13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon memiliki keragaman budaya dilihat dari bahasa, suku, agama, kebudayaan, dan adat istiadat. Keragaman tersebut dapat menjadi potensi bagi Kota Cirebon untuk menjadi salah satu kota wisata budaya yang ada di Jawa Barat. Peran sektor pariwisata Kota Cirebon saat ini masih belum dioptimalkan untuk peningkatan perekonomian daerah. Potensi yang dimiliki oleh sektor pariwisata Kota Cirebon cukup tinggi untuk hal tersebut. Hingga saat ini, sektor yang menjadi andalan dalam peningkatan perekonomian adalah sektor perdagangan dan jasa. Sektor perdagangan dan jasa memberikan kontirbusi sebesar 31 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Cirebon pada tahun 2011-- 2012. Sementara sektor pariwisata yang digolongkan sebagai jasa-jasa, memberikan kontribusi sebesar 9 persen terhadap PDRB Kota Cirebon tahun 2011 -- 2012. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78031/potongan/S2-2014... · Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah perbatasan

  • Upload
    lenhi

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan

daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon

memiliki keragaman budaya dilihat dari bahasa, suku, agama, kebudayaan, dan

adat istiadat. Keragaman tersebut dapat menjadi potensi bagi Kota Cirebon untuk

menjadi salah satu kota wisata budaya yang ada di Jawa Barat.

Peran sektor pariwisata Kota Cirebon saat ini masih belum dioptimalkan

untuk peningkatan perekonomian daerah. Potensi yang dimiliki oleh sektor

pariwisata Kota Cirebon cukup tinggi untuk hal tersebut. Hingga saat ini, sektor

yang menjadi andalan dalam peningkatan perekonomian adalah sektor

perdagangan dan jasa.

Sektor perdagangan dan jasa memberikan kontirbusi sebesar 31 persen dari

total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Cirebon pada tahun 2011--

2012. Sementara sektor pariwisata yang digolongkan sebagai jasa-jasa,

memberikan kontribusi sebesar 9 persen terhadap PDRB Kota Cirebon tahun 2011

-- 2012. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

2

Gambar 1.1 Kontribusi Sektor-Sektor Terhadap PDRB Kota Cirebon

Tahun 2011 -- 2012 Berdasarkan Harga Konstan Sumber : Bappeda Kota Cirebon, 2013 (diolah) keterangan Gambar 1.1: 1. Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2. Sektor Industri dan Pengolahan 3. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih 4. Sektor Konstruksi dan Bangunan 5. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 7. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 8. Sektor Jasa-Jasa

Pembangunan Kota Cirebon saat ini diarahkan menuju pembangunan kota

metropolis. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Jawa Barat

tahun 2014, Kota Cirebon dan Wilayah III Cirebon yang meliputi Kabupaten

Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten

Majalengka akan menjadi Daerah Metropolitan Cirebon Raya pada tahun 2025.

Kenaikan jumlah investor yang berinvestasi di Kota Cirebon rata-rata 2,25 persen

dari tahun 2008--2012. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Kota Cirebon 2013--2018, jumlah total investor Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang ada di

Kota Cirebon pada tahun 2008--2012 dipaparkan pada Tabel 1.1.

1 2 3 4 5 6 7 8

2011 0% 28% 2% 6% 31% 15% 9% 9%

2012 0% 28% 2% 6% 31% 15% 9% 9%

0%5%

10%15%20%25%30%35%

3

Tabel 1.1 Jumlah Total Investor Kota Cirebon Tahun 2008 -- 2012

Tahun Total Investor Kenaikan (%)

2008 1034

2009 1050 2

2010 1089 4

2011 1122 3

2012 1122 0

Sumber: RPJMD Kota Cirebon, 2013 -- 2018

Perkembangan sektor perdagangan dan jasa dapat memberikan efek ganda

terhadap sektor pariwisata. Jumlah pendatang yang mengunjungi Kota Cirebon

untuk melakukan kegiatan perdagangan atau investasi bertambah setiap tahun. Hal

tersebut dapat menjadi efek yang positif untuk sektor pariwisata. Para pendatang

sekaligus dapat menjadi wisatawan dan/atau media promosi objek-objek wisata

yang ada di Kota Cirebon.

