Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.1 Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa Narkotika sejatinya adalah obat yang sangat baik digunakan untuk
kepentingan pengobatan, hal tersebut tercantum dalam konsiderans Undang
Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (selanjutnya disebut Undang
Undang Narkotika) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan daerajat
kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan
pelayanan kesehatan , antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika
jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat.
Meskipun demikian penggunaan Narkotika sebagai obat hanya dapat dilakukan
dengan pengawasan dokter, hal itu dikarenakan Narkotika juga memiliki efek yang
sangat berbahaya salah satunya adalah efek ketergantungan. Oleh karena itu
dibentuklah Undang Undang Narkotika yang tujuannya untuk mengatur kapan
pengguaan Narkotika yang diperbolehkan dan kapan yang tidak diperbolehkan.
Dalam pasal 7 Undang Undang Narkotika di tegaskan “Narkotika hanya dapat
1 Lihat Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
2
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dari ketentuan pada pasal 7 tersebut dapat diketahui
bahwa segala jenis Narkotika apapun namanya dilarang di Indonesia kecuali untuk
kepentingan pelayanan kesehatan (pengobatan) dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan.
Tugas dan wewenang jaksa penuntut unun telah tercantum dengan jelas pada
Pasal 13 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut
KUHAP) yang berbunyi “Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
undang undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim”2. berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa Tugas dan wewenag utama jaksa
penuntut umum adalah melakuakan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim.
Kewenagan jaksa penuntut umum tersebut kemudian diperjelas dalam Pasal 14
KUHAP dimana Penuntut umum mempunyai wewenang:
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan
memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari
penyidik;
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik;
d. membuat surat dakwaan; e. melimpahkan perkara ke pengadilan; f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari
dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
2 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209)
3
g. melakukan penuntutan; h. menutup perkara demi kepentingan hukum; i. mengadakan tindakan lain dalam Iingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
j. melaksanakan penetapan hakim.
Dari sekian kewenagan jaksa/penuntut umum diatas kewenangan yang
berkaitan langsung dengan nasib terdakwa adalah melakukan penuntutan, karena
tuntutan itulah yang menjadi pertimbangan hakim nantinya, dan hakim tidak boleh
memutus melebihi tuntutan itu. Kewenangan penuh kejaksaan adalah
prapenuntutan dan penuntutan merupakan kewenangan mutlak kejaksaan atau
disebut juga dengan dominus litis3.
Ada beberapa alasan dalam pemilihan judul pelaksanaan praktik kerja,
Pertama, tidak terlepas dari kewengan jaksa/penuntut umum pada pasal 14 huruf g
yaitu melakukan penuntutan. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di siding pengadilan.4 Dalam hal hal memperoleh
putusan hakim agar terhadap seorang dijatuhi pidana (tuntutan pidana) inisiatifnya
adalah pada perseorangan, yaitu pada pihak yang dirugikan.5 Untuk melakukan
penuntutan tentu ada tahapan tahapan yang harus dilakukan termasuk salah satunya
menyusun rencana tuntutan, utamanya yang menarik disini adalah pertimbangan
3 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua , Sinar Grafika, Jakarta,
2016, hlm.124. 4 Tolib Effendi, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana, Setara Press, Malang, 2014, hlm.
129. 5 Brigjen Pol.(purn) dkk, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara Pidana Mulai
Dari Penyidikan Hingga Persidangan, Prenadamedia, Jakarta,2013, hlm.66
4
jaksa/penuntut umum dalam melakukan penuntutan khususnya dalam melakukan
penuntutan perkara pidana Narkotika.
