Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan Perkebunan
Pengembangan perkebunan terus dilakukan melalui berbagai kebijakan
dengan tujuan akhir adalah meningkatnya produksi dan produktivitas
tanaman perkebunan yang dapat mensejahterakan pekebun sebagai pelaku
usaha perkebunan dan rakyat secara luas. Berdasarkan Undang-Undang
nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJP) 2005-2025 bahwa tahun 2015-2019 memasuki periode jangka
menengah tahap III yang difokuskan dalam memantapkan pembangunan
secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya
saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam
dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus
meningkat. Implementasi fokus perencanaan jangka menengah tersebut
diakomodir dalam dokumen Rencana Strategis.
Rencana Strategis Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 disusun dengan
mengacu pada arah dan kebijakan pembangunan nasional sebagaimana
tercantum dalam RPJMN 2015-2019 sesuai amanat Peraturan Presiden nomor
2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
tahun 2015-2019. Arah kebijakan umum pembangunan nasional tahun 2015-
2019 adalah 1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan; 2) meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 2
alam yang berkelanjutan; 3) mempercepat pembangunan infrastruktur untuk
pertumbuhan dan pemerataan; 4) meningkatkan kualitas lingkungan hidup,
mitigasi bencana alam dan penanganan perubahan iklim; 5) penyiapan
landasan pembangunan yang kokoh; 6) meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan; dan 7) mengembangkan
dan memeratakan pembangunan daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut,
pemerintah menetapkan 9 Agenda Prioritas NAWACITA sebagai jalan
perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam
bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Pada tahun 2015-2019, sub sektor perkebunan masih menjadi sub sektor
penting dalam peningkatan perekonomian nasional. Peran strategis sub sektor
perkebunan baik secara ekonomis, ekologis maupun sosial budaya ini
digambarkan melalui kontribusinya dalam penyumbang PDB; nilai investasi
yang tinggi dalam membangun perekonomian nasional; berkontribusi dalam
menyeimbangkan neraca perdagangan komoditas pertanian nasional; sumber
devisa negara dari komoditas ekspor; berkontribusi dalam peningkatan
penerimaan negara dari cukai, pajak ekspor dan bea keluar; penyediaan
bahan pangan dan bahan baku industri; penyerap tenaga kerja; sumber utama
pendapatan masyarakat pedesaan, daerah perbatasan dan daerah tertinggal;
pengentasan kemiskinan; penyedia bahan bakar nabati dan bioenergy yang
bersifat terbarukan, berperan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca
serta berkontribusi dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup dengan mengikuti kaidah-kaidah konservasi. Sejalan dengan berbagai
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 3
kontribusi sub sektor perkebunan tersebut maka segala bentuk usaha
budidaya perkebunan harus mengedepankan keseimbangan pengelolaan
sumber daya alam, sumber daya manusia dan alat/sarana prasarana input
produksi melalui kegiatan penyelenggaraan perkebunan yang memenuhi
kaidah pelestarian lingkungan hidup. Hal tersebut dijelaskan dalam Undang-
Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
Peraturan tentang Perkebunan tersebut menyatakan bahwa perkebunan
adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia,
sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan dan
pemasaran terkait tanaman perkebunan. Dengan pengertian yang luas
tersebut, penyelenggaraan perkebunan mengemban amanat dalam
mendukung pembangunannasional. Amanat tersebut mengharuskan
penyelenggaraan perkebunan ditujukan untuk (1) meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; (2) meningkatkan sumber devisa
negara; (3) menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (4)
meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan
pangsa pasar; (5) meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta
bahan baku industri dalam negeri; (6) memberikan perlindungan pada pelaku
usaha perkebunan dan masyarakat; (7) mengelola dan mengembangkan
sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari; dan
(8) meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 4
Amanat pembangunan nasional dalam 9 Agenda Prioritas NAWACITA yang
wajib dilaksanakan Ditjen. Perkebunan dalam pengembangan perkebunan
tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019 mencakup
2 agenda prioritas diantaranya 1) meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar Internasional dengan sub agenda prioritas akselerasi
pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan agroindustri berbasis
komoditas perkebunan; dan 2) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan sub agenda
peningkatan kedaulatan pangan. Selain itu, agenda prioritas terkait
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
(perbatasan, daerah tertinggal dan daerah kawasan timur Indonesia) dan desa
dalam kerangka negara kesatuan menjadi salah satu arah kebijakan yang akan
diprioritaskan Ditjen. Perkebunan melalui kegiatan tematik.
Sasaran pokok sub agenda prioritas peningkatan agroindustri adalah
peningkatan produksi komoditas andalan dan prospektif ekspor perkebunan
seperti kelapa sawit, karet, kakao, teh, kopi dan kelapa serta mendorong
berkembangnya agroindustri di perdesaan. Sedangkan sasaran pokok sub
agenda prioritas peningkatan kedaulatan pangan adalah tercapainya
peningkatan ketersediaan pangan dari tebu yang bersumber dari produksi
dalam negeri untuk memenuhi konsumsi gula rumah tangga dan industri
rumah tangga.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 5
Secara umum pengembangan komoditas perkebunan difokuskan pada 16
komoditas unggulan yaitu Tebu, Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Kakao, Kopi,
Lada, Teh, Pala, Cengkeh, Jambu Mete, Sagu, Kemiri Sunan, Kapas,
Tembakau dan Nilam. Penentuan komoditas tersebut sesuai dengan
Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis
komoditas tanaman binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura serta
Keputusan Menteri Pertanian nomor 3399/Kpts/PD.310/10/2009 tentang
perubahan lampiran I dari Keputusan Menteri Pertanian nomor
511/Kpts/PD.310/9/2006. Arah pengembangan komoditas-komoditas
tersebut dicapai melalui program peningkatan produksi komoditas
perkebunan berkelanjutan dengan implementasi kegiatan seperti rehabilitasi,
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan
benih bermutu, pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan,
pembangunan dan pemeliharaan kebun sumber benih, penanganan
pascapanen, pengolahan, fasilitasi pemasaran, standarisasi mutu, pembinaan
usaha dan perlindungan perkebunan serta pemberian pelayanan berkualitas
dibidang manajemen dan kesekretariatan. Komoditas-komoditas unggulan
perkebunan yang masih dalam tahap inisiasi tetap dikembangkan dan
difasilitasi Ditjen. Perkebunan yang diarahkan untuk pemenuhan standar
pelayanan minimum (SPM) yang meliputi penyediaan benih/ varietas
unggul, pembangunan/ pemeliharaan kebun sumber benih (demplot, kebun
induk, kebun entres dan lain-lain), pengendalian OPT, penanganan
pascapanen, pemberdayaan pekebun, peningkatan kapasitas sumber daya
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 6
insani (SDI) dan penguatan kelembagaan. Sedangkan dalam tahap
penumbuhan/ pengembangan selain penguatan aspek budidaya dan
perlindungan perkebunan juga difasilitasi aspek pengolahan, standarisasi
mutu dan pemasarannya.
Arah kebijakan pembangunan nasional dalam dokumen RPJMN 2015-2019
diimplementasikan dalam 11 (sebelas) sasaran strategis Kementerian
Pertanian. Sesuai tugas pokok dan fungsinya, Ditjen. Perkebunan
bertanggungjawab dalam mendukung pencapaian 7 (tujuh) sasaran strategis
yang terbagi kedalam 3 (tiga) sasaran strategis utama dan 4 (empat) sasaran
strategis pendukung. Sasaran strategis Ditjen. Perkebunan juga mengacu pada
Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045 yang fokus dalam
hal optimalisasi sumber daya alam (sumber daya lahan, sumber daya genetika
dan sumber daya iklim); pengembangan sumber daya insani yang kompeten
dan berkarakter (insan berkualitas, modal sosial dan modal politik) pertanian;
sistem inovasi science and bio-engineering; infrastruktur pertanian/
perkebunan; sistem usaha tani bio/agro industri dan bio/agro-services
terpadu; klaster rantai nilai bio-industri; dan lingkungan pemberdayaan bio-
bisnis melalui pendekatan Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan.
Sasaran strategis utama Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 yang selaras
dengan kebijakan Kementerian Pertanian sebagaimana tertuang dalam
Renstra Kementerian Pertanian tahun 2015-2019 (edisi revisi) adalah
mendukung: 1) pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 7
peningkatan produksi gula nasional; 2) peningkatan komoditas perkebunan
bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing sub
sektor perkebunan yang difokuskan pada pengembangan produk segar dan
olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan; 3) pemenuhan penyediaan
bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-
industry dengan fokus pengembangan komoditas kelapa sawit baik melalui
kegiatan budidaya dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas
maupun melalui kegiatan integrasi tanaman perkebunan dengan ternak dan
tumpang sari dengan komoditas pertanian lainnya serta penyediaan benih
kemiri sunan.
Sedangkan sasaran strategis pendukung Ditjen. Perkebunan tahun 2015-
2019 adalah mendukung: 1) Peningkatan kualitas sumber daya insani
perkebunan; 2) Penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha
perkebunan; 3) Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik dengan
menerapkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi,
supremasi hukum, keadilan, integritas/ komitmen, kejujuran, konsistensi dan
bebas KKN di lingkungan organisasi Ditjen. Perkebunan; dan 4) Peningkatan
pendapatan keluarga pekebun yang merupakan resultan dari pencapaian
sasaran strategis lainnya. Sasaran strategis tersebut, dituangkan dalam
dokumen Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 edisi
revisi yang substansinya secara garis besar meliputi 1) kondisi umum yang
meliputi kinerja pendanaan, makro dan mikro pembangunan perkebunan; 2)
potensi dan tantangan; 3) arah kebijakan, sasaran strategis dan strategi
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 8
Direktorat Jenderal Perkebunan; 4) visi, misi dan tujuan Direktorat Jenderal
Perkebunan; 5) program, implementasi agenda prioritas NAWACITA dan
kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan; 6) proyeksi kebutuhan investasi dan
ketersediaan APBN Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 dalam
ruang lingkup kerangka pendanaan; 7) kerangka regulasi dan kerangka
kelembagaan Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019; dan 8)
dukungan Kementerian/Lembaga dalam pembangunan perkebunan tahun
2015-2019.
Dokumen Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Perkebunan tahun
2015-2019 ini diharapkan dapat menjadi acuan perancangan/ perencanaan
dan pedoman pelaksanaan kebijakan di bidang perkebunan secara nasional
baik pusat maupun daerah, menjangkau kemitraan lintas bidang, lintas
sektor, lintas program, lintas pelaku dan lintas Kementerian/Lembaga dalam
membuka ruang solusi yang lebih lapang seiring dengan semakin luasnya
rentang potensi, kelemahan, peluang, tantangan dan permasalahan yang
melingkupi penyelenggaraan perkebunan saat ini dan kedepan termasuk
dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berimplikasi
terhadap pengembangan sub sektor perkebunan tahun 2015-2019.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 9
BAB II
KONTRIBUSI PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN
NASIONAL
Subsektor perkebunan memainkan peranan penting dalam 3 aspek
pembangunan nasional yaitu ekonomi, sosial budaya dan ekologi. Konstribusi
sub sektor perkebunan dalam ketiga aspek dalam jangka menengah II secara
makro/mikro selama periode 2014-2018, sebagai berikut:
1. Kinerja Makro Pembangunan Perkebunan Tahun 2014-2018
PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai
PDB dan PNB per kepala atau per satu orang penduduk, menunjukkan
pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk
suatu negara, menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. PDB dan PNB per
kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui
pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara. Neraca
Perdagangan atau balance of trade adalah ikhtisar yang menunjukkan
selisih antara nilai transaksi ekspor dan impor suatu negara dalam
jangka waktu tertentu. Neraca perdagangan suatu negara yang positif,
menunjukkan negara itu mengalami ekspor yang nilai moneternya
melebihi impor dan sebaliknya neraca perdagangan negatif/defisit
neraca perdagangan jika impor lebih tinggi daripada ekspor.
1.1. Kinerja makro pembangunan perkebunan periode 2014-2018
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 10
Indikator makro perkebunan ditunjukkan pertumbuhan produk
domentik bruto (PDB), keterlibatan tenaga kerja perkebunan, investasi,
neraca perdagangan, ekspor produk dan NTP.
Tabel 1. Kinerja Makro Perkebunan Tahun 2014-2018
No Inikator
Tahun Laju Pertumb. Per Thn
(%) 2014 2015 2016 2017 2018
1 Pertumbuhan PDB
- harga berlaku (Rp milyar)
398.261 405.292 428.783 471.308 489.249*) 5,32
- harga konstan 2010 (Rp. milyar)
338.502 345.165 357.138 373.054 387.502*) 3,44
2 Keterlibatan tenaga kerja (juta orang)
22,16 22,37 22,33 23,66 23,91*) 1,94
3 Neraca Perdagangan Perkebunan (US$ milyar)
22,95 20,82 17,94 23,22 19,73*) -2,19
4 Ekspor perkebunan (US$ milyar)
26,78 23,94 22,12 28,18 24,69*) -0,80
5 NTP Perkebunan Rakyat
101,30 97,18 97,86 98,91 97,83*) -0,85
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019
Keterangan: *) angka sementara
1.1. 1. Pertumbuhan PDB
Pada nomor 1 di tabel 1 memperlihatkan pertumbuhan PDB
perkebunan selama kurun waktu 2014-2018 berdasarkan harga berlaku
dan harga konstan positif, dengan angka pertumbuhan harga berlaku
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 11
sebesar 5,32% dan harga konstan 3,44%. Tumbuhnya PDB perkebunan
ini didukung utamanya oleh meningkatnya volume ekspor produk
sawit meskipun nilai ekspor produk sawit turun, penurunan nilai
ekspor dipengaruhi oleh harga produk sawit dunia sedang turun
namun volume ekspor yang meningkat dapat mendorong peningkatan
PDB. Produk perkebunan lain yang juga meningkat ekspornya seperti
kopi, lada, kakao, pala, dll. Sedang karet mengalami penurunan volume
dan harga di pasar ekspor namun secara umum dalam lima tahun
terakhir kinerja perkebunan tetap dalam trend positif.
