Upload
trantuyen
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan keberagaman
etnis maupun suku. Etnis Minangkabau atau yang sering didengar dengan sebutan
etnis Minang merupakan salah satu kelompok etnis terbesar yang terdapat di
Indonesia. Dengan keunikannya, masyarakat etnis Minang dikenal memiliki tradisi
merantau atau pergi ke kota lain demi mengadu nasib atau meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi.
Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mochtar Naim, pada tahun 1961 terdapat
sekitar 32% orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat. Kemudian pada
tahun 1971 jumlah tersebut meningkat menjadi 44%.
Perantauan yang dilakukan oleh etnis Minang tersebut dilakukan di kota-kota
besar yang salah satunya adalah Kota Jakarta. Di Kota Jakarta sendiri, menurut
sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik jumlah perantau Minang mencapai
305.538 orang dengan persentase 3,18% pada tahun 2010.1 Masyarakat etnis Minang
yang merantau tersebut kemudian banyak yang berkecimpung di dunia perdagangan
atau melakukan kewirausahaan. Kewirausahaan dalam berdagang yang dilakukan
oleh masyarakat etnis Minang tersebut beragam, baik yang bergerak di bidang kuliner
1 Badan Pusat Statistik, Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010, Provinsi DKI Jakarta.
1
2
2
yaitu dengan membuka rumah makan padang, maupun retail yaitu menjual pakaian,
selain itu juga membuka kios-kios usaha alat tulis kantor dan fotocopy. Hal tersebut
menjadikan perantau etnis Minang cukup mendominasi dalam perdagangan di Kota
Jakarta.
Bagi laki-laki Minangkabau, tradisi merantau erat kaitannya dengan pesan
nenek moyang “karatau madang di hulu babuah babungo balun” (yang berarti
anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung belum berguna). Berdasarkan
pesan tersebut harus dikembangkan dan dipahami, apa yang terkandung dan
dimaksud “satinggi-tinggi tabangnyo bangau kembalinya ke kubangan juo”.2
Ungkapan ini ditujukan bahwa orang Minang agar akan selalu ingat pada ranah
asalnya. Kewirausahaan yang dilakukan oleh masyarakat etnis Minang di Jakarta dan
kota-kota lain banyak dilandaskan pada sejarah budaya masyarakat Minangkabau,
yaitu dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang terdahulu juga menjalankan tradisi
berdagang yang mempengaruhi tindakan masyarakat yang lain.3
Perantau Minang yang sedang merantau di Jakarta dan daerah sekitarnya ini
banyak yang telah menyumbangkan materi ataupun ilmu saat mengunjungi kembali
kampung halamannya. Kegiatan kedermawanan tersebut berhubungan dengan tradisi
pemberian sumbangan dari para perantau atau yang disebut diaspora filantropi.
2 Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm.32. 3 Rizki Ramadhan, dkk, Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau sebagai
Pedagang di Pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur, Jurnal Pendidikan Sosiologi, Vol. 6 No. 1,
2016, hlm. 9.
3
Diaspora filantropi merupakan sumber daya yang potensial bagi pengentasan problem
sosial.4 Hal tersebut dapat dikatakan sebagai kontribusi filantropi yang dilakukan
perantau yaitu dengan memberikan sumbangan dari para perantau kepada keluarga
atau warga lainnya di kampung halaman.
Kegiatan “memberi” dalam berbagai bentuknya tidak terbatas dalam bentuk
uang atau barang, melainkan juga pekerjaan, atau berbagai upaya untuk meringankan
beban orang miskin serta meningkatkan kesejahteraannya disebut sebagai filantropi.5
Filantropi merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan untuk
mempromosikan kesejahteraan termasuk di dalamnya upaya pengentasan kemiskinan
yaitu pendekatan social service, social work dan philantropy.6 Filantropi secara
umum dapat diartikan sebagai cinta kasih sesama manusia yang kemudian
diwujudkan dalam bentuk kedermawanan, sedekah, amal dan sebagainya. Setiap
orang menyisihkan sebagian harta yang dimiliki untuk membantu orang lain yang
membutuhkan.
Dalam filantropi Islam di Indonesia, melalui hasil survei Global@dvisor
”Views on Globalisation and Faith” yang dilakukan Ipsos MORI di 24 negara pada
April 2011, yang melibatkan hampir 20.000 responden berdasarkan garis keagamaan:
4 Iwan Tjitradjaja, Diaspora Filantropi: Potensi yang Belum Tergali, Jurnal Galang, Vol. 3, No. 2,
2008, hlm. 112. 5 Zaim Saidi, dkk, Kedermawanan untuk Keadilan Sosial, Jakarta: Piramedia, 2006, hlm. 4-5. 6 Imron Hadi Tamim, Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal.
Jurnal Sosiologi Islam, Vol.1, No.1, 2011, hlm. 36.
4
Kristiani (Katolik dan Protestan di 19 negara); Islam di tiga negara (Indonesia, Arab
Saudi, dan Turki); Hindu (India); serta Buddha di tiga negara (China, Jepang, dan
Korea Selatan) menunjukkan bahwa kaum Muslim merupakan paling dermawan di
tiga negara yang disurvei berdasarkan motivasi agama yaitu Muslim Indonesia (91
persen), diikuti Muslim Arab Saudi (71 persen), dan Muslim Turki (33 persen).7
Melalui data tersebut, potensi filantropi Islam Indonesia sangat besar mengingat
jumlah penganut Muslim Indonesia yang juga amat besar. Membahas mengenai
filantropi Islam, agama merupakan motif dalam melakukan pemberian maupun
kegiatan berbagi dalam pemberian waktu dan uang untuk membantu orang lain yang
membutuhkan.
Muslim di Indonesia yang didalamnya termasuk para perantau Minang
melakukan filantropi yaitu dengan memberikan sumbangsih untuk pemberdayaan
kampung halamannya dari kewirausahaan yang mereka lakukan di kota-kota besar.
Selain adanya motif agama dalam filantropi perantau, adanya pengaruh budaya
Minangkabau juga dapat menjadi dasar perantau Minang dalam melakukan praktek
filantropi. Masyarakat Minang yang menjalankan budaya merantau memiliki falsafah
hidup “Karantau madang di ulu, Babuah Babungo balun. Merantau Bujang dahulu,
di rumah paguno balun.”8 Pepatah ini merupakan anjuran bagi pemuda Minang untuk
7 Azyumardi Azra, Filantropi untuk Kohesi Sosial, 2012, diakses melalui
https://nasional.kompas.com/read/2012/08/18/1654224/Filantropi.untuk.Kohesi.Sosial pada 10 Juni
2018 pukul 11.13. 8 Zaim Saidi dan Hamid Abidin, Menjadi Bangsa Pemurah, Jakarta: Piramedia, 2004, hlm. 7.
5
mengadu nasib ke berbagai daerah untuk mengatasi permasalahan di tanah
kelahirannya. Setelah ilmu dan pengalaman didapat di tanah rantau, perantau
kemudian menyisihkan pendapatannya untuk membangun kampung halaman. Hal
tersebut juga dilakukan bila terjadi bencana alam atau musibah yang menimpa
kampung halaman, berbagai pihak membuat program penggalangan dana untuk
membantu meringankan beban korban.
Berdasarkan budaya tolong menolong yang telah mengakar pada masyarakat
Indonesia, khususnya pada Etnis Minang tersebut, keberadaan perantau etnis Minang
di Jakarta dan sekitarnya dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ekonomi
maupun mengatasi permasalahan sosial yang ada pada kampung halaman. Bentuk
kedermawanan sosial atau filantropi seperti ini banyak ditemui di berbagai daerah
karena masyarakat Indonesia yang memiliki budaya merantau yang kuat dan hampir
ada di semua komunitas.9 Sumbangan yang diberikan untuk kampung halaman
tersebut selain disalurkan secara langsung oleh perantau juga dapat didistribusikan
melalui organisasi sosial perantau.
Perantau Minang umumnya hidup berkelompok dengan memiliki organisasi
atau perkumpulan sesama etnis Minang di tanah perantauan. Kawasan di Kota
Tangerang di Kelurahan Cikokol penduduknya berasal dari berbagai etnis yang salah
9http://www.pirac.org/2012/05/15/diaspora-filantropi-potensi-dan-tantangan-pendayagunaannya/
diakses pada 6 Juni 2018 pukul 13.52 WIB.
6
satunya termasuk etnis Minang, dimana mereka melakukan praktik filantropi dalam
suatu organisasi berbentuk koperasi yang bernama Koperasi Tunas Nagari. Gerakan
filantropi dapat diwadahi oleh berbagai jenis organisasi selama organisasi tersebut
dapat menjadi tempat untuk aktivitas dari para filantrop untuk memberikan
sumbangan. Keberadaan perantau yang menyatu dalam organisasi sosial perantau
lebih memudahkan dalam proses pembangunan desa untuk kampung.
