82
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunan Pengembangan perkebunan terus dilakukan melalui berbagai kebijakan dengan tujuan akhir adalah meningkatnya produksi dan produktivitas tanaman perkebunan yang dapat mensejahterakan pekebun sebagai pelaku usaha perkebunan dan rakyat secara luas. Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) 2005-2025 bahwa tahun 2015-2019 memasuki periode jangka menengah tahap III yang difokuskan dalam memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. Implementasi fokus perencanaan jangka menengah tersebut diakomodir dalam dokumen Rencana Strategis. Rencana Strategis Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 disusun dengan mengacu pada arah dan kebijakan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019 sesuai amanat Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019. Arah kebijakan umum pembangunan nasional tahun 2015- 2019 adalah 1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan; 2) meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pembangunan Perkebunan

Pengembangan perkebunan terus dilakukan melalui berbagai kebijakan

dengan tujuan akhir adalah meningkatnya produksi dan produktivitas

tanaman perkebunan yang dapat mensejahterakan pekebun sebagai pelaku

usaha perkebunan dan rakyat secara luas. Berdasarkan Undang-Undang

nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional (RPJP) 2005-2025 bahwa tahun 2015-2019 memasuki periode jangka

menengah tahap III yang difokuskan dalam memantapkan pembangunan

secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya

saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam

dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus

meningkat. Implementasi fokus perencanaan jangka menengah tersebut

diakomodir dalam dokumen Rencana Strategis.

Rencana Strategis Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 disusun dengan

mengacu pada arah dan kebijakan pembangunan nasional sebagaimana

tercantum dalam RPJMN 2015-2019 sesuai amanat Peraturan Presiden nomor

2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

tahun 2015-2019. Arah kebijakan umum pembangunan nasional tahun 2015-

2019 adalah 1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan; 2) meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 2

alam yang berkelanjutan; 3) mempercepat pembangunan infrastruktur untuk

pertumbuhan dan pemerataan; 4) meningkatkan kualitas lingkungan hidup,

mitigasi bencana alam dan penanganan perubahan iklim; 5) penyiapan

landasan pembangunan yang kokoh; 6) meningkatkan kualitas sumber daya

manusia dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan; dan 7) mengembangkan

dan memeratakan pembangunan daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut,

pemerintah menetapkan 9 Agenda Prioritas NAWACITA sebagai jalan

perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam

bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Pada tahun 2015-2019, sub sektor perkebunan masih menjadi sub sektor

penting dalam peningkatan perekonomian nasional. Peran strategis sub sektor

perkebunan baik secara ekonomis, ekologis maupun sosial budaya ini

digambarkan melalui kontribusinya dalam penyumbang PDB; nilai investasi

yang tinggi dalam membangun perekonomian nasional; berkontribusi dalam

menyeimbangkan neraca perdagangan komoditas pertanian nasional; sumber

devisa negara dari komoditas ekspor; berkontribusi dalam peningkatan

penerimaan negara dari cukai, pajak ekspor dan bea keluar; penyediaan

bahan pangan dan bahan baku industri; penyerap tenaga kerja; sumber utama

pendapatan masyarakat pedesaan, daerah perbatasan dan daerah tertinggal;

pengentasan kemiskinan; penyedia bahan bakar nabati dan bioenergy yang

bersifat terbarukan, berperan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca

serta berkontribusi dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan

hidup dengan mengikuti kaidah-kaidah konservasi. Sejalan dengan berbagai

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 3

kontribusi sub sektor perkebunan tersebut maka segala bentuk usaha

budidaya perkebunan harus mengedepankan keseimbangan pengelolaan

sumber daya alam, sumber daya manusia dan alat/sarana prasarana input

produksi melalui kegiatan penyelenggaraan perkebunan yang memenuhi

kaidah pelestarian lingkungan hidup. Hal tersebut dijelaskan dalam Undang-

Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

Peraturan tentang Perkebunan tersebut menyatakan bahwa perkebunan

adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia,

sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan dan

pemasaran terkait tanaman perkebunan. Dengan pengertian yang luas

tersebut, penyelenggaraan perkebunan mengemban amanat dalam

mendukung pembangunannasional. Amanat tersebut mengharuskan

penyelenggaraan perkebunan ditujukan untuk (1) meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; (2) meningkatkan sumber devisa

negara; (3) menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (4)

meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan

pangsa pasar; (5) meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta

bahan baku industri dalam negeri; (6) memberikan perlindungan pada pelaku

usaha perkebunan dan masyarakat; (7) mengelola dan mengembangkan

sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari; dan

(8) meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 4

Amanat pembangunan nasional dalam 9 Agenda Prioritas NAWACITA yang

wajib dilaksanakan Ditjen. Perkebunan dalam pengembangan perkebunan

tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019 mencakup

2 agenda prioritas diantaranya 1) meningkatkan produktivitas rakyat dan

daya saing di pasar Internasional dengan sub agenda prioritas akselerasi

pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan agroindustri berbasis

komoditas perkebunan; dan 2) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan

menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan sub agenda

peningkatan kedaulatan pangan. Selain itu, agenda prioritas terkait

membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah

(perbatasan, daerah tertinggal dan daerah kawasan timur Indonesia) dan desa

dalam kerangka negara kesatuan menjadi salah satu arah kebijakan yang akan

diprioritaskan Ditjen. Perkebunan melalui kegiatan tematik.

Sasaran pokok sub agenda prioritas peningkatan agroindustri adalah

peningkatan produksi komoditas andalan dan prospektif ekspor perkebunan

seperti kelapa sawit, karet, kakao, teh, kopi dan kelapa serta mendorong

berkembangnya agroindustri di perdesaan. Sedangkan sasaran pokok sub

agenda prioritas peningkatan kedaulatan pangan adalah tercapainya

peningkatan ketersediaan pangan dari tebu yang bersumber dari produksi

dalam negeri untuk memenuhi konsumsi gula rumah tangga dan industri

rumah tangga.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 5

Secara umum pengembangan komoditas perkebunan difokuskan pada 16

komoditas unggulan yaitu Tebu, Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Kakao, Kopi,

Lada, Teh, Pala, Cengkeh, Jambu Mete, Sagu, Kemiri Sunan, Kapas,

Tembakau dan Nilam. Penentuan komoditas tersebut sesuai dengan

Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis

komoditas tanaman binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat

Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura serta

Keputusan Menteri Pertanian nomor 3399/Kpts/PD.310/10/2009 tentang

perubahan lampiran I dari Keputusan Menteri Pertanian nomor

511/Kpts/PD.310/9/2006. Arah pengembangan komoditas-komoditas

tersebut dicapai melalui program peningkatan produksi komoditas

perkebunan berkelanjutan dengan implementasi kegiatan seperti rehabilitasi,

intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan

benih bermutu, pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan,

pembangunan dan pemeliharaan kebun sumber benih, penanganan

pascapanen, pengolahan, fasilitasi pemasaran, standarisasi mutu, pembinaan

usaha dan perlindungan perkebunan serta pemberian pelayanan berkualitas

dibidang manajemen dan kesekretariatan. Komoditas-komoditas unggulan

perkebunan yang masih dalam tahap inisiasi tetap dikembangkan dan

difasilitasi Ditjen. Perkebunan yang diarahkan untuk pemenuhan standar

pelayanan minimum (SPM) yang meliputi penyediaan benih/ varietas

unggul, pembangunan/ pemeliharaan kebun sumber benih (demplot, kebun

induk, kebun entres dan lain-lain), pengendalian OPT, penanganan

pascapanen, pemberdayaan pekebun, peningkatan kapasitas sumber daya

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 6

insani (SDI) dan penguatan kelembagaan. Sedangkan dalam tahap

penumbuhan/ pengembangan selain penguatan aspek budidaya dan

perlindungan perkebunan juga difasilitasi aspek pengolahan, standarisasi

mutu dan pemasarannya.

Arah kebijakan pembangunan nasional dalam dokumen RPJMN 2015-2019

diimplementasikan dalam 11 (sebelas) sasaran strategis Kementerian

Pertanian. Sesuai tugas pokok dan fungsinya, Ditjen. Perkebunan

bertanggungjawab dalam mendukung pencapaian 7 (tujuh) sasaran strategis

yang terbagi kedalam 3 (tiga) sasaran strategis utama dan 4 (empat) sasaran

strategis pendukung. Sasaran strategis Ditjen. Perkebunan juga mengacu pada

Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045 yang fokus dalam

hal optimalisasi sumber daya alam (sumber daya lahan, sumber daya genetika

dan sumber daya iklim); pengembangan sumber daya insani yang kompeten

dan berkarakter (insan berkualitas, modal sosial dan modal politik) pertanian;

sistem inovasi science and bio-engineering; infrastruktur pertanian/

perkebunan; sistem usaha tani bio/agro industri dan bio/agro-services

terpadu; klaster rantai nilai bio-industri; dan lingkungan pemberdayaan bio-

bisnis melalui pendekatan Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan.

Sasaran strategis utama Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 yang selaras

dengan kebijakan Kementerian Pertanian sebagaimana tertuang dalam

Renstra Kementerian Pertanian tahun 2015-2019 (edisi revisi) adalah

mendukung: 1) pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 7

peningkatan produksi gula nasional; 2) peningkatan komoditas perkebunan

bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing sub

sektor perkebunan yang difokuskan pada pengembangan produk segar dan

olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan; 3) pemenuhan penyediaan

bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-

industry dengan fokus pengembangan komoditas kelapa sawit baik melalui

kegiatan budidaya dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas

maupun melalui kegiatan integrasi tanaman perkebunan dengan ternak dan

tumpang sari dengan komoditas pertanian lainnya serta penyediaan benih

kemiri sunan.

Sedangkan sasaran strategis pendukung Ditjen. Perkebunan tahun 2015-

2019 adalah mendukung: 1) Peningkatan kualitas sumber daya insani

perkebunan; 2) Penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha

perkebunan; 3) Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik dengan

menerapkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi,

supremasi hukum, keadilan, integritas/ komitmen, kejujuran, konsistensi dan

bebas KKN di lingkungan organisasi Ditjen. Perkebunan; dan 4) Peningkatan

pendapatan keluarga pekebun yang merupakan resultan dari pencapaian

sasaran strategis lainnya. Sasaran strategis tersebut, dituangkan dalam

dokumen Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 edisi

revisi yang substansinya secara garis besar meliputi 1) kondisi umum yang

meliputi kinerja pendanaan, makro dan mikro pembangunan perkebunan; 2)

potensi dan tantangan; 3) arah kebijakan, sasaran strategis dan strategi

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 8

Direktorat Jenderal Perkebunan; 4) visi, misi dan tujuan Direktorat Jenderal

Perkebunan; 5) program, implementasi agenda prioritas NAWACITA dan

kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan; 6) proyeksi kebutuhan investasi dan

ketersediaan APBN Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 dalam

ruang lingkup kerangka pendanaan; 7) kerangka regulasi dan kerangka

kelembagaan Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019; dan 8)

dukungan Kementerian/Lembaga dalam pembangunan perkebunan tahun

2015-2019.

Dokumen Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Perkebunan tahun

2015-2019 ini diharapkan dapat menjadi acuan perancangan/ perencanaan

dan pedoman pelaksanaan kebijakan di bidang perkebunan secara nasional

baik pusat maupun daerah, menjangkau kemitraan lintas bidang, lintas

sektor, lintas program, lintas pelaku dan lintas Kementerian/Lembaga dalam

membuka ruang solusi yang lebih lapang seiring dengan semakin luasnya

rentang potensi, kelemahan, peluang, tantangan dan permasalahan yang

melingkupi penyelenggaraan perkebunan saat ini dan kedepan termasuk

dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berimplikasi

terhadap pengembangan sub sektor perkebunan tahun 2015-2019.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 9

BAB II

KONTRIBUSI PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN

NASIONAL

Subsektor perkebunan memainkan peranan penting dalam 3 aspek

pembangunan nasional yaitu ekonomi, sosial budaya dan ekologi. Konstribusi

sub sektor perkebunan dalam ketiga aspek dalam jangka menengah II secara

makro/mikro selama periode 2014-2018, sebagai berikut:

1. Kinerja Makro Pembangunan Perkebunan Tahun 2014-2018

PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai

PDB dan PNB per kepala atau per satu orang penduduk, menunjukkan

pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk

suatu negara, menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara

keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. PDB dan PNB per

kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui

pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara. Neraca

Perdagangan atau balance of trade adalah ikhtisar yang menunjukkan

selisih antara nilai transaksi ekspor dan impor suatu negara dalam

jangka waktu tertentu. Neraca perdagangan suatu negara yang positif,

menunjukkan negara itu mengalami ekspor yang nilai moneternya

melebihi impor dan sebaliknya neraca perdagangan negatif/defisit

neraca perdagangan jika impor lebih tinggi daripada ekspor.

1.1. Kinerja makro pembangunan perkebunan periode 2014-2018

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 10

Indikator makro perkebunan ditunjukkan pertumbuhan produk

domentik bruto (PDB), keterlibatan tenaga kerja perkebunan, investasi,

neraca perdagangan, ekspor produk dan NTP.

Tabel 1. Kinerja Makro Perkebunan Tahun 2014-2018

No Inikator

Tahun Laju Pertumb. Per Thn

(%) 2014 2015 2016 2017 2018

1 Pertumbuhan PDB

- harga berlaku (Rp milyar)

398.261 405.292 428.783 471.308 489.249*) 5,32

- harga konstan 2010 (Rp. milyar)

338.502 345.165 357.138 373.054 387.502*) 3,44

2 Keterlibatan tenaga kerja (juta orang)

22,16 22,37 22,33 23,66 23,91*) 1,94

3 Neraca Perdagangan Perkebunan (US$ milyar)

22,95 20,82 17,94 23,22 19,73*) -2,19

4 Ekspor perkebunan (US$ milyar)

26,78 23,94 22,12 28,18 24,69*) -0,80

5 NTP Perkebunan Rakyat

101,30 97,18 97,86 98,91 97,83*) -0,85

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019

Keterangan: *) angka sementara

1.1. 1. Pertumbuhan PDB

Pada nomor 1 di tabel 1 memperlihatkan pertumbuhan PDB

perkebunan selama kurun waktu 2014-2018 berdasarkan harga berlaku

dan harga konstan positif, dengan angka pertumbuhan harga berlaku

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 11

sebesar 5,32% dan harga konstan 3,44%. Tumbuhnya PDB perkebunan

ini didukung utamanya oleh meningkatnya volume ekspor produk

sawit meskipun nilai ekspor produk sawit turun, penurunan nilai

ekspor dipengaruhi oleh harga produk sawit dunia sedang turun

namun volume ekspor yang meningkat dapat mendorong peningkatan

PDB. Produk perkebunan lain yang juga meningkat ekspornya seperti

kopi, lada, kakao, pala, dll. Sedang karet mengalami penurunan volume

dan harga di pasar ekspor namun secara umum dalam lima tahun

terakhir kinerja perkebunan tetap dalam trend positif.