Tabel 2. Produk Domestik Bruto (PDB) Perkebunan terhadap Sektor
Pertanian Atas Harga Berlaku dan Atas Harga Konstan 2010
(Milyar, Rp) Tahun 2014-2018*)
Sektor Pertanian Tahun Rata-rata
Prtbh/Th (%) 2014 2015 2016 2017 2018*)
ATAS HARGA BERLAKU
Pertanian 1)
1.069.089,60
1.161.305,30
1.242.449,80
1.318.711,20
1.389.494,40 6,78
Perkebunan
398.260,70
405.291,50
428.782,60
471.307,80
489.248,80 5,32
Pangsa Perkebunan thd Pertanian (%)
37,25 34,90 34,51 35,74 35,21
ATAS HARGA KONSTAN 2010
Pertanian 1)
863.451,10
889.230,10
918.181,60
949.497,00
985.988,60 3,37
Perkebunan
338.502,20
345.164,90
357.137,70
373.054,00
387.501,50 3,44
Pangsa Perkebunan thd Pertanian (%)
39,20 38,82
38,90 39,29 39,30
Sumber : Statistik Perkebunan 2019
Keterangan : *) angka sementara
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 12
Peran perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sangat
besar terutama dalam penyediaan devisa dan penerimaan negara,
namun perlu juga memberi gambaran peran perkebunan terhadap
sektor pertanian melalui data produk domestik bruto (PDB) dalam
kurun 5 tahun terakhir 2014-2018 (2018 angka sementara). Seperti
terlihat dalam tabel 2., menggambarkan pertumbuhan tinggi Harga
Berlaku sub sektor perkebunan selama 5 tahun terakhir mencapai 5,32%
namun angka pertumbuhan ini lebih rendah dibanding pertumbuhan
sektor pertanian yang mencapai 6,78% namun dari sisi Harga Konstan
pertumbuhannya lebih tinggi dibanding sektor pertanian.
1.1. 2. Keterlibatan Tenaga Kerja
Geliat ekonomi perkebunan yang bergerak positif mendorong minat
individu untuk terlibat dalam usaha bidang perkebunan sehungga
diperkirakan sampai akhir tahun 2018 dalam kurun waktu 5 tahun
terkahir akan terjadi peningkatan keterlibatan tenaga kerja baru bidang
perkebunan sebanyak 1,75 juta jiwa. Peningkatan ini didorong oleh
salah satunya stimulus program-program bantuan Pemerintah dalam
mendukung pengembangan perkebunan seperti program peremajaan
sawit rakyat yang telah dimulai Tahun 2017, program peremajaan
&/perluasan &/rehabilitasi &/intensifikasi atau bentuk bantuan lain
yang didanai melalui APBN.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 13
Tabel 3. Perkembangan Jumlah Petani dan Tenaga Kerja (KK+TK)
Subsektor Perkebunan Komoditas Unggulan Nasional Tahun
2014 - 2018*) per Komoditas
No. Komoditas
Penyerapan Tenaga Kerja
2014 2015 2016 2017 2018*)
I. TANAMAN TAHUNAN
1. Karet 2.434.375 2.464.542 2.479.158 2.506.261 2.517.459
2. Kelapa Sawit 5.218.322 5.482.931 5.341.873 6.958.975 7.099.497
3. Kelapa 6.645.040 6.580.816 6.861.363 6.303.184 6.294.606
4. Kopi 1.827.371 1.848.734 1.845.612 1.838.480 1.839.374
5. Kakao 1.766.281 1.750.251 1.761.530 1.739.682 1.831.014
6. Jambu Mete 763.162 735.501 725.951 728.176 725.258
7. Lada 279.040 273.570 280.808 289.674 290.899
8. Cengkeh 1.033.225 1.056.432 1.064.566 1.075.922 1.076.408
9. Teh 214.502 210.851 209.036 185.630 188.072
10. Pala 187.992 198.032 210.732 235.804 244.314
11. Kemiri Sunan 2.123 2.247 3.298 3.395 3.317
12. Sagu 90.983 113.974 90.090 281.676 283.950
II. TANAMAN SEMUSIM
13. Tebu 1.066.434 1.023.057 996.769 967.397 961.356
14. Kapas 6.125 7.729 6.162 4.236 6.342
15. Tembakau 577.069 567.350 404.439 500.262 493.236
16. Nilam 50.882 49.059 44.976 37.037 51.182
Jumlah 22.162.927 22.365.076 22.326.363 23.655.790 23.906.284
Sumber : Data Statistik Ditjenbun
Keterangan: *) Angka Sementara
Dalam tabel 3. Memperlihatkan tenaga-tenaga kerja dan petani yang terlibat dalam
pengusahaan komoditas perkebunan, periode tahun 2014-2016 banyak keterlibatan
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 14
petani dan tenaga kerja yang mengusahakan tanaman kelapa namun di tahun 2017
tenaga kerja dan petani lebih banyak yang terlibat dalam mengusahakan perkebunan
kelapa sawit bahkan berdasarkan perkiraan tahun 2018 akan lebih banyak lagi yang
terlibat dalam pengusahaan budidaya tanaman kelapa sawit.
1.1. 3. Neraca Perdagangan Perkebunan
selama lima tahun terakhir masih bertumbuh 2,37%, sumbangan surplus
terbesar masih dari produk sawit hulu dan hilirnya dan seiring semakin
meningkatnya produk kopi, kakao dan lada dipasar dunia dan secara
konstan diimbangi oleh naiknya volume perdagangan/ekspor produk-
produk tersebut meskipun secara nilai/harga CPO/biodiesel dan karet
mengalami penurunan secara signifikan dan khusus untuk CPO
mencapai dibawah harga aktual untuk CPO di pasar internasional
berada pada kisaran 545 dolar AS per ton.
Tabel 4. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Unggulan
Perkebunan Tahun 2014 - 2018*) per Komoditas
No. Komoditas Perkebunan
Neraca Perdagangan (US$ juta)
2014 2015 2016 2017 2018*)
1 Karet 4.693,96 3.657,90 3.336,92 5.060,67 3.907,69
2 Minyak Sawit 17.463,93 15.380,65 14.361,31 18.497,86 16.526,08
3 Kelapa 1.345,54 1.188,22 1.138,45 1.355,30 1.252,44
4 Kopi 993,18 1.166,24 960,08 1.153,57 784,21
5 T e h 110,29 100,30 83,26 88,01 82,20
6 Lada 274,93 535,37 406,81 231,84 148,24
7 Tembakau -369,34 -255,54 -348,71 -486,28 -449,60
8 Kakao 776,15 1.013,99 889,25 474,43 599,18
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 15
9 Jambu Mete 96,46 170,79 143,24 139,16 105,14
10 Cengkeh 33,83 46,36 -19,90 -84,54 -11,72
11 Pala 111,62 99,19 89,38 108,42 110,77
12 Kapas -1.364,22 -1.059,27 -1.050,34 -1.288,93 -1.300,92
13 Tebu (molases) -1.213,35 -1.219,81 -2.047,38 -2.032,16 -2.027,88
Neraca Perkebunan 22.952,98 20.824,40 17.942,36 23.217,37 19.725,81
Sumber : Data Statistik Ditjenbun
Keterangan: *) Angka Sementara
1.1. 4. Nilai Tukar Petani
NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It)
terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah
satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/ daya beli petani di
perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari
produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun
untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat
pula tingkat kemampuan/ daya beli petani sampai dengan akhir Tahun
2017 NTP petani perkebunan rakyat mengalami peningkatan 1,05%
dibanding dengan Tahun 2016 namun diperkirakan pada tahun 2018
akan mengalami penurunan kembali dengan angka perkiraan NTP pada
97,83%. tetapi secara pertumbuhan 5 Tahun terakhir pertumbuhan NTP
minus 1,81%, penurunan ini dipengaruhi oleh rendahnya harga
internasional produk perkebunan yang berdampak pada harga jual
petani.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 16
Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima
petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam
persentase dan merupakan salah satu indikator dalam menentukan
tingkat kesejahteraan petani. Indeks harga yang diterima petani (IT)
adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen
atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga
sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor
pertanian. IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang
dihasilkan oleh petani/nelayan
Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani,
baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan
untuk proses produksi pertanian, dari IB dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian
terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang
diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan IB juga
dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
- NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik
dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain
petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 17
kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi
lebih besar dari pengeluarannya.
- NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan
NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami impas.
Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani
sama dengan pengeluarannya.
- NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun
dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani
mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil
dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.
Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.
Nilai tukar petani dapat bervariasi di setiap daerah dan berfluktuasi
seiring waktu. Nilai tukar petani dihitung secara skala nasional maupun
lokal.
Tabel 5. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Perkebunan Tahun
2014 - 2018*)) per Provinsi
No Provinsi Tahun
2014 2015 2016 2017 2018*)
1 Aceh 97,38 90,63 91,74 87,49 87,27
2 Sumatera Utara 97,98 94,26 96,75 98,60 95,88
3 Sumatera Barat 102,80 95,99 98,27 100,93 99,32
4 Riau 94,99 92,80 97,26 104,48 95,62
5 Jambi 97,52 93,88 98,90 105,19 101,87
6 Sumatera Selatan 100,42 91,87 84,91 87,57 84,37
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 18
7 Bengkulu 92,76 86,58 80,96 83,99 80,99
8 Lampung 102,32 97,90 101,99 104,16 96,49
9 Kep. Bangka Belitung 103,25 107,70 104,45 93,81 77,98
10 Kepulauan Riau 92,47 87,14 80,13 80,82 74,73
11 Jawa Barat 99,74 97,58 97,20 100,83 100,58
12 Jawa Tengah 104,10 99,25 104,19 108,86 109,17
13 DI. Yogyakarta 114,70 110,32 124,08 121,34 108,34
14 Jawa Timur 103,60 100,35 100,01 101,13 104,78
15 Banten 109,83 102,14 97,99 95,41 87,50
16 Bali 106,61 100,48 103,73 104,50 97,05
17 Nusa Tanggara Barat 93,74 94,92 94,12 93,76 93,76
18 Nusa Tenggara Timur 98,72 96,45 95,11 95,47 103,76
19 Kalimantan Barat 92,79 91,96 91,48 97,89 94,44
20 Kalimantan Tengah 101,28 94,57 91,73 94,95 90,04
21 Kalimantan Selatan 93,05 88,95 80,61 82,32 79,74
22 Kalimantan Timur 102,24 101,71 99,02 96,28 88,45
23 Sulawesi Utara 96,71 89,90 90,37 87,37 89,71
24 Sulawesi Tengah 101,64 92,50 92,73 82,29 86,88
25 Sulawesi Selatan 113,44 105,13 102,38 92,39 96,15
26 Sulawesi Tenggara 105,66 99,87 101,53 90,54 89,29
27 Gorontalo 97,71 94,05 97,05 100,34 99,13
28 Sulawesi Barat 111,56 109,48 115,17 113,92 120,54
29 Maluku 96,40 93,75 95,28 90,30 86,16
30 Maluku Utara 99,58 95,74 97,14 94,01 89,51
31 Papua Barat 103,63 101,67 101,48 98,63 94,78
32 Papua 98,21 103,24 101,93 100,91 101,41
Rata-rata Perkebunan 101,30 97,18 97,86 98,91 97,83
Sumber : BPS
Catatan : *) angka sementara
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 19
Dalam tabel 5. Diatas digambarkan perkembangan nilai tukar petani
secara nasional selama 5 tahun dari 2014-2018 masih mengalami surplus
dengan rata-rata 108,78 dengan angka NTP tertinggi dicapai pada bulan
November yaitu 110,75. Orientasi pembangunan saat ini yang berfokus
pada industri dan modal cenderung mengesampingkan pembangunan
pertanian pedesaan, sehingga indikator nilai tukar petani tidak masuk
ke dalam tujuan pembangunan.
1.2. Devisa dan Penerimaan Negara dari Produk Perkebunan 2014-2018
devisa adalah sejumlah valuta asing yang berguna untuk membiayai
seluruh transaksi perdagangan internasional atau perdagangan
antarnegara. Devisa juga bisa diartikan sebagai kekayaan dalam bentuk
mata uang asing yang dimiliki oleh suatu negara. Pendapatan Negara
adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih. Pendapatan/penerimaan Negara terdiri atas
penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan
penerimaan hibah.
Tabel 6. Devisa dan Penerimaan Negara dari Produk Perkebunan
No Nama Komoditas
TAHUN
2014 2015*) 2016 2017*) 2018
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 20
1 Ekspor Perkebunan (Juta
US$) 26.779,60 23.938,85 22.118,01 28.070,38 27.916,88
2 Cukai Hasil Tembakau
(Juta Rp.) 116.284.000 126.747.000 146.440.000 152.390.000 152.930.000
3 Bea Keluar CPO dan
Turunannya (Juta Rp.) 9.116.239 3.000.358 2.900.000*)
4 Bea Keluar Biji Kakao
(Juta Rp.) 182.006 66.221
Sumber : - Ditjen. Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan RI (diolah Ditjen. Perkebunan)
- Buku Statistik Indonesia (BPS RI)
Catatan: : *) angka sementara
**) angka sangat sementara
Pada tabel 6 memperlihatkan 4 (empat) komponen utama pemasukan
negara dari hasil perkebunan dalam bentuk devisa ekspor, cukai
tembakau, bea keluar CPO termasuk turunnanya dan bea keluar Kakao.
Komoditas utama penyumbang ekspor perkebunan adalah karet, kelapa
sawit (CPO dan turunnanya), kakao, tembakau, pala, lada, kopi, dll.
a) Ekspor Perkebunan
Nilai ekspor hasil perkebunan tahun 2018 mengalami penurunan
sebesar US $152 juta atau 0,55% dibanding tahun 2017 dimana
tahun 2017 ekspor perkebunan membukukan angka senilai US $28
milyar lebih dan merupakan nilai ekspor tertinggi selama lima
tahun terakhir namun masih rendah dibanding nilai ekspor 2010-
2012 dimana rata-rata nilai ekspor pada periode tersebut diatas US
$30 milyar. Kenaikan ekspor ini diororng oleh membaiknya harga
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 21
CPO/minyak sawit dan turunnya di pasar dunia, membaiknya
harga karet dan juga meningkatnya volume ekspor kopi dan kakao.
Disamping dari sisi kenaikan harga, meningkatnya nilai ekspor juga
didukung dengan naiknya permintaan pasar dunia terhadap prduk
perkebunan.
b) Cukai Tembakau
Penerimaan cukai tembakau meningkat cukup besar, sesuai tabel
diatas terlihat selama lima tahun terakhir terus tumbuh positif
dimana pada akhir Tahun 2017 mencapai lebih dari Rp146 triliun
dan mencatat pertumbuhan sebesar... meningkat hampir 2 kali lipat
dibanding akhir 2011. Cukai yang dipungut akan dikembalikan
kemasyarakat/wilayah penghasil tembakau melalui Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) sesuai Peraturan Presiden
Nomor 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.
