12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang telah melakukan kerja, baik bekerja untuk diri sendiri maupun bekerja dalam hubungan kerja atau di bawah perintah pemberi kerja (bisa perseorang, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya) dan atas jasanya dalam bekerja yang bersangkutan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain tenaga kerja disebut pekerja/buruh bila ia melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja dan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja/buruh juga adalah manusia yang juga mempunyai kebutuhan sosial, sehingga perlu sandang, kesehatan, perumahan, ketentraman, dan sebagainya untuk masa depan dan keluarganya. Mengingat pekerja/buruh sebagai pihak yang lemah dari pengusaha yang kedudukannya lebih kuat, maka perlu mendapatkan perlindungan atas hak-haknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan, bahwa “tiap-tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan“. Pemasalahan perlindungan tenaga kerja perempuan adalah salah satu masalah yang sering di hadapi jika kita berbicara tentang masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari banyak perempuan yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang terjadi pada hiburan malam di kafe-kafe sari rejo. Perempuan yang bekerja di kafe-kafe sari rejo justru bekerja di malam hari. Perhatian yang benar bagi pemerintah dan masyarakat terhadap pekerja/buruh perempuan terlihat pada beberapa peraturan-peraturan yang memberikan kelonggaran-kelonggaran maupun larangan-larangan

BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

  • Upload
    hadat

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pekerja/buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang telah

melakukan kerja, baik bekerja untuk diri sendiri maupun bekerja dalam hubungan kerja atau

di bawah perintah pemberi kerja (bisa perseorang, pengusaha, badan hukum atau badan

lainnya) dan atas jasanya dalam bekerja yang bersangkutan menerima upah atau imbalan

dalam bentuk lain. Dengan kata lain tenaga kerja disebut pekerja/buruh bila ia melakukan

pekerjaan dalam hubungan kerja dan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja/buruh juga adalah manusia yang juga mempunyai

kebutuhan sosial, sehingga perlu sandang, kesehatan, perumahan, ketentraman, dan

sebagainya untuk masa depan dan keluarganya. Mengingat pekerja/buruh sebagai pihak yang

lemah dari pengusaha yang kedudukannya lebih kuat, maka perlu mendapatkan perlindungan

atas hak-haknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan,

bahwa “tiap-tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan yang layak bagi

kemanusiaan“.

Pemasalahan perlindungan tenaga kerja perempuan adalah salah satu masalah yang

sering di hadapi jika kita berbicara tentang masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam

kehidupan sehari-hari banyak perempuan yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Seperti yang terjadi pada hiburan malam di kafe-kafe sari rejo. Perempuan yang

bekerja di kafe-kafe sari rejo justru bekerja di malam hari. Perhatian yang benar bagi

pemerintah dan masyarakat terhadap pekerja/buruh perempuan terlihat pada beberapa

peraturan-peraturan yang memberikan kelonggaran-kelonggaran maupun larangan-larangan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

yang menyangkut seseorang perempuan secara umum seperti cuti hamil, kerja pada malam

hari dan sebagainya.

Pekerja perempuan malam atau biasa disebut Pemandu Karaoke (PK) adalah orang

yang bekerja di kafe dengan menawarkan jasa yaitu pemandu karaoke atau menemani

karaoke tamu yang datang ke kafe. Pada umumnya mendapatkan bayaran berdasarkan jumlah

jam yang dia dapatkan dari menemani tamu yang datang karaoke. Pengelola kafe atau

pemilik kafe adalah seorang pengusaha yang mempunyai tempat usaha karaoke. Sedangkan

kafe adalah tempat dimana Pekerja perempuan malam atau biasa disebut Pemandu Karaoke

(PK) bekerja. PK bisa dikatakan sebagai pekerja karena mendapat upah dari pengelola kafe

atau pemilik kafe, walaupun di bayar berdasarkan jumlah jam yang PK dapatkan dari

menemani tamu yang datang untuk karaoke.

Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja

tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu

pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003, meliputi:

a. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha.

b. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat.

d. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja.

Menurut Zaeni Asyhadie bahwa jenis perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga)

macam, yaitu1:

1 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 78

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan

yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja diluar kehendaknya.

2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan

kerja, kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.

3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan

keselamatan kerja.