Jumlah wisatawan yang datang ke Cirebon mengalami kenaikan yang cukup

signifikan selama lima tahun terakhir. Kenaikan jumlah wisatawan yang datang

tersebut mencakup wisatawan domestik maupun mancanegara. Tabel 1.2 dan

Gambar 1.2 berikut memperlihatkan pertumbuhan jumlah wisatawan yang datang

ke Kota Cirebon dari tahun 2008--2013.

Gambar 1.2 Diagram Jumlah Wisatawan Kota Cirebon Tahun 2008 -- 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Cirebon, 2013 (diolah)

-0,1

-0,05

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jumlah Wisatawan Pertumbuhan (%)

4

Persentase kenaikan jumlah wisatawan pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu

25 persen. Realisasi program kepariwisataan yang dilaksanakan oleh Dinas

Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon pada tahun 2012

cukup tinggi yaitu 97,86 persen. Tahun 2013 jumlah wisatawan yang datang ke

Kota Cirebon menurun. Hal tersebut mungkin terkait dengan pemberlakuan

Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang Pelarangan dan Peredaran Minuman

Keras Berkadar Alkohol.

Menurut Udkhiyah (2013) potensi daya tarik wisata di Kota Cirebon berupa

kekayaan warisan budaya yang beragam. Potensi daya tarik wisata di Kota

Cirebon umumnya berupa peninggalan masa kerajaan Islam pada zaman dahulu.

Peninggalan tersebut dapat berupa peninggalan fisik dan nonfisik. Peninggalan

fisik berupa keraton, masjid, makam atau situs para wali penyebar agama Islam,

dan sebagainya, sedangkan peninggalan nonfisik berupa kesenian tradisional

seperti Sintren, Nadran, Wayang Golek, dan lain-lain. Salah satu objek situs cagar

budaya yang menjadi ikon Kota Cirebon dan pariwisata Provinsi Jawa Barat

adalah Keraton Kasepuhan.

Keraton Kasepuhan berdiri pada tahun 1529 di atas lahan seluas 18,55

hektar. Desain dan arsitektur keraton ini merepresentasikan terjadinya akulturasi

budaya yang ada di Cirebon. Terdapat ciri khas Jawa, Sunda, Hindu, Arab,

Tiongkok, dan Mesir di beberapa bagian bangunan keraton seperti terlihat pada

Gambar 1.3.b. Gerbang Keraton Kasepuhan memiliki ciri khas Jawa dengan

digunakannya batu bata merah. Desain gerbang bata merah seperti pada Gambar

1.3.b berikut merupakan desain gerbang yang selalu digunakan di berbagai

fasilitas umum di Kota Cirebon, seper

perbelanjaan, dan lain

(a)

Sumber: Investigasi lapangan, 2014.

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Keraton Kasepuhan mengalami

kenaikan setiap tahun. Selama

wisatawan setiap tahunnya adalah 13 persen. Wisatawan datang ke Keraton

Kasepuhan lebih banyak memilih waktu akhir pekan dibandingkan hari aktif.

Gambar 1.4 berikut

Kasepuhan dari bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2014.

Gambar 1.4 Diagram Batang dan Garis Tren Pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon

Sumber: Data Primer BPKK Cirebon, 2010

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

Jan

ua

ri

Ma

ret

Me

i

Juli

Se

pte

mb

er

fasilitas umum di Kota Cirebon, seperti sekolah, kantor pemerintahan, pusat

perbelanjaan, dan lain-lain.

(b) Gambar 1.3 Keraton Kasepuhan Cirebon

Sumber: Investigasi lapangan, 2014.