DBH-CHT mulai diberikan pada tahun 2008 dengan realisasi sekitar
200 milyar rupiah dan sampai dengan tahun 2017 mengalami
peningkatan realisasi sebesar 2,79 triliun rupiah atau mengalami
pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 67,4%. Pada tahun 2017,
telah terbit Permenkeu nomor: 28/PMK.07/2017 tanggal 19
Februari 2017 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana
Bagi Hasil-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Pada Bab II
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 22
penggunaan DBH-CHT (pasal 2) menyatakan prinsip penggunaan
DBH-CHT ditentukan sebagai berikut:
− Paling sedikit 50% untuk mendanai program/ kegiatan yang
terdiri dari peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan
industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di
bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai illegal.
− Paling banyak 50% untuk mendanai program/ kegiatan sesuai
dengan kebutuhan dan prioritas daerah.
Program peningkatan kualitas bahan baku dilaksanakan oleh
Kementerian Pertanian dalam hal ini dilaksanakan oleh Ditjen.
Perkebunan. Program peningkatan kualitas bahan baku meliputi
kegiatan standarisasi kualitas bahan baku, pembudidayaan bahan
baku berkadar nikotin rendah, penyediaan sarana laboratorium uji
dan pengembangan metode pengujian, penanganan panen dan
pasca panen bahan baku, pembinaan dan fasilitasi pembentukan
dan/ atau pengesahan badan hukum kelompok tani tembakau serta
pengembangan bahan baku alternative untuk tembakau Virginia.
c) Bea keluar dan CPO Supporting Fund merupakan satu paket
pungutan terhadap kegiatan ekspor sawit. Apabila harga rata-rata
CPO di bawah harga referensi atau patokan (treshold), maka
eksportir akan dikenakan CPO Supporting Fund sesuai dengan tarif
yang sudah ditentukan. Tapi jika harga CPO di atas treshold, maka
selisihnya menjadi penerimaan bea keluar, sedangkan yang di
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 23
bawah itu masuk jadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) BLU
Sawit. Landasan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan
ekspor minyak sawit adalah dengan mengenakan pajak ekspor
dalam bentuk Bea Keluar. Tujuan utamanya untuk menjaga
stabilitas harga di pasaran domestik. Kebijakan Bea Keluar mampu
mengubah komposisi produksi dan ekspor kelapa sawit Indonesia.
Dominasi ekspor produk hulu secara bertahap digantikan produk
hilir kelapa sawit sehingga nilai tambah pengolahan produk
perlahan dapat dinikmati stakeholder kelapa sawit domestik.
d) Kecenderungan penurunan penerimaan negara dari BK kakao
dipengaruhi oleh melemahnya harga internasional untuk
komoditas kakao sehingga ekspor kakao cenderung menurun.
Disamping itu kakao Indonesia kurang dapat bersaing di pasar
Internasional dipengaruhi penjualan kakao basah ditingkat petani
lebih dominan karena margin harga yang tidak jauh berbeda
dengan kakao fermentasi. Pesaing bisnis kakao adalah Pantai
Gading dan Ghana memiliki kualitas kakao lebih baik dan mudah
diterima di pasar internasional, sehingga harga kakao dunia-pun
terbentuk dari produk kedua negara ini.
2. Kinerja Mikro Pembangunan Perkebunan Tahun 2014-2018
Pengembangan perkebunan terus dilakukan melalui berbagai kebijakan
dengan tujuan akhir adalah meningkatnya produksi, produktivitas dan
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 24
mutu tanaman perkebunan yang dapat mensejahterakan pekebun
sebagai pelaku usaha perkebunan dan rakyat secara luas
Berikut ini adalah kinerja mikro pembangunan yang telah dicapai dalam
upayanya mengembangkan komoditas perkebunan selama tahun 2014-
2018, sebagai berikut:
2.1. Luas Areal Perkebunan
Perkembangan luas areal perkebunan dari tahun ke tahun semakin
meningkat seiring semakin meningkatnya value bisnis komoditas
perkebunan, secara tradisional kelapa sawit selalu terdepan dalam
perkembangan penambahan luas lahan diikuti oleh luasan tanaman
karet, kelapa, kopi, dst . Meskipun persentasi penambahan luas areal
komoditas besar lebih kecil dari komoditas kecil, namun secara angka
luasan areal, pertamabhannya lebih besar disbanding komoditas non
unggulan, berikut data perkembangan luas lahan 16 komoditas
perkebunan berdasarkan data statistik angka tetap 2017:
Tabel 7. Luas Areal Perkebunan tahun 2014-2018
No Komoditas Luas Areal (Ha)
2014 2015 2017 2017 2018*)
I. TAN. TAHUNAN
1. Karet 3.555.946 3.606.245 3.621.102 3.639.048 3.659.129
2. Kelapa Sawit 10.465.020 10.754.801 11.260.277 11.201.465 14.030.573
3. Kelapa 3.654.478 3.609.812 3.585.599 3.653.745 3.653.167
4. Kopi 1.241.712 1.230.495 1.230.001 1.246.657 1.253.796
5. Kakao 1.740.612 1.727.437 1.709.284 1.720.773 1.730.002
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 25
6. Jambu Mete 554.315 531.154 522.863 514.491 511.268
7. Lada 171.920 162.751 167.590 181.390 181.978
8. Cengkeh 501.378 510.174 535.694 545.027 548.091
9. The 122.035 118.899 114.891 113.617 113.692
10. Sagu 128.106 135.484 196.415 185.494 190.454
11. Pala 140.424 158.326 168.904 178.333 180.205
12. Kemiri Sunan 1.057 1.062 1.135 1.645 1.622
II. TAN. SEMUSIM
13. Tebu 469.227 478.108 454.171 445.075 428.652
14. Kapas 8.738 3.670 6.118 4.600 5.833
15. Tembakau 192.809 215.865 209.095 155.950 185.708
16. Nilam 28.226 20.714 18.626 19.612 18.841
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017.
Ketreangan: * angka sementara
Memperhatikan data perkembangan luas areal 16 komoditas unggulan
selama lima tahun terakhir, terdapat 7 komoditas yang masih
mengalami laju pertumbuhan positif yaitu karet, kelapa sawit, kopi,
lada, cengkeh, sagu dan pala. Laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit
mencapai lebih 5%. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh bertambahnya
luas tambah tanam tanaman sagu diikuti kelapa sawit. untuk komoditas
sagu lebih difokuskan dikembangkan di Papau dan Papua Barat karena
sagu merupakan sumber makanan pokok masyarakat setempat dan
merupakan tanaman endemik. sedang peningkatan luas tanam sawit
diorong oleh aspek ekonomi dan menjadi primadona bagi petani
maupun investor besar tingkat dunia hal ini ditandai masih banyaknya
PMA/PMDN yang mengajukan izin investasi perluasan areal maupun
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 26
bukaan baru, selain itu juga didorong oleh investasi
perseorangan/kelompok/kebun rakyat dengan luas areal kurang dari
25 hektar.
Selain komoditas yang bertumbuh positif luas arealnya, terdapat 9
komoditas yang terus menurun luas arealnya, ada 4 komoditas
unggulan tanaman semusim semuanya menurun luas arealnya dengan
penurunan terbesar adalah luas areal kapas dan nilam dengan laju
penurunnya mencapai diatas 33% sedang tanaman tahunan ada 5
komoditas.
2.2. Produksi Perkebunan
Perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa negara, penyediaan
lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan
kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri
serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Usaha perkebunan terbukti cukup tangguh bertahan dari terpaan badai
resesi dan krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia.
Dalam era perdagangan bebas, komoditas perkebunan merupakan salah
satu komoditas unggulan Indonesia yg mampu memberikan devisa
negara. Salah satu sisi penting dalam mendukung hal tersebut adalah
dalam meningkatkan produksi dan dalam perkembangannya produksi
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 27
16 komoditas utama perkebunan secara masih cenderung fluktuatif,
berikut data produksi 5 tahun terakhir berdasarkan angka tetap 2017
dan angka sementara 2018.
Tabel 8. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan 2014 – 2018*)
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018.
Keterangan: *) angka sementara
No. Komoditas Perkebunan
Produksi Perkebunan (Ton)
2014 2015 2016 2017 2018*)
I. TANAMAN TAHUNAN 1. Karet (karet kering) 3.153.186 3.145.398 3.357.951 3.680.428 3.630.268
2. Minyak sawit (CPO) 29.278.189 31.070.015 31.730.961 37.965.224 40.567.230
3. Kelapa (kopra) 3.005.916 2.920.665 2.904.170 2.854.300 2.899.725
4. Kopi (kopi berasan) 643.857 639.412 663.871 717.962 722.461
5. Kakao (biji kering) 728.414 593.331 658.399 590.684 593.833
6. Jambu mete (gelondong kering)
131.302 137.580 137.094 135.569 136.402
7. Lada (lada kering) 87.448 81.501 86.334 87.991 88.715
8. Cengkeh (bunga kering) 122.134 139.642 139.611 113.178 123.399
9. Teh (daun kering) 154.369 132.615 138.935 146.251 141.341
10. Pala (biji kering) 32.729 33.711 33.305 32.842 36.242
11. Kemiri Sunan (biji kering) 3 6 7 2 3
12. Sagu (tepung sagu) 310.656 423.946 383.613 432.913 470.883
II. TANAMAN SEMUSIM 13. Tebu (gula kristal putih) 2.579.173 2.497.997 2.204.619 2.121.671 2.174.400
14. Kapas (serat berbiji) 761 759 932 332 417
15. Tembakau (daun kering) 198.301 193.790 126.728 181.142 181.308
16. Nilam (minyak atsiri) 2.103 1.986 2.192 2.207 2.196
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 28
Produksi karet tahun 2018 diperkirakan tumbuh tinggi karena didorong
oleh membaiknya harga karet dunia dan juga bertambahnya
penyerapan produk karet dalam untuk industri dalam negeri dan
galangan kapal sehingga hal ini mendorong petani semakin rajin
menoreh pohon karetnya. Sedang pertumbuhan tertinggi produksi
tanaman perkebunan dicapai oleh kelapa sawit karena bisnis sawit/cpo
dan minyak sawit lainnya semakin menggiurkan dan memberikan
return of investment (ROI) tinggi hal ini juga sepadan dengan
pertambahan luas tambah tanam. Jambu mete dan cengkeh juga
mengalami pertumbuhan positif namun produksi tahun 2017
mengalami penurunan dibanding tahun 2017 demikian juga nilam
mengalami kondisi yang sama tetapi ada nilai plus dimana saat ada
penurunan luas areal tetapi produksi naik artinya kualitas produk yang
dihasilkan meningkat. Produksi tertinggi sagu diallami pada tahun 2015
mencapai diatas 400 ribu ton, sedang tahun-tahun sebelumnya dan
sesudahnya tidak mampu mendekati produksi 400 ribu ton.
Peningkatan produksi komoditas-komoditas ini menunjukkan besarnya
kekuatan sumber daya pekebun dalam mengembangkan suatu
komoditas yang dapat memberikan jaminan harga yang remuneratif
meskipun dibatasi oleh berbagai peraturan dan tanpa adanya bantuan
input produksi dari APBN.
Komoditas yang mengalami penurunan Produksi yaitu tebu, kapas,
tembakau, lada, kakao kopi dan kelapa. Kondisi ini didorong oleh
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 29
menurunnya luas areal tanaman tersebut dimana ada kebijakan
mengutamakan tanaman pangan (Pajale) sebagai upaya menyangga
ketersediaan pangan nasional. Namun demikian, peran Pemerintah
dalam upaya peningkatan produksi tembakau, masih tetap dilakukan
terutama dalam hal pembinaan dan pengawalan serta pemberdayaan
petani baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Adanya
alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) kepada
daerah penghasil tembakau, memungkinkan Pemerintah Daerah
membina para pekebun tembakau di wilayahnya secara lebih intensif.
Usaha perkebunan kelapa sawit, meskipun didominasi oleh perusahaan
perkebunan besar (±59%) namun kontribusi perkebunan rakyat dalam
peningkatan produksi kelapa sawit nasional tidak dapat diabaikan.
Permasalahan yang dihadapi oleh pekebun kelapa sawit, seperti
dominannya tanaman tua di pertanaman dan buruknya infrastruktur,
dapat diselesaikan dalam skala yang lebih luas. Fasilitasi Direktorat
Jenderal Perkebunan melalui APBN untuk pengembangan komoditas
kelapa sawit dilakukan melalui kegiatan peremajaan kelapa sawit
dengan bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelpaa
Sawit (BPDPKS) yang telah dimulai tahun 2017 dengan luas areal yang
sudah disalurkan dana peremajaanya seluas 2.900 hektar, pembangunan
demplot model peremajaan kelapa sawit, penanganan OPT, perluasan
areal di daerah perbatasan/ daerah tertinggal, pergantian benih tidak
bersertifikat dengan benih unggul bermutu dan bersertifikat dalam
skala terbatas, serta mendorong lebih banyak pekebun untuk dapat
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 30
memanfaatkan fasilitas subsidi bunga perbankan yang disalurkan
melalui program skim Kredit Pengembangan Energi Nabati dan
Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dalam rangka pengembangan
usaha perkebunan kelapa sawitnya.
Fasilitasi Direktorat Jenderal Perkebunan untuk komoditas cengkeh,
karet, jambu mete dan lada selama 5 tahun ini cukup berhasildengan
laju pertumbuhan produksi rata-rata mencapai 1 - 8%. Selama ini
kegiatan peremajaan, rehabilitasi, intensifikasi dan perluasan tanaman
cengkeh, jambu mete dan lada serta kegiatan peremajaan, intensifikasi
dan perluasan tanaman karet di wilayah khusus (perbatasan, daerah
tertinggal, pasca bencana dan pasca konflik) cukup mengangkat tingkat
produksi tanaman.
Pengembangan tebu selama periode 2014-2018 terjadi penurunan
produksi tebu yang cukup signifikan, hal ini dipengaruhi oleh semakin
menurunnya luas lahan tebu yang cukup masive. Pemerintah sedang
berupaya mengembangkan budidaya tebu melalui rasionalisasi
penataan varietas tebu untuk mendapatkan komposisi varietas tebu
unggul dan penerapan sistem tebangan Manis, Bersih dan Segar (MBS)
menjadi salah satu pengungkit peningkatan produksi tebu. Peran
pemerintah pusat dalam APBN diwujudkan dalam bentuk penyediaan
benih unggul bermutu melalui pembangunan Kebun Benih Induk (KBI)
dan Kebun Benih Datar (KBD) menggunakan teknik kultur jaringan,
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 31
bantuan alat dan mesin pertanian, bongkar ratoon, rawat ratoon dan
perluasan areal pada daerah potensial pengembangan tebu. Produksi
Kemiri Sunan masih sangat rendah, periode 2014-2018 karena
rintisannya baru dimulai tahun 2011 dan diarahkan pada perluasan
areal penanaman sehingga diproyeksikan baru berproduksi pada tahun
2015. Adapun biji kemiri sunan dari pohon-pohon kemiri sunan yang
tumbuh secara alami tidak dipanen karena fasilitas unit pengolahannya
belum cukup tersedia. Untuk komoditas kapas, rendahnya trend
produksi antara lain disebabkan jaminan pasar dan harga yang kurang
bersaing untuk menarik minat petani dalam membudidayakan kapas.
