24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggap darurat bencana dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebencanaan baik mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi di indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah, seperti yang terdapat dalam UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan Peraturan Daerah Kota Palangkaraya Nomor 1 tahun 2015 tentang organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana dan pemadam kebakaran. Indonesia yang merupakan wilayah rawan bencana alam, sebagian besar bencana alam yang terjadi bertipe bencana cepat terjadi (quick-onset natural disaster), baik yang terprediksi maupun tidak (atau setidaknya sulit) diperkirakan. Pada jenis bencana seperti ini, tindakan- tindakan pada fase tanggap darurat terlebih lagi penting dilakukan. Tahapan tanggap darurat didalam kebencanaan bersifat cepat terjadi, segala sesuatu ditandai dengan waktu tanggap yang sangat penting. Bencana merupakan suatu rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi oleh faktor alam dan non alam. Kebakaran hutan dan lahan akibat faktor alam dapat disebabkan oleh Sambaran petir, gesekan antar batang ranting kering yang dapat mebuat percikan api, Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi, Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau. Faktor non alam disebabkan oleh campur tangan manusia seperti pembakaran hutan untuk membuka lahan, membuang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/49923/2/BAB I.pdf · 2019. 8. 20. · bencana kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya dan diharapkan dapat digunakan sebagai

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanggap darurat bencana dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

kebencanaan baik mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi di

indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah, seperti yang terdapat dalam

UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan Peraturan Daerah

Kota Palangkaraya Nomor 1 tahun 2015 tentang organisasi dan tata kerja badan

penanggulangan bencana dan pemadam kebakaran. Indonesia yang merupakan

wilayah rawan bencana alam, sebagian besar bencana alam yang terjadi bertipe

bencana cepat terjadi (quick-onset natural disaster), baik yang terprediksi maupun

tidak (atau setidaknya sulit) diperkirakan. Pada jenis bencana seperti ini, tindakan-

tindakan pada fase tanggap darurat terlebih lagi penting dilakukan. Tahapan

tanggap darurat didalam kebencanaan bersifat cepat terjadi, segala sesuatu

ditandai dengan waktu tanggap yang sangat penting.

Bencana merupakan suatu rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana kebakaran hutan

dan lahan dapat terjadi oleh faktor alam dan non alam. Kebakaran hutan dan lahan

akibat faktor alam dapat disebabkan oleh Sambaran petir, gesekan antar batang

ranting kering yang dapat mebuat percikan api, Aktivitas vulkanis seperti terkena

aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi, Kebakaran di bawah

tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di

atas tanah pada saat musim kemarau. Faktor non alam disebabkan oleh campur

tangan manusia seperti pembakaran hutan untuk membuka lahan, membuang

2

puntung rokok yang masih menyala, tidak mematikan api setalah melakukan

aktivitas di hutan (camping, berburu dll). Bencana tersebut yang merupakan faktor

alam dan faktor non alam dapat menyebabkan kerugian materi atau non materi

bahkan menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis

masyarakat

Penyebaran hutan di Indonesia hampir berada di seluruh wilayah, sebagian

besar wilayah hutan di Indonesia merupakan lahan gambut yang sangat berpotensi

untuk pertumbuhan kelapa sawit. Luasan lahan gambut di dunia sebanyak

38.317.000 Ha terdapat di wilayah tropika dari total sebesar 423.825.000 Ha.

Indonesia menempati urutan ke 4 (empat) dalam hal luas total lahan gambut

sedunia. Sekitar 50% dari luasan lahan gambut tropika tersebut terdapat di

Indonesia yang tersebar di pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua.

Indonesia menempati urutan ke 4(empat) setelah Kanada, Uni Soviet, dan

Amerika Serikat. Lahan gambut di Indonesia dengan luas sekitar 21.000.000 Ha

merupakan lahan gambut terluas di bandingkan dengan negara tropis lainnya..1

Pembakaran hutan dan lahan telah lama dimanfaatkan pada praktek lahan

berpindah yang dilakukan oleh masyarakat adat dalam hutan. Pembakaran hutan

dan lahan dalam beberapa dasawarsa terakhir mulai banyak dimasukkam sebagai

salah satu pilihan dalam tindakan silvikultur (penanaman). Sejarah pemanfaatan

hutan juga menunjukan bahwa api telah digunakan sebagai alat bantu, misalnya

untuk pembersihan lahan pratanam pada sistem bercocok tanam ladang

berpindah.2 Bencana kebakaran hutan dan lahan umumnya dapat terjadi karena

1 Agus,F, dan Subiksa, Lahan Gambut : Potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan, Balai

Penelitian tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAFT) Bogor, 2008 2 Widyastutik Sumardi, Dasar-dasar perlindungan hutan, gadjah mada university press

Yogyakarta, 2004 Hal. 161

3

musim kemarau yang disalah manfaatkan oleh masyarakat dan perusahaan yang

ingin membuka lahan.