Tabel 2. Produk Domestik Bruto (PDB) Perkebunan terhadap Sektor

Pertanian Atas Harga Berlaku dan Atas Harga Konstan 2010

(Milyar, Rp) Tahun 2014-2018*)

Sektor Pertanian Tahun Rata-rata

Prtbh/Th (%) 2014 2015 2016 2017 2018*)

ATAS HARGA BERLAKU

Pertanian 1)

1.069.089,60

1.161.305,30

1.242.449,80

1.318.711,20

1.389.494,40 6,78

Perkebunan

398.260,70

405.291,50

428.782,60

471.307,80

489.248,80 5,32

Pangsa Perkebunan thd Pertanian (%)

37,25 34,90 34,51 35,74 35,21

ATAS HARGA KONSTAN 2010

Pertanian 1)

863.451,10

889.230,10

918.181,60

949.497,00

985.988,60 3,37

Perkebunan

338.502,20

345.164,90

357.137,70

373.054,00

387.501,50 3,44

Pangsa Perkebunan thd Pertanian (%)

39,20 38,82

38,90 39,29 39,30

Sumber : Statistik Perkebunan 2019

Keterangan : *) angka sementara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 12

Peran perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sangat

besar terutama dalam penyediaan devisa dan penerimaan negara,

namun perlu juga memberi gambaran peran perkebunan terhadap

sektor pertanian melalui data produk domestik bruto (PDB) dalam

kurun 5 tahun terakhir 2014-2018 (2018 angka sementara). Seperti

terlihat dalam tabel 2., menggambarkan pertumbuhan tinggi Harga

Berlaku sub sektor perkebunan selama 5 tahun terakhir mencapai 5,32%

namun angka pertumbuhan ini lebih rendah dibanding pertumbuhan

sektor pertanian yang mencapai 6,78% namun dari sisi Harga Konstan

pertumbuhannya lebih tinggi dibanding sektor pertanian.

1.1. 2. Keterlibatan Tenaga Kerja

Geliat ekonomi perkebunan yang bergerak positif mendorong minat

individu untuk terlibat dalam usaha bidang perkebunan sehungga

diperkirakan sampai akhir tahun 2018 dalam kurun waktu 5 tahun

terkahir akan terjadi peningkatan keterlibatan tenaga kerja baru bidang

perkebunan sebanyak 1,75 juta jiwa. Peningkatan ini didorong oleh

salah satunya stimulus program-program bantuan Pemerintah dalam

mendukung pengembangan perkebunan seperti program peremajaan

sawit rakyat yang telah dimulai Tahun 2017, program peremajaan

&/perluasan &/rehabilitasi &/intensifikasi atau bentuk bantuan lain

yang didanai melalui APBN.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 13

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Petani dan Tenaga Kerja (KK+TK)

Subsektor Perkebunan Komoditas Unggulan Nasional Tahun

2014 - 2018*) per Komoditas

No. Komoditas

Penyerapan Tenaga Kerja

2014 2015 2016 2017 2018*)

I. TANAMAN TAHUNAN

1. Karet 2.434.375 2.464.542 2.479.158 2.506.261 2.517.459

2. Kelapa Sawit 5.218.322 5.482.931 5.341.873 6.958.975 7.099.497

3. Kelapa 6.645.040 6.580.816 6.861.363 6.303.184 6.294.606

4. Kopi 1.827.371 1.848.734 1.845.612 1.838.480 1.839.374

5. Kakao 1.766.281 1.750.251 1.761.530 1.739.682 1.831.014

6. Jambu Mete 763.162 735.501 725.951 728.176 725.258

7. Lada 279.040 273.570 280.808 289.674 290.899

8. Cengkeh 1.033.225 1.056.432 1.064.566 1.075.922 1.076.408

9. Teh 214.502 210.851 209.036 185.630 188.072

10. Pala 187.992 198.032 210.732 235.804 244.314

11. Kemiri Sunan 2.123 2.247 3.298 3.395 3.317

12. Sagu 90.983 113.974 90.090 281.676 283.950

II. TANAMAN SEMUSIM

13. Tebu 1.066.434 1.023.057 996.769 967.397 961.356

14. Kapas 6.125 7.729 6.162 4.236 6.342

15. Tembakau 577.069 567.350 404.439 500.262 493.236

16. Nilam 50.882 49.059 44.976 37.037 51.182

Jumlah 22.162.927 22.365.076 22.326.363 23.655.790 23.906.284

Sumber : Data Statistik Ditjenbun

Keterangan: *) Angka Sementara

Dalam tabel 3. Memperlihatkan tenaga-tenaga kerja dan petani yang terlibat dalam

pengusahaan komoditas perkebunan, periode tahun 2014-2016 banyak keterlibatan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 14

petani dan tenaga kerja yang mengusahakan tanaman kelapa namun di tahun 2017

tenaga kerja dan petani lebih banyak yang terlibat dalam mengusahakan perkebunan

kelapa sawit bahkan berdasarkan perkiraan tahun 2018 akan lebih banyak lagi yang

terlibat dalam pengusahaan budidaya tanaman kelapa sawit.

1.1. 3. Neraca Perdagangan Perkebunan

selama lima tahun terakhir masih bertumbuh 2,37%, sumbangan surplus

terbesar masih dari produk sawit hulu dan hilirnya dan seiring semakin

meningkatnya produk kopi, kakao dan lada dipasar dunia dan secara

konstan diimbangi oleh naiknya volume perdagangan/ekspor produk-

produk tersebut meskipun secara nilai/harga CPO/biodiesel dan karet

mengalami penurunan secara signifikan dan khusus untuk CPO

mencapai dibawah harga aktual untuk CPO di pasar internasional

berada pada kisaran 545 dolar AS per ton.

Tabel 4. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Unggulan

Perkebunan Tahun 2014 - 2018*) per Komoditas

No. Komoditas Perkebunan

Neraca Perdagangan (US$ juta)

2014 2015 2016 2017 2018*)

1 Karet 4.693,96 3.657,90 3.336,92 5.060,67 3.907,69

2 Minyak Sawit 17.463,93 15.380,65 14.361,31 18.497,86 16.526,08

3 Kelapa 1.345,54 1.188,22 1.138,45 1.355,30 1.252,44

4 Kopi 993,18 1.166,24 960,08 1.153,57 784,21

5 T e h 110,29 100,30 83,26 88,01 82,20

6 Lada 274,93 535,37 406,81 231,84 148,24

7 Tembakau -369,34 -255,54 -348,71 -486,28 -449,60

8 Kakao 776,15 1.013,99 889,25 474,43 599,18

Page 15: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 15

9 Jambu Mete 96,46 170,79 143,24 139,16 105,14

10 Cengkeh 33,83 46,36 -19,90 -84,54 -11,72

11 Pala 111,62 99,19 89,38 108,42 110,77

12 Kapas -1.364,22 -1.059,27 -1.050,34 -1.288,93 -1.300,92

13 Tebu (molases) -1.213,35 -1.219,81 -2.047,38 -2.032,16 -2.027,88

Neraca Perkebunan 22.952,98 20.824,40 17.942,36 23.217,37 19.725,81

Sumber : Data Statistik Ditjenbun

Keterangan: *) Angka Sementara

1.1. 4. Nilai Tukar Petani

NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It)

terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah

satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/ daya beli petani di

perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari

produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun

untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat

pula tingkat kemampuan/ daya beli petani sampai dengan akhir Tahun

2017 NTP petani perkebunan rakyat mengalami peningkatan 1,05%

dibanding dengan Tahun 2016 namun diperkirakan pada tahun 2018

akan mengalami penurunan kembali dengan angka perkiraan NTP pada

97,83%. tetapi secara pertumbuhan 5 Tahun terakhir pertumbuhan NTP

minus 1,81%, penurunan ini dipengaruhi oleh rendahnya harga

internasional produk perkebunan yang berdampak pada harga jual

petani.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 16

Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima

petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam

persentase dan merupakan salah satu indikator dalam menentukan

tingkat kesejahteraan petani. Indeks harga yang diterima petani (IT)

adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen

atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga

barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga

sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor

pertanian. IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang

dihasilkan oleh petani/nelayan

Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang

menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani,

baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan

untuk proses produksi pertanian, dari IB dapat dilihat fluktuasi harga

barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian

terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang

diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan IB juga

dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.

Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :

- NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik

dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain

petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari

Page 17: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 17

kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi

lebih besar dari pengeluarannya.

- NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan

NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami impas.

Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase

kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani

sama dengan pengeluarannya.

- NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun

dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani

mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil

dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.

Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.

Nilai tukar petani dapat bervariasi di setiap daerah dan berfluktuasi

seiring waktu. Nilai tukar petani dihitung secara skala nasional maupun

lokal.

Tabel 5. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Perkebunan Tahun

2014 - 2018*)) per Provinsi

No Provinsi Tahun

2014 2015 2016 2017 2018*)

1 Aceh 97,38 90,63 91,74 87,49 87,27

2 Sumatera Utara 97,98 94,26 96,75 98,60 95,88

3 Sumatera Barat 102,80 95,99 98,27 100,93 99,32

4 Riau 94,99 92,80 97,26 104,48 95,62

5 Jambi 97,52 93,88 98,90 105,19 101,87

6 Sumatera Selatan 100,42 91,87 84,91 87,57 84,37

Page 18: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 18

7 Bengkulu 92,76 86,58 80,96 83,99 80,99

8 Lampung 102,32 97,90 101,99 104,16 96,49

9 Kep. Bangka Belitung 103,25 107,70 104,45 93,81 77,98

10 Kepulauan Riau 92,47 87,14 80,13 80,82 74,73

11 Jawa Barat 99,74 97,58 97,20 100,83 100,58

12 Jawa Tengah 104,10 99,25 104,19 108,86 109,17

13 DI. Yogyakarta 114,70 110,32 124,08 121,34 108,34

14 Jawa Timur 103,60 100,35 100,01 101,13 104,78

15 Banten 109,83 102,14 97,99 95,41 87,50

16 Bali 106,61 100,48 103,73 104,50 97,05

17 Nusa Tanggara Barat 93,74 94,92 94,12 93,76 93,76

18 Nusa Tenggara Timur 98,72 96,45 95,11 95,47 103,76

19 Kalimantan Barat 92,79 91,96 91,48 97,89 94,44

20 Kalimantan Tengah 101,28 94,57 91,73 94,95 90,04

21 Kalimantan Selatan 93,05 88,95 80,61 82,32 79,74

22 Kalimantan Timur 102,24 101,71 99,02 96,28 88,45

23 Sulawesi Utara 96,71 89,90 90,37 87,37 89,71

24 Sulawesi Tengah 101,64 92,50 92,73 82,29 86,88

25 Sulawesi Selatan 113,44 105,13 102,38 92,39 96,15

26 Sulawesi Tenggara 105,66 99,87 101,53 90,54 89,29

27 Gorontalo 97,71 94,05 97,05 100,34 99,13

28 Sulawesi Barat 111,56 109,48 115,17 113,92 120,54

29 Maluku 96,40 93,75 95,28 90,30 86,16

30 Maluku Utara 99,58 95,74 97,14 94,01 89,51

31 Papua Barat 103,63 101,67 101,48 98,63 94,78

32 Papua 98,21 103,24 101,93 100,91 101,41

Rata-rata Perkebunan 101,30 97,18 97,86 98,91 97,83

Sumber : BPS

Catatan : *) angka sementara

Page 19: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 19

Dalam tabel 5. Diatas digambarkan perkembangan nilai tukar petani

secara nasional selama 5 tahun dari 2014-2018 masih mengalami surplus

dengan rata-rata 108,78 dengan angka NTP tertinggi dicapai pada bulan

November yaitu 110,75. Orientasi pembangunan saat ini yang berfokus

pada industri dan modal cenderung mengesampingkan pembangunan

pertanian pedesaan, sehingga indikator nilai tukar petani tidak masuk

ke dalam tujuan pembangunan.

1.2. Devisa dan Penerimaan Negara dari Produk Perkebunan 2014-2018

devisa adalah sejumlah valuta asing yang berguna untuk membiayai

seluruh transaksi perdagangan internasional atau perdagangan

antarnegara. Devisa juga bisa diartikan sebagai kekayaan dalam bentuk

mata uang asing yang dimiliki oleh suatu negara. Pendapatan Negara

adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih. Pendapatan/penerimaan Negara terdiri atas

penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan

penerimaan hibah.

Tabel 6. Devisa dan Penerimaan Negara dari Produk Perkebunan

No Nama Komoditas

TAHUN

2014 2015*) 2016 2017*) 2018

Page 20: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 20

1 Ekspor Perkebunan (Juta

US$) 26.779,60 23.938,85 22.118,01 28.070,38 27.916,88

2 Cukai Hasil Tembakau

(Juta Rp.) 116.284.000 126.747.000 146.440.000 152.390.000 152.930.000

3 Bea Keluar CPO dan

Turunannya (Juta Rp.) 9.116.239 3.000.358 2.900.000*)

4 Bea Keluar Biji Kakao

(Juta Rp.) 182.006 66.221

Sumber : - Ditjen. Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan RI (diolah Ditjen. Perkebunan)

- Buku Statistik Indonesia (BPS RI)

Catatan: : *) angka sementara

**) angka sangat sementara

Pada tabel 6 memperlihatkan 4 (empat) komponen utama pemasukan

negara dari hasil perkebunan dalam bentuk devisa ekspor, cukai

tembakau, bea keluar CPO termasuk turunnanya dan bea keluar Kakao.

Komoditas utama penyumbang ekspor perkebunan adalah karet, kelapa

sawit (CPO dan turunnanya), kakao, tembakau, pala, lada, kopi, dll.

a) Ekspor Perkebunan

Nilai ekspor hasil perkebunan tahun 2018 mengalami penurunan

sebesar US $152 juta atau 0,55% dibanding tahun 2017 dimana

tahun 2017 ekspor perkebunan membukukan angka senilai US $28

milyar lebih dan merupakan nilai ekspor tertinggi selama lima

tahun terakhir namun masih rendah dibanding nilai ekspor 2010-

2012 dimana rata-rata nilai ekspor pada periode tersebut diatas US

$30 milyar. Kenaikan ekspor ini diororng oleh membaiknya harga

Page 21: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 21

CPO/minyak sawit dan turunnya di pasar dunia, membaiknya

harga karet dan juga meningkatnya volume ekspor kopi dan kakao.

