Upload
nguyenthien
View
255
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tokoh rekaan dalam karya sastra berupa novel, drama, puisi atau cerita
pendek dan sebagainya menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait
dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis atau konflik sebagaimana dialami
oleh manusia di dalam kehidupan nyata. Sastra, sejarah, dan agama bisa
memberikan informasi berharga mengenai tingkah laku manusia (Koswara, 1991:
4).
Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan jiwa dan pemikiran
pengarang yang berbeda dalam situasi setengah sadar (subconsicious) setelah
mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar
(consicious) dalam penciptaan karya sastra (Endraswara, 2008: 7-8).
Naskah drama yang merupakan salah satu bentuk karya sastra berisikan
dialog antartokoh seringkali memunculkan konflik dan perdebatan antarindividu
yang mengalami pertikaian ataupun perbedaan pendapat. Konflik yang
pengarang ciptakanakan menumbuhkan ketegangan cerita sehingga membuat
penikmatnya ikut hanyut ke dalam cerita.
Andy Sri Wahyudi mendapat apresiasi yang baik dari penikmat drama
khususnya di Yogyakarta. Pementasan drama Ora Isa Mati karya Andy ini
diselenggarakan di Bale Budaya Samirana Yogyakarta pada tanggal 12 Juni
2013. Naskah Drama ini digarap Andy sejak akhir Desember 2012. Naskah ini
dikemasnya dengan lucu dan terkesan modern sehingga tidak membosankan
2
seperti naskah drama berbahasa Jawa pada umumnya. Naskah lain karangan
Andy pun juga sama menariknya. Ia cenderung untuk mengangkat cerita
keseharian sekelompok masyarakat atau kehidupan sehari-hari orang desa.
Kehidupan modern dan pendidikan tak luput ia singgung dalam beberapa
karangannya.
Penelitian yang menggunakan objek naskah drama dengan pendekatan
Psikologi sastra salah satunya adalah penelitian dari Syafaat Astiyanto dengan
judul “Ketulusan hati tokoh dalam naskah drama rambat-rangkung karya trisno
santosa (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra)”
Beberapa naskah drama memang mengandung aspek psikologis. Begitu
juga pada naskah drama Ora Isa Mati Karya Andy Sri Wahyudi. Hal ini
merupakan alasan pengarang mengapa menganalisis naskah drama Ora Isa Mati.
Naskah ini memiliki 11 tokoh. Pada tiap tokohnya memiliki kepribadian yang
berbeda, dari perbedaan karakter tiap tokohnya selalu terjadi perbedaan pendapat
yang menumbuhkan konflik sehingga membuat naskah ini semakin terasa nyata.
Dengan cerita yang kompleks, naskah ini sangat menarik untuk diteliti dan
penelitipun dapat menangkap maksud pengarang dengan baik. Kesesuaian dan
runtutnya cerita dalam naskah ini membuat karakter tokoh naskah seakan-akan
hidup.
Aspek lain yang menarik untuk dikaji dalam naskah drama ini adalah
aspek yang berkaitan dengan psikologi sastra. Psikologi sastra adalah gabungan
dua ilmu yang sama-sama mempelajari tentang kehidupan. Sastra merupakan
cerminan kepribadian dalam kehidupan. Fenomena sastra sebagai “cermin”
3
pribadi telah lama berkembang, namun demikian istilah “cermin” ini bukan
berarti sebagai cerminan pribadi pengarang karena tidak selamanya pribadi
pengarang selalu masuk ke dalam karya sastranya (Endraswara, 2008: 28).
Penelitian psikologi sastra yang otentik meliputi tiga kemungkinan yang
salah satunya adalah penelitian karakter para tokoh yang ada dalam karya yang
diteliti atau Daiches, melalui analisis tokoh-tokoh dan penokohan (Endraswara,
2008: 65). Di dalam analisis perwatakan perlu dicari nalar tentang perilaku
tokoh, apakah perwatakan tersebut dihinggapi gejala penyakit seperti neurosis,
psikosis, dan halusinasi.
Penulis mengetahui adanya upaya pengurangan anxitas dari konflik
antartokoh dalam naskah drama Ora Isa Mati karangan Andy Sri Wahyudi.
Upaya melepaskan anxitas ini melalui mekanisme pertahanan ego yang paling
kruisal yaitu Represi, Pengalihan, Identifikasi, Penyangkalan Realitas, Proyeksi,
Penebusan, Rasionalisasi, Sublimasi, dan Reaksi. Menurut uraian yang penulis
sampaikan, penulis mempertimbangkan untuk mengambil judul “Mekanisme
Kruisal Pertahanan Ego Tokoh dalam Naskah Drama Ora Isa Mati karya Andy
Sri Wahyudi” yang pada dasarnya kajian ini menggunakan pendekatan ilmu
sastra, yakni Psikologi Sastra yang keduanya memiliki keterkaitan antar unsur
Psikologi dan Sastra.