Masyarakat dan perusahaan menggunakan momentum musim kemarau

karena lebih mudah, murah dan cepat. Perusahaan dapat menggunakan metode

lain dengan menggunakan pedoman Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang

dikeluarkan Direktorat Perlindungan Perkebunan. Pembukaan lahan tanpa bakar

memerlukan waktu yang panjang yaitu 48 hari kerja untuk membersihkan semak

belukar dengan tenaga manusia, setiap hektarnya dihargai Rp 2,4 juta. Kemudian

dilanjutkan dengan traktor selama 6 hari seharga Rp 1,2 juta perhektar, total biaya

Rp 3,6 juta perhektar3. Jauh dibandingkan dengan membakar pada saat musim

kemarau yang hanya memerlukan korek api dengan waktu kurang dari 10 menit

untuk memulai api. Pertimbangan biaya inilah yang membuat perusahaan ataupun

masyarakat lebih memilih membakar lahan dibandingkan membuka lahan tanpa

bakar.

Musim kemarau yang terjadi setiap tahun dan dimanfaatkan masyarakat

dan perusahaan merupakar faktor yang menyebabkan kebakaran hutan menjadi

bencana yang rutin. Titik panas (hotspot) tiap tahunnya berfluktiatif, pada bulan

agustus sampai oktober biasanya hotspot mencapai angka tertinggi, bisa dilihat

pada grafik kebakaran hutan di Indonesia tahun 2010-2014 di bawah :

3 Rony Muharrman. 2014. Asap Di Riau Disebabkan Biaya Buka Lahan Mahal. Diakses melalui

https://m.tempo.co/read/news/2014/03/14/058562222/asap-di-riau-disebabkan-biaya-buka-lahan-

mahal pada tanggal 1 april 2016 pukul 12.29

4

Grafik. 1.1 Grafik Kebakaran Hutan Di Indonesia Tahun 2010-2014

Sumber: Sipongi Kementrian LHK

Grafik menunjukan titik hotspot di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014,

titik hotspot setiap tahunnya berfluktuasi. Titik hotspot tertinggi di setiap

tahunnya terjadi pada bulan Juli sampai Desember dimana pada bulan itu

merupakan musim kemarau di Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah salah satu

Provinsi yang setiap tahunnya mengalami kebakaran hutan seperti daerah lainnya,

tahun 2015 menjadi tahun terparah kebakaran hutan Di Provinsi Kalimantan

Tengah itu dikarenakan gangguan cuaca El-Nino yang kerap terjadi setiap 5 tahun

sekali. Uraian hospot di kalimantan tengah tahun 2015 :

Tabel 1.1 Uraian Hospot di Kalimantan Tengah Tahun 2015 NO KABUPATEN HOTSPOT

1. BARITO SELATAN 135

2. BARITO TIMUR 170

3. BARITO UTARA 127

4. GUNUNGMAS 83

5. KAPUAS 586

6. KATINGAN 381

7. KOTA PALANGKARAYA 190

8. KOTAWARINGIN BARAT 399

9. KOTAWARINGIN TIMUR 573

10. LAMANDAU 78

11. MURUNGRAYA 78

12. PULANG PISAU 745

13. SERUYAN 515

14. SUKAMARA 232

5

Jumlah 4.292

Sumber : BPBD Provinsi Kalimantan Tengah

data sampai 20 november 2015

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat Kota Palangkaraya bukan

merupakan daerah yang memiliki hotspot terbanyak, namun kota Palangkaraya

menjadi wilayah yang mendapatkan perhatian lebih karena umumnya hutan atau

lahan yang terbakar terdapat di kawasan pemukiman. Kota Palangkaraya juga

mendapatkan dampak kabut asap yang cukup parah karena dilihat dari arah angin

yaitu timur tenggara dan berdasarkan jumlah hotspot, maka Kota palangkaraya

hanyalah sebagai korban asap kiriman dari beberapa daerah. Berdasarkan

perhitungan ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) yang dikeluarkan Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, konsentrasi partikulat

