13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri minyak dan gas bumi mengalami goncangan yang luar biasa di 10 tahun terakhir ini. Kesulitan dalam investasi dan usaha dibidang minyak dan gas bumi ini mencapai puncaknya saat harga minyak mentah dunia mencapai US$145 per barrel di pertengahan tahun 2008. Harga ini kemudian anjlog menjadi US$40 diakhir 2008. Pada tahun 2009-2011 harga minyak kembali merangkak naik dari US$75 hingga sekitar US$100. Situasi ini telah memicu krisis ekonomi global dan meroketnya harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, yang pada gilirannya memberikan tekanan fiskal negara karena menggelembungnya subsidi BBM. Situasi inilah yang mendorong pemerintah semakin fokus untuk mengganti penggunaan BBM dengan gas bumi. Gas bumi, yang sering juga disebut sebagai gas alam atau gas rawa, adalah bahan bakar fosil hasil proses alami berupa hidrokarbon, yang terutama terdiri dari metana (CH 4 ), yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer akan berupa fasa gas, yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi (ESDM [2011]). Untuk selanjutnya dalam tulisan ini, istilah gas, gas bumidan gas alamdapat saling dipertukarkan penggunaannya.

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/80939/potongan/S2-2015... · Terlebih jika lokasi sumber gas terpencil dan tidak ada infrastruktur

  • Upload
    dodien

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Industri minyak dan gas bumi mengalami goncangan yang luar biasa di 10

tahun terakhir ini. Kesulitan dalam investasi dan usaha dibidang minyak dan gas

bumi ini mencapai puncaknya saat harga minyak mentah dunia mencapai

US$145 per barrel di pertengahan tahun 2008. Harga ini kemudian anjlog

menjadi US$40 diakhir 2008. Pada tahun 2009-2011 harga minyak kembali

merangkak naik dari US$75 hingga sekitar US$100. Situasi ini telah memicu

krisis ekonomi global dan meroketnya harga bahan bakar minyak (BBM) di

Indonesia, yang pada gilirannya memberikan tekanan fiskal negara karena

menggelembungnya subsidi BBM. Situasi inilah yang mendorong pemerintah

semakin fokus untuk mengganti penggunaan BBM dengan gas bumi.

Gas bumi, yang sering juga disebut sebagai gas alam atau gas rawa, adalah

bahan bakar fosil hasil proses alami berupa hidrokarbon, yang terutama terdiri

dari metana (CH4), yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer akan

berupa fasa gas, yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi

(ESDM [2011]). Untuk selanjutnya dalam tulisan ini, istilah “gas”, “gas bumi”

dan “gas alam” dapat saling dipertukarkan penggunaannya.

2

Gambar 1.1. Komposisi Gas & Pemanfaatannya.

Dalam sejarahnya, cadangan gas yang cukup besar ditemukan di Sumatera

Selatan pada tahun 1960

jaringan pipa transmis

awal 1970-an dikembangkanlah jaringan transmisi di Jawa Barat untuk

mendukung industri baja di Cilegon, dan kemudian di Kalimantan Timur untuk

mendukung fasilitas Kilang LNG Bontang, yang disusul deng

pabrik Pupuk Kalimantan Timur. Pada tahun 1977, pemanfaatan gas berkembang

lebih jauh lagi dengan dibangunnya Pabrik Pupuk Iskandar Muda dan Asean Aceh

Fertilizer di Aceh serta fasilitas Kilang LNG di Arun. Sehingga pada tahun 1980

an, dengan telah beroperasinya kilang LNG Bontang dan Arun secara penuh,

Gambar 1.1. Komposisi Gas & Pemanfaatannya.