Untuk komoditas jarak pagar, masih diperlukan penelitian lebih lanjut
agar dapat dihasilkan varietas unggul baru, teknik budidaya jarak pagar
yang produktivitasnya tinggi dan mekanisme usahanya ditingkat petani
yang dapat menghasilkan keuntungan. Pada komoditas kakao,
walaupun program Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao
Nasional (Gernas) Kakao cukup memberikan dampak bagi kinerja
komoditas kakao tetapi persoalan serangan OPT dan banyaknya
tanaman tua/ rusak menjadi faktor penyebab terbesar dari penurunan
produksi. Kendala lahan dan produktivitas masih menjadi simpul kritis
pengembangan kopi ditengah meningkatnya permintaan dunia akan biji
kopi. Untuk komoditas kelapa, banyaknya tanaman tua/ rusak dan
rendahnya produktivitas, persoalan lahan cukup berpengaruh terhadap
penurunan produksi. Kendala peningkatan produksi komoditas teh
sebagian besar disebabkan produktivitas menurun akibat banyaknya
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 32
tanaman tua/rusak sehingga kedepan perlu adanya kegiatan
peremajaan tanaman.
2.3. Produktivitas Tanaman Perkebuan
Tabel 9. Produktivitas Komoditas Perkebunan tahun 2014-2018
No. Komoditas
Perkebunan
Tahun (Kg/Ha)
2014 2015 2016 2017 2018*)
I. TANAMAN TAHUNAN
1. Karet (karet kering)
1.053 1.036 1.104 1.205
1.161
2. Kelapa sawit (CPO)
3.601 3.625 3.588 3.634
3.644
3. Kelapa (kopra)
1.136 1.110 1.112 1.100
1.114
4. Kopi (kopi berasan) 716 707 714 775 782
5. Kakao (biji kering) 803 775 798 737 756
6. Jambu mete (gelondong
kering) 416 430 430 432 434
7. Lada (lada kering) 921 828 804 798 802
8. Cengkeh (bunga kering) 391 441 426 345 371
9. Teh (daun kering)
1.683 1.495 1.568 1.670
1.592
10. Pala (biji kering) 484 479 462 441 453
11. Kemiri Sunan (biji
kering) 222 186 205 32 41
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 33
S
u
m
b
e
r
:
D
i
rektorat Jenderal Perkebunan 2018
Berdasarkan analisis trend pertumbuhan produktivitas rata-rata pada 16
komoditas selama periode tahun 2014-2018 mengalami pertumbuhan
positif sebesar 1,26%. Masih terdapat komoditas dengan pertumbuhan
produktivitas negative sebanyak 6 komoditas yaitu kelapa, kopi, kakao
(tanaman tahunan dan penyegar), untuk tanaman semusim dan rempah
yang mengalami pertumbuhan negative adalah tebu, kapas dan
tembakau. Walaupun demikian, sebagian besar komoditas yang
menunjukkan laju pertumbuhan produktivitas yang positif. Komoditas
cengkeh, nilam, jambu mete, kakao, teh, tembakau, karet, tebu, lada dan
kelapa sawit menunjukkan trend pertumbuhan produktivitas yang
positif dengan persentase range antara 0,09-31,99%.
12. Sagu (tepung sagu)
4.194 3.656 3.377 3.557
3.715
II. TANAMAN SEMUSIM
13. Tebu (gula kristal putih)
5.406 5.605 5.002 4.985
5.207
14. Kapas (serat berbiji) 220 151 307 230 233
15. Tembakau (daun
kering) 947 946 934 917 902
16. Nilam (minyak atsiri) 149 162 176 141 153
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 34
Laju pertumbuhan produksi beberapa komoditas perkebunan diiringi
dengan meningkatnya produktivitas tanaman. Hal ini ditunjukkan pada
komoditas tembakau, cengkeh, kelapa sawit, karet, jambu mete, tebu,
lada dan nilam. Kedelapan komoditas tersebut menunjukkan trend
positif yang disebabkan oleh kontribusi kegiatan-kegiatan yang
dialokasikan Direktorat Jenderal Perkebunan pada sentra-sentra
produksi untuk memacu produktivitas tanaman seperti 1) kegiatan
peremajaan dan perluasan areal pada komoditas karet dan jambu mete;
2) intensifikasi dan rehabilitasi pada komoditas cengkeh dan lada, 3)
kegiatan pengendalian OPT dan SL-PHT, 4) kegiatan rawat ratoon,
bongkar ratoon, perluasan areal dan bantuan peralatan pada komoditas
tebu; 5) kegiatan pengembangan komoditas nilam dan tembakau dalam
skala terbatas; 6) pengembangan komoditas kelapa sawit yang meliputi
pergantian benih bersertifikat, model pengembangan dan perluasan
daerah khusus; dan 7) pemberdayaan petani yang secara tidak langsung
membina petani untuk meningkatkan produktivitas tanamannya.
Laju pertumbuhan produktivitas kapas dan jarak pagar menunjukkan
pola negatif yang cukup besar. Rendahnya produktivitas jarak pagar
pada dasarnya disebabkan belum adanya varietas tanaman yang dapat
menghasilkan produksi yang maksimal dengan rendemen yang layak
untuk bahan baku sumber bahan bakar nabati (BBN). Pengembangan
jarak pagar yang didanai pemerintah untuk sementara dihentikan dan
dikembalikan pada penelitian Badan Litbang Pertanian untuk
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 35
menghasilkan varietas-varietas unggul. Ketidakpastian iklim dan
ketersediaan benih unggul sebagian faktor yang mempengaruhi
penurunan produktivitas tanaman kapas.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 36
BAB III
KINERJA PROGRAM PEMBANGUNAN PERKEBUNAN
Program Pembangunan Perkebunan Tahun 2014-2018
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman
Perkebunan Berkelanjutan dilaksanakan Tahun Anggaran 2014-2016 telah
berakhir dan mulai Tahun Anggaran 2017 sebagai awal program Peningkatan
Produksi Komoditas Perkebunan Berkelanjutan.
Tabel 10. Kegiatan dan Anggaran Program Tahun 2014-2018
NO. KEGIATAN
BESARAN APBN (MILYAR RUPIAH)
PER TAHUN
2014 2015 2016 2017 2018
1. Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Tanaman Rempah dan
Penyegar
326 2.066 64 - -
2. Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Tanaman Semusim
511 1.565 1 - -
3. Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Tanaman Tahunan
174 387 - - -
4. Pengembangan Penanganan
Pascapanen Komoditas Perkebunan
37 48 2 - -
5. Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Tanaman Tahunan dan
Penyegar
- - 544 462 501
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 37
6. Dukungan Perlindungan
Perkebunan
77 174 110 38 96
7. Dukungan Manajemen dan
Dukungan Teknis Lainnya Ditjen.
Perkebunan
129 187 152 137 239
8. Dukungan Pengujian dan
Pengawasan Mutu Benih serta
Penerapan Teknologi Proteksi
Tanaman Perkebunan (Surabaya,
Medan dan Ambon)
67 70 87 66 140
9. Pengembangan Tanaman Semusim
dan rempah
- - 119 265 322
10. Dukungan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perkebunan
- - 82 66 100
11. Dukungan Perbenihan Tanaman
Perkebunan
- - 31 114 238
Jumlah 1.321 4.497 1.192 1.149 1.636
Sumber: Spannint Kemenkeu
Rata-rata pendanaan pembangunan perkebunan selama 5 tahun terakhir
sebesar Rp1,959 triliun, anggaran terbesar diperoleh pada TA. 2015 yang
mencapai Rp4,5 triliun dengan fokus pembangunan pada pengembangan
tebu. Pada TA. 2018 anggaran mencapai Rp1,636 triliun lebih tinggi dari 2
tahun terakhir.
1. Realisasi Program Perkebunan Tahun Anggaran 2018
Penyerapan anggaran dan pencapaian fisik per kegiatan utama sebagai
tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan dalam tahun berjalan.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 38
Dalam perkembangannya ada penekanan pada realisasi keuangan
dengan menafikan efisiensi dalam penggunaan anggaran, kebijakan ini
diambil karena didorong oleh kondisi ekonomi nasional yang sangat
dipengaruhi oleh anggaran negara.
Tabel 11. Realisasi anggaran dan fisik kegiatan utama TA. 2018
No Kegiatan Pagu
(Rp)
Realisasi
Keuangan
(Rp) (%)
1. 1777. Pengembangan
Tanaman Tahunan dan
Penyegar
500.571.910.000 454.384.310.655 95,15%
3. 1779. Dukungan Perlindungan
Perkebunan
96.261.498.000 91.595.775.013 86,40%
4. 1780. Dukungan Manajemen
dan Dukungan Teknis
Lainnya Ditjen Perkebunan
238.954.612.000 180.405.938.885 92,18%
5. 1781. Dukungan Pengujian
dan Pengawasan Mutu Benih
Serta Penerapan Teknologi
Proteksi Tan. Perkebunan
140.345.052.000 121.260.763.964 86,48%
6. 5888. Pengembangan
Tanaman Semusim dan
Rempah
322.286.492.000 277.215.322.344 95,15%
7. 5889. Dukungan Pengolahan
dan Pemasaran Hasil
Perkebunan
99.812.876.000 92.009.167.657 86,40%
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 39
8. 5890. Dukungan Perbenihan
Tanaman Perkebunan
238.121.614.000 198.211.809.621 92,18%
Jumlah 1.636.354.054.000 1.415.083.088.139 86,48%
Sumber : Spannint DJP Kemenkeu, cetak 8 Februari 2018
Penyerapan anggaran hanya mencapai 86,48% jauh dari target/estimasi
penyerapan anggaran 94%, hal ini disebabkan ketersediaan benih, harga
pupuk lebih tinggi dari pagu anggaran, lokasi sasaran (CP/CL) yang
berubah dan luasan berubah pula. Pada sisi lain tidak maksimalnya
penyerapan anggaran juga dipengaruhi oleh sisa kontrak yang besar
dimana harga satuan jauh lebih rendah dibanding harga
benih/barang/jasa yang berlaku pada saat harga disepakati (kontrak)
dan revisi DIPA sering terjadi bahkan untuk revisi POK sudah
memasuki bulan Agustus/September.
Komoditas yang menjadi fokus pengembangan adalah kopi, teh, karet,
kakao, lada, pala, cengkeh, kelapa dan tebu. Untuk mendukung
pengembangan komoditas tersebut di Tahun 2018 juga dianggarkan
secara besar sarana prasarana berupa alat pasca panen, UPH,
mekanisasi pertanian seperti pompa air, pupuk, pestisida, traktor dan
implementnya.
2. Realisasi Anggaran per Belanja
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 40
Sistem penganggaran didasarkan pada jenis belanja yang terbagi dalam
3 (tiga) jenis belanja yaitu belanja barang, belanja pegawai dan belanja
modal. Satuan Kerja Pusat dan UPT Pusat mengalokasikan 3 jenis
belanja sedangkan daerah (Dinas) hanya dialokasikan 2 (dua) jenis
belanja yaitu belanja barang dan belanja modal.
Jenis belanja terbesar adalah belanja barang, dimana dalam belanja ini
memuat kegiatan pokok dari program termasuk didalamnya
penyaluran bantuan pemerintah seperti benih, pupuk, pestisida, alat
pasca panen, alat pengolahan, pengendalian OPT, bantuan ternak dan/
atau kandang, kendaraan operasional pengendalian kebakaran, dll.
Tabel 12. Realisasi per Akun Belanja TA. 2018
Kode/Jenis Belanja Pagu
(Rp)
Realisasi
Keuangan (Rp) (%)
51 BELANJA PEGAWAI 78.000.000.000 69.516.520.886
89,12%
52 BELANJA BARANG 1.507.080.045.000 1.298.193.704.257
86,14%
53 BELANJA MODAL 51.274.009.000 47.372.862.996
92,39%
Jumlah 1.636.354.054.000 1.415.083.088.139
86,48%
Sumber : Spannint DJA Kemenkeu,cetak 9 Februari 2019
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 41
Penambahan anggaran menggelembungkan belanja barang pada
penyediaan benih, pupuk, APK dan pestisida. Sedang belanja pegawai
tetap,dan belanja modal dengan anggaran paling kecil. Belanja pegawai
hanya murni berupa gaji untuk pegawai pusat dan pegawai UPT
(BBPPTP Medan/Surabaya/Ambon dan BPTP Pontianak) sedang
tunjangan kinerja berada pada nggaran Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanian. Tidak maksimalnya penyerapan anggaran
belanja pegawai dipengaruhi oleh sistem penganggaran yang tidak
memperhitungkan tambah atau berkurangnya jumlah pegawai terutama
besaran jumlah pegawai pensiun dan pindah ke instansi lain baik di
pusat maupun daerah (data kutang ter update).
Penggunaan belanja modal modal untuk menyediakan kendaraan roda
4 untuk pejabat Eselon I dan II, kendaraan roda-2 untuk petugas
lapangan dan operasional kantor, peralatan perkantoran, asrama dan
lain-lain. Penyerapan angaran mencapai 92% namun belum mencapai
estimasi yang dilaporkan hal ini disebabkan oleh perbedaan besaran
pagu anggaran dengan realisasi kontrak (sisa kontrak), harga satuan
didalam pagu anggaran lebih besar dibanding harga satuan dalam
kontrak.
Jasa konsultasi, jasa lainnya, pengadaan benih, pembelian
traktor/pompa air, pembelian pupuk, dll semua jenis pengadaan ini
masuk dalam belanja barang dimana proses pengadaan harus sesuai
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 42
dengan peraturan dalam Perpres nomor 54/2010 dan aturan
perubahannya dan jenis belanja barang ini biasanya menjadi satu-
satunya jenis belanja yang dianggarkan pada Satker daerah yang
melaksanakan anggaran APBN pembangunan perkebunan. Realisasi
anggaran belanja barang sangat mempengaruhi realisasi seluruh jenis
belanja karena anggaran terbesar berada pada belanja barang dengan
rata-rata alokasi ≥ 90% per tahun.
