16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya (Thufail, 2010). Banyak hal dapat terungkap dengan mempelajari tinggalan arkeologi bawah air, terutama kapal tenggelam. Tinggalan bawah air seperti kapal tenggelam cenderung akan terawetkan, baik posisi benda maupun kondisinya, sehingga keadaan awal tinggalan akan bisa terlacak. Hal lain, seperti bentuk dan apapun yang tersisa, dapat menambah informasi yang ada dari sebuah kronologi sejarah. Sejak ratusan tahun lalu Indonesia banyak dilalui kapal dari berbagai bangsa. Kapal-kapal tersebut berlayar dengan tujuan antara lain berdagang, berkomunikasi, dan bermigrasi. Dalam pelayaran tersebut tidak semua berjalan dengan lancar. Terkadang banyak faktor yang menghambat, seperti perampokan dan cuaca buruk, sehingga kapal menjadi karam. Hal itu menjadi potensi adanya temuan kapal tenggelam atau muatan kapal tenggelam di lautan Indonesia (Thufail, 2010). Banyak sebaran kapal-kapal tenggelam di perairan Indonesia, baik dari zaman klasik hingga era pasca-kolonial (hingga sekarang) yang bernilai bagi bangsa ini. Salah satu wilayah yang memiliki potensi kapal tenggelam di atas adalah Kepulauan Karimunjawa. Tempat tersebut mempunyai potensi yang besar dalam bidang arkeologi bawah air. Buktinya antara lain berupa kapal bertenaga uap Indonor, beberapa kapal kayu, hingga kapal yang tenggelam di perairan dalam.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68809/potongan/S1-2014... · Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi

yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya

(Thufail, 2010). Banyak hal dapat terungkap dengan mempelajari tinggalan

arkeologi bawah air, terutama kapal tenggelam. Tinggalan bawah air seperti

kapal tenggelam cenderung akan terawetkan, baik posisi benda maupun

kondisinya, sehingga keadaan awal tinggalan akan bisa terlacak. Hal lain, seperti

bentuk dan apapun yang tersisa, dapat menambah informasi yang ada dari

sebuah kronologi sejarah.

Sejak ratusan tahun lalu Indonesia banyak dilalui kapal dari berbagai

bangsa. Kapal-kapal tersebut berlayar dengan tujuan antara lain berdagang,

berkomunikasi, dan bermigrasi. Dalam pelayaran tersebut tidak semua berjalan

dengan lancar. Terkadang banyak faktor yang menghambat, seperti perampokan

dan cuaca buruk, sehingga kapal menjadi karam. Hal itu menjadi potensi adanya

temuan kapal tenggelam atau muatan kapal tenggelam di lautan Indonesia

(Thufail, 2010). Banyak sebaran kapal-kapal tenggelam di perairan Indonesia,

baik dari zaman klasik hingga era pasca-kolonial (hingga sekarang) yang bernilai

bagi bangsa ini.

Salah satu wilayah yang memiliki potensi kapal tenggelam di atas adalah

Kepulauan Karimunjawa. Tempat tersebut mempunyai potensi yang besar dalam

bidang arkeologi bawah air. Buktinya antara lain berupa kapal bertenaga uap

Indonor, beberapa kapal kayu, hingga kapal yang tenggelam di perairan dalam.

2

Kapal-kapal tersebut telah beberapa kali diteliti, meski jumlah penelitiannya

masih sedikit.

Salah satu yang menarik dari temuan di Karimunjawa adalah Kapal

Indonor, karena kondisinya relatif lebih lengkap, dangkal, sehingga mudah

dijangkau, dibanding dengan tinggalan bawah air lainnya. Kapal yang dibuat

pada tahun 1941 di galangan kapal West Hartlepool, Inggris, ini memiliki nama

asli (pertama) Empire Pilgrim. Dalam perjalanannya, kapal tersebut mengalami

beberapa kali perubahan nama, karena berganti kepemilikan. Perubahan nama

tersebut di antaranya D/S Astrid, Tindefjell, Ringhorn, Ingvar Jansen, dan yang

terakhir adalah Indonor.

