Upload
doandien
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Berjalan Kaki Sebagai Moda Transportasi
Berjalan kaki adalah moda transportasi yang paling alami, sehat, tanpa
emisi, dan terjangkau untuk jarak pendek, serta merupakan komponen penting
dari suatu perjalanan dengan angkutan umum. Maka dari itu, berjalan kaki
merupakan dasar dari sistem transportasi yang berkelanjutan. Berjalan kaki
adalah cara yang paling menyenangkan dan produktif untuk berpergian. Hal
ini dapat terjadi jika trotoar dan jalur pejalan kaki tersedia, ramai digunakan,
serta terdapat media interaksi sosial dan elemen pendukung lainnya. Berjalan
kaki memang membutuhkan upaya fisik dan sangat sensitif terhadap kondisi
lingkungan yang ada. Faktor-faktor kunci yang membuat berjalan kaki
menarik membentuk dasar dari tiga sasaran kinerja di bawah prinsip ini:
keselamatan, keaktifan, dan kenyamanan.
Kegiatan berjalan kaki merupakan kegiatan yang esensial dalam
menikmati suatu tempat atau kawasan serta memiliki kesempatan yang sangat
besar untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena dengan
berjalan kaki kita, dapat mencapai semua sudut kota yang tidak dapat
ditempuh dengan kendaraan (Adisasmita, 2011). Sehingga wajar jika moda
transportasi berjalan kaki menjadi elemen penting dalam sebuah
pembangunan sistem transportasi yang berkelanjutan khususnya di kawasan
perkotaan.
Ketersediaan jalur pejalan kaki (pedestrian) di setiap ruas jalan dengan
kondisi lingkungan yang mendukung tentu akan menarik minat orang
untuk memilih moda transportasi berjalan kaki. Jalur pedestrian sudah
seharusnya tersedia di setiap ruas jalan, karena pada dasarnya pengguna jalan
bukanlah hanya mereka yang berkendara dengan mobil atau motor
melainkan juga pejalan kaki. Jalur pedestrian menjadi komponen paling
penting untuk meningkatkan mobilitas pejalan kaki dalam mencapai
tujuannya. Selain itu, kondisi lingkungan sekitar juga memberi pengaruh
langsung terhadap keinginan individu untuk berjalan kaki. Jalur pedestrian
menjadi komponen paling penting untuk meningkatkan mobilitas pejalan kaki
dalam mencapai tujuannya.
1.1.2. Walkability Sebagai Alat Ukur
Untuk dapat mendorong masyarakat menjadikan berjalan kaki sebagai
moda utama, perlu adanya suatu kawasan yang bersifat ramah terhadap
pejalan kaki (walkable). Untuk menciptakan hal tersebut perlu adanya suatu
alat ukur sebagai acuan. Walkability merupakan ukuran tingkat keramahan
suatu kawasan terhadap para pejalan kaki, dengan berbagai parameter sebagai
alat ukur. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan dan mengukur konektifitas
dan kualitas dari jalur pejalan kaki atau trotoar di kota-kota. Metode
pengukuran walkability dikembangkan Holly Krambeck untuk Bank Dunia
dan diuji-coba oleh Asia Development Bank melalui penilaian komprehensif
dari infrastruktur untuk pejalan kaki (termasuk pengguna sepeda, kursi roda
dsb) dan meliputi juga kondisi keamanan, dan kemudahan/ kenyamanan
lingkungan jalan kaki.
Teori R. Ewing dan S. Handy (2009) tentang walkability
mengungkapkan bahwa kualitas desain kawasan dapat menimbulkan reaksi
individual yang akan mempengaruhi keputusan untuk berjalan kaki. Teori
tersebut juga menegaskan bahwa hubungan antara desain kawasan terhadap
aktivitas berjalan kaki dimediasi oleh persepsi. Reaksi individual terdiri dari
rasa manfaat (useful), kenyamanan (comfort), keselamatan (safety), dan
kesenangan (pleasure) yang menggambarkan walkability kawasan. Oleh
sebab itu, penting untuk menciptakan kawasan yang walkable.