3. Realisasi Anggaran per Satker
Mempertimbangkan banyaknya jumlah kabupaten dan kota sebanyak
511 yang tersebar di 34 provinsi, serta adanya keterbatasan anggaran
yang bersumber dari APBN DIPA Ditjen Perkebunan maka agar dapat
merata ke seluruh Indonesia perlu ditetapkan kriteria satker mandiri
Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota, sebagai berikut: (a). Kinerja satker
dua tahun terakhir (2016 dan 2017); (b). Nomenklatur Dinas. Urutan
prioritas pengalokasian anggaran terkait dengan nomenklatur dinas
secara berurutan: apabila Dinas Perkebunan berdiri sendiri akan
memperoleh prioritas utama, Dinas Gabungan namun masih tersurat
kata "Perkebunan", seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan menjadi
prioritas kedua, dan Dinas Gabungan tanpa kata "Perkebunan" akan
menjadi prioritas terakhir; (c) Alokasi anggaran yang dikelola minimal
Rp 1 milyar. Bila anggaran yang dikelola dibawah Rp 1 milyar, maka
dana tersebut dialokasikan dan dikelola oleh Provinsi sebagai Tugas
Pembantuan (TP) Provinsi; dan (d) Besar-kecilnya kontribusi terhadap
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 43
sasaran produksi dan luas areal secara nasional sebagaimana tertuang
dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Perkebunan tahun
2015-2019.
3.1. Satker Provinsi
Kebijakan Tahun 2018 meniadakan Satker Tugas Mandiri
Kabupaten/Kota, dengan pertimbangan besaran anggaran yang
dialokasikan Kementerian Pertanian ke Ditjen Perkebunan sangat kecil
dan sudah berlangsung selama 2 tahun terakhir, dimulai pada TA 2017.
Tabel 13. Realisasi Anggaran per Satker Provinsi
No Satker Pagu (Rp) Realisasi (Rp) ( ( % )
1 029101 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI JAWA BARAT
2.355.135.000 2.302.615.400 97,77%
2 029161 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI JAWA BARAT
47.456.979.000 43.615.054.197 91,90%
3 039098 | DINAS PERTANIAN DAN
PERKEBUNAN PROVINSI JAWA
TENGAH
2.109.500.000 1.794.509.465 85,07%
4 039153 | DINAS PERTANIAN DAN
PERKEBUNAN PROVINSI JAWA
TENGAH
41.607.460.000 29.986.392.257 72,07%
5 049058 | DINAS PERTANIAN DAN
KETAHANAN PANGAN PROV. D.I.
YOGYAKARTA
1.124.370.000 1.122.632.374 99,85%
6 049089 | DINAS PERTANIAN DAN
KETAHANAN PANGAN PROV. D.I.
YOGYAKARTA
8.327.405.000 8.203.680.913 98,51%
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 44
7 059114 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI JAWA TIMUR
2.069.100.000 1.859.936.599 89,89%
8 059180 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI JAWA TIMUR
30.612.346.000 16.480.478.504 53,84%
9 060100 | DINAS PERTANIAN DAN
PERKEBUNAN ACEH
1.694.600.000 1.619.722.376 95,58%
10 060102 | DINAS PERTANIAN DAN
PERKEBUNAN ACEH
44.465.807.000 40.155.521.380 90,31%
11 079077 | DINAS PERKEBUNAN PROV
SUMATERA UTARA
1.448.490.000 1.395.220.926 96,32%
12 079126 | DINAS PERKEBUNAN PROV
SUMATERA UTARA
29.255.971.000 26.309.191.194 89,93%
13 089083 | DINAS TANAMAN
PANGAN HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI SUMATERA
BARAT
1.404.450.000 1.364.215.600 97,14%
14 089132 | DINAS TANAMAN
PANGAN HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI SUMATERA
BARAT
33.623.283.000 29.486.561.285 87,70%
15 099270 | DINAS TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI RIAU
1.574.400.000 1.510.300.000 95,93%
16 099316 | DINAS TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI RIAU
27.107.440.000 21.600.680.513 79,69%
17 109071 | DINAS PERKEBUNAN
PROPINSI JAMBI
2.137.800.000 2.018.275.658 94,41%
18 109120 | DINAS PERKEBUNAN
PROPINSI JAMBI
23.594.334.000 20.436.603.753 86,62%
19 119081 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN
2.927.535.000 2.673.117.131 91,31%
20 119132 | DINAS PERKEBUNAN 31.213.849.000 28.957.934.213 92,77%
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 45
PROVINSI SUMATERA SELATAN
21 129072 | DINAS PERKEBUNAN DAN
PETERNAKAN PROVINSI LAMPUNG
1.841.500.000 1.797.009.420 97,58%
22 129114 | DINAS PERKEBUNAN DAN
PETERNAKAN PROVINSI LAMPUNG
54.229.791.000 50.185.733.918 92,54%
23 139076 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
1.056.250.000 1.033.595.000 97,86%
24 139127 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
14.248.047.000 9.314.144.900 65,37%
25 149067 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
2.178.955.000 2.154.743.600 98,89%
26 149116 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
8.712.757.000 8.405.110.480 96,47%
27 159064 | DINAS PERKEBUNAN DAN
PETERNAKAN KALIMANTAN
SELATAN
1.578.950.000 1.450.915.746 91,89%
28 159109 | DINAS PERKEBUNAN DAN
PETERNAKAN KALIMANTAN
SELATAN
17.107.786.000 16.052.842.138 93,83%
29 169066 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
1.577.500.000 1.467.531.700 93,03%
30 169114 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
6.809.357.000 5.650.195.903 82,98%
31 179062 | DINAS PERKEBUNAN
PROPINSI SULAWESI UTARA
1.361.210.000 1.361.141.800 99,99%
32 179105 | DINAS PERKEBUNAN
PROPINSI SULAWESI UTARA
43.080.993.000 42.264.302.378 98,10%
33 189084 | DINAS PERKEBUNAN DAN
PETERNAKAN SULAWESI TENGAH
1.919.200.000 1.831.960.100 95,45%
34 189133 | DINAS PERKEBUNAN DAN
PETERNAKAN SULAWESI TENGAH
42.568.335.000 40.246.689.320 94,55%
35 199078 | DINAS PERKEBUNAN
PROPINSI SULAWESI SELATAN
1.827.350.000 1.742.935.450 95,38%
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 46
36 199127 | DINAS PERKEBUNAN
PROPINSI SULAWESI SELATAN
162.071.399.000 143.456.824.693 88,51%
37 209008 | DINAS PERKEBUNAN &
HORTIKULTURA SULAWESI
TENGGARA
1.542.020.000 1.429.010.000 92,67%
38 209109 | DINAS PERKEBUNAN &
HORTIKULTURA SULAWESI
TENGGARA
110.590.065.000 101.257.047.675 91,56%
39 219001 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI MALUKU
1.078.850.000 1.078.331.505 99,95%
40 219092 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI MALUKU
37.438.242.000 34.660.019.594 92,58%
41 229061 | DINAS TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI BALI
1.093.800.000 1.068.532.805 97,69%
42 229101 | DINAS TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI BALI
39.326.119.000 31.047.489.977 78,95%
43 239072 | DINAS PERTANIAN DAN
PERKEBUNAN NUSA TENGGARA
BARAT
1.275.560.000 1.272.168.782 99,73%
44 239128 | DINAS PERTANIAN DAN
PERKEBUNAN NUSA TENGGARA
BARAT
45.531.577.000 34.673.465.862 76,15%
45 249031 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
2.100.550.000 2.087.579.665 99,38%
46 249160 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
70.482.360.000 68.369.181.602 97,00%
47 259060 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI PAPUA
1.694.390.000 1.592.721.700 94,00%
48 259099 | DINAS PERKEBUNAN
PROVINSI PAPUA
20.673.017.000 16.725.931.220 80,91%
49 269065 | DINAS TANAMAN 1.126.200.000 1.109.237.000 98,49%
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 47
PANGAN HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI BENGKULU
50 269111 | DINAS TANAMAN
PANGAN HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI BENGKULU
19.852.319.000 18.346.388.600 92,41%
51 289035 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI MALUKU UTARA
1.401.000.000 1.401.000.000 100,00%
52 289105 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI MALUKU UTARA
79.293.115.000 78.662.244.600 99,20%
53 299347 | DINAS PERTANIAN
BANTEN
1.045.340.000 984.825.000 94,21%
54 299382 | DINAS PERTANIAN
BANTEN
5.374.536.000 4.739.510.800 88,18%
55 309033 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG
1.032.500.000 1.028.989.192 99,66%
56 309165 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG
31.791.976.000 23.173.501.755 72,89%
57 319057 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI GORONTALO
1.285.000.000 1.284.650.000 99,97%
58 319090 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI GORONTALO
20.919.625.000 20.435.004.930 97,68%
59 329027 | DINAS KETAHANAN
PANGAN, PERTANIAN DAN
KESEHATAN HEWAN KEP. RIAU
858.925.000 614.036.000 71,49%
60 329079 | DINAS KETAHANAN
PANGAN, PERTANIAN DAN
KESEHATAN HEWAN KEP. RIAU
2.485.611.000 1.785.585.900 71,84%
61 330023 | DINAS TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA
BARAT
1.728.250.000 1.699.980.000 98,36%
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 48
62 330024 | DINAS TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA
BARAT
19.366.666.000 19.116.024.000 98,71%
63 340999 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI SULAWESI BARAT
1.151.290.000 1.074.983.882 93,37%
64 341001 | DINAS PERTANIAN
PROVINSI SULAWESI BARAT
39.579.508.000 36.413.604.819 92,00%
65 417669 | DINAS PERTANIAN DAN
KETAHANAN PANGAN PROVINSI
KALIMANTAN UTARA
579.230.000 477.429.253 82,42%
66 417670 | DINAS PERTANIAN DAN
KETAHANAN PANGAN PROVINSI
KALIMANTAN UTARA
6.481.186.000 5.494.354.219 84,77%
Total Realisasi DK 51.179.200.000 48.703.853.129 95,16%
Total Realisasi TP 1.215.279.261.000 1.075.707.297.492 88,52%
Jumlah 1.266.458.461.000 1.124.411.150.621 88,78%
Sumber: Spannint DJP Kemenkeu
Serapan anggaran Satker Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Provinsi sampai akhir tahun pelaksanaan tercatat sebesar 88,78%,
rendahnya penyerapan ini dipengaruhi oleh provinsi Sulawesi Selatan
yang memiliki anggaran diatas 160-an milyar namun penyerapannya
hanya 88%, Kalimantan Barat dari anggaran Rp14 milyar hanya
menyerap 65%, dst. Bahkan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dar
anggaran Rp43 milyar hanya menyerap 53%.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 49
Sedang Satker yang mampu menyerap anggaran ≥ 94% dengan beban
kerja yang tinggi (anggaran besar) adalah Maluku Utara sebagai yang
tertinggi dengan anggaran (DK & TP) sebesar Rp80,694 milyar berhasil
menyerap 99,22% diikuti oleh Sulawesi Utara dengan anggaran (DK &
TP) sebesar Rp44,442 milyar mampu menyerap 98,16% dan 3 terbesar
terakhir Nusa Tenggara Timur dengan angaran (DK & TP) sebesar
Rp72,583 milyar berhasil menyerap 97,07%. Satker dengan penyerapan
rendah (3 terendah) yaitu Jawa Timur dari anggaran Rp32,681 milyar
terserap 56,12%, Kalimantan Barat dari anggaran Rp15,304 milyar
terserap 67,61% dan Kepulauan Riau dari anggaran Rp3,345 milyar
terserap 71,75%.
3.2. Satker Pusat dan UPT Pusat
Tabel 14. Realisasi Anggaran Satker Pusat dan UPT Pusat
NO SATKER PAGU
Rp
REALISASI
Rp %
1 238830 | DIREKTORAT JENDERAL
PERKEBUNAN
217.166.916.000 158.101.780.636 72,80%
2 567338 | BALAI BESAR
PERBENIHAN DAN PROTEKSI
TANAMAN PERKEBUNAN
(BBP2TP) SURABAYA
59.974.213.000 46.179.875.801 77,00%
3 567408 | BALAI BESAR
PERBENIHAN DAN PROTEKSI
TANAMAN PERKEBUNAN
(BBP2TP) MEDAN
42.055.763.000 38.728.253.161 92,09%
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 50
4 567521 | BALAI PROTEKSI
TANAMAN PERKEBUNAN
PONTIANAK
17.925.364.000 16.374.988.939 91,35%
5 567717 | BALAI BESAR
PERBENIHAN DAN PROTEKSI
TANAMAN PERKEBUNAN
(BBP2TP) AMBON
32.773.337.000 31.287.038.981 95,46%
Jumlah
369.895.593.000 290.671.937.518 78,58%
Sumber : Spannint DJA Kemenkeu
Penyerapan Ditjen Perkebunan setiap tahunnya selalu konstan dikisaran
70-an%, hal ini dipengaruhi oleh anggaran Tunjangan Kinerja Rp30
milyar yang tidak dibayarkan karena pembayarannya diambil alih
Setjen Kementan selain itu juga dipengaruhi oleh besar kecilnya
pembayaran gaji dimana selalu ada perubahan jumlah pegawai karena
pensiun pindah masuk maupun keluar, cuti diluar tanggungan negara.
Hal ini juga terjadi pada UPT pusat dimana ada komponen pembayaran
gaji, namun di UPT juga terdapat kegiatan fisik seperti Desa Pertanian
Organik dimana proses pelaksanaannya melalui kegiatan CP/CL
sampai dengan lelang/pengadaan langsung/e-purchasing. Balai Besar
rata-rata bisa menyerap diatas 86,80% dan yang tertinggi adalah Balai
Besar Ambon dan yang terendah adalah Balai Besar Surabaya, sedang
UPT satu-satunya yang ber-level Eselon III (dipimpin seorang Eselon III)
yang berlokasi di Pontianak ternyata menjadi Satker UPT yang paling
terendah serapannya meskipun juga memiliki anggaran yang paling
rendah
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 51
4. Realisasi Anggaran Berdasarkan Output Komoditas
Pengembangan kakao dalam APBN 2018 pada APBN reguler tidak
dianggarkan namun pada APBN-P baru dianggarkan, memperoleh
porsi terbesar, kebijakan ini diambil sebagai upaya pengembangan
komoditas potensial ekspor, selain itu luasnya areal tanaman kakao
rakyat yang sudah tua dan rusak dengan produktivitas yang rendah.
Sasaran utama pengembangan kakao diarahkan sesuai kawasan dan
sentra kakao. Sedang komoditas lain dilihat kemudahan potensi
pengembangannya sesuai kemapuan APBN Perkebunan,sebagai
berikut.