Disamping dari sisi kenaikan harga, meningkatnya nilai ekspor juga

didukung dengan naiknya permintaan pasar dunia terhadap prduk

perkebunan.

b) Cukai Tembakau

Penerimaan cukai tembakau meningkat cukup besar, sesuai tabel

diatas terlihat selama lima tahun terakhir terus tumbuh positif

dimana pada akhir Tahun 2017 mencapai lebih dari Rp146 triliun

dan mencatat pertumbuhan sebesar... meningkat hampir 2 kali lipat

dibanding akhir 2011. Cukai yang dipungut akan dikembalikan

kemasyarakat/wilayah penghasil tembakau melalui Dana Bagi

Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) sesuai Peraturan Presiden

Nomor 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

DBH-CHT mulai diberikan pada tahun 2008 dengan realisasi sekitar

200 milyar rupiah dan sampai dengan tahun 2017 mengalami

peningkatan realisasi sebesar 2,79 triliun rupiah atau mengalami

pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 67,4%. Pada tahun 2017,

telah terbit Permenkeu nomor: 28/PMK.07/2017 tanggal 19

Februari 2017 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana

Bagi Hasil-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Pada Bab II

Page 22: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 22

penggunaan DBH-CHT (pasal 2) menyatakan prinsip penggunaan

DBH-CHT ditentukan sebagai berikut:

− Paling sedikit 50% untuk mendanai program/ kegiatan yang

terdiri dari peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan

industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di

bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai illegal.

− Paling banyak 50% untuk mendanai program/ kegiatan sesuai

dengan kebutuhan dan prioritas daerah.

Program peningkatan kualitas bahan baku dilaksanakan oleh

Kementerian Pertanian dalam hal ini dilaksanakan oleh Ditjen.

Perkebunan. Program peningkatan kualitas bahan baku meliputi

kegiatan standarisasi kualitas bahan baku, pembudidayaan bahan

baku berkadar nikotin rendah, penyediaan sarana laboratorium uji

dan pengembangan metode pengujian, penanganan panen dan

pasca panen bahan baku, pembinaan dan fasilitasi pembentukan

dan/ atau pengesahan badan hukum kelompok tani tembakau serta

pengembangan bahan baku alternative untuk tembakau Virginia.

c) Bea keluar dan CPO Supporting Fund merupakan satu paket

pungutan terhadap kegiatan ekspor sawit. Apabila harga rata-rata

CPO di bawah harga referensi atau patokan (treshold), maka

eksportir akan dikenakan CPO Supporting Fund sesuai dengan tarif

yang sudah ditentukan. Tapi jika harga CPO di atas treshold, maka

selisihnya menjadi penerimaan bea keluar, sedangkan yang di

Page 23: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 23

bawah itu masuk jadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) BLU

Sawit. Landasan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan

ekspor minyak sawit adalah dengan mengenakan pajak ekspor

dalam bentuk Bea Keluar. Tujuan utamanya untuk menjaga

stabilitas harga di pasaran domestik. Kebijakan Bea Keluar mampu

mengubah komposisi produksi dan ekspor kelapa sawit Indonesia.

Dominasi ekspor produk hulu secara bertahap digantikan produk

hilir kelapa sawit sehingga nilai tambah pengolahan produk

perlahan dapat dinikmati stakeholder kelapa sawit domestik.

d) Kecenderungan penurunan penerimaan negara dari BK kakao

dipengaruhi oleh melemahnya harga internasional untuk

komoditas kakao sehingga ekspor kakao cenderung menurun.

Disamping itu kakao Indonesia kurang dapat bersaing di pasar

Internasional dipengaruhi penjualan kakao basah ditingkat petani

lebih dominan karena margin harga yang tidak jauh berbeda

dengan kakao fermentasi. Pesaing bisnis kakao adalah Pantai

Gading dan Ghana memiliki kualitas kakao lebih baik dan mudah

diterima di pasar internasional, sehingga harga kakao dunia-pun

terbentuk dari produk kedua negara ini.

2. Kinerja Mikro Pembangunan Perkebunan Tahun 2014-2018

Pengembangan perkebunan terus dilakukan melalui berbagai kebijakan

dengan tujuan akhir adalah meningkatnya produksi, produktivitas dan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 24

mutu tanaman perkebunan yang dapat mensejahterakan pekebun

sebagai pelaku usaha perkebunan dan rakyat secara luas

Berikut ini adalah kinerja mikro pembangunan yang telah dicapai dalam

upayanya mengembangkan komoditas perkebunan selama tahun 2014-

2018, sebagai berikut:

2.1. Luas Areal Perkebunan

Perkembangan luas areal perkebunan dari tahun ke tahun semakin

meningkat seiring semakin meningkatnya value bisnis komoditas

perkebunan, secara tradisional kelapa sawit selalu terdepan dalam

perkembangan penambahan luas lahan diikuti oleh luasan tanaman

karet, kelapa, kopi, dst . Meskipun persentasi penambahan luas areal

komoditas besar lebih kecil dari komoditas kecil, namun secara angka

luasan areal, pertamabhannya lebih besar disbanding komoditas non

unggulan, berikut data perkembangan luas lahan 16 komoditas

perkebunan berdasarkan data statistik angka tetap 2017:

Tabel 7. Luas Areal Perkebunan tahun 2014-2018

No Komoditas Luas Areal (Ha)

2014 2015 2017 2017 2018*)

I. TAN. TAHUNAN

1. Karet 3.555.946 3.606.245 3.621.102 3.639.048 3.659.129

2. Kelapa Sawit 10.465.020 10.754.801 11.260.277 11.201.465 14.030.573

3. Kelapa 3.654.478 3.609.812 3.585.599 3.653.745 3.653.167

4. Kopi 1.241.712 1.230.495 1.230.001 1.246.657 1.253.796

5. Kakao 1.740.612 1.727.437 1.709.284 1.720.773 1.730.002

Page 25: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 25

6. Jambu Mete 554.315 531.154 522.863 514.491 511.268

7. Lada 171.920 162.751 167.590 181.390 181.978

8. Cengkeh 501.378 510.174 535.694 545.027 548.091

9. The 122.035 118.899 114.891 113.617 113.692

10. Sagu 128.106 135.484 196.415 185.494 190.454

11. Pala 140.424 158.326 168.904 178.333 180.205

12. Kemiri Sunan 1.057 1.062 1.135 1.645 1.622

II. TAN. SEMUSIM

13. Tebu 469.227 478.108 454.171 445.075 428.652

14. Kapas 8.738 3.670 6.118 4.600 5.833

15. Tembakau 192.809 215.865 209.095 155.950 185.708

16. Nilam 28.226 20.714 18.626 19.612 18.841

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017.

Ketreangan: * angka sementara

Memperhatikan data perkembangan luas areal 16 komoditas unggulan

selama lima tahun terakhir, terdapat 7 komoditas yang masih

mengalami laju pertumbuhan positif yaitu karet, kelapa sawit, kopi,

lada, cengkeh, sagu dan pala. Laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit

mencapai lebih 5%. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh bertambahnya

luas tambah tanam tanaman sagu diikuti kelapa sawit. untuk komoditas

sagu lebih difokuskan dikembangkan di Papau dan Papua Barat karena

sagu merupakan sumber makanan pokok masyarakat setempat dan

merupakan tanaman endemik. sedang peningkatan luas tanam sawit

diorong oleh aspek ekonomi dan menjadi primadona bagi petani

maupun investor besar tingkat dunia hal ini ditandai masih banyaknya

PMA/PMDN yang mengajukan izin investasi perluasan areal maupun

Page 26: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 26

bukaan baru, selain itu juga didorong oleh investasi

perseorangan/kelompok/kebun rakyat dengan luas areal kurang dari

25 hektar.

Selain komoditas yang bertumbuh positif luas arealnya, terdapat 9

komoditas yang terus menurun luas arealnya, ada 4 komoditas

unggulan tanaman semusim semuanya menurun luas arealnya dengan

penurunan terbesar adalah luas areal kapas dan nilam dengan laju

penurunnya mencapai diatas 33% sedang tanaman tahunan ada 5

komoditas.

2.2. Produksi Perkebunan

Perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam

pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kemakmuran

dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa negara, penyediaan

lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan

kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri

serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Usaha perkebunan terbukti cukup tangguh bertahan dari terpaan badai

resesi dan krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia.

Dalam era perdagangan bebas, komoditas perkebunan merupakan salah

satu komoditas unggulan Indonesia yg mampu memberikan devisa

negara. Salah satu sisi penting dalam mendukung hal tersebut adalah

dalam meningkatkan produksi dan dalam perkembangannya produksi

Page 27: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 27

16 komoditas utama perkebunan secara masih cenderung fluktuatif,

berikut data produksi 5 tahun terakhir berdasarkan angka tetap 2017

dan angka sementara 2018.

Tabel 8. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan 2014 – 2018*)

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018.

Keterangan: *) angka sementara

No. Komoditas Perkebunan

Produksi Perkebunan (Ton)

2014 2015 2016 2017 2018*)

I. TANAMAN TAHUNAN 1. Karet (karet kering) 3.153.186 3.145.398 3.357.951 3.680.428 3.630.268

2. Minyak sawit (CPO) 29.278.189 31.070.015 31.730.961 37.965.224 40.567.230

3. Kelapa (kopra) 3.005.916 2.920.665 2.904.170 2.854.300 2.899.725

4. Kopi (kopi berasan) 643.857 639.412 663.871 717.962 722.461

5. Kakao (biji kering) 728.414 593.331 658.399 590.684 593.833

6. Jambu mete (gelondong kering)

131.302 137.580 137.094 135.569 136.402

7. Lada (lada kering) 87.448 81.501 86.334 87.991 88.715

8. Cengkeh (bunga kering) 122.134 139.642 139.611 113.178 123.399

9. Teh (daun kering) 154.369 132.615 138.935 146.251 141.341

10. Pala (biji kering) 32.729 33.711 33.305 32.842 36.242

11. Kemiri Sunan (biji kering) 3 6 7 2 3

12. Sagu (tepung sagu) 310.656 423.946 383.613 432.913 470.883

II. TANAMAN SEMUSIM 13. Tebu (gula kristal putih) 2.579.173 2.497.997 2.204.619 2.121.671 2.174.400

14. Kapas (serat berbiji) 761 759 932 332 417

15. Tembakau (daun kering) 198.301 193.790 126.728 181.142 181.308

16. Nilam (minyak atsiri) 2.103 1.986 2.192 2.207 2.196

Page 28: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 28

Produksi karet tahun 2018 diperkirakan tumbuh tinggi karena didorong

oleh membaiknya harga karet dunia dan juga bertambahnya

penyerapan produk karet dalam untuk industri dalam negeri dan

galangan kapal sehingga hal ini mendorong petani semakin rajin

menoreh pohon karetnya. Sedang pertumbuhan tertinggi produksi

tanaman perkebunan dicapai oleh kelapa sawit karena bisnis sawit/cpo

dan minyak sawit lainnya semakin menggiurkan dan memberikan

return of investment (ROI) tinggi hal ini juga sepadan dengan

pertambahan luas tambah tanam. Jambu mete dan cengkeh juga

mengalami pertumbuhan positif namun produksi tahun 2017

mengalami penurunan dibanding tahun 2017 demikian juga nilam

mengalami kondisi yang sama tetapi ada nilai plus dimana saat ada

penurunan luas areal tetapi produksi naik artinya kualitas produk yang

dihasilkan meningkat. Produksi tertinggi sagu diallami pada tahun 2015

mencapai diatas 400 ribu ton, sedang tahun-tahun sebelumnya dan

sesudahnya tidak mampu mendekati produksi 400 ribu ton.

Peningkatan produksi komoditas-komoditas ini menunjukkan besarnya

kekuatan sumber daya pekebun dalam mengembangkan suatu

komoditas yang dapat memberikan jaminan harga yang remuneratif

meskipun dibatasi oleh berbagai peraturan dan tanpa adanya bantuan

input produksi dari APBN.

Komoditas yang mengalami penurunan Produksi yaitu tebu, kapas,

tembakau, lada, kakao kopi dan kelapa. Kondisi ini didorong oleh

Page 29: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 29

menurunnya luas areal tanaman tersebut dimana ada kebijakan

mengutamakan tanaman pangan (Pajale) sebagai upaya menyangga

ketersediaan pangan nasional. Namun demikian, peran Pemerintah

dalam upaya peningkatan produksi tembakau, masih tetap dilakukan

terutama dalam hal pembinaan dan pengawalan serta pemberdayaan

petani baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Adanya

alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) kepada

daerah penghasil tembakau, memungkinkan Pemerintah Daerah

membina para pekebun tembakau di wilayahnya secara lebih intensif.

Usaha perkebunan kelapa sawit, meskipun didominasi oleh perusahaan

perkebunan besar (±59%) namun kontribusi perkebunan rakyat dalam

peningkatan produksi kelapa sawit nasional tidak dapat diabaikan.

Permasalahan yang dihadapi oleh pekebun kelapa sawit, seperti

dominannya tanaman tua di pertanaman dan buruknya infrastruktur,

dapat diselesaikan dalam skala yang lebih luas. Fasilitasi Direktorat

Jenderal Perkebunan melalui APBN untuk pengembangan komoditas

kelapa sawit dilakukan melalui kegiatan peremajaan kelapa sawit

dengan bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelpaa

Sawit (BPDPKS) yang telah dimulai tahun 2017 dengan luas areal yang

sudah disalurkan dana peremajaanya seluas 2.900 hektar, pembangunan

demplot model peremajaan kelapa sawit, penanganan OPT, perluasan

areal di daerah perbatasan/ daerah tertinggal, pergantian benih tidak

bersertifikat dengan benih unggul bermutu dan bersertifikat dalam

skala terbatas, serta mendorong lebih banyak pekebun untuk dapat

Page 30: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 30

memanfaatkan fasilitas subsidi bunga perbankan yang disalurkan

melalui program skim Kredit Pengembangan Energi Nabati dan

Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dalam rangka pengembangan

usaha perkebunan kelapa sawitnya.

Fasilitasi Direktorat Jenderal Perkebunan untuk komoditas cengkeh,

karet, jambu mete dan lada selama 5 tahun ini cukup berhasildengan

laju pertumbuhan produksi rata-rata mencapai 1 - 8%. Selama ini

kegiatan peremajaan, rehabilitasi, intensifikasi dan perluasan tanaman

cengkeh, jambu mete dan lada serta kegiatan peremajaan, intensifikasi

dan perluasan tanaman karet di wilayah khusus (perbatasan, daerah

tertinggal, pasca bencana dan pasca konflik) cukup mengangkat tingkat

produksi tanaman.

Pengembangan tebu selama periode 2014-2018 terjadi penurunan

produksi tebu yang cukup signifikan, hal ini dipengaruhi oleh semakin

menurunnya luas lahan tebu yang cukup masive. Pemerintah sedang

berupaya mengembangkan budidaya tebu melalui rasionalisasi

penataan varietas tebu untuk mendapatkan komposisi varietas tebu

unggul dan penerapan sistem tebangan Manis, Bersih dan Segar (MBS)

menjadi salah satu pengungkit peningkatan produksi tebu. Peran

pemerintah pusat dalam APBN diwujudkan dalam bentuk penyediaan

benih unggul bermutu melalui pembangunan Kebun Benih Induk (KBI)

dan Kebun Benih Datar (KBD) menggunakan teknik kultur jaringan,

Page 31: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 31

bantuan alat dan mesin pertanian, bongkar ratoon, rawat ratoon dan

perluasan areal pada daerah potensial pengembangan tebu. Produksi

Kemiri Sunan masih sangat rendah, periode 2014-2018 karena

rintisannya baru dimulai tahun 2011 dan diarahkan pada perluasan

areal penanaman sehingga diproyeksikan baru berproduksi pada tahun

2015. Adapun biji kemiri sunan dari pohon-pohon kemiri sunan yang

tumbuh secara alami tidak dipanen karena fasilitas unit pengolahannya

belum cukup tersedia. Untuk komoditas kapas, rendahnya trend

produksi antara lain disebabkan jaminan pasar dan harga yang kurang

bersaing untuk menarik minat petani dalam membudidayakan kapas.