Namun dengan semakin maraknya kendaraan bermotor mengakibatkan
desain kota berubah yaitu mengesampingkan aspek walkability. Hal Ini dapat
dilihat dengan banyaknya jumlah kendaraan bermotor sehingga ruang gerak
manusia khususnya untuk pejalan kaki menjadi tersisihkan (Puspaningtyas,
2011). Berdasarkan hasil penelitian Gota, dkk (2010) yang berjudul
“Walkability Surveis in Asian Cities”, Jakarta sebagai ibukota sekaligus kota
terbesar di Indonesia masuk dalam kategori kota yang tidak walkable atau
tidak ramah untuk kegiatan berjalan kaki dengan perolehan nilai 48/100. Nilai
tersebut berada di bawah kota-kota lainnya di kawasan Asia Tenggara seperti
Hanoi dan Ho Chi Minh City (Vietnam) dan Manila (Filipina) sebagaimana
yang tertera pada Tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1. 1. Perbandingan Nilai Indeks Walkability Kota-Kota di Asia
Sumber : Gota,dkk dalam A.N.Firnanda, 2015
1.1.3. Walkability di Kawasan Kampung Kota Beberapa pakar mendefinisikan kampung kota sebagai berikut;
Pengertian kampung kota dalam kamus tata ruang adalah kelompok perumahan
yang merupakan bagian kota, mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi,
kurang sarana dan prasarana, tidak ada luasan tertentu, jadi dapat lebih besar
dari satu kelurahan, mengandung arti perumahan yang dibangun secara tidak
formal (mengikuti ketentuan-ketentuan kota yang bersangkutan) kampung kota
dihuni sangat padat dan cenderung semakin padat, sehingga kesehatan
merupakan masalah utama. Kampung kota merupakan lingkungan tradisional
khas Indonesia, ditandai ciri kehidupan yang terjalin dalam ikatan
kekeluargaan yang erat. Kampung kota merupakan bentuk permukiman yang
unik, tidak dapat disamakan dengan ‘slum’ atau ‘squater’ atau juga disamakan
dengan permukiman penduduk berpenghasilan rendah. Menurut Hendrianto
(1992) perbedaan yang mendasari tipologi permukiman kumuh adalah dari
status kepemilikan tanah dan Nilai Ekonomi Lokasi (NEL).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung
kota adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas
Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk masih membawa sifat dan
perilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang
erat, kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan,
kerapatan bangunan dan penduduk tinggi.
Keberadaan kampung kota yang tak tertata cenderung membuat
pengelolaan ruang kota makin berat. Meningkatnya tekanan kebutuhan akan
kegiatan di perkotaan yang tidak diimbangi dengan keserasian penataan
ruang-ruang kota mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan di
perkotaan. Hal tersebut menghasilkan ruang-ruang kota yang kurang
manusiawi, dimana ruang publik kota yang seharusnya sehat, aman, nyaman
sering kali tersisihkan, mengabaikan aspek lingkungan, dan kurang
memperhatikan para pejalan kaki sebagai salah satu pengguna fasilitas-
fasilitas yang ada di kawasan perkotaan.
Kondisi tingkat walkability kawasan kampung kota di Yogyakarta yang
katanya kota paling nyaman di Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan
Jakarta. Rahmah (2012) melalui penelitiannya menemukan beberapa
permasalahan pejalan kaki di Yogyakarta, seperti lebar jalur pedestrian yang
relatif sempit, kondisi permukaan yang kurang baik, banyak penghalang di
sepanjang jalur pedestrian, dan kurangnya sinyal di persimpangan jalan. Hasil
pengamatan di lapangan menjelaskan bahwa pemanfaatan jalur pedestrian
sebagai lahan parkir dan tempat PKL menjadi masalah yang mengganggu
kenyamanan pejalan kaki di Yogyakarta. Salah satu contoh yang ada di
lapangan ialah kawasan Sosrowijayan, dimana kawasan ini merupakan area
yang sangat ramai dengan kegiatan para wisatawan.
1.1.4. Pertimbangan Pemilihan Lokasi Kawasan Kampung Sosrowijayan juga sering disebut “Kampung
Wisata”. Dikarenakan Kawasan Kampung yang tegak lurus dengan kawasan
Malioboro ini menawarkan penginapan dan hotel dengan harga terjangkau
dan fasilitas menarik lainnya bagi para wisatawan. Kawasan ini menawarkan
penginapan terjangkau sekaligus bangunan hotel kuno, studio dan kursus
batik hingga bookshop.