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis
secara sosiologis mengenai bagaimana praktik filantropi yang dilakukan oleh
Koperasi Tunas Nagari serta pengaruhnya terhadap pemberdayaan yang ada di
kampung halaman perantau. Penelitian ini ingin menggambarkan mengenai proses
filantropi organisasi perantau etnis Minang di tempat perantauan. Kemudian,
diharapkan penelitian ini menjadi kontribusi bagi para perantau wiraswasta etnis
Minang dalam melakukan pemberdayaan kampung halaman melalui gerakan
filantropi sehingga mampu menghasilkan nilai-nilai sosial yang positif bagi
perkembangan pembangunan.
I.2 Permasalahan Penelitian
Terkait usaha menjelaskan bagaimana filantropi yang dilakukan organisasi
perantau Minang tersebut, organisasi menjadi unsur yang penting. Organisasi yang
dimaksud disini adalah wadah bagi gerakan filantropi dan pengikat dari berbagai
pihak yang terlibat untuk terus mengembangkan praktik filantropi itu sendiri yang
7
dimana dapat memberikan nilai atau kebermanfaatan sosial. Permasalahan mengenai
praktik filantropi erat hubungannya dengan aktifitas keswayadaan masyarakat dalam
membangun kehidupan bermasyarakat, baik dalam partisipasi pembangunan maupun
kepedulian terhadap sesama.
Salah satu organisasi yang hendak penulis bahas adalah Koperasi Tunas
Nagari yang dibentuk oleh wirausaha perantau etnis Minang, Sumatera Barat yang
ada di Tangerang. Koperasi Tunas Nagari dalam melakukan aktivitas tidak hanya
menjadi koperasi usaha simpan pinjam untuk para anggotanya tetapi juga sebagai
wadah dalam melakukan filantropi untuk pemberdayaan kampung yang anggotanya
merupakan orang Minang perantauan. Oleh karena itu, penulis akan merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi Koperasi Tunas Nagari dalam melakukan praktik
filantropi?
2. Bagaimana analisis praktik filantropi oleh Koperasi Tunas Nagari untuk
pemberdayaan kampung halaman?
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang diharapkan dari
penelitian Praktik Filantropi pada Koperasi untuk Pemberdayaan Kampung Halaman
8
(Studi Kasus: Koperasi Tunas Nagari, Tangerang) adalah untuk menjawab pertanyaan
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan mengenai latarbelakang organisasi perantau Koperasi Tunas
Nagari dalam melakukan praktik filantropi.
2. Menjelaskan dan menganalisis praktik filantropi yang dilakukan oleh
Koperasi Tunas Nagari untuk pemberdayaan kampung halaman.
I.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar dalam
pemikiran mengenai filantropi yang dilakukan organisasi perantau Minang yang
terdapat pada perantauan untuk pemberdayaan terhadap kampung halaman melalui
analisa sosiologis. Lebih lanjut secara lebih spesifik kegunaan penelitian akan
dijabarkan pada beberapa hal yaitu:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat maupun
wawasan bagi sivitas akademik FIS UNJ secara umum dan Jurusan Sosiologi
secara khusus. Selain itu, penelitian ini diharapkan menambah literatur
mengenai konsep filantropi dalam kajian strategi pengembangan masyarakat.
Selanjutnya, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan sumbangsih
terhadap pemikiran sosiologis mengenai fenomena filantropi dalam organisasi
lokal.
9
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
peneliti lain yang melakukan penelitian serupa mengenai praktik filantropi
yang dapat digunakan sebagai pemahaman kepada masyarakat untuk dapat
mengaplikasikan praktik filantropi melalui pemberdayaan masyarakat yang
memberikan manfaat sosial secara umum. Diharapkan pula penelitian ini
dapat memberikan manfaat kepada para perantau etnis Minang di Koperasi
Tunas Nagari secara khusus.
I.5 Tinjauan Penelitian Sejenis
Dalam penelitian penulis mengenai praktik filantropi, penulis menggunakan
beberapa bahan bacaan yang sejenis dengan subjek dan objek penelitian penulis.
Berikut merupakan beberapa tinjauan pustaka yang diambil berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat menjadi acuan penulis dalam
melakukan penelitian terkait dengan gerakan filantropi pada etnis Minangkabau.
Penelitian pertama, ditulis oleh Imron Hadi Tamim dalam Jurnal Sosiologi
Islam, Vol.1 No.1 tahun 2011 dengan judul Peran Filantropi dalam Pengentasan
Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal.10 Dalam penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan bagaimana kontribusi filantropi oleh petani jeruk untuk
meningkatkan kesejahteraan di komunitas lokal pedesaan pada desa Sukoreno,
10 Imron Hadi Tamin, Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal,
Jurnal Sosiologi Islam, Vol.1 No.1, 2011, hlm. 35.
10
Kabupaten Jember, Jawa Timur. Peneliti dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa
masyarakat pedesaan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama tidak
hanya memiliki filantropi agama tetapi juga melakukan filantropi sosial. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan observasi, wawancara, studi
pustaka, dan dokumentasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Imron menunjukkan bahwa bentuk-
bentuk filantropi yang dilakukan oleh petani jeruk di Desa Sukoreno yaitu berupa
zakat, zakat tersebut disalurkan untuk penduduk miskin dan masjid. Kemudian
bentuk filantropi yang lain berupa Infaq setiap hari Jumat dengan besaran infaq
sebesar 500 hingga 5000 rupiah. Sadaqah juga dilakukan oleh petani jeruk yang kaya
yaitu dengan memberikan materi seperti uang dan makanan. Pemberian wakaf dalam
bentuk benda tak bergerak juga ada di wilayah Sukoreno yaitu berupa wakaf kolam.
Filantropi yang lain adalah bantuan untuk keluarga miskin, pembangunan
infrastruktur untuk kepentingan bersama, pemberian lahan garapan bagi keluarga
miskin, membantu memperbaiki perumahan keluarga miskin, melakukan budi daya
ikan, dan pemberdayaan perempuan dengan kerajinan.
Kesimpulan dalam penelitian yang dilakukan oleh Imron, menunjukkan
bahwa penelitian ini lebih membahas mengenai peran serta dampak yang
ditimbulkan dari filantropi yang dilakukan oleh petani jeruk. Filantropi telah menjadi
bagian dari tradisi masyarakat di Desa Sukoreno telah mampu meningkatkan
kesejahteraan para penduduk miskin yang mayoritasnya adalah para buruh dan petani
11
gurem. Peran filantropi petani jeruk tersebut tidak bisa dipisahkan dari komoditas
jeruk karena jeruk memiliki nilai ekonomi yang mendatangkan keuntungan bagi para
petani. Praktek filantropi di Sukoreno terintegrasi ke dalam sistem kehidupan sosial
masyarakat pedesaan yang identik dengan solidaritas sosial yang tinggi.
Penelitian kedua dilakukan oleh Unun Roudlotul Janah dalam Jurnal
Kodifikasia, Volume 10 No. 1 tahun 2016 yang berjudul Nilai-nilai Filantropi pada
Tradisi Yatiman di Brotonegaran Ponorogo.11 Penelitian yang dilakukan oleh Unun
ini bertujuan untuk mendeskripsikan tradisi yatiman pada masyarakat Brotonegaran
termasuk fungsi dan makna tradisi yatiman bagi kehidupan masyarakat. Tradisi
yatiman merupakan salah satu kearifan lokal yang masih berlangsung pada
masyarakat di kelurahan Brotonegaran yang digelar setiap tahunnya pada malam
tanggal 10 Sura atau 10 Muharam dalam kalender Islam sebagai tanda pemberian
kasih sayang kepada anak yatim.
Hasil penelitian dalam jurnal tersebut menunjukkan bahwa, pertama,
kedermawanan (filantropi) dalam tradisi yatiman bukan semata-mata untuk beramal,
bersedekah dan infaq, tetapi lebih bersifat pada rasa cinta kasih dan kemanusiaan.
Hasil temuan selanjutnya yaitu bahwa tradisi yatiman masuk dalam varian filantropi
tradisional karena beraktifitas dalam ruang karitas, tidak berkelanjutan. Pendekatan
filantropi tersebut masuk kedalam pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic
11 Unun Roudlotul. Nilai-nilai Filantropi pada Tradisi Yatiman di Brotonegaran Ponorogo, Jurnal
Kodifikasia, Vol.10 No.1, 2016, hlm. 57.
12
needs) dan menggunakan paradigma social service (pelayanan sosial) untuk
memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, kesehatan, dan pendidikan. Kegiatan ini
dapat dipandang sebagai suatu proses dinamis, dimana masnusia adalah aktor dan
penanggungjawab yang mempersatukan aspek individual dan aspek sosial ke dalam
kehidupan antara individu dan masyarakat.
Kesimpulan dalam jurnal ini yaitu studi tentang tradisi yatiman di
Brotonegaran Ponorogo ditujukan pada motif dan bentuk-bentuk filantropi yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat. Motif filantropi dalam tradisi yatiman
bukan hanya pada dorongan beramal ataupun bersedekah, tetapi juga karena
panggilan hati nurani dan kesetiakawanan sosial. Sebagai tradisi yang telah
dipraktekkan sejak lima puluh tahun lamanya, masyarakat menjalankan tradisi ini
sebagai perwujudan rasa kekeluargaan, solidaritas dan keberagaman.