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Keraton Kasepuhan mengalami

enaikan setiap tahun. Selama empat tahun terakhir, rata-rata kenaikan jumlah

wisatawan setiap tahunnya adalah 13 persen. Wisatawan datang ke Keraton

Kasepuhan lebih banyak memilih waktu akhir pekan dibandingkan hari aktif.

berikut menggambarkan kenaikan jumlah wisatawan Keraton

i bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2014.

Diagram Batang dan Garis Tren Pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon Januari 2010 -- Juni 2014

Data Primer BPKK Cirebon, 2010 -- 2014 (diolah)

Se

pte

mb

er

No

ve

mb

er

Jan

ua

ri

Ma

ret

Me

i

Juli

Se

pte

mb

er

No

ve

mb

er

Jan

ua

ri

Ma

ret

Me

i

Juli

Se

pte

mb

er

No

ve

mb

er

Jan

ua

ri

Ma

ret

Me

i

Juli

5

merintahan, pusat

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Keraton Kasepuhan mengalami

rata kenaikan jumlah

wisatawan setiap tahunnya adalah 13 persen. Wisatawan datang ke Keraton

Kasepuhan lebih banyak memilih waktu akhir pekan dibandingkan hari aktif.

lah wisatawan Keraton

Diagram Batang dan Garis Tren Pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon

Juli

Se

pte

mb

er

No

ve

mb

er

Jan

ua

ri

Ma

ret

Me

i

6

Pengelolaan objek wisata Keraton dilakukan oleh Badan Pengelola Keraton

Kasepuhan (BPKK) Cirebon secara independen. Pengelolaan tersebut dilakukan

dengan dana yang bersumber hanya dari retribusi tiket masuk sehingga alokasi

dana pengelolaan sangat minim. Bantuan dana dari Pemerintah tidak dapat

dipastikan pada setiap tahunnya. Pengelolaan Keraton dengan dana yang minim

merupakan masalah utama yang terjadi di objek Keraton Kasepuhan Cirebon.

Keraton Kasepuhan merupakan salah satu aset daerah Kota Cirebon yang

sangat berharga. Pemerintah Kota Cirebon seharusnya dapat mengelola aset yang

dimilikinya dengan optimal. Salah satu tahapan untuk mengoptimalkan aset yang

dimiliki adalah dengan mengetahui nilai ekonomi dari aset tersebut sehingga

selanjutnya dapat diambil beberapa keputusan dan kebijakan-kebijakan untuk

mengelola aset dengan optimal.

1.2 Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian mengenai penilaian properti nonpasar

khususnya situs cagar budaya dan lingkungan dengan menggunakan Contingent

Valuation Method (CVM). Penelitian-penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai

berikut.

Tabel 1.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu

Peneliti/Tahun Topik Penelitian dan Alat Analisis

Variabel Hasil

1.

Fonseca dan Robelo (2010).

Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke Museum Lamego, Alto

1. Jumlah kunjungan (dependen).

2. Biaya perjalanan.

3. Pendidikan.

Biaya perjalanan berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan ke Museum Lamego dan sebaliknya tingkat pendidikan serta gender perempuan berpengaruh positif

7

Tabel 1.2 Lanjutan

Peneliti/Tahun Topik Penelitian dan Alat Analisis

Variabel Hasil

Fonseca dan Robelo (2010) (lanjutan)

Douro Wine Region, Portugal dengan menggunakan TCM.

4. Jenis Kelamin. 5. Pendapatan. 6. Usia. 7. Kepuasan 8. Kunjungan ke

museum lain.

terhadap kunjungan ke Museum Lamego.

2. Yasa (2010). Estimasi nilai ekonomi Alun-Alun Selatan, Yogyakarta dengan menggunakan TCM dan CVM.

1. Jumlah kunjungan.

2. WTP. 3. Biaya

perjalanan. 4. Pendapatan. 5. Usia. 6. Pendidikan. 7. Jarak .