Gambar 1. 1. Kawasan Kampung Sosrowijayan, Yogyakarta
Sumber : Google Earth
Kawasan Sosrowijayan dapat ditemukan dengan berjalan kaki sekitar
200 meter dari Stasiun Tugu, ditandai oleh sebuah jalan kecil (gang) ke arah
barat dengan papan nama jalan yang tertera di depan gang. Sosrowijayan
dibagi menjadi dua daerah, yaitu Sosrowijayan Wetan (Timur) dan
Sosrowijayan Kulon (Barat). Daerah Sosrowijayan Wetanlah yang kemudian
dikenal sebagai kampung turis kedua di Yogyakarta setelah Prawirotaman.
Letaknya yang strategis, dekat dengan pusat kota dan dilingkupi dengan
generator-generator aktivitas seperti generator wisata yang berupa tempat-
tempat bersejarah di Kota Yogyakarta dan generator komersial skala besar
berupa mall-mall maupun area perbelanjaan lainnya di Jalan Malioboro.
Kawasan ini juga sejajar dengan Jalan Pasar Kembang yang dan Jalan
Sosrowijayan serta serta penghubung antara Jalan Gandekan dan Jalan
Malioboro. Dengan fakta-fakta ini menjadikan kawasan kawasan
Sosrowijayan berkembang menjadi kawasan pemecah kepadatan lalu lintas di
jalan-jalan sekitarnya.
Selain itu dengan letaknya yang dilingkupi generator-generator kota,
menjadikan kawasan ini berkembang menjadi kawasan kampung komersial.
Terlihat jelas karakter dari kawasan ini yang didominasi oleh fungsi-fungsi
komersial dimana fungsi tersebut merupakan penunjang dari keramaian yang
terjadi pada kawasan sekitarnya, yang salah satunya disebabkan banyaknya
wisatawan yang ada. Akibat dari aktivitas tersebut banyak ruang-ruang
pejalan kaki yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu,
intervensi PKL dan parkir liar yang memakan sebagian besar jalur pejalan
kaki membuat kawasan kampung ini menjadi terlihat semraut.
Gambar 1. 2. Penghalang (a) dan Parkir Liar (b) pada Jalur Pedestrian di
pada Kawasan Kampung Sosrowijayan, Yogyakarta
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Oktober 2015
(a) (b)
Dari faktor-faktor yang ditemui inilah yang membuat penulis tertarik
menjadikan Kawasan Kampung ini objek penelitian. Namun, untuk mencegah
terjadinya kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya penulis
mengumpulkan data terlebih dulu mengenai penelitian yang konsen pada
kawasan kampung. Berikut beberapa contoh penelitian yang ditemukan,
antara lain: ‘Tipologi Kampung Kauman. Studi Kasus: Kauman Yogyakarta
Dan Kauman Kudus’ (Sativa, Anisa, & Agustina, 2008), ‘Masyarakat
Kampung Terban Dalam Perkembangan Kota Yogyakarta (Studi Deskriptif
tentang Adaptasi Masyarakat Kampung Terban terhadap Perkembangan Kota
Yogyakarta)’ (Johanes Simatupang, 2010), dan ‘Revitalisasi Kawasan
Kampung Cina Di Kota Ternate’ (Dita Rosa Hindayani, 2014).
Sedangkan untuk konsep walkability, ada beberapa riset yang pernah
dilakukan, yakni: Walkability Pada Kawasan Berbasis Transit Oriented
Development. Studi Kasus: Kawasan Stasiun Lempuyangan (Lukluk Zuraida
Jamal, 2013), Pengaruh Desain Kawasan Terhadap Walkability Wisatawan Di
Jalan Prawirotaman – Tirtodipuran Yogyakarta (Bonifasia Yuniar Rifani,
2014), dan ‘Kajian Penilaian Kondisi Jalur Pedestrian Dengan Menggunakan
Indeks Walkability (Kenyamanan Pejalan Kaki) Di Kawasan Pendidikan
Yogyakarta’ (Ari Nova Firnanda, 2015).