Penelitian ketiga adalah yang dilakukan oleh Innike Rahma Dewi dalam
Jurnal Harmoni Sosial Vol. 1 No.2 tahun 2007 dengan judul Badan Musyawarah
Masyarakat Minang (BM3) (Studi Deskriptif tentang Fungsi Organisasi Sosial Suku
Bangsa Minangkabau di Kota Medan).12 Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini,
organisasi sosial suku bangsa Minangkabau dijelaskan sebagai akibat dari semakin
meningkatnya jumlah perantau di Kota Medan. Badan Musyawarah Masyarakat
Minang (BM3) menjadi wadah yang mengorganisir berbagai aktivitas yang dianggap
12 Innike Rahma Dewi. Badan Musyawarah Masyarakat Minang (BM3) (Studi Deskriptif tentang
Fungsi Organisasi Sosial Suku Bangsa Minangkabau di Kota Medan), Jurnal Harmoni Sosial, Vol.1
No. 2, 2007, hlm. 96.
13
bermanfaat dalam meningkatkan kebersamaan dan mempererat hubungan
silaturahmi.
Hasil penelitian dalam jurnal Innike menunjukkan bahwa BM3
mengupayakan untuk mencari peluang menembus berbagai instansi pemerintahan dan
perusahaan swasta untuk mencari informasi berkaitan dengan kesempatan kerja.
Dalam bidang ekonomi salah satunya BM3 berperan dengan mendirikan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Gebu Prima. Dalam bidang hukum, BM3
mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam membela kepentingan suku
bangsa Minangkabau. BM3 Kota Medan juga membina kurang lebih 20 (dua puluh)
kelompok kesenian Minangkabau.
Kesimpulan dalam jurnal Innike, bahwa Badan Musyawarah Masyarakat
Minang (BM3) dibentuk sebagai cara untuk mengekspresikan dan menegaskan
identitas suku bangsa Minangkabau di tengah-tengah kemajemukan Kota Medan. Hal
ini juga dilakukan untuk mempertahankan tradisi dan budaya Minang agar tidak
semakin menghilang sebagai akibat dari proses modernisasi dan urbanisasi. Badan
Musyawarah Masyarakat Minang (BM3) di Kota Medan ini merupakan bukti
keterikatan dan kepedulian sebagai sesama suku bangsa Minangkabau di kota
perantauan yang memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi integrasi (integration),
adaptasi (adaptation), pemeliharaan pola (latent pattern maintenance), dan
pencapaian tujuan (goal attainment).
14
Penelitian keempat, oleh Primajati Hastuti dkk yang berjudul The Minang
Entrepreneur Characteristic tahun 2015 pada Jurnal Social and Behavioral Sciences
Vol. 211.13 Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dalam tulisan ini,
dimana yang menjadi subjek penelitian adalah wirausaha masyarakat Minang yang
memiliki restoran Padang di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik berwirausaha etnis Minang dalam membangun dan memanajemen bisnis
restoran Padang. Untuk mendukung argumentasi penulis, teori yang digunakan dalam
jurnal ini yaitu A contextualisation of entrepreneurship dari Morrison yang
menyatakan bahwa pada dasarnya setiap pengusaha membawa karakter unik yang
dimiliki dalam interaksi dengan lingkungan sosial dan bisnis yang kemudian
berpengaruh terhadap aktivitas kewirausahaan dan perilaku. Dengan kata lain,
Morisson menyebut ada pengaruhnya budaya tertentu dengan perilaku
kewirausahaan.
Pada penelitian yang dilakukan Primajati dkk, penulis mendeskripsikan
karakter kewirausahaan etnis Minang dapat dilihat melalui berbagai perspektif,
pengambilan keputusan dan implementasi terhadap bisnis. Penelitian ini
menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha Minang yaitu: percaya diri, pekerja
keras, mampu melakukan perhitungan yang cermat, mandiri, cerdik, berkontribusi
kepada keluarga, konsisten, ketekunan, fleksibilitas dan mau untuk mengambil
13 Primajati Hastuti, dkk, The Minang Entrepreneur Characteristic, Jurnal Procedia Social and
Behavioral Sciences, Vol. 211, 2015, hlm.819.
15
tantangan. Karakteristik tersebut yang berkontribusi terhadap keberhasilan etnis
Minang dalam kewirausahaannya di tempat mereka bermigrasi.
Penelitian kelima adalah jurnal yang ditulis oleh Rene Bekkers dan Pamala
Wiepking yang berjudul A Literature Review of Empirical Studies of Philanthropy:
Eight Mechanisms That Drive Charitable Giving14 dalam jurnal Nonprofit and
Voluntary Sector. Penelitian ini menggunakan tinjauan literatur pada 500 artikel yang
membahas tentang pemberian amal. Penelitian Rene Bekkers bertujuan untuk
membahas motif individu dalam menyumbangkan uang untuk organisasi amal.
Dalam penelitian ini terbentuk delapan mekanisme yang menjadi alasan
mengapa individu mau untuk melakukan filantropi. Mekanisme yang pertama adalah
karena kebutuhan. Kesadaran akan kebutuhan adalah prasyarat pertama untuk
filantropi sehingga orang-orang harus menyadari kebutuhan akan dukungan.
Mekanisme kedua yang mendahului pertimbangan sadar berbagai jenis biaya dan
manfaat dari sumbangan adalah ajakan atau sosialisasi. Permintaan ini mengacu pada
tindakan hanya diminta untuk disumbangkan. Kemudian, mekanisme ketiga
mencakup biaya material dan manfaat yang terkait dengan donasi. Mekanisme
14 Rene Bekkers dan Pamala Wiepking, A Literature Review of Empirical Studies of Philanthropy:
Eight Mechanisms That Drive Charitable Giving, Journal Nonprofit and Voluntary Sector, Vol. 40,
No. 5, 2011, hlm. 924.
16
keempat terkait dengan altruisme, individu mau mengkontribusikan uang untuk amal
karena mereka peduli pada output organisasi.
Mekanisme yang kelima menyangkut reputasi atau harga diri seseorang.
Mekanisme reputasi mengacu pada konsekuensi sosial dari donasi untuk donor.
Mekanisme yang keenam adalah psychological benefits, bahwa memberi dapat
berkontribusi pada citra diri seseorang sebagai orang yang altruis, empatik,
bertanggung jawab secara sosial, menyenangkan, atau berpengaruh. Selain itu,
memberi dalam banyak kasus merupakan respons emosional yang hampir otomatis,
menghasilkan suasana hati yang positif, mengurangi perasaan bersalah, mengurangi
gairah yang tidak menyenangkan, memuaskan keinginan untuk menunjukkan rasa
terima kasih, atau menjadi orang yang bermoral secara moral. Mekanisme yang
ketujuh adalah adanya nilai sosial dengan ikut dalam kegiatan beramal. Terakhir yaitu
karena adanya efficacy atau manfaat yang timbul dari persepi lembaga donor bahwa
kontribusi individu itu dapat membuat perubahaan karena dukungan dari individu
untuk beramal.
Penelitian keenam adalah tesis yang ditulis oleh Zaenal Abidin pada tahun
2012 dengan judul Manifestasi dan Latensi Lembaga Filantropi Islam dalam Praktik
Pemberdayaan Masyarakat: Suatu studi di Rumah Zakat Kota Malang.15 Penelitian
15 Zaenal Abidin, Tesis: “Manifestasi dan Latensi Lembaga Filantropi Islam dalam Praktik
Pemberdayaan Masyarakat”, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, Program Magister
Sosiologi 2012), diakses melalui http://eprints.umm.ac.id/30538/ pada 21 Mei 2018 pukul 03.37 WIB.
17
ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji secara detail
tentang fungsi manifes dan laten Rumah Zakat sebagai lembaga filantropi Islam.
Peneliti dalam penelitian ini berasumsi bahwa adanya pertentangan antara nilai
filantropi dan implementasi praktik filantropi, khususnya pada praktik pemberdayaan
masyarakat yang telah terjadi selama ini.
Konsep yang digunakan Zaenal dalam penelitian adalah konsep filantropi dan
pemberdayaan. Sedangkan teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori sosiologi
dari Robert K. Merton yaitu teori fungsionalisme-struktural untuk menganalisis
gagasan fungsi manifes dan laten pada Rumah Zakat. Teori kedua yang digunakan
Zaenal dalam tesisnya adalah teori Pierre Bourdieu tentang Habitus-Arena dan
Praktik. Hasil penelitian pada tesis ini menunjukkan bahwa Rumah Zakat berfungsi
sebagai lembaga yang hanya berperan sebagai pengumpul dana dan promosi program
sedangkan pelaksanaannya diserahkan kepada 4 yayasan, yaitu Yayasan Mandiri
Daya Insani, Yayasan Indonesia Juara, Cita Sehat Foundation dan Core Plus. Pola
fundraising yang dilakukan Rumah Zakat terbagi menjadi beberapa bentuk yaitu dari
donasi perorangan, donasi institusi dan donasi program. Rumah Zakat menerapkan
model Integrated Community Development dimana zakat yang disalurkan berdampak
cukup signifikan terhadap kondisi ekonomi mustahik atau penerima manfaat. Praktik
pemberdayaan masyarakat oleh Rumah Zakat merupakan desain kombinasi filantropi
dan charity profesional.