Untuk komoditas jarak pagar, masih diperlukan penelitian lebih lanjut

agar dapat dihasilkan varietas unggul baru, teknik budidaya jarak pagar

yang produktivitasnya tinggi dan mekanisme usahanya ditingkat petani

yang dapat menghasilkan keuntungan. Pada komoditas kakao,

walaupun program Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao

Nasional (Gernas) Kakao cukup memberikan dampak bagi kinerja

komoditas kakao tetapi persoalan serangan OPT dan banyaknya

tanaman tua/ rusak menjadi faktor penyebab terbesar dari penurunan

produksi. Kendala lahan dan produktivitas masih menjadi simpul kritis

pengembangan kopi ditengah meningkatnya permintaan dunia akan biji

kopi. Untuk komoditas kelapa, banyaknya tanaman tua/ rusak dan

rendahnya produktivitas, persoalan lahan cukup berpengaruh terhadap

penurunan produksi. Kendala peningkatan produksi komoditas teh

sebagian besar disebabkan produktivitas menurun akibat banyaknya

Page 32: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 32

tanaman tua/rusak sehingga kedepan perlu adanya kegiatan

peremajaan tanaman.

2.3. Produktivitas Tanaman Perkebuan

Tabel 9. Produktivitas Komoditas Perkebunan tahun 2014-2018

No. Komoditas

Perkebunan

Tahun (Kg/Ha)

2014 2015 2016 2017 2018*)

I. TANAMAN TAHUNAN

1. Karet (karet kering)

1.053 1.036 1.104 1.205

1.161

2. Kelapa sawit (CPO)

3.601 3.625 3.588 3.634

3.644

3. Kelapa (kopra)

1.136 1.110 1.112 1.100

1.114

4. Kopi (kopi berasan) 716 707 714 775 782

5. Kakao (biji kering) 803 775 798 737 756

6. Jambu mete (gelondong

kering) 416 430 430 432 434

7. Lada (lada kering) 921 828 804 798 802

8. Cengkeh (bunga kering) 391 441 426 345 371

9. Teh (daun kering)

1.683 1.495 1.568 1.670

1.592

10. Pala (biji kering) 484 479 462 441 453

11. Kemiri Sunan (biji

kering) 222 186 205 32 41

Page 33: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 33

S

u

m

b

e

r

:

D

i

rektorat Jenderal Perkebunan 2018

Berdasarkan analisis trend pertumbuhan produktivitas rata-rata pada 16

komoditas selama periode tahun 2014-2018 mengalami pertumbuhan

positif sebesar 1,26%. Masih terdapat komoditas dengan pertumbuhan

produktivitas negative sebanyak 6 komoditas yaitu kelapa, kopi, kakao

(tanaman tahunan dan penyegar), untuk tanaman semusim dan rempah

yang mengalami pertumbuhan negative adalah tebu, kapas dan

tembakau. Walaupun demikian, sebagian besar komoditas yang

menunjukkan laju pertumbuhan produktivitas yang positif. Komoditas

cengkeh, nilam, jambu mete, kakao, teh, tembakau, karet, tebu, lada dan

kelapa sawit menunjukkan trend pertumbuhan produktivitas yang

positif dengan persentase range antara 0,09-31,99%.

12. Sagu (tepung sagu)

4.194 3.656 3.377 3.557

3.715

II. TANAMAN SEMUSIM

13. Tebu (gula kristal putih)

5.406 5.605 5.002 4.985

5.207

14. Kapas (serat berbiji) 220 151 307 230 233

15. Tembakau (daun

kering) 947 946 934 917 902

16. Nilam (minyak atsiri) 149 162 176 141 153

Page 34: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 34

Laju pertumbuhan produksi beberapa komoditas perkebunan diiringi

dengan meningkatnya produktivitas tanaman. Hal ini ditunjukkan pada

komoditas tembakau, cengkeh, kelapa sawit, karet, jambu mete, tebu,

lada dan nilam. Kedelapan komoditas tersebut menunjukkan trend

positif yang disebabkan oleh kontribusi kegiatan-kegiatan yang

dialokasikan Direktorat Jenderal Perkebunan pada sentra-sentra

produksi untuk memacu produktivitas tanaman seperti 1) kegiatan

peremajaan dan perluasan areal pada komoditas karet dan jambu mete;

2) intensifikasi dan rehabilitasi pada komoditas cengkeh dan lada, 3)

kegiatan pengendalian OPT dan SL-PHT, 4) kegiatan rawat ratoon,

bongkar ratoon, perluasan areal dan bantuan peralatan pada komoditas

tebu; 5) kegiatan pengembangan komoditas nilam dan tembakau dalam

skala terbatas; 6) pengembangan komoditas kelapa sawit yang meliputi

pergantian benih bersertifikat, model pengembangan dan perluasan

daerah khusus; dan 7) pemberdayaan petani yang secara tidak langsung

membina petani untuk meningkatkan produktivitas tanamannya.

Laju pertumbuhan produktivitas kapas dan jarak pagar menunjukkan

pola negatif yang cukup besar. Rendahnya produktivitas jarak pagar

pada dasarnya disebabkan belum adanya varietas tanaman yang dapat

menghasilkan produksi yang maksimal dengan rendemen yang layak

untuk bahan baku sumber bahan bakar nabati (BBN). Pengembangan

jarak pagar yang didanai pemerintah untuk sementara dihentikan dan

dikembalikan pada penelitian Badan Litbang Pertanian untuk

Page 35: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 35

menghasilkan varietas-varietas unggul. Ketidakpastian iklim dan

ketersediaan benih unggul sebagian faktor yang mempengaruhi

penurunan produktivitas tanaman kapas.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 36

BAB III

KINERJA PROGRAM PEMBANGUNAN PERKEBUNAN

Program Pembangunan Perkebunan Tahun 2014-2018

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman

Perkebunan Berkelanjutan dilaksanakan Tahun Anggaran 2014-2016 telah

berakhir dan mulai Tahun Anggaran 2017 sebagai awal program Peningkatan

Produksi Komoditas Perkebunan Berkelanjutan.

Tabel 10. Kegiatan dan Anggaran Program Tahun 2014-2018

NO. KEGIATAN

BESARAN APBN (MILYAR RUPIAH)

PER TAHUN

2014 2015 2016 2017 2018

1. Peningkatan Produksi, Produktivitas

dan Mutu Tanaman Rempah dan

Penyegar

326 2.066 64 - -

2. Peningkatan Produksi, Produktivitas

dan Mutu Tanaman Semusim

511 1.565 1 - -

3. Peningkatan Produksi, Produktivitas

dan Mutu Tanaman Tahunan

174 387 - - -

4. Pengembangan Penanganan

Pascapanen Komoditas Perkebunan

37 48 2 - -

5. Peningkatan Produksi, Produktivitas

dan Mutu Tanaman Tahunan dan

Penyegar

- - 544 462 501

Page 37: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 37

6. Dukungan Perlindungan

Perkebunan

77 174 110 38 96

7. Dukungan Manajemen dan

Dukungan Teknis Lainnya Ditjen.

Perkebunan

129 187 152 137 239

8. Dukungan Pengujian dan

Pengawasan Mutu Benih serta

Penerapan Teknologi Proteksi

Tanaman Perkebunan (Surabaya,

Medan dan Ambon)

67 70 87 66 140

9. Pengembangan Tanaman Semusim

dan rempah

- - 119 265 322

10. Dukungan Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Perkebunan

- - 82 66 100

11. Dukungan Perbenihan Tanaman

Perkebunan

- - 31 114 238

Jumlah 1.321 4.497 1.192 1.149 1.636

Sumber: Spannint Kemenkeu

Rata-rata pendanaan pembangunan perkebunan selama 5 tahun terakhir

sebesar Rp1,959 triliun, anggaran terbesar diperoleh pada TA. 2015 yang

mencapai Rp4,5 triliun dengan fokus pembangunan pada pengembangan

tebu. Pada TA. 2018 anggaran mencapai Rp1,636 triliun lebih tinggi dari 2

tahun terakhir.

1. Realisasi Program Perkebunan Tahun Anggaran 2018

Penyerapan anggaran dan pencapaian fisik per kegiatan utama sebagai

tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan dalam tahun berjalan.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 38

Dalam perkembangannya ada penekanan pada realisasi keuangan

dengan menafikan efisiensi dalam penggunaan anggaran, kebijakan ini

diambil karena didorong oleh kondisi ekonomi nasional yang sangat

dipengaruhi oleh anggaran negara.

Tabel 11. Realisasi anggaran dan fisik kegiatan utama TA. 2018

No Kegiatan Pagu

(Rp)

Realisasi

Keuangan

(Rp) (%)

1. 1777. Pengembangan

Tanaman Tahunan dan

Penyegar

500.571.910.000 454.384.310.655 95,15%

3. 1779. Dukungan Perlindungan

Perkebunan

96.261.498.000 91.595.775.013 86,40%

4. 1780. Dukungan Manajemen

dan Dukungan Teknis

Lainnya Ditjen Perkebunan

238.954.612.000 180.405.938.885 92,18%

5. 1781. Dukungan Pengujian

dan Pengawasan Mutu Benih

Serta Penerapan Teknologi

Proteksi Tan. Perkebunan

140.345.052.000 121.260.763.964 86,48%

6. 5888. Pengembangan

Tanaman Semusim dan

Rempah

322.286.492.000 277.215.322.344 95,15%

7. 5889. Dukungan Pengolahan

dan Pemasaran Hasil

Perkebunan

99.812.876.000 92.009.167.657 86,40%

Page 39: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 39

8. 5890. Dukungan Perbenihan

Tanaman Perkebunan

238.121.614.000 198.211.809.621 92,18%

Jumlah 1.636.354.054.000 1.415.083.088.139 86,48%

Sumber : Spannint DJP Kemenkeu, cetak 8 Februari 2018

Penyerapan anggaran hanya mencapai 86,48% jauh dari target/estimasi

penyerapan anggaran 94%, hal ini disebabkan ketersediaan benih, harga

pupuk lebih tinggi dari pagu anggaran, lokasi sasaran (CP/CL) yang

berubah dan luasan berubah pula. Pada sisi lain tidak maksimalnya

penyerapan anggaran juga dipengaruhi oleh sisa kontrak yang besar

dimana harga satuan jauh lebih rendah dibanding harga

benih/barang/jasa yang berlaku pada saat harga disepakati (kontrak)

dan revisi DIPA sering terjadi bahkan untuk revisi POK sudah

memasuki bulan Agustus/September.

Komoditas yang menjadi fokus pengembangan adalah kopi, teh, karet,

kakao, lada, pala, cengkeh, kelapa dan tebu. Untuk mendukung

pengembangan komoditas tersebut di Tahun 2018 juga dianggarkan

secara besar sarana prasarana berupa alat pasca panen, UPH,

mekanisasi pertanian seperti pompa air, pupuk, pestisida, traktor dan

implementnya.

2. Realisasi Anggaran per Belanja

Page 40: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 40

Sistem penganggaran didasarkan pada jenis belanja yang terbagi dalam

3 (tiga) jenis belanja yaitu belanja barang, belanja pegawai dan belanja

modal. Satuan Kerja Pusat dan UPT Pusat mengalokasikan 3 jenis

belanja sedangkan daerah (Dinas) hanya dialokasikan 2 (dua) jenis

belanja yaitu belanja barang dan belanja modal.

Jenis belanja terbesar adalah belanja barang, dimana dalam belanja ini

memuat kegiatan pokok dari program termasuk didalamnya

penyaluran bantuan pemerintah seperti benih, pupuk, pestisida, alat

pasca panen, alat pengolahan, pengendalian OPT, bantuan ternak dan/

atau kandang, kendaraan operasional pengendalian kebakaran, dll.

Tabel 12. Realisasi per Akun Belanja TA. 2018

Kode/Jenis Belanja Pagu

(Rp)

Realisasi

Keuangan (Rp) (%)

51 BELANJA PEGAWAI 78.000.000.000 69.516.520.886

89,12%

52 BELANJA BARANG 1.507.080.045.000 1.298.193.704.257

86,14%

53 BELANJA MODAL 51.274.009.000 47.372.862.996

92,39%

Jumlah 1.636.354.054.000 1.415.083.088.139

86,48%

Sumber : Spannint DJA Kemenkeu,cetak 9 Februari 2019

Page 41: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 41

Penambahan anggaran menggelembungkan belanja barang pada

penyediaan benih, pupuk, APK dan pestisida. Sedang belanja pegawai

tetap,dan belanja modal dengan anggaran paling kecil. Belanja pegawai

hanya murni berupa gaji untuk pegawai pusat dan pegawai UPT

(BBPPTP Medan/Surabaya/Ambon dan BPTP Pontianak) sedang

tunjangan kinerja berada pada nggaran Sekretariat Jenderal

Kementerian Pertanian. Tidak maksimalnya penyerapan anggaran

belanja pegawai dipengaruhi oleh sistem penganggaran yang tidak

memperhitungkan tambah atau berkurangnya jumlah pegawai terutama

besaran jumlah pegawai pensiun dan pindah ke instansi lain baik di

pusat maupun daerah (data kutang ter update).

Penggunaan belanja modal modal untuk menyediakan kendaraan roda

4 untuk pejabat Eselon I dan II, kendaraan roda-2 untuk petugas

lapangan dan operasional kantor, peralatan perkantoran, asrama dan

lain-lain. Penyerapan angaran mencapai 92% namun belum mencapai

estimasi yang dilaporkan hal ini disebabkan oleh perbedaan besaran

pagu anggaran dengan realisasi kontrak (sisa kontrak), harga satuan

didalam pagu anggaran lebih besar dibanding harga satuan dalam

kontrak.

Jasa konsultasi, jasa lainnya, pengadaan benih, pembelian

traktor/pompa air, pembelian pupuk, dll semua jenis pengadaan ini

masuk dalam belanja barang dimana proses pengadaan harus sesuai

Page 42: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 42

dengan peraturan dalam Perpres nomor 54/2010 dan aturan

perubahannya dan jenis belanja barang ini biasanya menjadi satu-

satunya jenis belanja yang dianggarkan pada Satker daerah yang

melaksanakan anggaran APBN pembangunan perkebunan. Realisasi

anggaran belanja barang sangat mempengaruhi realisasi seluruh jenis

belanja karena anggaran terbesar berada pada belanja barang dengan

rata-rata alokasi ≥ 90% per tahun.

