Upload
hoangdang
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi
yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya
(Thufail, 2010). Banyak hal dapat terungkap dengan mempelajari tinggalan
arkeologi bawah air, terutama kapal tenggelam. Tinggalan bawah air seperti
kapal tenggelam cenderung akan terawetkan, baik posisi benda maupun
kondisinya, sehingga keadaan awal tinggalan akan bisa terlacak. Hal lain, seperti
bentuk dan apapun yang tersisa, dapat menambah informasi yang ada dari
sebuah kronologi sejarah.
Sejak ratusan tahun lalu Indonesia banyak dilalui kapal dari berbagai
bangsa. Kapal-kapal tersebut berlayar dengan tujuan antara lain berdagang,
berkomunikasi, dan bermigrasi. Dalam pelayaran tersebut tidak semua berjalan
dengan lancar. Terkadang banyak faktor yang menghambat, seperti perampokan
dan cuaca buruk, sehingga kapal menjadi karam. Hal itu menjadi potensi adanya
temuan kapal tenggelam atau muatan kapal tenggelam di lautan Indonesia
(Thufail, 2010). Banyak sebaran kapal-kapal tenggelam di perairan Indonesia,
baik dari zaman klasik hingga era pasca-kolonial (hingga sekarang) yang bernilai
bagi bangsa ini.
Salah satu wilayah yang memiliki potensi kapal tenggelam di atas adalah
Kepulauan Karimunjawa. Tempat tersebut mempunyai potensi yang besar dalam
bidang arkeologi bawah air. Buktinya antara lain berupa kapal bertenaga uap
Indonor, beberapa kapal kayu, hingga kapal yang tenggelam di perairan dalam.
2
Kapal-kapal tersebut telah beberapa kali diteliti, meski jumlah penelitiannya
masih sedikit.
Salah satu yang menarik dari temuan di Karimunjawa adalah Kapal
Indonor, karena kondisinya relatif lebih lengkap, dangkal, sehingga mudah
dijangkau, dibanding dengan tinggalan bawah air lainnya. Kapal yang dibuat
pada tahun 1941 di galangan kapal West Hartlepool, Inggris, ini memiliki nama
asli (pertama) Empire Pilgrim. Dalam perjalanannya, kapal tersebut mengalami
beberapa kali perubahan nama, karena berganti kepemilikan. Perubahan nama
tersebut di antaranya D/S Astrid, Tindefjell, Ringhorn, Ingvar Jansen, dan yang
terakhir adalah Indonor.
Indonor merupakan kapal kargo tipe scandinavian bertenaga uap (batu
bara) yang pernah digunakan untuk membantu distribusi logistik saat Perang
Dunia II. Setelah Perang Dunia II berakhir kapal ini dialihkan untuk pengiriman
kargo-kargo ke antar negara. Indonor tenggelam di Karimunjawa pada tanggal 3
Foto 1.1. Bagian halauan kapal Indonor. (Dokumentasi oleh Shinatria)
3
Februari 1960 dalam perjalanannya dari Palembang menuju Surabaya.
Penyebabnya karena lambung kapal menghantam karang-karang yang ada di
perairan dangkal. Kapal tenggelam secara keseluruhan pada tanggal 7 Februari
1960.
Indonor termasuk salah satu tinggalan dan situs bawah air yang memiliki
banyak potensi, baik dalam ilmu pengetahuan maupun bidang seperti pariwisata
minat khusus. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya aktivitas di sekitar Indonor,
antara lain penyelaman di sekitar kapal. Akan tetapi, pelaksanaan penyelaman
harus memiliki izin dari Balai Taman Nasional Karimunjawa karena wilayah itu
temasuk dalam kawasan konservasi dan pemanfaatan Taman Nasional
Karimunjawa.
Tempat tenggelamnya kapal yang berada di daerah wisata bahari
Karimunjawa membuat situs ini menjadi alternatif tujuan wisata bawah air di
sana. Penyelaman yang ada tidak hanya untuk wisata, beberapa peneliti dan
agen sertifikasi selam memanfaatkan situs ini sebagai tempat penyelaman.