PM10 di Palangkaraya mencapai 1889,06 PM10. Dimana ISPU menurut standar

kesehatan seharusnya berada di angka 0-50 PM10, sehingga apabila menembus

angka 300 PM bahkan lebih dari itu, sangat berbahaya bagi kesehatan.4

Penanggulangan bencana alam di Indonesia sudah mulai berkembang dan

semakin efektif seiring dengan berdirinya lembaga-lembaga yang menangani serta

menanggulangi langsung bencana yang terjadi, yaitu Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) yang basisnya di tingkat Nasional. Tidak hanya

itu lembaga penanggulangan bencana juga terdapat di seluruh daerah di indonesia,

turunan dari BNPB yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk

tingkat daerah. Penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya

sebuah kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi sesuai dengan peraturan.

Strategi penanggulangan bencana di daerah juga harus menyesuaikan dengan

4 Indira Rezkisari, Hari ini palangka raya capai indeks pencemaran terburuk.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/10/16/nwautp328-hari-ini-palangka-raya-

capai-indeks-pencemaran-udara-terburuk diakses pada 12 agustus 2016

6

kondisi di daerah masing-masing agar penanggulangan bencana tepat sasaran,

efektif, efisien, berkelanjutan dan menyeluruh.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibentuk berdasarkan

Peraturan Pemerintah (PP) No.08 tahun 2008, Sebagai pengganti Satuan

Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak) di tingkat Provinsi dan

Satuan Pelaksana Penanganan Pencana (Satlak PB) di tingkat Kabupaten/Kota

yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No.83 tahun 2005. Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga pemerintah non

departemen yang melaksanan tugas penanggulangan bencana di daerah baik

Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada kebijakan yang

ditetapkan oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana5.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan salah satu

lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan

bencana daerah meliputi provinsi, kota, kabupaten dengan berpedoman pada

kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan

Bencana. Bedasarkan Perda Kota Palangkaraya No 1 tahun 2015 tentang

organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kota Palangkaraya mempunyai nama

badan yang berbeda dengan daerah lainnya yaitu Badan Penanggulangan Bencana

dan Pemadam kebakaran (BPBPK) Kota Palangkaraya karena bencana kebakaran

menjadi konsen pemerintah daerah mengingat bencana kebakaranlah yang paling

sering terjadi dan membawa dampak besar di Kota Palangkaraya.

5 Nur Khotimah Suri, analisis kinerja badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) kabupaten

karo dalam upaya penanggulangan bencana erupsi gunung sinabung di kabupaten karo.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/54634/7/Cover.pdf . diakses 1 april 2016 pukul

23.32

7

BPBPK kota palangkaraya telah melakukan beberapa upaya dalam

memadamkan kebakaran hutan diantaranya :

1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan

pemerintah daeran dan BNPB

2. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan

3. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana

4. Menyusun dan menetapkan prosedur

5. Memebntuk Tim serbu api kelurahan (TSAK) dan berkerjasama dengan

pemadam kebakaran swadaya

6. Merekrut lebih banyak anggota BPBPK

7. Mendirikan posko bersama dengan satuan TNI,

8. patroli keliling dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa kebakaran hutan dan

lahan merupakan salah satu bencana yang rutin terjadi di setiap tahunnya. Kota

palangkaraya salah satu daerah yang menjadi langganan kebakaran hutan dan

lahan, mengingat pula kebakaran hutan dan lahan di kota palangkaraya umumnya

terjadi di dekat pemukiman warga maka dirasa perlu bagi kita untuk mengetahui

bagaimana BPBPK tanggap darurat menanggulangi bencana tersebut. Sehingga

penelitian ini mengambil judul “TANGGAP DARURAT BENCANA

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2015 (Studi Pada Badan

Penanggulangan Bencana Dan Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya)”

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimana tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Kota

Palangkaraya pada tahun 2015 ?

2. Apa sajakah persoalan yang dihadapi dalam penanganan tanggap darurat

bencana kebakaran hutan dan lahan di kota palangkaraya tahun 2015 ?