Rata-rata WTP berdasarkan TCM adalah Rp49.171,00 per kunjungan sedangkan berdasarkan CVM adalah Rp1.463,00 per kunjungan. Indikasi nilai ekonomi Alun-Alun Selatan Yogyakarta berdasarkan TCM berada pada rentang Rp269.405.218.100,00 -- Rp274.288.695.100,00 per tahun.

3. Majumdar, dkk (2011).

Estimasi WTP pengunjung hutan kota di Savannah, Georgia dengan menggunakan metode CVM.

1. WTP (dependen).

2. Usia. 3. Jenis kelamin. 4. Tingkat

pendidikan. 5. Pendapatan. 6. Daerah asal

pengunjung. 7. Groups. 8. Jumlah

kunjungan.

Indikasi nilai WTP bagi pengunjung yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi lebih tinggi dari tingkat pendidikan lainnya, variabel pendapatan dan jumlah kunjungan signifikan mempengaruhi WTP. Indikasi nilai ekonomi hutan kota Savannah, Georgia rata-rata adalah $11.55 juta pada tahun 2009.

4. Pakdeeburee, Denpaiboon dan Kanagae (2011).

Estimasi WTP pengunjung Ayutthaya Historical Park, Thailand dengan menggunakan TCM dan CVM.

1. Jumlah kunjungan.

2. WTP. 3. Pendapatan. 4. Usia. 5. Pendidikan. 6. Jenis kelamin. 7. Tujuan

perjalanan.

Nilai WTP turis lokal dan mancanegara masing-masing rata-rata sebesar 177.71Baht dan 163.40Baht.

5. Sugriani (2012). Estimasi nilai ekonomi Museum Ullen Sentalu dengan menggunakan TCM dan CVM.

1. Jumlah kunjungan.

2. Biaya perjalanan.

3. Pendapatan. 4. Usia. 5. Lama

pendidikan. 6. Persepsi

kualitas. 7. Subtitusi.

Berdasarkan TCM, nilai ekonomi Museum Ullen Sentalu berada pada rentang Rp4.325.031.904,00 -- Rp18.844.810.920,00. Berdasarkan CVM nilai ekonomi Museum Ullen Sentalu berada pada rentang Rp179.785.000,00 -- Rp1.797.850.000,00. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan museum adalah biaya perjalanan, pendapatan, usia dan persepsi.

8

Tabel 1.2 Lanjutan

Peneliti/Tahun Topik Penelitian dan Alat Analisis

Variabel Hasil

6. Putri (2012). Estimasi nilai ekonomi objek wisata Goa Gong, Pacitan dengan menggunakan TCM dan CVM.

1. WTP. 2. Jumlah

kunjungan. 3. Biaya

perjalanan. 4. Pendapatan. 5. Waktu

perjalanan. 6. Tingkat

pendidikan. 7. Usia. 8. Ketersediaan

informasi mengenai objek.

9. Persepsi pengunjung.

Berdasarkan TVM faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan adalah biaya perjalanan, pendapatan, dan waktu perjalanan. Berdasarkan CVM faktor-faktor yang mempengaruhi WTP adalah pendapatan, ketersediaan informasi, dan kualitas objek. Indikasi nilai ekonomi objek wisata Goa Gong berdasarkan TCM rata-rata adalah Rp138.379.000.000,-00 sedangkan berdasarkan CVM rata-rata adalah Rp4.700.000.000,00.

7. Raharjo dan Gravitiani (2012).

Estimasi nilai ekonomi Museum Sangiran, Jawa Tengah dengan menggunakan TCM.

1. Jumlah kunjungan per 1000 populasi per tahun (dependen).

2. Biaya perjalanan.

3. Tingkat pendidikan.

4. Pendapatan individual per bulan.

5. Jarak. 6. Usia.

Faktor biaya perjalanan, tingkat pendidikan, pendapatan, jarak, dan usia signifikan berpengaruh terhadap jumlah kunjungan per 1000 populasi per tahun. Indikasi nilai ekonomi Museum Sangiran rata-rata adalah Rp728.013.743,00.