3. Realisasi Anggaran per Satker

Mempertimbangkan banyaknya jumlah kabupaten dan kota sebanyak

511 yang tersebar di 34 provinsi, serta adanya keterbatasan anggaran

yang bersumber dari APBN DIPA Ditjen Perkebunan maka agar dapat

merata ke seluruh Indonesia perlu ditetapkan kriteria satker mandiri

Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota, sebagai berikut: (a). Kinerja satker

dua tahun terakhir (2016 dan 2017); (b). Nomenklatur Dinas. Urutan

prioritas pengalokasian anggaran terkait dengan nomenklatur dinas

secara berurutan: apabila Dinas Perkebunan berdiri sendiri akan

memperoleh prioritas utama, Dinas Gabungan namun masih tersurat

kata "Perkebunan", seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan menjadi

prioritas kedua, dan Dinas Gabungan tanpa kata "Perkebunan" akan

menjadi prioritas terakhir; (c) Alokasi anggaran yang dikelola minimal

Rp 1 milyar. Bila anggaran yang dikelola dibawah Rp 1 milyar, maka

dana tersebut dialokasikan dan dikelola oleh Provinsi sebagai Tugas

Pembantuan (TP) Provinsi; dan (d) Besar-kecilnya kontribusi terhadap

Page 43: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 43

sasaran produksi dan luas areal secara nasional sebagaimana tertuang

dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Perkebunan tahun

2015-2019.

3.1. Satker Provinsi

Kebijakan Tahun 2018 meniadakan Satker Tugas Mandiri

Kabupaten/Kota, dengan pertimbangan besaran anggaran yang

dialokasikan Kementerian Pertanian ke Ditjen Perkebunan sangat kecil

dan sudah berlangsung selama 2 tahun terakhir, dimulai pada TA 2017.

Tabel 13. Realisasi Anggaran per Satker Provinsi

No Satker Pagu (Rp) Realisasi (Rp) ( ( % )

1 029101 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI JAWA BARAT

2.355.135.000 2.302.615.400 97,77%

2 029161 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI JAWA BARAT

47.456.979.000 43.615.054.197 91,90%

3 039098 | DINAS PERTANIAN DAN

PERKEBUNAN PROVINSI JAWA

TENGAH

2.109.500.000 1.794.509.465 85,07%

4 039153 | DINAS PERTANIAN DAN

PERKEBUNAN PROVINSI JAWA

TENGAH

41.607.460.000 29.986.392.257 72,07%

5 049058 | DINAS PERTANIAN DAN

KETAHANAN PANGAN PROV. D.I.

YOGYAKARTA

1.124.370.000 1.122.632.374 99,85%

6 049089 | DINAS PERTANIAN DAN

KETAHANAN PANGAN PROV. D.I.

YOGYAKARTA

8.327.405.000 8.203.680.913 98,51%

Page 44: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 44

7 059114 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI JAWA TIMUR

2.069.100.000 1.859.936.599 89,89%

8 059180 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI JAWA TIMUR

30.612.346.000 16.480.478.504 53,84%

9 060100 | DINAS PERTANIAN DAN

PERKEBUNAN ACEH

1.694.600.000 1.619.722.376 95,58%

10 060102 | DINAS PERTANIAN DAN

PERKEBUNAN ACEH

44.465.807.000 40.155.521.380 90,31%

11 079077 | DINAS PERKEBUNAN PROV

SUMATERA UTARA

1.448.490.000 1.395.220.926 96,32%

12 079126 | DINAS PERKEBUNAN PROV

SUMATERA UTARA

29.255.971.000 26.309.191.194 89,93%

13 089083 | DINAS TANAMAN

PANGAN HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI SUMATERA

BARAT

1.404.450.000 1.364.215.600 97,14%

14 089132 | DINAS TANAMAN

PANGAN HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI SUMATERA

BARAT

33.623.283.000 29.486.561.285 87,70%

15 099270 | DINAS TANAMAN

PANGAN, HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI RIAU

1.574.400.000 1.510.300.000 95,93%

16 099316 | DINAS TANAMAN

PANGAN, HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI RIAU

27.107.440.000 21.600.680.513 79,69%

17 109071 | DINAS PERKEBUNAN

PROPINSI JAMBI

2.137.800.000 2.018.275.658 94,41%

18 109120 | DINAS PERKEBUNAN

PROPINSI JAMBI

23.594.334.000 20.436.603.753 86,62%

19 119081 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI SUMATERA SELATAN

2.927.535.000 2.673.117.131 91,31%

20 119132 | DINAS PERKEBUNAN 31.213.849.000 28.957.934.213 92,77%

Page 45: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 45

PROVINSI SUMATERA SELATAN

21 129072 | DINAS PERKEBUNAN DAN

PETERNAKAN PROVINSI LAMPUNG

1.841.500.000 1.797.009.420 97,58%

22 129114 | DINAS PERKEBUNAN DAN

PETERNAKAN PROVINSI LAMPUNG

54.229.791.000 50.185.733.918 92,54%

23 139076 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

1.056.250.000 1.033.595.000 97,86%

24 139127 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

14.248.047.000 9.314.144.900 65,37%

25 149067 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

2.178.955.000 2.154.743.600 98,89%

26 149116 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

8.712.757.000 8.405.110.480 96,47%

27 159064 | DINAS PERKEBUNAN DAN

PETERNAKAN KALIMANTAN

SELATAN

1.578.950.000 1.450.915.746 91,89%

28 159109 | DINAS PERKEBUNAN DAN

PETERNAKAN KALIMANTAN

SELATAN

17.107.786.000 16.052.842.138 93,83%

29 169066 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

1.577.500.000 1.467.531.700 93,03%

30 169114 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

6.809.357.000 5.650.195.903 82,98%

31 179062 | DINAS PERKEBUNAN

PROPINSI SULAWESI UTARA

1.361.210.000 1.361.141.800 99,99%

32 179105 | DINAS PERKEBUNAN

PROPINSI SULAWESI UTARA

43.080.993.000 42.264.302.378 98,10%

33 189084 | DINAS PERKEBUNAN DAN

PETERNAKAN SULAWESI TENGAH

1.919.200.000 1.831.960.100 95,45%

34 189133 | DINAS PERKEBUNAN DAN

PETERNAKAN SULAWESI TENGAH

42.568.335.000 40.246.689.320 94,55%

35 199078 | DINAS PERKEBUNAN

PROPINSI SULAWESI SELATAN

1.827.350.000 1.742.935.450 95,38%

Page 46: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 46

36 199127 | DINAS PERKEBUNAN

PROPINSI SULAWESI SELATAN

162.071.399.000 143.456.824.693 88,51%

37 209008 | DINAS PERKEBUNAN &

HORTIKULTURA SULAWESI

TENGGARA

1.542.020.000 1.429.010.000 92,67%

38 209109 | DINAS PERKEBUNAN &

HORTIKULTURA SULAWESI

TENGGARA

110.590.065.000 101.257.047.675 91,56%

39 219001 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI MALUKU

1.078.850.000 1.078.331.505 99,95%

40 219092 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI MALUKU

37.438.242.000 34.660.019.594 92,58%

41 229061 | DINAS TANAMAN

PANGAN, HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI BALI

1.093.800.000 1.068.532.805 97,69%

42 229101 | DINAS TANAMAN

PANGAN, HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI BALI

39.326.119.000 31.047.489.977 78,95%

43 239072 | DINAS PERTANIAN DAN

PERKEBUNAN NUSA TENGGARA

BARAT

1.275.560.000 1.272.168.782 99,73%

44 239128 | DINAS PERTANIAN DAN

PERKEBUNAN NUSA TENGGARA

BARAT

45.531.577.000 34.673.465.862 76,15%

45 249031 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

2.100.550.000 2.087.579.665 99,38%

46 249160 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

70.482.360.000 68.369.181.602 97,00%

47 259060 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI PAPUA

1.694.390.000 1.592.721.700 94,00%

48 259099 | DINAS PERKEBUNAN

PROVINSI PAPUA

20.673.017.000 16.725.931.220 80,91%

49 269065 | DINAS TANAMAN 1.126.200.000 1.109.237.000 98,49%

Page 47: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 47

PANGAN HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI BENGKULU

50 269111 | DINAS TANAMAN

PANGAN HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI BENGKULU

19.852.319.000 18.346.388.600 92,41%

51 289035 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI MALUKU UTARA

1.401.000.000 1.401.000.000 100,00%

52 289105 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI MALUKU UTARA

79.293.115.000 78.662.244.600 99,20%

53 299347 | DINAS PERTANIAN

BANTEN

1.045.340.000 984.825.000 94,21%

54 299382 | DINAS PERTANIAN

BANTEN

5.374.536.000 4.739.510.800 88,18%

55 309033 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

BELITUNG

1.032.500.000 1.028.989.192 99,66%

56 309165 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

BELITUNG

31.791.976.000 23.173.501.755 72,89%

57 319057 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI GORONTALO

1.285.000.000 1.284.650.000 99,97%

58 319090 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI GORONTALO

20.919.625.000 20.435.004.930 97,68%

59 329027 | DINAS KETAHANAN

PANGAN, PERTANIAN DAN

KESEHATAN HEWAN KEP. RIAU

858.925.000 614.036.000 71,49%

60 329079 | DINAS KETAHANAN

PANGAN, PERTANIAN DAN

KESEHATAN HEWAN KEP. RIAU

2.485.611.000 1.785.585.900 71,84%

61 330023 | DINAS TANAMAN

PANGAN, HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

BARAT

1.728.250.000 1.699.980.000 98,36%

Page 48: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 48

62 330024 | DINAS TANAMAN

PANGAN, HORTIKULTURA DAN

PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

BARAT

19.366.666.000 19.116.024.000 98,71%

63 340999 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI SULAWESI BARAT

1.151.290.000 1.074.983.882 93,37%

64 341001 | DINAS PERTANIAN

PROVINSI SULAWESI BARAT

39.579.508.000 36.413.604.819 92,00%

65 417669 | DINAS PERTANIAN DAN

KETAHANAN PANGAN PROVINSI

KALIMANTAN UTARA

579.230.000 477.429.253 82,42%

66 417670 | DINAS PERTANIAN DAN

KETAHANAN PANGAN PROVINSI

KALIMANTAN UTARA

6.481.186.000 5.494.354.219 84,77%

Total Realisasi DK 51.179.200.000 48.703.853.129 95,16%

Total Realisasi TP 1.215.279.261.000 1.075.707.297.492 88,52%

Jumlah 1.266.458.461.000 1.124.411.150.621 88,78%

Sumber: Spannint DJP Kemenkeu

Serapan anggaran Satker Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Provinsi sampai akhir tahun pelaksanaan tercatat sebesar 88,78%,

rendahnya penyerapan ini dipengaruhi oleh provinsi Sulawesi Selatan

yang memiliki anggaran diatas 160-an milyar namun penyerapannya

hanya 88%, Kalimantan Barat dari anggaran Rp14 milyar hanya

menyerap 65%, dst. Bahkan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dar

anggaran Rp43 milyar hanya menyerap 53%.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 49

Sedang Satker yang mampu menyerap anggaran ≥ 94% dengan beban

kerja yang tinggi (anggaran besar) adalah Maluku Utara sebagai yang

tertinggi dengan anggaran (DK & TP) sebesar Rp80,694 milyar berhasil

menyerap 99,22% diikuti oleh Sulawesi Utara dengan anggaran (DK &

TP) sebesar Rp44,442 milyar mampu menyerap 98,16% dan 3 terbesar

terakhir Nusa Tenggara Timur dengan angaran (DK & TP) sebesar

Rp72,583 milyar berhasil menyerap 97,07%. Satker dengan penyerapan

rendah (3 terendah) yaitu Jawa Timur dari anggaran Rp32,681 milyar

terserap 56,12%, Kalimantan Barat dari anggaran Rp15,304 milyar

terserap 67,61% dan Kepulauan Riau dari anggaran Rp3,345 milyar

terserap 71,75%.

3.2. Satker Pusat dan UPT Pusat

Tabel 14. Realisasi Anggaran Satker Pusat dan UPT Pusat

NO SATKER PAGU

Rp

REALISASI

Rp %

1 238830 | DIREKTORAT JENDERAL

PERKEBUNAN

217.166.916.000 158.101.780.636 72,80%

2 567338 | BALAI BESAR

PERBENIHAN DAN PROTEKSI

TANAMAN PERKEBUNAN

(BBP2TP) SURABAYA

59.974.213.000 46.179.875.801 77,00%

3 567408 | BALAI BESAR

PERBENIHAN DAN PROTEKSI

TANAMAN PERKEBUNAN

(BBP2TP) MEDAN

42.055.763.000 38.728.253.161 92,09%

Page 50: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 50

4 567521 | BALAI PROTEKSI

TANAMAN PERKEBUNAN

PONTIANAK

17.925.364.000 16.374.988.939 91,35%

5 567717 | BALAI BESAR

PERBENIHAN DAN PROTEKSI

TANAMAN PERKEBUNAN

(BBP2TP) AMBON

32.773.337.000 31.287.038.981 95,46%

Jumlah

369.895.593.000 290.671.937.518 78,58%

Sumber : Spannint DJA Kemenkeu

Penyerapan Ditjen Perkebunan setiap tahunnya selalu konstan dikisaran

70-an%, hal ini dipengaruhi oleh anggaran Tunjangan Kinerja Rp30

milyar yang tidak dibayarkan karena pembayarannya diambil alih

Setjen Kementan selain itu juga dipengaruhi oleh besar kecilnya

pembayaran gaji dimana selalu ada perubahan jumlah pegawai karena

pensiun pindah masuk maupun keluar, cuti diluar tanggungan negara.

Hal ini juga terjadi pada UPT pusat dimana ada komponen pembayaran

gaji, namun di UPT juga terdapat kegiatan fisik seperti Desa Pertanian

Organik dimana proses pelaksanaannya melalui kegiatan CP/CL

sampai dengan lelang/pengadaan langsung/e-purchasing. Balai Besar

rata-rata bisa menyerap diatas 86,80% dan yang tertinggi adalah Balai

Besar Ambon dan yang terendah adalah Balai Besar Surabaya, sedang

UPT satu-satunya yang ber-level Eselon III (dipimpin seorang Eselon III)

yang berlokasi di Pontianak ternyata menjadi Satker UPT yang paling

terendah serapannya meskipun juga memiliki anggaran yang paling

rendah

Page 51: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 51

4. Realisasi Anggaran Berdasarkan Output Komoditas

Pengembangan kakao dalam APBN 2018 pada APBN reguler tidak

dianggarkan namun pada APBN-P baru dianggarkan, memperoleh

porsi terbesar, kebijakan ini diambil sebagai upaya pengembangan

komoditas potensial ekspor, selain itu luasnya areal tanaman kakao

rakyat yang sudah tua dan rusak dengan produktivitas yang rendah.