Indonor merupakan kapal kargo tipe scandinavian bertenaga uap (batu

bara) yang pernah digunakan untuk membantu distribusi logistik saat Perang

Dunia II. Setelah Perang Dunia II berakhir kapal ini dialihkan untuk pengiriman

kargo-kargo ke antar negara. Indonor tenggelam di Karimunjawa pada tanggal 3

Foto 1.1. Bagian halauan kapal Indonor. (Dokumentasi oleh Shinatria)

3

Februari 1960 dalam perjalanannya dari Palembang menuju Surabaya.

Penyebabnya karena lambung kapal menghantam karang-karang yang ada di

perairan dangkal. Kapal tenggelam secara keseluruhan pada tanggal 7 Februari

1960.

Indonor termasuk salah satu tinggalan dan situs bawah air yang memiliki

banyak potensi, baik dalam ilmu pengetahuan maupun bidang seperti pariwisata

minat khusus. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya aktivitas di sekitar Indonor,

antara lain penyelaman di sekitar kapal. Akan tetapi, pelaksanaan penyelaman

harus memiliki izin dari Balai Taman Nasional Karimunjawa karena wilayah itu

temasuk dalam kawasan konservasi dan pemanfaatan Taman Nasional

Karimunjawa.

Tempat tenggelamnya kapal yang berada di daerah wisata bahari

Karimunjawa membuat situs ini menjadi alternatif tujuan wisata bawah air di

sana. Penyelaman yang ada tidak hanya untuk wisata, beberapa peneliti dan

agen sertifikasi selam memanfaatkan situs ini sebagai tempat penyelaman.

Peneliti menyelam di Situs Indonor untuk melakukan beberapa kajian baik

terhadap kapal maupun biota di sekitarnya. BPCB Jawa Tengah dan Balar

Yogyakarta adalah beberapa instansi pemerintah yang pernah melakukan

penelitian di situs ini. Klub selam dari berbagai daerah di luar Karimunjawa juga

melakukan aktivitas penyelaman baik untuk penelitian, wisata, ataupun pelatihan

selam. Adanya banyak pihak yang terlibat dan beraktivitas di situs, maka perlu

pengelolaan yang baik. Eksistensi kapal tenggelam ini menjadi sangat penting

karena telah dimanfaatkan oleh berbagai kalangan di masyarakat.

Kelestariannya harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan

kalangan. Untuk itu perlu beberapa kebijakan untuk menjaga kelestarian situs

4

kapal tenggelam ini dengan baik. Merujuk pada Undang Undang Cagar Budaya

no 11 tahun 2010 kelestarian yang dimaksud harus mampu melaksanakan

program perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan secara terpadu dan

berkelanjutan.

Kebijakan yang dimaksud tidak hanya ditujukan untuk menjaga kapal

tenggelam dan situs, namun juga bertujuan menjaga nilai-nilai pentingnya.

Pelestarian tidak hanya mengarah pada perlindungan, melainkan juga

pemanfaatan sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat lokal pada

khususnya dan wisatawan pada umumnya (Tanudirdjo, 2010). Situs arkeologi di

manapun kebanyakan berada di tengah-tengah aktivitas (kehidupan) masyarakat

lokal, sehingga pengelolaan situs lebih baik melibatkan masyarakat lokal yang

tinggal dekat dengan situs. Pemanfaatan juga harus melibatkan mereka, karena

dengan keterlibatan itu, masyarakat akan merasa ikut memiliki dan menjaga

situs, baik sebagai sebuah warisan ataupun sebagai sumber daya yang bernilai

ekonomi bagi mereka.