B. BATASAN MASALAH
Penelitian agar lebih fokus, kajian yang dilakukan pada naskah drama
Ora Isa Mati dibatasi pada kajian unsur prinsip dramaturgi klasik Aristoteles
4
yang terkait dengan Konstruksi cerita dramaturgi untuk mendeskripsikan
penokohan dari aspek kejiwaan tokohnya dalam kaitannya dengan 9 mekanisme
krusial pertahanan ego yang erat kaitannya dengan Psikologi Sastra.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah unsur prinsip dramaturgi Aristoteles dalam naskah drama Ora
Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang meliputi unsur kesatuan dan unsur
keharusan psikis?
2. Bagaimanakah Konstruksi cerita dramaturgi yang meliputi premise,
character, dan plot dalam naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri
Wahyudi menurut Aristoteles?
3. Bagaimanakah mekanisme krusial pertahanan ego para tokoh naskah drama
Ora Isa Mati Andy Sri Wahyudi menurut Sigmund Freud?
D. TUJUAN
Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat
dipaparkan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan unsur prinsip dramaturgi menurut Arristoteles dalam
naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang meliputi unsur
kesatuan dan unsur keharusan psikis.
5
2. Mendeskripsikan Konstruksi cerita dramaturgi klasik menurut Aristoteles
yang meliputi premise, character, dan plot dalam naskah drama Ora Isa Mati
karya Andy Sri Wahyudi.
3. Mengungkap mekanisme krusial pertahanan ego para tokoh yang ada dalam
naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi.
E. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan bagi perkembangan ilmu Sastra khususnya pada kajian
Psikologi sastra untuk mengetahui bagaimana peran ego dan mekanisme
pertahanannya pada tokoh dalam naskah drama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai ilmu psikologi sastra dan drama
khususnya Konstruksi dalam dramaturgi.
b. Bagi Pengarang Naskah Drama
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan
pemikiran terhadap pemecahan masalah dalam penulisan naskah drama yang
berkaitan dengan dramaturgi dan pemilahan karakter tokoh terkait dengan ego
tokoh.
c. Bagi Peneliti Berikutnya
6
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian
selanjutya. Penelitian ini juga dapat dikembangkan lebih lanjut, serta dapat
menjadi referensi penelitian yang sejenis.
d. Bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui dan paham unsur dramaturgi dan
permasalahan psikologi dalam naskah drama yang ada kaitannya dengan
mekanisme krusial pertahanan ego.
F. LANDASAN TEORI
1. Dramaturgi
Dramaturgi adalah ajaran tentang masalah hukum dan konvensi drama.
Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, bereaksi, dan sebagainya : Dan “drama” berarti : Perbuatan, tindakan.
Ada orang yang meganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan,
mengerikan, sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.
2. Unsur Prinsip Drama Menurut Aristoteles
a. Unsur Kesatuan
1. Kesatuan Waktu
Peristiwa harus terjadi berturut-turut selama 24 jam tanpa suatu
selingan. Kesatuan waktu, dapat diartikan pembatasan waktu, terutama
7
ditujukan kepada tragedi yang harus berbeda dengan epik, karena epik
mempunyai kebebasan waktu, sedangkan tragedi waktunya harus dibatasi.
2. Kesatuan Tempat
Peristiwa seluruhnya terlaksana dalam satu tempat saja. Kesatuan
tempat, adanya pembatasan-pembatasan tempat dalam drama.
3. Kesatuan Kejadian
Membatasai rentetan peristiwa yang berjalan erat, tidak menyimpang
dari pokoknya. Sering disebut kesatuan ide. Kesatuan Kejadian, terutama
ditujukan kepada tema dan plot. Fakta yang menafsirkan bahwa drama
harus mempunyai hanya satu tema dan satu plot saja, tetapi ada juga yang
mengetengahkan adanya subplot atau minor action disamping plot utama
sehingga merupakan plot majemuk, asalkan semuanya membantu
penyelesaian plot utama atau plot pokok kearah satu catastrophe.
(Harymawan, 1993: 20-22)
b. Unsur Penghematan
Dalam drama waktu cukup terbatas, maka dapat diusahakan agar
dalam
waktu yang singkat dituangkan masalah-masalah pokok yang terpenting
saja.
c. Unsur Keharusan Psikis
Fungsi psikis dalam dramaturgi klasik ialah :
8
1. Protagonis : Peran utama (pahlawan, pria/wanita) yang menjadi
pusat cerita.