Sasaran utama pengembangan kakao diarahkan sesuai kawasan dan

sentra kakao. Sedang komoditas lain dilihat kemudahan potensi

pengembangannya sesuai kemapuan APBN Perkebunan,sebagai

berikut.

Tabel 15. Realisasi Anggaran Per-Output 2018

Kode ES1-

Program/Kegiatan/Output

Finansial(Rp000) Output Fisik

DIPA Realisasi % RKAKL Reals

(%)

Sat

Vol

180508. DITJEN PERKEBUNAN 1.636.354.054 1.415.083.088 86,48

Program Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu

Tan.Perkebunan Berkelanjutan

1777. Pengembangan Tanaman

Tahunan dan Penyegar

500.571.910 454.413.745 90,78

1777.001. Pengembangan Tanaman

Tahunan

113.911.257 99.029.223 86,94 19.970 91 HA

1777.002. Pengembangan Tanaman

Kakao

164.061.228 151.242.544 92,19 19.025 95 HA

1777.003. Pengembangan Tanaman

Karet

35.225.650 32.792.998 93,09 5.505 100 HA

1777.004. Pengembangan Tanaman

Kelapa

79.139.936 75.119.501 94,92 28.327 100 HA

Page 52: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 52

1777.005. Pengembangan Tanaman

Tahunan dan Penyegar Lainnya

64.058.254 57.312.555 89,47 8.462 94 HA

1777.006. Pengembangan

Perkebunan di Wilayah Perbatasan

13.900.834 13.198.191 94,95 8 100 Lokasi

1777.007. Fasilitas Teknis Dukungan

Pengembangan Tan. Tahunan dan

Penyegar

30.274.751 25.718.732 84,95 336 100 Bln

1779. Dukungan Perlindungan

Perkebunan

96.261.498 91.598.025 95,16

1779.001.Penanganan Organisme

Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Tanaman Perkebunan

24.002.133 22.621.280 94,25 8325 100 HA

1779.002. Penanganan Dampak

Perubahan Iklim dan Pencegahan

Kebakaran Lahan dan Kebun

5.905.875 5.590.965 94,67 25 100 KT

1779.003. Pengembangan Desa

Pertanian Organik Berbasis

Komoditas Perkebunan

28.182.920 27.550.431 97,76 155 100 Des

a

1779.004. Fasilitas Teknis Dukungan

Perlindungan Perkebunan

36.459.070 34.381.232 94,30 6.960.001 100 Bln

1779.006. Penanganan Gangguan

dan Konflik Usaha Perkebunan

1.711.500 1.454.117 84,96 21 90 Pro

v

1780. Dukungan Manajemen dan

Dukungan Teknis Lainnya

Ditjen Perkebunan

238.954.612 180.405.939 75,50

1780.950. Layanan Dukungan

Manajemen Eselon I

181.928.904 133.763.360 73,53 804 100 Bln

1780.951. Layanan Internal

(Overhead)

14.132.914 12.017.986 85,04 12 100 Bln

1780.994. Layanan Perkantoran 42.892.794 34.624.593 80,72 12 100 Bln

Page 53: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 53

1781. Dukungan Pengujian dan

Pengawasan Mutu Benih Serta

Penerapan Teknologi Proteksi

Tanaman Perkebunan

140.345.052 121.260.764 86,40

1781.001. Pengawasan dan

Pengujian Mutu Benih Tanaman

Perkebunan

9.753.349 8.598.733 88,16 88.734.620 100 Btg

1781.002. Pengembangan Teknologi

Proteksi Tanaman Perkebunan

7.657.628 7.039.291 91,93 37 100 Pkt

Tek

1781.003. Fasilitas Teknis Dukungan

Pengujian dan Pengawasan Mutu

Benih serta Penyiapan Teknologi

Proteksi Tanaman Perkebunan

33.498.887 22.451.129 67,02 48 70 Bln

1781.950. Layanan Dukungan

Manajemen Eselon I

14.318.347 13.062.116 91,23 48 100 Bln

1781.951. Layanan Internal

(Overhead)

23.728.316 23.027.710 97,05 48 100 Bln

1781.994. Layanan Perkantoran 51.388.525 47.081.784 91,62 48 100 Bln

5888. Pengembangan Tanaman

Semusim dan Rempah

322.286.492 277.209.072 86,01

5888.001. Pengembangan Tanaman

Tebu

62.752.737 41.602.369 66,30 13.096 71 HA

5888.002. Pengembangan Tanaman

Semusim dan Rempah Lainnya

216.891.125 196.637.316 90,66 59.254 95 HA

5888.003. Fasilitas Teknis Dukungan

Pengembangan Tanaman Semusim

dan Rempah

42.642.630 38.969.387 91,39 288 100 Bln

5889. Dukungan Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Perkebunan

99.812.876 92.009.168 92,18

5889.001. Fasilitas pasca panen

tanaman perkebunan

31.262.411 28.372.811 90,76 163 94 KT

Page 54: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 54

5889.002. Fasilitas Teknis Dukungan

Pengembangan Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Perkebunan

15.103.455 14.350.152 95,01 156 100 Bln

5889.003 Fasilitas Pengolahan Hasil

Perkebunan

37.716.710 35.503.427 94,13 90 100 Unit

5889.004. Pengembangan Penerapan

Standarisasi, Mutu dan Pembinaan

Usaha Perkebunan

8.950.300 7.635.576 85,31 84 90 Keg

5889.005. Pengembangan Pemasaran

Hasil Perkebunan

6.780.000 6.147.201 90,67 60 94 KE

G

5890. Dukungan Perbenihan

Tanaman Perkebunan

238.121.614 198.186.376 83,23

5890.001. Penyediaan Benih Unggul

Tanaman Perkebunan

192.323.446 158.379.717 82,35 4.008 90 HA

5890.002. Fasilitas Teknis Dukungan

Penyediaan Benih Unggul Tanaman

Perkebunan

45.798.168 39.806.659 86,92 408 90 Bln

Sumber : Spannint Kemenkeu Februari 2019

4.1. Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar

Pengembangan Tanamn Tahunan dan Penyegar dalam APBN 2018

memperoleh porsi terbesar, kebijakan ini diambil sebagai upaya

pengembangan komoditas potensial ekspor, selain itu luasnya areal

tanaman tahunan rakyat yang sudah tua dan rusak dengan

produktivitas yang rendah. Sasaran utama pengembangan tahunan dan

penyegar diarahkan sesuai kawasan dan sentra terdiri dari kegiatan

pengembangan tanaman karet, sagu, kelapa, jambu mete. Hasil akhir

pelaksanaan kegiatan adalah dari total anggaran Rp186 milyar lebih

Page 55: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 55

terserap kurang dari 76% dengan capaian fisik 25.305 hektar dari target

32.911 hektar (76,89%).

4.2. Perlindungan Perkebunan

Sebagai upaya budidaya yang terintegrasi dari hulu ke hilir yang

didanai dari dana APBN 2018, maka salah satunya adalah melalui

pengendalian hama & penyakit, pengembangan desa pertanian organik,

adaptasi iklim, dll. Hasil akhir dari pelaksanaan kegiatan

pengembangan perlindungan tanaman perkebunan adalah anggaran

yang tersedia sebesar Rp37,792 milyar, dengan anggaran terbesar

diperuntukan bagi fasilitasi teknis dukungan selama 12 bulan untuk

mengawal kegiatan di 38 satker, 34 satker sebagai pelaksana kegiatan

ini, sedang 4 satker UPT mengerjakan proteksi perkebunan yang

berkedudukan di Ambon, Medan, Surabaya dan Pontianak. Anggaran

terbesar kedua untuk kegiatan desa pertanian organik dimana kegiatan

tersebut berrwujud dalam bentuk pemberian bantuan ternak, kandang,

sumber makanan (benih) dan pupuk/pestisida. Kegiatan pengendalian

OPT anggarannya tidak cukup besar karena sasaran pengendalian

hanya 800 hektar.

4.3. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen

Perkebunan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 56

Seluruh kegiatan merupakan kegiatan yang bersifat administratif,

pengawalan dan diletakkan pada anggaran dekonsentrasi. Di pusat

digunakan untuk fasilitasi pimpinan, perencanaan, evaluasi, keuangan

untuk anggaran didaerah berwujud kegiatan evaluasi, perencanaan dan

keuangan. Hasil akhir pelaksanaan kegiatan dari anggaran sebesar

Rp238,955 milyar, terserap Rp180,406 (75,50%).

4.4. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta

Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan

Merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh 4 UPT Pusat yang terdiri 3

Balai Besar yang menangani 2 fungsi utama yaitu proteksi dan

perbenihan yang berlokasi di Maluku (BBPPTP Ambon), Jawa Timur

(BBPPTP Surabaya/Mojokerto), Sumatera Utara (BBPPTP Medan)

sedang 1 Balai setingkat Eselon 3 hanya memiliki 1 fungsi utama yaitu

proteksi yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat. Balai-bali

tersebut melaksanakan kegiatan utama berupa Dukungan Pengujian

dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan Teknologi Proteksi

Tanaman Perkebunan dengan alokasi sebesar Rp140.345.052.000 dan

terealisasi sebesar Rp121.260.764.000 (86,40%). Rendahnya penyerapan

ke-4 UPT tersebut lebih kepada pengalaman SDM-nya baik SDM teknis

maupun SDM pengelola keuangan.

4.5. Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah

Page 57: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 57

Kegiatan Pengembangan tanaman sagu dilaksanakan di 3 provinsi dan

12 Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu perluasan tanaman sagu

seluas 300 ha, penataan tanaman sagu seluas 1.410 ha, pembangunan

kebun sumber benih sagu dan kegiatan pendukung lainnya.

Kegiatan pokok pengembangan sagu untuk penataan varietas 1.410

hektar dan perluasan areal 300 hektar seluruhnya terlaksana 100%.

Pengembangan sumber benih melalui pembangunan kebun sumber

benih 5 hektar terlaksana seluruhnya.

4.6. Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan

Kegiatan Pengembangan tanaman karet dilaksanakan di 10 provinsi

dan 18 Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu peremajaan tanaman

karet seluas 3.469 ha, perluasan tanaman karet seluas 450 ha,

pembangunan sumber benih karet seluas 24 ha dan kegiatan pendukung

lainnya.

Target perluasan dan peremajaan seluas 3.991 hektar bisa tercapai 100%,

hanya pembangunan sumber benih hanya tercapai 87,50% atau 21

hektar dari target 24 hektar, kegiatan dukungan lainnya tercapai 100%.

4.7. Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan

Page 58: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 58

Kegiatan Pengembangan tanaman karet dilaksanakan di 15 provinsi

dan 61 Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu peremajaan tanaman

kelapa seluas 9.630 ha, perluasan tanaman kelapa seluas 3.750 ha,

pembangunan kebun benih kelapa seluas 232 ha dan kegiatan

pendukung lainnya.

Target pengembangan kelapa yang diarahkan untuk peremajaan 9.630

hektar dan perluasan 3.750 hektar tercapai seluruhnya termasuk

pembangunan sumber benih. Kegiatan dukungan juga terlaksna 100%

meskipun anggaran tidak terserap seluruhnya.

5. Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun (PKSP) 2018

Ekspor produk perkebunan hulu Tahun 2018 mencapai nilai US $27,9

milyar, US $18 milyarnya disumbang oleh produk kelapa sawit. Luas

kepemilikan kebun kelapa sawit rakyat/pekebun 2017 seluas 5,06 juta

ha atau 36,08% dari total keseluruhan lahan sawit yang diusahakan

(14,048 juta hektar). Lahan sawit rakyat/pekebun yang sudah memasuki

umur 25 tahun keatas/siap diremajakan seluas 2,4 juta hektar yang

terdiri kebun swadaya 2,10 juta hektar, plasma Pir-Bun 0,16 juta hektar,

Pir-Trans 0,14 juta hektar.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 59

Mengingat kemampuan petani rakyat dalam memelihara kebun

sawitnya terbatas dikarenakan produktivitas yang rendah, rata-rata

dibawah 12 ton/ha per tahun maka pemerintah mengambil kebijakan

membantu pekebun kelapa sawit melalui pendanaan dari BPDPKS

(Kemenkeu) dengan merencanakan meremajakan seluruh kebun sawit

rakyat dalam bentuk bantuan hibah dana langsung ke rekening

pekebun sebesar Rp25 juta/hektar dengan maksimal per pekebun seluas

4 hektar. Dalam pelaksanaan peremajaan sawit akan dilakukan sendiri

oleh petani dengan menguasakan kepada manajemen

Poktan/Gapoktan/Koperasi/Lemabga Pekebun Lainnya.

Pelaksanaan Peremajaan Sawit Rakyat/Pekebun telah memasuki Tahun

kedua, dimana program ini telah dimulai Tahun 2017 dengan target luas

areal yang akan diremajkan seluas 20.730 hektar di 7 provinsi/20

kabupaten dan sudah mendapatkan rekomendasi teknis Dirjen

Perkebunan seluas 14.796,1815 hektar namun karena ada ketidakjelasan

hasil scan, kelebihan usulan lebih dari 4 hektar dan double pengajuan

oleh petani dengan pengujian melalui nomor KK dan/ atau NIK petani

maka Rekomtek yang disetujui oleh BPDPKS menjadi seluas 14.494,8046

hektar untuk 47 Koperasi/Gapoktan/Poktan dengan dana yang sudah

ditransfer sebesar Rp 360.447.082.500,- (sudah dicairkan petani sebesar

Rp131.773.677.501,- dengan penanaman seluas 6.146,61 hektar).

Page 60: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 60

Pada tahun 2018 target peremajaan kelapa sawit seluas 185.000 hektar

dengan lokasi sasaran di 75 kabupaten dalam 25 provinsi yaitu Aceh,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,

Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Papua, Maluku Utara

dan Kepualuan Riau.

Berdasarkan data yang sudah masuk target Tahun 2018 seluas 185.000

hektar telah terealisasi seluas 33.842,1245 hektar untuk 169

Poktan/Gapoktan/Koperasi (Rekomtek Dirjen Perkebunan) dan sudah

disetujui BPDPKS seluas 1.128,77 hektar dengan dana hibah yang sudah

ke transfer ke rekening pekebun sebesar Rp28.219.327.500,-. Sampai

dengan laporan ini dibuat belum ada penaman dan pencairan dana.