18
Kesimpulan dalam penelitian Zaenal tersebut yaitu Rumah Zakat sebagai
lembaga filantropi Islam telah memberikan pemahaman baru akan dinamisasi
lembaga zakat infaq dan shodaqoh yang berkembang di Indonesia. Secara sosiologis,
penelitian ini memberikan gambaran bahwa lembaga filantropi Islam dalam praktik
pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh kondisi manajemen dan pemahaman
individu dalam lembaga tersebut. Rumah Zakat secara luas berupaya untuk menarik
minat dari masyarakat dan juga pemerintah agar lembaga seperti Rumah Zakat ini
layak dan profesional dalam mengelola dana ZIS (Zakat, Infaq dan Sadaqoh).
Penelitian ketujuh adalah penelitian yang dilakukan oleh Robert L. Payton dan
Michael P. Moody dalam buku yang berjudul Understanding Philanthropy: Its
meaning and mission.16 Buku ini menggambarkan bahwa banyak orang Amerika
berpikir bahwa sebagian besar pemberian filantropis berasal dari yayasan besar
seperti Ford Foundation dan dari perusahaan besar seperti Microsoft. Namun,
berdasarkan temuan data, yakni sekitar 83 persen dari semua dolar yang diberikan
secara filantropis di Amerika Serikat ternyata disalurkan oleh individu, bukan oleh
perusahaan atau yayasan.
Pandangan mengenai filantropi ini kurang mendapat informasi yang rinci
karena filantropi adalah sesuatu yang dipelajari hanya secara informal dari keluarga,
16 Robert L. Payton dan Michael P. Moody, Understanding Philanthropy: Its Meaning and Mission,
USA: Indiana University Press, 2008, hlm. 1.
19
gereja, dan tradisi. Hal mengenai filantropi belum sepenuhnya dibahas dalam
kehidupan ekonomi, kehidupan politik, atau bahkan kehidupan spiritual masyarakat.
Buku ini mencoba untuk merefleksikan bagaimana konsep filantropi melibatkan
individu dan dunia, serta mengapa filantropi dijadikan rujukan atas problem yang
terjadi di masyarakat. Filantropi merupakan suatu hal yang penting untuk mengukur
diri dengan orang lain, dengan cara membantu orang lain yang membutuhkan,
membantu lingkungan dan komunitas, maupun dengan uang dan waktu yang kita
sumbangkan karena kepercayaan tersebut.
Filantropi sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat demokratis.
Untuk mengatasi masalah-masalah sosial, orang-orang pada negara demokrasi sering
beralih ke pemberian pribadi dan sektor nirlaba sebagai alternatif yang dipilih,
terutama ketika sektor lainnya tidak efektif. Asosiasi sukarela seperti filantropi adalah
cara tepat yang digunakan untuk bergabung bersama dengan orang-orang dari pikiran
yang sama sehingga membuat suara masyarakat didengar di ruang publik baik untuk
mengadvokasi maupun sebagai cara untuk protes.
Kemudian, penelitian kedelapan adalah penelitian yang dilakukan oleh Irham
Huri pada tahun 2016 dalam buku yang berjudul Filantropi Kaum Perantau: Studi
Kasus Kedermawanan Sosial Organisasi Perantau Sulit Air Sepakat (SAS),
20
Kabupaten Solok, Sumatera Barat.17 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
strategi organisasi SAS dalam menggalang kedermawanan sosial perantau untuk
pembangunan Nagari Sulit Air. Dalam buku ini juga menjelaskan pola hubungan
kerja dalam organisasi SAS yang ada di Jakarta dan daerah rantau lainnya dengan
masyarakat di Nagari Sulit Air dan organisasi perantau Minang lainnya. Penelitian
yang dilakukan Irham Huri menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Konsep filantropi merupakan cara membantu sesama dimana esensi utamanya
adalah saling memberi perhatian dan saling membagi. Tujuan tersebut dicapai dengan
pengembangan perhatian dan kepekaan kepada orang lain, membuat orang lain peduli
pada kebutuhan sesamanya di dalam suatu komunitas, serta mewujudkan perhatian
dan kepekaan melalui tindakan berusaha menjawab kebutuhan mereka. Philanthropy
dapat ditempatkan sebagai sebuah proses, dimana ada tindakan (action) memberi
bantuan uang atau bentuk lain kepada seseorang secara sukarela tanpa unsur paksaan
dan tekanan. Dalam kedermawanan sosial perantau diartikan sebagai pemberian
sumbangan dalam berbagai bentuk seperti uang, materi, waktu, tenaga dan pemikiran
pada kampung halamannya.
Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai sosial yang tumbuh pada organisasi
SAS terlihat dari besarnya partisipasi perantau dalam pembangunan kampung
17 Irham Huri, Filantropi Kaum Perantau (Studi Kasus: Kedermawanan Sosial Organisasi Perantau
Sulit Air Sepakat (SAS), Kab. Solok, Sumatera Barat), Depok: Piramedia, 2006.
21
halaman. Kepercayaan (trust) menjadi dasar partisipasi warga SAS dalam pemberian
sumbangan bantuan (filantropi).18 Organisasi SAS telah memberikan fasilitas untuk
tempat berkumpul para perantau berupa gedung serbaguna yang digunakan untuk
berbagai kegiatan sosial. Kemudian dari segi ekonomi, organisasi SAS mampu
menggerakan aktivitas ekonomi dengan adanya wartel dan koperasi. Organisasi SAS
juga menumbuhkan jaringan hubungan sosial yang kuat antar perantau dengan
keluarga di kampung halaman untuk saling bertukar informasi.
Kesimpulan dari penelitian Irham Huri yaitu organisasi SAS sebagai wadah
bagi para perantau Minang yang berperan besar dalam memajukan nagari Sulit Air.
Kedermawanan sosial (filantropi) perantaunya cukup solid dan konsisten dalam
menjalankan misinya, yaitu mensejahterakan warga yang ada di rantau maupun yang
ada di kampung halaman. Berdasarkan hal tersebut, organisasi SAS diharapkan
mampu dijadikan rujukan sebagai model bagi perkumpulan perantau Minang lainnya.
Berdasarkan penjabaran dari kedelapan penelitian sejenis diatas, penulis akan
memuat persamaan dan perbedaan ke dalam tabel perbandingan sebagai berikut:
18 Ibid., hal. 69.
22
Tabel I.1 Perbandingan Telaah Pustaka
No Peneliti Jenis
Publikasi
Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Imron Hadi
Tamim
(2011)
Jurnal
Nasional
Peran Filantropi
dalam Pengentasan
Kemiskinan di dalam
Komunitas Lokal
Menjelaskan
mengenai peran
filantropi dalam
komunitas
Penelitian Imron Hadi, lebih
membahas peran filantropi
oleh petani jeruk dan
menjadikan petani jeruk
sebagai subjek penelitian
sedangkan dalam penelitian
penulis menjadikan koperasi
perantau etnis Minang
sebagai subjek penelitian.
2. Unun
Roudlotul
Janah
(2016)
Jurnal
Nasional
Nilai-nilai Filantropi
pada Tradisi Yatiman
di Brotonegaran Ponorogo
Menjelaskan
mengenai bentuk-
bentuk filantropi
Unun meneliti tentang
bentuk-bentuk filantropi
serta dampak filantropi pada tradisi yatiman di Ponorogo
sedangkan penulis meneliti
tentang peran dan bentuk
filantropi oleh organisasi
Minang
3. Innike
Rahma Dewi
(2007)
Jurnal
Nasional
Badan Musyawarah
Masyarakat Minang
(BM3) (Studi
Deskriptif tentang
Fungsi Organisasi
Sosial Suku Bangsa
Minangkabau di Kota Medan).
Menjelaskan
mengenai
organisasi sosial
etnis Minang di
perantauan
Innike meneliti tentang
fungsi organisasi perantau
Minangkabau di perantauan,
sedangkan penulis lebih
kepada peran organisasi
koperasi pada praktik
filantropi
4. Primajati
Hastuti,
Armanu
Thoyib, Eka
Tronea dan
Margono
Setiawan
(2015)
Jurnal
Internasion
al
The Minang
Entrepreneur
Characteristic
Menjelaskan
mengenai karakter
kewirausahaan
orang Minang
Penelitian Primajati fokus
pada karakter wirausaha
pada orang Minang di rumah
makan Padang, sedangkan
penelitian penulis
memfokuskan pada karakter
perantau yang tergabung
dalam organisasi Minang
5. Rene
Bekkers dan
Pamala
Wiepking
Jurnal
Internasion
al
A Literature Reviev
of Empirical Studies
of Philanthropy:
Eight Mechanisms
That Drive
Charitable Giving
Sama-sama
membahas tentang
motif dalam
melakukan praktik
filantropi
Rene Bekkers dan Pamala
Wiepking dalam
penelitiannya lebih
membahas mengenai motif
individu dalam melakukan
filantropi, sedangkan penulis
membahas motif organisasi
dalam melakukan filantropi.