(Bahan Paparan Pertagas [2011])

Dalam sejarahnya, cadangan gas yang cukup besar ditemukan di Sumatera

Selatan pada tahun 1960-an, yang segera dimanfaatkan dengan dibangunnya

jaringan pipa transmisi dan disalurkan ke Pabrik Pupuk Sriwidjaja. Pada tahun

an dikembangkanlah jaringan transmisi di Jawa Barat untuk

mendukung industri baja di Cilegon, dan kemudian di Kalimantan Timur untuk

mendukung fasilitas Kilang LNG Bontang, yang disusul dengan pembangunan

pabrik Pupuk Kalimantan Timur. Pada tahun 1977, pemanfaatan gas berkembang

lebih jauh lagi dengan dibangunnya Pabrik Pupuk Iskandar Muda dan Asean Aceh

Fertilizer di Aceh serta fasilitas Kilang LNG di Arun. Sehingga pada tahun 1980

n telah beroperasinya kilang LNG Bontang dan Arun secara penuh,

Gambar 1.1. Komposisi Gas & Pemanfaatannya.

Dalam sejarahnya, cadangan gas yang cukup besar ditemukan di Sumatera

an, yang segera dimanfaatkan dengan dibangunnya

i dan disalurkan ke Pabrik Pupuk Sriwidjaja. Pada tahun

an dikembangkanlah jaringan transmisi di Jawa Barat untuk

mendukung industri baja di Cilegon, dan kemudian di Kalimantan Timur untuk

an pembangunan

pabrik Pupuk Kalimantan Timur. Pada tahun 1977, pemanfaatan gas berkembang

lebih jauh lagi dengan dibangunnya Pabrik Pupuk Iskandar Muda dan Asean Aceh

Fertilizer di Aceh serta fasilitas Kilang LNG di Arun. Sehingga pada tahun 1980-

n telah beroperasinya kilang LNG Bontang dan Arun secara penuh,

3

Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar didunia (Pertagas, Agustus 2011).

Posisi ini bertahan sekitar 20 tahun, dan pada awal tahun 2000-an, Qatar dan

Australia telah berhasil mengambil alih posisi sebagai eksportir LNG terbesar

nomor satu dan dua dunia.

Seperti diuraikan diatas, pada awalnya pemanfaatan gas bumi memang tidak

menjadi prioritas, karena produsen gas enggan untuk mengembangkan cadangan

yang tidak terlalu besar. Terlebih jika lokasi sumber gas terpencil dan tidak ada

infrastruktur transportasinya. Disamping itu, harga gas juga rendah dan tidak

kompetitif dibandingkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang mendapatkan

subsidi Pemerintah. Berbeda dengan sistem pada produksi minyak bumi,

pengembangan dan penjualan gas hanya berdasarkan volume secara ekonomi

(Reserves Depletion Gas Sales).

Perubahan yang mendasar terjadi pada awal tahun 2000-an, dimana

Pemerintah menghapus subsidi BBM untuk industri. Hal ini berdampak cukup

besar, dimana harga BBM industri meningkat pesat sehingga konsumen industri

mencoba beralih dari BBM ke gas bumi, dan menyebabkan permintaan gas

meningkat tajam. Namun demikian, peningkatan permintaan ini sulit dipenuhi

oleh produsen gas, karena pengembangan lapangan gas membutuhkan waktu dan

biaya besar, sedangkan harga gas domestik masih rendah dibandingkan harga

minyak mentah. Undang-undang No. 21 tahun 2001 yang mengatur tentang

4

industri gas dan minyak bumi menjadi pemicu semakin cepatnya industri gas

berkembang (Pertagas, [Agustus 2011]).

Pada tahun 2006, terbitlah Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang

Kebijakan Energi Nasional, yang tujuan dan sasarannya mewujudkan energy mix

yang optimal pada tahun 2025. Minyak bumi yang pada tahun 2006 masih 52%,

ditargetkan menjadi kurang dari 20% pada tahun 2025; gas bumi dari 29%,

menjadi lebih dari 30%; batubara dari 15%, menjadi lebih dari 33%; energi

terbarukan yang masih 2%, menjadi 15%; dan bahan bakar lain yang berasal dari

pencairan batubara, dari 1% menjadi lebih dari 2%.