Pada Tahun 2019 target peremajaan sawit rakyat seluas 200.000 hektar

dan sapai saat laporan dibuat telah terbit 218 hektar rekomtek Dirjen

Perkebunan dan belum ada persetujuan dari BPDPKS. Mengingat target

2017, 2018 belum tercapai dan jangan sampai terulang pada 2019 maka

diperlukan upaya-upaya khusus untuk mencapai target tersebut,

sebagai berikut:

a) Diperlukan suatau gerakan massal yang melibatkan seluruh

stakeholders.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 61

b) Memetakan target peremajan kelapa sawit per provinsi/per

kabupaten tetapi tetap memberikan ruang kepada daerah pelaksana

untuk menyampaikan usulan kesiapan/kesanggupan dan

perkembangan di lapangan (fleksibel).

c) Menerbitkan Keputusan Dirjen Perkebunan No. 156/2018 tentang

Tim Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun, Pengembangan Sumber

Daya Manusia dan Sarana Prasarana sebagai revisi atas Keputusan

Dirjen Perkebunan NO. 111/2017. Sesuai dengan keputusan tersebut

Kadis Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani urusan

perkebunan dapat membentuk Tim Peremjaan Kelapa Sawit di

daerahnya masing-masing.

d) Memberikan dana dukungan kegiatan yang bersumber melalui dana

BPDPKS yang disalurkan oleh Ditjen Perkebunan ke seluruh Tim

Peremajaan Kelapa Sawit Provinsi dan Kabupaten/Kota.

e) Meminta kepada Ketua Tim Peremajaan Kelapa Sawit didaerah

untuk menerbitkan SK Tim Pengelola Keuangan paling banyak 10

orang yang memuat Ketua, Sekretaris, Bendahara, staf keuangan

dan Verifikator, dengan ketentuan sebagai berikut:

f) Di tingkat Provinsi jika luasan 50-15.000 hektar maka jumlah Tim

Pengelola Keuangan maksimal 7 orang (Ketua, Sekretaris,

Bendahara, staf keuangan 1 orang dan Verifikator 3 orang).

g) Di tingkat Provinsi jika luasan diatas 15.000 hektar maka jumlah Tim

Pengelola Keuangan maksimal 10 orang orang (Ketua, Sekretaris,

Bendahara, staf keuangan 2 orang dan Verifikator 5 orang).

Page 62: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 62

h) Di tingkat Kabupaten/Kota jika luasan 50-4.000 hektar maka jumlah

Tim Pengelola Keuangan maksimal 7 orang (Ketua, Sekretaris,

Bendahara, staf keuangan 1 orang dan Verifikator 3 orang).

i) Di tingkat Kabupaten/Kota jika luasan diatas 4.000 hektar maka

jumlah Tim Pengelola Keuangan maksimal 10 orang orang (Ketua,

Sekretaris, Bendahara, staf keuangan 2 orang dan Verifikator 5

orang).

j) Tim Peremajan Kelapa Sawit baik di pusat maupun daerah wajib

memiliki rekening RPL (rekening penggunaan lainnya), NPWP Tim

Peremajaan dan menyampaikan target luasan areal yang disanggupi

(khusus kabupaten/kota) melalui Tim Peremajaan Provinsi

disampaikan ke Sekretariat Tim Peremajaan pusat.

6. Responsif Gender/Pengarus Utamaan Gender (PUG)

Kegiatan perencanaan dan penganggaran responsif gender mengacu

kepada ketentuan yang berlaku, diantaranya Peraturan Menteri

Keuangan. Ketentuan tersebut seperti keharusan menyusun anggaran

yang responsif gender dilengkapi dengan (Gender Analysis Pathway

(GAP), Term of Reference (TOR), Gender Budget Statement (GBS). Pada

folder ini disajikan perencanaan kegiatan responsif gender mencakup

sembilan kegiatan pilot proyek responsif gender yaitu: tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan, peternakan, pengolahan dan pemasaran hasil

pertanian, prasarana dan sarana pertanian, penyuluhan dan

Page 63: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 63

pengemnagan SDM pertanin, ketahanan pangan maupun penelitian dan

pengembangan.

Latar Belakang

GENDER adalah perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status

antara laki-laki dan perempuan yang bukan berdasarkan pada

perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang

dipengaruhi oleh struktur masyarakat.

Issue Gender yang berkembang adalah seringkali pengakuan,

penghargaan, serta kesetaraan kesempatan (akses) dan hak-hak

memutuskan (kontrol) antara laki-laki dan perempuan menyebabkan

berbedanya tingkat partisipasi dan manfaat yang diperoleh oleh laki-

laki dan perempuan

Upaya mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan di

Indonesia telah dilakukan lebih dari satu dasarwarsa. Terbitnya INPRES

No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

Pembangunan Nasional menjadi satu titik tolak kebijakan ke arah

pembangunan yang responsif gender. Kebijakan ini kemudian

dipertegas juga dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang

RPJMN 2010-2014 yang menetapkan gender sebagai salah satu isu lintas

bidang yang harus diintegrasikan dalam semua bidang pembangunan.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 64

PUG adalah strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan

gender dalam pembangunan dimana aspek gender yaitu hubungan

kerjasama antara laki-laki dan perempuan terintergrasi dalam

perumusan kebijakan program dan kegiatan melalui perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Sehingga akan meningkatkan

efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pembangunan

pertanian.

Tekad dan komitmen yang kuat dalam rangka mewujudkan kesetaraan

dan keadilan antara perempuan dan laki-laki dalam membangun

pertanian mendukung tercapainya Empat Target Sukses Pembangunan

Pertanian tercantum di dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian

Pertanian Tahun 2014-2019.

Succes Story PUG Ditjen Perkebunan

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) merupakan

salah satu metode penyuluhan atau pelatihan yang dilakukan secara

partisipatori, pendekatan dari bawah dan metode pendidikan orang

dewasa (Andragogi). SL-PHT menjadi salah satu kebijakan pemerintah

untuk lebih memasyarakatkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

secara nyata dan benar di lapangan. Tujuannya adalah agar petani

menjadi tahu, mau dan mampu menerapkan 4 (empat) prinsip dasar

PHT di kebunnya, yaitu : (1) budidaya tanaman sehat, (2) pelestarian

Page 65: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 65

dan pemanfaatan musuh alami, (3) pengamatan agroekosistem secara

rutin, dan (4) petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya.

Asas-asas utama pelatihan PHT yang dikembangkan di SL-PHT yaitu

lahan sebagai sarana belajar utama bukan ruang kelas, belajar dari

pengalaman sendiri menyelesaikan permasalahan lapangan, pengkajian

agro-ekosistem untuk pengambilan keputusan pengelolaan kebun,

metode dan bahan praktis serta tepat guna, kurikulum berdasarkan

keterampilan yang dibutuhkan dan sesuai kondisi setempat, Pemandu

Lapang merupakan teman belajar dan fasilitator, petani menjadi

pengambil keputusan di kebunnya sendiri, petani mampu menerapkan

4 prinsip PHT di lahan kebunnya (Anonim, 2005; Untung 2001).

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dilaksanakan

sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2005 melalui proyek PHT-PR.

Dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan SL-PHT pasca proyek

PHT-PR, sejak tahun 2007 sampai dengan 2015 telah dilaksanakan SL-

PHT petani dengan dana APBN yang dialokasikan melalui anggaran

Tugas Pembantuan. Jumlah petani SL-PHT yang dilatih melalui proyek

PHT-PR sebanyak 122.610 orang, melalui anggaran APBN Tugas

Pembantuan sebanyak 30.030 orang. Dengan demikian total jumlah

petani SL-PHT dari tahun 1998 sampai dengan 2015 sekitar 152.640

orang.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 66

Pada tahun 2015, kegiatan SL-PHT telah dilaksanakan di 23 provinsi, 82

kabupaten, 219 kelompok tani (5.475 petani) dengan alokasi dana APBN

TP pada 9 komoditas perkebunan, yaitu karet, kelapa, jambu mete, tebu,

kakao, kopi, teh, lada dan cengkeh.

Tingkat pengetahuan petani peserta SL-PHT sebelum dan setelah

mengikuti SL-PHT dapat diketahui melalui Tes Ballot Box.

Pengetahuan petani yang diukur adalah pengetahuan tentang budidaya

tanaman, Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), musuh alami,

Analisis Agroekosistem (AAES), dan pengendalian OPT. Tes Ballot Box

Awal dilaksanakan pada awal pertemuan SL-PHT (pretest), sedangkan

Tes Ballot Box akhir dilaksanakan pada akhir pertemuan (postest).

Jumlah pertanyaan tergantung kondisi lapangan. Tes Ballot Box

dilakukan di kebun sesuai dengan komoditas SL-PHT. Cara melakukan

Tes Ballot Box seperti pada Gambar 2.

Materi SL-PHT dikelompokkan menjadi 4, yaitu : topik umum, topik

khusus, materi pendukung, dan dinamika kelompok. Proses belajar SL-

PHT pada setiap pertemuan adalah melakukan/mengalami,

mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan, dan menerapkan. Petani

SL-PHT telah menerapkan hasil keputusan setelah mengamati,

mengungkapkan dan menganalisa hasil AAES untuk melakukan

pengendalian OPT dengan prinsip PHT. Proses belajar tersebut yaitu

petani dipandu untuk melakukan/mengalami kegiatan SL-PHT seperti

Page 67: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 67

mengamati kondisi tanaman, OPT, musuh alami, kondisi tanah, dan

cuaca; melakukan kegiatan budidaya tanaman dan pengendalian OPT;

mengungkapkan hasil pengamatan keadaan agroekosistem kebun

dalam bentuk gambar di kertas koran; menganalisis keadaan

agroekosistem kebun yang diungkapkan di kertas koran untuk

mengambil keputusan bersama anggota sub kelompok dan selanjutnya

dipresentasikan di depan sub kelompok lainnya untuk bersama-sama

mengambil keputusan tindakan; dan menerapkan hasil keputusan pada

saat presentasi seperti keputusan untuk melakukan kegiatan budidaya

dan pengendalian OPT.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 68

BAB IV

PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT

4.1. Permasalahan

Penganggaran pada tahun 2017 mengalami perubahan anggaran secara terus

menerus melalui refocusing, pemotongan dan selfblocking. Hal ini tentu akan

memberi dampak yang berbeda pada penyerapan anggaran, karena

mempengaruhi pelaksanaan kegiatan di lapangan maupun dalam

administrasi keuangannya. Disamping perubahan anggaran juga terjadi

penyesuan kegiatan karena secara resmi anggaran tanaman rempah dan

penyegar dihapuskan menyesuaikan organisasi baru di lingkup Ditjen

Perkebunan.

Permasalahan umum pada pembangunan perkebunan adalah sulitnya

mensikronisasi antara proses pengadaan barang dan jasa dengan masa tanam

karena tanaman perkebunan sebagian besar bergantung pada iklim;

Perubahan iklim global mengakibatkan ketidakjelasan musim tanam; Masih

sulitnya membangun kelembagaan, kemitraan dan pengembangan

kewirausahaan agribisnis;tahun fiskal yang tidak sinkron dengan kalender

tanam; perbankan/sumber permodalan yang belum berpihak pada

pertanian;revitalisasi perkebunan belum berjalan optimal karena masih

terbentur pada permasalahan sertifikat tanah/kebun; dan prasarana usaha

tani seperti jalan, jembatan yang belum memadai.

Disamping Permasalahan tersebut diatas, terdapat permasalahan yang selalu

terjadi dalam setiap pelaksanaan pembangunan perkebunan yang didanai

Page 69: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 69

dari APBN, pada tahun anggaran 2018 permasalahan-permasalah tersebut

dikelompokkan menjadi administrasi dan teknis, sebagai berikut:

4.1.1. Permasalahan Administrasi

a) Masih banyaknya Revisi POK/DIPA yang diajukan.

b) Penghematan/pemotongan anggaran ditengah tahun anggaran

berjalan berdampak pelaksanaan kegiatan menjadi terhenti

sementara untuk menunggu kejelasan posisi anggaran masing-

masing satker termasuk kegiatan yang sudah masuk dalam proses

tender, sedang bagi anggaran berbasis belanja sosial dampaknya

tidak seserius seperti pada belanja barang (tender).

c) Tidak akuratnya data CP/CL, perubahan CP/CL karena berbagai

sebab dan Lambatnya penetapan CP/CL oleh pejabat berwenang.

d) Tidak seimbangnya jumlahanggotaULP dengan beban tugas yang

diemban.

e) Ketidak telitian dalam membaca dokumen, kecurangan,

ketidakcakapan dalam menjawab sanggahan dan sebab lain

menyebabkan peserta lelang melakukan sanggah banding.

f) Kekurang pemahaman pengelola anggaran (KPA, PPK dan

pengguna kegiatan) terhadap peraturan pengadaan barang/jasa,

sebagai contoh: masih terdapat pemikiran bahwa anggota ULP

harus berisi orang teknis (insinyur pertanian), memecah paket, dan

lain-lain hingga berdampak pada kegagalan pelaksanaan kegiatan.

g) Adanya kebijakan ULP pada beberapa daerah yang mengutamakan

tender yang lebih besar menyebabkan anggran yang kecil yang

dimiliki satker perkebunan tertunda pelaksanaannya.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 70

h) Dana pendampingan untuk kegiatan APBN dari APBD baik

provinsi maupun kabupaten/kota tidak memadai dan bahkan di

beberapa satker samasekali tidak ada.

i) Terjadinya reorganisasi dalam tubuh satker perkebunan pada saat

ditengah-tengah tahun anggaran berjalanberdampak pada kegiatan

terganggu/tertunda bahkan pada beberapa kasus kegiatan tidak

terlaksana.

4.1.2. Permasalahan Teknis

Lebih lanjut untuk teknis diuraikan lagi menjadi teknis

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan,

sebagai berikut:

1. Perencanaan

a) Adanya anggaran yang bukan merupakan usulan dari satker

pelaksana dan penentuan kegiatannya pun belum sepenuhnya

memperhatikan usulan satker.

b) Unit cost yang tidak sesuai pada daerah-daerah tertentu (lebih

kecil/lebih besar).

c) Penganggaran kegiatan belum memperhatikan keberlanjutan

kegiatan tahun sebelumnya.

d) Penentuan CP/CL dalam usulan anggaran melalui e-proposal

kurang memperhatikan keinginan petani, kurang

memperhitungkan kondisi pasar komoditas, kurang

Page 71: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 71

memperhitungkan biaya-biaya yang timbul di luar subsidi

yang diberikan, dll.

2. Pengorganisasian

a) Koordinasi antara satker perkebunan dengan ULP kurang

sinergis.

b) SDM kurang profesional; penempatan petugas yang tidak

tepat;sebagian petugas penyuluh (TKP/PLP-TKP)

mengundurkan diri dan sebagian PNS memasuki usia pensiun.

c) Kurangnya transparansi dan sinergi antara KPA, PPK, dan

pelaksana kegiatan.

d) Kurangnya koordinasi dengan penyedia benih sehingga

sumber benih yang bersertifikat pada daerah pengembangan

baru sulit didapat/tidak ada.

e) Koordinasi satker dengan kelompok tani belum berjalan baik

sehingga persyaratan yang diminta instansi lain dalam urusan

pencairan anggaran tidak terpenuhi, seperti kepemilikan TDP,

NPWP dan rekening mandiri kelompok tani.