Tuntutan dalam tindak pidana Narkotika sedikit berbeda dengan tindak
pidana lainnya karena tuntutan jaksa/penuntut umum setidak tidaknya ada dua jenis
tuntutan, Pertama, tuntutan pidana. Kedua Kedua tuntutan Rehabilitasi. Kedua
jenis tuntutan tersebut tentu memiliki hal hal atau indikator yang berbeda, dan itulah
yang menarik perhatian untuk dipelajari secara langsung di lembaga kejaksaan
khususnya diKejaksaan Tinggi Jawa Timur, termasuk mempelajari kapan tuntutan
pidana dilakukan dan kapan tuntutan rehabilitasi diterapkan oleh jaksa/penuntut
umum. Kedua, Disisi lain kenapa memilih kasus Narkotika selain karena bjenis
tuntutannya yang sedikit berbeda sebagaimana di uraikan di atas, Indonesia saat ini
darurat narkoba (Narkotika dan obat berbahaya lainnya). Hasil survei Badan
Narkotika Nasional tahun 2016 sampai 2017 bahwa Pengguna narkoba (Narkotika
dan obat berbahaya lainnya) di Indonesia tercatat sebanyak 5,1 juta jiwa. Setiap
tahun, sekitar 15 ribu jiwa melayang karena menggunakan narkoba.6
1.2.Tujuan
Tujuan yang hendak di pelajari atau dilatih pada Kejaksaan Tinggi Negeri Jawa
Timur yaitu :
6 Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-persen-tahu-
bahaya-narkoba-kenapa-kasus-masih-tinggi, dikutip pada tanggal 01 Oktober 2017, Jam 23:56
WIB
https://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-persen-tahu-bahaya-narkoba-kenapa-kasus-masih-tinggihttps://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-persen-tahu-bahaya-narkoba-kenapa-kasus-masih-tinggi
5
a. Untuk mengetahui tentang tahap tahap yang dilakukan oleh Kejaksaan
dalam menuyusun/membuat rencana surat dakwaan dan rencana tuntutan
tindak pidana penyalahgunaan Narkotika.
b. Untuk mengetahui mekanisme penanganan berkas perkara tindak pidana
Narkotika berkenaan dengan penyusunan rencana surat dakwaan sampai
penuntutan
c. Memperdalam penegetahuan mengenai proses penanganan tindak pidana
Narkotika secara langsung di lembaga kejaksaan
1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan wawasan terhadap perkembangan ilmu
hukum khususnya terkait dengan peran Jaksa Penuntut Umum dalam
melakukan proses pembuatan rencana tuntutan tindak pidana Narkotika
1.3.2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan jawaban atas masalah yang penulis teliti
terkait bagaimana mekanisme Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan
proses pembuatan rencana tuntutan tindak pidana Narkotika khususnya
di kejaksaan tinggi jawa timur.
1.4. Waktu Magang
Kegiatan magang dilaksanakan sejak tanggal 23 Oktober 2017 sampai 17
November 2017 dalam 20 kali tatap muka.
6
Table 1. Pelaksanaan Praktik Kerja 23 Oktober 2017 sampai 17
November 2017
OKTOBER 2017
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31
NOVEMBER 2017
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26
7
27 28 29 30
1.5. Tempat Magang
Kegiatan magang ini dilaksanakan Kejaksaan Tinggi Jawaa Timur yang
beralamat di Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 54-56, Ketintang, Gayungan, Kota
SBY, Jawa Timur 60231 Capaian Kegiatan
Table 2. Capaian Kegiatan
No Target Capaian Kegiatan
1. Mampu mengetahui tahap tahap yang
dilakukan oleh Kejaksaan dalam sebelum
atau pada saat menyusun rencana tuntutan.
Penulis mengetahui
apa saja tahapan-
tahapan yang
dilakukan oleh Jaksa
Penuntut Umum
dalam membuat
rencana tuntutan (P-
41)
2. Mampu mengetahui pertimbangan
pertimbangan hukum jaksa/penuntut
umum dalam melakukan proses
penuntutan tindak pidana Narkotika baik
Penulis dapat
mengetahui apa saja
yang menjadi
pertimbangan jaksa
penuntut umum
8
tuntutan pidana ataupun tuntutan
rehabilitasi.
sebelum atau pada saat
menyusun rencana
tuntutan (P-41)
termasuk kenapa
menuntut rehabilitasi
dan kenapa menuntut
pidana.
3. Mampu menyusun rencana tuntutan baik
itu rencana tuntutan pidana maupun
rehabilitasi.
Penulis memperoleh
mempelajari
bagaimana
menyususun rencana
tuntutan (P-41) yang
baik dan benar dalam
tindak pidana
narkotika.
4. Mengetahui pengaturan pengaturan yang
berkaitan dengan pembuatan rencana
tuntutan.
Penulis mendapatkan
informasi terkait dasar
dasar hukum jaksa
penuntut umum dalam
melaksanakan atau
membuat rencana
tuntutan.