6. Zaenal
Abidin
Tesis Manifestasi dan Latensi Lembaga
Filantropi Islam
dalam Praktik
Sama-sama membahas tentang
peran filantropi
dalam praktik
Penelitian Zaenal Abidin lebih membahas peran dan
dampak Lembaga Rumah
Zakat dalam filantropi Islam,
23
No Peneliti Jenis
Publikasi
Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
(2012) Pemberdayaan
Masyarakat: Suatu
studi di Rumah Zakat
Kota Malang
pemberdayaan
masyarakat
sedangkan penulis
memfokuskan pada praktik
filantropi oleh organisasi
koperasi
7. Robert L.
Payton dan
Michael P.
Moody
(2008)
Buku Understanding
Philanthropy. Its
meaning and mission.
Sama-sama
membahas
mengenai konsep
filantropi
Robert dan Michael
membahas mengenai arti
dan misi filantropi di
Amerika secara umum
sedangkan penulis
membahas filantropi pada
organisasi perantau Minang
8. Irham Huri
(2006)
Buku Filantropi Kaum
Perantau
Menjelaskan
mengenai filantropi yang dilakukan oleh
perantau
Irham Huri membahas
mengenai filantropi yang dilakukan perantau pada
organisasi Sulit Air Sepakat.
Penelitian Irham lebih
membahas peran dan
dampak filantropi pada
organisasi tersebut,
sedangkan penelitian penulis
yaitu pada organisasi
perantau Koperasi Tunas
Nagari
(Sumber: Diolah dari tinjauan penelitian, 2018)
Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat mengambil informasi maupun
konsep yang relevan dengan penelitian mengenai filantropi untuk pemberdayaan pada
Koperasi Tunas Nagari. Kedelapan penelitian yang telah dipaparkan tersebut
kemudian menjadi acuan penulis dalam memperoleh gambaran mengenai skripsi
penulis. Berdasarkan tinjauan studi pustaka mengenai filantropi yang telah dilakukan
sebelumnya, filantropi pada penelitian-penelitian tersebut lebih banyak membahas
peran, motif, bentuk serta dampak dari melakukan filantropi. Penelitian ini lebih
cenderung fokus pada praktik filantopi yang dilakukan oleh organisasi berbasis etnis
Minangkabau yang mencakup peran maupun dampak. Penulis juga memperoleh
24
gambaran mengenai teknik penulisan dan analisis data berdasarkan tinjauan
penelitian sejenis tersebut.
I.6 Kerangka Konseptual
I.6.1 Filantropi
Di Indonesia, kata filantropi merupakan kata serapan dan belum begitu
populer. Terjemahan filantropi dapat diartikan sebagai “kedermawanan”, “cinta
kasih”, “kasih sayang”, “kesetiakawanan” dan sebagainya. Kata philanthropy sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yaitu phillen yang berarti mencintai (to love) dan
anthropos yang berarti manusia (human kind), sehingga kata Philanthropy dapat
dimaknai sebagai ungkapan cinta kasih kepada sesama manusia.19 Filantropi adalah
kegiatan memberi baik dalam bentuk uang atau barang, pekerjaan, atau berbagai
upaya untuk meringankan beban orang miskin serta meningkatkan kesejahteraannya.
Robert L. Payton20 menekankan definisi filantropi dalam konteks kegiatan
keorganisasian atau kolektif dimana filantropi tidak diartikan sebagai kegiatan
individual tetapi kegiatan kolektif yang dilaksanakan oleh atau melalui organisasi
atau lembaga. Kegiatan ini mencakup penggalangan, pengelolaan, dan
pendayagunaan dana sosial dari masyarakat untuk kepentingan bersama.
19 Hamid Abidin dan Kurniawati, Galang Dana Ala Media, Jakarta: Piramedia, 2004, hlm.17. 20 Robert L. Payton dan Michael P. Moody. Op. Cit., hlm.10.
25
Pada tahun 2001 dalam sebuah lokakarya nasional di Jakarta mencoba
memberikan batasan konsep kedermawanan yaitu sebagai “perpindahan sumber daya
secara sukarela untuk tujuan sedekah, sosial, dan kemasyarakatan, terdiri atas dua
bentuk utama yaitu pendayagunaan hibah sosial dan pembangunan”.21 Hibah sosial
bersifat lebih umum sifatnya daripada hibah pembangunan yang lebih khusus dalam
kegiatannya. Perbedaan yang cukup jelas terlihat pada dua bentuk tersebut, dimana
hibah sosial lebih dalam hubungan pemberi dan penerima, sedangkan hibah
pembangunan dalam hubungan untuk kepentingan bersama.
Filantropi bukan merupakan hal yang baru dalam masyarakat Indonesia.
Sebelumnya masyarakat Indonesia telah mengenal dan mempraktekkan sehari-hari
kegiatan filantropi tersebut sebagai tradisi selama berabad-abad. Filantropi sebagai
suatu pola yang secara kultural dapat ditemukan serupa pada masyarakat di wilayah
Asia pada umumnya.22 Diskursus mengenai filantropi di Indonesia pertama-tama
bersumber dari agama karena kegiatan berderma pada dasarnya merupakan kebiasaan
masyarakat Indonesia. Kegiatan keagamaan tersebut terkait dengan dakwah maupun
misionaris yang memberikan pelayanan sosial untuk pendidikan, kesehatan dan
kesejahteraan sosial. Kegiatan berderma tersebut dapat berupa materi yaitu dengan
amal harta dan benda maupun berupa sumbangan tenaga sukarela pada kegiatan
sosial.
21 Hamid Abidin dan Kurniawati, Loc.Cit. 22 Ibid., hal. 18.
26
Kegiatan berderma di Indonesia ditandai dengan motivasi mengikuti ajaran
agama yang kuat. Dengan mayoritas penduduk beragama Islam, penggalangan
sumber daya sosial yang dominan juga terjadi pada kerangka pembayaran zakat, infaq
dan sedekah (ZIS). Agama Islam tidak hanya mewajibkan penganutnya membayar
zakat yaitu sedekah wajib atas harta yang dikumpulkan dalam jumlah tertentu, tetapi
juga sangat menganjurkan pengikutnya memberikan sedekah.23 Di agama-agama lain
seperti, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, serta dalam ajaran Konfusian, konsep
sedekah tersebut juga berlaku. Di dalam ajaran Hindu, konsep seperti zakat dalam
Islam dinamakan datrta datrtva dan orang yang berhak menerimanya disebut
danapatra. Di agama Katolik terdapat dana puasa advent dan kolekte yang digalang
oleh Lembaga Daya Dharma Jakarta yang berada dibawah keuskupan.24
Berdasarkan hal tersebut, agama berperan langsung maupun tidak langsung
dimana ajaran agama ini mendorong orang untuk menyumbang. Beberapa organisasi
sosial selama masa pergerakan sebelum Indonesia merdeka juga banyak yang
didirikan atas sumbangan sosial anggota masyarakat karena dilandasi semangat
keagamaan. Selain motivasi ajaran agama, kegiatan berderma juga didorong oleh
tradisi atau kebiasaan masyarakat.25
23 Ibid., hal. 19. 24 Ibid., hal. 20. 25 Ibid., hal. 21.
27
Tradisi lokal yang berkaitan dengan kegiatan sumbang menyumbang juga
hampir ada di setiap daerah atau di setiap suku bangsa di Indonesia. Masyarakat
Jawa, mempraktikkan tradisi jimpitan, yakni kebiasaan menyisihkan beras yang akan
dimasak dan disumbangkan kepada lembaga sosial atau masyarakat yang
membutuhkan. Tradisi tersebut juga dipraktikkan di dalam masyarakat Sunda dengan
nama parelek. Kemudian, masyarakat Toraja mempraktikkan tradisi bua bungaran,
yakni mendermakan hasil panen tanaman atau ternak pertama pada desa atau lembaga
sosial. Dorongan agama yang cukup kuat dan tradisi derma mengakar membuat
tingkat kedermawanan (rate of giving) masyarakat Indonesia sangat tinggi, bahkan
tertinggi di antara beberapa negara Asia.26
Jenis filantropi berdasarkan sifatnya terbagi menjadi dua bentuk filantropi
yaitu filantropi tradisional dan filantropi untuk keadilan sosial. Filantropi tradisional
adalah filantropi yang berbasis karitas, yaitu umumnya berbentuk pemberian untuk
kepentingan pelayanan sosial, pemberian secara individu dari para dermawan untuk
kaum yang membutuhkan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari.27 Sedangkan
filantropi untuk keadilan sosial adalah bentuk kedermawanan sosial yang bertujuan
untuk menjembatani jurang antar si kaya dengan si miskin.28. Filantropi keadilan
sosial berusaha mengikutsertakan sumberdaya dalam mengentaskan ketidakadilan
26 Hamid Abidin dan Kurniawati, Loc.Cit. 27 Chaider S. Bamualim dan Irfan Abubakar, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Jakarta: CSRC
UIN Syarif Hidayatullah, 2006, hlm. 4. 28 Ibid.