Hubungan antara pekerja/buruh dan perusahaan merupakan hubungan timbal-balik maka

ketika salah satu pihak mengerjakan kewajiban mereka maka hak pihak lainnya akan

terpenuhi, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu jika kewajiban-kewajiban itu dilaksanakan

maka hak masing- masing akan terpenuhi.

Secara yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan

yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan

jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan

tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang

cacat. Sedangkan Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan

kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit,

dan aliran politik2.

Perlindungan upah merupakan aspek perlindungan yang paling penting bagi tenaga kerja.

Bentuk perlindungan pengupahan merupakan tujuan dari pekerja/buruh dalam melakukan

pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupannya

bersama dengan keluarganya, yaitu penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selama

pekerja/buruh melakukan pekerjaannya, ia berhak atas pengupahan yang menjamin

2 Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal 60.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

kehidupannya bersama dengan keluarganya. Selama itu memang majikan wajib membayar

upah itu.3

Pekerja perempuan di kafe sari rejo dalam hal perlindungan upah ini sangat lemah.

Seorang Pemandu Karaoke akan mendapat upah kalau mereka dipakai pelanggan untuk

menemani karaoke dengan hitungan jam. Kalau Pemandu Kraoke ini tidak menemani tamu

atau istilah lainnya tidak dipakai untuk menemani tamu, maka Pemandu Karaoke ini tidak

mendapat upah apapun dari pemberi kerja, dalam hal ini pengelola kafe.

Berkaitan dengan perempuan yang bekerja ini Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan

yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” Ketentuan Pasal 5 ini membuka

peluang kepada perempuan untuk memasuki semua sektor pekerjaan, dengan catatan bahwa

perempuan itu mau dan mampu melakukan pekerjaan tersebut. Selanjutnya di dalam Pasal 6

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 ditentukan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak

memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” Ketentuan Pasal 6

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 ini semakin memperjelas ketentuan Pasal 5 Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan

dalam dunia kerja. Adapun dasar hukum dari pembuatan perjanjian kerja adalah Undang-

undang Ketenagakerjaan. Undang-undang Ketenagakerjaan yang terdahulu adalah Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1948 jo. UU No.1 Tahun 1951. Dalam kedua undang-undnag ini

disebutkan bahwa buruh wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua

waktu haid, karena umumnya pada hari aid pertama dan kedua kondisi pisik wanita sedikit

terganggu. Buruh wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia

menurut perhitungan akan melahirkan dan satu setengah bulan setelah melahirkan anak atau

gugur kandungan, perlindungan ini sesuai dengan kodrat kewanitaannya. Di dalam Undang-

3 Iman Soepomo, 1987, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta. Hal 12.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

undang No. 13 Tahun 2003 ketentuan ini juga masih sama. Oleh sebab itu lembaga

pemerintah yang menangani masalah ketenagakerjaan mampu memberikan suatu kepastian

hukum kepada bukan hanya tenaga kerja perempuan tapi juga seluruh gender.

Pengupahan merupakan aspek penting dari perlindungan pekerja/buruh sebagaimana

ditegaskan pada Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahub 2003 bahwa setiap

pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan.

Dengan melihat ketentuan tentang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan (pasal 76

UUK) diketahui bahwa sifat perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan adalah

bersifat imperatif. Perlindungan pekerja dapat dilakukan `dengan jalan memberikan tuntunan,

maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik

dan teknis, serta sosial ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja.

Selain masalah pengupahan, ada hal yang penting tetapi tidak dilaksanakan oleh

pengelola café ataupun paguyupan, Yaitu berkaitan dengan kontrak. Pekerja malam atau

pemandu karaoke di sari rejo tidak ada yang di ikat dengan kontrak, ini menunjukkan bahwa

perlindungan terhadap pekerja malam atau pemandu karaoke sangatlah lemah.

Dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Pengelola hiburan malam

Sari Rejo mengatur perlindungan tenaga kerjanya dalam peraturan dengan berpedoman pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara mengkhusus dalam peraturan hiburan

malam Sari Rejo maupun dalam perjanjian kerja waktu tertentu tidak diatur mengenai

perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan yang bekerja pada malam hari. Akan tetapi

pengelola tetap diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan pasal 76 UUK.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

Pekerjaan yang layak yang sesuai bakat, kecakapan, dan kemampuan, dan tentunya

tidak merugikan pekerja/buruh, juga dilindungi oleh Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (UU

11/2005), yang mengatakan: “Hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan

menguntungkan.” Maka, ingatlah akan adagium, “Est autem jus a justitia, sicut a matre sua

ergo prius fuit justitia quam jus.”4 Sehingga, tindakan yang dilakukan oleh pengusaha pada

perusahaan tersebut di atas, adalah tindakan melanggar kesusilaan yang baik, serta kepatutan

yang terdapat dalam masyarakat.5

Benar menurut Jeferson Kameo,6 seorang individu benar memang secara substansiil

tampak seolah-olah memiliki pilihan untuk memilih. Tetapi, pilihan itu sebatas dalam

pengertian hanya akan memilih untuk tidak atau memilih untuk mengikuti begitu saja

ketentuan apapun yang akan diberikan oleh pihak lain dalam hubungan hukum itu.7 Pilihan

individu itu ada, tetapi sepanjang hanya untuk mengikuti persyaratan dan ketentuan yang

diberikan kepada mereka. Pilihan harus sejalan dengan pembatasan-pembatasan dan berbagai

pengecualian yang menjadi kepedulian pihak yang dominan saja.8 Semua hal itu dirumuskan

dalam dokumen, yaitu perjanjian yang berlaku bagi individu itu dengan pihak lain yang

dominan, yang melakukan hubungan hukum dengannya.9 Artinya, telah terjadi

ketidakseimbangan posisi tawar antara individu satu dengan individu lainnya dalam suatu

masyarakat yang berkebebasan berkontrak seturut dengan teoritisi klasikal di atas.10

4 Artinya: “Akan tetapi hukum berasal adari keadilan, seperti lahir dari kandungan ibunya; Oleh karena itu,

keadilan telah ada sebelum adanya hukum.” 5 Arrest Hoge Raad tanggal 31 Januari tahun 1919 dan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 31

Desember tahun 1951 Nomor 92/1950. Dan, Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6 UU HAM. 6 Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UKSW, Salatiga, hlm., 16.

7 Ibid.

8 Ibid.

9 Atiyah, The Rise Fall of Freedom of Contract, 1979. Saya kutip dari buku Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai

Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UKSW, Salatiga, hlm., 16. 10

Jeferson Kameo, Loc. Cit.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

Satu aspek penting dari perjanjian kerja, ialah tidak diwajibkan untuk dituangkan

dalam wujud tertulis.11

Ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa

perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis, maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan

Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, setidak-tidaknya harus mencakup:

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c. Jabatan/jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.12

Ketentuan pasal di atas, sebenarnya masih belum lengkap. Terdapat beberapa hal

penting yang belum dimasukkan. Yang pertama adalah soal tanda tangan para saksi. Lalu

yang kedua, soal kesepakatan mengenai jam kerja.

Pula, ketentuan tentang syarat-syarat di atas, tidak diperlengkapi secara memadai

dengan sanksi yang memaksakan pentaatan. Sekalipun begitu, ketentuan perundang-

undangan di atas setidak-tidaknya mengindikasikan apa yang diharapkan termuat dalam

perjanjian kerja yang dibuat tertulis.

Fakta bahwa tidak disyaratkan perjanjian kerja dibuat tertulis, dilandaskan pemikiran

praktikal. Karena dalam banyak kasus, para pihak tidak menuliskan kesepakatan yang dibuat

11

Agusmidah dkk., Bab-Bab tentang Hukum Perburuhan Indonesia, Edisi 1, Denpasar: Pustaka Larasan,

Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen, Editor: Guus Heerma van Voss dan

Surya Tjandra, 2012, hlm., 16. 12

Dengan penjelasan: “Pada prinsipnya, perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi

masyarakat yang beragam, dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.”

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

antara mereka. Jika perjanjian lisan demikian dinyatakan cacat hukum, maka artinya

pekerja/buruh tidak akan dapat mendapat perlindungan yang layak. Dalam penulisan ini,

penulis mempermasalahkan dengan kontrak yang dibuat dengan lisan saja, menurut penulis

hal yang demikian sangat sulit untuk mendapatkan hak-hak pekerja, karena buruh dalam hal

ini adalah pemandu karaoke sulit untuk menuntut hak-haknya sebagai pekerja. Misalkan

dalan hal upah maupun jam kerja.