9
BAB II
HASIL KEGIATAN PRAKTIK KERJA
2.1. Kegiatan Magang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
Kegiatan magang dilaksanakan sejak tanggal 23 Oktober 2017
sampai 17 November 2017 dalam 20 kali tatap muka. Kegiatan magang ini
dilaksanakan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang beralamat di Jl. Jenderal
Ahmad Yani No. 54-56, Ketintang, Gayungan, Kota SBY, Jawa Timur
60231. Dalam kegiatam magang di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, penulis
ditempatkan di bagian KASI TPUL (kepala seksi tindak pidana umum
lainnya) dengan dibimbing oleh Bapak SUWANTO, S.H., M..H. Selama
melaksanakan kegiatan magang di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, penulis
juga dibantu oleh Mbak Isa, SH Bpk. Afka, SH dan Bpk. Habib, SH dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari. Dan banyak pengetahuan yang
didapatkan penulis selama melaksanakan magang di Kejaksaan Tinggi Jawa
Timur mulai dari pengetahuan dasar dalam pembuatan rencana tuntutan (P-
41) serta pertimbangan pertimbangan yang sering dijadikan jaksa dalam
membuat rencana tuntutan baik itu pidana maupun rehabilitasi, dan yang
terpenting penulis juga diberikan contoh contoh rencana tuntutan dan surat
Tuntutan (P-42), serta hal hal lain yang berkaitan dengan proses pembuatan
rencana tuntutan dalam penangan perkara tindak pidana Narkotika.
10
2.1.1. Pelaksanaan Magang Dalam Uraian Harian Serta Berkas Berkas
Terkait
Tabel 3. Pelaksaanaan Magang dalam Uraian Harian
No Hari/ Tanggal Kegiatan
1 Senin, 23 Oktober
2017
✓ Rapat bersama Koordinator tindak pidana
umum yakni Bapak Sudarso, SH. dan
mahasiswa magang lainnya di aula
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk
melakukan diskusi terkait kegiatan
magang yang akan saya laksanakan
sekaligus menentukan penempatan
✓ perkenalan dengan para pegawai yang di
Kejaksaan Tinggi Surabaya sekaligus
pemasrahan oleh coordinator PIDUM
kepada pembimbing lapangan
2 Selasa, 24 Oktober
2017
✓ diskusi dengan bagian tata usaha terkait
tugas dan fungsinya. Yaitu dengan bpk.
Afka,SH. Bapak Habib, SH. Ibu
Benowati, SH. Dan mbak Isa.
3 Rabu, 25 Oktober
2017
✓ Membaca dan Mempelajari contoh
contoh surat printah penahanan (T-7)
11
4 Kamis, 26 Oktober
2017
✓ Membaca dan Mempelajari contoh
contoh surat perpanjangan penahanan (T-
4)
5 Jumat, 27 Oktober
2017
✓ Membaca dan Mempelajari dan diskusi
mengenai Surat Dakwaan (P-29) dengan
kasi TPUL Bpk. SUWANTO, SH.MH.
6 Senin, 30 Oktober
2017
Membaca dan Mempelajari pedoman
tuntutan pidana SEJA Nomor: SE-
001/J.A/4/1995 tentang pedoman
tuntutan pidana,
7 Selasa, 31 Oktober
2017
✓ Membaca dan Mempelajari pedoman
tuntutan pidana serta SEJA Nomor: SE-
013/A/JA/12/2011 tentang pedoman
tuntutan pidana perkara tindak pidana
umum.
8 Rabu, 01 November
2017
✓ Menulis dan Meneliti berkas Eksaminasi
9 Kamis, 02 November
2017
✓ mendampingi Bapak Afka, S.H untuk
menyampaikan berkas jaksa jaksa yang
sudah ditunjuk untuk menangani perkara
tersebut sesuai P-16,untuk diteliti guna
memutuskan p-18 atau p-21
12
10 Jumat, 03 November
2017
✓ menulis registrasi terkait tahap 2 bersama
dengan Bpk. Afka, SH.
11 Senin, 06 November
2017
✓ Mengikuti acara ulang tahun Jaksa jaksa
yang kelahirannya bulan November di
aula kejaksaan tinggi jawa timur
✓ wawancara dengan para jaksa terkait
mekanisme pembuatan rencana tuntutan
12 Selasa, 07 November
2017
✓ Membaca dan mempelajari rekomendasi
tim asesmen terpadu BNN kota surabaya
13 Rabu, 08 November
2017
✓ Membaca dan mempelajari Lampiran
rekomendasi tim asesmen terpadu BNN
kota surabaya
14 Kamis, 09 November
2017
✓ Membaca dan Mempelajari laporan
bulanan di bimbing Bpak Habib, SH.