2. Antagonis : Peran lawan, sering juga menjadi musuh yang
menyebabkan konflik.
3. Tritagonis : Peran penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi
pengantara protagonis dan antagonis.
4. Peran Pembantu : Peran yang tidak secara langsung terlihat di
dalam konflik, tetapi diperlukan guna penyelesaian cerita.
3. Konstruksi Cerita Drama
Pementasan susul menyusul hingga kekurangan repertoar asli, naskah
yang telah ada banyak yang tidak sesuai dengan zaman. Naskah yang telah ada
ditambahi reperator asing bersama-sama mengalami proses salinan dan saduran.
Erika Fischer Lichte berpendapat bahwa setiap pergelaran teater terdiri dari
aspek struktur dan terstruktur yang dapat disebut sebagai teks teatrikal,
sebagaimana tatanan pengelolaan informasi ke dalam suatu kode-kode tertentu,
dari teks lakon menjadi teks pergelaran (Lichte, 1992: 182-193 dalam
Dramaturgi Sandiwara, 2013: 99). Kompoisis tiga bahan pokok untuk cerita
drama adalah :
a. Premise
Premise merupakan intisari cerita sebagai landasan idiel dalam menentu-
kan arah tujuan ceritera. Ditinjau dari pelaksanaan merupakan landasan pola
bangunan lakon. Istilah-istilah lain yang sering digunakan adalah theme, thesis,
9
root, idea, central idea, goal, aim, drivig force, purpose, plan, basic emotion,
malahan plot.(Harymawan, 1993: 24)
b. Character
Character, biasa juga disebut dengan perwatakan. Dalam hal ini, tokoh
sangatlah berperan penting, dimana ia merupakan bahan yang paling aktif yang
menjadi penggerak jalan cerita. Tokoh adalah sesuatu yang hidup, bukan mati.
Karena tokoh ini berpribadi, berwatak, dan memiliki sifat-sifat karakteristik yang
tidak dimensional.
Tiga dimensi yang dimaksud adalah dimensi fisiologis, sosiologis, dan
psikologis.
1. Dimensi Fisiologis ialah ciri-ciri badani seperti :
a. Usia (tingkat kedewasaan)
b. Jenis kelamin’
c. Keadaan tubuhnya
d. Ciri-ciri muka, dan sebagainya
2. Dimensi Sosiologis ialah latar belakang kemasyarakatannya :
a. Status sosial
b. Pekerjaan, jabatan, peranan dimasyarakat
c. Pendidikan
d. Kehidupan pribadi
e. Pandangan hidup, kepercayaan, agama, ideologi,
f. Aktivitas sosial, organisasi, hobby
g. Bangsa, suku, keturunan
10
3. Dimensi Psikologis ialah latar belakang kejiwaannya :
a. Mentalitas, ukuran moral/membedakan antara yang baik dan tidak baik.
b. Tempramen, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kela-kuan.
c. I.Q (Intellegence Quotient), tingkat kecerdasan, kecakapan, keahlian
khusus dalam bidang-bidang tertentu.
Tokoh akan menjadi tokoh yang timpang cenderung menjadi tokoh yang
mati apabila salah satu dari ciri tersebut diabaikan. Character sendiri memiliki
pola atau Character Pattern, dalam menyelidiki struktur psikis dapat ditemukan
tiga pertanyaan tentang sifat-sifat pokok yang dimiliki watak tersebut. Sifat-sifat
pokok ini dapat dipakai sebagai penguji untuk memperoleh suatu pegangan dasar
tentang bangunan psikis watak tersebut.
a. Inteligensi
Inteligensi dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Makin baik
penyelesaiannya, makin tinggi tingkat inteligensinya. Tinggi rendah
inteligensi seseorang dapat menentukan macam tindakan dan pikiran yang
diucapkannya.
Inteligensi bisa bersifat abstrak dan teoretis seperti banyak kita temui
pada para sarjana, dimana logika dan perhitungan dingin menguasai segala.