8.

Suryadi (2013).

Estimasi nilai ekonomi Museum Bali dengan menggunakan Contingent Valuation Method.

1. Jumlah WTP (dependen).

2. Biaya perjalanan.

3. Pendapatan. 4. Lama

pendidikan. 5. Usia. 6. Persepsi

responden terhadap kualitas lingkungan.

Variabel biaya perjalanan, kualitas Museum Bali dan adanya objek wisata subtitusi di sekitar signifikan mempengaruhi WTP pengunjung. Nilai ekonomi Museum Bali berdasarkan CVM rata-rata adalah Rp593.910.775,00 dan nilai WTP per individu per kunjungan rata-rata adalah Rp9.550,00.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, metode contingent valuation

sering digunakan untuk penelitian valuasi ekonomi objek nonpasar seperti

lingkungan dan/atau situs cagar budaya. Metode ini menggunakan jumlah

9

kesediaan membayar atau willingness to pay (WTP) pengunjung terhadap objek

wisata yang dikunjungi. Nilai WTP tersebut menjadi nilai pedoman untuk

menghitung dan mengetahui nilai ekonomi dari objek nonpasar yang diteliti,

dalam kasus ini yaitu Keraton Kasepuhan Cirebon.

Berdasarkan paparan pada Tabel 1.2, terdapat celah penelitian yang

dilakukan pada penelitian ini. Perbedaan waktu, tempat, dan objek penelitian

adalah hal dasar yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian

terdahulu yang telah dipaparkan dalam Tabel 1.2. Penelitian ini merupakan

penilaian nilai ekonomi situs cagar budaya yang dilakukan pada tahun 2014, objek

yang diteliti adalah Keraton Kasepuhan Cirebon

Penelitian ini memiliki beberapa kesamaan bagian dan/atau metode dari

penelitian terdahulu. Kesamaan tersebut diantaranya adalah penggunaan metode

contingent valuation dan willingness to pay untuk mengukur nilai ekonomi situs

cagar budaya. Selain itu, pemilihan variabel penjelas untuk memaparkan

karateristik dan data responden juga memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan

di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Penggunaan nilai willingness to pay sebagai vairabel dependen dan akan

dianalisis untuk diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Penggunaan variabel independen yang bersifat demografis seperti umur,

jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, asal daerah, dan pendapatan

per bulan.

10

3. Penggunaan variabel independen yang merepresentasikan kepuasan

pengunjung yaitu persepsi mengenai objek wisata, dan jumlah kunjungan ke

objek wisata.

4. Penggunaan variabel independen jumlah rekan wisata yang diajak dan total

biaya sebagai pendukung pengunjung.

1.3 Rumusan Masalah

Kota Cirebon sedang diarahkan untuk menjadi Daerah Metropolis Cirebon

Raya pada tahun 2025 (RKPD Jawa Barat, 2014). Rata-rata pertumbuhan

ekonomi selama 10 tahun terakhir sebesar 5,7 persen, 0,2 persen lebih besar

dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan Provinsi Jawa Barat yaitu 5,5 persen.

Selain itu, jumlah wisatawan yang datang ke Kota Cirebon mengalami tren naik

rata-rata 7 persen pada rentang tahun 2008 -- 2013.

Sektor pariwisata Kota Cirebon memiliki potensi yang tinggi untuk

dikembangkan dan dioptimalkan perannya bagi perekonomian Kota Cirebon.

Perkembangan sektor perdagangan dan jasa yang menjadi andalan bagi

perekonomian Kota Cirebon saat ini memberikan efek ganda bagi sektor

pariwisata. Dilihat dari jumlah wisatawan yang datang ke Kota Cirebon, baik

dengan alasan utama untuk berwisata maupun berbisnis, mengalami tren naik

setiap tahunnya.