Tabel 15. Realisasi Anggaran Per-Output 2018
Kode ES1-
Program/Kegiatan/Output
Finansial(Rp000) Output Fisik
DIPA Realisasi % RKAKL Reals
(%)
Sat
Vol
180508. DITJEN PERKEBUNAN 1.636.354.054 1.415.083.088 86,48
Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu
Tan.Perkebunan Berkelanjutan
1777. Pengembangan Tanaman
Tahunan dan Penyegar
500.571.910 454.413.745 90,78
1777.001. Pengembangan Tanaman
Tahunan
113.911.257 99.029.223 86,94 19.970 91 HA
1777.002. Pengembangan Tanaman
Kakao
164.061.228 151.242.544 92,19 19.025 95 HA
1777.003. Pengembangan Tanaman
Karet
35.225.650 32.792.998 93,09 5.505 100 HA
1777.004. Pengembangan Tanaman
Kelapa
79.139.936 75.119.501 94,92 28.327 100 HA
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 52
1777.005. Pengembangan Tanaman
Tahunan dan Penyegar Lainnya
64.058.254 57.312.555 89,47 8.462 94 HA
1777.006. Pengembangan
Perkebunan di Wilayah Perbatasan
13.900.834 13.198.191 94,95 8 100 Lokasi
1777.007. Fasilitas Teknis Dukungan
Pengembangan Tan. Tahunan dan
Penyegar
30.274.751 25.718.732 84,95 336 100 Bln
1779. Dukungan Perlindungan
Perkebunan
96.261.498 91.598.025 95,16
1779.001.Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Tanaman Perkebunan
24.002.133 22.621.280 94,25 8325 100 HA
1779.002. Penanganan Dampak
Perubahan Iklim dan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun
5.905.875 5.590.965 94,67 25 100 KT
1779.003. Pengembangan Desa
Pertanian Organik Berbasis
Komoditas Perkebunan
28.182.920 27.550.431 97,76 155 100 Des
a
1779.004. Fasilitas Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan
36.459.070 34.381.232 94,30 6.960.001 100 Bln
1779.006. Penanganan Gangguan
dan Konflik Usaha Perkebunan
1.711.500 1.454.117 84,96 21 90 Pro
v
1780. Dukungan Manajemen dan
Dukungan Teknis Lainnya
Ditjen Perkebunan
238.954.612 180.405.939 75,50
1780.950. Layanan Dukungan
Manajemen Eselon I
181.928.904 133.763.360 73,53 804 100 Bln
1780.951. Layanan Internal
(Overhead)
14.132.914 12.017.986 85,04 12 100 Bln
1780.994. Layanan Perkantoran 42.892.794 34.624.593 80,72 12 100 Bln
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 53
1781. Dukungan Pengujian dan
Pengawasan Mutu Benih Serta
Penerapan Teknologi Proteksi
Tanaman Perkebunan
140.345.052 121.260.764 86,40
1781.001. Pengawasan dan
Pengujian Mutu Benih Tanaman
Perkebunan
9.753.349 8.598.733 88,16 88.734.620 100 Btg
1781.002. Pengembangan Teknologi
Proteksi Tanaman Perkebunan
7.657.628 7.039.291 91,93 37 100 Pkt
Tek
1781.003. Fasilitas Teknis Dukungan
Pengujian dan Pengawasan Mutu
Benih serta Penyiapan Teknologi
Proteksi Tanaman Perkebunan
33.498.887 22.451.129 67,02 48 70 Bln
1781.950. Layanan Dukungan
Manajemen Eselon I
14.318.347 13.062.116 91,23 48 100 Bln
1781.951. Layanan Internal
(Overhead)
23.728.316 23.027.710 97,05 48 100 Bln
1781.994. Layanan Perkantoran 51.388.525 47.081.784 91,62 48 100 Bln
5888. Pengembangan Tanaman
Semusim dan Rempah
322.286.492 277.209.072 86,01
5888.001. Pengembangan Tanaman
Tebu
62.752.737 41.602.369 66,30 13.096 71 HA
5888.002. Pengembangan Tanaman
Semusim dan Rempah Lainnya
216.891.125 196.637.316 90,66 59.254 95 HA
5888.003. Fasilitas Teknis Dukungan
Pengembangan Tanaman Semusim
dan Rempah
42.642.630 38.969.387 91,39 288 100 Bln
5889. Dukungan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perkebunan
99.812.876 92.009.168 92,18
5889.001. Fasilitas pasca panen
tanaman perkebunan
31.262.411 28.372.811 90,76 163 94 KT
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 54
5889.002. Fasilitas Teknis Dukungan
Pengembangan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perkebunan
15.103.455 14.350.152 95,01 156 100 Bln
5889.003 Fasilitas Pengolahan Hasil
Perkebunan
37.716.710 35.503.427 94,13 90 100 Unit
5889.004. Pengembangan Penerapan
Standarisasi, Mutu dan Pembinaan
Usaha Perkebunan
8.950.300 7.635.576 85,31 84 90 Keg
5889.005. Pengembangan Pemasaran
Hasil Perkebunan
6.780.000 6.147.201 90,67 60 94 KE
G
5890. Dukungan Perbenihan
Tanaman Perkebunan
238.121.614 198.186.376 83,23
5890.001. Penyediaan Benih Unggul
Tanaman Perkebunan
192.323.446 158.379.717 82,35 4.008 90 HA
5890.002. Fasilitas Teknis Dukungan
Penyediaan Benih Unggul Tanaman
Perkebunan
45.798.168 39.806.659 86,92 408 90 Bln
Sumber : Spannint Kemenkeu Februari 2019
4.1. Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar
Pengembangan Tanamn Tahunan dan Penyegar dalam APBN 2018
memperoleh porsi terbesar, kebijakan ini diambil sebagai upaya
pengembangan komoditas potensial ekspor, selain itu luasnya areal
tanaman tahunan rakyat yang sudah tua dan rusak dengan
produktivitas yang rendah. Sasaran utama pengembangan tahunan dan
penyegar diarahkan sesuai kawasan dan sentra terdiri dari kegiatan
pengembangan tanaman karet, sagu, kelapa, jambu mete. Hasil akhir
pelaksanaan kegiatan adalah dari total anggaran Rp186 milyar lebih
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 55
terserap kurang dari 76% dengan capaian fisik 25.305 hektar dari target
32.911 hektar (76,89%).
4.2. Perlindungan Perkebunan
Sebagai upaya budidaya yang terintegrasi dari hulu ke hilir yang
didanai dari dana APBN 2018, maka salah satunya adalah melalui
pengendalian hama & penyakit, pengembangan desa pertanian organik,
adaptasi iklim, dll. Hasil akhir dari pelaksanaan kegiatan
pengembangan perlindungan tanaman perkebunan adalah anggaran
yang tersedia sebesar Rp37,792 milyar, dengan anggaran terbesar
diperuntukan bagi fasilitasi teknis dukungan selama 12 bulan untuk
mengawal kegiatan di 38 satker, 34 satker sebagai pelaksana kegiatan
ini, sedang 4 satker UPT mengerjakan proteksi perkebunan yang
berkedudukan di Ambon, Medan, Surabaya dan Pontianak. Anggaran
terbesar kedua untuk kegiatan desa pertanian organik dimana kegiatan
tersebut berrwujud dalam bentuk pemberian bantuan ternak, kandang,
sumber makanan (benih) dan pupuk/pestisida. Kegiatan pengendalian
OPT anggarannya tidak cukup besar karena sasaran pengendalian
hanya 800 hektar.
4.3. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen
Perkebunan
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 56
Seluruh kegiatan merupakan kegiatan yang bersifat administratif,
pengawalan dan diletakkan pada anggaran dekonsentrasi. Di pusat
digunakan untuk fasilitasi pimpinan, perencanaan, evaluasi, keuangan
untuk anggaran didaerah berwujud kegiatan evaluasi, perencanaan dan
keuangan. Hasil akhir pelaksanaan kegiatan dari anggaran sebesar
Rp238,955 milyar, terserap Rp180,406 (75,50%).
4.4. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta
Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh 4 UPT Pusat yang terdiri 3
Balai Besar yang menangani 2 fungsi utama yaitu proteksi dan
perbenihan yang berlokasi di Maluku (BBPPTP Ambon), Jawa Timur
(BBPPTP Surabaya/Mojokerto), Sumatera Utara (BBPPTP Medan)
sedang 1 Balai setingkat Eselon 3 hanya memiliki 1 fungsi utama yaitu
proteksi yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat. Balai-bali
tersebut melaksanakan kegiatan utama berupa Dukungan Pengujian
dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan Teknologi Proteksi
Tanaman Perkebunan dengan alokasi sebesar Rp140.345.052.000 dan
terealisasi sebesar Rp121.260.764.000 (86,40%). Rendahnya penyerapan
ke-4 UPT tersebut lebih kepada pengalaman SDM-nya baik SDM teknis
maupun SDM pengelola keuangan.
4.5. Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 57
Kegiatan Pengembangan tanaman sagu dilaksanakan di 3 provinsi dan
12 Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu perluasan tanaman sagu
seluas 300 ha, penataan tanaman sagu seluas 1.410 ha, pembangunan
kebun sumber benih sagu dan kegiatan pendukung lainnya.
Kegiatan pokok pengembangan sagu untuk penataan varietas 1.410
hektar dan perluasan areal 300 hektar seluruhnya terlaksana 100%.
Pengembangan sumber benih melalui pembangunan kebun sumber
benih 5 hektar terlaksana seluruhnya.
4.6. Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan
Kegiatan Pengembangan tanaman karet dilaksanakan di 10 provinsi
dan 18 Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu peremajaan tanaman
karet seluas 3.469 ha, perluasan tanaman karet seluas 450 ha,
pembangunan sumber benih karet seluas 24 ha dan kegiatan pendukung
lainnya.
Target perluasan dan peremajaan seluas 3.991 hektar bisa tercapai 100%,
hanya pembangunan sumber benih hanya tercapai 87,50% atau 21
hektar dari target 24 hektar, kegiatan dukungan lainnya tercapai 100%.
4.7. Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 58
Kegiatan Pengembangan tanaman karet dilaksanakan di 15 provinsi
dan 61 Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu peremajaan tanaman
kelapa seluas 9.630 ha, perluasan tanaman kelapa seluas 3.750 ha,
pembangunan kebun benih kelapa seluas 232 ha dan kegiatan
pendukung lainnya.
Target pengembangan kelapa yang diarahkan untuk peremajaan 9.630
hektar dan perluasan 3.750 hektar tercapai seluruhnya termasuk
pembangunan sumber benih. Kegiatan dukungan juga terlaksna 100%
meskipun anggaran tidak terserap seluruhnya.
5. Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun (PKSP) 2018
Ekspor produk perkebunan hulu Tahun 2018 mencapai nilai US $27,9
milyar, US $18 milyarnya disumbang oleh produk kelapa sawit. Luas
kepemilikan kebun kelapa sawit rakyat/pekebun 2017 seluas 5,06 juta
ha atau 36,08% dari total keseluruhan lahan sawit yang diusahakan
(14,048 juta hektar). Lahan sawit rakyat/pekebun yang sudah memasuki
umur 25 tahun keatas/siap diremajakan seluas 2,4 juta hektar yang
terdiri kebun swadaya 2,10 juta hektar, plasma Pir-Bun 0,16 juta hektar,
Pir-Trans 0,14 juta hektar.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 59
Mengingat kemampuan petani rakyat dalam memelihara kebun
sawitnya terbatas dikarenakan produktivitas yang rendah, rata-rata
dibawah 12 ton/ha per tahun maka pemerintah mengambil kebijakan
membantu pekebun kelapa sawit melalui pendanaan dari BPDPKS
(Kemenkeu) dengan merencanakan meremajakan seluruh kebun sawit
rakyat dalam bentuk bantuan hibah dana langsung ke rekening
pekebun sebesar Rp25 juta/hektar dengan maksimal per pekebun seluas
4 hektar. Dalam pelaksanaan peremajaan sawit akan dilakukan sendiri
oleh petani dengan menguasakan kepada manajemen
Poktan/Gapoktan/Koperasi/Lemabga Pekebun Lainnya.
Pelaksanaan Peremajaan Sawit Rakyat/Pekebun telah memasuki Tahun
kedua, dimana program ini telah dimulai Tahun 2017 dengan target luas
areal yang akan diremajkan seluas 20.730 hektar di 7 provinsi/20
kabupaten dan sudah mendapatkan rekomendasi teknis Dirjen
Perkebunan seluas 14.796,1815 hektar namun karena ada ketidakjelasan
hasil scan, kelebihan usulan lebih dari 4 hektar dan double pengajuan
oleh petani dengan pengujian melalui nomor KK dan/ atau NIK petani
maka Rekomtek yang disetujui oleh BPDPKS menjadi seluas 14.494,8046
hektar untuk 47 Koperasi/Gapoktan/Poktan dengan dana yang sudah
ditransfer sebesar Rp 360.447.082.500,- (sudah dicairkan petani sebesar
Rp131.773.677.501,- dengan penanaman seluas 6.146,61 hektar).
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 60
Pada tahun 2018 target peremajaan kelapa sawit seluas 185.000 hektar
dengan lokasi sasaran di 75 kabupaten dalam 25 provinsi yaitu Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Papua, Maluku Utara
dan Kepualuan Riau.
Berdasarkan data yang sudah masuk target Tahun 2018 seluas 185.000
hektar telah terealisasi seluas 33.842,1245 hektar untuk 169
Poktan/Gapoktan/Koperasi (Rekomtek Dirjen Perkebunan) dan sudah
disetujui BPDPKS seluas 1.128,77 hektar dengan dana hibah yang sudah
ke transfer ke rekening pekebun sebesar Rp28.219.327.500,-. Sampai
dengan laporan ini dibuat belum ada penaman dan pencairan dana.