Ia bersifat intuitif, yaitu suara hatinya lebih muncul kedepan, dan orangnya
biasanya implusif sifatnya. Ia bisa bersifat praktis seperti ditemui pada
banyak saudagar, pengusaha, dan kaum oportunis.
b. Hubungannya dengan Dunia Luar
11
Cara seseorang menghadapi dunia luar dan sesame manusia perlu
diketahui untuk memahami suatu watak drama karena sebagian besar
penggambaran suatu watak terletak pada cara ia mereaksi terhadap keadaan
sekelilingnya dan terhadap tokoh-tokoh yang ada. Menurut C.G Yung ada
dua macam watak atau sifat : Pertama, ekstravert, bersifat tebuka terhadap
dunia luar. Ia betah bergaul dengan orang lain, menyatukan dirinya dengan
mudah dengan dunia luar, dan suka dihargai. Kedua, Introvert, bersifat
mengarah kedalam, suka menjauhkan diri, tidak begitu senang berhubungan
dengan orang banyak, dan suka mengukur segala-galanya dan pihak dirinya
sendiri saja.
c. Hubungan seseorang dengan Dirinya Sendiri
Setiap manusia biasanya berusaha menyembunyikan hubungannya dari
mata banyak orang, akan tetapi hal ini disembunyikan karena dirinya
merasa bahwa ia dapat dilihat pada caranya bergerak, berbicara dan
sebagainya. Biarpun teater berpangkal pada laku, banyak juga dari
kehidupan rohani yang tersembunyi yang dapat diperlihatkan.
(Harymawan, 1993: 18-20)
c. Plot
Plot ialah : Alur, rangka cerita, merupakan susunan empat bagian :
1) Protasis
2) Epitasio
3) Catastasis
4) Catastrophe
12
Dramatic Plot
Aristoteles
(Klasik)
Gustav Freytag
(Modern)
1 Protasis :
Permulaan, dijelaskan peran dan
motif lakon.
Exposition :
Pelukisan ............ (1)
2 Epitasio :
Jalinan kejadian
Complication :
Dengan timbulnya
kerumitan/komplikasi
diwujudkan jalinan kejadian
............ (2)
3 Catastasis :
Puncak laku, peristiwa mencapai
titik kulminasinya; sejak 1 - 2 -
3 terdapat laku sedang
memuncak (rising action)
Climax :
Puncak laku, peristiwa mencapai
titik kulminasinya; sejak 1 - 2 - 3
terdapat laku sedang memuncak
(rising action) ............ (3)
Resolution :
Penguraian, mulai tergambar
rahasia motif ............ (3) A
4 Catastrophe :
Penutupan
Conclusion :
Kesimpulan ............ (4)
Catastrophe :
Bencana ............ (4) A
13
Denoument :
Penyelesaian yang baik (happy
ending) ............ (4) B
Ditarik kesimpulan, dan habislah cerita.
Piramida Dramatic Action (Gustav Freytag : 1816 - 1895)
Dramatic Tension (Brander Mathews, 1852 - 1929)
14
T
E
N
S
I
O
N
BABAK 1 BABAK 2 BABAK 3
4. Naskah Drama
Drama merupakan genre karya sastra yang menggambarkan kehidupan
manusia dengan gerak. Drama menggambarkan realita kehidupan, watak, serta
tingkah laku manusia melalui peran dan dialog yang dipentaskan. Naskah drama
dibuat sedemikian rupa sehingga nantinya dapat dipentaskan untuk dapat
dinikmati oleh penonton.
Naskah drama merupakan salah satu genre karya sastra yang sejajar
dengan prosa dan puisi. Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah drama
memiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas
konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2003: 2)
Naskah drama dapat diartikan suatu karangan atau cerita yang berupa
tindakan atau perbuatan yang masih berbentuk teks atau tulisan yang belum
diterbitkan (pentaskan).
5. Psikologi Sastra
15
Perkembangan kajian sastra yang bersifat interdisipliner telah memper-
temukan ilmu sastra dengan berbagai ilmu lain, seperti psikologi, sosiologi,
antropologi, gender, dan sejarah. Pertemuan tersebut telah melahirkan berbagai
macam pendekatan dalam kajian sastra, antara lain psikologi sastra, sosiologi
sastra, antropologi sastra, kritik sastra feminis, dan new hystoricism. Di
samping itu, juga melahirkan berbagai kerangka teori yang dikembangkan dari
hubungan antara sastra dengan berbagai disiplin tersebut, seperti
psikoanalisis/psikologi sastra, psikologi pengarang, psikologi pembaca, sosiologi
pengarang, sosiologi pembaca, sosiologi karya sastra, juga strukturalisme
genetik, sosiologi sastra marxisme (Albertine, 2010: 10).
Psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang
digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang
karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan
kerangka teori yang ada dalam psikologi. Sastra dan Psikologi dapat bersimbiosis
dalam perannya terhadap kehidupan. Karena keduanya memiliki fungsi dalam
kehidupan. Keduanya sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial/ keduanya memanfaatkan landasan yang
sama yaitu menjaikan pengalaman manusia sebagai bahan telaan. Oleh karena
itu, pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya dalam penelitian
sastra (Endraswara, 2008: 15).