Dari pemaparan di atas, belum ada yang melakukan riset mendalam
mengenai tingkat walkability pada Kawasan Kampung Sosrowijayan,
Yogyakarta. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji tingkat
walkability pada Kawasan Kampung ini, yang pada dasarnya merupakan
kawasan komersial yang padat tetapi memiliki keunikan. Dimana penulis
mengharapkan dari observasi dan penelitian yang dilakukan akan dapat
diperoleh arahan penataan yang tepat untuk memperbaiki kondisi yang ada
sekarang.
1.2. Rumusan Permasalahan
Permasalahan utama adalah semakin berkurangnya tingkat walkability
Kawasan Kampung Sosrowijayan Yogyakarta karena adanya intervensi jalur
pedestrian oleh fungsi-fungsi dan fasilitas lainnya. Fakta saat ini menyatakan
bahwa keberadaan jalur pejalan kaki jauh dari proporsi ideal, kekuatan fungsi
komersial dan fungsi lainnya yang dominan merubah fungsi lahan sehingga
keberadaan jalur pejalan kaki semakin terpinggirkan bahkan diabaikan fungsi
dan manfaatnya.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan yang telah disampaikan tersebut, maka
pertanyaan penelitian yang diajukan diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan yang terjadi. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi walkability Kawasan Kampung
Sosrowijayan berdasarkan komponen - komponen pengukuran
walkability?
2. Bagaimanakah rekomendasi untuk meningkatkan walkability pada
Kawasan Kampung Sosrowijayan?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan permasalahan dan pertanyaan
penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi walkability jalur pedestrian di Kawasan
Kampung Sosrowijayan berdasarkan komponen - komponen
pengukuran walkability.
2. Mengidentifikasi komponen - komponen yang berkonstribusi pada
walkability jalur pedestrian di Kawasan Kampung Sosrowijayan,
Yogyakarta
3. Merumuskan strategi dan rekomendasi untuk meningkatkan
walkability pada Kawasan Kampung Sosrowijayan, Yogyakarta.
1.5. Sasaran Penelitian
Sebagai sasaran untuk mencapai tujuan penelitian serta untuk dapat
menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana tersebut pada subbab
sebelumnya, maka akan dilakukan pendekatan kepada kajian analisis sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi komponen - komponen pengukuran walkability
dari review/ tinjauan pustaka.
2. Mengkaji kondisi dan kualitas jalur pedestrian pada Kawasan
Kampung Sosrowijayan, Yogyakarta.
3. Mengakaji komponen-komponen yang berkonstribusi pada
walkability di Kawasan Kampung Sosrowijayan, Yogyakarta.
1.6. Manfaat Penelitian
Berkaitan dengan tujuan dan sasaran penelitian ini, maka manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan pertimbangan, arahan pengendalian, masukan bagi
pemerintah dan masyarakat dalam mengembangkan walkability
pada kawasan Kawasan Kampung dengan fungsi komersial.
2. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan
pihak – pihak lain dalam meningkatkan pemahaman terhadap
pentingnya walkability pada kawasan Kawasan Kampung dengan
fungsi komersial.
1.7. Keaslian Penulisan
Sebelum penulis, sudah ada peneliti-peneliti lain yang melakukan
penelitian yang berhubungan dengan kawasan kampung dan aspek
walkability. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang dianggap memiliki
kemiripan dan akan dibandingkan perbedaannya dengan penelitian ini.
Tabel 1. 2. Keaslian Penelitian
No Penelitian Judul Lokus Fokus
1
Sativa, Anisa,
& Agustina,
2008
(Jurnal)
Tipologi Kampung
Kauman
Kauman
Yogyakarta
dan Kauman
Kudus
Mengetahui karakteristik
fisik Kampung Kauman
melalui typomorphological
studi. Dimana merupakan
Kampung dengan fungsi
agama diwujudkan dalam
keberadaan masjid sebagai
fungsi utama.
2
Jones
Simatupang,
2010
(Skripsi)
Masyarakat Kampung
Terban Dalam
Perkembangan Kota
Yogyakarta
(Studi Deskriptif
tentang Adaptasi
Masyarakat Kampung
Terban terhadap
Perkembangan Kota
Yogyakarta)
Kawasan
Kampung
Terban,
Yogkyakarta
Adaptasi masyarakat
kampung Terban terhadap
perkembangan kota
Yogyakarta dengan
menyesuaikan diri dan
mengambil manfaat dari
perkembangan yang ada.