15 Jumat, 10 November
2017
✓ wawancara dengan para jaksa terkait
mekanisme pembuatan rencana tuntutan
16 Senin, 13 November
2017
✓ Membaca dan memperlajari rencana
tuntutan dan lampirannya
17 Selasa, 14 November
2017
✓ Membaca dan memperlajari rencana
tuntutan A.N. Achmad Arief
13
18 Rabu, 15 November
2017
✓ Membaca dan memperlajari surat
tuntutan A.n.
19 Kamis, 16 November
2017
✓ Membaca dan mempelajari petikan
putusan A.n. Achmad Arief
20 Jumat, 17 November
2017
✓ Penutupan
14
2.1.2. Pelaksanaan Magang Dalam Uraian Mingguan Serta Berkas Terkait
Tabel 4. Pelaksanaan Magang dalam Uraian Mingguan
Minggu ke- Kegiatan Keterangan
1 Pengenalan dengan instansi serta
mempelajari dan berdiskusi dengan
jaksa penuntut umum terkait contoh dan
pembuatan surat dakwaan.
Terlaksana
2 Mempelajari dan berdiskusi dengan
jaksa terkait dengan aturan aturan dan
pertimbangan pertimbangan dalam
penyususunan rencana tuntutan dalam
tindak pidana narkotika
Terlaksana
3 Mempelajari dan berdiskusi terkait
contoh contoh rencana tuntutan dan
rekomendasi hasil pelaksanaan hasil
assesmen BNN dalam tindak pidana
narkotika
Terlaksana
4 Mempelajari dan berdiskusi dengan
jaksa terkait Surat tuntutan serta petikan
putusan dalam tindak pidana narkotika
Terlaksana
15
2.2. HASIL PENGAMATAN
2.2.1. Gambaran Umum
Jaksa merupakan salah satu penegak hukum dalam hukum acara pidana
salah stu tugas utamanya yaitu melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan
hakim. Adapun definisi penuntutan sendiri dapat ditemui dalam Pasal I angka 7
disebutkan bahwa “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”7. Ini berarti bahwa
pengertian penuntutan tidak hanya mencakup pada saat jaksa mengajukan surat
tuntutan melainkan tindakan tindakan sejak pelimpahan perkara ke pengadilan
negeri sudah termauk dalam proses penuntutan.
Berkenaan dengan judul peraktik kerja yang penulis angkat yaitu mengenai
mekanisnisme penyusunan rencana tuntutan tindak pidana narkotika, maka jelas
bahwa rencana tuntutan sudah bagian dari proses penuntutan. Sebenarnya mengenai
rencana tuntutan dalam KUHAP tidak diatur secara secara spesifik begitupun dalam
Undang undang nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan juga tidak diatur secara
spesifik, akan tetapi mengenai mekanisme rencana tuntutan hanya dapat ditemui
dalam surat edaran jaksa agung nomor-001/J.A/4/1995 Tentang pedoman tuntutan
7 Lihat KUHAP
16
pidana. Dalam SEJA tersebut mengatur tentang mekanisme atau tata cara pengajuan
tuntutan dimana disyaratkan untuk membuat rencana tuntutan lebih dahulu.
Model atau format rencana tuntutan tersebut disampaikan menggunakan
formulir model P-41 dengan menguraikan hal hal yang harus diperhatikan dalam
mebuat rencana tuntutan.8 Adapun pembuatan rencana tuntutan tersebut dibagi
kedalam beberapa tingkatan, tingakat kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi dan
kejaksaan agung, adapun mekanisme pengajuannya tergantung tingkat
pengendaliannya, namun secara garis besar ada kesamaan hanya tingkatannya saja
yang membedakan. Penulis mengangkat judul praktik kerja tersebut dikarenakan
ingin mempelajari dan mengetahui secara langsung bagaimana mekanisme serta
pertimbangan pertimbangan jaksa penuntut umum dalam membuat rencana
tuntutan dalam tindak pidana narkotika.
Dan selama melakukan praktik kerja di kejaksaan tinggi jawa timur penulis
menemukan jawaban jawaban terkait judul peraktik kerja yang telah penulis angkat
tersebut, mulai dari mekanisme penyusunan rencana tuntutan menjadi surat
tuntutan, bahkan pertimbangan pertimbangan jaksa dalam melakukan penuntutan
sudah ada standardnya masing masing bahkan pasal per pasal dan itupun masih
terdapat control dari pimpinan. Sehingga menurut hemat penulis sangat kecil
kemungkinan ketika jaksa melakukan penuntutan yang dapat diputus bebas ataupun
lepas dari segala tuntutan hal itu dikarenakan system yang sangat terintegrasi
dengan sangat baik.