Sastra bukan sekedar telaah teks yang menjemukan tetapi menjadi bahan
kajian yang melibatkan perwatakan atau kepribadian para tokoh rekaan,
pengarang karya sastra, dan pembaca. Setiap manusia pasti memiliki
16
kepribadian, yang dimana kepribadian berarti kualitas nalar dan karakter
seseorang yang terbentuk menjadi pola tertentu yang membedakan ia dari
individu lainnya.
Menurut Albertine (2010: 11), psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang
dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis ini
berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia, serta ilmu ini
merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontibusi besar dan dibuat
untuk psikologi manusia selama ini. Psikoanalisis merupakan sejenis psikologi
tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang motivasi,
emosi, konflik, sistem neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Menurut
Freud, psikoanalisis adalah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang
yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang
bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan
syaraf (Suryabrata, 2002: 3). Dalam struktur kepribadian Freud, ada tiga unsur
sistem penting, yakni id, ego, dan superego. Menurut Bertens (2006: 32) istilah
lain dari tiga faktor tersebut dalam psikoanalisis dikenal sebagai tiga “instansi”
yang menandai hidup psikis. Dari ketiga sistem atau ketiga instansi ini satu sama
lain saling berkaitan sehingga membentuk suatu kekuatan atau totalitas. Maka
dari itu untuk mempermudah pembahasan mengenai kepribadian pada kerangka
psikoanalisa, kita jabarkan sistem kepribadian ini.
a. Id
Menurut Bertens (2006: 32-33), id merupakan lapisan psikis yang paling
mendasar sekaligus id menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih
17
lanjut. Artinya id merupakan sisitem kepribadian asli paling dasar yakni yang
dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat
dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting,
impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious,
mewakili subyektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id
berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang
digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Energi psikis dalam id itu dapat meningkat oleh karena perangsang, dan apabila
energi itu meningkat maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan
pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Dari situlah id harus
mereduksikan energi untuk menghilangkan rasa tidak enak dan mengejar
keenakan.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id,
kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah,
dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan
kepuasan. Jadi ketika ada stimulasi yang memicu enerji untuk bekerja timbul
tegangan energi id beroperasi dengan prinsip kenikmatan berusaha mengurangi
atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan diri ke tingkat energi rendah.
Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan
proses primer. Proses primer ialah reaksi membayangkan atau mengkhayal
sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk
menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan
18
atau puting ibunya. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu
membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan
kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar-salah tidak tahu
moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata,
yang member kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah
moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.
b. Ego
Ego adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
atau realita (Freud dalam Suryabrata 2010: 126).
Tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan
menjamin penyesuaian dengan lingkungan sekitar, lagi untuk memecahkan
konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan
yang tidak cocok satu sama lain (Bertens, 2006: 33). Dengan kata lain, ego
sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga
memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang mencapai kesempurnaan
dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego
yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
c. Superego
Superego dibentuk melalui internalisasi (internalization), artinya
larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar (para pengasuh,
khususnya orang tua) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari
dalam (Bertens, 2006: 33-34). Dengan kata lain, superego adalah buah hasil
19
proses internalisasi, sejauh larangan-larangan dan perintah-perintah yang tadinya
merupakan sesuatu yang “asing” bagi si subyek, akhirnya dianggap sebagai
sesuatu yang berasal dari subyek sendiri.
Menurut Freud Superego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan
wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana
ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya yang dimasukkan dengan berbagai
perintah dan larangan (Suryabrata, 2010: 127). Superego lebih merupakan
kesempurnaan daripada kesenangan. Oleh karena itu, Superego dapat pula
dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah
menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak,
dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang
beroperasi memakai prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan
prinsip realitik dari ego (Alwisol, 2004: 21). Superego bersifat nonrasional dalam
menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang
telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Superego dalam hal mengontrol id,
bukan hanya menunda pemuasan tapi merintangi pemenuhannya. Fungsi utama
dari superego yang dihadirkan antara lain adalah:
a. Sebagai pengendali dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-
impuls tersebut disalurkan dengan cara atau bentuk yang dapat diterima
oleh masyarakat.
b. Untuk mengarahkan ego pada tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang
dengan kenyataan.
20
c. Mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa
ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda kealam sadar. Superego
bersama dengan id, berada dialam bawah sadar (Hall dan Lindzey, 1993:
67-68).
Superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat
dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki
karakteristik sendiri-sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu
berinteraksi secara dinamis.