Dengan situasi seperti diatas, muncullah permasalahan demand vs supply dalam

industri gas, dimana demand dalam negeri naik dengan cepat yang tidak bisa

dipenuhi oleh supply. Muncul pula masalah terkonsentrasinya demand di Jawa,

yang letaknya terpisah jauh dari supply. Kesenjangan ini diperparah dengan belum

tersedianya infrastruktur transportasi gas yang memadai. Pada sisi lain, terdapat

tarik-menarik atas kebutuhan dalam negeri yang meningkat pesat, dengan

keterikatan kontrak ekspor jangka panjang, serta adanya kesenjangan harga ekspor

yang tinggi dibandingkan dengan harga domestik yang rendah.

Hal ini membuka peluang besar bagi industri hulu untuk menggenjot naik

produksi gasnya, salah satunya adalah Pertamina. Melalui anak perusahaannya di

5

bidang hulu, yakni Pertamina EP dan Pertamina HE, Pertamina muncul sebagai

produsen gas terbesar kedua setelah PT Total Indonesie EP.

Peluang besar juga muncul di sektor hilir, dimana keunggulan daya-saing

akan muncul jika memiliki dan menguasai infrastruktur transportasi gas.

Kompetensi Pertamina dalam mengelola usaha gas selama 30 tahun, menjadi

salah satu dasar untuk membentuk strategic business unit di sektor hilir industri

gas bumi. Strategic business unit ini kemudian diubah menjadi perseroan

tersendiri bernama PT Pertamina Gas, selanjutnya disebut Pertagas, yakni

perusahaan yang bergerak di sektor hilir dalam peran usaha niaga gas,

transportasi gas, pemrosesan gas dan distribusi gas, serta bisnis lainnya yang

terkait dengan gas alam dan produk turunannya.

Struktur industri hilir gas nasional secara umum terdiri dari Usaha

Pengolahan, Usaha Pengangkutan, Usaha Penyimpanan, dan Usaha Niaga.

Taksonomi bidang usaha industri gas direpresentasikan sebagai berikut:

6

Gambar 1.2. Taksonomi Bidang Usaha Industri Gas (DESDM [2005] ).

Industri gas yang padat investasi dan memiliki entry barrier yang relatif

tinggi membentuk struktur pasar oligopoli. Peran regulator industri gas cukup

dominan, termasuk dalam penentuan harga gas. Harga gas non pipa ditentukan

secara business-to-business, sedangkan harga gas pipa ditetapkan oleh BPH

Migas terkait dengan Peraturan BPH Migas No 16/P/BPH Migas/VII/ tahun 2008

tentang Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa (toll fee). Harga

gas bumi yang diperuntukkan bagi industri dan PLN ditetapkan oleh pemerintah,

sesuai dengan pasal 72 Peratuan Pemerintah (PP) No 30 tahun 2009.

Adapun perusahaan hilir gas nasional paling terkemuka adalah PT.

Perusahaan Gas Negara (PGN) TbK, yang menguasai dan memimpin pasar

industri gas nasional tanpa ada pesaing yang berarti sampai dengan lahirnya

7

Pertagas. PGN menguasai 5900 km pipa transmisi dan distribusi serta mampu

melakukan transportasi gas sebanyak 840 MMScfd, dan melakukan distribusi gas

sebanyak 800 MMScfd. Jaringan transmisi gas milik PGN terutama berada di

Sumatra, dan sekarang terhubung ke Jawa-barat, sementara pipa distribusinya

menguasai wilayah Sumatra Utara, Jawa Barat bagian utara, Jakarta, dan

Surabaya dan sekitarnya (PGN, Company Profile [2011]).

Pertagas, sebagai anak perusahaan PT. Pertamina (Persero), langsung

mewarisi kemampuan transmisi gas dan minyak bumi dari Pertamina. Sampai

dengan tahun 2009 saja, sudah mampu melaksanakan transportasi gas sebanyak

1.276 MMScfd yang sudah langsung mampu melampaui prestasi PGN.

Disamping itu, Pertagas juga sudah mampu melaksanakan tranportasi minyak

bumi sebanyak 9.646 BOPD.