8 Surat Edaran Jaksa Agung Nomor-001/J.A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana
17
2.2.2. Alur tahapan Pengajuan rencana tuntutan sampai menjadi surat
tuntutan
Alur Tahap Pengajuan rencana tuntutan sampai menjadi surat tuntutan
PENJELASAN:
1. Sidang pemeriksaan telah selesai ; ketika siding pemeriksaan telah
selesai dalam hal ini pemeriksaan persidangan meliputi, pembacaan
surat dakwaan, pembacaan eksepsi, putusan sela, pembacaan replik,
pembacaan duplik, pemeriksaan saksi saksi, serta pemeriksaan terdakwa
semua sudah selesai maka penuntut umum mengajukan tuntutannya,
baik itu tuntutan pidana mati, seumur hidup atau bahkan tuntutan
percobaan. Hal ini didasarkan pada pasal 182 ayat (1) KUHAP yang
menyatakan; “Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum
mengajukan tuntutan pidana”.
Adapun pengaturan yang lebih sepsifik mengenai proses melakukan
tuntutan diatur dalam surat edaran jaksa agung (SEJA) Nomor: SE-
Sidang
pemeriksaan telah
selesai (182
KUHAP)
JPU membuat rencana
tuntutan (P-41)
Pendapat Kasi Pidum
(Kejari)/ Aspidum
(Kejati)
Petunjuk dari Kajari/
Kajati
Surat tuntutan JPU
(P-42)
18
001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana, serta SEJA Nomor:
SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak
pidana umum.
SEJA Nomor: SE-001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana
memberi batasan batasan dalam melakukan tuntutan pidana tertentu,
berikut lebih lengkapnya:
1) Pidana mati a) Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati b) Dilakukan dengan cara yang sadis di luar
prikemanusiaan
c) Dilakukan secara berencana d) Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital e) Tidak ada alasan yang meringankan
2) Seumur hudup a) Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati b) Dilakukan dengan cara yang sadis c) Dilakukan secara berencana d) Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital e) Tidak ada alasan yang meringankan
3) Tuntutan serendah rendahnya ½ dari ancaman pidana, apabila terdakwa;
a) Residivis b) Perbuatannya menimbulkan penderitaan bagi korban
atau keluarganya
c) Menimbulkan kerugian materi d) Terdapat hal hal yang meringankan
4) Tuntutan pidana serendah rendahnya ¼ dari ancaman pidana yang termasuk dalam butir 1,2,3 tersebut di atas.
5) Tuntutan pidana bersyarat. a) Terdakwa sudah membayar ganti kerugian yang di derita
korban
b) Terdakwa belum cukup umur (pasal 45 KUHP) c) Terdakwa bersetatus pelajar/mahasiswa/expert d) Dalam menuntut hukuman pidana bersyarat hendaknya
diperhatikan ketentuan pasal 14 huruf f KUHP.
SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana
perkara tindak pidana umum menambah ketentuan baru baru mengenai
19
penuntutan yaitu penuntutan pidana percobaan atau pidana bersyarat,
dengan ketentuan ketentuan sebagai berikut:
a) Terdakwa belum cukup umur pasal 14 huruf f KUHAP dan pasal 26 Undang undang Nomor : 3 Tahun 1997 tentang pengadilan
anak (sudah tidak berlaku diganti UU 11 tahun 2012 tentang
system peradilan anak)
b) Adanya perdamaian c) Adanya pembayaran ganti rugi oleh terdakwa d) Saksi korban mencabut laporan/pengaduan e) Memperhatikan situasi keadaan, keadilan dalam masyarakat
setempat, kearifan local.