Foto 1.2 Aktivitas penyelaman di dalam ruang kemudi bangkai

kapal Indonor. (Dokumentasi Oleh Shinatria)

5

B. Rumusan Masalah

Arkeologi Bawah Air adalah studi masa lalu melalui tinggalan-tinggalan

bawah air (Green, 1990). Jadi dalam kajian arkeologi bawah air, kapal tenggelam

masuk dalam kategori tinggalan bawah air. Pada pelestarian yang ada di Indonor

tidak hanya melibatkan Situs dan Kapal Tenggelam Indonor sebagai objek

utama, melainkan juga melibatkan berbagai pihak yang ada seperti wisatawan,

penyelam pencari ikan, nelayan, dan Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa

sebagai badan pemerintah yang mengurusi segala upaya perlindungan Cagar

Alam Karimunjawa (kawasan konservasi karang).

Indonor sebagai tinggalan bawah air dan situs arkeologi harus memiliki

batasan-batasan pelestarian. Sedangkan dalam kenyataannya kapal tenggelam

ini tidak hanya berbicara seputar kapal dan aktivitas saja. Di dalamnya juga

terdapat wilayah konservasi karang yang nantinya akan menjadi data tambahan

mengenai karang-karang yang hidup (tumbuh) di kapal dan sekitar kapal, serta

bagaimana dampak jenis-jenis karang tertentu pada keutuhan kapal. Maksud

Foto 1.3 Karang yang tumbuh di dek bagian atas kapal Indonor. (Dokumentasi Oleh BPCB Jawa Tengah)

6

dari batasan pelestarian di atas adalah adanya komunikasi dan kerja sama antar

instansi terkait untuk menjaga Indonor, yang mana situs ini memiliki beberapa hal

untuk disesuaikan pada beberapa program pelaksanaan pelestarian.

Berdasar hal di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana rencana strategis pelestarian Situs Indonor? Situs yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah bangkai kapal berserta perairan tempat

ditemukannya bangkai kapal tersebut yang terkait dan atau terkena dampak jika

kapal tersebut dikelola sebagai cagar budaya.

Perumusan strategi ini akan merujuk pada Undang Undang Nomor 11

tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU 11/2010). Rencana yang disusun

diharapkan mampu mengakomodasi segala pihak yang akan terlibat baik secara

langsung maupun tidak di sekitar kapal. Sebagaimana yang telah disampaikan

sebelumnya bahwa, Situs dan tinggalan bawah air kapal tenggelam Indonor

merupakan salah satu daya tarik wisata minat khusus yang berada di wilayah

kerja BTN Karimunjawa dan BPCB Jawa Tengah. Kuasa atau wewenang yang

berada pada dua atau lebih instansi perlu diorganisir (dikelola) dengan baik.

Rumusan rencana strategis dalam penelitian ini akan menyentuh aspek

kelembagaan juga.

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah merumuskan rencana strategis pelestarian

situs dan kapal tenggelam Indonor. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

situs tersebut mulai diminati oleh para penyelam sebagai salah satu objek tujuan

wisata. Perencanaan strategis ini tidak hanya berisi rencana pengaturan untuk

penyelaman wisata ke situs, melainkan juga aktivitas lain dari masyarakat yang

7

harus ada batasan dalam hal pemanfaatan agar situsnya lestari. Seperti yang

diketahui bahwa di sekitar situs ini banyak aktivitas lain seperti nelayan

penangkap ikan dengan jaring dan penangkap ikan dengan tombak (dilakukan

dengan menyelam). Semakin banyak aktivitas yang terjadi di sekitar situs, maka

semakin diperlukan adanya pengaturan dan pengelolaan untuk menjaga

kelestarian situs.

D. Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan menjadikan kapal tenggelam Indonor Karimunjawa

sebagai benda tinggalan arkeologis. Kapal tenggelam atau shipwreck Indonor

termasuk dalam cagar budaya berbahan logam (Supandi, 2013), sehingga perlu

adanya kajian mengenai perlindungan terhadap kapal sesuai bahan yang ada

untuk menjamin keberadaan kapal. Selain itu penelitian ini akan fokus pada

masalah stakeholder, baik instansi maupun kelompok. Instansi tersebut seperti

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Balai Taman Nasional

Karimunjawa, Himpunan Pramuwisata Indonesia di Kepulauan Karimunjawa, dan

masyarakat lokal Karimunjawa. Keterlibatan instansi dan kelompok ini

dimaksudkan untuk mendukung data yang dibutuhkan pada tahap penyusunan

rencana pelestarian situs.

E. Tinjauan Pustaka

Berbicara mengenai konservasi artefak yang baik adalah dengan

mengetahui materi atau bahan yang akan dikonservasi (Green, 1990). Kapal

tenggelam berbahan logam yang terus menerus terkubur di bawah air akan

8

mengalami perubahan fisik dan mempengaruhi data fisik kapal. Pengaruh-

pengaruh perubahan ini dapat dilihat dari dalam maupun luar kapal.

Perubahan dari dalam bisa dilihat dari pertumbuhan terumbu karang di

tubuh kapal. Beberapa jenis karang akan mempengaruhi keutuhan kapal, baik

dari segi bentuk maupun kekuatan material kapal di dalam air. Upaya

perlindungan fisik kapal ini akan berhadapan langsung dengan konservasi

karang, sehingga perlu pendataan terlebih dahulu jenis karang apa saja yang

tumbuh di kapal. Berikutnya adalah langkah untuk tetap mempertahankan

keutuhan kapal dan tetap memperhatikan konservasi karang itu sendiri. Adapun

data karang yang tumbuh di kapal tenggelam Indonor yang berhasil didata oleh

Tim Ekspedisi Indonor 2 UKSA-387 adalah sembilan genus karang keras di 11

titik sampel. Sembilan genus itu adalah Porites, Favia, Acropora, Galaxea,

Lobophylia, Fungia, Goniastrea, Millepora, dan Leptoseris. Laporan ekspedisi

juga memuat hasil analisis presentase penutupan karang pada kapal paling

besar adalah Porites, dan paling kecil adalah Goniastrea, Leptoseris, dan

Millepora. Analisis mengenai koloni karang juga memperoleh hasil Favis sebagai

yang paling banyak ditemui di badan kapal tenggelam Indonor. Namun tahapan

tersebut belum memaparkan deskripsi sejauh mana perkembangan karang-

karang itu dan seperti apa dampaknya terhadap kapal.

Masalah pelestarian kapal tenggelam dari faktor luar di antaranya aktivitas

manusia di sekitar kapal. Aktivitas yang dimaksud adalah seperti nelayan,

penyelam lokal, dan penyelam wisata. Berdasarkan pengamatan peneliti,

Indonor mulai banyak dikunjungi para wisatawan. Namun aktivitas wisatawan

hanya sebatas snorkling dan penyelaman, karena tidak ada pulau untuk wisata

yang berjarak dekat dari bangkai kapal. Aktivitas lain yang dilakukan oleh

9

nelayan dan penyelam lokal biasanya berupa penangkapan ikan, khususnya

dengan cara ditembak. Bangkai kapal seperti ini memang berpotensi menjadi

rumah bagi biota laut sehingga banyak nelayan dan penyelam lokal yang

mencari ikan di sana. Kegiatan penangkapan ikan ini kadang kurang melalui tata

cara yang baik. Peneliti pernah menemui penyelam lokal yang setelah

menangkap ikan dan naik ke kapal sambil menunjukkan potongan dari bagian

kapal yang berhasil didapat. Perilaku seperti inilah yang juga menimbulkan

masalah pada kelestarian kapal.

Perlindungan terhadap tinggalan bawah air seperti ini harus dilakukan guna

menjaga kelestarian dan keberadaannya sebagai suatu sumber daya. Hal-hal

terkait dengan kelestarian tinggalan bawah air ini akan dapat dimanfaatkan oleh

banyak pihak, termasuk masyarakat luas secara maksimal dan terkendali.