C. Tujuan.Penelitian

Mengacu pada permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang

ingin dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di

Kota Palangkaraya tahun 2015

2. Untuk mengetahui persoalan yang dihadapi dalam penanganan tanggap

darurat bencana kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya tahun 2015

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu sebagai

pengetahuan tambahan dan pengalaman bagi penulis mengenai

penanggulangan bencana pasca kebakaran hutan dan lahan di Kota

Palangkaraya, serta sebagai bahan studi untuk memperkaya konsep atau teori

untuk pengembangan wawasan tentang penanggulangan bencana. Sarana bagi

penulis dalam melihat proses pengaplikasikan teori-teori yang sudah

dipelajari dalam mata kuliah, dalam hal ini yaitu mata kuliah pelayanan

9

publik. Melihat berbagai kegiatan atau rangkaian kegiatan penanggulangan,

tanggap darurat bencana dalam rangka melindungi masyarakat agar dapat

terhidar dari dampak kebakaran hutan dan lahan dan pengembalian ekosistem

hutan untuk keseimbangan kehidupan. Diharapkan pula agar hasil penelitian

ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan studi untuk penelian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran, saran dan masukan dalam

pengoptimalan kesiapsiagaan, tanggap darurat bencana dan penanggulangan

bencana kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya dan diharapkan

dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi perbaikan instansi terkait yaitu

Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) dalam

ketanggap daruratan bencana kebakaran hutan dan lahan.

E. Definisi Konsep dan Definisi Operasional

1. Definisi Konsep

a. Tanggap Darurat Bencana

1) Disaster Management/ Manajemen Bencana

Manajemen bencana (disaster manajemen) menurut W. Nick

Carter “ an applied science which seeks, by the systematic observation

and analysis of disasters, to improve measures relating to prevention,

mitigation, preparedness, emergency response, and recovery”.6

Manajemen bencana adalah dalah ilmu pengertahuan yang

6 Carter W. Nick., Manajemen Penanggulangan Bencana, Perpustakaan Nasional Data CIP (

Manila,Philipina : 1991 )

10

mempelajari bencana beserta segala aspek yang berkaitan dengan

bencana, terutama resiko bencana dan bagaimana menghindari resiko

bencana. Manajemen bencana merupakan proses dinamis tentang

bekerjanya fungsi-fugsi manajemen yaitu fungsi planning, organizing,

actualing dan controlling. Cara bekerja manajemen bencana adalah

melalui kegiatan-kegiatan yang ada pada tiap kuadran/ siklus/ bidang

kerja yaitu pencegahan, mitigasi dan kesiap siagaan, tanggap darurat,

serta pemulihan.7

Format standar/dasar manajemen bencana sebagaimana

dikemukakan Nick Carter dalam buku disaster management cycle,

digambarkan seperti tampak dibawah ini.

Bagan 1.1 Siklus Manajemen Bencana Nick Carter

Sumber: Nick Carter

Kegiatan manajemen bencana merupakan kegiatan yang tidak

berdiri sendiri, akan tetapi terkait dengan berbagai aspek kehidupan

masyarakat dan memerlukan pendekatan yang bersifat multi disiplin.

7 Nurjannah, dkk, Manajemen Bencana, alfabeta, bandung tahun 2012. Hal : 42

11

Peraturan perundang-undangan yang dijadikan acuan pun melingkupi

peraturan-perundang lintas sektor, sedangkan kegiatan dari lembaga

kebencanaan sebagian besar adalah mengkoordinasi kegiatan yang

dlilakukan oleh sektor.

2) Tanggap Darurat Bencana

Tanggap darurat merupakan segala kejadian yang tidak

direncanakan yang dapat menyebabkan kematian atau injury yang

signifikan pada para pekerja, pelanggan atau masyarakat umum atau

kejadian yang dapat mematikan bisnis atau usaha, menghentikan

kegiatan operasional, menyebabkan kerusakan fisik atau lingkungan,

atau sesuatu yang dapat mengancam kerugian fasilitas keuangan atau

reputasi perusahaan di mata masyarakat. 8

Ketanggap daruratan didalam kebencanaan bersifat cepat

terjadi, segala bentuk bencana ditandai waktu tanggap yang selalu

dianggap penting. Kejadiannya selalu berdampingan dengan kenyataan

banyaknya “aktor” didalam fase ketanggap daruratan dari yang berasal

dari swasta, dari pemerintah, maupun organisasi non- profit koordinasi

menjadi hal yang dianggap penting.Koordinasi merupakan faktor

penting dan efektif dalam mengurangi jumlah korban, waktu juga

suatu hal kritis yang terjadi pada fase tanggap darurat.Maka sistem

komando lah pilihan jenis koordinasi yang dianggap paling tepat.