2. JPU membuat rencana tuntutan (P-41) : format rencana tuntutan dibuat
dengan formulir model P-41, hal tersebut diatur dalam Keputusan Jaksa
Agung RI Nomor KEP-120/J.A/12/1992, yang pada pokoknya harus
memuat hal hal sebagai berikut:
a) Nama institusi kejaksaan b) Identitas terdakwa c) Kasus posisi d) Pasal yang di dakwakan e) Pasal dakwaan yang terbukti f) Jenis penahanan /ditahan sejak g) Barang bukti h) Hal hal yang meringankan dan hal hal yang memberatkan i) Tolak ukur j) Tanggal pembacaan tuntutan k) Usul tuntutan jaksa penuntut umum l) Pendapat/ saran kasi pidum m) Petunjuk kajari/ kajati n) Tanda tangan dan nama jaksa penuntut umum
Untuk butir I dan m dikosongin sebab nantinya kan di isi sesuai saran,
pendapat serta petunjuk dari kasi pidum/aspidum, kajari/kajati
3. Pendapat Kasi Pidum/Aspidum : sebenarnya kasi pidum dan aspidum
tugasnya hamper sama hanya saja karena keduanya berada dalam
institusi yang yang tingkatannya berbeda, kasi pidum ditingkat
20
kejaksaan negeri sedangkan aspidum dikejaksaan tinggi. Pendapat
keduanya dalam ranah mereka masing masing sangat penting dalam
pembuatan rencana tuntutan menjadi surat tuntutan yang diajukan jaksa
penuntut umum. Seringkali keduanya berbeda dengan usulan tuntutan
jaksa penuntut umum, kadang lebih berat kadang juga lebih ringan hal
itu untuk kepentingan pertimbangan berikutnya yaitu oleh kepala
kejaksaan tinggi ataupun negeri
4. Petunjuk dari Kajari/ Kajati : Petunjuk kepala kejaksaan negeri atau
kepala kejaksaan tinggi merupakan hal terpenting dalam pembuatan
rentut karena petunjuk tersebutlah yang kan menjadi surat tuntutan
nantinya. Petunjuk disini memiliki kelebihan dan kelemahan dari sisi
penegakan hukum, kelebihannya adalah kontrol dalam internal
kejaksaan sangat terintegrasi dengan baik dan hal itu juga meminimalisir
disparitas/kesenjangan tuntutan tuntutan yang dilakukan jaksa, dan juga
menjadi konsekuensi dari adanya kontrol yang berbentuk petunjuk
tersebut maka pertanggung jawaban kesalahan kesalahan penuntutan
ada ditangan kepala kejasaan negeri ataupun kepala kejaksaan tinggi.
Adapun kelemahannya jaksa penuntut umum dikendalikan oleh
pimpinan dalam melakukan penuntutan sehingga dia tidak independen
dalam menegakan hukum, karena seperti sitem komando dalam
peradilan militer, sehingga jaksa penuntut umum yang tau riil keadaan
dipersidangan tidak bisa berbuat apa apa karena dia hanya bisa
mengusulkan tunututannya yang dituangkan dalam rencana tuntutan
21
yang ia buat, sementara keputusan akhirnya atau yang jelas menjadi
surat tuntutan adalah dari kepala kejaksaan. Muncul pertanyaan
bagaimana jika petunjuk kepala kejaksaan sangat berbeda dengan yang
di usulkan jaksa penuntut umum, apakah penunutut umum bisa
membantahnya, jelas tidak bisa maka jelaslah disini kelemahan
kelemahan dalam dalam pembuatan rencana tuntutan menjadi surat
tuntutan.
5. Di bacakan di persidangan: Yang di bacakan jaksa penunutut umum
dalam persidangan itu merupakan surat tuntutan (P-42) yaitu surat
tuntutan, dimana sebagaimana di uraikan diatas pada butir ke 4 bahwa
yang dibacakan dipersidangan adalah petunjuk dari kepala kejaksaan
dari semua tingkatan. Adapun sitematika surat tuntutan (P-42) pada
pokonya memuat hal hal sebagai berikut:
a) Nama institusi kejaksaan b) Nomor register perkara c) Identitas terdakwa d) Kasus posisi e) Pasal yang di dakwakan f) Uraian Pasal dakwaan yang terbukti g) Keterangan saksi saksi h) Keterangan terdakwa i) Barang bukti j) Hal hal yang meringankan dan hal hal yang memberatkan k) Tuntutan l) Tanggal pembacaan tuntutan m) Tanda tangan dan nama jaksa penuntut umum
2.2.3. Permasalahan hukum yang ditemukan Pada Saat Melakukan
Peraktik Kerja (Magang)
22
Selama penulis melakukan kegiatan magang di kejaksaan tinggi
jawa timur, penulis menemukan beberapa kejanggalan yang menurut
penulis penting untuk diperhatikan, kejanggalan kejanggalan tersebut
meliputi:
1) Surat Edaran Jaksa Agung terkait pedoman tuntutan pidana
Surat Edaran Jaksa Agung yang masih berlaku sampai saat ini
yaitu:
a) SEJA Nomor: SE-001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan
pidana, serta SEJA Nomor:
b) SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan
pidana perkara tindak pidana umum.
