

terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan)

mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada

tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya

eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang

pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang

ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan

euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana

pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan

untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal

dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga

kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang

waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri

dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki

hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus

mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta

memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu

tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga

mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk

mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh

terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan,

jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.

Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa

dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada

usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja

nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia.

Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU

Oregon selama tahun 1999.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

17

Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling

Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika

mendukung dilakukannya eutanasia.

5. Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah

sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat

pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada

Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang

menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang

lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya

dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-

lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada

pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang

juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam

perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum

yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan

tindakan eutanasia oleh siapa pun.

Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia

(IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang

dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004

menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa

penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai

dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.

"Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang

dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih

berlaku yakni KUHP.

6. Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik

kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

18

bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115

dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis

pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang

pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu pelaksanaan

bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum

apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri."

Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu

izin untuk melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan

yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.

7. Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan

Kandungan Britania Raya (Britain's Royal College of

Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal

kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics)

agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia

terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns).

Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi

eutanasia di Inggris melainkan semata guna memohon

dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor

"kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktik

kedokteran.

Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu

tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di

Eropa (selain daripada Belanda).

Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran

Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara tegas

menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga

8. Jepang

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

19

Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur

tentang eutanasia demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang

(supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai

eutanasia tersebut.

Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu

di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai

"eutanasia pasif" (消極的安楽死, shōkyokuteki anrakushi)

Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di

Tokai university pada tahun 1995[14] yang dikategorikan

sebagai "eutanasia aktif " (積極的安楽死, sekkyokuteki

anrakushi)

Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah

membentuk suatu kerangka hukum dan suatu alasan pembenar

dimana eutanasia secara aktif dan pasif boleh dilakukan secara

legal. Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada

kedua kasus tersebut adalah tetap dinyatakan melawan hukum,

dimana dokter yang melakukannya akan dianggap bersalah

oleh karena merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena

keputusan pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat

federal maka keputusan tersebut belum mempunyai kekuatan

hukum sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun

demikian saat ini Jepang memiliki suatu kerangka hukum

sementara guna melaksanakan eutanasia.

9. Republik Ceko

Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu

tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal

mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-

undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut,

Perdana Menteri Jiri Pospíšil bermaksud untuk memasukkan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

20

eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu

kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara,

namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum

negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial

tersebut dihapus dari rancangan tersebut.

10. India

Di India eutanasia adalah suatu perbuatan melawan

hukum. Aturan mengenai larangan eutanasia terhadap dokter

secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari

Kitab Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-

IPC) tahun 1860. Namun berdasarkan aturan tersebut dokter

yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah atas

kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya

pembunuhan yang hukumannya didasarkan pada ketentuan

pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus

eutanasia sukarela dimana sipasien sendirilah yang

menginginkan kematian dimana si dokter hanyalah membantu

pelaksanaan eutanasia tersebut (bantuan eutanasia). Pada

kasus eutanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang

lain) ataupun eutanasia di luar kemauan pasien akan dikenakan

hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.

11. China

Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara

hukum. Eutansia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun

1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng"

meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap

ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter

yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian

Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court)

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

21

menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang

Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada

kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk

dilakukannya eutanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah

sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam

kesakitan

12. Afrika Selatan

Di Afrika Selatan belum ada suatu aturan hukum yang

secara tegas mengatur tentang eutanasia sehingga sangat

memungkinkan bagi para pelaku eutanasia untuk berkelit dari

jerat hukum yang ada

13. Korea

Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang

mengatur tentang eutanasia di Korea, namun telah ada sebuah

preseden hukum (yurisprudensi)yang di Korea dikenal dengan

"Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter yang

didakwa mengizinkan dihentikannya penanganan medis pada

seorang pasien yang menderita sirosis hati (liver cirrhosis) atas

desakan keluarganya. Polisi kemudian menyerahkan berkas

perkara tersebut kepada jaksa penuntut dengan diberi catatan

bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan tidak bersalah.

Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata

dengan mercy killing dalam arti kata eutanasia aktif.

Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada

kasus tertentu dari penghentian penanganan medis (hospital

treatment) termasuk tindakan eutanasia pasif, dapat

diperkenankan apabila pasien terminal meminta penghentian

dari perawatan medis terhadap dirinya

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

22

D. Euthanasia menurut Agama Islam

Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan

Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati,

namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia.

Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan

kapan ia mati. (QS al-Hajj).

Euthanasia Aktif

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena

termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‗amad),

walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan

pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien

sendiri atau keluarganya.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil

yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang

lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :

―Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang

benar.‖ (QS Al-An‘aam : 151)

―Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min

(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…‖ (QS An-

Nisaa` : 92)

―Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu.‖ (QS An-Nisaa` : 29).

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi

dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

23

dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‗amad) yang

merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.

Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan

memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam

akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh

pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :

―Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-

orang yang dibunuh.‖ (QS Al-Baqarah : 178)

Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul)

menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak

dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi,

meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.