Adanya banyak pihak yang terlibat dalam pemanfaatan ini, seperti BTN

Karimunjawa, wisatawan, nelayan, penyelam lokal, HPI, dan peneliti

membutuhkan sebuah model pelaksanaan untuk pelestarian dari tinggalan

bawah air dan situs ini.

Beberapa hal mengenai pelestarian/penjagaan telah diatur dalam Undang

Undang no. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, seperti dalam bab I pasal 1

ayat 1 UU Cagar Budaya:

“Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa

Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat

dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena

memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,

agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.”

10

Kapal tenggelam dan situs Indonor sebagai tinggalan bawah air masuk

dalam deskripsi dari Undang Undang di atas. Banyaknya penyelaman untuk

penelitian dan pariwisata di situs membuktikan bahwa kapal tenggelam dan Situs

Indonor memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan

kebudayaan. Nilai yang melekat pada kapal tenggelam ini perlu digali dan

dikembangkan untuk melestarikan keberadaan situs. Peningkatan nilai situs

tersebut juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal sebagai agen

penyedia jasa wisata di Karimunjawa.

Ditambah lagi tentang pengertian dari situs, di pasal 1 ayat 5 UU Cagar

Budaya:

“Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di

air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar

Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan

manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.”

Pelayaran di Indonesia sudah ramai sejak dahulu. Dimulai dari sebelum

merdeka hingga setelah merdeka. Jejak-jejak pelayaran tersebut dibuktikan oleh

adanya Kapal Indonor yang tenggelam di perairan Karimunjawa. Adanya situs ini

akan menjadi pelengkap pengetahuan dan sejarah tentang jejak-jejak

peninggalan bangsa Indonesia. Melestarikan Situs Indonor sama dengan

memelihara bukti-bukti itu untuk manjadi jati diri bangsa terutama di bidang

pelayaran.

Pada pasal 1 ayat 22 pelestarian memiliki isi:

“Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan

keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi,

mengembangkan, dan memanfaatkannya.”

11

Dari Undang Undang di atas, pengertian pelestarian tidak hanya pada

perlindungan untuk keberadaan situs saja, namun juga bagaimana menjaga itu

dengan pengembangan dan pemanfaatan. Kedua pelaksanaan pengembangan

dan pemanfaatan dapat meningkatkan berbagai nilai yang dimiliki oleh tinggalan

bawah air dan situs mulai dari pengetahuan, sejarah, hingga promosi wisata

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adanya interaksi berbagai

lapisan masyarakat pada situs dan kapal tenggelam yang baik akan

menumbuhkan kesadaran bahwa keberadaan situs membawa banyak manfaat.

Pengembangan dalam hal penelitian sudah beberapa kali dilakukan di

Situs Indonor. Tujuan dan metode penelitian yang berbeda dilakukan oleh

beberapa pihak terutama untuk mengkaji mengenai Kapal Tenggelam Indonor,

lingkungan sekitar situs, dan tinggalan budaya di Kepulauan Karimunjawa.

Beberapa penelitian telah dilakukan pada situs bawah air Indonor, di

antaranya:

Tabel 1.1. Penelitian yang pernah dilakukan di Situs Indonor, Karimunjawa

Tahun Penulis/Peneliti Topik

1997 Lucas P. Koestoro Karimunjawa dan Sisa Benda Budaya Masyarakat Pulau-Pulau di Perairan Utara Jawa

2005 Tim Ekspedisi Indonor-Unit Kegiatan Selam (UKSA) Diponegoro

Menyingkap Misteri Wreck Indonor

2011 BPCB Jawa Tengah Pendataan Kapal Tenggelam Indonor

2013 Tim Pelakasana Program Kreatif Mahasiswa – Penelitian oleh Mahasiswa Arkeologi UGM

Pembaharuan Data BMKT Indonor: Penerapan Metode Pengukuran Dasar Arkeologi Bawah Air Pada Kapal Tenggelam/Shipwreck Indonor di Kepulauan Karimun Jawa

12

Dari beberapa penelitian yang terdahulu, kebanyakan masih berbicara

mengenai sejarah kapal Indonor, sejarah tenggelamnya kapal, pengukuran

kapal, pendataan karang-karang yang tumbuh di bagian-bagian kapal, dan

beberapa laporan kasus penanganan kapal yang masih belum menyentuh dalam

ranah arkeologi bawah air dan konsep pelestarian sesuai kondisi di lapangan .