Pengelolaan aset daerah berupa objek wisata yang ada di Kota Cirebon harus

dioptimalkan. Jenis kepariwisataan yang paling banyak dikunjungi di Kota

Cirebon adalah kesenian tradisional, termasuk objek wisata situs cagar budaya.

Optimalisasi aset-aset cagar budaya sebagai objek wisata diharapkan dapat

11

meningkatkan perekonomian daerah, pendapatan asli daerah, dan perekonomian

masyarakat di sekitar objek wisata.

Salah satu tahap menajamen aset (Siregar, 2004: 518) adalah penilaian aset.

Dengan mengetahui nilai ekonomi dari Keraton Kasepuhan, maka aset dapat

dioptimalkan penggunaannya untuk kepentingan pemilik atau pengelola. Dalam

kasus ini aset yang dinilai adalah objek wisata sehingga diharapkan hasil akhir

yang dapat dicapai adalah meningkatnya daya tarik Keraton Kasepuhan Cirebon

bagi wisatawan dan hal tersebut secara umum akan berdampak terhadap sektor

pariwisata Kota Cirebon.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang kemudian akan dicari jawabannya dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Berapakah nilai willingness to pay pengunjung Keraton Kasepuhan

Cirebon?

2. Berdasarkan nilai willingness to pay tersebut, berapa indikasi nilai ekonomi

Keraton Kasepuhan?

3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi nilai willingness to pay

pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon?

4. Bagaimana memanfaatkan nilai ekonomi Keraton Kasepuhan Cirebon

sebagai dasar optimalisasi Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai objek

wisata?

12

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi nilai willingness to pay pengunjung Keraton Kasepuhan

Cirebon.

2. Mengidentifikasi nilai ekonomi Keraton Kasepuhan Cirebon berdasarkan

nilai willingness to pay yang diberikan pengunjung.

3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai willingness to

pay pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon

4. Memberikan beberapa saran alternatif yang dapat diambil, baik oleh pihak

pengelola maupun bagi jenjang pemerintah daerah guna mengoptimalkan

penggunaan Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai salah satu objek wisata di

Kota Cirebon.

1.6 Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak

di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Bagi akademisi, menjadi salah satu referensi penelitian penilaian bangunan-

bangunan bersejarah (heritage valuation) yang merupakan properti nonpasar

di mana metode penelitian yang digunakan berbeda dari properti

pasar/komersial.

2. Bagi Keraton Kasepuhan Cirebon, dengan mengetahui nilai ekonomi

Keraton Kasepuhan yang juga merepresentasikan seberapa besar keinginan

masyarakat terhadap wisata Keraton Kasepuhan, diharapkan dapat dijadikan

13

salah satu pertimbangan pengambilan kebijakan-kebijakan baru dalam

rangka optimalisasi objek wisata Keraton Kasepuhan Cirebon.

3. Bagi Pemerintah Kota Cirebon, sebagai suatu informasi dan deskripsi

mengenai karateristik wisatawan yang datang ke Cirebon dan mengunjungi

Keraton Kasepuhan Cirebon. Dengan nilai ekonomi yang diketahui,

diharapkan dapat dipergunakan sebagai suatu tolok ukur mengenai

optimalisasi aset-aset daerah yang berbasis wisata cagar budaya, khususnya

Keraton Kasepuhan Cirebon.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I

Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan

masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, menguraikan tentang landasan

teoritis yang digunakan dalam penelitian. Bab III Metoda Penelitian, menjelaskan

tentang jenis penelitian yang dilakukan dan teknik penarikan data sampel. Bab IV

Analisis dan Pembahasan, memaparkan tentang deskripsi data penelitian, analisis

regresi linear berganda, perhitungan dan pemanfaatan nilai ekonomi Keraton

Kasepuhan. Bab V Simpulan dan Saran, memuat tentang simpulan, implikasi,

keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya.