Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu usaha setiap bangsa untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia sehingga membantu memperlancar pelaksanaan
pembangunan nasional Indonesia dan sebagai hak asasi yang harus dimiliki oleh
setiap orang.1 Berdasarkan pengertian yang lain, pendidikan adalah sebagai usaha
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan jasmani
maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pendidikan adalah suatu peristiwa penyampaian informasi yang
berlangsung dalam situasi komunikasi antar manusia untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Secara khusus pendidikan bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pengabdian mutu, keahlian dan keterampilan;
b. Menciptakan pola daya pikir yang sama;
c. Menciptakan dan mengembangkan metode specification yang
lebih baik;
d. Membina masyarakat daerah setempat.
1 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Tentang Dasar-Dasar Pendidikan
Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo, Januari 2012, hal 3.
2
Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan cipta, rasa, dan karsa yang ada
sehingga setiap manusia diharapkan mampu menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, maupun kehidupan global.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. MR. Kuntjoro Purbopranoto mengatakan:
“Pendidikan adalah proses atau usaha setiap bangsa yang tak
terputus-putus sifatnya di dalam segala tingkat kehidupan
manusia, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
kebudayaan yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan dan
kedewasaan pada manusia, agar dengan kesadaran dan tanggung
jawab dapat menghadapi berbagai persoalan hidup”.2
Hak atas pendidikan merupakan salah satu hak yang menjadi pilar yang
harus dipenuhi oleh sebuah negara untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang
seluas-luasnya. Pemenuhan hak atas pendidikan juga menjadi salah satu indikator
apakah suatu negara dikategorikan Negara maju, Negara berkembang atau bahkan
Negara miskin. Sekaya apapun sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara
tanpa didukung dari sumber daya manusianya yang berpendidikan tinggi, maka
negara tersebut tidak akan bisa mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam
tersebut dengan sebaik-baiknya. Disisi lain walaupun suatu negara tidak memiliki
sumber daya alam yang kaya, akan tetapi jika rakyatnya berpendidikan tinggi
maka negara tersebut akan maju dan bangkit.
Sebagai hak yang hakiki, pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu
pengetahuan dan tehnologi seni dan budaya, untuk meningkatkan kualitas
2 Kuntjoro Purbopranoto, 1976, Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal. 147
3
hidupnya”.3 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.4
Dijelaskan pula bahwa salah satu tujuan dari pembangunan nasional adalah untuk
mencerdaskan bangsa, agar dapat tercipta sumber daya manusia yang berkualitas,
bertanggung jawab, maju dan mandiri sesuai dengan tatanan kehidupan
masyarakat yang berdasar Pancasila. “Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”.5
Rumusan tujuan pendidikan disebuah negara selalu mengalami perubahan
dari waktu ke waktu, tergantung pada rezim yang berkuasa. Tujuan pendidikan
pada suatu masa akan menentukan ke arah mana anak didik dibawa ke masa
depan. Adapun tujuan lain dari pendidikan yang jelas pada gilirannya akan
mengarahkan ke pencapaian kompetensi yang dibutuhkan serta metode
pembelajaran yang efektif sehingga akhirnya pendidikan akan bermanfaat bagi
pengembangan kualitas kehidupan manusia, kemandirian dan kebudayaan.6
Meskipun rumusan fungsi dan tujuan pendidikan dari satu rezim ke rezim yang
lain selalu berbeda, akan tetapi substansinya tetap sama, yaitu bagaimana
pendidikan dapat mengembangkan kemampuan warga untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik, serta mendukung terciptanya kehidupan yang demokratis.
Pendidikan sebagai salah satu hak yang hakiki yang harus dimiliki oleh
setiap manusia, diatur dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum nasional,
maupun instrumen hukum Internasional. Pasal 26 ayat (1) DUHAM (Deklarasi
Umum HAM) sebagai salah satu instrumen hukum nasional mengatur bahwa
3 Pasal 26 huruf (B), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4 Pasal 28 ayat (2), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5 Pasal 31 ayat (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
6 Haryatmoko. 2008. Menuju Orientasi Pendidikan Humanis dan Kritis. Jakarta: Depkominfo.
4
“Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-
cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar.
Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara
umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat
dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan”.