Pada tahun 2013 tim pelaksana PKM-P DIKTI 2013 menghasilkan

penggambaran ulang secara tiga dimensi kondisi Indonor berdasarkan hasil

laporan BPCB Jawa Tengah di tahun 2011. Hasil lain dari program PKM-P 2013

adalah zonasi vertikal untuk penyelaman di Situs Indonor berdasarkan jenjang

dan kemahiran penyelam.

Penelitian ini akan mengarah pada strategi pelestarian kapal tenggelam

dan Situs Indonor sebagai tinggalan bawah air yang berada di tengah

permasalahan lain, baik permasalahan fisik kapal itu sendiri maupun aktivitas

yang berlangsung di sekitar kapal.

F. Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan penalaran induktif yang

dimulai dengan pencarian suatu intepretasi dari gejala-gejala data yang ada

kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi

empiris (Tanudirjo, 1998). Pada proses indentifikasi, penggalian nilai penting

kapal tenggelam, dan pendataan aktivitas di sekitar kapal tenggelam akan dibagi

menjadi dua bagian objek penelitian, yaitu kapal tenggelam Indonor sebagai

benda temuan arkeologis dan pihak-pihak yang terlibat dan aktivitas di sekitar

situs.

13

Kapal tenggelam akan menuntun pencarian data tentang kapal dengan

beberapa metode penelitian seperti survei langsung untuk melihat kondisi kapal

dengan penyelaman, pemetaan untuk memperbaharui penggambaran kondisi

Situs Indonor terbaru, sampel karang di kapal, dan studi pustaka untuk

mendapatkan sejarah kapal Indonor beserta nilai penting tinggalan arkeologis ini.

Setelah diperoleh data yang berhubungan dengan situs, baik kondisi fisik kapal

dan lingkungan, selanjutnya akan dianalisis mengenai upaya-upaya pelestarian

situs yang mungkin untuk dilakukan.

Survei langsung terhadap kapal dengan penyelaman dilakukan untuk

memperbaharui data gambaran kondisi kapal yang pernah dilakukan oleh pihak

lain. Metode akan digunakan untuk mendapatkan data pelengkap dari yang

pernah didapatkan oleh BPCB Jawa Tengah mengenai ukuran kapal dan Tim

PKM-P 2013 mengenai gambaran kondisi terbaru di Indonor. BPCB Jawa

Tengah menghasilkan beberapa denah dan ukuran kapal. Tim PKM-P dengan

mengacu pada denah dari BPCB Jawa Tengah dan survei langsung

menghasilkan penggambaran secara tiga dimensi kapal tenggelam Indonor.

Zonasi secara vertikal untuk penyelaman di Indonor juga menjadi hasil dari

penelitian Tim PKM-P 2013. Pada tulisan ini akan digambarkan ulang secara tiga

dimensi untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai yakni: pembaharuan

gambaran kondisi kapal tenggelam, zonasi, dan melengkapi bagian-bagian yang

belum didapat pada penelitian sebelum-sebelumnya. Penggambaran tiga

dimensi juga akan digunakan untuk membantu dalam mengilustrasikan berbagai

model seperti: model pemasangan anoda korban pada konservasi logam bawah

air, model pemasangan papan identitas kapal di bawah air, dan ilustrasi tempat

tumbuhnya karang di badan kapal.