28
struktur yang menjadi penyebab kemiskinan dan permasalahan lain. Perbandingan
antara filantropi tradisional dan filantropi keadilan sosial digambarkan dalam tabel
dibawah ini:
Tabel I.2 Perbandingan Filantropi Tradisional dan Keadilan Sosial
Aspek
Pembanding
Filantropi Tradisional Filantropi Keadilan Sosial
Motif Individual Publik, Kolektif
Orientasi Kebutuhan mendesak Kebutuhan jangka panjang
Bentuk Pelayanan sosial langsung Mendukung perubahan sosial
Sifat Tindakan yang berulang-ulang Kegiatan menyelesaikan ketidakadilan
struktur
Dampak Mengatasi gejala ketidakadilan sosial Mengobati akar penyebab ketidakadilan
sosial
Contoh Menyediakan tempat tinggal bagi
tuna wisma
Advokasi perundang-undangan
perubahan kebijakan publik
(Sumber: Chaider S. Bamualim dan Irfan Abubakar, 2005)
Ditinjau dari sisi tata kelola, filantropi dibagi menjadi dua bentuk pertama
citizen filantropi (filantropi warga) dan organized filantropi (filantropi terorganisir).
Citizen filantropi adalah aktifitas memberi yang umumnya dilakukan oleh individu
perorangan atau sekelompok orang atau warga masyarakat. Organized filantropi
adalah bentuk filantropi yang terorganisir dan terlembagakan.29 Dalam filantropi ini
memiliki struktur organisasi, visi dan program kerja untuk mengatur bagaimana dana
filantropi didistribusikan kepada penerima.
29 Imron Hadi Tamim, Filantropi dan Pembangunan. Jurnal Community Development, Vol.1 No. 1,
2016, hlm.125.
29
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa filantropi
adalah tindakan sukarela untuk kepentingan publik (public goods). Filantropi
dilakukan dengan memberikan waktu, uang maupun pengetahuan untuk kebaikan
bersama. Filantropi sebagai bentuk kedermawanan sosial dan juga ekonomi bersifat
individual maupun kolektif. Filantropi dapat terlaksana oleh aktor pegiat dalam
organisasi masyarakat baik yang berbasis komunitas, agama, maupun organisasi
profit dan non profit.
Dimensi Filantropi
Robert L. Payton dan Michael P. Moody dalam buku Understanding Philanthropy:
Its meaning and mission30 menjabarkan filantropi dalam tiga dimensi, yaitu:
1. Pemberian sukarela (Voluntary giving). Memberi dengan sukarela yaitu
berkaitan dengan uang atau barang yang dimiliki. Sebagian orang lebih
memilih untuk memberikan uang daripada waktu dan keahlian untuk
menjalankan filantropi. Pemberian barang adalah hal umum yang dilakukan
dalam praktik filantropi. Pemberian uang juga merupakan bentuk filantropi
umum yang dilakukan oleh orang-orang. Namun, beberapa orang memberikan
uang dan juga pelayanan.
30 Robert L. Payton dan Michael P. Moody. Op. cit, hlm. 42-45.
30
2. Pelayanan sukarela (Voluntary Service). Layanan sukarela mencakup berbagai
jenis kegiatan, layanan sukarela hanya bergantung pada sumber daya manusia
dalam memberikan waktunya untuk orang lain. Bentuk pelayanan sosial dapat
dikategorisasikan menjadi dua bentuk pokok, yaitu pelayanan sebagai
individu untuk orang lain dan pelayanan untuk komunitas atau masyarakat.
Pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan dengan fokus dalam
mengurangi penderitaan dan kesengsaraan, selain itu juga bisa mengenai
peningkatan kualitas hidup.
3. Asosiasi sukarela (Voluntary Association). Tindakan sukarela dalam bentuk
yang terorganisir adalah asosiasi sukarela untuk menggambarkan berbagai
kelompok dengan tujuan filantropis, baik dari asosiasi akar rumput kecil
sampai lembaga nirlaba yang besar dan birokratis. Kegiatan filantropi dapat
tidak terjadi tanpa adanya organisasi. Filantropi yang terorganisir dalam
asosiasi sukarela memberikan pengaruh pada upaya individu yang tidak
memiliki kekuatan dalam beberapa keadaan untuk meringankan beban
penderitaan atau mempengaruhi perbaikan yang tampaknya perlu atau
diinginkan. Organisasi filantropi merupakan salah satu dari banyak bentuk
suatu organisasi. Organisasi memerlukan sumber daya, memiliki misi, tujuan
dan sasaran. Organisasi harus dikelola dan memiliki ukuran keberhasilan dan
kegagalan. Asosiasi sukarela yang sukses adalah yang mampu menggalang
dana.
31
I.6.2 Kedermawanan Masyarakat Minangkabau
Pada masyarakat Minangkabau prinsip-prinsip kedermawanan sosial memiliki
landasan filosofis dan normatif dalam adat dan tradisi Minangkabau dan berakar kuat
pada agama Islam sebagai agama anutan orang Minangkabau.31 Dari adanya filosofis
dan normatif tersebut yang membentuk norma-norma kesetiaan dan kepercayaan pada
masyarakat Minangkabau, sehingga individu-individu mengakui keterikatannya
dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. Gagasan mengenai hal
tersebut kemudian diimplementasikan oleh masyarakat Minangkabau dengan
membentuk organisasi atau perkumpulan-perkumpulan sosial yang bersifat lokal
seperti perkumpulan kesukuan, perkumpulan berdasarkan daerah asal, hingga
lembaga formal.
Dalam konteks sosial budaya kedermawanan sosial di Minangkabau, orang
Minangkabau menamakan tanah kelahirannya sebagai Alam Minangkabau. Alam
tidak hanya dimaknai sebagai ruang geografis tetapi juga sebagai ruang filosofis.
Dalam pandangan orang Minangkabau, manusia dipandang sebagai sebuah ciptaan
dengan potensi budi daya yang sempurna yang memungkinkan manusia hidup selaras
31 Yulkardi, dkk.. Filantropi untuk Keadilan Sosial sebuah studi pendahuluan tentang Potensi dan Pola
Derma pada Masyarakat Minangkabau dan Kemungkinan pengembangannya untuk Keadilan Sosial.
Jurnal Antropologi, Vol. 1 No. 14, 2014, hlm. 34.
32
dengan berbagai unsur lain dalam kosmos kehidupan dimana manusia dipandang
memiliki status yang sama.32
Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau erat kaitannya dengan pepatah-
petitih yaitu sebagai pedoman hidup yang berasal dari nenek moyang. Pepatah
Minangkabau yang berbunyi “...gadang dek di ambak, tinggi dek dianjuang...”
menggambarkan bahwa masyarakat Minangkabau menganut sistem komunal yang
berarti individu dan semua individu adalah anggota masyarakat etnis dan
komunitasnya. Pepatah tersebut berarti bahwa setiap individu akan menjadi besar dan
tinggi karena dibesarkan dan ditinggikan oleh masyarakat dan komunitasnya.33
Individu akan diperlakukan sama sehingga tidak ada penguasaan satu sama lain.
Masyarakat Minang mempunyai peluang untuk saling mengembangkan diri, memiliki
satu sama lain, dibantu oleh kerabat dan komunitasnya didorong untuk menjadi
orang.
Pepatah tersebut juga menjadi dasar agar orang Minangkabau membayar
semua hutang-hutang ekonomis-psikologis dan hutang sosial dengan bergantian
membantu anggota komunitasnya.34 Kedermawanan sosial masyarakat Minangkabau
merupakan suatu bagian dari pengimplementasian orang Minangkabau dalam beradat
dan beragama yang diwujudkan dalam budaya - religius untuk membantu orang lain.
32 Nurus Shalihin, Demokrasi di Nagarinya Para Tuan, Padang: Imam Bonjol Press, 2014, hlm. 20. 33 Ibid., hlm. 33. 34 Ibid., hlm. 34.
33
Orang Minangkabau yang telah terikat dengan hal tersebut menjadikan mereka
berpartisipasi dalam membentuk tindakan solidaritas dengan orang lain yang
berujung pada perbuatan membantu terhadap sesama.