Peneliti menyelam di Situs Indonor untuk melakukan beberapa kajian baik
terhadap kapal maupun biota di sekitarnya. BPCB Jawa Tengah dan Balar
Yogyakarta adalah beberapa instansi pemerintah yang pernah melakukan
penelitian di situs ini. Klub selam dari berbagai daerah di luar Karimunjawa juga
melakukan aktivitas penyelaman baik untuk penelitian, wisata, ataupun pelatihan
selam. Adanya banyak pihak yang terlibat dan beraktivitas di situs, maka perlu
pengelolaan yang baik. Eksistensi kapal tenggelam ini menjadi sangat penting
karena telah dimanfaatkan oleh berbagai kalangan di masyarakat.
Kelestariannya harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan
kalangan. Untuk itu perlu beberapa kebijakan untuk menjaga kelestarian situs
4
kapal tenggelam ini dengan baik. Merujuk pada Undang Undang Cagar Budaya
no 11 tahun 2010 kelestarian yang dimaksud harus mampu melaksanakan
program perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan secara terpadu dan
berkelanjutan.
Kebijakan yang dimaksud tidak hanya ditujukan untuk menjaga kapal
tenggelam dan situs, namun juga bertujuan menjaga nilai-nilai pentingnya.
Pelestarian tidak hanya mengarah pada perlindungan, melainkan juga
pemanfaatan sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat lokal pada
khususnya dan wisatawan pada umumnya (Tanudirdjo, 2010). Situs arkeologi di
manapun kebanyakan berada di tengah-tengah aktivitas (kehidupan) masyarakat
lokal, sehingga pengelolaan situs lebih baik melibatkan masyarakat lokal yang
tinggal dekat dengan situs. Pemanfaatan juga harus melibatkan mereka, karena
dengan keterlibatan itu, masyarakat akan merasa ikut memiliki dan menjaga
situs, baik sebagai sebuah warisan ataupun sebagai sumber daya yang bernilai
ekonomi bagi mereka.
Foto 1.2 Aktivitas penyelaman di dalam ruang kemudi bangkai
kapal Indonor. (Dokumentasi Oleh Shinatria)
5
B. Rumusan Masalah
Arkeologi Bawah Air adalah studi masa lalu melalui tinggalan-tinggalan
bawah air (Green, 1990). Jadi dalam kajian arkeologi bawah air, kapal tenggelam
masuk dalam kategori tinggalan bawah air. Pada pelestarian yang ada di Indonor
tidak hanya melibatkan Situs dan Kapal Tenggelam Indonor sebagai objek
utama, melainkan juga melibatkan berbagai pihak yang ada seperti wisatawan,
penyelam pencari ikan, nelayan, dan Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa
sebagai badan pemerintah yang mengurusi segala upaya perlindungan Cagar
Alam Karimunjawa (kawasan konservasi karang).
Indonor sebagai tinggalan bawah air dan situs arkeologi harus memiliki
batasan-batasan pelestarian. Sedangkan dalam kenyataannya kapal tenggelam
ini tidak hanya berbicara seputar kapal dan aktivitas saja. Di dalamnya juga
terdapat wilayah konservasi karang yang nantinya akan menjadi data tambahan
mengenai karang-karang yang hidup (tumbuh) di kapal dan sekitar kapal, serta
bagaimana dampak jenis-jenis karang tertentu pada keutuhan kapal. Maksud
Foto 1.3 Karang yang tumbuh di dek bagian atas kapal Indonor. (Dokumentasi Oleh BPCB Jawa Tengah)
6
dari batasan pelestarian di atas adalah adanya komunikasi dan kerja sama antar
instansi terkait untuk menjaga Indonor, yang mana situs ini memiliki beberapa hal
untuk disesuaikan pada beberapa program pelaksanaan pelestarian.
Berdasar hal di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana rencana strategis pelestarian Situs Indonor? Situs yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah bangkai kapal berserta perairan tempat
ditemukannya bangkai kapal tersebut yang terkait dan atau terkena dampak jika
kapal tersebut dikelola sebagai cagar budaya.
Perumusan strategi ini akan merujuk pada Undang Undang Nomor 11
tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU 11/2010). Rencana yang disusun
diharapkan mampu mengakomodasi segala pihak yang akan terlibat baik secara
langsung maupun tidak di sekitar kapal. Sebagaimana yang telah disampaikan
sebelumnya bahwa, Situs dan tinggalan bawah air kapal tenggelam Indonor
merupakan salah satu daya tarik wisata minat khusus yang berada di wilayah
kerja BTN Karimunjawa dan BPCB Jawa Tengah. Kuasa atau wewenang yang
berada pada dua atau lebih instansi perlu diorganisir (dikelola) dengan baik.