Berdasarkan hal tersebut, pada hakikatnya instrumen Nasional maupun
Internasional menegaskan perlindungan hak setiap orang untuk mendapatkan
pendidikan yang layak. Namun, diantaranya ada yang mendapat perhatian
khusus, yaitu kelompok-kelompok rentan yang lazimnya tidak mampu
melindungi haknya sendiri. Seperti anak, kaum wanita, kaum pekerja, minoritas,
penyandang cacat, penduduk asli atau suku terasing/terbelakang (indigenous
people), tersangka, tahanan, budak, korban kejahatan, pengungsi, dan mereka
yang tidak berkewarganegaraan (stateless). Maka pembangunan pendidikan
nasional di masa mendatang tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek
intelektual atau kognisi saja, melainkan juga mampu menggugah kesadaran
manusia Indonesia untuk lebih menghargai kemanusiaan sebagai dasar kehidupan
sehari-hari. Dan upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui
pengembangan sistem pendidikan yang berbasis HAM, karena di dalamnya
masyarakat akan belajar bagaimana menghargai hak-hak yang paling hakiki dalam
diri setiap warga. Sebabnya, dalam pendidikan berbasis HAM terbangun watak
dan moralitas yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
5
1.1.2 Pengertian Anak Putus Sekolah
Seorang anak dapat dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat
menyelesaikan program suatu sekolah secara utuh yang berlaku sebagai suatu
sistem. Di indonesia sejak ditetapkan wajib belajar 9 tahun, maka anak yang lulus
SD dan tidak melanjutkan pada jenjang SLTP maka termasuk kategori anak putus
sekolah.7 Putus sekolah dapat didefinisikan sebagai proses berhentinya siswa
secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Artinya adalah
terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya kondisi ekonomi keluarga yang tidak
memadai.8 Sedangkan putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada
mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan,
sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya.9
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran
karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang
layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak–hak anak
untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Maka dengan kata lain bahwa peranan
orang tua sangat signifikan terhadap pendidikan anak. Pada masa-masa
perkembangan seorang anak menuju kedewasaannya bisa saja dipengaruhi oleh
faktor yang bersifat positif maupun negatif. Oleh karenanya tanggung jawab
orang tua untuk mengusahakan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal, sehingga kelak dikemudian hari akan menjadi individu orang dewasa
yang sehat, baik secara jasmani, rohani dan sosialnya, sehingga mereka bisa
menjadi generasi penerus bangsa.
7 Suyanto, Masalah, hal. 359
8 Musfiqon, Menangani yang Putus Sekolah (UMSIDA: Sidoarjo, 2007), hal. 19
9 H. Ary Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 71
6
Pendidikan dasar yang seharusnya diperoleh anak-anak yaitu program
pemerintah Wajib Belajar 12 tahun. Program Wajib Belajar 12 tahun ini
berjenjang mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat. Kewajiban Pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga saat ini masih sangat jauh dari
yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh
pendidikan. Selain itu, layanan Pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan
bermutu pun masih hanya di dalam angan.
Faktor yang menyebabkan anak-anak tidak dapat mengenyam pendidikan
antara lain kemiskinan, biaya pendidikan yang semakin mahal, kemalasan, dan
keadaan anak yang sudah merasa “nyaman” dengan pekerjaan mereka sehingga
mereka lebih mengutamakan bekerja dari pada belajar. Anak yang bekerja ini
biasanya untuk membantu perekonomian keluarga mereka, dengan keadaan
mereka yang sudah merasa “nyaman” karena mendapat penghasilan maka mereka
pun meninggalkan kewajibannya untuk belajar. Pekerjaan yang dilakukan anak-
anak usia sekolah untuk membantu keluarga mereka antara lain menjadi penjual
koran, pengamen jalanan bahkan menjadi buruh bangunan. Faktor lain yang
menyebabkan anak putus sekolah yaitu tidak lulus Ujian Akhir Nasional dan
paradigma masyarakat yang mengatakan bahwa pendidikan itu kurang penting.
Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi anak Indonesia harus mengalami
putus sekolah, faktor-faktor penyebab tersebut, mencakup:10
a. Faktor Internal:
10
Tono Agus. 2011. Faktor – Faktor Penyebab Remaja Putus Sekolah. Skripsi. Pekanbaru
7
1. Motivasi : Pengaruh motivasi rendah sangat tinggi di sebabkan
tidak terpenuhnya kebutuhan, perhatian dan fasilitas
pendidikan anak. Motivasi yang kurang diberikan oleh orang
tua menyebabkan anak-anak mereka putus sekolah. Kurangnya
perhatian orang tua mereka membuat mereka malas untuk
sekolah dan suka bolos, hura-hura dan keluyuran tidak tahu
kemana, yang tidak ada manfaatnya.