Sistem komando merupakan salah satu janis koordinasi namun

dipimpin oleh satu orang agar semua dapat terorganisir dengan baik.

8 Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management Guide for

Business and Industry

12

b. Kebakaran Hutan

Kebakaran merupakan faktor ekologi potensial yang

mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi

pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

ditentukan oleh intensitas, frekuensi dan tipe kebakaran yang terjadi serta

kondisi lingkungan.9 Kebakaran hutan merupakan Suatu keadaan dimana

hutan dilanda api yang mengakibatkan kerusakan terhadap hutan, dan

berdampak buruk pada hasil hutan yang menimbulkan kerugian nilai

lingkungan dan ekonomis.10

Pembakaran hutan dengan pembakaran yang apinya menjalar

bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti log,

tunggak pohon, gulma, semak belukar, serasah, rumput, ranting/cabang

pohon mati yang tetap berdiri, dedaunan dan pohon-pohon.11

Penyebab

kebakaran hutan bisa terjadi secara alami atau bisa pula disebabkan

perbuatan manusia. Kebakaran yang ditimbulkan akibat aktivitas manusia

pun bisa terjadi tak sengaja atau disengaja.

1) Penyebab Non Alami (Disebabkan manusia)

Kebakaran hutan umumnya berasal kegiatan-kegiatan masyarakat,

terdapat dua faktor diantaranya tidak sengaja serta disengaja. Faktor

bakaran tak disengaja atau non alami disebabkan oleh kelalaian atau

9Sumardi. widyastuti.S.M. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press. Hal. 161 10

Peraturan Menteri Kehutanan No P.12/Menhut-11/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran

Hutan 11

Saharjo,B.H. 2003, Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan Yang Lestari Perlukah

Dilakukan. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan.bogor: Intitut Pertanian Bogor

13

sesuatu yang dilakukan tanpa sadar misalnya karena membuang puntung

rokok, tidak mematikan api unggun dengan benar, pembakaran sampah,

dan tindakan kelalaian lainnya. Kebakaran secara sengaja atau pembakaran

yang dilakukan dengan senggaja umumnya ditandai oleh banyaknya

masyarakat yang membakar hutan untuk membuka lahan pertanian atau

perkebunan serta melakukan pembakaran hutan karena ingin

mengeksploitasi sumber daya alam yang ada dibawahnya. Kebakaran

hutan di Indonesia 99% dipicu oleh manusia yang dengan sengaja

membakar dan yang membakar dengan tidak sengaja, hanya 1% kebakaran

yang terjadi karena faktor alam.12

2) Penyebab kebakaran hutan secara alami

Kebakaran hutan secara alami banyak dipicu oleh petir,

gesekan antara ranting atau semak belukar serta lelehan lahar gunung

api. Kebakaran alami oleh sambaran petir dapat menyebabkan

kebakaran apabila memang kondisi hutannya sangat memungkinkan

seperti telah terjadi kekeringan yang panjang sehingga peristiwa

tersebut dapat terjadi. Di hutan bagian negara lain seperti di Amerika

dan Kanada sambaran petir serta gesekan antar ranting pohonlah yang

sering menjadi memicu kebakaran hutan.Namun di Indonesia tidak

lumrah terjadi karena hutannya yang sebagian besar merupakan hutan

hujan tropis hal inilah yang membuatnya sedikit sulit terjadi. Sambaran

petir selalu beriringan dengan turunnya hujan atau sambaran petir yang

12

Syaufina.L. 2008. Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Indonesia. Malang : Bayumedia

14

selalu terjadi beriringan dengan hujan jadi sangat tidak mungkin dapat

menimbulkan kebakaran hutan.