Setelah kedua atauran/pedoman penuntutan tersebut penulis pelajari
dan berdiskusi dengan para jaksa terkait proses pembuatan rencana
tuntutan tindak pidana narkotika, penulis menemukan jawaban
bahwa kedua aturan/pedoman tersebut masih berlaku sampai saat
ini, namun ada beberapa hal yang masih menggunakan rujukan
peraturan perundang undangan yang sudah tidak berlaku misal
dalam melakukan tuntutan pidana percobaan harus memperhatikan
beberapa factor salah satunya berkenaan denga usia Terdakwa
belum cukup umur pasal 14 huruf f KUHAP dan pasal 26 Undang
undang Nomor : 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, padahal
diketahui Undang undang tersebut sudah tidak berlaku diganti UU
11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.
23
a) Surat tuntutan ditentukan oleh kepala kejaksaan JPU hanya sebatas
mengusulkan
Berasarkan surat edaran jaksa agung sebagaimana disebutkan
diatas dalam melakukan penunututan jaksa terlebih dahulu
membuat rencana tuntutan pidana yang diajukan ke kasi
pidum/aspidum untuk dimintai pendapat serta petunjuk
kajari/kajati. Kejanggalan penulis disini jaksa tidak independent
dalam melakukan penuntutan sebab semua tuntutan harus melalui
petunjuk atau persetujuan kepala kejaksaan padahal diketahui yang
tau kondisi riil dalam persidangan adalah JPU bukan kepala
kejaksaan. Bahkan menurut salah satu jaksa menerangkan “yang
kami baca dipersidangan adalah apa yang turun dari pak waka
atau kajati”. Sehingga jelas diakui atau tidak sitem penuntutan
sama seperti system komando semua ditentukan pimpinan yaitu
kepala kejaksaan.
2.3. FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG KEGIATAN
MAGANG
2.3.1. FAKTOR PENGHAMBAT
Faktor penghambat dalam pelaksanaan praktik kerja di
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ini mengenai kerahasiaan data-data
dan dokumen-dokumen yang ada, sehingga berpengaruh pada data-
24
data yang penulis butuhkan untuk dipelajari dan dilampirkan dalam
laporan magang, karena sifatnya yang rahasia.
2.3.2. FAKTOR PENDUKUNG
Faktor pendukung dalam pelaksanaan praktik kerja di
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur adalah pihak-pihak yang ada di
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur khususnya pihak-pihak yang ada di
Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan Tinggi yang sangat
mendukung terlaksananya semua kegiatan-kegiatan penulis selama
magang. Dan penulis selalu dilibatkan dalam setiap kegiatan
sehingga menambah wawasan penulis terkait peran kejaksaan.
25
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dalam melaksanakan tugas dan wewenagnya khususnya dalam hal
melakukan penuntutan jaksa penuntut umum harus sesuai dengan aturan aturan
yang ada khususnya aturan yang ada dalam internal kejaksaan itu sendiri, aturan
tersebut salah satunya yang sampai saat ini berlaku yaitu Surat Edaran Jaksa Agung
SEJA Nomor: SE-001/J.A/4/1995 tentang pedoman tuntutan pidana, serta SEJA
Nomor: SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana
perkara tindak pidana umum.
Kedua aturan tersebut mengatur tatacara melakukan penuntutan dimana salah
satu ketentuannya adalah dalam melakukan penunutan jaksa penuntut umum harus
mematuhi prosedur yang ditententukan jaksa agung yang pada pokoknya sebagi
berikut :
1. membuat rencana tuntutan terlebih dahulu denga formulir model P-
41, stelah
2. rencana dakwaan disampaikan kepada kepala seksi tindak pidana
umum atau asisten tindak pidana umum
3. setelah itu rencana dakwaan disampaikan kepada kepala kejaksaan di
semua tingkatan untuk diberikan perstujuan atau petunjuk
4. stelah mendapat perstujuan maka dibuatlah surat tuntutan (P-42) dan
dibacakan di persidangan
26
Dalam membuat rencana tuntutan hal yang terpenting adalah jaksa penuntut
umum benar benar mengetahui fakta fakta persidangan, pasal dakwaan yang
terbukti, seta hal hal yang meringankan dan memberatkan bagi terdakwa sehingga
hal tersebut akan menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun rencana tuntutan
oleh jaksa penuntut umum.9 Dalam SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang
pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum sudah diatur sangat detail
sekali bahkan pasal perpasal sudah ada ketentuannya dimana dalam melakukan
penunututan jaksa penuntut umum tinggal mencocokan dengan fakta persidangan
dan hal lain tersebut di atas.