Konsekuensi yuridis dari perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan secara lisan, kita

mengalami kesulitan untuk pembuktian bahwa kita melakukan kontrak untuk upah dan jam

kerja itu yang seperti apa. Kesepakan secara lisan yang dilakukan oleh pengelola café dengan

Pemandu Karaoke terkait dengan upah juga dilakukan secara lisan. Adapun umumnya

Pemandu Karaoke itu di bayar per jam. Upah per jam Pemandu Karaoke adalah Rp. 50.000,-

(lima puluh ribu), tetapi tamu yang datang membayar ke pengelola kafe sebesar Rp. 60.000,-

(enam puluh ribu), karena nilai Rp. 10.000,- (sepuluh ribu) digunakan untuk kesejahteraan

Pemandu Karaoke, misalnya untuk memberikan jatah makan pemandu Karaoke setiap

harinya. Namun, apalagi terjadi permasalahan atau konflik kerja hanya diselesaikan secara

kekeluargaan dan kesadaran masing- masing pihak. Perlindungan terhadap kesehatan dan

kecelakaan kerja juga sangat tergantung dengan pengelola kafe.13

Harusnya, pengelola kafe mengacu pada pengesahan International Labour

Organization (ILO) Convention No. 81.14

Pertimbangan yang diambil atas pengesahan

tersebut, bahwa konvensi ini merupakan salah satu upaya untuk menciptakan hubungan

industrial yang harmonis dan berkeadilan, serta untuk menjamin penegakan hukum dan

perlindungan tenaga kerja, serta dapat lebih menjamin pelaksanaan pengawasan

13 Hasil wawancara dengan ketua paguyuban café sarirejo, Slamet Subandrio dan ketua RW Sari Rejo, Slamet

Santoso alias Andi, pada jam 18.30, tanggal 30 November 2016. 14

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81, Concerning Labour

Inspection in Industryland Commerce.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

ketenagakerjaan di Indonesia, sesuai dengan standar internasional.15

Dan Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan (Perpres

21/2010), yang merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 178 UU Ketenagakerjaan.16

Namun hal tersebut juga akan sulit untuk dilakukan karena keterbatasan pengetahuan

pengelola kafe.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan

menuliskannya dalam skripsi ber judul : PERLINDUNGAN HUKUM

KETENAGAKERJAAN TERHADAP PEKERJA PEREMPUAN MALAM (Pemandu

Karaoke) DI HIBURAN MALAM SARI REJO.

B. Rumusan Masalah

Btitik tolak pada latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum ketenagakerjaan terhadap pekerja/buruh

perempuan (Pemandu Karaoke) di hiburan malam Sari Rejo?

2. Termasuk jenis apakah kesepakatan antara Pemandu Karaoke dengan pemilik

hiburan malam di Sari Rejo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari proposal ini ialah, untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap

pekerja/buruh perempuan (Pemandu Karaoke) di hiburan malam Sari Rejo dan untuk

15

Yaitu Disnakertrans sebagai (yang menjadi) institusi pertama dalam proses penyelesaian perselisihan

perburuhan pasca otonomi daerah (otda) melalui mekanisme mediasi dan penegakan hukum perburuhan, melalui

mekanisme pengawasan di daerah, yang bertugas menegakkan hukum, dan memberikan penyelesaian

perselisihan perburuhan yang adil bagi buruh. Baca di Ward Berenschot, dkk., 2011, Akses Terhadap Keadilan,

HuMA-Jakarta, Van Vollenhoven Institute, Leiden University, KITLV Jakarta, Epistema Institute, hlm., 102. 16

Susilo Andi Darma, Pengawasan Ketenagakerjaan; dan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota

Yogyakarta, 2011, Laporan Pengawasan Ketenagakerjaan Bulan Januari s/d Maret 2011, Disnakertrans,

Yogyakarta.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

mengetahui kesepakatan antara Pemandu Karaoke dengan pemilik hiburan malam di Sari

Rejo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dari segi teoritis, maupun

praktis.

a. Segi Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan ilmu hukum.

b. Segi Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif sebagai

bahan masukan kepada Pengelola Cafe, agar senantiasa mematuhi kaedah dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian kerja, agar tercipta kepastian hukum

dalam melindungi para pekerja/buruh, dan senantiasa menciptakan iklim kondusif dalam

hubungannya antara pengusaha dengan pekerja/buruh.