3
Dita Rosa
Hindayani,
2014
(Tesis)
Revitalisasi Kawasan
Kampung Cina Di
Kota Ternate
Kawasan
Kampung
Cina, Ternate
Mendorong pertumbuhan dan
Menghidupkan kembali
kampung Cina dari
kehidupan sosial budaya dan
ekonomi dan meningkatkan
vitalitas serta kualitas
lingkungan pada kampung
Cina.
4
Lukluk Zuraida
Jamal,
2013
(Tesis)
Walkability Pada
Kawasan Berbasis
Transit Oriented
Development. Studi
Kasus: Kawasan
Stasiun Lempuyangan
Kawasan
Stasiun
Lempuyangan,
Yogyakarta
Penilaian terhadap kondisi
walkability dan faktor-faktor
yang memepengaruhinya
pada kawasan berbasis TOD.
mencari strategi guna
meningkatkan walkability di
kawasan tersebut.
5
Bonifasia
Yuniar Rifani,
2014
(Skripsi)
Pengaruh Desain
Kawasan Terhadap
Walkability Wisatawan
Di Jalan Prawirotaman
– Tirtodipuran,
Yogyakarta
Jalan
Prawirotaman-
Tirtodipuran,
Yogyakarta
Hubungan antara pengaruh
kondisi desain kawasan
wisata pada koridor terhadap
walkability wisatawan
6
Ari Nova
Firnanda, 2015
(Skripsi)
Kajian Penilaian
Kondisi Jalur
Pedestrian Dengan
Menggunakan Indeks
Walkability
(Kenyamanan Pejalan
Kaki) Di Kawasan
Pendidikan
Yogyakarta
Jalur
pedestrian
kawasan
pendidikan
Yogyakarta
Penilaian kondisi jalur
pedestrian untuk kawasan
pendidikan Yogyakarta
adalah inventarisasi dan
skoring sarana dan prasarana
jalur pedestrian serta
penilaian dan uji validasi
indeks walkability.
7
Victor J.T.
Leiwakabessy,
2016
(Tesis)
Kajian Tingkat
Walkability pada
Kawasan Kampung
Studi Kasus: Kawasan
Sosrowojayan,
Yogyakarta
Kawasan
Sosrowojayan,
Yogyakarta
Mengetahui kondisi
walkability dan komponen -
komponen yang
berkonstribusi pada
walkability di kawasan
kampung Sosrowijayan.
Kemudian memberi
rekomendasi untuk
meningkatkan walkability di
kawasan tersebut.
Sumber : Analisis Pribadi (Dirangkum dari berbagai Sumber), Oktober 2015
1.8. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman mengenai tulisan ini, disusunlah
sistematika penulisan sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, pentingnya jalur pedestrian yang
menekankan aspek walkability, permasalahan yang terjadi, tujuan
penulisan, sasaran penulisan, manfaat penulisan, keaslian penelitian dan
sistematika penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tinjauan teoritis mengenai pengertian dan
manfaat berjalan kaki, defenisi jalur pejalan kaki (pedestrian),
standarisasi jalur pedestrian yang baik, teori dan indeks walkability,
serta defenisi mengenai kawasan kampung kota.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab ini membahas lebih lanjut mengenai tipe penelitian, lingkup
penelitian, penentuan lokasi penelitian, dan tahapan penelitian.
BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITAN
Bab ini akan membahas gambaran umum Kota Yogyakarta dan
wilayah penelitian yang berada di Kawasan Kampung Sosrowijayan.
BAB V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini memaparkan hasil identifikasi dan temuan-temuan yang
ada di lapangan sesuai dengan metode penelitian yang digunakan.
Dimana selanjutnya hasil penelitian tersebut dianalisa.
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini akan membahas hasil kesimpulan dari analisa hasil
penelitian. Dari kesimpulan tersebut dibuat rekomendasi berupa arahan
desain (design guidelines) serta saran-saran dari penelitian ini terhadap
berbagai pihak, seperti: pemerintah, developer, dan peneliti selanjutnya.