Rumusan rencana strategis dalam penelitian ini akan menyentuh aspek
kelembagaan juga.
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah merumuskan rencana strategis pelestarian
situs dan kapal tenggelam Indonor. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
situs tersebut mulai diminati oleh para penyelam sebagai salah satu objek tujuan
wisata. Perencanaan strategis ini tidak hanya berisi rencana pengaturan untuk
penyelaman wisata ke situs, melainkan juga aktivitas lain dari masyarakat yang
7
harus ada batasan dalam hal pemanfaatan agar situsnya lestari. Seperti yang
diketahui bahwa di sekitar situs ini banyak aktivitas lain seperti nelayan
penangkap ikan dengan jaring dan penangkap ikan dengan tombak (dilakukan
dengan menyelam). Semakin banyak aktivitas yang terjadi di sekitar situs, maka
semakin diperlukan adanya pengaturan dan pengelolaan untuk menjaga
kelestarian situs.
D. Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan menjadikan kapal tenggelam Indonor Karimunjawa
sebagai benda tinggalan arkeologis. Kapal tenggelam atau shipwreck Indonor
termasuk dalam cagar budaya berbahan logam (Supandi, 2013), sehingga perlu
adanya kajian mengenai perlindungan terhadap kapal sesuai bahan yang ada
untuk menjamin keberadaan kapal. Selain itu penelitian ini akan fokus pada
masalah stakeholder, baik instansi maupun kelompok. Instansi tersebut seperti
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Balai Taman Nasional
Karimunjawa, Himpunan Pramuwisata Indonesia di Kepulauan Karimunjawa, dan
masyarakat lokal Karimunjawa. Keterlibatan instansi dan kelompok ini
dimaksudkan untuk mendukung data yang dibutuhkan pada tahap penyusunan
rencana pelestarian situs.
E. Tinjauan Pustaka
Berbicara mengenai konservasi artefak yang baik adalah dengan
mengetahui materi atau bahan yang akan dikonservasi (Green, 1990). Kapal
tenggelam berbahan logam yang terus menerus terkubur di bawah air akan
8
mengalami perubahan fisik dan mempengaruhi data fisik kapal. Pengaruh-
pengaruh perubahan ini dapat dilihat dari dalam maupun luar kapal.
Perubahan dari dalam bisa dilihat dari pertumbuhan terumbu karang di
tubuh kapal. Beberapa jenis karang akan mempengaruhi keutuhan kapal, baik
dari segi bentuk maupun kekuatan material kapal di dalam air. Upaya
perlindungan fisik kapal ini akan berhadapan langsung dengan konservasi
karang, sehingga perlu pendataan terlebih dahulu jenis karang apa saja yang
tumbuh di kapal. Berikutnya adalah langkah untuk tetap mempertahankan
keutuhan kapal dan tetap memperhatikan konservasi karang itu sendiri. Adapun
data karang yang tumbuh di kapal tenggelam Indonor yang berhasil didata oleh
Tim Ekspedisi Indonor 2 UKSA-387 adalah sembilan genus karang keras di 11
titik sampel. Sembilan genus itu adalah Porites, Favia, Acropora, Galaxea,
Lobophylia, Fungia, Goniastrea, Millepora, dan Leptoseris. Laporan ekspedisi
juga memuat hasil analisis presentase penutupan karang pada kapal paling
besar adalah Porites, dan paling kecil adalah Goniastrea, Leptoseris, dan
Millepora. Analisis mengenai koloni karang juga memperoleh hasil Favis sebagai
yang paling banyak ditemui di badan kapal tenggelam Indonor. Namun tahapan
tersebut belum memaparkan deskripsi sejauh mana perkembangan karang-
karang itu dan seperti apa dampaknya terhadap kapal.