Kepribadian menurut psikologi bisa mengacu pada pola karakteristik
perilaku dan pola pikir yang menenukan penilaian seseorang terhadap
lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh potensi sejak lahir yang dimodifikasi oleh
pengalaman budaya dan pengalaman unik yang mempengaruhi seseorang sebagai
individu.
Pada saat kelahiran seorang individu, seluruh jiwa hanya memiliki satu
komponen saja, atau masih belum terbagi-bagi, yaitu Id. Id terdiri atas energi
insting yang murni dan tidak pernah dewasa, eksis sepenuhnya ditingkat bawah
sadar. Id menuntut pemuasan langsung kebutuhan tubuh, karena itu bisa
dkatakan ia diatur sepenuhnya leh prinsip kesenangan, sedangkan jiwa dewasa
memiliki 2 komponen lagi selain id, yaitu ego dan superego. Ego diatur oleh
prinsip realitas dan beroprasi untuk melayani id. Dengan kata lain ego hadir
untuk membuat manusia menjalin kontak dengan pengalaman-pengalaman yang
sungguh bisa memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Ego harus mewujudkan
sepenuhnya niat Id, memenuhi tugasnya untuk menemukan situasi dimana niatan
21
itu bisa diwujudkan sebaik-baiknya. Superego, adalah komponen ketiga.
Superego merupakan lengan moral kepribadian. Ia utamanya berkembang dari
pola-pola pengalaman, penghargaan dan penghukuman yang diinternalisasi sejak
kanak-kanak oleh orang dewasa.
Ego dan superego sering bekerja sama untuk menciptakan sebuah
antikateksis (penghambat hasrat-hasrat primitif tertentu individu) yang cukup
kuat untuk menghambat kanteksis primitif yang kuat milik id. Karena munculnya
kanteksis yang tidak pantas diterima akan menyebabkan kecemasan.
Kecemasan memiliki fungsi untuk memperingatkan bahwa jika kita terus
berpikir atau berprilaku dengan cara tertentu, kita akan berada di dalam bahaya.
Karena kecemasan tidak menyenangkan, kita akan melakukan apapun yang
dibutuhkan untuk meredakannya. Artinya kita akan cenderung menghentikan
pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang sudah menyebabkan kecemasan itu
(Olson dan Hergenhahn, 2013: 51).
6. Mekanisme-Mekanisme Krusial Pertahanan Ego
Ego akan menggunakan cara-cara irasional yang disebut mekanisme
pertahanan ego apabila pendekatan normal dan rasional demi mengurangi atau
menghilangkan kecemasan tidak lagi efektif. Semua mekanisme pertahan ego
memiliki 2 ciri yang sama : (1) tidak disadari, yaitu individu tidak sadar jika ia
menggunakan mekanisme-mekanisme tersebut, (2) memfalsifikasi atau men-
22
distorsi realitas. Berikut mekanisme-mekanisme krusial pertahanan ego menurut
Sigmund Freud :
a. Represi
Ego memiliki sistem pertahanan untuk mengurangi kecemasan. Salah
satunya adalah represi. Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego yang paling
kuat adalah antara represi : Freud himself said that the concepts of unconsious
mental activity, repression, resistence and transference were the fundamental
pillars of psychoanalysis (Clark, 1997: 44).
Teori represi adalah batu penjuru dimana seluruh struktur psikoanalisis
dibangun (Sigmund Freud, 1966: 147). Di versi awal teorinya, Freud
menggambarkan represi sebagai upaya untuk menjauhkan memori-memori yang
mengganggu dari kesadaran.
Mekanisme represi pada awalnya diajukan oleh Sigmund Freud yang
kerap masuk keranah teori psikoanalisis. Represi sebagai upaya menghindari
perasaan axitas. Sebagai akibat represi, si individu tidak menyadari implus yang
me-nyebabkan axitas serta tidak mengingat pengalaman emosional dan traumatik
dimasa lalu. Seseorang yang mengalami implus homoseksual, melalui represi
tidak menyadari kondisi tersebut. Upaya melepaskan axitas melalui represi dapat
menjurus pada kondisi tersebut. Upaya melepaskan anxitas melalui represi dapat
menjurus pada kondisi reaksi formasi (Olson dan Hergenhahn, 2013: 60).