Firman Allah SWT : ―Maka barangsiapa yang mendapat suatu

pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi

maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara

yang baik (pula).‖ (QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di

mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan

hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990: 111). Jika dibayar

dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka

diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar

= 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram

perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-Maliki, 1990: 113).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

24

Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering

dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga

kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya

melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-

aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia.

Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif,

pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang

diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah

SAW bersabda,‖Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu

musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun

penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah

menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang

menimpanya itu.‖ (HR Bukhari dan Muslim).

Euthanasia Pasif

Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk

dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut

dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag

dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan

sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan

pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan

alat pernapasan buatan dari tubuh pasien. Bagaimanakah

hukumnya menurut Syariah Islam?

Jawaban untuk pertanyaan itu, bergantung kepada

pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri.

Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh?

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur

ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah),

tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat,

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

25

seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti

dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo,

2003:180).

Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah

mandub. Tidak wajib. Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana

pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat,

sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu

bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas

(sunnah).

Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa

Rasulullah SAW bersabda :

―Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan

penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!‖ (HR

Ahmad, dari Anas RA)

Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan

untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu

hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan

menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul :

Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab

―Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya

tuntutan.‖ (An-Nabhani, 1953)

Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita

berobat. Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa

tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-

hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat

wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

26

Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA,

bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW

lalu berkata,‖Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi)

dan sering tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah kepada

Allah untuk kesembuhanku!‖ Nabi SAW berkata,‖Jika kamu mau,

kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan

berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.‖ Perempuan itu

berkata,‖Baiklah aku akan bersabar,‖ lalu dia berkata

lagi,‖Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku

kambuh], maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak

tersingkap.‖ Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya. (HR Bukhari)

Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits

ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang

memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini menjadi indikasi

(qarinah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan

perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah

(mandub), bukan wajib (Zallum, 1998:69).

Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya

sunnah, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi

pasien. Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, apakah

dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis

keadaannya?

Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para

dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya,

maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti

menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada

dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk

aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

27

Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan

lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ

vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat

mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini

pun akan segera tidak berfungsi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-

alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas

berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia

pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-

alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—

hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah

mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat

dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab

mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500;

Utomo, 2003:182).

Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan

adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah

orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika

pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan

izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-

523).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

28

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Euthanasia berarti tindakan untuk meringankan kesakitan atau

penderitaan yang dialami oleh seseorang yang akan meninggal,

juga berarti mempercepat kematian seseoran yang berada dalam

kesakitan dan penderitaan yang hebat menjelang kematiannya.

Ditinjau dari cara perawatannya, euthanasia dibagi menjadi:

1. Euthanasia agresif atau aktif

2. Euthanasia non agresif

3. Euthanasi pasif

Ditinjau dari permintaan izinnya, euthanasia dibagi menjadi:

1. Euthanasia dilur kemampuan pasien

2. Euthanasia tidak sukarela

3. Euthanasia sukarela

Di setiap negara di dunia mempunyai hukum dan pandangan

yang berbeda-beda tentang Euthanasia. Ada negara yang

memperbolehkan Euthanasia secara gampang, dan ada negara

yang membuat syarat-syarat tertentu untuk melakukan Euthanasia.

Di Indonesia sendiri Euthanasia masih menimbulkan pro dan

kontra.

Dalam pandangan berbagai agama pun, menghilangkan nyawa

seseorang secara sengaja adalah perbuatan dosa, perbuatan yang

melanggar.

Menurut pandangan agama islam perbuatan Euthanasia haram

dilakukan. Karena, mengakhiri hidup seseorang itu sama saja

dengan pembunuhan. Dan Allah swt melarang tindakan

pembunuhan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

29

B. Saran

Sebaiknya kita sebagai perawat jangan sampai melakukan

tindakan Euthanasia. Kita harus berusaha maksimal untuk

kesembuhan pasien. Selama masih ada kemungkinan untuk

sembuh dan masih ada jalan untuk sembuh diharapkan untuk tidak

melakukan tindakan Euthanasia.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileperkembangan teknologi di bidang medis. Dengan berkembangnya teknologi di bidang kedokteran ini, bukan tidak mustahil muncul masalah

30

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M.Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah

Kontemporer Hukum Islam. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Soehino, kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia. Politeia. Bogor.

Tongat, Hukum Pidana Materiil. Djambatan. 2003.

Utomo, Setiawan Budi. 2003. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah

Kontemporer. Jakarta : Gema Insani Press.

http://fiqih-pangeran377.blogspot.com/2011/04/aspek-hukum-dalam-

pelaksanaan.html

http://gegdiah.student.umm.ac.id/2010/01/29/euthanasia-hak-hidup-atau-

hak-mati-artikel-penerapan-ham-di-indonesia/

http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia

http://keperawatanreligionnabilah.wordpress.com/materi-2/euthanasia-

killing/