Pada Tahun 2019 target peremajaan sawit rakyat seluas 200.000 hektar
dan sapai saat laporan dibuat telah terbit 218 hektar rekomtek Dirjen
Perkebunan dan belum ada persetujuan dari BPDPKS. Mengingat target
2017, 2018 belum tercapai dan jangan sampai terulang pada 2019 maka
diperlukan upaya-upaya khusus untuk mencapai target tersebut,
sebagai berikut:
a) Diperlukan suatau gerakan massal yang melibatkan seluruh
stakeholders.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 61
b) Memetakan target peremajan kelapa sawit per provinsi/per
kabupaten tetapi tetap memberikan ruang kepada daerah pelaksana
untuk menyampaikan usulan kesiapan/kesanggupan dan
perkembangan di lapangan (fleksibel).
c) Menerbitkan Keputusan Dirjen Perkebunan No. 156/2018 tentang
Tim Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun, Pengembangan Sumber
Daya Manusia dan Sarana Prasarana sebagai revisi atas Keputusan
Dirjen Perkebunan NO. 111/2017. Sesuai dengan keputusan tersebut
Kadis Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani urusan
perkebunan dapat membentuk Tim Peremjaan Kelapa Sawit di
daerahnya masing-masing.
d) Memberikan dana dukungan kegiatan yang bersumber melalui dana
BPDPKS yang disalurkan oleh Ditjen Perkebunan ke seluruh Tim
Peremajaan Kelapa Sawit Provinsi dan Kabupaten/Kota.
e) Meminta kepada Ketua Tim Peremajaan Kelapa Sawit didaerah
untuk menerbitkan SK Tim Pengelola Keuangan paling banyak 10
orang yang memuat Ketua, Sekretaris, Bendahara, staf keuangan
dan Verifikator, dengan ketentuan sebagai berikut:
f) Di tingkat Provinsi jika luasan 50-15.000 hektar maka jumlah Tim
Pengelola Keuangan maksimal 7 orang (Ketua, Sekretaris,
Bendahara, staf keuangan 1 orang dan Verifikator 3 orang).
g) Di tingkat Provinsi jika luasan diatas 15.000 hektar maka jumlah Tim
Pengelola Keuangan maksimal 10 orang orang (Ketua, Sekretaris,
Bendahara, staf keuangan 2 orang dan Verifikator 5 orang).
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 62
h) Di tingkat Kabupaten/Kota jika luasan 50-4.000 hektar maka jumlah
Tim Pengelola Keuangan maksimal 7 orang (Ketua, Sekretaris,
Bendahara, staf keuangan 1 orang dan Verifikator 3 orang).
i) Di tingkat Kabupaten/Kota jika luasan diatas 4.000 hektar maka
jumlah Tim Pengelola Keuangan maksimal 10 orang orang (Ketua,
Sekretaris, Bendahara, staf keuangan 2 orang dan Verifikator 5
orang).
j) Tim Peremajan Kelapa Sawit baik di pusat maupun daerah wajib
memiliki rekening RPL (rekening penggunaan lainnya), NPWP Tim
Peremajaan dan menyampaikan target luasan areal yang disanggupi
(khusus kabupaten/kota) melalui Tim Peremajaan Provinsi
disampaikan ke Sekretariat Tim Peremajaan pusat.
6. Responsif Gender/Pengarus Utamaan Gender (PUG)
Kegiatan perencanaan dan penganggaran responsif gender mengacu
kepada ketentuan yang berlaku, diantaranya Peraturan Menteri
Keuangan. Ketentuan tersebut seperti keharusan menyusun anggaran
yang responsif gender dilengkapi dengan (Gender Analysis Pathway
(GAP), Term of Reference (TOR), Gender Budget Statement (GBS). Pada
folder ini disajikan perencanaan kegiatan responsif gender mencakup
sembilan kegiatan pilot proyek responsif gender yaitu: tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, peternakan, pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian, prasarana dan sarana pertanian, penyuluhan dan
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 63
pengemnagan SDM pertanin, ketahanan pangan maupun penelitian dan
pengembangan.
Latar Belakang
GENDER adalah perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status
antara laki-laki dan perempuan yang bukan berdasarkan pada
perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang
dipengaruhi oleh struktur masyarakat.
Issue Gender yang berkembang adalah seringkali pengakuan,
penghargaan, serta kesetaraan kesempatan (akses) dan hak-hak
memutuskan (kontrol) antara laki-laki dan perempuan menyebabkan
berbedanya tingkat partisipasi dan manfaat yang diperoleh oleh laki-
laki dan perempuan
Upaya mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan di
Indonesia telah dilakukan lebih dari satu dasarwarsa. Terbitnya INPRES
No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
Pembangunan Nasional menjadi satu titik tolak kebijakan ke arah
pembangunan yang responsif gender. Kebijakan ini kemudian
dipertegas juga dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang
RPJMN 2010-2014 yang menetapkan gender sebagai salah satu isu lintas
bidang yang harus diintegrasikan dalam semua bidang pembangunan.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 64
PUG adalah strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender dalam pembangunan dimana aspek gender yaitu hubungan
kerjasama antara laki-laki dan perempuan terintergrasi dalam
perumusan kebijakan program dan kegiatan melalui perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Sehingga akan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pembangunan
pertanian.
Tekad dan komitmen yang kuat dalam rangka mewujudkan kesetaraan
dan keadilan antara perempuan dan laki-laki dalam membangun
pertanian mendukung tercapainya Empat Target Sukses Pembangunan
Pertanian tercantum di dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian
Pertanian Tahun 2014-2019.
Succes Story PUG Ditjen Perkebunan
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) merupakan
salah satu metode penyuluhan atau pelatihan yang dilakukan secara
partisipatori, pendekatan dari bawah dan metode pendidikan orang
dewasa (Andragogi). SL-PHT menjadi salah satu kebijakan pemerintah
untuk lebih memasyarakatkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
secara nyata dan benar di lapangan. Tujuannya adalah agar petani
menjadi tahu, mau dan mampu menerapkan 4 (empat) prinsip dasar
PHT di kebunnya, yaitu : (1) budidaya tanaman sehat, (2) pelestarian
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 65
dan pemanfaatan musuh alami, (3) pengamatan agroekosistem secara
rutin, dan (4) petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya.
Asas-asas utama pelatihan PHT yang dikembangkan di SL-PHT yaitu
lahan sebagai sarana belajar utama bukan ruang kelas, belajar dari
pengalaman sendiri menyelesaikan permasalahan lapangan, pengkajian
agro-ekosistem untuk pengambilan keputusan pengelolaan kebun,
metode dan bahan praktis serta tepat guna, kurikulum berdasarkan
keterampilan yang dibutuhkan dan sesuai kondisi setempat, Pemandu
Lapang merupakan teman belajar dan fasilitator, petani menjadi
pengambil keputusan di kebunnya sendiri, petani mampu menerapkan
4 prinsip PHT di lahan kebunnya (Anonim, 2005; Untung 2001).
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dilaksanakan
sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2005 melalui proyek PHT-PR.
Dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan SL-PHT pasca proyek
PHT-PR, sejak tahun 2007 sampai dengan 2015 telah dilaksanakan SL-
PHT petani dengan dana APBN yang dialokasikan melalui anggaran
Tugas Pembantuan. Jumlah petani SL-PHT yang dilatih melalui proyek
PHT-PR sebanyak 122.610 orang, melalui anggaran APBN Tugas
Pembantuan sebanyak 30.030 orang. Dengan demikian total jumlah
petani SL-PHT dari tahun 1998 sampai dengan 2015 sekitar 152.640
orang.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 66
Pada tahun 2015, kegiatan SL-PHT telah dilaksanakan di 23 provinsi, 82
kabupaten, 219 kelompok tani (5.475 petani) dengan alokasi dana APBN
TP pada 9 komoditas perkebunan, yaitu karet, kelapa, jambu mete, tebu,
kakao, kopi, teh, lada dan cengkeh.
Tingkat pengetahuan petani peserta SL-PHT sebelum dan setelah
mengikuti SL-PHT dapat diketahui melalui Tes Ballot Box.
Pengetahuan petani yang diukur adalah pengetahuan tentang budidaya
tanaman, Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), musuh alami,
Analisis Agroekosistem (AAES), dan pengendalian OPT. Tes Ballot Box
Awal dilaksanakan pada awal pertemuan SL-PHT (pretest), sedangkan
Tes Ballot Box akhir dilaksanakan pada akhir pertemuan (postest).
Jumlah pertanyaan tergantung kondisi lapangan. Tes Ballot Box
dilakukan di kebun sesuai dengan komoditas SL-PHT. Cara melakukan
Tes Ballot Box seperti pada Gambar 2.
Materi SL-PHT dikelompokkan menjadi 4, yaitu : topik umum, topik
khusus, materi pendukung, dan dinamika kelompok. Proses belajar SL-
PHT pada setiap pertemuan adalah melakukan/mengalami,
mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan, dan menerapkan. Petani
SL-PHT telah menerapkan hasil keputusan setelah mengamati,
mengungkapkan dan menganalisa hasil AAES untuk melakukan
pengendalian OPT dengan prinsip PHT. Proses belajar tersebut yaitu
petani dipandu untuk melakukan/mengalami kegiatan SL-PHT seperti
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 67
mengamati kondisi tanaman, OPT, musuh alami, kondisi tanah, dan
cuaca; melakukan kegiatan budidaya tanaman dan pengendalian OPT;
mengungkapkan hasil pengamatan keadaan agroekosistem kebun
dalam bentuk gambar di kertas koran; menganalisis keadaan
agroekosistem kebun yang diungkapkan di kertas koran untuk
mengambil keputusan bersama anggota sub kelompok dan selanjutnya
dipresentasikan di depan sub kelompok lainnya untuk bersama-sama
mengambil keputusan tindakan; dan menerapkan hasil keputusan pada
saat presentasi seperti keputusan untuk melakukan kegiatan budidaya
dan pengendalian OPT.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 68
BAB IV
PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT
4.1. Permasalahan
Penganggaran pada tahun 2017 mengalami perubahan anggaran secara terus
menerus melalui refocusing, pemotongan dan selfblocking. Hal ini tentu akan
memberi dampak yang berbeda pada penyerapan anggaran, karena
mempengaruhi pelaksanaan kegiatan di lapangan maupun dalam
administrasi keuangannya. Disamping perubahan anggaran juga terjadi
penyesuan kegiatan karena secara resmi anggaran tanaman rempah dan
penyegar dihapuskan menyesuaikan organisasi baru di lingkup Ditjen
Perkebunan.
Permasalahan umum pada pembangunan perkebunan adalah sulitnya
mensikronisasi antara proses pengadaan barang dan jasa dengan masa tanam
karena tanaman perkebunan sebagian besar bergantung pada iklim;
Perubahan iklim global mengakibatkan ketidakjelasan musim tanam; Masih
sulitnya membangun kelembagaan, kemitraan dan pengembangan
kewirausahaan agribisnis;tahun fiskal yang tidak sinkron dengan kalender
tanam; perbankan/sumber permodalan yang belum berpihak pada
pertanian;revitalisasi perkebunan belum berjalan optimal karena masih
terbentur pada permasalahan sertifikat tanah/kebun; dan prasarana usaha
tani seperti jalan, jembatan yang belum memadai.
Disamping Permasalahan tersebut diatas, terdapat permasalahan yang selalu
terjadi dalam setiap pelaksanaan pembangunan perkebunan yang didanai
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 69
dari APBN, pada tahun anggaran 2018 permasalahan-permasalah tersebut
dikelompokkan menjadi administrasi dan teknis, sebagai berikut:
4.1.1. Permasalahan Administrasi
a) Masih banyaknya Revisi POK/DIPA yang diajukan.
b) Penghematan/pemotongan anggaran ditengah tahun anggaran
berjalan berdampak pelaksanaan kegiatan menjadi terhenti
sementara untuk menunggu kejelasan posisi anggaran masing-
masing satker termasuk kegiatan yang sudah masuk dalam proses
tender, sedang bagi anggaran berbasis belanja sosial dampaknya
tidak seserius seperti pada belanja barang (tender).
c) Tidak akuratnya data CP/CL, perubahan CP/CL karena berbagai
sebab dan Lambatnya penetapan CP/CL oleh pejabat berwenang.
d) Tidak seimbangnya jumlahanggotaULP dengan beban tugas yang
diemban.
e) Ketidak telitian dalam membaca dokumen, kecurangan,
ketidakcakapan dalam menjawab sanggahan dan sebab lain
menyebabkan peserta lelang melakukan sanggah banding.
f) Kekurang pemahaman pengelola anggaran (KPA, PPK dan
pengguna kegiatan) terhadap peraturan pengadaan barang/jasa,
sebagai contoh: masih terdapat pemikiran bahwa anggota ULP
harus berisi orang teknis (insinyur pertanian), memecah paket, dan
lain-lain hingga berdampak pada kegagalan pelaksanaan kegiatan.
g) Adanya kebijakan ULP pada beberapa daerah yang mengutamakan
tender yang lebih besar menyebabkan anggran yang kecil yang
dimiliki satker perkebunan tertunda pelaksanaannya.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 70
h) Dana pendampingan untuk kegiatan APBN dari APBD baik
provinsi maupun kabupaten/kota tidak memadai dan bahkan di
beberapa satker samasekali tidak ada.
i) Terjadinya reorganisasi dalam tubuh satker perkebunan pada saat
ditengah-tengah tahun anggaran berjalanberdampak pada kegiatan
terganggu/tertunda bahkan pada beberapa kasus kegiatan tidak
terlaksana.
4.1.2. Permasalahan Teknis
Lebih lanjut untuk teknis diuraikan lagi menjadi teknis
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan,
sebagai berikut:
1. Perencanaan
a) Adanya anggaran yang bukan merupakan usulan dari satker
pelaksana dan penentuan kegiatannya pun belum sepenuhnya
memperhatikan usulan satker.
b) Unit cost yang tidak sesuai pada daerah-daerah tertentu (lebih
kecil/lebih besar).
c) Penganggaran kegiatan belum memperhatikan keberlanjutan
kegiatan tahun sebelumnya.
d) Penentuan CP/CL dalam usulan anggaran melalui e-proposal
kurang memperhatikan keinginan petani, kurang
memperhitungkan kondisi pasar komoditas, kurang
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 71
memperhitungkan biaya-biaya yang timbul di luar subsidi
yang diberikan, dll.
2. Pengorganisasian
a) Koordinasi antara satker perkebunan dengan ULP kurang
sinergis.
b) SDM kurang profesional; penempatan petugas yang tidak
tepat;sebagian petugas penyuluh (TKP/PLP-TKP)
mengundurkan diri dan sebagian PNS memasuki usia pensiun.
c) Kurangnya transparansi dan sinergi antara KPA, PPK, dan
pelaksana kegiatan.
d) Kurangnya koordinasi dengan penyedia benih sehingga
sumber benih yang bersertifikat pada daerah pengembangan
baru sulit didapat/tidak ada.
e) Koordinasi satker dengan kelompok tani belum berjalan baik
sehingga persyaratan yang diminta instansi lain dalam urusan
pencairan anggaran tidak terpenuhi, seperti kepemilikan TDP,
NPWP dan rekening mandiri kelompok tani.