Pertagas menunjukkan kemajuan yang sangat tinggi. Keuntungan

bersih melesat dari Rp. 243 milyar di akhir tahun 2008, menjadi diatas 808

miliar diakhir tahun 2011 dan 1,213 triyun pada akhir 2012. Peningkatan ini

sebesar 49% dibanding 2011 (year-on-year). Volume usaha juga meningkat

dengan baik. Namun demikian, masih jauh tertinggal jika dibandingkan

dengan PGN, yang keuntungan bersih tahun 2008 sebesar Rp. 1,281 trilyun,

melesat menjadi Rp. 7,654 triyun diakhir 2011 dan Rp. 8,86 triyun sepanjang

tahun 2012, atau naik 30,3% dibanding 2011 (year-on-year).

8

1.2. Perumusan Masalah

Upaya Pertagas untuk menjadi pemimpin pasar industri gas nasional

mengindikasikan hasil-hasil yang cukup memuaskan, terbukti dengan

peningkatan keuntungan bersih yang berlipat ganda hanya dalam beberapa tahun

terakhir. Saat ini Pertagas telah menjadi runner up dalam industri gas nasional.

Pertanyaannya kemudian adalah:

Apakah strategi pertumbuhan yang sudah dikembangkan oleh

Pertagas dalam beberapa tahun terakhir ini sehingga mampu menjadi

runner-up dalam memimpin industri gas nasional?

Apakah pilihan value proposition pertumbuhan PT Pertagas untuk

bisa menjadi pemimpin pasar industri gas nasional dimasa mendatang?

1.3. Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini akan dikaji struktur industri gas nasional saat ini,

dimana akan didapat gambaran posisi Pertagas saat ini dan relatif terhadap PGN

selaku pemimpin pasar. Setelah diketahui apakah value proposition yang dipilih

PGN hingga mampu menjadi pemimpin pasar, akan dikaji pula apa pilihan value

proposition Pertagas sebagai dasar strateginya untuk mengejar ketertinggalannya

terhadap PGN.

9

Penelitian ini juga akan bisa digunakan oleh Pertagas sebagai referensi dalam

penyusunan dan evaluasi strateginya lebih lanjut untuk mempercepat capaiannya

sebagai pemimpin pasar industri gas nasional.

1.4. Kerangka Analisis

Untuk mendapatkan strategi pertumbuhan yang sudah dikembangkan oleh

Pertagas dalam beberapa tahun terakhir ini, dilakukan beberapa langkah

analisis:

Lingkungan ancaman dari luar Pertagas menggunakan the five-forces

model Porter sebagai alat analisisnya. Dimana akan didapatkan threat of

entry, threat of rivalry, threat of substitute, threat of suppliers, threat of

buyers, dan secara keseluruhan akan menentukan level dari threat in an

industry.

Struktur industri yang sudah didapatkan gambarannya tersebut, akan

tetap digunakan untuk melihat peluang yang muncul. Berdasarkan

literatur telah didapat beberapa generik struktur industri yang akan

melahirkan peluang yang berbeda. Industri gas nasional yang

sebenarnya sudah berusia lebih dari seabad ini, kemudian berubah pada

tahun 2000-an menjadi emerging industy. PGN tentu saja mendapatkan

peluang sebagai first-mover advantage, sebagaimana juga menghadapi

dis-advantage sebagai first-mover. Peluang apakah yang didapatkan

oleh Pertagas sebagai second-movers.

10

Setelah mendapatkan gambaran makro dari lingkungan luar yang bisa

menjelaskan mengenai kecenderungan, maka akan dilakukan kajian

mengenai kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan Pertagas

sendiri. Untuk itu akan diidentifikasi kapabilitas dan sumberdaya

internal yang dimiliki oleh Pertagas, dengan menggunakan value-chain

analysis Porter. Sumberdaya yang teridentifikasi tersebut akan diuji

dalam kerangka-kerja yang disebut dengan VRIO (value-rarity-

imitability-organization). Jika sumberdaya tersebut memenuhi syarat

VRIO, maka dapat dikatakan bahwa sumberdaya tersebut bisa

diandalkan sebagai competitive advantage Pertagas.

Atas dasar sumberdaya tersebut diatas, Pertagas melakukan pilihan

strategi pertumbuhan dengan melakukan ekspansi ke bisnis saat ini, baik

dengan melakukan pengembangan produk, pasar, dan cakupan

geografis. Disamping itu, Pertagas juga melaksanakan strategi integrasi

vertikal (perluasan rantai nilai).