Namun meskipun diatur sedemikian rupa ternya ada hal hal yang penting untuk
diperhatikan salah satunya dalam SEJA Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang
pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum khususnya pada pedoman
pertimbangan melakukan tuntutan percobaan merujuk pada Undang undang yang
sudah tidak berlaku lagi yaitu merujuk pada pasal 26 Undang undang Nomor : 3
Tahun 1997 tentang pengadilan anak, dimana diketahui undang undang tersebut
sudah tidak berlaku diganti UU 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.
Kemudian setelah penulis pelajari dan juga berdiskusi dengan para jaksa
penulis menemukan kejanggalan dalam proses penuntutan yaitu adanya system
komando, artinya jaksa penuntut umum dalam melakukan penunututan hanya bisa
mengusulkan tuntutannya keputusan spenuhnya ada ditangan kepala kejaksaan di
semua tingkatan, padahal diketahui yang tahu kondisi yang sebenarnya dan fakta
9 Hasil wawancara
27
persidangan adalah jaksa penuntut umum bukan kepala kejaksaan, dan menurut
keterangan dari salah satu jaksa saat diwawancarai menyatakan “apa yang turun
dari bapak kajati atau bapak wakajati itu yang kami bacakan di persidangan”,
sejatinya meminta pendapat dan petunjuk itu baik demi terciptanya harmonisiasi
dan singkronisasi tuntutan tetapi harusnya itu bukan berarti keputusan mutlak yang
harus dilaksanakan dan dibacakan penuntut umum di perdidangan.
Dan berkenaan dengan pencapaian praktik kerja yang dilakukan penulis
dikejaksaan tinggi jawa timur secara garis besar sudah tercapai hal itu bisa dilihat
dari terjawabnya judul peraktik kerja yaitu “Mekanisme Penyusunan Rencana
Tuntututan Tindak Pidana Narkotika Di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.” Penulis
sudah menguraikan bagaimana proses atau alur dalam membuat rncana tuntutan
hingga menjadi surat tuntutan, bahkan penulis juga menyertakan aturan aturan serta
contoh contoh rencana tuntutan itu sendiri.
3.2. REKOMENDASI
Dari kesimpulan di atas sedikitnya ada dua rekomendasi penulis untuk
megantisipasi dan memperbaikinya yaitu:
1. Intensitas pengecekan terhadap aturan aturan lebih ditingkatkan
sehingga jika ada perubahan undang undang dapat diketahui dan
bisa cepat dilakukan perubahan sesuai dengan undang undang yang
baru.
2. Dilakukan perubahan pengaturannya khususnya SEJA sebagaimana
disebut diatas bahwa jaksa penuntut umumlah yang punya
28
kewenagan penuh dalam melakukan penuntutan kepala kejaksaan
hanya sebatas mengetahui bukan memberi petunjuk apalagi
persetujuan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang Undang
Undang Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
Surat Edaran Jaksa Agung Nomor-001/J.A/4/1995 Tentang Pedoman
Tuntutan Pidana
2. Buku
Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua , Sinar Grafika,
Jakarta, 2016.
Effendi Tolib, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana, Setara Press, Malang,
2014.
Pol Brigjen (purn) dkk, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara
Pidana Mulai Dari Penyidikan Hingga Persidangan, Prenadamedia,
Jakarta,2013, hlm.66
3. Internet
Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-
persen-tahu-bahaya-narkoba-kenapa-kasus-masih-tinggi, dikutip pada tanggal
01 Oktober 2017.
https://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-persen-tahu-bahaya-narkoba-kenapa-kasus-masih-tinggihttps://news.detik.com/berita/d-3425965/survei-bnn-80-persen-tahu-bahaya-narkoba-kenapa-kasus-masih-tinggi
30
BEBERAPA DOKUMENTASI PRAKTEK KERJA
LAPANGAN (MAGANG)
31