2. Keadaan Status Ekonomi Keluarga : Faktor yang datang dari
pendapatan tiap keluarga. Semakin rendah pendapat setiap
keluarga dimungkinkan akan berpengaruh pada pemenuhan
kebutuhan setiap harinya. Begitu pula yang terjadi pada
pemenuhan kebutuhan pada pendidikan siswa. Sebagian besar
siswa yang putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi, hal ini
diutarakan oleh Purwo Udiutomo (2013: 80). Dengan begitu
bukan suatu hal yang mengherankan jika terdapat siswa yang
putus sekolah karena tidak mampu melanjutkan sekolahnya
karena terbentur biaya yang akan berimbas pada angka
partsispasi siswa untuk melajutkan sekolah.
3. Perhatian Orang Tua : Kurangnya perhatian orang tua
cenderung akan menimbulkan berbagai masalah. Makin besar
anak perhatian orang tua makin diperlukan, dengan cara dan
variasi dan sesuai kemampuan. Kenakalan anak adalah salah
satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian orang tua.
8
4. Hubungan Orang Tua Kurang Harmonis : Hubungan keluarga
tidak harmonis dapat berupa perceraian orang tua, hubungan
antar keluarga tidak saling peduli, keadaan ini merupakan dasar
anak mengalami permasalahan uyang serius dan hambatan
dalam pendidikannya sehingga mengakibatkan anak
mengalami putus sekolah.
b. Faktor Eksternal:
1. Kondisi Sekolah : Kondisi sekolah yang dimaksudkan disini
adalah kondisi fisik yang ada di suatu sekolah. Rendahnya
partisipasi sekolah suatu wilayah juga sangat dipengaruhi oleh
terbatasnya ruang kelas dan gedung sekolah serta infrastruktur
lainnya.11
2. Lingkungan Pergaulan : Penyebab anak putus sekolah lebih
melingkupi dari lingkungan pergaulan anak dan masyarakat
dimana anak itu bertempat tinggal atau menetap dan
menyebabkan anak menjadi terpengaruh akan kebiasaan dan
kehidupan masyarakat pusaran sekitar.
3. Faktor lingkungan yang lebih kuat mempengaruhi mereka
untuk tidak sekolah atau melanjutkan sekolah bahkan menjadi
putus sekolah. Kasus lainnya yakni anak putus sekolah di
sebabkan karena pergaulan anak sekarang yang tidak sesuia
dengan norma dan nilai-nilai yang ada.
11
Purwo Udiutomo. (2013). Besar Janji Daripada Bukti. Jakarta: Dompet Duafa Makmakl
Pendidikan, Hal. 83
9
4. Faktor Budaya : Perilaku masyarakat dalam menyekolahkan
anaknya dan pola pikir masyarakat tentang pendidikan.
5. Faktor Lokasi atau Letak Sekolah : Letak sekolah dan jarak
yang di tempuh dari rumah ke sekolah.
6. Sistem atau Kebijakan yang Digunakan Disekolah : Sistem atau
kebiajakan yang tidak sesuai dengan lingkungan sekolah
sangatlah bisa mempengaruhi angka partisipasi sekolah.
Katakan saja masalah kurikulum yang tidak sesuai dan target
pendidikan yang terlalu tinggi akan membuat siswa kehilangan
motivasi untuk bersekolah. Selain kurikulum juga dijelaskan
mengenai kualitas guru yang kurang berkompeten akan
menjadikan siswa kehilangan gairah untuk meneruskan
sekolah, pasalnya guru tersebut pastinya tidak akan bisa
menggunakan metode mengajar yang baik dan menyenangkan
yang bisa membuat siswa nyaman dan senang. Beliau juga
menegaskan mengenai kebijakan sekolah yang mengeluarkan
seorang siswa juga mempengaruhi jumlah siswa putus sekolah,
selain itu juga sistem penerimaan siswa yang diskriminatif akan
sangat berpengaruh dalam angka partisipasi siswa untuk
sekolah.12
12
Ibid
10
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Ali Imron menyebutkan bahwa hal
yang menyebabkan siswa bisa putus sekolah adalah sebagai berikut:13
a. Orangtua yang tidak mempunyai biaya untuk sekolah putra
atau putrinya. Hal ini sering ditemui bagi orangtua yang ada di
daerah pedesaan dan masyarakat yang hidup dalam kantong-
kantong kemiskinan;
b. Karena sakit yang diderita yang tidak akan tahu kapan
sembuhnya. Sakit yang diderita siswa tersebut yang terlalu
lama menyebabkan siswa merasa tertinggal banyak mata
pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah, maka keputusan
yang dipilih siswa tersebut memilih untuk tidak sekolah
melihat teman-teman sebayanya yang sudah hampir
menyelesaikan sekolah ;
c. Siswa yang terpaksa untuk bekerja demi menyambung hidup
keluarga. Keterpaksaan siswa untuk bekerja dalam hal ini
menyebabkan siswa tidak fokus pada sekolah saja, melainkan
harus bercabang untuk sekolah dan bekerja. Alhasil yang