3. Pelaksanaan
a) Kebijakan ULP pada beberapa daerah yang mengutamakan
tender yang lebih besar menyebabkan anggran yang lebih kecil
yang dimiliki satker perkebunan tertunda pelaksanaannya.
b) Penolakan petani pada kegiatan pengembangan tebu di Jawa
Timur karena berbagai alasan seperti; biaya tambahan diluar
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 72
subsidi pemerintah lebih besar sedang harga jual rendah serta
sulit pemasarannya.
c) Kegiatan pengembangan tebu di OKI dan OKU Timur (TP
Provinsi Sumatera Selatan), Bone (KBD-TP Provinsi Sulawesi
Selatan) tidak dapat terlaksana karena kelompok Tani (poktan)
gagal memenuhi persyaratan yang diminta yang aslah satunya
terlambat membuka rekening bank.
d) Tidak tersedianya data CP/CL dalam kegiatan pengembangan
kakao di Pidie (TP Provinsi Aceh) sehingga kegiatan ini tidak
dilaksanakan.
e) Lelang 2 kali gagal dalam kegiatan pengembangan kakao di
Simeleu (TP Provinsi Aceh) sehingga kegiatan ini tidak
dilaksanakan.
f) Tim teknis di lapangan tidak bisa menyelesaiakan proses
pencairan dana pada kegiatan pengembangan tebu di Tuban.
g) Kelompok Tani calon penerima mengundurkan diri
dikarenakan banyaknya prasyaratan dari tim
pemeriksa/verifikasi yang tidak dapat dipenuhi kelompok tani
dalam pengembangan tebu di Ngawi, Jawa Timur.
h) Penyerahkan dokumen kelompok tani yang terlambat dan
tidak lengkap sampai batas waktu penyerahan akhir sehingga
kegiatan di daerah-daerah tersebut tidak jadi dilaksanakan
(Banyuwangi, Bangkalan, Sampang dan Pamekasan) dalam
kegiatan pengembangan tebu di Jawa Timur.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 73
i) Kelompok Tani di Lamongan yang sudah menerima dana
pengembangan tebu namun tidak mau melaksanakan
kegiatannya, akan menyetorkan kembali dana tersebut ke
negara.
4. Pengawasan
a) Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan tidak dilakukan secara
rutin dan disiplin, dan sebagian satker pelapor menggunakan
form yang tidak standar Ditjen. Perkebunan.
b) Pengendalian kegiatan oleh KPA ke/dan PPK terhadap
pelaksana kegiatan/pengguna kegiatan tidak dapat dilakukan
secara optimal karena beban kerja yang tinggi.
c) Pemahaman terhadap tertib administrasi Tim SPI belum
optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan perkebunan.
4.2. Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Masalah
Menanggapi permasalahan-permaslahan yang ada,berbagai macam
tindakan sudah diambil oleh satker-satker bersangkutan dan lembaga-
lembaga terkait, tindakan-tindakan tersebutantara lain:
4.2.1. Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Masalah Administrasi
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 74
a) Kementerian keuangan telah mengeluarkan aturan mengenai
tatacara revisi anggaran, PMK no. 07/2014, implementasi aturan
tersebut sudah dilakukan secara ketat di Ditjen. Perkebunan.
b) Setiap satker selalu memiliki antisipasi dalam menghadapi situasi
ini, upaya yang ditempuh satketr antara lain:
- Satker melakukan sosialisai resiko apa saja yang bisa terjadi
pada CP/CL bilamana kegiatan tersebut dipotong atau dihapus
dan satker juga menghentikan kegiatan tender dengan cara
meminta penghentian tender sementara kepada ULP dan ULP
menindaklanjuti dengan menghentikan aktivitas tender secara
online melalui fasilitas di aplikasi lpse diikuti dengan
pemberitahuan secara langsung lewat telepon/sms dan surat
resmi.
- Pada belanja sosial dilakukan dengan sosialisasi kepada CP/CL
saja.
c) Permasalahan dengan CP/CL, langkah-langkah yang diambil
satker, sebagai berikut:
- Bilamana data CP/CL tidak akurat maka kegiatan akan
dihentikan dan tidak dilaksanakan samasekali dengan resiko
satker tersebut akan mendapat penilaian yang tidak baik dan
siap menghadapai pinalti.
- Perubahan CP/CL terjadi karena berdasar penilaian satker
kondisi CP/CL tidak memenuhi syarat teknis dan/administrasi
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 75
dan sangat perlu diganti untuk mengamankan kegiatannnya
dan biasanya satker memiliki CP/CL cadangan.
- Lambatnya penetapan CP/CL secara umum disebabkan
pergantian pejabat diberbagai tingkat yang mempunyai
pengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan, baik pergantian
pejabat pengguna/pelaksana kegiatan, PPK, KPA dan Bupati;
sebab lain adalah ketidaksiapan CP/Cl memenuhi persyaratan
yang diminta. Untuk menghadapi kondisi demikian telah
dilakukan upaya-upaya secara nasional karena kejadian ini
menimpa semua lembaga negara didaerah, sedang untuk
CP/CL selalu disiapkan CP/CL cadangan.
d) Satker perkebunan perlu memberi banyak kesempatan dan
mendorong pegawainya mengikuti sosialisasi dan sertifikasi
pengadaan barang/jasa pemerintah.
e) Anggota ULP perlu meningkatkan pengetahuannya mengenai
pengadaan barang/jasa pemerintah; secara aktif terlibat dalam
proses tender (membaca dokumen, memahami dan mengisi form
penilaian evaluasi, memahami perbedaan jasa konsultansi dengan
jenis pengadaan lain dan membiasakan menjawab sanggahan)
untuk menambah pengetahuannya. Pada sisi lain menghindari
interaksi pribadi dengan peserta lelang.
f) Kasus ini benar-benar ada di kantor pusat dan menjadi bahan
diskusi SPI di kantor pusat, ternyata tidak saja satker pelaksana
yang berfikir bahwa orang teknis harus ada dalam keanggotaan
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 76
ULP untuk mengerjakan pekerjaan mereka, hingga berdampak
pada kegiatannya tidak jadi terlaksana. Untuk mendukung kerja
PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dimungkinkan dibentuk tim
teknis, dan tim penyusun HPS. Tugas tim teknis dari menyusun
KAK, membuat sepesifikasi teknis, memonitor kegiatan ULP,
menjadi narasumber ULP, membantu PPK menyusun draft kontrak,
sampai dengan sebagai penilai hasil pekerjaan rekanan.
g) Satker mempercepat usulan lelang ke ULP dengan jauh-jauh hari
menyusun KAK, membuat spesifikasi teknis setelah mendapat
informasi mendapat aloaksi anggaran yang diusulkannya.
h) Satker memilih dan melaksanakan kegiatan prioritas dengan lebih
efisien dalam penggunaan dana yang ada.
i) Sama seperti poin 7. yaitu Satker mempercepat usulan lelang ke
ULP dengan jauh-jauh hari menyusun KAK, membuat spesifikasi
teknis setelah mendapat informasi mendapat aloaksi anggaran yang
diusulkannya untuk kegiatan yang harus melalui tender pada
belanja barang/jasa, sedang kegiatan di lapangan tim teknis juga
harus mematangkan CP/CL diawal tahun anggaran.
4.2.2. Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Masalah Teknis
1. Perencanaan
1) Transparansi dalam penyusunan anggaran, baik ditingkat
eksekutif (pusat dan satker dibawahnya) maupun antara
eksekutif dan legislatif.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 77
2) Diupayakan unitcost disesuaikan dengan perkembangan harga
yang berlaku di daerah; serta tim perencana pusat dan
perencana daerah harus lebih teliti dan sabar dalam menyusun
anggaran, termasuk pada saat pertemuan penyusunan unit
cost.
3) Renstra pusat telah menjadi acuan dalam penyusunan
anggaran, hanya sering terjadi anggaran yang tidak
direncanakan dipaksa masuk yang menyebabkan adanya
peyelewengan dari renstra.
4) Satker telah melakukan pemeriksaan, penelitian dan
pendalaman terhadap proposal dari kelompok tani yang masuk
ke mereka namun yang sering terjadi anggaran yang definitif
kurang atau berbeda dari yang mereka usulkan, pada sisi lain
sikap kelompok tani bisa berubah sewaktu-waktu tanpa
konfirmasi ke satker.
2. Pengorganisasian
1) Meningkatkan koordinasi antara satker dengan ULP salah
satunya melalui aktivitas diskusi mengenai paket-paket yang
akan dilelangkan antara pimpinan 2 (dua) lembaga tersebut
untuk mengperkecil kesalahan dalam penyusunan KAK dan
Spesifikasi teknis serta memberikan pemahaman terhadap
paket yang akan dilelangkan kepada ULP.
2) Permasalahan profesinalisme SDM dan Penyuluh baik
TKP/PLP-TKP/PNS dapat dilakukan melalui:
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 78
- Peningkatan profesionalisme, dilakukan dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
pegawainya untuk mengikuti kegiatan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya.
- Satker melakukan reposisi penugasan TKP/PLP-TKP dari
penyuluh satu komoditas ke komodtas yang
membutuhkan, contoh TKP/PLP-TKP di Jawa Timur dari
komoditas kapas dialihkan sementara ke komoditas tebu
yang sedang digalakkan besar-besaran.
3) Pelaksana kegiatan harus lebih terbuka kepada PPK sebagai
penanggung jawab kegiatan agar proses pelaksanaan lancar
dan tidak melanggar peraturan yang ada, dan PPK harus secara
rutin memberikan informasi kepada KPA tentang
perkembangan proses kegiatannya.
4) Pentingnya mempersiapkan sumber benih sebelum
memberikan anggaran pada wilayah yang bukan sentra
komoditas tertentu.
5) Sosialisasi peraturan bantuan pertanian/perkebunan dan
pendampingan yang intens pada CP/CL sangat dibutuhkan.
3. Pelaksanaan
a) Satker mempercepat usulan lelang ke ULP dengan jauh-jauh
hari menyusun KAK, membuat spesifikasi teknis setelah
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 79
mendapat informasi mendapat alokasi anggaran yang
diusulkannya.
b) Usaha satker provinsi untuk mengalihkan CP/CL yang
menolak ke sasaran baru CP/CL tidak dapat dilakukan karena
terbatasnya lahan dan petani yang siap untuk pengembangan
tebu di Jawa Timur, sehingga anggaran untuk wilayah-wilayah
tersebut dibekukan dan kegiatannya tidak dilaksanakan.
c) Sosialisasi peraturan bantuan pertanian/perkebunan dan
pendampingan yang intens pada CP/CL sangat dibutuhkan.
d) Penyiapan data CP/CL sangat penting dilakukan, bahkan salah
satu syarat dalam perencanaan melampirkan data CP/CL
dalam mengusulkan anggaran melalui e-proposal.
e) Perlunya penyederhanaan persyaratan tambahan dalam lelang
serta pendalaman terhadap harga benih dipasar dalam
penyusunan anggaran maupun penyusunan spesifikasi teknis
akan lebih baik dalam proses lelang tanpa melanggar peraturan
yang ada.
f) Permasalahan terjadi karena persyaratan yang diminta oleh
bank seperti TDP dan NPWP tidak bisa dipenuhi, seharusnya
tim teknis bisa mensosialisikan peraturan-peraturan yang ada
kepada kelompok tani lebih intens.
g) Mengoptimalkan kerja tim teknis dalam pendampingan pada
kelompok tani.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 80
h) Mengoptimalkan kerja tim teknis dalam pendampingan pada
kelompok tani.
i) Mengoptimalkan kerja tim teknis dalam pendampingan pada
kelompok tani.
4. Pengawasan
a) Ditjen. Perkebunan telah memasukkan komponen kedisiplinan
dalam pelaporan dalam penilaian kinerja.
b) Pelaksana kegiatan harus lebih terbuka kepada PPK sebagai
penanggung jawab kegiatan agar proses pelaksanaan lancar
dan tidak melanggar peraturan yang ada, dan PPK harus secara
rutin memberikan informasi kepada KPA tentang
perkembangan proses kegiatannya.
c) Tim SPI telah melaksanakan pembinaan ke satker-satker
perkebunan untuk melakukan sosialisasi dan monitoring tertib
administrasi. Menerapkan fungsi dan peranan Tim SPI di
masing-masing Satker dalam melakukan pengawasan dan
pengendalian kegiatan pembangunan perkebunan.
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 81
BAB V
PENUTUP
Perkembangan pembangunan perkebunan Tahun Anggaran 2018 diwarnai
oleh banyak kebijakan yang tidak berpihak. Refocusing, pemotongan dan
blocking anggaran adalah kebijakan-kebijakan yang sangat mempengaruhi
jalannya pelaksanaan anggaran. Pada sebagian Satker timbul polemik antara
petani dengan petugas Dinas yang membidangi perkebunan karena batalnya
alokasi anggaran. Pada sebagian Satker lainnya dampak pemotongan
anggaran tidak berdampak pada mereka karena tanggap dan cepatnya
mereka melakukan kegiatan.
Produk perkebunan selalu menjadi primadona utama dalam perdagangan
dan investasi sehingga mampu menggerakkan ekonomi nasional dari produk
yang dihasilkannya, berdasarkan data statistik menyumbang 15-20% ekonomi
nasional dalam bentuk devisa, cukai tembakau maupun pajak yang dipungut
darinya sehingga dapat untuk menyeimbangkan neraca perdagangan
Indonesia. Produk yang dihasilkan perkebunan dan memiliki pasar yang luas
di dunia internasional adalah Kelapa Sawit (CPO/KPO), Karet, Kakao, Kopi,
Teh, Tembakau dll. Produk tembakau dapat memberikan cukai sebesar 137
triliun rupiah, CPO/KPO dan produk perkebunan lainnya memberikan
devisa diatas 23 milyar US dollar. Sumbangan devisa 2017 merupakan angka
terendah ndalam kurun waktu 10 tahun terakhir hal ini disebabkan terjadi
penurunan harga 2 komoditas utama perkebunan yaitu karet dan sawit.
Pemerintah telah menempuh berbagai upaya menjaga harga 2 komoditas
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 82
tersebut agar tetap ekonomis buat petaninya melalui berbagai paket kebijakan
baik melalui peningkatan penyerapan untuk pasar dalam negeri maupun
berkerjasama dengan negara lain dalam wadah eksportir karet dunia.
Pada tingkat produksi tanaman perkebunan banyak berusia tua, rusak dan
tidak produktif lagi atau produktivitasnya rendah, dengan kondisi demikian
untuk terus menjaga tingkat produksi, meningkatkan mutu dan produktivitas
demi keberlangsungan ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri,
pemerintah secara rutin setiap tahun mengucurkan anggarannya melalui
APBN dan APBD mengembangankan tanaman perkebunan rakyat disamping
untuk kepentingan seperti diuraikan diatas juga bertujuan untuk
meningkatan kesejahteraan petani dan perluasan lapangan kerja.