Masalah pelestarian kapal tenggelam dari faktor luar di antaranya aktivitas
manusia di sekitar kapal. Aktivitas yang dimaksud adalah seperti nelayan,
penyelam lokal, dan penyelam wisata. Berdasarkan pengamatan peneliti,
Indonor mulai banyak dikunjungi para wisatawan. Namun aktivitas wisatawan
hanya sebatas snorkling dan penyelaman, karena tidak ada pulau untuk wisata
yang berjarak dekat dari bangkai kapal. Aktivitas lain yang dilakukan oleh
9
nelayan dan penyelam lokal biasanya berupa penangkapan ikan, khususnya
dengan cara ditembak. Bangkai kapal seperti ini memang berpotensi menjadi
rumah bagi biota laut sehingga banyak nelayan dan penyelam lokal yang
mencari ikan di sana. Kegiatan penangkapan ikan ini kadang kurang melalui tata
cara yang baik. Peneliti pernah menemui penyelam lokal yang setelah
menangkap ikan dan naik ke kapal sambil menunjukkan potongan dari bagian
kapal yang berhasil didapat. Perilaku seperti inilah yang juga menimbulkan
masalah pada kelestarian kapal.
Perlindungan terhadap tinggalan bawah air seperti ini harus dilakukan guna
menjaga kelestarian dan keberadaannya sebagai suatu sumber daya. Hal-hal
terkait dengan kelestarian tinggalan bawah air ini akan dapat dimanfaatkan oleh
banyak pihak, termasuk masyarakat luas secara maksimal dan terkendali.
Adanya banyak pihak yang terlibat dalam pemanfaatan ini, seperti BTN
Karimunjawa, wisatawan, nelayan, penyelam lokal, HPI, dan peneliti
membutuhkan sebuah model pelaksanaan untuk pelestarian dari tinggalan
bawah air dan situs ini.
Beberapa hal mengenai pelestarian/penjagaan telah diatur dalam Undang
Undang no. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, seperti dalam bab I pasal 1
ayat 1 UU Cagar Budaya:
“Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.”
10
Kapal tenggelam dan situs Indonor sebagai tinggalan bawah air masuk
dalam deskripsi dari Undang Undang di atas. Banyaknya penyelaman untuk
penelitian dan pariwisata di situs membuktikan bahwa kapal tenggelam dan Situs
Indonor memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
kebudayaan. Nilai yang melekat pada kapal tenggelam ini perlu digali dan
dikembangkan untuk melestarikan keberadaan situs. Peningkatan nilai situs
tersebut juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal sebagai agen
penyedia jasa wisata di Karimunjawa.
Ditambah lagi tentang pengertian dari situs, di pasal 1 ayat 5 UU Cagar
Budaya:
“Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di
air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan
manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.”
Pelayaran di Indonesia sudah ramai sejak dahulu. Dimulai dari sebelum
merdeka hingga setelah merdeka. Jejak-jejak pelayaran tersebut dibuktikan oleh
adanya Kapal Indonor yang tenggelam di perairan Karimunjawa. Adanya situs ini
akan menjadi pelengkap pengetahuan dan sejarah tentang jejak-jejak
peninggalan bangsa Indonesia. Melestarikan Situs Indonor sama dengan
memelihara bukti-bukti itu untuk manjadi jati diri bangsa terutama di bidang
pelayaran.
Pada pasal 1 ayat 22 pelestarian memiliki isi:
“Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan
keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkannya.”
11
Dari Undang Undang di atas, pengertian pelestarian tidak hanya pada
perlindungan untuk keberadaan situs saja, namun juga bagaimana menjaga itu
dengan pengembangan dan pemanfaatan. Kedua pelaksanaan pengembangan
dan pemanfaatan dapat meningkatkan berbagai nilai yang dimiliki oleh tinggalan
bawah air dan situs mulai dari pengetahuan, sejarah, hingga promosi wisata
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adanya interaksi berbagai
lapisan masyarakat pada situs dan kapal tenggelam yang baik akan
menumbuhkan kesadaran bahwa keberadaan situs membawa banyak manfaat.
Pengembangan dalam hal penelitian sudah beberapa kali dilakukan di
Situs Indonor. Tujuan dan metode penelitian yang berbeda dilakukan oleh
beberapa pihak terutama untuk mengkaji mengenai Kapal Tenggelam Indonor,
lingkungan sekitar situs, dan tinggalan budaya di Kepulauan Karimunjawa.