Pemicu kebakaran secara alami lain adalah karena adanya

gesekan ranting pepohonan, cabang pohon serta semak belukar. Suatu

seperi kejadian ini biasanya hanya dapat terjadi pada hutan yang

kering. Pada hutan hujan tropis dengan kelembaban tinggi

kemungkinan pemicu kebakaran karena gesekan ranting pohon serta

semak belukar sangat kecil.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel

diobservasi atau diukur indikator dari penelitian penanggulangan bencana

pasca kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya:

Tanggap Darurat Bencana Kebakaran Hutan Tahun 2015 (Studi Pada BPBPK

Kota Palangkaraya)

Tanggap darurat bencana :

1) Pengkajian kondisi

2) Penetapan status keadaan darurat

3) Pemadaman kebakaran

4) Penyelamatan dan pemulihan

15

Kerangka Berpikir

-------

Tanggap Darurat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kota Palangkaraya

Manajemen Bencana

Tanggap Darurat bencana

Pemerintah Kota BPBPK

Penetapan

Status

Menetapkan

status keadaan

darurat bencana

(Kepala Daerah

/ Walikota )

Pengkajian kondisi

- Menentukan jangkauan

lokasi bencana

- Mendata Titik api

(hotspot)

- Memantau

perkembangan ISPU

- Memantau jarak

pandang (visibility)

- Mendata korban

terdampak bencana

Penyelamatan dan

pemulihan

- Pembentukan

satgas

Watyangkes

- Menyediakan

layanan

kesehatan darurat

Memberikan perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat

Berdasarkan :

UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana

Pemadaman

kebakaran hutan

- Pembentukan

posko siaga

bencana

- Pemadaman

jalur darat

- Memadaman

jalur udara

15

Ilustrasi konsep tanggap darurat coppola

16

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif

penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi

yang tepat, melukiskan secara tepat sifat-sifat dari beberapa fenomena

kelompok atau individu, menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk

meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas salah satu jenis penelitian

yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial

atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena

atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang

berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji.

Lain halnya dengan Mliller dan Krik yang menberikan definisi bahwasannya

penelitian kualitatif merupakan suatu tradisi tertentu didalam ilmu

pengetahuan sosial yang dengan fundamental tergantung dengan pengamatan

pada manusia didalam kawasan manusia sendiri serta berhubungan dengan

orang-orang tersebut bahasanya serta peristilahannya.

Penelitian deskriptif kualitatif memiliki tujuan untuk menganalisis,

mencatat, menginterpretasikan serta mendeskripsikan suatu kondisi terkini

yang terjadi atau untuk memperoleh informasi mengenai suatu keadaan.

Hakikatnya penelitian ini sendiri adalah suatu metode dalam meneliti status

suatu objek atau kelompok manusia dengan tujuan membuat deskriptif,

lukisan atau gambaran secara sistematis, akurat serta faktual dan

mengidentifikasi berdasarkan fakta-fakta atau fenomen yang diselidiki.

17

Penelitian deskriptif kualitatif adalah sebuah metode dalam meneliti

untuk mendeskripsikan serta mencari suatu fakta dengan menggambarkannya

dengan terstruktur dalam upaya pengumpulan data yang dibutuhkan saat

melakukan penelitian dengan obyek penelitian dan berbagai fakta di lapangan

atau sesuatu yang dihasilkan peneliti langsung dari tempat yang diteliti.

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan informasi dan fakta yang akurat dari

tempat yang diteliti. Sehingga hasil dari semua data yang telah dikumpulkan

peneliti akurat, terpercaya, benar adanya dan dapat dibuktikan.

2. Lokasi .Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat tujuan yang akan menjadi wadah bagi

peneliti untuk menemukan berbagai temuan data dan informasi yang

dibutuhkan. Dalam penelitian ini yang menjadi tujuan peneliti adalah Badan

Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) kota

Palangkaraya jalan Badak no. 03 Kelurahan Bukit Tunggal Kecamatan Jekan

Raya Kota Palangkaraya Kalimantan tengah.

3. Sumber Data

Sumber data merupakan sumber informasi yang digunakan peneliti

sebagai bahan dan acuan untuk melakukan penelitian. Data yang diperoleh

dari sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti

digunakan untuk memperoleh hasil yang baik. Sumber data diperoleh

hasruslah akurat dan berdasarkan fakta yang terdapat di lapangan. Melihat

permasalahan yang masih menjadi kendala dalam hal ketanggap daruratan

bencana kebakaran hutan dan lahan di kota Palangkaraya. Dalam penelitian ini

sumber data yang digunakan adalah :