3. Pelaksanaan

a) Kebijakan ULP pada beberapa daerah yang mengutamakan

tender yang lebih besar menyebabkan anggran yang lebih kecil

yang dimiliki satker perkebunan tertunda pelaksanaannya.

b) Penolakan petani pada kegiatan pengembangan tebu di Jawa

Timur karena berbagai alasan seperti; biaya tambahan diluar

Page 72: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 72

subsidi pemerintah lebih besar sedang harga jual rendah serta

sulit pemasarannya.

c) Kegiatan pengembangan tebu di OKI dan OKU Timur (TP

Provinsi Sumatera Selatan), Bone (KBD-TP Provinsi Sulawesi

Selatan) tidak dapat terlaksana karena kelompok Tani (poktan)

gagal memenuhi persyaratan yang diminta yang aslah satunya

terlambat membuka rekening bank.

d) Tidak tersedianya data CP/CL dalam kegiatan pengembangan

kakao di Pidie (TP Provinsi Aceh) sehingga kegiatan ini tidak

dilaksanakan.

e) Lelang 2 kali gagal dalam kegiatan pengembangan kakao di

Simeleu (TP Provinsi Aceh) sehingga kegiatan ini tidak

dilaksanakan.

f) Tim teknis di lapangan tidak bisa menyelesaiakan proses

pencairan dana pada kegiatan pengembangan tebu di Tuban.

g) Kelompok Tani calon penerima mengundurkan diri

dikarenakan banyaknya prasyaratan dari tim

pemeriksa/verifikasi yang tidak dapat dipenuhi kelompok tani

dalam pengembangan tebu di Ngawi, Jawa Timur.

h) Penyerahkan dokumen kelompok tani yang terlambat dan

tidak lengkap sampai batas waktu penyerahan akhir sehingga

kegiatan di daerah-daerah tersebut tidak jadi dilaksanakan

(Banyuwangi, Bangkalan, Sampang dan Pamekasan) dalam

kegiatan pengembangan tebu di Jawa Timur.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 73

i) Kelompok Tani di Lamongan yang sudah menerima dana

pengembangan tebu namun tidak mau melaksanakan

kegiatannya, akan menyetorkan kembali dana tersebut ke

negara.

4. Pengawasan

a) Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan tidak dilakukan secara

rutin dan disiplin, dan sebagian satker pelapor menggunakan

form yang tidak standar Ditjen. Perkebunan.

b) Pengendalian kegiatan oleh KPA ke/dan PPK terhadap

pelaksana kegiatan/pengguna kegiatan tidak dapat dilakukan

secara optimal karena beban kerja yang tinggi.

c) Pemahaman terhadap tertib administrasi Tim SPI belum

optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian

terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan perkebunan.

4.2. Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Masalah

Menanggapi permasalahan-permaslahan yang ada,berbagai macam

tindakan sudah diambil oleh satker-satker bersangkutan dan lembaga-

lembaga terkait, tindakan-tindakan tersebutantara lain:

4.2.1. Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Masalah Administrasi

Page 74: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 74

a) Kementerian keuangan telah mengeluarkan aturan mengenai

tatacara revisi anggaran, PMK no. 07/2014, implementasi aturan

tersebut sudah dilakukan secara ketat di Ditjen. Perkebunan.

b) Setiap satker selalu memiliki antisipasi dalam menghadapi situasi

ini, upaya yang ditempuh satketr antara lain:

- Satker melakukan sosialisai resiko apa saja yang bisa terjadi

pada CP/CL bilamana kegiatan tersebut dipotong atau dihapus

dan satker juga menghentikan kegiatan tender dengan cara

meminta penghentian tender sementara kepada ULP dan ULP

menindaklanjuti dengan menghentikan aktivitas tender secara

online melalui fasilitas di aplikasi lpse diikuti dengan

pemberitahuan secara langsung lewat telepon/sms dan surat

resmi.

- Pada belanja sosial dilakukan dengan sosialisasi kepada CP/CL

saja.

c) Permasalahan dengan CP/CL, langkah-langkah yang diambil

satker, sebagai berikut:

- Bilamana data CP/CL tidak akurat maka kegiatan akan

dihentikan dan tidak dilaksanakan samasekali dengan resiko

satker tersebut akan mendapat penilaian yang tidak baik dan

siap menghadapai pinalti.

- Perubahan CP/CL terjadi karena berdasar penilaian satker

kondisi CP/CL tidak memenuhi syarat teknis dan/administrasi

Page 75: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 75

dan sangat perlu diganti untuk mengamankan kegiatannnya

dan biasanya satker memiliki CP/CL cadangan.

- Lambatnya penetapan CP/CL secara umum disebabkan

pergantian pejabat diberbagai tingkat yang mempunyai

pengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan, baik pergantian

pejabat pengguna/pelaksana kegiatan, PPK, KPA dan Bupati;

sebab lain adalah ketidaksiapan CP/Cl memenuhi persyaratan

yang diminta. Untuk menghadapi kondisi demikian telah

dilakukan upaya-upaya secara nasional karena kejadian ini

menimpa semua lembaga negara didaerah, sedang untuk

CP/CL selalu disiapkan CP/CL cadangan.

d) Satker perkebunan perlu memberi banyak kesempatan dan

mendorong pegawainya mengikuti sosialisasi dan sertifikasi

pengadaan barang/jasa pemerintah.

e) Anggota ULP perlu meningkatkan pengetahuannya mengenai

pengadaan barang/jasa pemerintah; secara aktif terlibat dalam

proses tender (membaca dokumen, memahami dan mengisi form

penilaian evaluasi, memahami perbedaan jasa konsultansi dengan

jenis pengadaan lain dan membiasakan menjawab sanggahan)

untuk menambah pengetahuannya. Pada sisi lain menghindari

interaksi pribadi dengan peserta lelang.

f) Kasus ini benar-benar ada di kantor pusat dan menjadi bahan

diskusi SPI di kantor pusat, ternyata tidak saja satker pelaksana

yang berfikir bahwa orang teknis harus ada dalam keanggotaan

Page 76: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 76

ULP untuk mengerjakan pekerjaan mereka, hingga berdampak

pada kegiatannya tidak jadi terlaksana. Untuk mendukung kerja

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dimungkinkan dibentuk tim

teknis, dan tim penyusun HPS. Tugas tim teknis dari menyusun

KAK, membuat sepesifikasi teknis, memonitor kegiatan ULP,

menjadi narasumber ULP, membantu PPK menyusun draft kontrak,

sampai dengan sebagai penilai hasil pekerjaan rekanan.

g) Satker mempercepat usulan lelang ke ULP dengan jauh-jauh hari

menyusun KAK, membuat spesifikasi teknis setelah mendapat

informasi mendapat aloaksi anggaran yang diusulkannya.

h) Satker memilih dan melaksanakan kegiatan prioritas dengan lebih

efisien dalam penggunaan dana yang ada.

i) Sama seperti poin 7. yaitu Satker mempercepat usulan lelang ke

ULP dengan jauh-jauh hari menyusun KAK, membuat spesifikasi

teknis setelah mendapat informasi mendapat aloaksi anggaran yang

diusulkannya untuk kegiatan yang harus melalui tender pada

belanja barang/jasa, sedang kegiatan di lapangan tim teknis juga

harus mematangkan CP/CL diawal tahun anggaran.

4.2.2. Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Masalah Teknis

1. Perencanaan

1) Transparansi dalam penyusunan anggaran, baik ditingkat

eksekutif (pusat dan satker dibawahnya) maupun antara

eksekutif dan legislatif.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 77

2) Diupayakan unitcost disesuaikan dengan perkembangan harga

yang berlaku di daerah; serta tim perencana pusat dan

perencana daerah harus lebih teliti dan sabar dalam menyusun

anggaran, termasuk pada saat pertemuan penyusunan unit

cost.

3) Renstra pusat telah menjadi acuan dalam penyusunan

anggaran, hanya sering terjadi anggaran yang tidak

direncanakan dipaksa masuk yang menyebabkan adanya

peyelewengan dari renstra.

4) Satker telah melakukan pemeriksaan, penelitian dan

pendalaman terhadap proposal dari kelompok tani yang masuk

ke mereka namun yang sering terjadi anggaran yang definitif

kurang atau berbeda dari yang mereka usulkan, pada sisi lain

sikap kelompok tani bisa berubah sewaktu-waktu tanpa

konfirmasi ke satker.

2. Pengorganisasian

1) Meningkatkan koordinasi antara satker dengan ULP salah

satunya melalui aktivitas diskusi mengenai paket-paket yang

akan dilelangkan antara pimpinan 2 (dua) lembaga tersebut

untuk mengperkecil kesalahan dalam penyusunan KAK dan

Spesifikasi teknis serta memberikan pemahaman terhadap

paket yang akan dilelangkan kepada ULP.

2) Permasalahan profesinalisme SDM dan Penyuluh baik

TKP/PLP-TKP/PNS dapat dilakukan melalui:

Page 78: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 78

- Peningkatan profesionalisme, dilakukan dengan

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada

pegawainya untuk mengikuti kegiatan pelatihan sesuai

dengan bidang tugasnya.

- Satker melakukan reposisi penugasan TKP/PLP-TKP dari

penyuluh satu komoditas ke komodtas yang

membutuhkan, contoh TKP/PLP-TKP di Jawa Timur dari

komoditas kapas dialihkan sementara ke komoditas tebu

yang sedang digalakkan besar-besaran.

3) Pelaksana kegiatan harus lebih terbuka kepada PPK sebagai

penanggung jawab kegiatan agar proses pelaksanaan lancar

dan tidak melanggar peraturan yang ada, dan PPK harus secara

rutin memberikan informasi kepada KPA tentang

perkembangan proses kegiatannya.

4) Pentingnya mempersiapkan sumber benih sebelum

memberikan anggaran pada wilayah yang bukan sentra

komoditas tertentu.

5) Sosialisasi peraturan bantuan pertanian/perkebunan dan

pendampingan yang intens pada CP/CL sangat dibutuhkan.

3. Pelaksanaan

a) Satker mempercepat usulan lelang ke ULP dengan jauh-jauh

hari menyusun KAK, membuat spesifikasi teknis setelah

Page 79: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 79

mendapat informasi mendapat alokasi anggaran yang

diusulkannya.

b) Usaha satker provinsi untuk mengalihkan CP/CL yang

menolak ke sasaran baru CP/CL tidak dapat dilakukan karena

terbatasnya lahan dan petani yang siap untuk pengembangan

tebu di Jawa Timur, sehingga anggaran untuk wilayah-wilayah

tersebut dibekukan dan kegiatannya tidak dilaksanakan.

c) Sosialisasi peraturan bantuan pertanian/perkebunan dan

pendampingan yang intens pada CP/CL sangat dibutuhkan.

d) Penyiapan data CP/CL sangat penting dilakukan, bahkan salah

satu syarat dalam perencanaan melampirkan data CP/CL

dalam mengusulkan anggaran melalui e-proposal.

e) Perlunya penyederhanaan persyaratan tambahan dalam lelang

serta pendalaman terhadap harga benih dipasar dalam

penyusunan anggaran maupun penyusunan spesifikasi teknis

akan lebih baik dalam proses lelang tanpa melanggar peraturan

yang ada.

f) Permasalahan terjadi karena persyaratan yang diminta oleh

bank seperti TDP dan NPWP tidak bisa dipenuhi, seharusnya

tim teknis bisa mensosialisikan peraturan-peraturan yang ada

kepada kelompok tani lebih intens.

g) Mengoptimalkan kerja tim teknis dalam pendampingan pada

kelompok tani.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 80

h) Mengoptimalkan kerja tim teknis dalam pendampingan pada

kelompok tani.

i) Mengoptimalkan kerja tim teknis dalam pendampingan pada

kelompok tani.

4. Pengawasan

a) Ditjen. Perkebunan telah memasukkan komponen kedisiplinan

dalam pelaporan dalam penilaian kinerja.

b) Pelaksana kegiatan harus lebih terbuka kepada PPK sebagai

penanggung jawab kegiatan agar proses pelaksanaan lancar

dan tidak melanggar peraturan yang ada, dan PPK harus secara

rutin memberikan informasi kepada KPA tentang

perkembangan proses kegiatannya.

c) Tim SPI telah melaksanakan pembinaan ke satker-satker

perkebunan untuk melakukan sosialisasi dan monitoring tertib

administrasi. Menerapkan fungsi dan peranan Tim SPI di

masing-masing Satker dalam melakukan pengawasan dan

pengendalian kegiatan pembangunan perkebunan.

Page 81: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 81

BAB V

PENUTUP

Perkembangan pembangunan perkebunan Tahun Anggaran 2018 diwarnai

oleh banyak kebijakan yang tidak berpihak. Refocusing, pemotongan dan

blocking anggaran adalah kebijakan-kebijakan yang sangat mempengaruhi

jalannya pelaksanaan anggaran. Pada sebagian Satker timbul polemik antara

petani dengan petugas Dinas yang membidangi perkebunan karena batalnya

alokasi anggaran. Pada sebagian Satker lainnya dampak pemotongan

anggaran tidak berdampak pada mereka karena tanggap dan cepatnya

mereka melakukan kegiatan.

Produk perkebunan selalu menjadi primadona utama dalam perdagangan

dan investasi sehingga mampu menggerakkan ekonomi nasional dari produk

yang dihasilkannya, berdasarkan data statistik menyumbang 15-20% ekonomi

nasional dalam bentuk devisa, cukai tembakau maupun pajak yang dipungut

darinya sehingga dapat untuk menyeimbangkan neraca perdagangan

Indonesia. Produk yang dihasilkan perkebunan dan memiliki pasar yang luas

di dunia internasional adalah Kelapa Sawit (CPO/KPO), Karet, Kakao, Kopi,

Teh, Tembakau dll. Produk tembakau dapat memberikan cukai sebesar 137

triliun rupiah, CPO/KPO dan produk perkebunan lainnya memberikan

devisa diatas 23 milyar US dollar. Sumbangan devisa 2017 merupakan angka

terendah ndalam kurun waktu 10 tahun terakhir hal ini disebabkan terjadi

penurunan harga 2 komoditas utama perkebunan yaitu karet dan sawit.

Pemerintah telah menempuh berbagai upaya menjaga harga 2 komoditas

Page 82: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunanditjenbun.ppid.pertanian.go.id/doc/16/LAPORAN TAHUNAN/LAPORAN_T… · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... saing kompetitif

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2018 82

tersebut agar tetap ekonomis buat petaninya melalui berbagai paket kebijakan

baik melalui peningkatan penyerapan untuk pasar dalam negeri maupun

berkerjasama dengan negara lain dalam wadah eksportir karet dunia.

Pada tingkat produksi tanaman perkebunan banyak berusia tua, rusak dan

tidak produktif lagi atau produktivitasnya rendah, dengan kondisi demikian

untuk terus menjaga tingkat produksi, meningkatkan mutu dan produktivitas

demi keberlangsungan ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri,

pemerintah secara rutin setiap tahun mengucurkan anggarannya melalui

APBN dan APBD mengembangankan tanaman perkebunan rakyat disamping

untuk kepentingan seperti diuraikan diatas juga bertujuan untuk

meningkatan kesejahteraan petani dan perluasan lapangan kerja.