Beberapa penelitian telah dilakukan pada situs bawah air Indonor, di
antaranya:
Tabel 1.1. Penelitian yang pernah dilakukan di Situs Indonor, Karimunjawa
Tahun Penulis/Peneliti Topik
1997 Lucas P. Koestoro Karimunjawa dan Sisa Benda Budaya Masyarakat Pulau-Pulau di Perairan Utara Jawa
2005 Tim Ekspedisi Indonor-Unit Kegiatan Selam (UKSA) Diponegoro
Menyingkap Misteri Wreck Indonor
2011 BPCB Jawa Tengah Pendataan Kapal Tenggelam Indonor
2013 Tim Pelakasana Program Kreatif Mahasiswa – Penelitian oleh Mahasiswa Arkeologi UGM
Pembaharuan Data BMKT Indonor: Penerapan Metode Pengukuran Dasar Arkeologi Bawah Air Pada Kapal Tenggelam/Shipwreck Indonor di Kepulauan Karimun Jawa
12
Dari beberapa penelitian yang terdahulu, kebanyakan masih berbicara
mengenai sejarah kapal Indonor, sejarah tenggelamnya kapal, pengukuran
kapal, pendataan karang-karang yang tumbuh di bagian-bagian kapal, dan
beberapa laporan kasus penanganan kapal yang masih belum menyentuh dalam
ranah arkeologi bawah air dan konsep pelestarian sesuai kondisi di lapangan .
Pada tahun 2013 tim pelaksana PKM-P DIKTI 2013 menghasilkan
penggambaran ulang secara tiga dimensi kondisi Indonor berdasarkan hasil
laporan BPCB Jawa Tengah di tahun 2011. Hasil lain dari program PKM-P 2013
adalah zonasi vertikal untuk penyelaman di Situs Indonor berdasarkan jenjang
dan kemahiran penyelam.
Penelitian ini akan mengarah pada strategi pelestarian kapal tenggelam
dan Situs Indonor sebagai tinggalan bawah air yang berada di tengah
permasalahan lain, baik permasalahan fisik kapal itu sendiri maupun aktivitas
yang berlangsung di sekitar kapal.
F. Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan penalaran induktif yang
dimulai dengan pencarian suatu intepretasi dari gejala-gejala data yang ada
kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi
empiris (Tanudirjo, 1998). Pada proses indentifikasi, penggalian nilai penting
kapal tenggelam, dan pendataan aktivitas di sekitar kapal tenggelam akan dibagi
menjadi dua bagian objek penelitian, yaitu kapal tenggelam Indonor sebagai
benda temuan arkeologis dan pihak-pihak yang terlibat dan aktivitas di sekitar
situs.
13
Kapal tenggelam akan menuntun pencarian data tentang kapal dengan
beberapa metode penelitian seperti survei langsung untuk melihat kondisi kapal
dengan penyelaman, pemetaan untuk memperbaharui penggambaran kondisi
Situs Indonor terbaru, sampel karang di kapal, dan studi pustaka untuk
mendapatkan sejarah kapal Indonor beserta nilai penting tinggalan arkeologis ini.
Setelah diperoleh data yang berhubungan dengan situs, baik kondisi fisik kapal
dan lingkungan, selanjutnya akan dianalisis mengenai upaya-upaya pelestarian
situs yang mungkin untuk dilakukan.
Survei langsung terhadap kapal dengan penyelaman dilakukan untuk
memperbaharui data gambaran kondisi kapal yang pernah dilakukan oleh pihak
lain. Metode akan digunakan untuk mendapatkan data pelengkap dari yang
pernah didapatkan oleh BPCB Jawa Tengah mengenai ukuran kapal dan Tim
PKM-P 2013 mengenai gambaran kondisi terbaru di Indonor. BPCB Jawa
Tengah menghasilkan beberapa denah dan ukuran kapal. Tim PKM-P dengan
mengacu pada denah dari BPCB Jawa Tengah dan survei langsung
menghasilkan penggambaran secara tiga dimensi kapal tenggelam Indonor.