E. Metode Penelitian

a. Penelitian ini adalah penelitian hukum.17

Tipe penelitian hukum yang dilakukan

adalah yuridis normative18

dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisi

17

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm., 10-11.

Objek ilmu hukum adalah hukum. Hukum merupakan salah satu norma sosial, yang di dalamnya sarat akan

nilai. Oleh karena itulah, ilmu hukum tidak dapat digolongkan ke dalam ilmu sosial, karena ilmu sosial hanya

berkaitan dengan kebenaran empirik semata-mata. Studi-studi sosial tentang hukum, menempatkan hukum

sebagai instrumen yang digunakan masyarakat dalam mencapai suatu tujuan tertentu, dan hal tersebut dapat

diverifikasi dan diobservasi secara empirik. Pendekatan demikian telah mereduksi esensi hukum di dalam

masyarakat. Memang, hukum diadakan untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, tujuan tersebut tidak selalu

dapat diamati dan diukur. Tidak salah kalau dikatakan bahwa hukum diciptakan untuk menjaga ketertiban

sosial, menghindari kekacauan dalam hidup bermasyarakat, dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan

yang bertentangan di dalam masyarakat. Namun demikian, lebih dari itu, hukum juga diperlukan dalam

mempertahankan keadilan dan kelayakan. Lagipula, dalam mempertahankan ketertiban sosial dan

menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat, nilai-nilai perlu dijadikan acuan, dan

nilai-nilai baru harus diakomodasikan sedemikian rupa, sehingga tidak merusak nilai-nilai yang sudah ada. Hal-

hal yang berkaitan dengan nilai demikian, bukan urusan studi sosial. H. J. Van Eikema Hommes menyatakan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

terhadap peraturan perundang-undangan yang membuka peluang terjadinya praktik

tidak melindungi perkerja dalam hal ini pemandu karaoke.

b. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan tipe pendekatan perundang-undangan

(statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual.

c. Bahan hukum

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari atauran hukum :

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 102/MEN/VI/2004, Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan

Ketenagakerjaan, Undang-Undang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, , Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, , Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks,

jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus

hukum, ensiklopedia dan lain-lain.

F. Sistematika Penulisan

a. Bab Pendahuluan

Merupakan pendahuluan, yang berisikan hal-hal yang melatarbelakangi permasalahan,

hingga perumusan permasalahan secara tegas. Disamping itu, diuraikan juga mengenai tujuan

penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

bahwa, setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri (H. J. Van Eikema Hommes, De elementaire

begrippen der Rechtswetenschap, Kluwer, Deventer, 1972, hlm., 1). Apa yang dikemukakan oleh van Eikema

Hommes ini, mengindikasikan bahwa tidak dimungkinkannya penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu.

Ilmu hukum merupakan bagian ilmu sosial. Oleh karena itu, Metode Riset atau Metode Penelitian Sosial tidak

tepat untuk digunakan di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud, Op. Cit.). 18 Johny Ibrahim, teori dan metodologi penelitian hukum normative, Banyumedia Publishing, Surabaya, 2005,

hal 390.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14688/1/T1_312013703_BAB I.pdf · Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang- Undang

b. Bab Tinjauan Pustaka

Merupakan uraian mengenai soal hakekat kontrak kerja, yang akan diteliti lebih jauh

lagi soal bagaimana pengaturan tentang kontrak kerja di hukum positif Indonesia, dan

bagaimana manifestasi pengaturan upah dalam peraturan di perusahaan. Juga, akan diuraikan

pula mengenai apa itu hakekat hubungan kerja, yang di dalamnya terdapat pengertian

pekerja/buruh, hakekat pemberi kerja atau majikan, apa itu surat perjanjian kerja, serta jenis-

jenis pekerjaan yang diatur.

c. Bab hasil penelitian dan analisis

Dalam bab ini akan di uraikan tentang hasil penelitian dan sekaligus pembahasan

(analisis) yang mengacu pada rumusan masalah.

d. Bab Penutup

Dan bab akhir atau penutup, yang berisi kesimpulan hasil pembahasan pada bab

pembahasan di muka, serta saran Penulis.