didapatkan adalah kelelahan fisik yang didapatkan siswa
dikarenakan untuk bekerja dan tidak dapat dibagi dengan
kegiatan sekolah, hal ini menjadikan pada saat di sekolah siswa
menjadi tidak konsentrasi dan lelah;
d. Karena di droup-out dari sekolah yang bersangkutan. Hal ini
dikarenakan sekolah merasa tidak mampu untuk mendidik
13
Ali Imron. (2004). Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Malang: Deparmen Pendidikan
Nasional, hal. 126
11
siswa tersebut dikarenakan beberapa hal, yaitu karena siswa
tersebut mempunyai kemampuan berpikir yang rendah, atau
bisa jadi karena siswa yang bersangkutan tidak punya lagi
gairah untuk sekolah dan belajar;
e. Faktor yang berasal dari siswa itu sendiri, yaitu keinginan
siswa itu sendiri yang ingin putus sekolah atau tidak ingin
melanjutkan sekolah ke tingkat berikutnya.
Disisi lain masalah-masalah dalam keluarga yang bisa mengakibatkan
anak putus sekolah yaitu:14
a. Keadaan ekonomi keluarga.
b. Latar belakang pendidikan ayah dan ibu.
c. Status ayah dalam masyarakat dan dalam pekerjaan.
d. Hubungan sosial spikologis antara orang tua dan antara anak
dengan orang tua.
e. Aspirasi orang tua tentang pendidikan anak, serta perhatiannya
terhadap kegiatan belajar anak.
f. Besarnya keluarga serta orang-orang yang berperan dalam
keluarga.
Dengan banyaknya berbagai faktor-faktor permasalahan yang muncul dari
dalam maupun luar maka kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan
pendidikan dasar hingga saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih
terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikannya.
14
Ibid
12
Hal ini seharusnya menjadi perhatian penting dari Pemerintah Negara
Indonesia karena pendidikan bukan hanya sebagai pengamalan terhadap hak asasi
manusia tapi juga sebagai pelaksanaan dari kewajiban asasi manusia. Berdasarkan
uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menulis tentang:
”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK PUTUS
SEKOLAH ATAS PENDIDIKAN”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan alasan pemilihan judul maka
permasalahan yang akan di bahas dalam penulisan makalah ini adalah:
Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak anak putus sekolah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional?
1.3 Tujuan Penulisan
Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui perlindungan hukum
terhadap hak anak putus sekolah atas pendidikan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil kajian penulisan ini di harapkan dapt memberi manfaat dan dapat
berkontribusi:
a. Manfaat Teoritis
13
1. Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan di bidang
perlidunngan anak, khususnya perlindungan hukum terhadap
hak anak putus sekolah atas pendidikan.
2. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi tambahan
pengetahuan bagi Pemerintah sebagai penentu kebijakan untuk
semakin aktif melakukan penghormatan, perlindungan dan
pemenuhan hak anak putus sekolah atas pendidikan.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi
para anak di Negara Indonesia agar dapat mendapatkan perlindungan hukum yang
baik dari pemerintah.
1.5 Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini ,metode yang di gunakan oleh penulis adalah:
1. Jenis Penelitian.
Berdasarkan jenis penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam jenis
penelitian normatif, karena penelitian berdasarkan pada asas
hukum, meneliti subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa
hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum dengan
mensinkronkan dengan peraturan perundang-undngan yang ada,
14
membandingkan hukum dan memeliti juga sejarah filosofi dari
hukum tersebut.
2. Bahan-bahan Hukum.
Jenis data pada penelitian ini adalah Data Sekunder karena data
diperoleh dari penelusuran kepustakaan atau dokumentasi dan juga
peraturan perundang-undangan, bukan langsung dari masyarakat
(responden) seperti melalui wawancara dan penelitian lapangan.
Namun, berdasarkan pada teori Manheim, data pada penelitian ini
termasuk kedalam jenis Second Level Data karena data berasal dari
pengamatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
secara nasional dan tertulis.