Zonasi secara vertikal untuk penyelaman di Indonor juga menjadi hasil dari
penelitian Tim PKM-P 2013. Pada tulisan ini akan digambarkan ulang secara tiga
dimensi untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai yakni: pembaharuan
gambaran kondisi kapal tenggelam, zonasi, dan melengkapi bagian-bagian yang
belum didapat pada penelitian sebelum-sebelumnya. Penggambaran tiga
dimensi juga akan digunakan untuk membantu dalam mengilustrasikan berbagai
model seperti: model pemasangan anoda korban pada konservasi logam bawah
air, model pemasangan papan identitas kapal di bawah air, dan ilustrasi tempat
tumbuhnya karang di badan kapal.
14
Pada sisi lain akan ada pendataan mengenai pihak-pihak yang terlibat dan
aktivitas di sekitar kapal. Pihak yang akan menjadi objek adalah BPCB Jawa
Tengah, BTN Karimunjawa, HPI Karimunjawa, BALAR Yogyakarta, akademisi,
dan masyarakat lokal. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah adalah
instansi pemerintah yang berwewenang untuk menangani perlindungan situs.
Balai Taman Nasional Karimunjawa adalah instansi pemerintah yang mengelola
area konservasi karang di Karimunjawa. Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI)
adalah kelompok masyarakat yang melayani wisatawan di Karimunjawa. Balai
Arkeologi Yogyakarta adalah instansi yang melaksanakan tugas penelitian
sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan berserta para akademisi ilmu
lain. Nelayan yang menangkap ikan di sekitar situs kapal tenggelam, dan
wisatawan yang datang ke Karimunjawa khususnya yang beraktivitas di sekitar
situs kapal tenggelam adalah pihak lain yang terlibat.
Penelitian ini juga membutuhkan data wawancara dan kuisioner kepada
para penyelam yang pernah beraktivitas di Situs Indonor berkaitan dengan
alasan atas ketertarikan menyelam di sana. Akan ada sekitar 48 penyelam yang
menjadi informan dan responden. Penyelam itu terdiri dari penyelam yang
pernah melakukan penelitian, pelatihan, dan rekreasi. Informan dan responden
diambil dari berbagai instansi dan kelompok penyelam yang ada di Jawa Tengah
dan Yogyakarta seperti: BPCB Jawa Tengah, Balar Yogyakarta, Unit Kegiatan
Selam Undip, Unit Selam UGM, Klub Selam H2O melalui Sentra Selam
Yogyakarta, dan Divisi Bawah Air HIMA UGM.
Data yang diharapkan dari objek-objek tersebut adalah:
1. Aktivitas yang pernah mereka lakukan di Situs Indonor.
2. Minat mereka untuk beraktivitas di Situs Indonor.
15
3. Kondisi pemanfaatan yang berlangsung di Situs Indonor.
4. Pandangan pengenai perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
situs.
Metode yang akan digunakan untuk pencarian data di atas adalah dengan
wawancara dan observasi langsung. Melalui wawancara akan mendapatkan data
primer berupa pernyataan langsung dari sumber-sumber terkait. Metode
partisipatoris juga akan digunakan oleh penulis untuk mendapatkan data
pengamatan langsung baik kondisi pariwisata di Karimunjawa dan proses
birokrasi antar instansi yang terkait dengan situs. Pada metode partisipatoris
dapat mengkombinasikan fungsi perolehan data dan pembentukan dialog di
antara pihak-pihak yang yang ikut terlibat (Mikkelsen, 1999).
Pada tahap pencarian data berupa upaya yang dapat dilakukan untuk
melestarikan fisik situs, khususnya dari pertumbuhan karang dan kerusakan
logam akibat karat adalah dengan studi pustaka. Hasil penelitian Balai
Konservasi Borobudur menjadi rekomendasi utama untuk perlindungan logam
dari karat. Pertumbuhan karang akan dijelaskan dengan jenis karang apa saja
yang tumbuh di Indonor, bagaimana bentuk pertumbuhannya untuk
menggambarkan bahwa itu mampu mengurangi nilai fisik dari Situs Indonor, dan
apa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh BPCB Jawa Tengah dan BTN
Karimunjawa terhadap karang yang tumbuh pada badan kapal.
Tahap akhir, analisis diolah berdasarkan UU No. 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya khususnya pada pelestarian situs kapal tenggelam. Pelestarian
akan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. Hasil analisis itu berupa
Strategi Pelestarian Situs Kapal Tenggelam Indonor.