Solidaritas sosial ini sebagian besar merupakan ekspresi langsung dari ajaran
agama Islam sebagai agama yang diyakini oleh orang Minangkabau.35 Orang
Minangkabau melakukan pembayaran zakat fitrah yang merupakan kedermawanan
sosial dilihat dari segi agama. Kedermawanan sosial lain orang Minangkabau terlihat
juga dalam pelaksanaan tradisi atau budaya melalui siklus hidup masyarakatnya yang
berbunyi dalam pepatah “...barek samo dipikua, ringan samo di jinjiang...” yang
berarti berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Secara sosiologis, mekanisme berderma dalam konteks adat ataupun agama
memainkan peran yang penting dalam merekat integrasi dalam struktur masyarakat
dan memungkinkan keberadaan masyarakat bertahan lama. Prinsip ini bekerja
melalui mekanisme perangkat filosofis dan normatif yang membentuk kesetiaan
sosial dan kepercayaan sehingga individu mengakui keterkaitannya dengan orang
lain36 Namun, kenyataannya dalam masyarakat Minangkabau hubungan antara
pemberi bantuan derma dan penerima bantuan masih bersifat tradisional. Hal tersebut
dikarenakan, karena pemberi derma berorientasi hanya menunaikan kewajiban
35 Ibid., hlm. 35. 36 Ibid., hlm. 35.
34
normatif agama maupun tradisi. Perilaku kedermawanan jenis ini belum mampu
memberi dampak jangka panjang pada penerima bantuan.
I.6.3 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan merupakan kata yang berasal dari Bahasa Inggris yakni
“empowerment” yang bermakna pemberian kekuasaan sehingga kata daya tidak
hanya berarti mampu namun juga mempunyai kuasa. Menurut Wrihatnolo dan
Dwidjowijoto, bahwa konsep pemberdayaan mencakup pengertian community
development (pembangunan masyarakat) dan community based development
(pembangunan yang bertumpu pada masyarakat) dan pada tahap selanjutnya ada
istilah community driven development (pembangunan yang diarahkan atau digerakkan
oleh masyarakat).37
Soetomo menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah
pendekatan yang memberikan kesempatan, wewenang yang lebih besar kepada
masyarakat terutama masyarakat lokal untuk mengelola proses pembangunannya.38
Kemudian, menurut Adi, pemberdayaan dapat dilihat dari sisi keberadaannya sebagai
suatu program ataupun sebagai suatu proses. Pemberdayaan sebagai suatu program
dimana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan guna mencapai suatu tujuan yang
biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sedangkan pemberdayaan sebagai
37 Randy R.Wrihatnolo & Riant Nugroho D, Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan
Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007, hlm. 74. 38 Soetomo, Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, hlm. 22.
35
proses adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan (on going) sepanjang
komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan, dan tidak hanya
terpaku pada suatu program saja.39
Tujuan pemberdayaan masyarakat tersebut adalah untuk membentuk individu
dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi
dimana masyarakat memiliki kemampuan untuk memikirkan, memutuskan maupun
dalam cara bertindak yang dipandang tepat untuk mencapai pemecahan masalah-
masalah yang dihadapi dengan menggunakan daya dan kemampuan. Target tujuan
pemberdayaan pun dapat berbeda-beda sesuai dengan bidang pembangunan yang
akan dijalankan.
Dalam tujuan pemberdayaan di bidang ekonomi berupaya agar kelompok
sasaran dalam pembangunan dapat mengelola usahanya dengan baik dan pemasaran
yang relatif stabil. Pada bidang pendidikan adalah agar kelompok sasaran dapat
menggali berbagai potensi yang ada dalam dirinya dan memanfaatkan potensi yang
dimiliki untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi. Sedangkan tujuan
pemberdayaan pada bidang sosial adalah agar kelompok sasaran dapat menjalankan
fungsi sosialnya kembali sesuai dengan peran dan tugas sosialnya.40
39 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Jakarta:
Lembaga Penerbit FE-UI, 2002, hlm. 83. 40 Isbandi Rukminto Adi, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya
Pemberdayaan Masyarakat, Depok: Rajawali Pers, 2008, hlm.79.
36
Dalam strategi pemberdayaan diperlukan inisiator-inisiator untuk mengatasi
permasalahan sosial dalam masyarakat. Beberapa inisiator atau penginisiasi dari
pemberdayaan tersebut antara lain:
1. Pemerintah. Pemerintah mempunyai peran penting dalam melakukan
pemberdayaan masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat.
2. Swasta. Lembaga swasta berperan dalam pemberdayaan masyarakat dalam
menjadi penggerak aktivitas pemberdayaan melalui program CSR (Coporate
Social Responsibility)
3. Masyarakat. Masyarakat dapat menjadi pemangku kepentingan dalam
pemberdayaan terlepas dari bantuan pemerintah maupun swasta.
Dari beberapa pengertian mengenai pemberdayaan diatas dapat disimpulkan
bahwa pemberdayaan merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan dalam
rangka mengembangkan kemampuan dan kemandirian individu atau masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya.
37
Strategi Pemberdayaan Masyarakat
David Korten dalam Priyatna41 mengemukakan bahwa dalam strategi program
pengembangan masyarakat tercermin dalam empat generasi yang berorientasi pada
pembangunan, yaitu:
a) Generasi pada relief dan welfare, generasi yang sesegera mungkin dapat
memenuhi kebutuhan tertentu yang dialami individu maupun keluarga
(kebutuhan makanan, pendidikan dan kesehatan).
b) Generasi pada small scale reliant local development atau disebut dengan
comunnity development. Dalam hal ini, penyelesaian persoalan pada
masyarakat bawah membutuhkan pendekatan bottom up tidak dapat
diselesaikan dengan hanya pendekatan top down.
c) Generasi dalam sustainable system development, yaitu generasi yang semua
sumber daya manusia dan potensi yang ada harus terlibat yakni
memperhatikan dampak pembangunan dan cenderung melihat jauh ke daerah
lain, baik tingkat regional, nasional dan internasional. Pada generasi ini
terdapat strategi yang dapat mempengaruhi perumusan kebijakan
pembangunan.
41 Priyatna. “Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Pengukuran Keberdayaan Komunitas
Lokal” artikel diakses melalui http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/
194505031971091-/PM.pdf pada 13 April 2018 pukul 21.20 WIB.
38
d) Generasi yang berperan sebagai fasilitator gerakan masyarakat (people
movement). Pada generasi ini membantu agar masyarakat mampu
mengorganisasikan diri, mengidentifikasi kebutuhan mereka, dan
memobilisasi sumber daya yang ada. Fasilitator gerakan masyarakat ini
menghendaki adanya perubahan dalam pelaksanaannya.
I.6.4 Hubungan Antar Konsep
Dari kerangka konsep tersebut, peneliti membuat skema sederhana mengenai
praktik filantropi untuk pemberdayaan kampung halaman dengan studi kasus
Koperasi Tunas Nagari sebagai salah organisasi berbasis etnis Minangkabau yang
memberikan perhatian terhadap pembangunan di kampung halaman. Sebagai
organisasi yang beranggotakan para perantau Minang, organisasi ini merupakan
wadah daripada para anggota yang melakukan praktik filantropi. Suatu organisasi
tertentu dapat dikatakan lembaga filantropi apabila terbentuk atas dasar peduli
terhadap sesama dan memiliki rasa kedermawanan dilakukan secara kolektif untuk
membantu pihak yang membutuhkan demi mencapai kepentingan bersama.
Untuk itu, praktik filantropi tersebut membuat perantau etnis Minangkabau
pada Koperasi Tunas Nagari melakukan pendekatan yang berdasar pada
pemberdayaan. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti membuat skema hubungan antar
konsep yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang penelitian ini.
39
Skema I.1 Hubungan Antar Konsep
(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2018)
I.7 Metodologi Penelitian
I.7.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif adalah sebuah penelitian yang mencoba memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, mulai dari perilaku, persepsi,
tindakan, dan lain-lain secara menyeluruh dan dengan cara mendeskripsikan
dengan kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khususnya yang ilmiah serta
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah yang ada.42 Dalam penelitian
kualitatif, data yang diperoleh dapat dikembangkan melalui teori, dari adanya
42 John W. Creswell, Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih di antara Lima Pendekatan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, hlm. 59.
Filantropi
Perantau Etnis Minang
Budaya Minangkabau
Pemberdayaan Masyarakat
Organisasi Perantau
Aktor penggerak
40
data dan teori tersebut dapat bersifat fleksibel apabila dalam penelitian
menemukan hasil yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik filantropi khususnya
yang dilakukan oleh Koperasi Tunas Nagari untuk pemberdayaan kampung
halaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus. Peneliti menggunakan metode studi kasus pada Koperasi Tunas
Nagari untuk mendeskripsikan lebih rinci mengenai praktik filantropi
Koperasi Tunas Nagari. Penelitian ini akan membahas hal tersebut dengan
menggunakan konsep dan teori yang relevan dengan penelitian.
I.7.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan kunci yang
sangat penting. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
koperasi perantau yaitu Koperasi Tunas Nagari, oleh karena itu subjek
penelitian yang akan menjadi pembahasan kajian ini adalah Koperasi Tunas
Nagari yang berada di Tangerang. Alasan pemilihan subjek penelitian ini
karena koperasi ini selain melakukan kegiatan ekonomi untuk
menyejahterahkan anggotanya dalam kegiatan simpan pinjam, koperasi juga
melakukan penggalangan dana filantropi untuk pembangunan desa yang ada
di kampung halaman, Sumatera Barat.