14

Pada sisi lain akan ada pendataan mengenai pihak-pihak yang terlibat dan

aktivitas di sekitar kapal. Pihak yang akan menjadi objek adalah BPCB Jawa

Tengah, BTN Karimunjawa, HPI Karimunjawa, BALAR Yogyakarta, akademisi,

dan masyarakat lokal. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah adalah

instansi pemerintah yang berwewenang untuk menangani perlindungan situs.

Balai Taman Nasional Karimunjawa adalah instansi pemerintah yang mengelola

area konservasi karang di Karimunjawa. Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI)

adalah kelompok masyarakat yang melayani wisatawan di Karimunjawa. Balai

Arkeologi Yogyakarta adalah instansi yang melaksanakan tugas penelitian

sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan berserta para akademisi ilmu

lain. Nelayan yang menangkap ikan di sekitar situs kapal tenggelam, dan

wisatawan yang datang ke Karimunjawa khususnya yang beraktivitas di sekitar

situs kapal tenggelam adalah pihak lain yang terlibat.

Penelitian ini juga membutuhkan data wawancara dan kuisioner kepada

para penyelam yang pernah beraktivitas di Situs Indonor berkaitan dengan

alasan atas ketertarikan menyelam di sana. Akan ada sekitar 48 penyelam yang

menjadi informan dan responden. Penyelam itu terdiri dari penyelam yang

pernah melakukan penelitian, pelatihan, dan rekreasi. Informan dan responden

diambil dari berbagai instansi dan kelompok penyelam yang ada di Jawa Tengah

dan Yogyakarta seperti: BPCB Jawa Tengah, Balar Yogyakarta, Unit Kegiatan

Selam Undip, Unit Selam UGM, Klub Selam H2O melalui Sentra Selam

Yogyakarta, dan Divisi Bawah Air HIMA UGM.

Data yang diharapkan dari objek-objek tersebut adalah:

1. Aktivitas yang pernah mereka lakukan di Situs Indonor.

2. Minat mereka untuk beraktivitas di Situs Indonor.

15

3. Kondisi pemanfaatan yang berlangsung di Situs Indonor.

4. Pandangan pengenai perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan

situs.

Metode yang akan digunakan untuk pencarian data di atas adalah dengan

wawancara dan observasi langsung. Melalui wawancara akan mendapatkan data

primer berupa pernyataan langsung dari sumber-sumber terkait. Metode

partisipatoris juga akan digunakan oleh penulis untuk mendapatkan data

pengamatan langsung baik kondisi pariwisata di Karimunjawa dan proses

birokrasi antar instansi yang terkait dengan situs. Pada metode partisipatoris

dapat mengkombinasikan fungsi perolehan data dan pembentukan dialog di

antara pihak-pihak yang yang ikut terlibat (Mikkelsen, 1999).

Pada tahap pencarian data berupa upaya yang dapat dilakukan untuk

melestarikan fisik situs, khususnya dari pertumbuhan karang dan kerusakan

logam akibat karat adalah dengan studi pustaka. Hasil penelitian Balai

Konservasi Borobudur menjadi rekomendasi utama untuk perlindungan logam

dari karat. Pertumbuhan karang akan dijelaskan dengan jenis karang apa saja

yang tumbuh di Indonor, bagaimana bentuk pertumbuhannya untuk

menggambarkan bahwa itu mampu mengurangi nilai fisik dari Situs Indonor, dan

apa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh BPCB Jawa Tengah dan BTN

Karimunjawa terhadap karang yang tumbuh pada badan kapal.

Tahap akhir, analisis diolah berdasarkan UU No. 11 tahun 2010 tentang

Cagar Budaya khususnya pada pelestarian situs kapal tenggelam. Pelestarian

akan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. Hasil analisis itu berupa

Strategi Pelestarian Situs Kapal Tenggelam Indonor.

16

Bagan 1.1 Alur penelitian pelestarian Situs Indonor berdasarkan UU Cagar Budaya. (Bagan dibuat oleh Penulis)