b. Pengalihan
Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang tehadap suatu objek
lainnya yang lebih memungkinkan. Pada pengalihan orang bisa mengarahkan
23
dorngan-dorongan aslinya terselubung atau tersembunyi. Pengalihan juga
berguna untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengganti gejala neurotisnya
dengan yang lain. (Freud, 1926/1959a dalam Teori Kepribadian : 2010)
c. Identifikasi
Mekanisme ini merupakan proses dimana ego berusaha mencocokkan
objek dan kejadian dilingkungan dengan keinginan-keinginan subjektif id. Istilah
identifikasi juga digunakan untuk menjelaskan kecenderungan bagi me-
ningkatnya perasaan-perasaan berharga pribadi dengan meleburkan diri secara
psikologis ke seseorang yang lain, kelompok, atau lembaga yang dianggap
sebagai teladannya.
d. Penyangkalan Realitas
Mekanisme ini melibatkan penyangkalan sejumlah fakta dalam hidup
seseorang tak peduli berapa banyak bukti yang bisa ditemukan dalam realitas.
Seseorang yang menggunakan mekanisme penyangkalan realitas tidak
bersentuhan minimal dengan beberapa aspek realitas dan yang seperti ini dapat
mengganggu fungsi normalnya.
e. Proyeksi
Proyeksi terjadi apabila individu menutupi kekurangannya dan masalah
yang dihadapi ataupun kesalahannya dilimpahkan kepada seseorang atau sesuatu
yang lain. Secara umum, proyeksi adalah merepresi kebenaran tentang diri yang
bakal membangkitan kecemasan sehingga memilih untuk menganggap orang lain
24
itulah yang memiliki kebenaran dirinya, atau berdalih menutupi kesalahan
dengan menyalahkan lingkungan atau situasi hidup sebagai penyebabnya.
f. Penebusan
Pada meknisme ini, seseorang yang terlanjur melakukan suatu tindakan
yang tidak bisa diterima, atau berpikir untuk melakukannya, lalu terlibat
diaktivitas-aktivitas lain yang secara ritualistik dimaksudkan untuk menebus atau
menggagalkan tindakan sebelumnya. lewat penebusan, seolah manusia berusaha
menghapus suatu tindakan secara magis dengan tindakan yang lain yang
diharapkan dapat menghapus atau membatalkan tindakan awal.
g. Rasionalisasi
Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat
diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif pengganti
dengan tujuan pembenaran. Melalui mekanisme ini, manusia menjelaskan atau
menjustifikasi secara rasional perilaku-perilaku atau pikiran-pikiran yang malah
dapat membangkitkan kecemasan. Ego berdalih lewat hasil-hasil yang logis
(meski keliru) sehingga akan menjadi terasa mengganggu jika dijelaskan lewat
cara tertentu.
h. Sublimasi
Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial
menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk
pegalihan. Misalnya, seorang individu memiliki dorongan seksual yang tinggi,
25
lalu ia akan mengelihkan perasaan tak nyaman ini ke tindakan-tindakan yang
dapat diterima secara sosial.
i. Reaksi
Mekanisme ini adalah mekanisme perthanan ego dimana pikiran-pikiran
yang tidak bisa diterima direpresi dan kebalikannya yang lebih di ekspresikan.
Freud yakin kalau petunjuk bagi penentuan perbedaan antara pembentukan reaksi
dan perasaan yang sesungguhnya adalah seberapa besar taraf perasaan
ditekankan. Individu yang menampilkan pembentukan reaksi cenderung lebih
intens dan berlebihan pada emosinya.
G. SUMBER DATA DAN DATA
1. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer penilitian ini adalah naskah drama Ora Isa Mati karya
Andy Sri Wahyudi yang diterbitkan pada September 2014 di Yogyakarta. Naskah
ini penulis dapatkan dengan membeli langsung dari pengarang naskah drama Ora
Isa Mati yakni dari Andy Sri Wahyudi.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder diperoleh dari informan yaitu Andy Sri Wahyudi
selaku pengarang naskah drama Ora Isa Mati.
2. Data
26
a. Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini adalah isi teks dalam Naskah Drama Ora
Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang terkait dengan unsur-unsur prinsip
drama menurut Aristoteles yang meliputi unsur kesatuan dan unsur
keharusan psikis, kontruksi cerita drama menururt Aristoteles yang
meliputi premise, character, plot, dan mekanisme-mekanisme krusial
pertahanan ego menurut Sigmund Freud (represi, pengalihan, identifikasi,
penyangkalan realitas, proyeksi, penebusan, rasionalisasi, sublimasi dan
reaksi).
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berupa hasil wawancara semiterstruktur
dengan narasumber yakni Andy Sri Wahyudi yang terkait dengan latar
belakang penulisan naskah drama Ora Isa Mati.
H. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian sastra yang berbentuk deskriptif
kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk,
fungsi dan macam pertahanan ego. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan
Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan “metodologi
kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
27
Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan
penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian, yaitu :
a. Content Analysis atau Analisis Isi
Analisis isi merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
didasarkan oleh data.
b. Wawancara
Penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara semistruktur
dalam penelitian ini. Pelaksanaan wawancara semistruktur lebih bebas jika
dibandingkan dengan wawancara terstruktur yang dimana pada wawancara
terstruktur semua instrument telah disiapkan dan setiap responden diberikan
pertanyaan yang sama dan jawabannya pun telah disipakan. Wawancara
semistruktur bertujuan untuk menentukan permasalahan lebih terbuka
dimana informan diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan
wawancara ini, peneliti mendengar dengan teliti dan mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan atau narasumber (Sugiyono, 2011: 317).
Peneliti mewawancarai informan yang telah dipilih yaitu pengarang
naskah Ora Isa Mati, Andy Sri Wahyudi. Wawancara semistruktur dipilih
penulis karena tidak menutup kemungkinan akan adanya pertanyaan yang
28
tidak terduga setelah informan mengungkapkan gagasan atau idenya setelah
menjawab salah satu pertanyaan dari peneliti.
c. Studi Pustaka
Teknik ini dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah
buku-buku, majalah, liflet yang berkenaan dengan masalah dan tujuan
penelitian. Buku tersebut dianggap sebagai sumber data yang akan diolah
dan dianalisis seperti banyak dilakukan oleh ahli sejarah, sastra dan bahasa
(Danial, 2009:80). Penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisis
naskah drama Ora Isa Mati dan mengupasnya dengan buku milik
Harymawan yang berjudul Dramaturgi dan buku milik Mathew H. Olson
dan B.R Hergenhahn yang berjudul Pengantar Teori-Teori Kepribadian.
3. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam suatu pola, kategori satuan uraian dasar yang diperoleh dari hasil
wawancara, cacatan lapangan, dokumentasi, dan data- data lainnya. Dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, maka dari itu peneliti
menggunakan metode berfikir induktif yaitu penjelasan dari yang umum sampai
ke penjelasan yang khusus, sehingga pada akhirnya bisa ditarik sebuah
kesimpulan.
Proses data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh
data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan
yang sudah ditulis dalam cacatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,
29
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Penyajian Data
gambar, foto, dan sebagainya, sehingga menghasilkan analisis secara luas, umum
serta terperinci.
Data yang sudah terkumpul selanjutnya di analisa dengan menyederha-
nakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Selain itu
data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai untuk menjawab masalah
yang diajukan dalam penelitian. Model yang digunakan untuk menganalisis data
dalam penelitian ini adalah analisis interaktif (Miles dan Huberman 2007) :
Teknik Analisis Miles dan Huberman
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemulihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, data kasar yang muncul dari catatan-
catatan tertulis. Reduksi data dilakukan dengan pemilihan judul Naskah Drama
yaitu Naskah Drama berjudul Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang telah
ia bukukan dalam buku Mak, Ana Asu Mlebu nGomah!. Diterbitkan perta-
makali di Yogyakarta pada September 2014. Wawancara singkat dengan
pengarang naskah dilakukan secara semistruktur untuk mendapatkan data guna
30
mengetahui informasi mengenai naskah yang akan dikaji dan menda-patkan
gagasan dan ide dari narasumber.
b. Penyajian Data
Langkah analisis selanjutnya setelah reduksi data adalah penyajian data.
Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan (Miles dan Huberman, 2007: 17).
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi yang berupa teks dari
naskah drama Ora Isa Mati dan hasil wawncara dengan Andy Sri Wahyudi
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin mudah
dipahami. Peyajian data dilakukan dalam bentuk uraian naratif.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan meneruskan apa yang sudah didapatkan dari reduksi
data teks dalam naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi, hasil
wawancara dengan narasumber yaitu Andy Sri Wahyudi dan data-data dari
buku-buku maupun dokumen penunjang penelitian terkait dengan judul skripi
yaitu Mekanisme Krusial Pertahanan Ego Tokoh dalam Naskah Drama Ora
Isa Mati. Penarikan kesimpulan dengan menarik kesimpulan dari Naskah
Drama Ora Isa Mati yang dijadikan kajian dan telah di telaah sesuai
Psikologi sastra yang merujuk pada 9 mekanisme krusial pertahanan ego dan
didapatkan informasi tokoh dari analisis isi naskah drama sesuai unsur
prinsip drama dan Konstruksi cerita dramaturgi dalam naskah drama Ora Isa
Mati dan juga penjelasan dari wawancara semistruktur dengan Andy Sri
31
Wahyudi. Menurut Sutopo, proses ini disebut model analisis interaktif
(2007: 95)