41
Informan kunci pada penelitian ini adalah pengurus dan anggota-
anggota dari Koperasi Tunas Nagari serta informan pendukung yang lain
adalah keluarga dari anggota Koperasi Tunas Nagari. Berikut adalah tabel
gambaran informan yang disusun untuk melihat informasi yang akan di
deskripsikan dalam penelitian ini:
Tabel I.3 Karakteristik Informan
No NAMA POSISI PERAN DALAM PENELITIAN
1 Uda UW Penasehat Koperasi
Memberikan informasi mengenai proses/
bentuk, pendukung dan penghambat filantropi
di Koperasi Tunas Nagari
2 Om EM Ketua Koperasi
3 Uda IJ
Anggota Koperasi
4 Uda AF
Anggota Koperasi
5 Om IN Anggota Koperasi
6 Istri Uda IJ Keluarga Anggota Koperasi
Memberikan informasi tambahan mengenai kedermawanan sosial/ filantropi Koperasi
Tunas Nagari
(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2018)
I.7.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini mengambil tempat di Koperasi Tunas Nagari
yang bertempat di Cikokol, Tangerang. Adapun alasan penelitian dilakukan di
tempat tersebut karena lokasi tersebut merupakan kantor atau tempat koperasi
berdiri. Alasan lain dari pemilihan lokasi tersebut karena menunjang peneliti
dalam pencarian data untuk skripsi ini. Pemilihan lokasi tersebut akan
membantu penelitian peneliti dalam menggali mengenai kedermawanan sosial
42
(filantropi) yang dilakukan perantau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari - Mei 2018.
I.7.4 Peran Peneliti
Peran penulis dalam penelitian secara kualitatif adalah untuk
mengumpulkan data-data yang telah ada di dalam instrumen untuk dapat
mengidentifikasi nilai-nilai personal dan asumsi-asumsi yang ditemui di
lapangan dan akan mempengaruhi hasil akhir dari penelitian.43 Penulis terjun
ke lapangan dan menjadi bagian dari penelitian sehingga penulis mengetahui
keadaan sebenarnya di lapangan. Pada saat penulis melakukan observasi
mengenai para perantau etnis Minang di Koperasi Tunas Nagari, penulis
membuat langkah kerja yaitu merencanakan penelitian kemudian menyusun
dan melakukan penelitian. Terakhir penulis akan mempresentasikan hasil
temuan penelitian penulis.
I.7.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
berbagai macam cara, yaitu dengan melakukan observasi lapangan dan
wawancara untuk mendapatkan data primer. Selain itu, pengumpulan data
43 John W. Creswell, Op.Cit., hlm.90.
43
juga dilakukan dengan studi pustaka atau kajian literatur yang dipergunakan
untuk mendapatkan data sekunder.
a. Observasi
Observasi merupakan pengumpulan data langsung di lapangan dimana
peneliti mengamati objek-objek serta segala sesuatu yang berhubungan
dengan suatu fenomena yang akan diteliti. Peneliti melakukan pengamatan
langsung dengan mengamati bagaimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh para anggota perantau etnis Minang di Koperasi Tunas Nagari.
b. Wawancara
Wawancara merupakan cara untuk mendapatkan informasi atau
keterangan dari para informan yang menunjang data penelitian. Teknik
wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara
mendalam (indepth interview). Wawancara tersebut dilakukan dengan tanya
jawab antara pewawancara dan informan, baik menggunakan pedoman
maupun tidak menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan
guna mengetahui informasi yang belum didapatkan saat observasi. Teknik
wawancara yang dilakukan adalah dengan melakukan tanya jawab langsung
kepada informan yaitu pengurus maupun anggota Koperasi Tunas Nagari.
Wawancara ini dilakukan beberapa kali demi keperluan penulis dalam
menggali informasi. Penulis akan melakukan wawancara kepada enam
informan yang sudah penulis tentukan sebelumnya.
44
c. Studi pustaka/ kajian literatur dan dokumentasi
Studi kepustakaan tersebut dilakukan dengan mengumpulkan berbagai
macam data yang relevan dengan penelitian penulis baik itu berupa buku,
jurnal, tesis, disertasi maupun data yang berasal dari internet. Studi
kepustakaan dilakukan guna mengkonseptualisasikan filantropi ini dengan
strategi pengembangan masyarakat. Dokumentasi saat penelitian juga
dilakukan untuk menunjang penulis saat terjun langsung ke tempat penelitian
yang dapat menggambarkan langkah-langkah dalam melakukan penelitian.
I.7.6 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif dengan studi
kepustakaan. Berbagai macam data yang telah diperoleh baik dari observasi,
wawancara mendalam, dan data-data sekunder tersebut yang kemudian akan
dianalisis oleh penulis pada suatu kerangka pemikiran atau hasil olah data
oleh penulis. Data-data penelitian berupa hasil observasi dan wawancara
mendalam merupakan data utama yang akan diabstraksikan dengan data
sekunder yang didapat dari studi kepustakaan. Dalam tahap analisis, data yang
diperoleh oleh penulis akan diolah dan dikaitkan dengan konsep atau teori
yang berhubungan dengan penelitian.
45
I.7.7 Triangulasi Data
Triangulasi data merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan
oleh peneliti saat mengumpulkan dan menganalisis data. Konsep triangulasi
didasarkan pada asumsi bahwa setiap prasangka yang ada dalam sumber data,
peneliti, dan metode akan dinetralisir ketika digunakan bersama sumber data,
peneliti dan metode yang lain.44 Dalam penelitian ini menggunakan
triangulasi data yang digunakan untuk pengecekan data tentang keabsahannya,
membandingkan hasil wawancara informan yang satu dengan informan
lainnya untuk bahan pertimbangan.
Penulis melakukan wawancara kembali kepada informan pendukung
untuk mengkroscek kebenaran hasil wawancara dari informan utama. Penulis
juga akan menguji dan memperdalam kembali informasi yang didapatkan oleh
penulis melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu anggota
Koperasi Tunas Nagari. Triangulasi dilakukan kepada panitia pembangunan
desa yaitu Pak AS. Pak AS dipilih sebagai informan pendukung karena Ia
terlibat dalam pengelolaan sumbangan oleh koperasi di Nagari. Setelah itu
penulis kembali melakukan pengecekan terhadap data-data yang telah
diperoleh dari penelitian tersebut apakah valid atau tidak.
44 Ibid., hlm.162.
46
I.8 Sistematika Penulisan
Sebuah penelitian harus memiliki sistematika penelitian. Penelitian ini terdiri
atas tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Ketiga bagian ini disajikan
dalam lima bab dan beberapa sub bab. Dalam penelitian yang dibuat ini, isi bab I
akan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian sehingga dapat terlihat
permasalahan penelitian yang muncul yang terdiri dari dua pertanyaan penelitian
yang bertujuan agar peneliti fokus terhadap suatu fenomena yang dikaji. Selanjutnya
terdapat juga tujuan penelitian, tinjauan studi sejenis, kerangka konsep, metode
penelitian dan sistematika penulisan. Semua itu bertujuan untuk mengetahui kerangka
dasar dalam penelitian ini dibuat dan hal ini diharapkan dapat memberikan penjelasan
mengenai praktik filantropi untuk pemberdayaan kampung halaman secara akurat.
Bab II berisikan deskripsi mengenai wilayah yang dijadikan lokasi penelitian
yaitu Koperasi Tunas Nagari, juga akan dijelaskan mengenai latar belakang
terbentuknya Koperasi Tunas Nagari, struktur kepengurusan, serta kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh Koperasi Tunas Nagari dalam melakukan praktik filantropi.
Bab III berisikan tentang deskripsi mengenai praktik filantropi oleh Koperasi
Tunas Nagari. Sub bab pertama membahas mengenai latarbelakang para anggota
melakukan filantropi sosial pada Koperasi Tunas Nagari, sub bab kedua menjelaskan
bentuk-bentuk filantropi perantau pada Koperasi Tunas Nagari, sub bab ketiga
membahas proses kedermawanan sosial oleh koperasi, sub bab keempat akan
47
dijelaskan mengenai faktor pendukung dan penghambat Koperasi Tunas Nagari
dalam melakukan praktik filantropi.
Bab IV membahas mengenai analisis praktik filantropi koperasi perantau etnis
Minang untuk pemberdayaan kampung halaman. Pada bagian ini menjelaskan
Koperasi Tunas Nagari sebagai agen filantropi sosial, filantropi Koperasi Tunas
Nagari sebagai Implementasi Nilai-nilai baik nilai tradisi Minangkabau dan nilai
kebaikan (altruism) pengurus maupun anggota koperasi, dan bagian terakhir
membahas refleksi sosiologis atas kegiatan filantropi berbasis koperasi kedaerahan.
Bagian akhir yaitu bab V yang merupakan bagian penutup. Bab ini berisikan
tentang kesempatan bagi peneliti menyimpulkan laporan penelitian secara
menyeluruh. Kesimpulan ini merupakan jawaban eksplisit dari pertanyaan penelitian.
Kemudian peneliti memberikan rekomendasi agar dapat mempertimbangkan sebagai
masukan kedepan.