18

a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung oleh peneliti dapat

berupa catatan dan hasil observasi dan data berdasarkan wawancara

kepada informan yang terkait dengan bahasan peneliti yang dilengkapi

dengan catatan tertulis atau menggunakan alat bantu rekam, seperti tape

recorder, handphone dan sebagainya. Data primer merupakan kumpulan

informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya.13

Penggunaan sumber data primer sebagai upaya memudahkan

peneliti dalam mendapatkan bahan serta informasi yang diperlukan dalam

penelitian. Peneliti yang akan berhadapan dengan subyek penelitian secara

langsung.Sumber data ini juga dapat dijadikan sebagai bukti bahwa data

dari penelitian ini langsung diperoleh dari lembaga atau instansi yang

menjadi objek penelitian. Data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung oleh peneliti baik melalui narasumber dalam penelitian ini adalah

pegawai BPBPK Kota Palangkaraya.

b. Data Sekunder

Data skunder (data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data

yang menunjang data primer. Dalam penelitian ini yang dapat dijadikan

sebagai data sekunder adalah lembaga pemerintah maupun lembaga atau

institusi non-pemerintah yang mempunyai hubungan dengan pihak

Perpustakaan Daerah. Data sekunder lain yang digunakan bersumber dari

13

Hermawan Warsito. 1995 Pengantar Metode Penelitian, jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

19

buku, jurnal, laporan tahunan, dan dokumen lain yang menunjang

penelitian serta data yang diperoleh dari literarure, atau kajian media).

Data sekunder merupakan data yang sebelumnya telah

dikumpulkan oleh peneliti lain, dalam penemuan data skunder peneliti

tidak memperoleh data sendiri hanya mengunakan data yang sudah

tersedia.Data yang diperoleh dapat berupa bentuk jadi atau yang

sebelumnya sudah diolah oleh kantor, lembaga atau instansi lain. Data lain

dapat berbentuk karya ilmiah, dokumen resmi yang didapat dari BPBPK

(Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran), surat kabar

lokal, atau dari media elektronik seperti dari internet atau televisi serta

peratura aytau UU yang berkaitan dengan penelitian.

4. Subyek Penelitian

a. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Dan Pemadam Kebakaran Kota

Palangkaraya

b. Bidang Pencegahan Dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana

Dan Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya

c. Bidang Pemadam Kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Dan

Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya

d. Bidang Manajemen Bencana Dan Kebakaran Kota Badan Penanggulangan

Bencana Dan Pemadam Kebakaran Kota Palangkaraya

5. Teknik Pengumpulan Data

Metode mengumpulkan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah :

20

a. Wawancara

Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara terstruktur yang

merupakan teknik wawancara yang sebelumnya sudah di organisir dan

dikelompokkan berdasarkan kategori, kemudian memberikan pertanyaan

secara lisan dengan menggunakan draf pertanyaan dengan narasumber

yang dapat menjawab seta dapat menjelaskan yang tentunya menguasai

permasalahan yang ditanyakan. Wawancara dilakukan tetap dalam lingkup

penelitian, tidak meluas pada masalah lainnya.14

.Wawancara atau

percakapan yang didalamnya terdapat proses tanya jawab yang dilakukan

bertujuan untuk memperoleh informasi tanggap darurat bencana BPBPK

kota palangkaraya. Wawancara dilakukan dengan bertemu langsung

dengan narasumber untuk bertukar informasi melalui tanya jawab.

b. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan

merupakan suatu metode dalam upaya pengumpulan data denganmenggali

serta mencatat berbagai informasi berdasarkan berbagai hal yang

disaksikan secara langsung baik dengan melihat, mendengar dan dilakukan

dengan cara mengamati langsung ke tempat yang akan di teliti, kemudian

dicatat oleh peneliti secara subyektif. Penelitian ini menggunakan

observasi terstruktur yaitu observasi yang dilakukan secara sistematis,

tentang apa yang diamati, dimana dan kapan tepatnya. Data yang diperoleh

dari observasi adalah data untuk mengetahui tanggap darurat bencana

BPBPK Kota Palangkaraya. Menggunakan metode pengumpulan data

14

Gulo. W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo Hlm -118

21

berdasarkan hasil observasi agar dapat diketahui kondisi terkini yang

terjadi pada lokasi penelitian yaitu Kota Palangkaraya. Agar peneliti dapat

terbantu dalam mengumpulkan data ataupun informasi yang dibutuhkan

benar adanya, akurat, dan dapat dibuktikan kebenarannya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode yang dilaksanakan dengan

mencatat, menganalisis laporan kegiatan, mengambil gambar,

menganalisis dokumen-dokumen resmi, peraturan serta berbagai arsip

yang tersedia di BPBPK Kota Palangkaraya terkait dengan tujuan

mendapatkan bagian yang menunjang secara teoritis terhadap data

penelitian. dokumentasi dapat pula berupa foto, atau video selama

kegiatan berlangsung. Dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data

yang lengkap, seperti dokumen tentang latar belakang dan kegiatan-

kegiatan yang dilaksanakan yang berhubungan dengan fungsi rekreatif.

Data yang didapat dari dokumentasi merupakan data yang valid dan tidak

diragukan kebenaranya.

6. Teknik Analisa Data

Analisis data merupsksn suatu proses yang digunakan dengan cara

mengorganisasikan data kemdian mengurutkannya berdasarkan pola, kategori

serta berdasarkan variabel dan jenis responden. Teknik analisa yang

digunakan peneliti adalah menggunakan analisis deskriptif-kualitatif yang

merupakan teknik yang menggambarkan serta menginterpretasikan makna

dari data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam

aspek situasi yang ditelii. Peneliti juga berperan aktif selama waktu

22

pengumpulan data, selanjutnya mereduksi data, menyajikan data, serta

malakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagaimana digambarkan

Milles dan Huberman.15

Komponen Analisa Data dengan Model Interaktif.

16

a. Pengumpulan data

Dalam mengumpulkan data peneliti memanfaatkan data primer

sebagai sumber utama dan data skunder sebagai data pendukung. Teknik

dalam pengumpulan data yang diperoleh yang merupakan kumpulan fakta

serta fenomena berdasarkan hasil temuan dan data lapangan berupa

gambaran, dokumen, foto, laporan, artikel, dan sebagainya yang belum

terorganisir. Hasil data kemudian di olah pada saat tahap reduksi data.

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan upaya dalam merangkum hal pokok

kemudian memilih, meemusatkan perhatian, memfokuskan hanya pada hal

penting kemudian menganalisis berdasarkan tema dan polanya

berdasarkan pengabstrakan transformasi serta pada data kasar yang

muncul dari catatan lapangan. Langkah yang dilakukan dalam tahapan ini

akan memberikan gambaran yang spesifik serta mempermudah peneliti

15

Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.Jakarta: UI-

Press.Hlm:23 16

Ibid. Hlm 20

23

dalam meneliti dan melakukan pengumpulan data selanjutnya kemudian

diolah sedemikian rupa untuk menarik kesimpulan sementara.

c. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan untuk mensistemasikan data yang telah

melewati tahap sebelumnya yaitu tahap reduksi sehingga terlihat inti

permasalahan secara utuh. Mendisplay data atau penyajian data perlu

dilihat kembali gambaran keseluruhan lalu baru kemudian dapat dilakukan

mencari informasi serta mendalami permasalahan. Dalam penyajian data

diupayakan agar data hasil reduksi terorganisasikan serta terimpretasikan

dengan baik dalam penyusunan pola agar mudah di pahami, penyajian data

dapat melalui bagan, penjabaran maupun naratif dan menghubungkan

bedasarkan kategori. Jadi, pada tahapan penyajian data tidak hanya

mendeskripsikan denan naratif juga disertai dengan penarikan kesimpulan.

d. Penarikan Kesimpulan

Tahapan akhir dari suatu penelitian adalah penarikan kesimpulan

yang merupakan upaya mengemukakan hasil akhir dari sebuah penelitian.

Penarikan kesimpulan dapat dimaknai sebagai upaya memahami makna

ataupun suatu sebab-akibat yang dihasilkan. Tahapan yang silakukan

sebelum masuk ketahapan penarikan kesimpulan peneliti terlebih dahulu

melakukan reduksi data, menyajikan data serta selanjutnya yang

merupakan tahap akhir yaitu melakukan penarikan kesimpulan.

24

Penarikan kesimpulan adalah tahapan terakhir yang digunakan oleh

peneliti selama teknik menganalisis suatu data. Dalam tahapan inilah

seluruh hasil yang diperoleh peneliti dari penelitian dikumpulkan

kemudian barulah dapat disimpulkan dan diinterpretasikan dalam hasil

penelitian.