Disamping menentukan pilihan strategi pertumbuhan, agar PT Pertagas

benar-benar bisa menjadi pemimpin pasar industri gas nasional dimasa

mendatang, perlu ditentukan pilihan value proposition-nya. Perusahaan yang

berhasil jadi pemimpin pasar dunia di industrinya masing-masing seperti

Dell Computer, Home Depo, dan Nike, dengan seksama memilih value

proposition yang tepat bagi produk mereka masing-masing, apakah value

disciplines operational excellence, customer intimacy, ataukah product

11

leadership. Karena sudah ada PGN yang saat ini menjadi pemimpin pasar di

industri gas, maka urutan analisis yang akan dilakukan adalah:

Dimana posisi PGN dalam skema value frontier, dan apa pilihan

value proposition-nya; setelah itu kemudian dilakukan juga

terhadap Pertagas.

Sebagai second-movers, bagaimana Pertagas memanfaatkan

peluang yang muncul, dengan memanfaatkan dis-advantage yang

dialami PGN sebagai first-mover.

Dalam strategi partnership yang dipilih oleh Pertagas untuk

memanfaatkan peluang yang ada, apa dasar pemilihan partner

tersebut, apa keunggulannya, dan bagaimana bentuk partnershipnya

(JV, equity alliances, atau bentuk lain)

Bagaimana mengimplementasikan value disciplines pilihan

Pertagas untuk melakukan percepatan pertumbuhan.

Bagaimana percepatan itu akan semakin baik jika strategi go-public

nanti telah dilakukan.

1.5. Batasan Permasalahan

Informasi yang digunakan hanya yang tersedia di Pertagas semata,

dilengkapi dengan penelusuran menggunakan internet.

12

Struktur industri yang disusun adalah struktur industri nasional,

sehingga beberapa perusahaan MNC dibidang gas tidak diikutkan

dalam analisis.

Jika ada pembatasan yang dihadapi Pertagas sebagai anak

perusahaan Pertamina (persero), dimana strategi tersebut ditetapkan

oleh Pertamina (persero) sebagai holding, maka hal tersebut akan

dianggap sebagai given.

1.6. Metoda penulisan penelitian

Penyususnan penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metoda

studi kasus. Penulis hanya akan melihat dari pilihan-pilihan strategi Pertagas.

Laporan keuangan dan sebagainya tidak akan ikut dianalisis, hanya digunakan

sebagai indikator semata. Untuk itu, penelitian ini akan dilakukan dengan:

Studi literatur

Wawancara

Analisis dan Kesimpulan.

Adapun sistematika penulisan penelitian ini akan disusun sebagai berikut:

Bab-1 Pendahuluan, yang akan menjelaskan secara keseluruhan latar

belakang permasalahan, alasan mengapa judul penelitian ini dipilih,

kerangka teori dan metoda penelitian, serta kesimpulan seperti apa yang

diharapkan.

13

Bab-2 Landasan Teori, akan membahas kerangka teori yang digunakan

dalam penelitian ini. Ada beberapa teori yang akan digunakan sebagai

elemen dari kerangka teori yang digunakan di penelitian ini.

Bab-3 Pengumpulan dan Pengolahan Data, menguraikan hasil-hasil

pengumpulan dan pengolahan data mengenai Pertagas dan PGN sebagai dua

pemimpin industri gas saat ini.

Bab-4 Analisis, dimana kerangka teori tersebut akan digunakan dalam

analisis struktur industri, pesaing khususnya PGN, pilihan strategi Pertagas

dalam strategi pertumbuhannya, dan analisis strategi Pertagas untuk

menjadi Pemimpin pasar di industri gas nasional.

Bab-5 Kesimpulan yang akan menyampaikan dan mendeskripsikan

apakah strategi pertumbuhan yang sudah dipilih Pertagas selama ini dapat

dipertahankan untuk mencapai tujuan dan sasaran Perusahaan, ataukan

diperlukan penyesuaian seiring dengan dinamika bisnis gas nasional dan

global.